PROPAGASI SPOROZOIT PADA NYAMUK ANOPHELES SP. SECARA IN VIVO SEBAGAI BASIS PEMBUATAN VAKSIN MALARIA IRADIASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROPAGASI SPOROZOIT PADA NYAMUK ANOPHELES SP. SECARA IN VIVO SEBAGAI BASIS PEMBUATAN VAKSIN MALARIA IRADIASI"

Transkripsi

1 PROPAGASI SPOROZOIT PADA NYAMUK ANOPHELES SP. SECARA IN VIVO SEBAGAI BASIS PEMBUATAN VAKSIN MALARIA IRADIASI Siti Nurhayati, Tur Rahardjo Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, BATAN ABSTRAK Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia dan karenanya telah dimasukkan dalam program Millennium Development Goals (MDG) dengan tujuan mengurangi jumlah kasus malaria hingga setengahnya pada Meskipun jumlah kasusnya menurun dari 2,8 juta pada 2001 menjadi 1,2 juta pada 2008, masalah pengendalian penyakit ini masih harus terus dilakukan antara lain dengan pembuatan vaksin. Sporozoit merupakan tahapan hidup parasit paling invasif dan paling tepat dijadikan sebagai bahan vaksin. Dalam penelitian ini telah dilakukan propagasi in vivo sporozoit dalam nyamuk. Dua spesies Anopheles (Anopheles farauti dan An. maculates) dibiarkan menggigit mencit Swiss Webster terinfeksi P. berghei atau P. yoelii (parasitemia 3-5%) selama 2-3 jam, kemudian nyamuk yang terinfeksi dipelihara dalam ruangan suhu 21 o C selama hari dan diberi makanan gula 10% untuk memperoleh sporozoit dalam kelenjar ludahnya. Sporozoit diambil dengan membedah nyamuk sesuai prosedur standard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke 14-16, jumlah nyamuk yang mampu bertahan mencapai 60-80% dari jumlah awal. Sporozoit teramati dalam jumlah rendah di bawah mikroskop karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Percobaan terhadap parasit malaria untuk manusia (P. falciparum) memperoleh hasil yang belum optimal, demikian halnya uji coba pada satu siklus mencit-nyamuk-mencit. Kata kunci : malaria, sporozoit, Anopheles sp., propagasi, infeksi, kelenjar ludah ABSTRACT Malaria is still as the main problem in health sector in the world and therefore it had been included in Millennium Development Goals (MDG) program with the aim to decrease up to half of malaria cases in Even though its case was decreased from 2.8 million in 2001 to 1.2 million in 2008, the controlling problem of this disease had to be continuously conducted, one of which is vaccine development. Sporozoite is the most invasive stage of parasite s life cycle and is the most exact step for vaccine materials. In this research the in vivo propagation of sporozoite had been conducted in mosquitoes. Two spesies of Anopheles (Anopheles farauti and An. maculates) were allowed to feed P. berghei infected Swiss Webster mouse (parasitemia was 3-5%) for 2-3 hours, and then the infected mosquitoes were kept in the room at temperature of 21 o C for days and feed with 10% sugar to obtain sporozoite in their salivary glands. Sporozoite was taken out by dissecting mosquito according standard procedure. Results of experiment showed that at day 14-16, the number of survived mosquito was 60-80% of the initial number. Sporozoites were observed in low number under microscope due to several factors that affecting this result. Experiment on malaria parasite in human (P. falciparum) showed no optimal results, as well as the experiment on the one cycle of mousemosquito-mouse. Keywords : malaria, sporozoite, Anopheles sp., propagation, infection, salivary glands 1. PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang utama di dunia. Setiap tahun ditemukan juta kasus malaria yang menyebabkan sekitar 1 juta kematian [1]. Di Indonesia kematian karena malaria dilaporkan sebanyak 1,7 juta jiwa pada tahun 2007 dan kerugian diperkirakan mencapai 3,3 triliyun. Berdasarkan data Kemenkes, 45 persen penduduk Indonesia berisiko malaria karena tinggal di daerah endemis. Program pemberantasan malaria termasuk dalam program WHO yakni Millennium Development Goals (MDG) dengan tujuan mengurangi setengah jumlah sampai 2015 dan mencegah penjangkitan malaria [2]. Penyebab penyakit ini adalah parasit dari genus Plasmodium. Ciri utama genus ini adalah siklus hidup terjadi dalam dua inang yang berbeda. Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk Anopheles betina, yang bertindak sebagai vektor Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 466 Siti Nurhayati dkk

