PENDAHULUAN 1. Executive Summary

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN 1. Executive Summary"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya alam serta pelestarian lingkungan perlu diatur untuk menghindari kerusakkan lingkungan atau bencana lingkungan sehingga pembangunan dan kelestarian lingkungan dapat secara sinergis berjalan bersamaan. Banyak produk hukum dibuat oleh pemerintah terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam maupun pelestarian lingkungan, namun exploitasi sumberdaya alam masih terjadi secara besar-besaran tanpa memperhatikan kemampuan alam untuk memperbaiki diri. Pengaturan pelestarian lingkungan juga perlu diperhatikan di dalam pengaturan tata ruang. Berbagai kebijakan pemerintah cukup jelas dan tegas mengatur tata ruang pengembangan wilayah baik dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten atau kota dengan memperhatikan aspek lingkungan ke dalam penataan ruang wilayah yang harus dilindungi untuk kepentingan kelestarian fungsi lingkungan. Kawasan lindung dan kawasan budidaya ditetapkan untuk menjaga keharmonisan antara pembangunan daerah dengan kelestarian fungsi lingkungan. Pengelolaan kawasan lindung secara khusus diatur oleh Keputusan Presiden nomor 32 tahun Kebijakan tersebut disusun sebagai pedoman pengelolaan kawasan lindung di dalam pengembangan pola tata ruang wilayah. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga menyebutkan keharusan penetapan kawasan lindung selain kawasan budidaya. Kelemahan di dalam upaya pengendalian penerapan rencana tata ruang menjadi kendala utama di dalam menjamin kelestarian fungsi kawasan lindung yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya informasi yang aktual dan valid terkait dengan kondisi kawasan lindung juga akan menyulitkan upaya pengendalian tata ruang. Karenanya sistem pemantauan secara reguler perlu dikembangkan untuk mengetahui apakah rencana tata ruang yang dibuat sesuai dengan kondisi di lapangan, bagaimana kondisinya serta perubahan apa yang terjadi di dalam kawasan lindung tersebut. Informasi yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perbaikan kebijakan terkait dengan pengelolaan kawasan lindung sehingga dapat memaksimalkan fungsinya untuk melindungi dan mencegah terjadinya bencana lingkungan. 1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran Adapun maksud, tujuan, dan sasaran dalam rangka penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota sesuai dengan yang disampaikan didalam Kerangka Acuan Kerja adalah sebagai berikut. 1

2 1.2.1 Maksud Maksud dari kegiatan Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang adalah : 1. Mengidentifikasi kawasan lindung di Kota Malang; 2. Mengidentifikasi obyek-obyek yang masuk dalam kategori kawasan lindung; 3. Memetakan seluruh kawasan lindung pada peta kedalaman skala 1 : 1000; 4. Menetapkan Pokok-pokok kebijakan kawasan lindung; 5. Menetapkan Kawasan Lindung Kota Malang; 6. Menetapkan Kebijakan Pengelolaan dan Pengendalian Kawasan Lindung dengan melibatkan kearifan lokal; 7. Menganalisis Indikasi Program dan Prioritas program tahunan selama 10 tahun; 8. Menyusun Naskah Akademis dan Rancangan peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang Tujuan Tujuan umum penyusunan laporan pendahuluan ini pada umumnya memberikan esensi terhadap pemahaman kembali Kerangka Angka Acuan Kerja yang telah dibuat. Sedangkan tujuan dari Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang ini adalah Menyusun pedoman sebagai acuan bersama bagi pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan, pemantauan, dan pengendalian kawasan lindung di Kota Malang. Tahapan proses yang dilalui adalah : 1. Tahap Persiapan; 2. Tahap Survei dan Studi Literatur; 3. Tahap Analisis Data; 4. Tahap tentang Kawasan Lindung Kota Malang; Sehingga mampu : 1) Mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup; 2) Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai sejarah dan budaya daerah; 3) Mewujudkan tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang sebagai kota pendidikan yang berkualitas dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didukung sektor penunjang pariwisata serta sektor industri, perdagangan dan jasa agar tercipta kota yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 4) Menjamin kepastian hukum pengelolaan dan pengendalian kawasan lindung berdasarkan perundang-undangan yang berlaku Sasaran Adapun Sasaran dari Penyusunan Kawasan Lindung Kota Malang ini adalah : 1. Teridentifikasinya secara data dan spasial penetapan kawasan lindung sesuai 2

3 aturan perundang-undangan. 2. Terciptanya pemanfaatan ruang dan pengelolaan kawasan lindung yang sesuai rencana tata ruang; 3. Tersedianya acuan yang operasional dalam pengaturan kawasan lindung di Kota Malang. Adapun Sasaran dari kegiatan Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Rencana Induk Jalur Sepeda Kota Malang dapat dikelompokkan untuk masing-masing tahapan sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan : a. Perencanaan alat survei; b. Mapping kelompok kawasan lindung di Kota Malang; 2. Tahap Survei dan Studi Literatur; a. Studi literatur tentang pengertian dan kriteria teknis kawasan lindung; b. Survei instansional tentang data yang terkait kawasan lindung; c. Survei lapangan lokasi kawasan lindung untuk kemudian dilakukan plottingnya pada peta 3. Tahap Analisis Data; a) Mengidentifikasi kawasan lindung di Kota Malang, secara spasial dan data tabular; b) Mengidentifikasi obyek-obyek yang masuk dalam kategori kawasan lindung; c) Memetakan seluruh kawasan lindung pada peta skala 1 : 1000; d) Analisis Pokok-pokok kebijakan kawasan lindung; e) Penetapkan Kawasan Lindung Kota Malang; f) Analisis kegiatan budidaya yang masih diperkenankan di Kawasan lindung; g) Analisis Kebijakan Pengelolaan dan Pengendalian Kawasan Lindung dengan melibatkan kearifan lokal; h) Analisis Indikasi Program dan Prioritas program tahunan selama 10 tahun; 4. Tahap Penyusunan Naskah Akademis dan rancangan peraturan Walikota tentang Rencana Kawasan Lindung Kota Malang; 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup pada dasarnya berfungsi untuk membatasi suatu pokok bahasan agar tetap fokus dalam mencapai tujuan dan sasaran. Adapun ruang lingkup dalam kegiatan tentang Kawasan Lindung Kota Malang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi serta kegiatan. 3

4 1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah studi kegiatan Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang adalah seluruh wilayah Kota Malang, yang meliputi luas Kota Malang 110,06 km2, yang terdiri dari 5 Kecamatan dan 57 Kelurahan, dengan batas-batas wilayah, yaitu: Utara : Kecamatan Karangploso, Kecamatan Singosari (Kab. Malang), Timur : Kecamatan Dau (Kota Batu), Kecamatan Wagir (Kab. Malang), Selatan : Kecamatan Pakisaji, Kecamatan Tajinan (Kab. Malang), Barat : Kecamatan Pakis, Kecamatan Tumpang (Kab. Malang). Secara keseluruhan ruang lingkup wilayah perencanaan untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian Kawasan Lindung Kota Malang meliputi bagian wilayah kota: 1) Pusat Malang Tengah; 2) Sub Pusat Malang Tenggara; 3) Sub Pusat Malang Timur; 4) Sub Pusat Malang Timur Laut; 5) Sub Pusat Malang Utara; dan 6) Sub Pusat Malang Barat Untuk pemahaman lebih lanjut terkait wilayah administrasi Kota Malang dapat dilihat pada peta Ruang Lingkup Substansi Dan Kegiatan Ruang lingkup kegiatan dan substantif untuk Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang ini meliputi: 1. Tahap Persiapan; Kegiatan persiapan bertujuan membuat persiapan khusus yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan, termasuk melakukan koordinasi tim dalam menyusun jadwal dan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang efektif, sehingga tidak melebihi waktu yang telah ditetapkan. Lingkup kegiatannya meliputi : a) Perencanaan survei; b) Mapping obyek dan kelompok kawasan lindung; c) Persiapan alat survei; 2. Tahap Survei dan Studi Literatur; Kegiatan survei dan studi literatur bertujuan mengumpulkan data lapangan, data instansional, dan data pustaka. Lingkup kegiatannya meliputi : a) Pelaksanaan survei instansional, untuk memperoleh data sekunder mengenai kebijakan makro kawasan lindung di Kota Malang; b) Pelaksanaan survey lapangan, untuk memperoleh data primer kawasan lindung 4

