BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hotel Resort Pengertian Hotel Resort Berdasarkan beberapa sumber, resort dapat diartikan sebagai berikut: Resort adalah suatu perubahan tempat tinggal untuk sementara bagi seseorang di luar tempat tinggalnya dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kesegaran jiwa dan raga serta hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga dikaitkan dengan kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olah raga, kesehatan, konvensi, keagamaan serta keperluan usaha lainnya (Dirjen Pariwisata, Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 13, November, 1988) Resort adalah tempat peristirahatan di musim panas, di tepi pantai/di pegunungan yang banyak dikunjungi. (John M. Echols, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1987) Resort adalah tempat wisata atau rekreasi yang sering dikunjungi orang dimana pengunjung datang untuk menikmati potensi alamnya. (A.S. Hornby, Oxford Leaner s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974)

2 Resort adalah sebuah tempat menginap dimana mempunyai fasilitas khusus untuk kegiatan bersantai dan berolah raga seperti tenis, golf, spa, tracking, dan jogging, bagian concierge berpengalaman dan mengetahui betul lingkungan resort, bila ada tamu yang mau hitch-hiking berkeliling sambil menikmati keindahan alam sekitar resort ini.(nyoman.s. Pendit. Ilmu Pariwisata, Jakarta: Akademi Pariwisata Trisakti, 1999) Resort adalah sebuah kawasan yang terencana yang tidak hanya sekedar untuk menginap tetapi juga untuk istirahat dan rekreasi. (Chuck Y. Gee, Resort Development and Management, Watson-Guptil Publication 1988) Sebuah Hotel Resort sebaiknya mempunyai lahan yang ada kaitannya dengan obyek wisata, oleh sebab itu sebuah hotel resort berada pada perbukitan, pegunungan, lembah, pulau kecil dan juga pinggiran pantai. (Nyoman S. Pendit. Ilmu Pariwata. Jakarta : Akademi Pariwisata Trisakti, 1999) Faktor Penyebab Timbulnya Hotel Resort Sesuai dengan tujuan dari keberadaan Hotel Resort yaitu selain untuk menginap juga sebagai sarana rekreasi. Hotel Resort muncul disebakan oleh beberapa faktor berikut ini (Kurniasih, 2009): a. Berkurangnya waktu untuk beristirahat. Bagi masyarakat kota, memiliki kesibukan akan pekerjaan yang selalu menyita waktu mereka untuk dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman.

3 b. Kebutuhan Manusia akan rekreasi. Manusia pada umumnya cenderung membutuhkan rekreasi untuk dapat bersantai dan menghilangkan kejenuhan yang diakibatkan oleh aktivitas mereka. c. Kesehatan. Untuk dapat memulihkan kesehatan baik para pekerja maupun para manula membutuhkan kesegaran jiwa dan raga yang dapat diperoleh ditempat berhawa sejuk dan berpemandangan indah yang disertai dengan akomodasi penginapan sebagai sarana peristirahatan. d. Keinginan Menikmati Potensi Alam Keberadaan potensi alam yang indah dan sejuk sangat sulit didapatkan di daerah perkotaan yang penuh sesak dan polusi udara. Dengan demikian keinginan masyarakat perkotaan untuk menikmati potensi alam menjadi permasalahan, oleh sebab itu hotel resort menawarkan pemandangan alam yang indah dan sejuk sehingga dapat dinikmati oleh pengunjung ataupun pengguna hotel tersebut Karakteristik Hotel Resort Menurut Kurniasih (2009) Hotel Resort memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu: a. Lokasi Umumnya berlokasi di tempat-tempat berpemandangan indah, pegunungan, tepi pantai dan sebagainya, yang tidak dirusak oleh keramaian kota, lalu lintas yang padat dan bising. Pada Hotel Resort, kedekatan dengan atraksi utama dan berhubungan dengan kegiatan rekreasi merupakan tuntutan utama pasar dan akan berpengaruh pada harganya.

4 b. Fasilitas Motivasi pengunjung untuk bersenang-senang dengan mengisi waktu luang menuntut ketersedianya fasilitas pokok serta fasilitas rekreatif indoor dan outdoor. Fasilitas pokok adalah ruang tidur sebagai area privasi. Fasilitas rekreasi outdoor meliputi kolam renang, lapangan tenis dan penataan lansekap. c. Segmen Pasar Hotel resort merupakan suatu fasilitas akomodasi yang terletak di daerah wisata. Sasaran pengunjung hotel resort adalah wisatawan yang bertujuan untuk berlibur, bersenang-senang mengisi waktu luang, dan melupakan rutinitas kerja sehari-hari yang membosankan. Untuk tujuan tersebut, mereka membutuhkan hotel yang dilengkapi fasilitas yang bersifat rekreatif dan memberikan pola pelayanan yang memuaskan. Rancangan resort yang baik harus dapat merespon keburuhan ini sehingga rancangan sebuah resort perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memungkinkan konsumen untuk bersenang-senang, refresing, dan mendapatkan hiburan. d. Arsitektur dan Suasana Wisatawan yang berkunjung ke hotel resort cenderung mencari akomodasi dengan arsitektur dan suasana yang khusus dan berbeda dengan jenis hotel lainnya. Wisatawan pengguna hotel resort cenderung memilih suasana yang nyaman dengan arsitektur yang mendukung tingkat kenyamanan dengan tidak meninggalkan citra yang bernuansa etnik.

5 Jenis-jenis Hotel Resort Klasifikasi resort terbagi berdasarkan letak orientasi view dan lokasi dan kelengkapan atraksi wisata. (Marlina 2008). Jenis-jenis resort berdasarkan letak orientasi view, yaitu: a. Mountain Resort Hotel Hotel resort ini mengambil lokasi di daerah pegunungan yang mempunyai pemandangan indah, potensi wisata alam, serta budaya. Fasilitas yang disediakan lebih ditekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan hiburan alam dan rekreasi yang bersifat cultural dan natural, seperti mendaki gunung, hiking, panjat tebing, dan lain sebagainya. Gambar 2.1. Padung Mountain Resort Sumber : b. Beach Resort Hotel Hotel yang mengutamakan pada potensi alam pantai dan laut sebagai daya tarik. Terletak menghadap pantai, logoon (danau yang berada di sepanjang pantai) maupun danau yang tidak berada di sepanjang pantai namun memiliki view langsung ke arah pantai. Fasilitas olahraga air menjadi pertimbangan utama.