2 perantara penyebaran parasit. Siklus aseksual terjadi dalam tubuh manusia [3]. Penyebaran penyakit malaria dapat dikendalikan antara lain dengan vaksinasi [4,5]. Dengan vaksin, diharapkan lebih dari 4,2 juta jiwa dapat diselamatkan dari ancaman kematian malaria pada [6]. Salah satu alternatif untuk pencegahan penyakit tersebut adalah dengan vaksin yang dapat dibuat dengan teknik nuklir. Strategi ini sedang dikembangkan oleh WHO melalui program Roll Back Malaria [7]. Teknik nuklir dapat digunakan untuk melemahkan Plasmodium untuk membuat vaksin. Keunggulannya adalah teknik ini memiliki efektifitas dalam peningkatan respon imun dibandingkan dengan teknik konvensional seperti pemanasan atau kimia [8]. Sasaran dari vaksin malaria adalah tahap perkembangan plasmodium yang berbeda yaitu: preeritrositik, aseksual dan seksual [1,3,5]. Vaksin preeritrositik ideal untuk penduduk di daerah non endemis atau pengunjung yang akan masuk ke daerah endemis karena vaksin ini dapat memberikan perlindungan hingga 90%. Vaksin ini dihasilkan dengan melemahkan parasit stadium sporozoit menggunakan sinar gamma dosis Gy [9,10]. Vaksin sporozoit adalah vaksin yang masih hidup dan diatenuasi menggunakan radiasi. Vaksin ini mencegah infeksi inang yang rentan (susceptible), tidak memerlukan adjuvant, serta merupakan vaksin malaria yang telah sukses diuji pada manusia. Sebelum diujicobakan pada manusia, kandidat vaksin perlu dikarakterisasi lebih lanjut tentang biokimia dan imunologiknya. Di samping itu perlu studi lebih untuk mengkaji respon imunologik inang terhadap vaksin. Hasil studi ini memberikan informasi yang diperlukan untuk keamanan dan kemanjuran vaksin serta mekanisme imunitas malaria [11]. Karena trend saat ini menunjukkan bertambahnya serangan malaria pada skala global maka program perkembangan vaksin diperlukan sebagai pelengkap program lain yang diarahkan pada pengendalian vektor malaria dan terapi obat serta prophylaxis. Saat ini hanya vaksin mengandung sporozoit teratenuasi radiasi yang secara konsisten kapas untuk jantan, dan menempatkan marmut setiap hari ke dalam kandang yang darahnya akan dihisap oleh nyamuk betina. Propagasi P. berghei dalam tubuh mencit. Penginfeksian plasmodium pada 4-5 ekor mencit dilakukan dengan menginokulasi secara intraperitoneal (IP) ±1 x 10 6 parasit inokulum stadium eritrositik menggunakan syringe steril 1 ml (P1) dan dua hari kemudian diamati parasitemianya. Setelah diperoleh parasitemia ±20%, mencit dieuthanasi dan darah diambil dari pungsi jantung menggunakan syringe 1 ml yang berisi anti koagulan menginduksi imunitas steril pada binatang mengerat, monyet dan manusia [12]. Imunisasi manusia dengan sporozoit P. falciparum dilakukan dengan penggigitan Anopheles terinfeksi iradiasi diikuti beberapa kali penyuntikan ulangan (booster) terbukti mampu melindungi inang [13]. Oleh karena itu kemampuan propagasi sporozoit menjadi sangat penting. Dalam makalah ini disajikan hasil propagasi sporozoit secara in vivo dimana hasil ini menjadi dasar paling penting dalam pengembangan vaksin malaria yang dibuat dari sporozoit iradiasi. 2. BAHAN DAN TATA KERJA Plasmodium. P. berghei strain ANKA dan P. yoelii yang diperoleh dari Laboratorium Malaria, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dibiakkan secara in vivo dalam tubuh mencit Swiss di Laboratorium Hewan Bidang Biomedika PTKMR- BATAN. P. falciparum strain 3D7 dan NF54 diperoleh dari Lembaga Eijkman dan dikultur di PTKMR BATAN dengan prosedur standard. Mencit. Mencit jantan strain Swiss Webster berumur sekitar 2 bulan diperoleh dari Badan Libang Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan Jakarta. dan dipelihara dalam sangkar plastik dengan tutup kawat serta diberi makanan pelet dan minuman secara ad libitum. Makanan pelet diperoleh dari Virovet dan bantalan sebagai alas kandang berupa serutan kayu yang diganti sekali seminggu. Rearing nyamuk Anopheles sp. di laboratorium. Nyamuk di-rearing di insektarian BATAN pada suhu o C, kelembaban 70-80% dan penerangan secukupnya. Di dalam kandang dimasukkan koloni stok nyamuk Anopheles sp. dan diberi wadah dari tanah liat berisi air sebagai tempat peletakan telur. Telur yang telah menetas menjadi larva dipindahkan ke dalam nampan plastik kemudian diberi makanan hingga mencapai instar ke-3. Setelah menjadi pupa, dipindahkan ke botol kecil berisi air sumur pompa diletakkan dalam kandang. Pupa yang telah menjadi nyamuk diberi makanan berupa larutan glukosa 10% dan albumin telur pada (citrat phospat dextrose/cpd). Darah terinfeksi kemudian disuntikkan secara IP pada 4-5 mencit lain yang sehat (P2). Parasitemia pada mencit diamati setiap hari dengan mengambil darah perifer dari ujung ekor. Pewarnaan Giemsa pada apusan darah tipis dan tebal. Ujung ekor mencit terinfeksi dilap dengan kapas yang dibasahi etanol kemudian dipotong sedikit menggunakan gunting steril. Dari pangkal hingga ujung ekor diurut untuk mengeluarkan darah kemudian ditempelkan pada kaca preparat pada dua tempat yang berbeda masing- Siti Nurhayati dkk 467 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