5 Peta 1. 1 Batas Administrasi Wilayah Kota Malang 5

6 c) Pelaksanaan studi literatur dan aturan untuk memperoleh acuan implementatif penetapan, pengelolaan dan pengendalian kawasan lindung; 3. Tahap Analisis Data; Data hasil survey disajikan dan disusun secara sistematis, kemudian dilakukan pengolahan dan analisis. Lingkup kegiatannya antara lain meliputi : a. Identifikasi kawasan lindung di Kota Malang, meliputi kawasan rawan bencana, kawasan lindung setempat (seperti sempadan sungai), kawasan resapan air, kawasan hutan kota, kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau), dan lain sebagainya; b. Identifikasi obyek-obyek yang masuk dalam kategori kawasan lindung, termasuk di dalamnya adalah sempadan rel kereta api dan sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT); c. Memetakan seluruh kawasan lindung, dengan peta dasar hasil foto udara atau citra satelit; d. Analisis Pokok-pokok kebijakan kawasan lindung, terkait dengan kebijakan nasional, provinsi, dan daerah dengan mengangkat kearifan budaya lokal; e. Penetapkan Kawasan Lindung Kota Malang; f. Analisis pemanfaatan ruang melalui kegiatan budidaya yang masih diperkenankan di Kawasan lindung; g. penetapan Kebijakan Pengelolaan dan Pengendalian Kawasan Lindung; h. Analisis Indikasi Program dan Prioritas program tahunan selama 10 tahun; 4. Tahap tentang Kawasan Lindung Kota Malang. Lingkup kegiatannya adalah : a) Penyusunan Naskah Akademis Kawasan Lindung Kota Malang Kota Malang, dengan sistematika mengacu pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yakni : - Judul - Kata Pengantar - Daftar Isi - Bab I : Pendahuluan - Bab II : Kajian Teoretis dan Praktik Empiris - Bab III : Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan terkait - Bab IV : Landasan Filosofis, Sosiologis, dam Yuridis - Bab V : Jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota - Bab VI : Penutup - Daftar Pustaka - Lampiran : Rancangan Peraturan Daerah 6

7 b) Penyusunan Rancangan Peraturan Walikota dalam bentuk naskah hukum atau legal drafting, dengan sistematika mengacu pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yakni : - Judul - Pembukaan --- Frasa Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa --- Jabatan Pembentuk Peraturan perundang-undangan --- Konsiderans --- Dasar Hukum --- Diktum - Batang Tubuh --- Ketentuan Umum --- Materi Pokok yang Diatur --- Ketentuan Pidana (jika diperlukan) --- Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) --- Ketentuan Penutup - Penutup - Penjelasan (jika diperlukan) - Lampiran (jika diperlukan) 1.4 Kerangka Berpikir Adapun kerangka pikir dan tahapan Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang adalah sebagai berikut. 7

8 Gambar 1. 1 Kerangka Berpikir Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Kawasan Lindung Kota Malang 8

9 PENETAPAN DAN PENANGANAN 2 KAWASAN LINDUNG BESERTA OBYEK YANG MASUK DIDALAMNYA 2.1 Kawasan Lindung Setempat Penetapan Dan Kebutuhan Kawasan Sempadan Sungai Di Kota Malang Penetapan sempadan sungai ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai.Kawasan sempadan sungai ditentukan pada sungai bertanggul dan tidak bertanggul, baik di dalam maupun di luar kawasan perkotaan. Di Kota Malang mengalir sungai Brantas, Sungai Bango, Sungai Amprong, Sungai Mewek, Sungai Kajar, dan Sungai Metro. Sungai-sungai tersebut berada di dalam kawasan perkotaan dan tidak bertanggul. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, kawasan sempadan sungai di Kota Malang ditetapkan sebagai berikut: Sungai Brantas Sungai Brantas mengaliri Malang Utara, MalangTimurLaut,Malang Timur, Malang Tengah, dan MalangTenggara. Sungai ini memiliki lebar 5,5 meter dan kedalaman cm, tepatnya di Kecamatan Klojen. Dilihat dari kedalaman sungai terhadap kriteria penetapan, maka garis sempadan Sungai Brantas ditetapkan 10 meter diukur dari tepi kiri dan kanan sungai sepanjang aliran sungai. Sungai Bango Sungai Bango mengaliri Malang Timur Laut, dan Malang Timur. Sungai ini memiliki lebar 4 meter dan kedalaman 70 cm, tepatnya di Kecamatan Belimbing.Dilihat dari kedalaman sungai terhadap kriteria penetapan, maka garis sempadan Sungai Bango ditetapkan 10 meter diukur dari tepi kiri dan kanan sungai sepanjang aliran sungai. Sungai Amprong Sungai Amprong mengaliri Malang Timur, dan Malang Tenggara. Sungai ini memiliki lebar5 meter dan kedalaman cm, tepatnya di Kecamatan Kedungkandang. Dilihat dari kedalaman sungai terhadap kriteria penetapan, maka garis sempadan Sungai Amprong ditetapkan 10 meter diukur dari tepi kiri dan kanan sungai sepanjang aliran sungai. Sungai Mewek Sungai Mewek mengaliri Malang Utara, dan Malang Timur Laut. Sungai ini memiliki lebar 10 meter dan kedalaman 2 meter. Dilihat dari kedalaman sungai terhadap kriteria penetapan, maka garis sempadan Sungai Mewek ditetapkan 10 meter diukur dari tepi kiri dan kanan sungai sepanjang aliran sungai. 9

10 Berdasarkan penetapan garis sempadan sungai tersebut di atas serta melalui perhitungan peta GIS maka diperoleh luasan keseluruhan kawasan lindung setempat untuk sungai di tiap BWK Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel 2. 1 Luas Kawasan Lindung Setempat Berupa Sempadan Sungai Tiap BWK Kota Malang No. BWK Kota Malang Luasan Kawasan Lindung (Ha) 1 BWK Malang Utara ± 229,59 2 BWK Malang Timur ± 102,09 3 BWK Malang Tengah ± 85,12 4 BWK Malang Timur Laut ± 145,43 5 BWK Malang Barat ± 333,43 6 BWK Malang Tenggara ± 83,38 Jumlah ± 979,05 Sumber : Hasil Perhitungan Peta GIS, 2013 Tabel 2. 2 Kebutuhan Kawasan Sempadan Sungai di BWK Malang Utara Lokasi Kondisi Eksisting Kebutuhan Lokasi - Semakin banyak - Penataan kembali BWK pengkorvesian lahan-lahan permukiman di Malang konservasi menjadi kawasan bantaran sungai Utara permukiman - Sosialisasi larangan - Semakin sproradisnya mendirikan pertumbuhan permukiman di bangunan di bantaran sungai dan sungai bantaran sungai lain serta anak sungainya - Untuk kawasan sehingga menjebabkan sepanjang bantaran Sungai Metro (tidak bertanggul ) Sungai Brantas (tidak bertanggul ) penyempitan dimensi sungai yang nantinya akan berdampak terjadi bencana banjir - Pertumbuhan di sepanjang bantaran sungai dapat menyebabkan penurunan citra kota (slum area) - Kurang terawatnya serta kurang maksimal dalam memanfaatkan ruang terbuka di BWK Malang Utara sebagai pembentuk citra kota. - Luasan Kawasan sempadan sungai cenderung berkurang karena adanya alih fungsi lahan sungai yang terletak di kawasan permukiman perlu adanya pengendalian sempadan bangunan untuk mempertahankan fungsi sungai sebagai penampung aliran air hujan dan pembuangan limbah rumah tangga di daerah perkotaan. Sungai Metro - Sempadan sungai digunakan sebagai permukiman seperti Kelurahan Bandulan, - Penataan kembali permukiman di bantaran sungai BWK Malang Barat 10