6 Gambar 2.2. Jacuma Beach Resort Sumber: c. Lake Resort Hotel Resort yang berada di tepi danau dengan memanfaatkan danau sebagai view utama. Gambar 2.3. Hotel Resort Danau Dariza, Garut Sumber:

7 d. Village Resort Hotel Hotel resort ini menekankan pada lokasi yang mempunyai keunikan dan tema etnik lokal sebagai daya tarik. Menyelami kebudayaan masyarakat sekitar, bergabung dengan berbagai kegiatan masyarakat, meninggalkan gaya hidup modern dan larut dalam kehidupan masyarakat pedesaan merupakan kegiatan utama yang dijadikan fokus utama. Gambar 2.4. Ubud Resort Sumber: www. vietnamtravelmall.com, e. Forest Resort Hotel Terletak di daerah hutan yang berkarakter khas dengan berbagai macam jenis flora dan fauna. Wisatawan dapat menikmati pemandangan alam serta mempelajari segala yang ada di dalam hutan. Umumnya hotel resort tersebut banyak digunakan untuk penelitian dan pendidikan tentang konservasi hutan lindung yang ada.

8 Gambar 2.5. Gokarna Forest Resort, Nepal Sumber : f. Marina resort hotel Hotel resort ini berada di daerah pelabuhan, rancangan resor ini memanfaatkan potensi utama daerah tersebut dengan melengkapi fasilitas dermaga dan kegiatan yang berhubungan dengan air. Gambar 2.6 Rebak Marina Resort Langkawi Sumber:

9 Jenis-jenis resort berdasarkan lokasi dan kelengkapan atraksi wisata, yaitu: (Marlina 2008) Resort gabungan (intergrated resort) Resort gabungan, termasuk perkampungan pedesaan untuk tempat berlibur adalah resort yang direncanakan secara khusus. Dimana para pekerjanya dapat tinggal di dalam atau dekat dengan resort. Orientasi resort ini dikhususkan pada keistimewaan alam seperti pantai, laut, lereng-lereng ski, pemandangan gunung, taman nasional, atau keistimewaan lain seperti daerah dengan arkeologi dan sejarah, iklim yang menyehatkan, lapangan golf atau fasilitas olahraga lain atau kombinasi di antaranya. Resort perkotaan (town resort) Resort perkotaan menggabungkan penggunaan lahan dan aktifitas pada komunitas perkotaan, tetapi secara ekonomi difokuskan pada aktifitas resort yang memiliki akomodasi seperti hotel dan fasilitas pelayanan wisata. Ada beberapa contoh resort perkotaan seperti resort ski, resort pantai, dan resort spa di kota-kota Eropa dan Amerika Utara. Resort pantai di Australia dan resort spa di perkotaan Jepang. Resort retreat (retreat resort) Skala resort ini lebih kecil, kira-kira kamar, tetapi direncanakan dengan kualitas tinggi. Terdapat di daerah-daerah terpencil seperti di pegunungan atau di pulau-pulau kecil. Akses satu-satunya hanya melalui kapal boat atau kapal udara kecil atau jalan layang.

10 Rekreasi air (Perairan) Yang dimaksud dengan rekreasi air (perairan) yaitu rekreasi yang dilakukan pada media perairan, baik sungai, danau, waduk, atau laut. Rekreasi inmemanfaatkan potensi alam perairan. Jenis aktifitas yang dapat dilakukan pada rekreasi perairan ditentukan oleh kondisi perairannya. Aktifitas tersebut dapat berupa pasif atau aktif. Sebagai contoh untuk perairan yang airnya deras bergelombang tetapi mempunyai pemandangan yang indah maka aktifitasnya cenderung pasif (contohnya pada Pantai Parangritis, Jogjakarta). Sedangkan untuk perairan yang tenang maka aktifitasnya cenderung aktif (seperti Marina Ancol, Pantai Kuta Bali) Berdasarkan beberapa jenis resorts dapat disimpulkan bahwa pada setiap resort memanfaatkan potensi alam sebagai orientasi view. Menurut Soetiadji (1986) orientasi adalah suatu posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin, atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya. Dengan berorientasi dan kemudian mengadaptasikan situasi dan kondisi setempat, bangunan kita akan menjadi milik lingkungan. Jenis orientasi menurut Soetiadji (1986) adalah : Orientasi terhadap garis edar matahari yang merupakan suatu bagian yang elemen penerangan alami. Namun pada daerah beriklim tropis penyinaran dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan suatu masalah, sehingga diusahakan adanya elemen-elemen yang dapat mengurangi efek terik matahari.

11 Orientasi pada potensi-potensi terdekat, merupakan suatu orientasi yang lebih bernilai pada sesuatu, bangunan dapat mengarah pada suatu tempat atau bangunan tertentu atau cukup dengan suatu nilai orientasi positif yang cukup membuat hubungan filosofisnya saja. Orientasi pada arah pandang tertentu, yang biasanya mengarah pada potensipotensi yang relatih jauh, misalnya arah laut, atau pemandangan alam. Orientasi massa bangunan terhadap potensi alam yang ada di sekitar tapak menjadi dasar pertimbangan dan point utama, berupa sungai samin dan bukit-bukit dengan hijaunya pepohonan. Selain itu juga, Dengan mempertahankan aspek vegetasi di sekitar tapak maka dapat berfungsi juga sebagai peneduh dari radiasi sinar matahari. (Kustianingrum dkk, 2012) 2.2. Pola Resort Pola menurut kamus besar Bhs. Indonesia (1988) dalam Nuryanto (2007), mengandung arti gambar yang dipakai untuk contoh, corak, sistem, bentuk yang tetap, kombinasi sifat kecenderungan yang khas, informasi bentuk pengorganisasian, teknik penyusunan, pedoman, kerangka, cara dan usaha. Menurut Rapoport (1989) dalam Nuryanto (2007), pola adalah alat untuk mengenali suatu fenomena. Menurut Rapoport (1989) dalam Nuryanto (2007), klasifikasi pola permukiman secara garis besar dapat dikenali melalui 4 (empat) klasifikasi, yaitu:

12 Batas (boundaries) merupakan batas daerah kekuasaan suatu wilayah atau sebuah permukiman yang dibuat oleh masyarakat setempat, baik dalam bentuk fisik maupun non fisik; Jenis fasilitas (massa), yaitu pengelompokan elemen fisik dalam suatu permukiman yang merupakan tempat melakukan aktivitas sekaligus sebagai fasilitas bagi penghuni dan penggunanya. Fasilitas permukiman ini dapat berbentuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos); Tata ruang (zona) merupakan pembagian daerah kegiatan penghuni dalam suatu permukiman, yang diatur berdasarkan struktur keyakinan, aturan-aturan adat atau kebiasaan masyarakat setempat; Ragam hias, yaitu unsur-unsur dominan yang banyak ditemukan pada permukiman, baik alami maupun buatan manusia (craftmanship). Ragam hias juga ada yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat adat setempat, ada juga yang tidak. Berkaitan dengan pola hunian, Habraken (1978) dalam Nuryanto (2007) mengklasifikasikannya ke dalam beberapa jenis, yaitu: bentuk dan organisasi ruang, komponen dan bahan bangunan (termasuk bukaan ruang), aturan membangun serta ragam hias. Bentuk dan organisasi ruang Bentuk dan organisasi ruang dalam konteks ini merupakan pengaturan struktur organisasi ruang hunian yang dapat dilihat pada denahnya sebagai tempat untuk melakukan aktivitas, baik pribadi maupun komunal. Dalam hal ini bentuk lebih mengarah kepada type (macam atau jenis) hunian yang lazim digunakan dan lebih dikenal oleh komunitas masyarakat tertentu;

13 Komponen dan bahan bangunan Komponen bangunan, yaitu pembagian struktur dan konstruksi rangka bangunan dari bawah hingga atas, sedangkan bahan bangunan merupakan penggunaan material termasuk peralatan membangun yang dipakai oleh komunitas masyarakat tertentu dalam mendirikan huniannya. Penggunaan bahan dan alat tersebut ada yang berkaitan dengan adat dan tidak. Bukaan ruang termasuk dalam komponen dan bahan bangunan, karena menyangkut material yang digunakan. Bukaan ruang merupakan pola sirkulasi antar ruang dalam maupun dengan luar hunian. Bukaan tersebut memiliki tujuan untuk memberikan kemudahan aksesibilitas (pencapaian) di dalam dan luar hunian, baik sirkulasi penghuni maupun udara; Aturan membangun Aturan membangun merupakan seperangkat norma-norma (aturan) yang disepakati oleh komunitas masyarakat tertentu yang digunakan sebelum, selama dan sesudah mendirikan huniannya. Norma atau aturan tersebut ada yang bersifat tertulis (teknis) dan tidak tertulis (non teknis); Ragam hias Ragam hias merupakan elemen atau unsur-unsur dominan yang banyak ditemukan pada hunian sebagai hasil karya penghuninya (craftmanship), baik yang memiliki latar belakang adat, maupun yang tidak, tergantung maksud dan tujuan pembuatannya. Ragam hias adat memiliki simbol makna tertentu, sedangkan non adat tidak.

14 Menurut F.D.K. Ching (1996) organisasi ruang dibagi menjadi 5 bagian, yaitu : 1. Organisasi terpusat Sebuah ruang dominan yang terpusat dengan pengelompokan sejumlah ruang sekunder. Gambar 2.7. Organisasi Terpusat Sumber: F.D.K. Ching. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, 2008 Gambar 2.8. Bamboo Eco Resort dengan bentuk organisasi terpusat Sumber: 2. Organisasi Linear Suatu urutan dalam satu garis dari ruang-ruang yang berulang. Bentuk organisasi linear bersifat flexsibel dan dapat menanggapi terhadap bermacam-macam kondisi tapak. Bentuk ini dapat disesuaikan dengan adanya

15 perubahan-perubahan topografi, mengitari suatu badan air atau sebatang pohon, atau mengarahkan ruang-ruangnya untuk memperoleh sinar matahari dan pemandangan. Gambar 2.9. Organisasi Linear Sumber: F.D.K. Ching. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, 2008 Gambar Hammocks Cape Haze Resort yang memiliki bentuk Linear Sumber: 3. Organisasi Radial Organisasi radial adalah sebuah bentuk yang ekstrovert yang mengembangkan keluar lingkupnya serta memadukan unsur-unsur baik organisasi terpusat maupun linear. Variasi tertentu dari organisai radial adalah pola baling-baling di mana lengan-lengan linearnya berkembang dari sisi sebuah ruang pusat berbentuk segi empat atau bujur sangkar. Susunan ini menghasilkan suatu pola dinamis yang secara visual mengarah kepada gerak berputar mengelilingi pusatnya.

16 Gambar Organisasi Radial Sumber: F.D.K. Ching. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, 2008 Gambar Le Meridien Meixi Lake Resort yang menggunakan bentuk radial Sumber: 4. Organisasi Cluster Kelompok ruang berdasarkan kedekatan hubungan atau bersama-sama memanfaatkan satu ciri hubungan visual. Tidak adanya tempat utama di dalam pola organisasi berbentuk kelompok, maka tingkat kepentingan sebuah ruang harus ditegaskan lagi melalui ukuran, bentuk atau orientasi di dalam polanya.

17 Gambar Organisasi Cluster Sumber: F.D.K. Ching. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, Organisasi Grid Gambar Crested Butte Mountain Resort yang menggunakan bentuk Cluster Sumber: Kekuatan yang mengorganisir suatu grid dihasilkan dari keteraturan dan kontinuitas pola-polanya yang meliputi unsurunsur yang diorganisir. Sebuah grid dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk yang lain. Pola grid dapat diputus untuk membentuk ruang utama atau menampung bentuk-bentuk alami tapaknya. Gambar Organisasi Grid Sumber: F.D.K. Ching. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, 2008

18 Berdasarkan teori bentuk ruang dapat disimpulkan bahwa pola resort juga mengikuti organisasi bentuk ruang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa resort di atas yang menggunakan bentuk organisasi ruang sebagai pola dari resort tersebut Pariwisata Menurut UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik. Menurut Undang-undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Suatu perjalanan disebut perjalanan pariwisata jika memenuhi tiga persyaratan antara lain: (Spillane, 1997) 1. Besifat sementara 2. Tidak ada paksaan 3. Tidak bekerja (dalam arti menghasilkan uang) Menurut Cooper dkk (1995: 81) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah objek wisata, yaitu: 1. Atraksi (Attraction), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukan. 2. Aksesibitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal.