3 masing untuk apusan tipis dan tebal. Setelah apusan mengering kemudian difiksasi dengan metanol selama 30 detik (untuk apusan tipis). Apusan diwarnai dengan 10% larutan Giemsa dan dibiarkan mengering selanjutnya preparat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 1000x. Propagasi parasit pada nyamuk Anopheles sp. Mencit yeng di dalam darahnya telah mengandung parasit stadium gametosit dicukur rambut punggungnya kemudian dimasukkan ke dalam wadah kawat seukuran tubuhnya dan diletakkan dalam insektaria yang berisi sekitar nyamuk Anopheles macullatus atau An. farauti berumur 3 hari selama 2-3 jam. Sebelum menempatkan mencit, nyamuk dibuat puasa selama satu malam atau minimal 6 jam. Sesaat setelah penggigitan, nyamuk yang tubuhnya mengandung darah mencit (gravid) dipindahkan dalam wadah karton bentuk tabung berukuran ½ liter dan dikurung dengan plastic transparan dan diberi kelembaban di dalamnya. Pada hari 0 jumlah nyamuk gravid dihitung. Empat belas- enam belas hari kemudian, jumlah nyamuk yang bertahan hidup nyamuk dihitung kembali dan diduga telah mengandung sporozoit pada kelenjar ludahnya, Selanjutnya nyamuk dibagi ke dalam dua kelompok, satu kelompok nyamuk diisolasi sporozoit dari kelenjar ludahnya lalu disuntikkan secara intravena pada mencit sehat dan kelompok lainnya dibiarkan menggigit mencit sehat. Parasitemtia diamati pada hari-hari mulai hari ke 8 setelah penyuntikan atau penggigitan. Propagasi P. falciparum pada nyamuk Anopheles sp. Propagasi dilakukan dengan teknik membrane feeding. Ke dalam kultur P. falciparum strain 3D7 atau NF54 yang diperoleh dari Lembaga sangat rendah (18% dan 57%) yang mungkin disebabkan karena kondisi udara/suhu yang tidak memadai. Sporozoit juga dapat teramati di bawah mikroskop pada saat pengambilan kelenjar ludah nyamuk (Gambar 1 kiri) meskipun jumlahnya masih cukup rendah karena kapasitas nyamuk yang digunakan (Anopheles macullatus dan An. farauti) masih terbatas (Gambar 1 kanan). Terdapat suatu SEMINAR NASIONAL Eijkman Jakarta. Satu hari kemudian kultur ditempatkan pada sistem membrane feeding dan ditempatkan sekitar 50 ekor nyamuk Anopheles sp. dalam kandang selama 2 jam. Nyamuk gravid hitung jumlahnya dan kemudian dipelihara selama 14 hari dan dihitung jumlah nyamuk yang bertahan hidup. Pembedahan nyamuk dan isolasi sporozoit. Nyamuk Anopheles yang telah dipelihara hari dibuat pingsan dengan meletakkan dalam freezer selama 3 menit kemudian kaki dan sayapnya dibuang. Dengan menggunakan mikroskop diseksi (stereomicroscope) nyamuk dibedah secara aseptis dalam tetesan media larutan fisiologis (NaCl 0,9%) di atas kaca preparat untuk diambil usus tengah (midgut) dan kelenjar ludahnya dengan prosedur standard. Midgut dan kelenjar ludah diletakkan dalam larutan fisiologis. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini telah dilakukan propagasi atau perbanyakan parasit tahap sporozoit secara in vivo yang hanya dapat dilakukan dalam nyamuk vector Anopheles sp. Kultur sporozoit secara in vitro masih terkendala berbagai hal. Dengan demikian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti kemampuan nyamuk bertahan hidup yang ditentukan oleh tampilan fisiknya dan juga sifat biologiknya. Faktor lainnya adalah adanya gametosit dalam darah saat dikonsumsi oleh nyamuk, suhu ruangan selama pemeliharaan. Hasilnya disajikan dalam Tabel 1 yang menunjukkan bahwa pada hari ke 14-16, jumlah nyamuk yang mampu bertahan mencapai 60-80% dari jumlah awal, meskipun pada suatu percobaan persentase tersebut spesies Anopheles yang sangat baik untuk propagasi sporozoit yakni An. stephensi yang di Indonesia belum dapat di-rearing. Percobaan terhadap parasit malaria untuk manusia (P. falciparum) yang penginfekksiannya menggunakan sistem membrane feeding memperoleh hasil yang belum optimal dimana persentase Anopheles yang bertahan hidup sampai hari 14 sangat rendah. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 468 Siti Nurhayati dkk