11 Lokasi Kondisi Eksisting Kebutuhan Lokasi Mulyorejo. - Sosialisasi larangan - Masyarakat menggunakan mendirikan sungai untuk MCK bangunan di bantaran sungai - pengendalian sempadan bangunan untuk mempertahankan fungsi sungai sebagai penampung aliran air hujan dan pembuangan limbah rumah tangga di daerah perkotaan. - Peningkatan kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai untuk tidak mencemari sungai dengan membuang sampah ke aliran sungai tersebut. Sungai Penataan BWK Brantas permukiman di Malang bantaran sungai Tengah - Sempadan sungai sudah banyak berubah fungsi menjadi permukiman - Di beberapa sempadan sungai tidak terdapat tanggul sehingga pada saat terjadi hujan deras, air meluap masuk kawasan permukiman - Penduduk yang tinggal berdekatan dengan sungai membuang sampah, air limbah, dan MCK di sungai - Luasan kawasan sempadan sungai berkurang karena adanya alih fungsi lahan Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar sungai Penyediaan tempat pengolahan limbah yang disediakan di tiap lingkungan permukiman, agar tidak mencemari air sungai karena pada akhirnya pembuangan ke sungai Peningkatan kesadaran masyarakat akhir yang tinggal di sekitar bantaran sungai untuk tidak mencemari sungai dengan membuang sampah ke aliran sungai tersebut. Pembangunan jalan inspeksi di sepanjang sungai 11

12 Lokasi Kondisi Eksisting Kebutuhan Lokasi untuk memudahkan pengawasan terhadap berkembangnya kawasan terbangun pada sempadan sungai maupun alih fungsi lahan lainnya. pembuatan tanggul di sempadan sungai Sungai Amprong Sungai Brantas Kali Asin - Sempadan sungai sudah banyak berubah fungsi menjadi lahan terbangun - Penduduk yang tinggal berdekatan dengan sungai membuang sampah, air limbah, dan MCK di sungai Penataan permukiman di bantaran sungai Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar sungai Penyediaan tempat pengolahan limbah yang disediakan di tiap lingkungan permukiman, agar tidak mencemari air sungai karena pada akhirnya pembuangan akhir ke sungai Peningkatan kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai untuk tidak mencemari sungai dengan membuang sampah ke aliran sungai tersebut. Pembangunan jalan inspeksi di sepanjang sungai untuk memudahkan pengawasan terhadap berkembangnya kawasan terbangun pada sempadan sungai maupun alih fungsi lahan lainnya. BWK Malang Tenggara 12

13 Lokasi Kondisi Eksisting Kebutuhan Lokasi - Semakin banyak - Sebaiknya BWK pengkorvesian lahan-lahan difungsikan untuk Malang konservasi menjadi kawasan Timur kawasan permukiman penghijauan, selain Laut - Bahaya banjir bandang, berfungsi untuk yang tidak dapat melindungi juga diperkirakan kapan akan dapat memberikan terjadi banjir bandang, dan kontribusi bagi sebagainya. - Semakin sproradisnya pertumbuhan permukiman di bantaran sungaidapat menyebabkan Sungai Bango (tidak bertanggul ) Sungai Brantas (tidak bertanggul ) Sumber : Hasil Analisa, 2013 penyempitan dimensi sungai dan aliran sungai yang deras dapat menyebabkan terjadinya erosi di bibir sungai, yang lama-lama menyebabkan longsor - Pertumbuhan di sepanjang bantaran sungai dapat menyebabkan penurunan citra kota (slum area) pelestarian lingkungan kota yang lebih asri. - Penataan kembali permukiman di bantaran sungai - Sosialisasi larangan mendirikan bangunan di bantaran sungai - Untuk kawasan sepanjang bantaran sungai yang terletak di kawasan permukiman perlu adanya pengendalian sempadan bangunan untuk mempertahankan fungsi sungai sebagai penampung aliran air hujan dan pembuangan limbah rumah tangga di daerah perkotaan. - Pembangunan jalan inspeksi di sepanjang sungai memudahkan pengawasan terhadap berkembangnya untuk kawasan terbangun pada sempadan sungai maupun alih fungsi lahan lainnya. 13

14 Peta 2. 1 Penetapan Kawasan Lindung Sungai BWK Malang Utara 14

15 Peta 2. 2 Penetapan Kawasan Lindung Sungai BWK Malang Timur 15

16 Peta 2. 3 Penetapan Kawasan Lindung Sungai BWK Malang Timur Laut 16

17 Peta 2. 4 Penetapan Kawasan Lindung Sungai BWK Malang Tengah 17

18 Peta 2. 5 Penetapan Kawasan Lindung Sungai BWK Malang Barat 18

19 Peta 2. 6 Penetapan Kawasan Lindung Sungai BWK Malang Tenggara 19

20 2.1.2 Penetapan Dan Kebutuhan Kawasan Sempadan Irigasi Di Kota Malang Untuk menetapkan kawasan sempadan irigasi di Kota Malang sebelumnya telah dilakukan analisa komparatif antara kebijakan yang mengatur tentang irigasi dengan kondisi eksisting yang ada saat ini. Merujuk dari hasil analisa tersebut serta kesepakatan antara tim teknis maka penetapan kawasan sempadan irigasi di Kota Malang dapat ditetapkan sebagai berikut. (1) Saluran Irigasi Tidak Bertanggul yang sebagian besar mendominasi di seluruh BWK Kota Malang ditetapkan 3 meter di ukur dari tepi saluran parit. Untuk penetapan sempadan saluran irigasi yang memiliki kondisi karakteristik saluran dengan ketentuan debit/kemampuan mengalirkan air dan kedalaman air berbeda dapat ditetapkan, Saluran irigasi tidak bertanggul dengan kedalaman kurang dari 1 meter dan memiliki kemampuan dalam mengalirkan air 4 m³/detik atau lebih, maka sempadan irigasi ditetapkan 5 meter yang sekaligus merupakan batas mendirikan bangunan diukur dari tepi luar parit saluran baik disisi kanan dan kiri saluran. Saluran irigasi tidak bertanggul dengan kedalaman kurang dari 1 meter dan memiliki kemampuan dalam mengalirkan air 1-4 m³/detik, maka sempadan irigasi ditetapkan 3 meter yang sekaligus merupakan batas mendirikan bangunan diukur dari tepi luar parit saluran baik disisi kanan dan kiri saluran. Saluran irigasi tidak bertanggul dengan kedalaman kurang dari 1 meter dan memiliki kemampuan dalam mengalirkan air kurang dari 1m³/detik, maka sempadan irigasi ditetapkan 2 meter yang sekaligus merupakan batas mendirikan bangunan diukur dari tepi luar parit saluran baik disisi kanan dan kiri saluran. (2) Saluran Irigasi Bertanggul Saluran irigasi bertanggul dengan ketinggian kurang 1 meter dan memiliki kemampuan dalam mengalirkan air 4 m³/detik atau lebih, maka sempadan irigasi ditetapkan 5 meter yang sekaligus merupakan batas mendirikan bangunan diukur dari sisi bagian terluar kaki tanggul atau inspeksi jalan Saluran irigasi tidak bertanggul dengan ketinggian kurang dari 1 meter dan memiliki kemampuan dalam mengalirkan air 1-4 m³/detik, maka sempadan irigasi ditetapkan 3 meter yang sekaligus merupakan batas mendirikan bangunan diukur dari sisi bagian terluar kaki tanggul atau inspeksi jalan Saluran irigasi tidak bertanggul dengan ketinggian kurang dari 1 meter dan memiliki kemampuan dalam mengalirkan air kurang dari 1m³/detik, maka sempadan irigasi ditetapkan 2 meter yang sekaligus merupakan batas 20

21 mendirikan bangunan diukur dari tepi luar parit saluran baik disisi kanan dan kiri saluran. Berdasarkan penetapan garis sempadan saluran irigasi tersebut di atas serta melalui perhitungan peta GIS maka diperoleh luasan keseluruhan kawasan lindung setempat untuk saluran irigasi di tiap BWK Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel 2. 3 Luas Kawasan Lindung Setempat Berupa Sempadan Irigasi Tiap BWK Kota Malang No. BWK Kota Malang Luasan Kawasan Lindung (Ha) 1 BWK Malang Utara ± 9,74 2 BWK Malang Timur ± 2,52 3 BWK Malang Tengah ± 0,59 4 BWK Malang Timur Laut ± 5,50 5 BWK Malang Barat ± 3,45 6 BWK Malang Tenggara ± 5,25 Jumlah ± 27,08 Sumber : Hasil Perhitungan Peta GIS, 2013 Kebutuhan penanganan yang ada dilakukan pada area sempadan irigasi yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung Kota Malang. Kebutuhan penanganan pada area sempadan irigasi Kota Malang didasarkan pada kondisi potensi permasalahan eksisting yang ada pada masing- masing karakteristik saluran irigasi. Tabel 2. 4 Kebutuhan Kawasan Sempadan Irigasi di Kota Malang No. Jenis Saluran Karakteristik dan kondisi Saluran 1 Irigasi Primer (Kali Untuk kali amprong amprong, Kali Memiliki debit 0,49 Metro, dan Kali m3/det, kali metro Sukun) memiliki debit 2,873 m3/det di akhir tahun 2011 Rata- rata kedalaman 50 cm 1 m dan tidak bertanggul Berfungsi sebagai saluran irigasi primer yang menyuplai daerah irigasi BWK Malang Tenggara Penggunaan lahan sekitar saluran sebesar 80% berupa sawah dan areal terbuka Masih terdapat ruang Kebutuhan Normalisasi saluran secara rutin Mempertahankan serta melestarikan daerah hijau di sisi kanan dan kiri saluran Membatasi kegiatan yang mengeksplorasi sumberdaya alam yang terkandung dalam sungai/ saluran Meminimalisasi faktor pembawa sedimentasi dari hulu ke hilir Menerapkan garis sempadan saluran yang sudah ditetapkan untuk membatasi 21