19 3. Amenitas atau fasilitas (amenities) seperti tersedianya akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan. 4. Ancillary services yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisata seperti destination marketing management organization, conventional and visitor bureau. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 menguraikan objek dan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Objek dan daya tarik wisata yang dimaksud adalah: 1. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 2. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Distinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, asesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan Binaan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dari W.J.S. Poerwadarminta, budaya sama dengan pikiran, akal budi (penulis: intuisi); kebudayaan = hasil kegiatan, dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan sebagainya. Menurut Budhisantoso dalam Krisna (2005), kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan

20 keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dangan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber sumber alam yang ada di sekitarnya. Kebudayaan juga dapat dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan, baik sebagai makhluk biologis maupun makhluk budaya. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor dalam Soekanto 2003). Jika norma atau kaidah yang lama merupakan aspek kebudayaan, misalnya (Budihardjo 1996): Cara menentukan/memberikan diferensiasi tentang ruang dan tempat yang memperbedakan ruang milik seorang terhadap orang luar, dapat dijumpai dalam arsitektur tradisional di Jawa, di Minangkabau, di daerah-daerah lain di Indonesia. Pada rumah Jawa Kuno, dinding seketeng yang memisahkan dalem ageng dengan peringatan sekaligus memisahkan teritorial privacy, dan setengah public atau daerah anggota keluarga wanita dan daerah anggota keluarga pria. Pemisah teritorial demikian yang menunjukkan sifat outside atau male, female kita jumpai pula pada Arsitektur Tradisional Maya, Latin Amerika, Norway, Swedia bahkan pada hewan baboon (Amos Rapoport: Culture Origins of Architecture )

21 Untuk menyiapkan pusaka atau barang keramat dan penyelenggaraan upacara-upacara tertentu pada Arsitektur Jawa Tradisional tersedia ruangnya, yaitu dalem ageng dengan pedaringan yang dianggap ruang yang paling keramat. Bali merupakan daerah yang norma dan kaidah-kaidah kehidupan sangat jelas diungkapkan dalam arsitekturnya. Rapoport (1969) menyatakan bahwa budaya sebagai suatu kompleks gagasan dan pikiran manusia yang bersifat tidak terjaga. Kebudayaan akan terwujud melalui pandangan hidup (world view), tata nilai (values), gaya hidup (life style), dan akhirnya aktifitas (activities) yang bersifat konkrit. Menurut Trigger (1978) dalam Priyatmono (2004), pengelompokan permukiman juga bisa terbentuk atas dasar kepercayaan dari masyarakat dan atas dasar sistem teknologi mata pencahariannya. Pengelompokan permukiman tersebut tidak selalu menghasilkan bentuk denah dan pola persebaran yang sama, tetapi tergantung pada latar belakang budaya yang ada. Menurut Koentjaraningrat (1984) disebutkan bahwa karakteristik atau bentuk kebudayaan sebagai suatu unsur-unsur yang universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sistem religi dan upacara keagamaan, yaitu sistem kepercayaan dengan segala bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan, yaitu adanya tatanan masyarakat yang mempunyai pola hubungan tertentu, misalnya sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan

22 3. Sistem pengetahuan, yaitu hasil daya cipta, karya, dan karsa manusia 4. Bahasa yaitu alat komunikasi yang digunakan golongan masyarakat 5. Kesenian, berbagai bentuk bentuk seni (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya) 6. Mata pencaharian hidup, yaitu sistem pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat 7. Sistem teknologi dan peralatan, yaitu produk ciptaan manusia berdasarkan ilmu. Ditegaskan lagi oleh Koentjaraningrat (1984) bahwa unsur unsur kebudayaan dalam kehidupan masyarakat selanjutnya akan terwujud menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut: 1. Kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, norma-norma dan peraturan yang bersifat abstrak, disebut sebagai culture system 2. Kebudayaan sebagai kompleks aktifitas kekuatan yang berpola dari manusia dalam masyarkat, bersifat lebih konkrit dan disebut sebgai social system 3. Kebudayaan benda benda hasil karya manusia (artefak), mempunyai sifat paling konkrit, dapat diraba, diobservasi dan didokumentasi, disebut sebagai kebudayaan fisik atau physical culture. Menurut Rapoport (1969) pembentuk kebudayaan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi hal- hal berikut: 1. Lokasi, yaitu keberadaan fisik yang diwujudkan dalam suatu lokasi 2. Berhubungan dengan bentang alam, yaitu adanya unsur landscape dengan fungsi tertentu

23 3. Mempunyai elemen khusus, yaitu terdapat unsur fisik khusus yang menjadi ciri 4. Mempunyai letak yang khusus, yaitu penempatan ruang dengan maksud tertentu 5. Mempunyai ruang dari tipe yang khusus, yaitu fungsi atau jenis ruang sesuai dengan pengguanannya 6. Diberi nama dengan cara yang khusus, yaitu landasan pemberian nama pada unsur fisik kawasan 7. Menggunakan sistem orientasi yang khusus, yaitu sistem orientasi sebagai landasan pembangunan fisik 8. Mempunyai warna, tekstur dan sebagainya yang khusus, yaitu penggunaan warna, tekstur yang khas sebagai bagian dari karakter fisiknya 9. Mempunyai suara, bau, temperatur dan gerakan udara, yaitu karakteristik yang tidak terlihat; dan 10. Mempunyai orang yang pasti menarik dalam aktifitas yang khusus, yaitu pelaksanaan aktifitas masyarakat menarik perhatian karena kegiatan yang dilakukannya. Unsur-unsur kebudayaan, lazim disebut cultural universals. Istilah ini menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut dapat ditemukan pada setiap kebudayaan di manapun didunia ini. Soekanto (2003) menguraikan tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, antara lain:

24 Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan sebagainya) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan) Bahasa (lisan maupun tertulis) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya) Sistem pengetahuan Religi (sistem kepercayaan). Pada kebudayaan tradisional, bentuk permukiman dihadapkan pada latar belakang pengaturan yang bersifat ritual, yang pada dasarnya bertujuan sebagai pengaturan tatanan secara harmoni. Menurut Putra (2005) terdapat dua sistem pengaturan utama pada konsep ruang tradisional, yaitu pengaturan geometrik yang dihubungkan dengan hal-hal bersifat ritual dan kosmologi. Sasongko (2005) menyatakan untuk menjelaskan makna dari organisasi ruang dalam konteks tempat (place) dan ruang (space) harus dikaitkan dengan budaya. Budaya sifatnya unik, antara satu tempat dengan tempat lain bisa sangat berbeda maknanya. Terkait dengan budaya dan ritual ditunjukkan sebagai peristiwa publik yang ditampilkan pada tempat khusus (sacred places). Pada upacara ritual yang berkaitan dengan: kelahiran, puber, perkawinan, kematian, dan berbagai peristiwa krusial lainnya sebagai perubahan atau transisi dalam kehidupan seseorang.