4 Tabel 1. Persentase jumlah Anopheles sp. pada hari ke pasca penggigitan mencit terinfeksi Plasmodium sp. strain dan pasase (P) tertentu dengan parasitemianya. No. percobaan Parasitemia awal Strain parasit (P) Spesies Anopheles Jumlah nyamuk gravid hari 0 Jumlah nyamuk gravid hari (persentase) Pengamatan sporozoit mikroskopis 1. 5,10% ANKA (P5) An. farauti (82,95) positif 2. 6,18% ANKA (P4) An. farauti (72,68) positif 3. 4,91% ANKA (P4) An. farauti (18,18) TD 4. 4,91% ANKA (P4) An. farauti 121` 71 (58,68) TD 5. 5,01% ANKA (P4) An. farauti (70,93) TD 6. 8,64% ANKA (P4) An. farauti (69,87) TD 7. 8,64% ANKA (P5) An. maculatus (72,58) TD 8. 9,2% ANKA (P5) An. maculatus (63,40) TD 9. 5,11% ANKA (P5) An. farauti (83,07) TD 10. 5,11% ANKA (P5) An. farauti (72,99) TD 11. 7,25% ANKA (P5) An. farauti (54,33) TD 12. 7,25% P. yoelii (P4) An. farauti (59,46) TD 13. 5,4% P. falciparum An. farauti 15 5 (33,33) TD Catatan : TD = tidak ada data Gambar 1. Tampilan mikroskopis kelenjar ludah Anopheles sp. (kiri) dan sporozoit P. Berghei (anak panah) (kanan). Selain itu, dilakukan juga uji coba pada kemampuan sporozoit hasil propagasi in vivo untuk menginfeksi mencit sehat atau disebut sebagai satu siklus mencit-nyamuk-mencit yang dilakukan dengan menggigitkan nyamuk gravid hari maupun penyuntikan isolat spororoit menunjukkan hasil yang belum optimal. Pada hari-hari hingga 1-2 bulan sesudahnya, mencit belum menujukkan adanya parasit dalam darahnya. Hasil deteksi secara molekuler juga menunjukkan hal yang sama (data tidak disajikan). Dalam penelitian ini sedang dikembangkan teknik untuk memperoleh sporozoit sebanyakbanyaknya untuk dijadikan sebagai bahan vaksin. Tabiat biologik sporozoit Plasmodium dalam vektor Anopheles sp. dimulai ketika nyamuk mengambil makanan berupa darah terinfeksi yang mengandung parasit tahap seksual (mikrogamet) yang kemudian melakukan eksflagelasi dalam beberapa menit dan melebur dengan makrogamet untuk membentuk satu zigot diploid. Zigot bertransformasi menjadi ookinet yang menuju membran peritrofik dan lapisan sel usus (midgut). Setelah keluar dari sisi basal sel Siti Nurhayati dkk 469 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

5 midgut ookinet memasuki basal lamina dimana mereka istirahat dan bertransformasi menjadi oosist. Selanjutnya oosist mengalami beberapa pembelahan mitotik dan membentuk sporoblast. Sporozoit yang muncul dari sporoblast mulai terjadi pada hari setelah penelanan darah, merupakan perkembangan oosist dalam waktu paling lama dari siklus hidup Plasmodium. Sekali terbentuk, sporozoit aktif melalui proteolitik dan memasuki haemolymph, yakni system sirkulasi nyamuk. Jika melalui kelenjar ludah, sporozoit memasuki basal lamina dan menginvasi sel acinar dari sisi basal. Sporozoit lalu keluar sel dan berkumpul di pipa/pembuluh kelenjar ludah [14,15]. Penelitian ini berlainan dengan pengembangan vaksin untuk mencegah transmisi parasit (vaksin transmisi) yakni dengan menerapkan teknik agar sporozoit tidak dapat berkembang biak atau bertahan hidup dalam nyamuk [11]. Suatu vaksin melawan malaria menggunakan sporozoit telah menunjukkan bahwa tindakan ini dapat menyelamatkan anak-anak dari infeksi atau kematian. Vaksin diperlukan untuk menginduksi timbulnya imunitas humoral maupun seluler yang protektif terhadap penyakit malaria sehingga seseorang yang mendapat imunisasi menjadi kebal terhadap infeksi oleh P. falciparum [16]. Vaksin sporozoit dibuat dengan membiarkan nyamuk yang di-rearing di laboratorium untuk mengkonsumsi darah hewan terinfeksi malaria yang mengandung gametosit sirkular. Nyamuk dipelihara pada lingkungan yang memadai selama hari yakni selama waktu tersebut perkembangan sporozoit terjadi dalam oocyst yang menempel pada dinding usus nyamuk terinfeksi. Hal tersebut telah dilakukan dalam penelitian ini dengan perbaikan sistem dan kemampuan personil maupun peralatannya. Potensi yang penting dari tahap sporozoit dalam menstimulasi imunitas protektif dalam tubuh inang vertebrata pertama kali dilakukan pada tahun 1910 oleh Sergent dkk [17]. Mereka memvaksinasi burung melawan malaria menggunakan sporozoit sebagai immunogen. Kegiatan ini diikuti dan diperbaiki oleh Russell dkk [18] dan Richards [19]. Sedangkan Nussenzweig dkk [20] memperluas temuan tersebut untuk plasmodia mamalia dengan memproduksi untuk pertama kali suatu imunitas steril terhadap P. berghei pada mencit. Studi oleh Clyde dkk [21-23] dan Rieckman dkk [24,25] menggunakan sukarelawan manusia secara jelas menunjukkan kemanjuran vaksin sporozoit. Mereka juga menunjukkan bahwa imunitas sporozoit bukan spesifik strain dalam imunisasi dengan satu strain yang akan memicu proteksi ke strain lain. SEMINAR NASIONAL 4. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke 14-16, jumlah nyamuk yang mampu bertahan mencapai 60-80% dari jumlah awal, meskipun dua percobaan lainnya memperoleh persentase yang rendah (18 dan 54%). Sporozoit teramati di bawah mikroskop dan beberapa faktor sangat mempengaruhi hasil ini seperti kondisi fisik nyamuk dan suhu pemeliharaan. Percobaan terhadap parasit malaria untuk manusia (P. falciparum) memperoleh hasil yang belum optimal (persentase sangat rendah (33,3%). Uji coba pada satu siklus mencit-nyamuk-mencit juga menjukkan hasil yang belum baik karena belum terdeteksinya parasit dalam darah mencit pada hari-hari pasca penyuntikan atau penggigitan. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization, (2005). Initiative for Vaccine Research, State the art of vaccine research and development, 2. Hakim, L. (2001). Global Fund Malaria, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 3. Departemen Ksehatan, Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada Gunawan, S., (2000). Malaria: Epidemiologi, patogenesis dan manifestasi klinis, edited by Harijanto, Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp Anonimous. (2005). Parasite control, Nature reviews/immunology. Nature publishing group. 6. Roll Back Malaria Partnership. Global Malaria Business Plan, gmbp.html. Accessed 7 February World Health Organization / Roll Back Malaria. (2001). Malaria early warning systems concepts, indicators and partners. A framework for field research in Africa. Geneva: The organization. 8. Groth, S., Khan, B., Robinson, A., and Hendricks, J., (2001). Nuclear sciences fights malaria. Radiation and molecular techniques can play targeted roles, IAEA Bulletin 43/2/2001, Abeku, T.A., (2007). Response to malaria epidemics in Africa, Emerging Infectious Diseases 13(5), Hoffman, S.L., Goh, M.L., Luke, T.C., (2002). Protection of humans against malaria by immunization with radiation-attenuated Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 470 Siti Nurhayati dkk