22 No. Jenis Saluran Karakteristik dan kondisi Saluran terbuka hijau di sisi kanan dan kiri saluran setebal ± 2 m 2 Irigasi Sekunder Rata- rata memiliki debit (melalui Kel. 0,5-1,5 m3/detik di akhir Kedungkandang, tahun 2011 Kel. Buring, Kel. Memiliki rata- rata Bumiayu, Kel. kedalaman kurang dari 1 Wonokoyo, Kel. m dan tidak bertanggul Gadang, Kel. Berfungsi sebagai saluran Cemorokandang) irigasi sekunder yang menyuplai daerah irigasi BWK Malang Tenggara Penggunaan lahan sekitar di beberapa saluran ada yang melalui kawasan permukiman sehingga permasalahan yang terjadi saluran irigasi tertutup sampah dan bangunan bahkan difungsikan sebagai saluran drainase Tidak ada jalan atau ruang pembatas antara saluran dengan permukiman 3 Irigasi Tersier Rata- rata memiliki debit kurang dari 1 m3/detik Memiliki rata- rata kedalaman cm dan tidak bertanggul namun beberapa saluran sudah diperkeras/ diplengseng dan masih ada pula yang masih alami Terdapat titik saluran yang masih belum tersuplai air ke petakpetak sawah di musim kemarau dari jaringan saluran sekunder Sumber : Hasil Kajian dan Analisa, 2013 Kebutuhan bangunan- bangunan liar di tepi saluran Menerapkan garis sempadan saluran yang sudah ditetapkan untuk membatasi bangunan- bangunan liar di tepi saluran Memisahkan saluran irigasi dengan saluran pembuang drainase kota terutama pada saluran yang melintasi kawasan permukiman Menyediakan ruang atau jalan setelah sempadan irigasi untuk upaya konservasi dan pemeliharaan saluran Perbaikan saluran yang telah tertutup material bangunan Meningkatkan jaringan irigasi terutama saluran irigasi tersier untuk area petak sawah yang sulit dijangkau Menerapkan garis sempadan saluran yang sudah ditetapkan untuk upaya pelestarian saluran Perbaikan saluransaluran tersier alami yang masih mengalami penyempitan saluran dengan membangun plengsengan saluran 22

23 Peta 2. 7 Penetapan Kawasan Lindung sempadan irigasi Kota Malang 23

24 2.2 Kawasan Cagar Budaya Kawasan cagar budaya di Kota Malang meliputi bangunan cagar budaya dan lingkungan cagar budaya. Penetapan kawasan cagar budaya ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2010, Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990, dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun Berdasarkan dari kriteria yang telah ditetapkan pada kebijakan tersebut dan hasil analisis, maka kawasan cagar budaya di Kota Malang, terdiri atas: Bangunan cagar budaya, yang meliputi Balai Kota Malang, Stasiun Kereta Api, Bank Indonesia, Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, Masjid Jami, Gereja Kayu Tangan, Gereja Immanuel, Toko Oen, RS RKZ, Sekolah Cor Jessu, Klenteng Toa Pek Tong, RS Tentara Soepraoen, Gedung PLN, serta perumahan yang ada di sepanjang Jl. Ijen, Jl.Besar Ijen, Jl.Semeru, Jl.Kahuripan, Jl.Tugu, Jl.Kertanegara. Lingkungan cagar budaya, yang meliputi lingkungan Candi Badut, lingkungan Candi Tidar, lingkungan Gunung Buring, situs Tlogomas, lingkungan Polowijen, komplek pemakaman sukun, komplek pemakaman Samaan. Adapun penanganan kawasan lindung cagar budaya di Kota Malang dapat dijabarkan pada tabel berikut. Tabel 2. 5 Kebutuhan Kawasan Cagar Budaya No. Jenis Cagar Budaya Bangunan Cagar Budaya 1. Balai Kota Malang Jl. Tugu Lokasi Kondisi Eksisting Tidak mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun Saat ini bangunan tersebut masih berfungsi sebagai kantor Kotamadya Malang 2. Stasiun Kereta Api Jl. Trunojoyo Tidak banyak mengalami perubahan sejak direnovasi tahun Saat ini bangunan tersebut masih berfungsi sebagai Kebutuhan - Bangunan cagar budaya diatur dalam Peraturan Daerah untuk mengatur dan melindungi - Mempertahankan dan memelihara keberadaan cagar budaya - Upaya-upaya penanganan dengan konservasi, preservasi 24

25 No. Jenis Cagar Budaya Lokasi Kondisi Eksisting stasiun KA. 3. Bank Indonesia Jl. Klayatan Tidak mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Selatan alunalun kota 5. Masjid Jami Jl. Merdeka Barat 6. Gereja Kayu Tangan Jl. Basuki Rahmat 7. Gereja Immanuel Jl. Merdeka Barat 8. Toko Oen Jl. Basuki Rahmat 9. RS RKZ Jl. Yulius Usman Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun 1882 Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun 1824 Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan 1887 Saat ini masih digunakan sebagai gereja Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun 1914 Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun Saat ini masih berfungsi sebagai rumah sakit umum 10. Sekolah Cor Jessu Jl. Celaket Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun 1900-an. Saat ini bangunan masih berfungsi sebagai Kebutuhan 25

26 No. Jenis Cagar Budaya 11. Klenteng Toa Pek Tong 12. RS Tentara Soepraoen Lokasi Jl. Laksamana Martadinata Jl. Margono Arif 13. Gedung PLN Pertigaan Jl. Kayutangan, Jl. Oro-oro Dowo, dan Jl. Celaket Lingkungan Cagar Budaya 1. Candi Badut Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun 2. Lingkungan Candi Tidar 3. Lingkungan Gunung Buring 4. Situs Tlogomas Tlogomas 5. Lingkungan Polowijen Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing 6. Komplek Pemakaman Sukun Kecamatan sukun Kondisi Eksisting tempat pendidikan Belum mengalami banyak perubahan sejak didirikan tahun 1900-an. Saat ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah Saat ini masih berfungsi sebagai rumah sakit Saat ini masih berfungsi sebagai gedung PLN Kondisi candi tidak utuh lagi. Bagian yang tersisa tinggal batur candi, kaki candi, dan tubuh candi lengkap dengan lima buah bagian relungnya. Selain itu Candi Badut kehilangan tampak pandangan (view) dari jalan desa dikarenakan tertutup oleh rumah warga. Kebutuhan Melestarikan benda cagar budaya serta masyarakat ikut melindungi, dan memelihara. Selain itu, diperlukan promosi Candi Badut karena pada saat ini Candi Badut tersebut sepi dari wisatawan. - Melestarikan, melindungi, memelihara dan melakukan promosi untuk menarik wisatawan 26