25 Elemen dasar pendekatan dan pemahaman terhadap pola penggunaan ruang menurut Rapoport (1993), yaitu sebagai berikut: 1. Kegiatan Manusia Ruang kegiatan manusia (home range) merupakan batas-batas umum terdiri dari beberapa setting atau lokasi, serta jaringan penghubung antar lokasi mempunyai radius home range tertentu yang dapat diklasifikasikan menjadi home range harian, mingguan dan bulanan 2. Area Inti (Core Inti) Merupakan area ruang kegiatan manusia yang paling sering dipakai, dipahami dan langsung dikontrol oleh penduduk. Dalam konteks ini lingkungan area inti merupakan lingkungan-lingkungan perumahan dengan isitem sosial yang relatif kental, merupakan cluster-cluster kegiatan yang setiap hari muncul diorganisisr oleh kelompok penduduk yang mengenal secara personel 3. Teritori Merupakan area yang erat kaitannya dengan privacy dan personal space, sama dengan personal space, territorialitas adalah juga perwujudan ego yang tidak ingin diganggu. dengan kata lain merupakan perwujudan privasi. Teritorialitas itu sendiri adalah suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atas suatu lokasi 4. Area Terkontrol (Juridiction) Merupakan suatu area yang dikuasai dan dikontrol secara temporer oleh sekelompok penduduk kota. Oleh karena pengusahaannya yang bersifat temporer maka dimungkinkan suatu area dikuasai oleh kelompok yang berbeda.

26 5. Personal Distance/Space (Ruang Personal) Merupakan suatu jarak atau area dengan intervensi oleh orang lain akan terasa menggangu, berbeda dengan keempat elemen tersebut di atas yang cenderung fisikal batasnya, personal distance biasanya tidak mempunvai kenampakan fisik yang jelas Pengaruh Budaya terhadap Bentuk Bangunan Rapoport (1969) menyatakan bahwa terciptanya suatu bentuk disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu primary factor atau faktor primer dan modifying factors atau faktor sekunder. Primary factor meliputi faktor sosial-budaya, sedangkan modifying factors mencakup faktor iklim, faktor bahan atau material, faktor konstruksi, faktor teknologi, dan faktor lahan. Pemilihan lahan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu defense atau pertahanan dan ekonomi. Defense dan ekonomi juga memegang peranan penting dalam menentukan bentuk, akan tetapi pertimbangan terhadap pertahanan dapat pula diwujudkan dengan simbol-simbol tertentu. Efek sebuah lahan memang berpengaruh pada elemen fisik, tetapi sejak kriteria sebuah lahan yang ideal ditentukan oleh tujuan dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang pada suatu masa, maka pemilihan lahan yang ideal, baik itu di danau, sungai, gunung, atau pun pantai, tergantung pada defenisi budaya yang dianut. Pada saat itu dapat dikatakan efek sebuah lahan lebih bernuansa budaya daripada fisik. (Rapoport, 1969). Faktor sosial-budaya merupakan faktor penting dalam proses lahirnya bentuk arsitektural. Hal ini diperjelas oleh Rapoport (1969) dalam hipotesa berikut:

27 Hipotesis dasar saya mengatakan bahwa bentuk rumah bukan hanya hasil dari kekuatan fisik atau faktor penyebab tunggal, tetapi merupakan konsekuensi dari berbagai macam faktor sosial budaya dilihat dari segi luas mereka. Bentuk pada gilirannya dimodifikasi oleh kondisi iklim (lingkungan fisik yang membuat beberapa hal yang mustahil dan mendorong hal lain) dan dengan metode konstruksi, bahan yang tersedia, dan teknologi (alat untuk mencapai lingkungan yang diinginkan). Saya akan menyebut sosial budaya adalah kekuatan utama, selain itu dengan cara memodifikasi Ornamen Pada Ruma Batak Toba Jenis ornamen pada ruma Batak Toba dibagi atas dua menurut warnanya (Sirait, 1980 dalam Sitinjak, 2011): 1. Gorga silinggom, didominasi warna hitam, dimana bidang warnanya (gadu gadu) berwarna hitam dan garis ukirnya (lili) warna merah. 2. Gorga sigaraniapi/sipalang, didominasi warna merah, dimana bidangnya (gadu gadu) berwarna merah dan garis ukirnya (lili) berwarna putih. Ornamen gorga terdiri dari: ragam hias geometris, flora, fauna, alam dan sebagainya. Teknik ragam hiasnya terdiri dari dua bagian, yakni teknik ukir dan teknik lukis. Pewarnaannya minim, yaitu: merah, hitam dan putih. Bahannya diolah sendiri dari batu-batuan ataupun tanah yang keras dari arang. Makna dari setiap jenis hiasan selalu mempunyai arti perlambang tertentu sesuai dengan alam pikiran dan kepercayaannya yang bersifat magis religius. Pemasangan dan penempatan hiasannya harus disesuaikan dengan aturan adat yang berlaku (Napitupulu, 1997).

28 Ragam Hias Flora/ Sulur-suluran pada Gorga (Napitupulu, 1997; Sirait, 1980 dalam Sitinjak, 2011) No Nama Ragam Hias Bentuk 1 2 Simeol-eol, bentuknya seperti jalinan-jalinan salur tumbuhan, putaran garisnya melengkung ke dalam meliuk ke luar. Simeol-eol masialoan, bentuknya sama dengan gorga simeol-eol, tetapi motifnya dibuat dua saling berseberangan atau berhadaphadapan simetris. 3 Iran-iran, bentuknya tumbuhtumbuhan. 4 Hariara sundung di langit, bentuknya seperti pohon hayat (Sumatera Selatan) atau gunungan (Jawa), terdapat gambar burung yang dianggap pembawa berkah, juga gambar burung pada ranting bawah membawa padi dan kapas, serta pada bagian bawah terdapat gambar binatang melata seperti ular. Tabel Ragam Hias Flora/ Sulur-suluran pada Gorga Sumber: Napitupulu, 1997; Sirait, 1980

29 Ragam Hias Fauna pada Gorga (Napitupulu, 1997; Sirait, 1980 dalam Sitinjak, 2011) No Nama Ragam Hias Bentuk 1 Hoda-hoda, bentuknya gambar manusia sedang mengendarai kuda. 2 Boraspati (cecak) atau disebut juga jonggir, bentuknya seperti biawak kecil yang ujung ekornya bercabang dua. 3 Susu, bentuknya menyerupai payudara perempuan, jumlahnya empat buah sebelah kiri dan empat buah sebelah kanan, perletakkannya selalu didampingi gorga boraspati. 4 Jengger (jorngom), bentuknya raksasa, hampir sama dengan hiasan kala pada candi. 5 Gaja dompak, bentuknya mirip dengan jengger, hanya berbeda dalam posisi peletakkannya. Gaja dompak diletakkan di ujung dila paung, sedangkan jengger (jorngom) diletakkan di atas bidang gorga tomboman adop-adop.