6 Plasmodium falciparum, The Journal of Infectious Diseases 185, Smrkovski, LL, (1981). Progress in Malaria Vaccine Development, Phil J Microbiol Infect Dis. 10(1), Kumar, K.A., Baxter, P. Tarun, A.S., Kappe, S.H.I. and Nussenzweig, V., (2009). Conserved protective mechanisms in radiation and genetically attenuated uis3(-) and uis(4) Plasmodium sporozoites, PloS ONE 4(2), Clyde, D.F., Most, H., McCarthy, V.C., Vandenberg, J.P., (1973). Immunization of man against sporozoite-induced falciparum malaria, Am J Med Sci. 266, Talman, A., Domarle, O., McKenzie, F., Ariey, F., Robert, V., (2004). Gametocytogenesis: the puberty of Plasmodium falciparum, Malaria Journal 3, Diebner, H.H., Eichner, M., Molineaux, L., Collins, W.E., Jeffery, G.M., Dietz, K., (2002). Modelling the transition of asexual blood stages of Plasmodium falciparum to gametocytes, J. Theor. Biol. 202, Safitri, I., Vaksin Malaria Semakin Dekat?, Guru Besar dari Bagian Ilmu Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 17. Sergent, E. et al., (1980). Sur l'immunite darts le paludisme des oiseaux. Conservation in vitro des sporozoites de Plasmodium retictum. Immunite relative abtenue par inoculation de ces sporozoites. Comptrend. Acad d Sci 151, Russell, P.F. et al., (1942). Active immunization of fowls against sporozoites but not trophozoites of Plasmodium gallinaceum by injections of homologous sporozoites, J. Malar. Inst. India 4, Richards, W.H.G., (1966). Active immunization of chicks against Plasmodium gallinaceum by inactivated homologous sporozoites and erythrocytic parasites, Nature 212, Nussenzweig, R., et al., (1967). Protective immunity produced by the injection of x- irradiated sporozoites of Plasmodium berghei. Nature 216, Clyde, D.F. et al., (1973). Specificity of protection of man immunized against sporozoite-induced falciparum malaria, Am. J. Med. Sci. 266, Clyde, D.F. et al., (1973). Immunization of man against sporozoite-induced falciparum malaria, Am J Med Sci 266: Clyde, D.F. et al., (1975). Immunization of man against falciparum and vivax malaria by use of attenuated sporozoites, Am J Trop Med Hyg 24(3), Rieckmann, K.H. et al., (1974). Sporozoite induced immunity in man against an Ethiopian strain of Plasmodium falciparum. Trans R Soc Trop Med Hyg 68(3), Rieckmann, K.H. et al., (1979). Use of attenuated sporozoites in the immunization of human volunteers against falciparum malaria, Bull WHO 57(Suppl), 261. Siti Nurhayati dkk 471 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN

STUDI AWAL PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA DENGAN TEKNIK NUKLIR : PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA Plasmodium berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT

STUDI AWAL PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA DENGAN TEKNIK NUKLIR : PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA Plasmodium berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT STUDI AWAL PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA DENGAN TEKNIK NUKLIR : PENGARUH IRADIASI GAMMA PADA Plasmodium berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi,

Lebih terperinci

PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN

PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN ABSTRAK PENGARUH IRRADIASI GAMMA TERHADAP DAYA INFEKSI Plasmodium berghei PADA MENCIT. Pemanfaatan

Lebih terperinci

DAYA INFEKSI Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK YANG DIIRRADIASI SINAR GAMMA

DAYA INFEKSI Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK YANG DIIRRADIASI SINAR GAMMA DAYA INFEKSI Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK YANG DIIRRADIASI SINAR GAMMA Darlina dan Devita T. ABSTRACT THE VIRULENCE OF Plasmodium berghei ERYTHROCYTIC STAGE WHICH WAS ATTENUATED WITH GAMMA IRRADIATION.