27 No. Jenis Cagar Budaya 7. Komplek Pemakaman Samaan Lokasi Sumber : Hasil Kajian dan Analisa, 2013 Kondisi Eksisting Masih digunakan sebagai pemakaman umum Kebutuhan 2.3 Kawasan Rawan Bencana A. Penetapan Kawasan Rawan Bencana Banjir di Kota Malang Tingkat kerawanan banjir suatu daerah berbeda-beda, dipengaruhi kemiringan lahan, intensitas curah hujan, tekstur tanah, buffer sungai, dan penggunaan lahan. Kemiringan Lahan Semakin tinggi kemiringan lahan maka kemungkinan terjadi banjir semakin kecil Intensitas Curah Hujan Daerah yang memiliki curah hujan tinggi akan lebih mempengaruhi tejadi banjir Tekstur Tanah Tekstur tanah yang sangat halus memiliki peluang yang tinggi terjadi banjir Kedekatan dengan Sungai (buffer sungai) Semakin dekat jarak suatu wilayah dengan sungai, maka peluang untuk terjadi banjir semakin tinggi. Penggunaan Lahan Daerah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan akan sulit mengalirkan air limpasan, sehingga kemungkinan terjadi banjir lebih kecil daripada daerah yang tidak ditanami oleh vegetasi. Kota Malang memiliki dominasi kemiringan lahan 0-2% dan 2-5%, dilalui oleh banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai-sungai kecil, serta penggunaan lahan didominasi penggunaan lahan perkotaan, seperti permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan fasilitas pendukung, bahkan penggunaan lahan di sempadan sungai telah dimanfaatkan untuk kawasan perumahan penduduk, terutama pada sungaisungai yang terletak di sekitar pusat kawasan perkotaan.sehingga Kota Malang, khususnya daerah yang berada di sekitar sempadan daerah aliran sungai berpotensi terjadi banjir, karena kawasan sempadan sungai merupakan kawasan rawan banjir. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, kawasan rawan bencana banjirdi Kota Malang ditetapkan sebagai berikut : Kawasan rawan banjir dengan tingkat kerawanan sedang terletak di daerah yang dialiri sungai (sempadan sungai) dengan jarak meter dari tepi sungai. Kawasan rawan banjir dengan tingkat kerawanan rendah atau agak rawan terletak di daerah yang dialiri sungai (sempadan sungai) dengan jarak meter dari tepi sungai. 27

28 Peta 2. 8 Penetapan Kawasan Lindung Rawan Bencana di Kota Malang 28

29 B. Kebutuhan Kawasan Rawan Bencana Banjir di Kota Malang Di Kota Malang banjir lebih banyak disebabkan oleh pendangkalan sungai, penyempitan dimensi sungai karena sempadan sungai digunakan beralih fungsi menjadi permukiman penduduk. Untuk itu, kebutuhan penanganan untuk mengurangi banjir dan dampak yang ditimbulkan akibat banjir yaitu penertiban permukiman yang berada di sempadan sungai, pengendalian sempadan bangunan untuk mempertahankan fungsi sungai sebagai penampung aliran air hujan serta perbaikan penampang sungai atau normalisasi dengan melebarkan sungai atau memperdalam (pengerukan) sungai dan pembuatan tanggul. Pengertian normalisasi sungai sering dilakukan dengan meluruskan sungai, melebarkan sungai, atau memperdalam penampang, dengan maksud agar aliran air lebih cepat dan kapasitas sungai dalam menampung air menjadi lebih besar. 2.4 Kawasan RTH Kota Penetapan Dan Kebutuhan RTH Jalur Jalan Di Kota Malang Adapun lokasi ruas jalan yang memiliki RTH Jalur Jalan yang perlu dipertahankan keberadaannya dan ditetapkan sebagai kawasan lindung diantaranya adalah sebagai berikut. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Peneduh Meliputi Jl. Besar Ijen, Jl. Bandung-Jl.Veteran- Jl. Yogyakarta, sekitar kawasan Jl. Surabaya, Jl. Bogor, Jl. Jakarta, Jl. Merbabu, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Tumenggung Suryo serta taman Jl. Kali Mewek, Taman Serayu, Taman Ciujung, Taman Cisadea, dan Taman Cidurian. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Penyerap Polusi Udara Meliputi seluruh ruas jalan di Kota Malang yang memiliki ruang terbuka hijau baik berada pada posisi kiri, kanan, tengah jalan serta dapat berupa pulau jalan, median jalan, dan buffer koridor. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Penyerap Kebisingan Meliputi koridor jalan yang memiliki akses menuju kawasan industri yang notabenenya jalan tersebut dilalui oleh kendaraan berat dan koridor jalan yang memiliki intensitas kendaraan padat. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Pemecah Angin Meliputi koridor jalan yang memiliki kondisi sekitar berupa ruang terbuka yang terhampar cukup luas sehingga berpotensi menimbulkan tiupan angin kencang, seperti hamparan sawah, pesisir pantai, sungai dengan lebar lebih dari 10 meter. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Pembatas Pandang Meliputi Jl. Mayjend Panjaitan, Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Jl. Besar Ijen, Jl. Retawu, dan Jl. Panglima Sudirman. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Penahan Silau Lampu Kendaraan 29

30 Meliputi Jl. Raya Dieng, Jl. Raya Langsep, Jl. Besar Ijen, Jl. Danau Toba, Jl. Danau Kerinci Raya, Jl. Galunggung, dan Jl. Veteran. RTH Jalur Hijau Jalan dengan Fungsi Pengarah Pandangan Meliputi persimpangan Jl. Besar Ijen ke arah jalan terusan Jl. Surabaya- Jl.Guntur dan Jl. Buring, persimpangan Jl. Besar Ijen ke arah Jl. Bandung, persimpangan Jl. Besar Ijen ke arah Jl. Kawi, dan persimpangan Jl. Hamid Rusdi serta taman bundaran Jl. Panglima Sudirman dan Taman Segitiga Arjosari. Kebutuhan penanganan dilakukan pada RTH Jalur Jalan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung Kota Malang. Kebutuhan penanganan pada RTH Jalur Jalan di Kota Malang didasarkan pada kondisi potensi permasalahan eksisting yang ada serta pada masing- masing karakteristik fungsi RTH Jalur Jalan. Adapun kebutuhan penanganannya adalah sebagai berikut. Tabel 2. 6 Kebutuhan RTH Jalur Jalan di Kota Malang No. Karakteristik Fungsi RTH Jalur Jalan Kebutuhan Pada Jalur Tanaman Tepi 1 Sebagai Peneduh Pemangkasan ranting di area pejalan kaki untuk memenuhi kebutuhan ruang bebas dari juntaian ranting dan dahan pohon sekitar 2,5 m dari permukaan tanah 2 Penyerap Polusi Udara Pemeliharaan/ perawatan secara berkala pada tanaman pohon yang baru direncanakan sebagai RTH Jalur Jalan Melakukan seleksi pada jenis pohon yang sudah tidak lagi memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh udara dan kemudian mengganti dengan calon tanaman pohon baru bermassa daun padat 3 Penyerap Kebisingan Menerapkan pola penempatan vegetasi bergilir antara pohon bermassa daun rapat dan pohon perdu/semak Menempatkan vegetasi dengan berbagai bentuk tajuk dengan pola tanam rapat 4 Pemecah Angin Menerapkan pola tanam berbaris dan berjarak rapat dengan kerapatan kurang dari 3 m Menempatkan tanaman pohon bermassa daun rapat dan tinggi ± 4-5 m untuk koridor jalan yang bersebelahan dengan area terbuka cukup luas 5 Pembatas Pandang Menerapkan pola tanam berbaris dan berjarak rapat dengan kerapatan 30

31 No. Karakteristik Fungsi RTH Jalur Jalan Pada Jalur Median 6 Penahan Silau Lampu Kendaraan Kebutuhan kurang dari 3 m Menerapkan pola tanam berjarak rapat dengan kerapatan kurang dari 1 m Menempatkan vegetasi dengan berbagai bentuk tajuk dan tanaman perdu/semak dengan ketinggian maksimal 1,5 m Pada Area Tikungan dan Persimpangan 7 Pengarah Pandangan Pemangkasan pada cabang, dahan, dan ranting yang dapat menghalangi pandangan pengguna jalan Sumber : Hasil kajian dan analisa, Penetapan Dan Kebutuhan RTH Taman, Monumen, Gerbang Kota Malang Berdasarkan kriteria RTH Taman dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan RTH Di Kawasan Perkotaan serta berdasarkan masterplan RTH Kota Malang yang telah disusun pada tahun 2012, maka penetapan RTH Taman Kota, Monumen, dan Gerbang Kota di Kota Malang yang sekaligus akan direncanakan pengembangannya tiap BWK adalah sebagai berikut. Tabel 2. 7 Penetapan RTH Taman Kota, Monumen, Gerbang Kota di Masing- masing BWK Kota Malang No. Bagian Wilayah Nama/Jenis RTH Kota 1 BWK Malang Barat RTH Taman Kelurahan Karangbesuki RTH Taman Kelurahan Mulyorejo RTH Taman Kelurahan Bandulan RTH Taman Kelurahan Bandungrejosari RTH Taman Kelurahan Bakalan Krajan RTH Taman Supit urang Kelurahan Mulyorejo 2 BWK Malang Tengah Luas (M²) Taman cimacam Taman Segitiga Pekalongan 346 Taman Cibogo Taman Terusan Cikampek Taman Cikampek 197 Taman Alun-alun Merdeka Taman Choiril Anwar 43 Taman alun-alun tugu Taman Kertanegara