30 6 Ulu paung, bentuknya raksasa, setengah manusia setengah hewan, yaitu kepalanya manusia bertanduk hewan. 7 8 Singa-singa, bentuknya seperti wajah manusia yang berwibawa dengan lidah terjurai ke bawah sampai ke dagu. Kepala dilengkapi dengan kain tiga belit, dengan sikap kaki berlutut ke bawah pipi kiri dan kanan. Sijonggi, bentuknya seperti gambar sapi. Ragam Hias Fauna pada Gorga Sumber: Napitupulu, 1997; Sirait, 1980 Ragam Hias Alam pada Gorga (Napitupulu, 1997; Sirait, 1980 dalam Sitinjak, 2011) No Nama Ragam Hias Bentuk 1 Silintong, bentuknya garis-garis radial yang seolah-olah mengikuti gerakan putaran air. 2 Ipon-ipon, mempunyai berbagai macam bentuk, tetapi umumnya bentuknya geometris.

31 3 Simata ni ari, bentuknya seperti matahari yang menyinari ke segala penjuru alam. 4 Desa na ualu, bentuknya lambang delapan penjuru angin yang geometris. Ragam Hias Alam pada Gorga Sumber: Napitupulu, 1997; Sirait, 1980 Ragam Hias Lainnya pada Gorga (Napitupulu, 1997; Sirait, 1980 dalam Sitinjak, 2011) No Nama Ragam Hias Bentuk 1 Dalihan natolu, bentuknya gambar jalinan sulur yang saling ikat-mengikat. 2 Sitompi, bentuknya seperti gerakan anyaman rotan. 3 Sitagan, bentuknya menyerupai kotak kecil. 4 Simarogung-ogung, bentuknya mirip seperti gong bila dilihat dari gerakan-gerakan sikalnya. Ragam Hias Lainnya pada Gorga Sumber: Napitupulu, 1997; Sirait, 1980

32 2.7. Penelitian yang sudah dilakukan Judul, Tahun, Tujuan Metode Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian Wilayah, Nama Penelitian dan Pendekatan dan Bahan peneliti Penelitian Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau), Riau, 2015, Dina Purnama Untuk mengetahui pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam dan faktor yang mempengaruhi perubahan pola huniannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang menggambarkan kondisi pola permukiman Kelurahan Kampung yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak Teknik analisa data kualitatif dengan bahan penelitian yaitu data fisik ; arah hadap bangunan, kondisi rumah dan fungsi rumah, data sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Menunjukan bahwa pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam berbentuk linier mengikuti bentukan sungai dan orientasi hunian dipengaruhi oleh fungsional dan aksesbilitas baik sungai maupun jalan karena sungai dan jalan mempunyai fungsi sama yaitu sebagai saran transportasi Pengaruh Kondisi Hunian Dan Lingkungan Terhadap Keberlanjutan Permukiman Tepi Sungai Studi Kasus: Kampung Pahandut Dan Desa Danau Tundai Di Kota Palangka Raya, Sangalang, 2014 Fredyantoni F. Adji Mengidentifika si dan memaparkan faktor-faktor dalam lingkup hunian dan lingkungan yang mempengaruhi keberlanjutan permukiman tepi sungai dan faktor-faktor yang berpotensi menghambat perkembangan nya. Pendekatan yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif.penelitian ini dilakukan kajian literatur; dari kajian literatur disusun variabel-variabel Dilakukan survey lapangan; dalam pengumpulan data digunakan metode kuisioner, wawancara dan observasi dimana angket untuk menghasilkan data kuantitatif sedangkan wawancara dan observasi untuk menemukan data kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kampung Pahandut kebutuhan ekonomi menjadi dasar bertambahnya pendatang dan tumbuhnya rumahrumah baru, sedangkan penghambat keberlanjutan permukiman adalah kondisi kawasan tepi sungai yang semakin dangkal dan menyempit akibat sedimentasi.

33 Cottage Resort Di Pulau Tagalaya Arsitektur Regioalisme Manado,2014, Berd.dll potensi yang ada di Pulau Tagalaya, maka dibutuhkan sarana wisataberupa cottage resort sebagai fasilitas akomodasi dengan konsep pemanfaatan potensi alam. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif.data yang akan dikumpul adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui survei lapangan. Analisis data yang dilakukan terhadap kedua jenis pengumpulan data yang dilakukan : Analisis data lapangan/tapak dan analisis data studi komparasi - studi literatur. Perkembangan arsitektur regional di Halmhaera Utara saat ini belum dapat menampilkan karakter budaya pada bangunan, hal ini di karena pengaruh Arsitektur Modern, dimana bentukbentuk bangunan banyak diadaptasi dari luar daerah bahkan dari luar negeri.

PENGARUH DANAU TOBA TERHADAP DESAIN RESORT (Studi Kasus: Samosir Villa Resort) SKRIPSI OLEH YON PERMANA PUTRA ( )

PENGARUH DANAU TOBA TERHADAP DESAIN RESORT (Studi Kasus: Samosir Villa Resort) SKRIPSI OLEH YON PERMANA PUTRA ( ) PENGARUH DANAU TOBA TERHADAP DESAIN RESORT (Studi Kasus: Samosir Villa Resort) SKRIPSI OLEH YON PERMANA PUTRA (110406118) Dosen Pembimbing : Dr. Wahyu Utami, ST,MT DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis. 1.2 Pengertian Judul Hotel adalah suatu bangunan atau sebagian daripadanya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ataupun luar negeri datang untuk menikmati objek-objek wisata tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam ataupun luar negeri datang untuk menikmati objek-objek wisata tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam objek wisata, seperti pulau-pulau dengan pemandangan pantai yang indah, pegunungan, dan keindahan baharinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan. 1. Resort : adalah sebuah tempat untuk menginap dimana

BAB I PENDAHULUAN. diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan. 1. Resort : adalah sebuah tempat untuk menginap dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskrpsi Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Arkeologi : adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1. Arkeologi : adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Diskripsi Judul Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka setiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG MASALAH

LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia yang banyak digemari oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara setelah Bali di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam proses perancangan Hotel Resort Batu ini secara umum, diuraikan dalam beberapa tahap antara lain: 3.1 Pencarian Ide/Gagasan Tahapan kajian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan gb. 1.1. Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar Potensi dan daya tarik Pantai Lebih 1. Potensi alam Pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan hidup manusia semakin berkembang sejalan dengan modernisasi yang tidak pernah terhenti terjadi di bumi. Aktifitas yang dilakukan oleh manusia semakin kompleks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Regionalisme Kritis 2.1.1 Latar belakang regionalisme kritis Saat ini, seluruh dunia mengalami perkembangan pesat menuju era globalisasi. Globalisasi telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan dipertunjukkan kepada

Lebih terperinci

TEMA. menikmati alam Bali. Lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung yang ada di dalamnya. LEGAL

TEMA. menikmati alam Bali. Lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung yang ada di dalamnya. LEGAL TEMA LATAR BELAKANG Bali tidak memiliki hasil tambang, lahan pertanian yang terbatas, namun pulau Bali memiliki keindahan alam dan budaya yang sangat mempesona Untuk meningkatkan taraf hidup penduduk Bali

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. EVALUASI BANGUNAN Yaitu, penelitian yang lebih formal berdasarkan lapangan penyelidikan analitis. Evaluasi bangunan bertujuan untuk mengatasi ketepatgunaan, kemanfaatan, perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tinggalan manusia masa lampau merupakan gambaran gagasan yang tercipta karena adanya jaringan ingatan, pengalaman, dan pengetahuan yang diaktualisasikan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah wisata. Pariwisata itu sendiri adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah wisata. Pariwisata itu sendiri adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Objek Banyak negara yang bergantung pada industri pariwisata sebagai sumber pajak dan meningkatkan sistem ekonomi pada daerah tersebut. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP DASAR Konsep dasar dalam perancangan hotel ini adalah menghadirkan suasana alam ke dalam bangunan sehingga tercipta suasana alami dan nyaman, selain itu juga menciptakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi. Dengan berwisata diharapkan dapat memberikan suasana baru dengan cara menyegarkan pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata dewasa ini adalah sebuah Negara bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG TINJAUAN UMUM PROYEK II.1 GAMBARAN UMUM PROYEK II.1.1 TINJAUAN PROYEK Judul Proyek : Hotel Resort di Dago Giri, Bandung, Indonesia Tema : Arsitektur Hijau Lokasi : Jl.Dago Giri, Bandung, Indonesia KDB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

Konsep Design Mikro (Bangsal)

Konsep Design Mikro (Bangsal) Panggung tempat acara adat Konsep Design Mikro (Bangsal) Pintu masuk utama Ruang Tunggu / lobby dibuat mengelilingi bangunan, hal ini sesuai dengan kebuadayaan masyarakat yang menggunakan ruang ruang teras

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dikenal sebagai sumber ekonomi dan pusat bisnis negara Indonesia dengan jumlah penduduknya meningkat setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Globalisasi sering diterjemahkan sebagai gambaran dunia yang lebih seragam dan terstandar melalui teknologi, komersialisasi, dan sinkronisasi budaya yang dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang

BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN. memproduksi, memamerkan dan mengadakan kegiatan atau pelayanan yang BAB VI PENERAPAN KONSEP PADA RANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Kabupaten Pamekasan paling berpotensi untuk membangun sentra batik di Madura. Sentra batik di pamekasan ini merupakan kawasan yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan sektor pariwisata terjadi secara global dalam beberapa tahun belakangan ini. Sektor pariwisata menjadi tulang punggung suatu negara, dalam arti salah satu

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

I BAB I PENDAHULUAN JUDUL

I BAB I PENDAHULUAN JUDUL I BAB I PENDAHULUAN JUDUL : Hotel Resort dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis di Batu Malang I.1 PEMAHAMAN JUDUL Hotel : Hotel didefinisikan sebagai perusahaan umum yang menawarkan pelayanan berupa tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.1.1. Kelayakan. Saat ini kegiatan pariwisata telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia pada umumnya, yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masingmasing

Lebih terperinci

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Fasilitas Pariwisata Kota Kota Depok adalah sebuah kota yang terletak di perbatasan antara wilayah Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah kajian terhadap karya tulis yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION

PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION TUGAS AKHIR PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION ARSITEKTUR HIJAU DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR STRATA-1 SARJANA TEKNIK ARSITEKTUR DISUSUN OLEH : IMAM ZULFIKAR FAJRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

Hotel Wisata Etnik di Palangka Raya

Hotel Wisata Etnik di Palangka Raya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang 1.1.1. Latarbelakang Pemilihan Tempat Kota Palangka Raya merupakan kota yang memiliki keunikan dengan letaknya yang berada di tengah pulau Kalimantan. Pembangunan kota

Lebih terperinci

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kriteria desain arsitektur yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Setelah mengkaji desa labang secara keseluruhan dan melihat teori -teori pengembangan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG

BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG 5.1 ANALISIS MARKETING MIX PARIWISATA LAMPUNG Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, maka di indentifikasi kekuatan dan kelemahan pariwisata Lampung berdasarkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan (nusantara) yang terdiri dari 17.508 pulau Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang EKONOMI SOSIAL POLITIK INDUSTRI PARIWISATA BUDAYA mengalami perkembangan mengikuti kemajuan zaman meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh setiap daerah merupakan modal penting untuk meningkatkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan di galakkannya kembali pemberdayaan potensi kelautan maka sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

Udang di Balik Batu. Parahita Galuh Kusumaningtyas

Udang di Balik Batu. Parahita Galuh Kusumaningtyas Udang di Balik Batu Parahita Galuh Kusumaningtyas Jadul Village, namanya. Kala berdiri di depan gerbang, rasanya seperti ada perang. Dua unsur yang kelihatannya sama sekali berbeda mencoba mendominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sebagian besar dari seluruh luas Indonesia adalah berupa perairan. Karena itu indonesia memiliki potensi laut yang besar

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN REKREASI PERENG PUTIH BANDUNGAN DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK

PENGEMBANGAN KAWASAN REKREASI PERENG PUTIH BANDUNGAN DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN REKREASI PERENG PUTIH BANDUNGAN DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL.