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS IRADIASI OPTIMAL UNTUK MELEMAHKAN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK. Devita Tetriana dan Darlina 1

PENENTUAN DOSIS IRADIASI OPTIMAL UNTUK MELEMAHKAN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK. Devita Tetriana dan Darlina 1 PENENTUAN DOSIS IRADIASI OPTIMAL UNTUK MELEMAHKAN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK ABSTRACT Devita Tetriana dan Darlina 1 Malaria eradication in Indonesia is facing some problems as the increase

Lebih terperinci

DAYA INFEKTIF CAMPURAN Plasmodium berghei IRADIASI DAN NON-IRADIASI PADA MENCIT (Mus musculus)

DAYA INFEKTIF CAMPURAN Plasmodium berghei IRADIASI DAN NON-IRADIASI PADA MENCIT (Mus musculus) DAYA INFEKTIF CAMPURAN Plasmodium berghei IRADIASI DAN NON-IRADIASI PADA MENCIT (Mus musculus) Teja Kisnanto 1), Mukh Syaifudin 1), Siti Nurhayati 1), dan Gorga Agustinus 2) 1), Jakarta 2) Program Studi

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Lisa Marisa, 2009 Pembimbing I : Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

PERUBAHAN JENIS LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIIMUNISASI DENGAN PLASMODIUM BERGHEI YANG DIRADIASI

PERUBAHAN JENIS LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIIMUNISASI DENGAN PLASMODIUM BERGHEI YANG DIRADIASI PERUBAHAN JENIS LEUKOSIT PADA MENCIT YANG DIIMUNISASI DENGAN PLASMODIUM BERGHEI YANG DIRADIASI Darlina, Tur Rahardjo, dan Siti Nurhayati Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Jl. Raya Pasar

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH /' Ar11l fv\a'-af2-'al.~ CA E SA L ". {t PI r1ll1 CE: At. ELVIEN LAHARSYAH UJI AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK METANOL KAYU SECANG (CAESALPINlA SAPPAN LINN.) TERHADAP PLASMODIUM BERGHEI SECARA IN VIVO PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS IRADIASI GAMMA DALAM MELEMAHKAN Plasmodium berghei MELALUI INKORPORASI H-3 HIPOKSANTIN

UJI EFEKTIVITAS IRADIASI GAMMA DALAM MELEMAHKAN Plasmodium berghei MELALUI INKORPORASI H-3 HIPOKSANTIN UJI EFEKTIVITAS IRADIASI GAMMA DALAM MELEMAHKAN Plasmodium berghei MELALUI INKORPORASI H-3 HIPOKSANTIN Teja Kisnanto dan Mukh Syaifudin Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi-BATAN, Jakarta

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

ABSTRAK. PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei ABSTRAK PENGARUH FRAKSI AIR KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana) DAN ARTEMISININ TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei Fina Yunita, 2012 Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

STUDI HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK

STUDI HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK STUDI HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK Tur Rahardjo, Siti Nurhayati dan Dwi Ramadhani Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi-BATAN

Lebih terperinci

PROPAGASI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA LAJU DOSIS TINGGI PADA MENCIT (Mus musculus)

PROPAGASI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA LAJU DOSIS TINGGI PADA MENCIT (Mus musculus) PROPAGASI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA LAJU DOSIS TINGGI PADA MENCIT (Mus musculus) Siti Nurhayati Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN ABSTRAK PROPAGASI Plasmodium berghei IRADIASI

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

HISTOPATOLOGI HATI DAN LIMPA MENCIT PASCA IMUNISASI BERULANG DAN UJI TANTANG DENGAN Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK

HISTOPATOLOGI HATI DAN LIMPA MENCIT PASCA IMUNISASI BERULANG DAN UJI TANTANG DENGAN Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK HISTOPATOLOGI HATI DAN LIMPA MENCIT PASCA IMUNISASI BERULANG DAN UJI TANTANG DENGAN Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK Tur Rahardjo dan Siti Nurhayati Pusat Teknologi Keselamatan dan

Lebih terperinci

PENGARUH RADIASI TERHADAP PERTUMBUHAN Plasmodium falciparum STRAIN NF54 STADIUM ERITROSITIK

PENGARUH RADIASI TERHADAP PERTUMBUHAN Plasmodium falciparum STRAIN NF54 STADIUM ERITROSITIK PENGARUH RADIASI TERHADAP PERTUMBUHAN Plasmodium falciparum STRAIN NF54 STADIUM ERITROSITIK Darlina a, Harry Nugroho E.S. a, Dita M.E. b, dan Siti Nurhayati a a Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan 29 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan prosedur yang direkomendasikan oleh

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI

EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIAK KOTA PAPUA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIAK KOTA PAPUA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIAK KOTA PAPUA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2011 Angga Cesar Batubara, 2013. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan jenis penyakit tropis yang banyak dialami di negara Asia diantaranya adalah negara India, Indonesia, dan negara Asia lainnya. (Dewi, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

RESPONS HEMATOPOITIK MENCIT YANG DIINFEKSI DENGAN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK IRADIASI GAMMA

RESPONS HEMATOPOITIK MENCIT YANG DIINFEKSI DENGAN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK IRADIASI GAMMA Respons Hematopoitik Mencit yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei Stadium Eritrositik Iradiasi Gamma (Darlina) ISSN 1411 3481 ABSTRAK RESPONS HEMATOPOITIK MENCIT YANG DIINFEKSI DENGAN Plasmodium berghei

Lebih terperinci

PROLIFERASI LIMFOSIT MENCIT YANG DIIMUNISASI DENGAN Plasmodium berghei RADIASI 175 Gy

PROLIFERASI LIMFOSIT MENCIT YANG DIIMUNISASI DENGAN Plasmodium berghei RADIASI 175 Gy 148 ISSN 0216-3128 Darlina, dkk. PROLIFERASI LIMFOSIT MENCIT YANG DIIMUNISASI DENGAN Plasmodium berghei RADIASI 175 Gy Darlina, Teja Kisnanto, Wiwin Mailani Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi-BATAN

Lebih terperinci

PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK

PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK PENGARUH RADIASI GAMMA TERHADAP PROFIL PROTEIN Plasmodium berghei STADIUM ERITROSITIK Devita Tetriana*, Darlina*, Armanu**, dan Mukh Syaifudin* ) *) Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi *)Pusat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Gambaran Infeksi di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012 Nugraheni Maraelenisa Letelay 1, Ellya Rosa Delima 2 1. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012 Janice Surjana, 2014 Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg.,skm. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap

III. METODE PENELITIAN. Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap nyamuk Ae. aegypti dilakukan pada bulan Maret 2010 dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

THE AGENT OF ANTIMALARIAL ACTIVITY OF LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticum Val) RHIZOME JUICE ON SWISS MALE MICE INFECTED Plasmodium berghei

THE AGENT OF ANTIMALARIAL ACTIVITY OF LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticum Val) RHIZOME JUICE ON SWISS MALE MICE INFECTED Plasmodium berghei of THE AGENT OF ANTIMALARIAL ACTIVITY OF LEMPUYANG WANGI (Zingiber aromaticum Val) RHIZOME JUICE ON SWISS MALE MICE INFECTED Plasmodium berghei Richa Yuswantina, Agitya Resti Erwiyani, Leni Puspitasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit menjadi penyakit endemis di negara-negara tropis, salah penyertanya

Lebih terperinci

PENGAMATAN HEMATOLOGI PADA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK

PENGAMATAN HEMATOLOGI PADA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK PENGAMATAN HEMATOLOGI PADA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK Tur Rahardjo, Siti Nurhayati, dan Darlina Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN ABSTRAK

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Tumbuhan pepaya jantan a. Tumbuhan pepaya jantan b. Bunga pepaya jantan c. Simplisia bunga pepaya jantan Lampiran 3. Perhitungan hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

UJI PROFIL PROTEIN KELENJAR LUDAH Anopheles sp. TERINFEKSI P. berghei PASCA IRADIASI GAMMA DENGAN TEKNIK SDS-PAGE UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA

UJI PROFIL PROTEIN KELENJAR LUDAH Anopheles sp. TERINFEKSI P. berghei PASCA IRADIASI GAMMA DENGAN TEKNIK SDS-PAGE UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN MALARIA Uji Profil Protein Kelenjar Ludah Anopheles Sp. Terinfeksi P. Berghei Pasca Iradiasi Gamma Dengan Teknik SDS-Page Untuk Pengembangan Vaksin Malaria ISSN 1411 3481 (Devita Tetriana) UJI PROFIL PROTEIN KELENJAR

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 872 Artikel Penelitian Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 Hans Everald 1, Nurhayati 2, Elizabeth Bahar 3 Abstrak Pengobatan malaria

Lebih terperinci

PEMANDULAN Anopheles macullatus SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT MALARIA DENGAN RADIASI GAMMA Co-60

PEMANDULAN Anopheles macullatus SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT MALARIA DENGAN RADIASI GAMMA Co-60 PEMANDULAN Anopheles macullatus SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT MALARIA DENGAN RADIASI GAMMA Co-60 Siti Nurhayati*, Devita Tetriana*, Ali Rahayu** dan Budi Santoso** *) Pustek Teknologi Keselamatan dan Metrologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyebab penyakit malaria ini adalah parasit

Lebih terperinci

PARASIT MALARIA RODENSIA SEBAGAI MODEL PENELITIAN VAKSIN DENGAN TEKNIK NUKLIR

PARASIT MALARIA RODENSIA SEBAGAI MODEL PENELITIAN VAKSIN DENGAN TEKNIK NUKLIR IPTE:K: IL:M:IAH PO PULER. PARASIT MALARIA RODENSIA SEBAGAI MODEL PENELITIAN VAKSIN DENGAN TEKNIK NUKLIR Darlina Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BAT AN Jalan Lebak Bulus Raya 49. Jakarta

Lebih terperinci

Distribution Distribution

Distribution Distribution Incidence Malaria Each year Malaria causes 200-300 million cases It kills over 1 million people every year It is causes by a parasite called plasmodium (4 types) It is spread by the anopheles mosquito

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi dan pembuatan ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus

Lebih terperinci

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Dimas Aditia Gunawan, 2012 Pembimbing I : July Ivone, dr., MKK., MPd. Ked. Pembimbing II : Prof. Dr. Susy Tjahjani,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga sebagai tempat pemeliharaan

Lebih terperinci

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA Nurhadi 1,2, Soenarto Notosoedarmo 1, Martanto Martosupono 1 1 Program Pascasarjana Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Malaria 2.1.1. Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat menjadi serius dan menjadi salah satu masalah besar kesehatan dunia. 20,21 Setiap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan METODOLOGI PENELITIAN 1 Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Desa Gondanglegi Kulon terletak di sebelah selatan dari kabupaten Malang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Malaria adalah penyakit yang disebabkan infeksi parasit dari genus Plasmodium. Ada lima Plasmodium yang diidentifikasi menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Berdasarkan laporan WHO (2015), malaria merupakan penyakit infeksi parasit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI

ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP NYAMUK AEDES AEGYPTI Evelyn Susanty Siahaan, 2009 Pembimbing I : Endang Evacuasiany, Dra., Apt., MS.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. B. Waktu dan tempat penelitian Tempat penelitian desa Pekacangan, Cacaban, dan Ketosari Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap

III. METODE PENELITIAN. Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap nyamuk Ae. aegypti ini dilakukan pada bulan Maret 2010 yang meliputi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 Cheria Serafina, 2012. Pembimbing I: July Ivone, dr., M.KK., MPd.Ked. Pembimbing II : Adrian Suhendra, dr., SpPK.,

Lebih terperinci

TERHADAP MALARIAA SKRIPSI. Oleh Ina Soraya

TERHADAP MALARIAA SKRIPSI. Oleh Ina Soraya DERAJAT PARASITEMIA MENCIT BALB/c PASCA VAKSINASI KELENJAR SALIVA Anopheles aconitus SEBAGAI MODEL TRANSMISSION BLOCKING VACCINE (TBV) TERHADAP MALARIAA SKRIPSI Oleh Ina Soraya NIM 082010101072 FAKULTAS

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan timbulnya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk dan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO melaporkan 3,2 milyar orang atau hampir setengah dari populasi dunia beresiko terinfeksi malaria. 1 Kemenkes RI melaporkan angka kesakitan malaria tahun 2009

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria masih menjadi masalah kesehatan di dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit malaria telah menjangkiti 103 negara di dunia. Populasi orang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan patologi anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik dunia maupun Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Penyakit malaria adalah penyakit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi terletak di Jalan Raya Karang Tengah km 14 Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Dinas kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...viii SUMMARY... ix DAFTAR

Lebih terperinci

ABSTRAK PERAN TROMBOSIT DALAM PATOGENESIS MALARIA SEREBRAL (STUDI PUSTAKA)

ABSTRAK PERAN TROMBOSIT DALAM PATOGENESIS MALARIA SEREBRAL (STUDI PUSTAKA) ABSTRAK PERAN TROMBOSIT DALAM PATOGENESIS MALARIA SEREBRAL (STUDI PUSTAKA) Indria Melianti (0210153), 2006; Tutor I : Susy Tjahjani dr., M.Kes Tutor II : Meilinah Hidayat dr., M.Kes Malaria adalah penyakit

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Kalsium terhadap Pertumbuhan Plasmodium falciparum in Vitro

Pengaruh Pemberian Kalsium terhadap Pertumbuhan Plasmodium falciparum in Vitro Pengaruh Pemberian Kalsium terhadap Pertumbuhan Plasmodium falciparum in Vitro Verry Asfirizal 1*, Soebaktiningsih 2, Sudjari 2, Sumarno 2, Loeki E. Fitri 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang, hidup di wilayah endemis malaria dengan sekitar 250 juta orang terinfeksi malaria untuk tiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ABATE (TEMEFOS) PADA LARVA NYAMUK CULEX DI DALAM DAN DI LUAR RUANGAN

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ABATE (TEMEFOS) PADA LARVA NYAMUK CULEX DI DALAM DAN DI LUAR RUANGAN ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ABATE (TEMEFOS) PADA LARVA NYAMUK CULEX DI DALAM DAN DI LUAR RUANGAN Fanny Wiliana, 2006. Pembimbing : Susy Tjahjani, dr., M.Kes Meilinah Hidayat, dr., M.Kes

Lebih terperinci

JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN. KARYA TULIS ILMIAH OLEH: WOO XIN ZHE

JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN. KARYA TULIS ILMIAH OLEH: WOO XIN ZHE JENIS-JENIS LARVA NYAMUK DI KELURAHAN TANJUNG REJO, KECAMATAN MEDAN SUNGGAL, MEDAN. KARYA TULIS ILMIAH OLEH: WOO XIN ZHE 120100420 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 JENIS-JENIS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ANGSANA

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ANGSANA ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster YANG DI INDUKSI ALOKSAN DAN PERBANDINGANNYA DENGAN JAMU

Lebih terperinci