32 No. Bagian Wilayah Kota Nama/Jenis RTH Luas (M²) Taman Trunojoyo Taman Ronggowarsito Taman Adipura/Arjuna 395 Taman TGP 201 Taman Melati 210 Taman Simpang Balapan Taman Wilis BWK Malang Timur RTH Taman Kota Velodrom 4 ha RTH Taman Kecamatan berupa 10 ha taman bermain dan lapangan RTH taman kelurahan berupa 7 ha taman bermain dan lapangan 4 BWK Malang Utara Taman tata surya di Kelurahan Tlogomas - Taman Soekarno Hatta di - Kelurahan Jatimulyo Taman Puspo di Kelurahan - Lowokwaru Taman Sarangan - Taman sarangan dan Taman - Soekarno Hatta di Kelurahan Mojolangu Tanah Kosong di Kelurahan - Tulusrejo 5 BWK Malang RTH taman kecamatan yang 17 ha Tenggara meliputi seluruh taman bermain dan taman lingkungan RTH taman Kelurahan yang meliputi seluruh taman bermain dan taman lingkungan 11 ha 6 BWK Malang Timur Laut Sumber : Masterplan RTH Kota Malang, 2012 Taman Kali Mewek Taman Serayu 135 Taman Cidurian 350 Taman Ciujung 160 Taman Cisadea Pengembangan taman kota menerapkan konsep kenyamanan lingkungan kota. Taman kota diupayakan memiliki perlindungan terhadap ekosistem Kota Malang, memberikan nilai keindahan, kebersihan, dan dapat sebagai rekreasi masyarakat kota. Taman kota secara idealnya memiliki pembagian ruang aktif dan pasif. Ruang pasif digunakan sebagai habitat tanaman sedangkan ruang aktif digunakan sebagai area rekreasi, bermain, dan berolahraga yang juga ditumbuhi oleh tanaman peneduh. Taman kota yang akan dikembangkan juga harus memiliki elemen lembut dan elemen keras. Taman kota dapat berfungsi sebagai identity atau landmark sebuah kota dengan menetapkan prinsip desain penentuan tema unity yakni penetapan tema 32

33 yang terlihat dari adanya kesan kesatuan merupakan upaya untuk memunculkan kesan utama, karakter atau identitas melalui unity yang terjadi, karakter taman dapat terlihat dengan jelas. Sebagai contoh taman yang memiliki karakter sebagai taman bermain, taman rumah, taman formal, taman tropis, taman sebagai gerbang kota Penetapan Dan Kebutuhan RTH Lapangan Olahraga Dan Makam Untuk penetapan RTH makam dan lapangan olahraga di Kota Malang dalam naskah akademis ini akan mengacu pada masterplan RTH Kota Malang yang telah disusun pada tahun Adapun penetapan kawasan lindung RTH Makam dan lapangan olahraga di Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel 2. 8 Jenis dan Lokasi RTH Makam dan Lapangan Olahraga di Masing- masing BWK Kota Malang No Bagian Wilayah Jenis dan Lokasi RTH Kota RTH Lapangan OLahraga RTH Makam 1 BWK Malang Utara Lapangan di Pemakaman Kelurahan Dinoyo umum di Kelurahan Lapangan di Sumbersari Kelurahan Tlogomas Pemakaman Lapangan di umum di Kelurahan Kelurahan Ketawanggede Tunggulwulung Pemakaman Lapangan di umum di Kelurahan Kelurahan Sumbersari Tlogomas Lapangan di Pemakaman Kelurahan Lowokwaru umum di Kelurahan Lapangan di Lowokwaru Kelurahan Jatimulyo Pemakaman umum di Kelurahan Mojolangu Pemakaman umum di Kelurahan Tulusrejo Pemakaman umum di Kelurahan Tasikmadu 2 BWK Malang Kompleks GOR Makam Betek Tengah Gajayana, Makam Pejuang Lapangan segitiga Pelajar Jaksa Agung Makam Samaan Suprapto Makam Mergan Lapangan Tretes Makam Gading Selatan Taman Makam Lapangan simpang Pahlawan Suropati ijen Taman Makam Lapangan belakang Pahlawan Trip Jl. Brigjen Slamet Riyadi 33

34 No Bagian Wilayah Jenis dan Lokasi RTH Kota RTH Lapangan OLahraga RTH Makam Lapangan simpang pattimura Lapangan di Jl. Mangga Lapangan kompleks perumahan Taman Indah Ijen Lapangan di Jl. Jeruk 3 BWK Malang Timur GOR velodrom Makam Ki Ageng Lapangan olahraga Gribig pada tiap pusat Makam umum di pelayanan blok Kelurahan Sawojajar Makam umum di Kelurahan Madyopuro Makam umum di Kelurahan Cemorokandang Makam umum di Kelurahan Lesanpuro Makam umum di Kelurahan Kedungkandang 4 BWK Malang Barat Lapangan olahraga Pemakaman di Kelurahan umum di Jl. Dr. Bandulan Sutomo Kelurahan Lapangan olahraga Bakalanrejo di Kelurahan Pemakaman Tanjungrejo umum di Jl. Jupri Lapangan olahraga Kelurahan di Kelurahan Tanjungrejo Pisangcandi Pemakaman Lapangan olahraga umum di Jl. di Kelurahan Pisangcandi Karangbesuki Kelurahan Pisangcandi Pemakaman umum di Jl. Candi Kelurahan Karangbesuki 5 BWK Malang Perumahan Sawojajar Pemakaman Tenggara Perumahan puncak kelurahan buring bandungrejosari Perumahan Casablanca Pemakaman kelurahan Bumiayu Perumahan oma view Pemakaman Perumahan kelurahan Kota dirgantara Lama Pemakaman 34

35 No Bagian Wilayah Jenis dan Lokasi RTH Kota RTH Lapangan OLahraga RTH Makam kelurahan Mergosono Pemakaman kelurahan Tlogowaru Pemakaman kelurahan sukun Pemakaman kelurahan wonokoyo Pemakaman kelurahan gadang Pemakaman kelurahan arjowinangun Pemakaman kelurahan buring Pemakaman kelurahan kebonsari 6 BWK Malang Timur Lapangan Kelurahan Pemakaman Laut Bunulrejo umum Kelurahan Lapangan Kelurahan Arjosari Arjosari Pemakaman Lapangan Kelurahan umum Kelurahan Blimbing Balearjosari Lapangan Kelurahan Pemakaman Polowijen umum Kelurahan Lapangan Kelurahan Purwodadi Bunulrejo Pemakaman Lapangan Kelurahan umum Kelurahan Purwantoro Blimbing Lapangan Kelurahan Pemakaman Pandanwangi umum Kelurahan Lapangan Kelurahan Kesatrian Jodipan Pemakaman Lapangan Kelurahan umum Kelurahan Jodipan Pandanwangi Pemakaman umum Kelurahan purwantoro Pemakaman umum Kelurahan purwodadi Sumber : Masterplan RTH Kota Malang, 2012 Lapangan olahraga di Kota Malang dikembangkan sebagai sarana ruang terbuka yang memiliki fungsi sosial aktif. Pengembangan lapangan olahraga diarahkan pada peningkatan kualitas visual tanaman dengan penataan pohon yang tidak mengganggu kegiatan olahraga didalamnya. Tanaman yang diletakan 35

36 berupa pohon peneduh yang memiliki ketinggian relatif tinggi dan ditempatkan di sekeliling lapangan atau mengelompok di beberapa sudut lapangan. Berdasarkan penetapan RTH Makam dan Lapangan Olahraga tersebut di atas serta melalui perhitungan peta GIS maka diperoleh luasan keseluruhan kawasan lindung RTH Kota untuk jenis makam dan lapangan olahraga di tiap BWK Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel 2. 9 Luas Kawasan Lindung RTH Kota Berupa Makam dan Lapangan Olahraga Tiap BWK Kota Malang No. BWK Kota Malang Luasan Kawasan Lindung (Ha) Makam Lapangan Olahraga 1 BWK Malang Utara ± 21,72 ± 15,17 2 BWK Malang Timur ± 5,81 ± 14,47 3 BWK Malang Tengah ± 8,21 ± 9,64 4 BWK Malang Timur Laut BWK Malang Barat ± 4,46 ± 2,67 6 BWK Malang Tenggara ± 0,06 ± 3,21 Jumlah ± 40,30 ± 45,18 Sumber : Hasil Perhitungan Peta GIS, Penetapan Dan Kebutuhan RTH Hutan Kota Dan Taman Bibit Penetapan RTH hutan kota dan taman bibit pada dasarnya tetap mengacu pada masterplan RTH Kota Malang yang telah disusun pada tahun Adapun penetapan lokasi kawasan RTH hutan kota dan taman bibit di Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel Lokasi RTH Hutan Kota dan Taman Bibit di masing- masing BWK Kota Malang No. Bagian Wilayah Kota Lokasi RTH Hutan Kota dan Taman Bibit 1 BWK Malang Utara - 2 BWK Malang Tengah Hutan Kota Malabar Hutan Kota Jakarta Hutan Kota Kediri Hutan Kota Trunojoyo Hutan Kota Ronggowarsito Taman Bibit Garbis 3 BWK Malang Timur Hutan Kota Kecamatan Kedungkandang 4 BWK Malang Barat - 5 BWK Malang Tenggara Hutan kota di Kelurahan Arjowinangun Hutan kota di Kelurahan Kebonsari Hutan kota di Kelurahan Gadang Hutan kota di Kelurahan Buring 6 BWK Malang Timur Laut - Sumber : Masterplan RTH Kota Malang,

37 Pengembangan hutan kota diterapkan dengan konsep sebagai area resapan air dan pengendali iklim mikro di Kota Malang. Penerapan ruang terbuka hijau berupa hutan kota diarahkan sesuai dengan bentuk dan lokasi pengembangan. Bentuk hutan kota yang akan dikembangkan adalah hutan kota bergerombol dan hutan kota jalur. Penanaman tanaman diterapkan dengan tingkat kerapatan sedang dan memiliki ketinggian yang bervariasi Penetapan Dan Kebutuhan RTH Pengaman Jalur Kereta Api Berdasarkan kriteria RTH Taman dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan RTH Di Kawasan Perkotaan serta berdasarkan hasil kajian analisa dan kesepakatan dengan tim teknis, penetapan sempadan jalur kereta api di Kota Malang adalah sebagai berikut. Jalan Kereta Api Lurus Mengingat jalur kereta api yang melintasi Kota Malang melintang dari utara ke selatan direncanakan pengembangannya sebagai jalur ganda (double track) maka untuk jalan kereta api lurus sempadan jalur ditetapkan 11 meter yang diukur dari as jalur terdekat ke arah kanan dan kiri. Jalan Kereta Api Berkelok Berbeda halnya dengan jalan kereta api lurus, untuk sempadan jalan rel kereta api berkelok dengan lengkungan ke dalam ditetapkan 23 meter atau lebih sedangkan sempadan jalan rel kereta api yang memiliki lengkung ke luar ditetapkan 11 meter atau lebih. Setelah adanya penetapan sempadan jalur kereta api seperti yang telah dijabarkan di atas, ditetapkan pula kriteria garis sempadan jalur rel kereta api yang dapat dimanfaatkan untuk RTH. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut. (1) Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api lurus (2) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul (3) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah atau atas serongan (4) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api (5) Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 meter diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 meter. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 meter di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 meter. 37

38 (6) Garis sempadan jalan rel kereta api yang dimaksud pada poin 1 tidak berlaku apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 meter (7) Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 meter dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur angsur menuju pada jarak lebih dari 11 meter dari as jalan rel kereta api pada titik 600 meter dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya. Berdasarkan penetapan garis sempadan jalan rel kereta api tersebut di atas serta melalui perhitungan peta GIS maka diperoleh luasan keseluruhan kawasan lindung RTH Kota untuk RTH pengaman jalur kereta api di tiap BWK Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel Luas Kawasan Lindung RTH Kota Berupa Pengaman Jalur Kereta Api Tiap BWK Kota Malang No. BWK Kota Malang Luasan Kawasan Lindung (Ha) 1 BWK Malang Utara - 2 BWK Malang Timur - 3 BWK Malang Tengah ± 10,08 4 BWK Malang Timur Laut ± 14,87 5 BWK Malang Barat ± 12,22 6 BWK Malang Tenggara ± 2,03 Jumlah ± 39,22 Sumber : Hasil Perhitungan Peta GIS, 2013 Sempadan yang disyaratkan untuk daerah milik jalur adalah 12 meter, sehingga kebutuhan penanganan untuk memperoleh sempadan rel kereta api yang nantinya akan diperuntukkan sebagai RTH jalur pengaman rel sesuai standar beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. Tabel Kebutuhan RTH Jalur Kereta Api di Kota Malang No. Kondisi Lingkungan Sekitar Jalur Rel Kereta 1 Didominasi bangunan permukiman dengan kepadatan tinggi sepanjang jalur rel yang berada di wilayah Kota Malang bagian utara ke selatan melalui BWK Malang Tenggara 2 Terdapat bangunan pergudangan dengan luasan kavling yang cukup luas Kebutuhan Sempadan RTH Jalur Rel Kereta Menyediakan lahan permukiman yang layak untuk resettlement bangunan rumah yang menempati sempadan rel Pengosongan lahan dari bangunan yang menempati sempadan rel Penghijauan lahan sempadan rel kereta dengan melakukan penanaman beberapa varietas vegetasi yang sesuai Mengembalikan status lahan KAI yang dipergunakan oleh pihak pribadi dengan mengukur ulang luasan kavling Penghijauan lahan sempadan rel kereta 38

39 No. Kondisi Lingkungan Sekitar Jalur Rel Kereta 3 Didominasi areal persawahan di sisi kanan dan kiri rel yang melintasi wilayah BWK Malang Tenggara Sumber : Hasil kajian dan analisa, 2013 Kebutuhan Sempadan RTH Jalur Rel Kereta dengan melakukan penanaman beberapa varietas vegetasi yang sesuai Penanaman vegetasi yang memiliki karakteristik fungsi sebagai buffer atau pembatas antara areal persawahan dengan sempadan rel yang mempertimbangkan jarak dari sumbu rel adalah 5 m Mempertahankan sempadan rel kereta api yang masih memiliki RTH Penetapan Dan Kebutuhan RTH Pengaman Jalur Sutt Pada dasarnya penetapan RTH pengaman jalur SUTT memiliki manfaat yang cukup banyak apabila dimplementasikan baik bagi keselamatan penduduk sekitar maupun bagi proses pengawasan atau pengamanan oleh pihak PLN. Namun kondisi yang ada di Kota Malang, beberapa jalur SUTT mellintasi wilayah perkotaan yang notabenenya sebagian besar penggunaan lahannya berupa permukiman dan perdagangan jasa. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi bahkan mengganggu jarak bebas minimum yang disyaratkan untuk pengamanan dan pengawasan jalur SUTT. Adapun beberapa usulan kebutuhan penanganan terkait RTH pengaman Jalur SUTT di Kota Malang dengan mempertimbangkan beberapa kondisi lingkungan sekitar diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.9. Berdasarkan penetapan RTH pengaman Jalur SUTT tersebut di atas serta melalui perhitungan peta GIS maka diperoleh luasan keseluruhan kawasan lindung RTH Kota untuk RTH berupa pengaman jalur SUTT di tiap BWK Kota Malang adalah sebagai berikut. Tabel Luas Kawasan Lindung RTH Kota Berupa Pengaman Jalur SUTT Tiap BWK Kota Malang No. BWK Kota Malang Luasan Kawasan Lindung (Ha) 1 BWK Malang Utara ± 19,01 2 BWK Malang Timur ± 20,46 3 BWK Malang Tengah ± 28,75 4 BWK Malang Timur Laut ± 26,51 5 BWK Malang Barat ± 52,31 6 BWK Malang Tenggara ± 30,03 Jumlah ± 177,10 Sumber : Hasil Perhitungan Peta GIS,

Daftar Lokasi Taman Kota

Daftar Lokasi Taman Kota LAMPIRAN I KEPUTUSAN WALIKOTA MALANG NOMOR 188.45/ /35.73.112/2016 TENTANG PENETAPAN TAMAN KOTA, HUTAN KOTA DAN JALUR HIJAU Daftar Lokasi Taman Kota No Nama Taman Luas (m 2 ) Kelurahan Kecamatan 1 Taman

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 86/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI

DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI DAFTAR KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI A. KODE WILAYAH 35.73 PEMERINTAH KOTA MALANG 35.73.100 SEKRETARIAT DAERAH 35.73.110 ASISTEN PEMERINTAHAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT.111 - BAGIAN PEMERINTAHAN.112

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MALANG DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MALANG Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1987 Tanggal 20 Juli 1987 Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Selain itu kota Malang juga memiliki letak yang sangat strategis ditengah-tengah wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 10/2016 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa sebagai tindak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 51/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS SATUAN PENDIDIKAN DASAR PADA DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN BESARAN UANG PERSEDIAAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN BESARAN UANG PERSEDIAAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 1, 2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN BESARAN UANG PERSEDIAAN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

JADWAL INSTANSI YANG MELAKSANAKAN SHALAT TARAWEH DI MASJID BAITURROHIM BALAIKOTA MALANG TAHUN 1436 H / 2016 M

JADWAL INSTANSI YANG MELAKSANAKAN SHALAT TARAWEH DI MASJID BAITURROHIM BALAIKOTA MALANG TAHUN 1436 H / 2016 M JADWAL INSTANSI YANG MELAKSANAKAN SHALAT TARAWEH DI MASJID BAITURROHIM BALAIKOTA MALANG TAHUN 1436 H / 2016 M NO PELAKSANAAN INSTANSI/JAMA AH 1 Minggu 05 Juni 2016 Asisten Administrasi Pemerintahan Staf

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 54/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PADA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG BATAS DAERAH KABUPATEN MALANG DENGAN KOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016

PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016 PPWK KONSEP PRASARANA & SARANA PERMUKIMAN ARIS SUBAGIYO/PPWK/2016 KEY CONCEPTS STRUKTUR & POLA RUANG PERMUKIMAN SARANA & PRASARANA PERMUKIMAN STRUKTUR & POLA RUANG MUATAN RENCANA TATA RUANG RENCANA TATA

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3.

Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3. Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3. SDN Purwodadi 3 Jl. Plaosan Barat 71 Malang 4. SDN Purwodadi 4 Jl.

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012-2032 I. UMUM Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial

Lebih terperinci

RANKING NILAI RATA-RATA TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG

RANKING NILAI RATA-RATA TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG RANKING NILAI RATA-RATA TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG NO 1 SD UNGGULAN AL YA'LU 29.15 25.75 28.23 2 SDN KARANG BESUKI 3 28.65 18.05 28.15 3 SD ISLAM SABILILLAH 29.55 24.95 28.00 4 SD MUHAMMADIYAH 4 29.35

Lebih terperinci

RANKING NILAI TERTINGGI TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG

RANKING NILAI TERTINGGI TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG RANKING NILAI TERTINGGI TAHUN 2011/2012 KOTA MALANG NO NAMA SEKOLAH NILAI TERTINGGI NILAI TERENDAH 1 SDN KLOJEN 29.75 18.05 25.05 2 SD KRISTEN KALAM KUDUS 29.55 21.70 27.35 3 SD ISLAM SABILILLAH 29.55

Lebih terperinci

S A L I N A N NOMOR 4/D, 2008 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

S A L I N A N NOMOR 4/D, 2008 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN S A L I N A N NOMOR 4/D, 2008 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( )

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( ) LAMPIRAN XVI PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR TAHUN TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGGARA TAHUN - No A. Perwujudan Rencana Pola Ruang. Perwujudan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Penanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000

Penanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000 Lampiran 4 Peraturan Daerah Nomor : 4 Tahun 2011 Tanggal : No Program Kegiatan Lokasi 1 Struktur Tata Ruang 2 Penataan Kawasan Kecamatan baru (pemekaran Kecamatan Kedungkandang) 3 perumahan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG TITIK STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG TITIK STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME WALIKOTA MALANG, S A L I N A N NOMOR 13/E, 2008 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG TITIK STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN

DAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN DAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN 1 2 3 4 A. WALIKOTA/WAKIL WALIKOTA 1. Walikota Gedung Balaikota Malang (lantai II sebelah Barat) 2. Wakil Walikota Gedung

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG SALINAN NOMOR 15/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PARAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat... 8 1.3.1 Tujuan...

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene BAB 4 Program Pengembangan Sanitasi saat ini dan yang direncanakan 4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene 4.2 Peningkatan Pengelolaan Air Limbah Domestik 4.3. Peningkatan Pengelolaan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 26/E, 2009

SALINAN NOMOR 26/E, 2009 SALINAN NOMOR 26/E, 2009 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR WALIKOTA, WAKIL WALIKOTA, STAF AHLI, SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DAN LEMBAGA TERTENTU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY Penyusunan Naskah Akademis Dan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penataan Menara Telekomunikasi Kota Malang Tahun 2012

EXECUTIVE SUMMARY Penyusunan Naskah Akademis Dan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penataan Menara Telekomunikasi Kota Malang Tahun 2012 Rencana Teknis kriteria lokasi menara telekomunikasi: 1. Struktur bangunan 1) Menara mandiri (self supporting tower) Menara mandiri merupakan menara dengan struktur rangka baja yang berdiri sendiri dan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA Perumahan menengah : meliputi kompleks perumahan atau dan sederhana permukiman Perumahan pasang surut : meliputi perumahan yang berada di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU 1 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai merupakan suatu kawasan yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak kota Palembang adalah antara 101º-105º Bujur Timur dan antara 1,5º-2º Lintang Selatan atau terletak pada bagian timur propinsi Sumatera Selatan, dipinggir kanan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PEMANFAATAN ARCGIS ONLINE SEBAGAI MEDIA PENYAMPAIAN INFORMASI SPASIAL KOTA MALANG

1. Pendahuluan PEMANFAATAN ARCGIS ONLINE SEBAGAI MEDIA PENYAMPAIAN INFORMASI SPASIAL KOTA MALANG Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 37-41 PEMANFAATAN ARCGIS ONLINE SEBAGAI MEDIA PENYAMPAIAN INFORMASI SPASIAL KOTA MALANG ARCGIS ONLINE UTILIZATION AS MEDIA SUBMISSION OF THE SPATIAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Jumlah RW RT. Luas Area (Km²) %Terhadap Luas Kota. Kecamatan. Kelurahan

Jumlah RW RT. Luas Area (Km²) %Terhadap Luas Kota. Kecamatan. Kelurahan Secara administrasi pemerintahan Kota Malang dikepalai oleh Walikota yang juga membawahi koordinasi sampai dengan wilayah administrasi. Jumlah yang ada di kota Malang sebanyak 5 dan jumlah Kelurahan sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM KOTA MALANG

KONDISI UMUM KOTA MALANG KONDISI UMUM KOTA MALANG Bio Fisik Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengahtengah wilayah Kabupaten Malang.Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Kota Malang terletak di Provinsi Jawa Timur, Kota ini terletak 90 km

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Kota Malang terletak di Provinsi Jawa Timur, Kota ini terletak 90 km BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Malang 1. Kondisi Geografis Kota Malang terletak di Provinsi Jawa Timur, Kota ini terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.533, 2015 KEMEN-PUPR. Garis Sempadan. Jaringan Irigasi. Penetapan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) ONLINE JALUR WILAYAH

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) ONLINE JALUR WILAYAH PEMERINTAH KOTA DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 3 Jl. Sultan Agung Utara No.7 Telp (0341)324768, Fax (0341)341530 Website : www.sman3-malang.sch.id E - mail : humas@sman3-malang.sch.id PENERIMAAN PESERTA DIDIK

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG,

KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG, KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA NOMOR : 188.451/0228/35.73.301/2017 TENTANG PENETAPAN WILAYAH KELURAHAN PADA JALUR ON LINE ZONA WILAYAH, RAYON PADA JALUR ON LINE REGULER, JADWAL PPDB DAN DAYA TAMPUNG

Lebih terperinci