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAK i ii iii iv v ix xiii xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1 Gambaran Umum Proyek Judul Proyek Tema Lokasi Sifat Luas Tapak : Pusat Kebugaran dan Spa : Arsitektur Tropis : Jl. Gandul Raya, Krukut, Depok : Fiktif : ± 15.000 m² (1,5

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis

Lebih terperinci

P A N G A N D A R A N B E A C H R E S O R T H O T E L D I P A N G A N D A R A N

P A N G A N D A R A N B E A C H R E S O R T H O T E L D I P A N G A N D A R A N BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Pengertian wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat

Lebih terperinci

-BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

-BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG -BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berlibur merupakan salah satu kebutuhan yang harus terpenuhi bagi masyarakat urban pada saat ini guna melepas kejenuhan dari padatnya aktivitas perkotaan. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, tingkat kebutuhan manusia akan wisata kian berkembang dan menjadi lebih mudah orang-orang melakukan perjalanan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 1.1 LATAR BELAKANG Latar Belakang adalah sebuah perihal atau peristiwa yang menjadi sebab, alasan, awal, sejarah untuk melahirkan suatu perihal dan peristiwa yang baru di masa mendatang. Dalam hal ini

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI DAN COTTAGE DI PULAU KARIMUNJAWA

TAMAN REKREASI DAN COTTAGE DI PULAU KARIMUNJAWA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI DAN COTTAGE DI PULAU KARIMUNJAWA (Penekanan Desain : Green Architecture) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

LAKE RESORT HOTEL DI KAWASAN WADUK DARMA Penekanan Desain Neo Vernacular

LAKE RESORT HOTEL DI KAWASAN WADUK DARMA Penekanan Desain Neo Vernacular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) LAKE RESORT HOTEL DI KAWASAN WADUK DARMA Penekanan Desain Neo Vernacular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep utama yang mendasari Rancang Ulang Stasiun Kereta Api Solobalapan sebagai bangunan multifungsi (mix use building) dengan memusatkan pada sistem dalam melayani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pariwisata merupakan kegiatan melakukan perjalanan dengan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel BAB I 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel PENDAHULUAN 1.2 LATAR BELAKANG Saat ini, berwisata sudah menjadi kebutuhan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Jumlah pengunjung tempat wisata semakin meningkat

Lebih terperinci

besar artinya bagi usaha pengembangan kepariwisataan.1

besar artinya bagi usaha pengembangan kepariwisataan.1 BAGIAN SATU PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Potensi Wisata Pulau Lombok Lombok merupakan bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang termasuk sebagai salah satu daerah tujuan wisata. Dan telah

Lebih terperinci

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH Keputusan pemerintah dalam pelaksanaan program Otonomi Daerah memberikan peluang kepada berbagai propinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maksud perencanaan dan perancangan hotel resort ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Maksud perencanaan dan perancangan hotel resort ini adalah : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan aktifitas di kota yang perekonomiannya sangat maju membuat ketertarikan banyak orang untuk mencari perekonomian sehari hari di kota tersebut. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap manusia selalu membutuhkan adanya rekreasi dan Olah raga. Jakarta sebagai kota metropolitan kususnya di Jakarta utara, dimana perkembangan penduduknya sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan.

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan. BAB III METODE PERANCANGAN Pada perancangan hotel resort dalam seminar ini merupakan kajian berupa penjelasan dari proses perancangan yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang didapat dari studi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI Lembar Judul i Lembar Pengesahan.ii Abstraksi.....iii Lembar Persembahan..iv Kata Pengantar.v Daftar Isi...viii Daftar Gambar..xiii Daftar Skema... xvi Daftar Tabel xvii BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA)

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA) KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA) 1. Latar Belakang Perjalanan wisatawan senantiasa membutuhkan keanekaragaman produk wisata yang dapat memberikan pilihan atau alternatif untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar1.1 Kemacetan di Kota Surabaya Sumber: 25/4/

BAB I PENDAHULUAN. Gambar1.1 Kemacetan di Kota Surabaya Sumber:  25/4/ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa kini pola kehidupan manusia terlebih masyarakat kota besar atau masyarakat urban semakin modern, serba cepat, serba instan, sistematis, dan mekanis. Hal-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo :

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Judul Proyek Studio Konsep Perancangan Arsitektur yang diangkat adalah Bengawan Solo Tree House Resort (Pengembangan Urban Forest III Surakarta). Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA. budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya

BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA. budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA 2.1 Pengertian Objek Wisata Objek wisata adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik

Lebih terperinci

HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA

HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK (S-1)

Lebih terperinci

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Lebih terperinci

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Banyaknya Pengunjung obyek-obyek wisata pantai di Gunung Kidul Mancanegara (Man) dan Nusantara (Nus)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Banyaknya Pengunjung obyek-obyek wisata pantai di Gunung Kidul Mancanegara (Man) dan Nusantara (Nus) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan wisata terus berlanjut di masa yang akan datang. Hal inilah yang mendorong pariwisata dapat menjadi komoditi andalan suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE

BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE BAB III TINJAUAN WISATAWAN ELITE Dalam bab ini berisi tentang tinjauan wisatawan elite, yaitu berupa: batasan dan pengertian wisatawan elite, tuntutan dan kebutuhan pokok wisatawan elite selama mereka

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya BAB V KAJIAN TEORI 5. V 5.1. Kajian Teori Penekanan /Tema Desain Tema desain yang digunakan pada bangunan Pusat Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam penggunaan tema arsitektur

Lebih terperinci

ORGANISASI RUANG. Berikut ini adalah jenis-jenis organisasi ruang : Organisasi Terpusat

ORGANISASI RUANG. Berikut ini adalah jenis-jenis organisasi ruang : Organisasi Terpusat ORGANISASI RUANG Berikut ini adalah jenis-jenis organisasi ruang : Organisasi Terpusat Sebuah ruang dominan terpusat dengan pengelompokan sejumlah ruang sekunder. Organisasi Linier Suatu urutan dalam satu

Lebih terperinci

HOTEL RESOR DI TANJUNG JAYA

HOTEL RESOR DI TANJUNG JAYA HOTEL RESOR DI TANJUNG JAYA LAPORAN PERANCANGAN AR 40Z0 TUGAS AKHIR PERANCANGAN SEMESTER I TAHUN 2007/2008 Oleh RR PRITHA HAYUNINGTYAS P 152 03 026 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN,

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta Ariati 1) ABSTRAKSI Pembangunan perumahan baru di kota-kota sebagian besar berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PROYEK Gagasan Awal. Dalam judul ini strategi perancangan yang di pilih adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PROYEK Gagasan Awal. Dalam judul ini strategi perancangan yang di pilih adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PROYEK 1.1.1. Gagasan Awal Dalam judul ini strategi perancangan yang di pilih adalah sebuah perancangan baru hotel resort di kawasan Pantai Sepanjang, Gunungkidul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang menjadi tujuan wisata baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara, hal ini terbukti dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci