NAMA : TYA ANGGREINI NPM : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA AB ST R A K S I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NAMA : TYA ANGGREINI NPM : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA AB ST R A K S I"

Transkripsi

1 HUBUNG A N ANTA R A KECE M A S A N DA L A M MENG H A D A P I M AT A PE L A J A R A N MAT E M A T I K A DENG A N PR E S T A S I AK A D E M I K MAT E M A T I K A PA D A RE M A J A NAMA : TYA ANGGREINI NPM : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA AB ST R A K S I Setiap kali sering ditemui rendahnya prestasi akademik matematika. Rendahnya prestasi akademik matematika dapat dipengaruhi berbagai bermacam hal salah satunya adalah cemas terhadap matematika. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menguji sejauh mana hubungan antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik. Subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah para siswa dan siswi kelas XI pada Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Babelan Bekasi.Sampel yang digunakan pada kelas XI tersebut adalah 84 orang. Di mana pengambilan sampel dari populasi adalah dengan menggunakan Purposive Sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kuesioner tertutup dengan memberikan tanda checklist. Untuk mengukur kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika adalah dengan mengunakan skala kecemasan yang diperoleh dari komponenkomponen kecemasan yang di kemukakan oleh Dacey (2000). Sedangkan untuk melihat prestasi akademik matematika digunakan raport kelas X semester 2. Hasil penelitian ini diketahui nilai validitas dari skala kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika bergerak dari nilai 0,301 sampai dengan 0,538 dan reliabilitas sebesar 0,824. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Pearson (1-tailed) diketahui nilai koefisien korelasi sebesar r = dengan taraf signifikansi sebesar 0,022 (p < 0,05). Hal ini artinya terdapat hubungan yang negatif antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja, dimana semakin tinggi tingkat kecemasan remaja dalam menghadapi mata pelajaran matematika maka semakin rendah prestasi akademik matematika pada remaja. Kata Kunci : Kecemasan, Prestasi Akademik Matematika, S MUN (Sekolah Menengah Umum Negeri).

2 Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang telah berkembang pesat di negara-negara maju. Kemajuan ini disebabkan oleh pemfokusan negara maju pada bidang sains dan matematika. Namun penerapan bidang sains dan matematika tidak hanya dilakukan di negara-negara maju saja. Akhir-akhir ini negara-negara berkembang mulai berusaha untuk memfokuskan diri pada bidang sains dan matematika, salah satunya adalah negara Indonesia. Usaha Indonesia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada bidang sains dan matematika dapat di lihat pada pemberian pelajaran Matematika sejak dini. Hudoyo (dalam Nawangsari, 2000) berpendapat pemfokusan pelajaran matematika disebabkan matematika merupakan dasar untuk mengembangkan ilmu, sehingga mutlak diperlukan tenaga yang terampil dan pandai dalam matematika. Bila perkembangan ilmu matematika dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka akan di peroleh generasi yang berkualitas di masa yang akan datang. Namun usaha tidak selalu sama dengan yang diharapkan. Terkadang sering ditemukan banyak hambatan dalam pencapaian usaha tersebut. Hambatanhambatan itu dapat muncul dari dalam diri individu maupun dari lingkungan sekitar individu. Bila hambatanhambatan tersebut tidak segera ditanggulangi oleh pemerintah di suatu negara, terutama di negara Indonesia maka hambatan-hambatan tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada bidang matematika. Kecemasan merupakan suatu perasaan tidak nyaman yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari manusia. Hurlock (dalam Hartanti, 1997) berpendapat bahwa kecemasan merupakan sebuah ungkapan perasaan individu terhadap suatu situasi yang dapat diekspresikan melalui beberapa cara, yaitu: dengan cara yang mudah dikenali seperti kekhawatiran individu, individu menjadi mudah marah. Kecemasan terlihat dari kekhawatiran atau ketakutan individu pada hal-hal tertentu, misalnya: kecemasan pada bidang matematika. Kecemasan pada bidang matematika banyak terjadi di kalangan masyarakat, salah satunya terjadi pada remaja. Menurut Papalia (2004) periode remaja adalah periode yang

3 sudah mulai menggabungkan pengalaman yang di peroleh sebelumnya dengan tantangan saat ini dan memikirkan keadaan di masa yang akan datang. Santrock (2003) mengatakan masa remaja disebut juga masa pemantapan identitas diri atau masa masa-masa strom and stress, atau masa up and down. Bila pada periode ini remaja tidak memiliki kemantapan dalam dirinya maka akan menimbulkan kecemasan di dalam dirinya. Bila ketidakmantapan tersebut terjadi pada pelajaran matematika maka remaja tersebut akan mengalami kecemasan terhadap pelajaran mateamtika. Kecemasan remaja dalam menghadapi matematika dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu faktor inteligensi, faktor di dalam diri remaja dan faktor lingkungan. Ellis (dalam Alsa, 1984) mengatakan bahwa kecemasan pada remaja disebabkan oleh adanya tingkat inteligensi yang berbeda pada diri remaja. Hal ini dijelaskan oleh Zeidner (1998) kecemasan seseorang terhadap pelajaran matematika dikarenakan kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika. Kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika disebabkan oleh inteligensi siswa dalam pelajaran matematika, siswa yang memiliki inteligensi tinggi akan cenderung lebih tertarik dan akan lebih evaluatif terhadap pelajaran matematika sedangkan siswa yang memiliki inteligensi rendah akan kurang tertarik dan kurang evaluatif terhadap pelajaran matematika (Zeidner, 1998). Ketertarikan siswa dan siswi dalam pelajaran matematika berbeda-beda, di mana siswa pria lebih tertarik dalam pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa wanita sehingga siswa wanita lebih mudah cemas dalam menghadapi matematika dibandingkan dengan siswa pria (Yoenanto dalam Nawangsari, 2000). Sedangkan menurut Hudoyo (dalam Nawangsari, 2000), kecemasan siswa dalam pelajaran matematika dipengaruhi oleh pengalaman belajar matematika yang diterima siswa di masa lampau. Namun berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Nawangsari (2001) terhadap siswa kelas 1 Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 19 Surabaya terlihat bahwa 81 % kecemasan siswa terhadap

4 pelajaran matematika dipengaruhi oleh self-efficacy belief siswa atau keyakinan diri siswa dan expectancyvalue siswa atau harapan siswa terhadap suatu keberhasilan. Keyakinan diri dan harapan terhadap keberhasilan dalam mata pelajaran matematika ditunjukkan bahwa 59% siswa wanita lebih yakin terhadap diri dan memiliki harapan yang besar terhadap keberhasilan dalam mata pelajaran matematika sedangkan 41% untuk siswa pria (Nawangsari, 2001). Oleh karena itu dapat diartikan bahwa siswa pria lebih cemas jika dibandingkan dengan siswa wanita. Bila kecemasan pada pelajaran matematika terus berlanjut dalam satu periode atau satu semester maka dapat mempengaruhi prestasi akademik matematika pada remaja. Prestasi akademik matematika remaja baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 1999 melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat delapan (tingkat II Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)) Indonesia (dari Benua Asia) jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara dengan skor 403 (Setyono, 2005). Setyono (2005) mengatakan bahwa Negara yang menduduki rangking 1 dari 38 Negara diduduki oleh Negara Singapura (dari Benua Asia) dengan skor 604 sedangkan Negara yang menduduki rangking 38 dari 38 negara adalah Negara Afrika selatan (dari Benua Afrika) dengan skor 275 sehingga dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia (dari Benua Asia) termasuk salah satu Negara yang prestasi siswanya dalam pelajaran matematika menduduki posisi yang rendah. Rendahnya prestasi disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengatasi masalah secara komprehensif atau secara partial (hanya sebagian) dalam pelajaran matematika. Selain itu, belajar siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa terhadap konsep matematika sangat lemah (Arjuna, 1999). Pemahaman terhadap konsep matematika sangat dipengaruhi oleh kemampuan intelegensi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sorenson (dalam Alsa, 1984) mengenai kemampuan inteligensi yang

5 minim pada remaja wanita dalam pelajaran-pelajaran matematika, aljabar, geometri, dan sains dapat menyebabkan rendahnya prestasi akademik belajar matematika pada remaja wanita. Sebaliknya pada remaja pria kemampuan inteligensi dalam pelajaran-pelajaran matematika, aljabar, geometri, dan sains sangat besar sehingga prestasi belajar matematika remaja pria lebih tinggi dibandingkan dengan remaja wanita. Hal ini sesuai dengan pengetesan inteligensi terhadap 7000 siswa-siswi sekolah menengah umum yang dilakukan oleh Sorenson (dalam Alsa, 1984) di mana hasil pengetesan inteligensi siswa pria adalah siswa pria memiliki inteligensi yang lebih baik dalam pelajaran matematika, aljabar, geometri, dan sains, sedangkan siswa wanita memiliki inteligensi yang lebih baik dalam bahasa asing, pengertian verbal dan hal-hal ekspresi pada umumnya. Hal senada terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Stipek dan Granlinski (dalam Thompson, 2007) pada keberhasilan remaja wanita dan remaja pria dalam pelajaran matematika, ternyata remaja wanita memiliki urutan keberhasilan yang rendah atau berada di bawah kesuksesan remaja pria dalam pelajaran matematika. Pelajaran matematika sering menimbulkan kecemasan pada diri remaja dan mempengaruhi prestasi akademik belajar matematika. Hal ini dikarenakan adanya anggapan yang salah pada remaja terhadap pelajaran matematika. Remaja beranggapan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang dapat meningkatkan harga diri remaja dihadapan masyarakat. Namun pada kenyataaanya banyak remaja yang tidak terlalu dapat memahami konsep matematika yang telah diberikan di sekolah. Sehingga pada saat remaja mengikuti tes matematika tanpa persiapan sebelumnya, terlihat bahwa remaja mengalami kecemasan yang berpengaruh pada rendahnya nilai yang dihasilkan remaja pada pelajaran matematika atau rendahnya prestasi akademik matematika pada remaja. K.T. Hill dan Sarason (dalam Nawangsari, 2000) melaporkan hasil studi longitudinal yang intensif pada 700 siswa Sekolah Dasar di mana siswa akan memperoleh nilai

6 matematika yang rendah ketika diberikan tes matematika tanpa ada pemberitahuan sebelumnya yang membuat siswa menjadi tidak siap, hal ini dikarenakan oleh situasi dan suasana tes yang membuat mereka cemas. Sebaliknya, para siswa ini memperlihatkan nilai yang lebih baik jika berada pada kondisi yang lebih optimal, dalam arti unsur-unsur yang membuat siswa berada dibawah tekanan dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa tersebut menguasai materi matematika yang diujikan tapi gagal memperlihatkan kemampuan mereka yang sebenarnya karena kecemasan yang melanda siswa saat mengerjakan soal-soal. Sehingga kecemasan pada saat mengikuti tes matematika akan mempengaruhi prestasi akademik matematikanya. Kecemasan menghadapi pelajaran matematika tidak hanya disebabkan oleh situasi dan suasana tes. Namun kecemasan pada pelajaran matematika disebabkan pula oleh faktor lain, salah satunya adalah guru di mana faktor tersebut dapat mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa. Hal ini sesuai dengan Nawangsari (2000) laporan dari hasil pengamatannya pada seluruh siswa-siswi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) Surabaya, kecemasan siswa dalam menghadapi matematika akan berpengaruh dengan prestasi akademiknya. Di mana 53 % dipengaruhi oleh materi pelajaran yang di anggap sulit, kemudian di susul 26 % dipengaruhi oleh fasilitas yang kurang memadai dan 23 % dipengaruhi oleh cara mengajar yang sulit dipahami (Nawangsari, 2000). Berdasarkan Latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dihasilkan sebuah rumusan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja? Tujuan Penelitian Penulis ingin menguji hubungan antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja.

7 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Berdasarkan hasil data dalam penelitian ini terlihat bahwa terdapat hubungan negatif antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan terutama yang berkaitan prestasi akademik matematika pada remaja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan data empiris yang telah teruji secara ilmiah mengenai ratarata terdapat kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika pada siswa dan siswi kelas XI di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Babelan Bekasi berada pada taraf sedang, dimana kecemasan tersebut mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa dan siswi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi peneliti-peneliti lain yang berminat di bidang yang sama. 2. Manfaat Praktis Dari hasil penlitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja. Pada penelitian ini kecemasan siswa dan siswi dalam menghadapi mata pelajaran matematika berada pada taraf sedang ini berarti bahwa siswa dan siswi rata-rata memiliki kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika sehingga diharapkan siswa dan siswi dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika. Cara mengurangi kecemasan itu dapat dilakukan dengan memperbanyak mengerjakan latihan-latihan matematika, memperdalam materimateri yang telah diberikan oleh guru matematika, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu memberikan

8 informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah, guru dan seluruh masyarakat agar dapat memberikan stimulus-stimulus yang berkaitan dengan matematika dan menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang efektifitas belajar matematika sehingga menumbuhkan rasa senang didalam diri siswa saat belajar matematika. Bila kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika berkurang diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi akademik matematika. Kecemasan Crow dan Crow (dalam Hartanti, 1997) mengemukakan bahwa kecemasan adalah sesuatu kondisi kurang menyenangkan yang di alami oleh individu yang dapat mempengaruhi keadaan fisiknya. Senada dengan yang dikemukakan oleh Crow dan Crow, menurut Soehardjono (1988) kecemasan adalah manifestasi dari gejala-gejala atau gangguan fisiologik seperti : gemetar, banyak keringat, mual, sakit kepala, sering buang-buang air, palpitasi (debaran atau berdebar-debar). Menurut Rathus (dalam Nawangsari, 2001) kecemasan didefinisikan sebagai keadaan psikologis yang ditandai oleh adanya tekanan, ketakutan, kegalauan dan ancaman yang berasal dari lingkungan. Sementara itu menurut Zakiyah Derajat (dalam Hartanti, 1997) kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur aduk, yang terjadi ketika individu sedang mengalami tekanan perasaan atau frustasi dan pertentangan batin atau konflik. Sedangkan menurut Nawangsari (2000) kecemasan adalah suatu kondisi yang tidak menyenangkan meliputi rasa takut, rasa tegang, khawatir, bingung, tidak suka yang sifatnya subjektif dan timbul karena adanya perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi. Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan kumpulan dari berbagai kondisi fisiologis dan psikologis sehingga

9 menimbulkan berbagai macam reaksi di dalam diri individu, seperti : gemetar, banyak keringat, mual, sakit kepala, palpitasi, rasa takut, rasa tegang, khawatir, binggung, dan lain sebagainya. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Freud (dalam Soehardjono,1988) mengutarakan kecemasan dapat terjadi karena keadaan seperti berikut : a. Kehilangan orang yang dicintai, seperti : kehilangan seorang guru yang di cintai. b. Konflik yang tidak terselesaikan antara kebutuhan untuk pemuasan instinktual dan keadaan lingkungan melarang pemuasan tersebut. Jersild dari Ahli Konstitusi mengatakan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh faktor konstitusi individu. Menurut Freud dari Ahli Psikoanalisis, kecemasan merupakan akibat dari hasil konflik antara dorongan instingtual yang ingin mencari kepuasan dengan kekuatan represi untuk menghambat dorongan yang muncul. Sementara itu Calvin S. Hall dari Ahli Kultural mengatakan bahwa kecemasan di pandang sebagai ekspresi langsung dari pengaruh sosio-kultural. Mowrer dari Ahli Teori Belajar mengatakan kecemasan dipengaruhi oleh pola belajar Conditioning dengan adaptasi yang salah serta didasarkan pada pembentukkan Conditioned Reflex. Jersild dari Ahli Konstitusi (ahli yang meneliti tentang sifat alamiah yang dimiliki oleh setiap individu), Freud dari Ahli Psikoanalisis, Calvin S. Hall dari Ahli Kultural dan Mowrer dari Ahli Teori Belajar bersepakat untuk menggabungkan pendapat masing-masing, menjadi dua faktor yang mempengaruhi kecemasan (dalam Soeharjono, 1988), yaitu: a. Mikrokosmos (keadaan diri individu) 1) Sifat dasar konstitusi individu sejak lahir yang meliputi : emosi, tingkah laku dan proses berfikir individu. 2) Keadaan biologi individu seperti : jenis kelamin.

10 3) Perkembangan individu yang dapat dilihat dari usia individu. b. Makrokosmos (keadaan lingkungan) 1) Orang tua atau keluarga dirumah. 2) Sekolah (kelas), tetangga, teman-teman. 3) Masyarakat, meliputi : keadaan sosial, budaya, lingkungan agama, dan sebagainya. Berdasarkan kedua pendapat yang dikemukakan oleh Freud (dalam Soehardjono,1988) dan penggabungan pendapat dari Jersild dari Ahli Konstitusi (ahli yang meneliti tentang sifat alamiah yang dimiliki oleh setiap individu), Freud dari Ahli Psikoanalisis, Calvin S. Hall dari Ahli Kultural dan Mowrer dari Ahli Teori Belajar (dalam Soeharjono, 1988) dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan lingkungan di mana keadaan itu dapat dilihat pada lingkungan sekolah terutama di dalam kelas, atau karena kehilangan orang yang dicintai misalnya: guru, orang tua, teman dan lain sebagainya, selain itu dipengaruhi pula oleh keadaan didalam diri individu seperti keadaan biologi individu seperti : jenis kelamin, dan dapat pula dipengaruhi oleh perkembangan individu yang dapat dilihat dari usia individu, selain itu dapat pula disebabkan oleh konflik yang tidak dapat terselesaikan antara kebutuhan untuk pemuasan instinktual individu dengan keadaan lingkungan melarang pemuasan yang dinginkan oleh individu. Komponen-Komponen Kecemasan Menurut Dacey (2000) dalam mengenali gejala kecemasan dapat di tinjau melalui tiga komponen, yaitu : a. Komponen Psikologis : berupa kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, cepat terkejut. b. Komponen Fisiologis : berupa jantung berdebar, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi

11 (mudah emosi), respon kulit terhadap aliran galvanis (sentuhan dari luar) berkurang, gerakan peristaltik (gerakan berulang-ulang tanpa disadari) bertambah, gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatik atau fisik (sensorik), gejala Respiratori (pernafasan), gejala Gastrointertinal (pencernaan), gejala Urogenital (perkemihan dan kelamin). c. Komponen Sosial : sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh individu di lingkungannya. Perilaku itu dapat berupa: tingkah laku (sikap) dan gangguan tidur. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan oleh Dacey (2000) bahwa dalam mengenali gejala kecemasan dapat di lihat dari tiga komponen. Di mana ke tiga komponen tersebut adalah komponen psikologis, komponen fisiologis dan komponen sosial. Dampak Kecemasan Menurut Hartanti (1997) kecemasan akan membawa individu mengantisipasi situasi ketakutan yang tak berbahaya, membesar-besarkan bahaya atau risiko sehingga dapat menghambat kegiatan individu dalam menjalani kehidupannya. Sementara itu menurut Horney (dalam Soeharjono, 1988), individu yang mengalami kecemasan akan terusmenerus membentuk defens (pertahanan) di dalam dirinya untuk melawan lingkungan yang di anggap tidak adil dan kejam terhadap dirinya. Perlawanan yang dilakukan oleh individu terhadap lingkungannya akan membuat individu semakin tidak mempunyai kekuatan untuk mengubahnya, dan dapat melemahkan kemampuannya dalam menumbuhkan kepercayaan pada dirinya. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Hartanti (1997) dan Horney (dalam Soeharjono, 1988) mengenai dampak kecemasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak kecemasan adalah sebuah perlawanan yang dilakukan oleh individu terhadap sesuatu yang dapat membuat individu cemas, di

12 mana bila individu terus-menerus melakukan perlawanan pada kondisi ini maka kegiatan individu akan terganggu, individu akan merasa tidak berdaya untuk merubah kondisi tersebut, dan individu menjadi kurang percaya pada kemampuan yang dimilikinya. Prestasi Akademik Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana siswa telah mencapai sasaran belajar, inilah yang disebut sebagai prestasi akademik. Winkel (dalam Christantie, 2007) mengatakan bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahanperubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi akademik yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi akademik siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar. Menurut Poerwodarminto (dalam Wahyuningsih, 2004), yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh individu. Sedangkan prestasi akademik itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan di catat dalam buku rapor sekolah. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh Winkel (dalam Christantie, 2007) dan Poerwodarminto (dalam Wahyuningsih, 2004) maka dapat di tarik kesimpulan mengenai pengertian prestasi akademik yaitu suatu cara yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil-hasil belajar siswa yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan di catat dalam buku prestasi siswa atau buku rapor siswa di sekolah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Menurut Suryabrata (1998) ; Riyanti, Prabowo dan

13 Puspitawati (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal: b. Faktor Internal Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi akademik. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1) Faktor fisiologis Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera, yaitu: a) Kesehatan badan Untuk dapat menempuh studi yang baik, siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur. b) Pancaindera Berfungsinya pancaindera merupakan syarat berlangsungnya belajar yang baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari

14 melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya di dalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi akademiknya di sekolah. 2) Faktor psikologis Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa, antara lain adalah : a) Inteligensi Pada umumnya, prestasi akademik yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi akademik seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi akademik yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi akademik yang tinggi dan begitu pula sebaliknya. b) Sikap Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam

15 menampilkan prestasi akademiknya. c) Motivasi Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. c. Faktor Eksternal Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain di luar diri yang dapat mempengaruhi prestasi akademik yang akan diraih, antara lain adalah: 1) Faktor lingkungan keluarga a) Sosial ekonomi keluarga Sosial ekonomi keluarga yang memadai akan membuat seseorang lebih banyak kesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah. b) Pendidikan orang tua Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anakanaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah. c) Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak

16 langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis. 2) Faktor lingkungan sekolah a) Sarana dan prasarana Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti : papan tulis, kapur atau spidol yang dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain itu bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar. b) Kompetensi guru dan siswa Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan siasia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang dapat menimbulkan rasa keingintahuan yang besar, hubungan dengan guru dan temantemannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, siswa akan terdorong untuk terusmenerus meningkatkan prestasi akademiknya. c) Kurikulum dan metode mengajar Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pembelajaran yang lebih interaktif (terjadi melalui dua arah) sangat diperlukan

17 untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. 3) Faktor lingkungan masyarakat a) Sosial budaya Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar. b) Partisipasi terhadap pendidikan Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Pengukuran Prestasi Akademik Menurut Suryabrata (1998) rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu. Azwar (1996) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu : a. Penilaian berfungsi selektif (Fungsi Sumatif) Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian berfungsi untuk membantu guru

18 mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa, misalnya : 1) Memilih siswa yang akan diterima di sekolah. 2) Memilih siswa untuk dapat naik kelas. 3) Memilih siswa yang seharusnya dapat beasiswa. b. Penilaian berfungsi diagnostik Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki. c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (Placement) Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan nilai rapor SMU kelas I menentukan jurusan studi di kelas II dan III. d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (Fungsi Formatif) Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut. Raport biasanya menggambil nilai dari angka 1 sampai dengan 10, terutama pada siswa SD sampai SMU, tetapi dalam kenyataan nilai terendah dalam rapor yaitu 4 dan nilai tertinggi 9. Nilai-nilai di bawah 5 berarti tidak baik atau buruk, sedangkan nilainilai di atas 5, seperti: nilai 6 dikategorikan cukup, untuk

19 nilai 7 dikategorikan lebih dari cukup, untuk nilai 8 dikategorikan baik, dan untuk nilai 9 dikategorikan sangat baik. Mata Pelajaran Matematika Hudoyo (dalam Yoenanto, 2002) mendefinisikan mata pelajaran matematika adalah sebagai bidang ilmu yang berkenaan dengan ide-ide, strukturstruktur dan hubungan-hubungan yang di atur secara logis, sehingga pelajaran matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan dengan penalaran deduktif. Nawangsari (2000) mendefinisikan mata pelajaran matematika sebagai suatu bidang ilmu yang membahas ide-ide, hubungan-hubungan, struktur-struktur yang berkaitan dengan konsep secara abstrak dan berguna dalam kehidupan seharihari. Menurut Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau di singkat dengan GBPP SLTP (dalam Nawangsari, 2001) yang di maksud dengan mata pelajaran matematika adalah matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang amat pesat baik materi maupun kegunaannya. Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran matematika adalah sebuah bidang ilmu yang paling mendasar dari kehidupan seharihari manusia di mana ilmu tersebut berkenaan dengan ide-ide, hubungan-hubungan dan strukturstruktur berkaitan dengan konsepkonsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan telah diatur secara logis. Dimensi Mata Pelajaran Matematika Dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Lanjut Tingkat Pertama atau di singkat dengan GBPP SLTP (dalam Nawangsari, 2001) mengatakan bahwa didalam mata pelajaran matematika terdapat 4 dimensi, yaitu: a. Mata pelajaran matematika meliputi terjadinya proses

20 belajar mengajar yaitu berupa sebuah kegiatan yang terintegrasi (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar, dalam suasana yang bersifat pengajaran. b. Mata pelajaran matematika di sekolah terdiri atas bagianbagian matematika yang di pilih guna menumbuh kembangkan kemampuankemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpandu pada perkembangan ilmu dan teknologi. c. Mata pelajaran matematika berkenaan dengan materi yang memerlukan kegiatan berfikir yang berhubungan dengan struktur lebih tinggi di mana hal itu telah terbentuk dari apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Artinya bahan pelajaran matematika harus bermakna agar sesuai dengan kemampuan dan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik. d. Mata pelajaran matematika memerlukan penggunaan metode instruksional. Remaja Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode-periode perkembangan sebelumnya. Dalam periode ini apa yang diperoleh dalam masa-masa sebelumnya, di uji dan dibuktikan sehingga dalam periode selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang lebih mantap. Periode remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa awal, periode remaja dikelompokkan menjadi dua fase yaitu: fase remaja awal dan fase remaja akhir (Riyanti, Prabowo dan Puspitawati, 1996). Masa remaja adalah masa dimulainya perkembangan kognitif yang mengarah pada pemikiran operasional formal yang lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Pemikiran remaja tidak lagi berupa pengalaman konkret saja namun remaja sudah dapat membangkitkan situasi-situasi

21 khayalan, kemungkinankemungkinan hipotesis atau dalildalil dan penalaran yang benarbenar abstrak (Santrock, 2003). Menurut Papalia (2004) periode remaja adalah periode yang sudah mulai mengabungkan pengalaman yang di peroleh sebelumnya dengan tantangan saat ini dan memikirkan keadaan di masa yang akan datang. Dari beberapa definisi remaja yang diberikan oleh para ahli dapat di tarik kesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja merupakan masa awal dari pembentukan proses pemikiran operasional yang lebih abstrak. Sehingga pada masa ini, remaja sudah mulai membandingkan antara pengalaman di masa lalu dengan keadaan di masa sekarang dan mulai memikirkan masa yang datang. Batasan Usia Periode remaja dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan individu khususnya dalam pembentukan kepribadian. Masa remaja dibagi dua bagian yaitu (1) periode remaja awal (early adolescence), yaitu berkisar antara umur tahun, dan periode remaja akhir, yaitu umur 17 tahun sampai dengan 18 tahun (Puspitawati, 1996). Bedasarkan teori perkembangan kognitif Piaget (dalam Santrock, 2003) masa remaja dimulai pada usia 11 tahun sampai dengan 15 tahun, dalam usia ini remaja sudah dapat berfikir secara operasional formal. Masa remaja atau pubertas adalah proses menuju kedewasaan seksual atau kesuburan (kemampuan untuk reproduksi), pada periode ini selain perkembangan fisik diikuti pula dengan perkembangan kognitif, sosial, otonomi, harga diri, dan keintiman dalam hubungan seksual (Papalia, 2004). Menurut Papalia (2004) masa remaja dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : remaja awal dimulai dari usia tahun, remaja madya dimulai dari usia 13 tahun sampai dengan 18 tahun dan remaja akhir dimulai

22 dari usia 18 tahun sampai dengan 21 tahun. Dari uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa usia remaja adalah dimulai dari 11 tahun sampai dengan 21 tahun. Karakteristik Remaja Periode remaja adalah periode pemantapan identitas diri. Pengertiannya akan siapa aku yang dipengaruhi oleh pandangan orang-orang sekitarnya serta pengalaman-pengalaman pribadinya akan menentukan pola perilakunya sebagai orang dewasa. Pemantapan identitas diri ini tidak selalu mulus, tetapi sering melalui proses yang panjang dan bergejolak. Oleh karena itu, banyak ahli menamakan periode ini sebagai masa-masa strom and stress, atau masa up and down (Santrock, 2003). Remaja adalah seorang idealis, remaja memandang dunianya seperti apa yang diinginkannya, bukan sebagaimana adanya. Remaja suka mimpi-mimpi yang membuatnya marah, cepat tersinggung atau frustasi. Selain itu, oleh keluarga dan masyarakat remaja di anggap sudah menginjak dewasa sehingga remaja diberi tanggung jawab yang sama dengan seorang yang sudah dewasa. Remaja mulai memperhatikan prestasi dalam segala hal, karena ini memberinya nilai tambah untuk kedudukan sosialnya di antara teman sebaya maupun orang-orang dewasa. Hubungan antara Kecemasan Menghadapi Mata Pelajaran Matematika dengan Prestasi Akademik Matematika pada Remaja Masa remaja dapat dikatakan sebuah masa peralihan antara masa anak-anak menuju ke masa dewasa. Menurut Santrock (2003) Masa remaja merupakan masa dimulainya perkembangan kognitif yang mengarah pada pemikiran operasional formal yang lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Pemikiran remaja tidak lagi berupa pengalaman konkret saja namun remaja sudah dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan

23 hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak. Selain itu masa remaja disebut pula sebagai masa strom and stress, atau masa up and down (Santrock, 2003). Bila pada masa ini remaja menemui hambatan dalam bidang tertentu maka hambatan tersbut akan membuat remaja menjadi cemas. Menurut Crow dan Crow (dalam Hartanti, 1997) kecemasan adalah sebuah kondisi yang kurang menyenangkan yang di alami oleh individu yang dapat mempengaruhi keadaan fisiknya. Berdasarkan gabungan dari pendapat Jersild dari Ahli Konstitusi (ahli yang meneliti tentang sifat alamiah yang dimiliki oleh setiap individu), Freud dari Ahli Psikoanalisis, Calvin S. Hall dari Ahli Kultural dan Mowrer dari Ahli Teori Belajar (dalam Soeharjono, 1988) faktor yang mempengaruhi remaja menjadi cemas yaitu faktor Mikrokosmos (keadaan diri individu) seperti keadaan biologi individu seperti : jenis kelamin, dan dapat pula dipengaruhi oleh perkembangan individu yang dapat dilihat dari usia individu dan faktor Makrokosmos (keadaan lingkungan) lingkungan sekolah atau lingkungan kelas. Menurut Dacey (2000) dalam mengenali gejala kecemasan dapat ditinjau melalui tiga komponen, yaitu : komponen psikologis (afektif atau perasaan) yang dapat menimbulkan kecemasan adalah kegelisahan, gugup, tegang, cemas, rasa tidak aman, takut, cepat terkejut), komponen fisiologis (jantung berdebar, keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah meninggi, respon kulit terhadap aliran galvanis berkurang, gerakan peristaltik bertambah, gejala somatik atau fisik (otot), gejala somatik atau fisik (sensorik), gejala Respiratori (pernafasan), gejala Gastrointertinal (pencernaan), gejala Urogenital (perkemihan dan kelamin)) dan komponen sosial (tingkah laku (sikap) dan gangguan tidur). Kecemasan tersebut dapat pula terjadi pada remaja yang mendapatkan materi pelajaran matematika. Menurut Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau di singkat dengan GBPP SLTP (dalam Nawangsari, 2001) yang di maksud dengan mata pelajaran matematika adalah matematika sebagai salah satu

24 ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang amat pesat baik materi maupun kegunaannya. Sedangkan Nawangsari (2000) mendefinisikan mata pelajaran matematika sebagai suatu bidang ilmu yang membahas ideide, hubungan-hubungan, strukturstruktur yang berkaitan dengan konsep secara abstrak dan berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dari kedua pendapat dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau di singkat dengan GBPP SLTP (dalam Nawangsari, 2001) dan Nawangsari (2000) dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika merupakan suatu bidang ilmu yang di dalamnya membahas mengenai ide-ide, hubunganhubungan, struktur-struktur yang berkaitan dengan konsep secara abstrak dan berguna dalam kehidupan sehari-hari, di mana bidang ilmu tersebut saat ini sudah berkembang pesat. Berkembangnya bidang ilmu matematika merupakan sebuah kabar yang baik untuk kemajuan Negara. Di mana siswa-siswinya akan menjadi lebih pandai lagi dalam pelajaran matematika. Namun bagi siswa materi pelajaran matematika merupakan materi pelajaran yang sulit (Nawangsari, 2000). Bila kesulitankesulitan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh siswa dengan baik maka akan menimbulkan kecemasan di dalam diri siswa saat menghadapi pelajaran matematika. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Math Anxiety Quesstionairre (MAQ) yang dikembangkan oleh Wigfield (dalam Nawangsari, 2000) pada seluruh siswa siswi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) Surabaya terdapat reaksi negatif dalam diri remaja saat menghadapi pelajaran matematika, reaksi yang ditunjukkan oleh remaja ketika menghadapi pelajaran matematika adalah rasa tidak suka, kurang percaya diri, gelisah, khawatir, takut dan frustasi. Kecemasan saat menghadapi mata pelajaran matematika dapat pula terjadi pada siswa dan siswi yang duduk dibangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), hal ini dapat dipengaruhi oleh semakin kompleksnya perhitungan matematika di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

25 (SLTA). Hal ini sebagaimana yang telah dikatakan oleh Loughin ( dalam Nawangsari, 2000) dimana semakin tinggi tingkat kelas maka semakin kompleks perhitungan matematikanya dan bila siswa tidak mampu memahami perhitungan yang lebih dasar maka siswa akan cemas pada pelajaran matematika di tingkatan kelas berikutnya. Bila keadaan cemas sering muncul dalam pelajaran matematika dalam satu kurun waktu atau dalam satu semester maka akan dapat mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa. Winkel (dalam Christantie, 2007) mengatakan bahwa prestasi akademik adalah proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi akademik yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi akademik siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar. Menurut Suryabrata (1998) dan Puspitawati (1996) hal-hal yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa adalah faktor internal seperti kesehatan badan dan faktor eksternal seperti sarana dan prasarana sekolah. Pelajaran-pelajaran yang biasanya diberikan penilaian salah satunya adalah prestasi akademik matematika. Prestasi akademik matematika siswa di Indonesia saat ini sangat menurun hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 1999 terhadap siswa tingkat delapan tingkat II Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), di mana Negara Indonesia (dari Benua Asia) termasuk salah satu Negara yang prestasi matematika siswanya menduduki posisi yang rendah (Setyono, 2005). Rendahnya prestasi tersebut dikarenakan oleh kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika (Arjuna, 1999). Bila kondisi tersebut terus berlanjut maka akan menimbulkan kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika di mana secara tidak

26 langsung dapat juga mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa. Melihat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas maka dapat dilihat bahwa kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika dapat mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa. Hal ini terlihat dari dua faktor yang menyebabkan kecemasan yaitu keadaan diri individu dan keadaan lingkungan, di mana bila faktor-faktor tersebut sering muncul pada saat siswa menghadapi pelajaran matematika maka hal ini dapat mengangu kegiatan siswa dalam belajar matematika, siswa pun akan merasa kurang percaya pada kemampuannya dalam pelajaran matematika. Bila hal ini terjadi dalam satu semester maka akan dapat berpengaruh terhadap prestasi akademik matematika siswa. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik yaitu faktor internal seperti kesehatan badan dan faktor eksternal seperti sarana dan prasarana sekolah. Bila faktor-faktor tersebut sering muncul pada siswa dalam menghadapi pelajaran matematika maka dapat mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa, di mana semakin tingginya kecemasan dalam menghadapi pelajaran matematika maka semakin rendah prestasi akademik matematika siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nawangsari (2000) di mana siswa yang mengalami kecemasan pada pelajaran matematika akan mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa, hal ini dipengaruhi oleh materi pelajaran yang dianggap sulit, kemudian disusul oleh fasilitas kelas yang kurang memadai dan cara mengajar guru yang sulit dipahami oleh siswa. Sehingga saat siswa menghadapi pelajaran matematika, siswa akan mengalami kecemasan dan bila hal ini terjadi dalam satu kurun waktu maka akan mempengaruhi prestasi akademik matematika siswa. Senada dengan penelitian Nawangsari (2000), penelitian yang dilakukan oleh Sarason (dalam Nawangsari, 2000) terhadap 700 siswa-siswi SLTP di Amerika pada tahun 1996 didapatkan korelasi yang negatif antara skor kecemasan pada pelajaran matematika dengan prestasi

27 akademik matematika siswa, di mana korelasi tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat kecemasan siswa SLTP pada pelajaran matematika akan semakin tinggi prestasi akademik matematika atau semakin tinggi tingkat kecemasan siswa SLTP pada pelajaran matematika akan semakin rendah prestasi akademik matematika. Hipotesis Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka terlihat jelas bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja, dimana semakin tinggi tingkat kecemasan remaja dalam menghadapi mata pelajaran matematika maka semakin rendah prestasi akademik matematika pada remaja. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian VariabelPrediktor: Kecemasan Menghadapi Mata Pelajaran Matematika Variabel Kriterium:Prestasi Akademik Matematika B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kecemasan Menghadapi Mata Pelajaran Matematika : Suatu bentuk ungkapan perasaan cemas yang dipengaruhi faktor psikologis dan faktor fisiologis, yang sering dialami oleh setiap individu dalam kehidupan seharihari dalam hal-hal yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, struktur-struktur atau segala sesuatu yang berhubungan dengan pembahasan tentang matematika. Alat yang digunakan untuk mengukur kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika adalah Skala Kecemasan yang didapatkan dari gejala-gejala kecemasan yang dikemukakan oleh Dacey di mana gejala-gejala kecemasan tersebut di bagi menjadi 3 komponen yaitu : komponen psikologis, komponen fisiologis dan komponen sosial. 2. Prestasi Akademik Matematika: Suatu pengukuran yang bertujuan untuk menilai sebuah hasil dari

28 proses belajar matematika yang dilakukan oleh remaja dalam satu kurun waktu tertentu untuk melihat pemahaman remaja mengenai konsep-konsep abstrak, simbolsimbol yang telah diberikan oleh para pendidik. Alat yang digunakan untuk mengukur prestasi akademik matematika remaja adalah dengan melihat nilai rapor remaja yang dihasilkan pada akhir semester. C. Populasi dan Sampel Popolasi dan sampel yang digunakan dalam pengambilan data adalah dengan menggunakan Purposive Sampling, di mana teknik Purposive Sampling ini adalah teknik penentuan sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sample untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2008). Populasi yang digunakan dalam peneltian ini adalah para siswa dan siswi kelas XI pada Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Babelan Bekasi. Pengambilan populasi siswa dan siswi kelas XI dilakukan karena ingin melihat tingkat kecemasan pada siswa dan siswi kelas XI sebelum mendapatkan perhitungan matematika yang terlalu kompleks dikelas berikutnya. Hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Loughin ( dalam Nawangsari, 2000) dimana semakin tinggi tingkat kelas maka semakin kompleks perhitungan matematikanya dan bila siswa tidak mampu memahami perhitungan yang lebih dasar maka siswa akan cemas pada pelajaran matematika ditingkatan kelas berikutnya. Sampel yang digunakan pada kelas 2 tersebut adalah 100 orang. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam mengukur tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi mata pelajaran matematika adalah dengan menggunakan metode kuesioner tertutup dengan memberikan tanda checklist. Kuesioner tertutup dengan tanda checklist ini adalah suatu daftar yang berisi tentang aspek-aspek yang akan diukur (Riduwan, 2008). Pengukuran prestasi akademik matematika dilakukan dengan melihat nilai rapor siswa dan siswi pada pelajaran matematika.

29 1. Skala Kecemasan Skala kecemasan yang digunakan dalam penelitian ini di peroleh dari komponen-komponen kecemasan yang di kemukakan oleh Dacey (2000), yaitu : komponen psikologis, komponen fisiologis dan komponen sosial. Komponen-komponen inilah yang akan dijadikan acuan atau dasar pengukuran dalam penelitian ini yang selanjutnya akan dikembangkan menjadi item-item yang akan diberikan kepada responden untuk dijawab oleh responden. Tabel 1. Distribusi item Skala kecemasan Komponen Kom To pone Favorabe Unfav tal N n l orabel o. 1. Kom 1,2,3,4,5, 31,32, pone 6,7, 33,34 20 n 8,9,10 35,36, Psiko 37,38, logis 39,40 2. Kom 11,12,13, 41,42, pone 14,15,16, 43,44 20 n 17,18,19, 45,46, Fisiol 20 47,48 ogis 49,50 3. Kom 21,22,23, 51,52, pone 24,25, 53,54 20 n 26,27,28, 55,56, Sosia 29,30 57,58 l 59,60 Total Prestasi Akademik Prestasi akademik di peroleh dengan menggunakan nilai raport terakhir pada pelajaran matematika. E. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data Pada penelitian ini digunakan validitas dan reliabilitas yang bertujuan untuk menilai keakuratan dari alat-alat pengumpulan data. 1. Validitas Menurut Azwar (1997), validitas adalah sejauh mana

30 ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur (alat tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud yang dikenakan dalam tes tersebut. Cara mendapatkan validitas dengan menggunakan teknik total korelasi item (korelasi product-moment). Untuk batasan validitas item yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan oleh peneliti dengan koefisien validitas sebesar 0,3 (Azwar, 2008). 2. Reliabilitas Menurut Azwar (1997), reliabilitas adalah pengukuran terhadap suatu alat tes di mana hasil ukurnya dapat terpercaya sehingga bila alat tes tersebut digunakan dalam beberapa kali pengukuran akan menghasilkan nilai yang relatif sama. Cara mendapatkan reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach. Pada penelitian ini, batas koefisien realibilitas yang akan digunakan yaitu sebesar 0,7, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Azwar (2008) F. Teknik Analisa Data Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah Product Moment Correlation Coeffient Pearson, di mana data yang akan di analisis adalah data yang di peroleh dari skala kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dikorelasikan dengan data nilai raport siswa dalam mata pelajaran matematika. BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Sebelum penelitian ini dimulai, awalnya peneliti melakukan persiapan administrasi yang berupa surat keterangan permohonan izin dari pihak kampus (Universitas Gunadarma) untuk melakukan penelitian ke SMUN 1 Babelan Bekasi,

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Prestasi Belajar 1.1.1 Pengertian Belajar Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil

Lebih terperinci

MENGELOLA KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MENGELOLA KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGELOLA KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA P 12 Arief Budi Wicaksono 1 M. Saufi 2 1,2 Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta 1 aryev96math@gmail.com 2 Saufi_yondaime@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENGARUH KECEMASAN SISWA PADA MATEMATIKA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

PENGARUH KECEMASAN SISWA PADA MATEMATIKA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PENGARUH KECEMASAN SISWA PADA MATEMATIKA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA Mutiatus Solikah Universitas Negeri Surabaya Email : mutiatussolikah@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1. Prestasi Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatannya yaitu belajar. Hal ini dikarenakan belajar merupakan suatu

Lebih terperinci

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : Amila Millatina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

MENGELOLA KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MENGELOLA KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGELOLA KECEMASAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Abstract The anxiete is one of attitudes which has big Influence when we getthe learnings,the auxiety is also able to happen because the phy sicology

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Adapun variabel-variabel penelitian yang akan diperhitungkan dalam analisis data guna pengujian hipotesis adalah sebagai berikut : 1. Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu bangsa akan tertinggal dari bangsa lain apabila pendidikan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang di isi subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 67 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah satunya, rasa ini timbul akibat perasaan terancam terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya dan mampu mengembangkan kemampuan intelektual yang mereka miliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL hhh HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG JURNAL Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

PENGARUH KECEMASAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 13 BANJARMASIN 1

PENGARUH KECEMASAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 13 BANJARMASIN 1 ISSN 2442-3041 Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 1, No. 3, September - Desember 2015 STKIP PGRI Banjarmasin PENGARUH KECEMASAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 13 BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

BAB III METODE PENELITIAN. secara objektif (Notoatmodjo, 2005). mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi dan Kesehatan. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yang merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. maju apabila rakyatnya memiliki pendidikan yang tinggi dan berkualitas,

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. maju apabila rakyatnya memiliki pendidikan yang tinggi dan berkualitas, BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Suatu negara dan bangsa akan menjadi negara dan bangsa yang maju apabila rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 58 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif korelasional, jenis ini bertujuan untuk melihat apakah antara dua variabel atau lebih memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana variasi pada satu atau lebih faktor lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga badan akan terasa segar dan sehat. Banyak macam olah raga yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu individu yang telah memasuki masa dewasa muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 tahun (Hurlock

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman saat ini, penguasaan lebih dari satu bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman saat ini, penguasaan lebih dari satu bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan jaman saat ini, penguasaan lebih dari satu bahasa telah menjadi aspek yang sangat penting. Sebagai bangsa yang membuka diri terhadap kemajuan global,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN LINGKUNGAN BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI 142/1 SENGKATI KECIL. Oleh: SUHADA NIM A1D109190

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN LINGKUNGAN BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI 142/1 SENGKATI KECIL. Oleh: SUHADA NIM A1D109190 ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN LINGKUNGAN BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI 142/1 SENGKATI KECIL Oleh: SUHADA NIM A1D109190 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya di RT 02 RW 06

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya di RT 02 RW 06 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya di RT 02 RW 06 Kelurahan Isola yang berjumlah 61 orang. Peneliti menggunakan teknik sampling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi 1. Deskripsi Data Deskripsi data merupakan penjabaran dari data yang diteliti dan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam

BAB III METODE PENELITIAN. dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yang analisisnya dengan data numerikal (Angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identitas Variabel Variabel merupakan suatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda, menurut (Sugioyo, 2001), variabel

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika

Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika Statistika, Vol. 7 No., 5 3 Nopember 007 Konsep Dasar Pengajaran Remedial untuk Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Peserta Didik dalam Mempelajari Statistika Yunia Mulyani Azis Tenaga Pengajar di

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dan sikap ibu-ibu rumah tangga dilakukan di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kecemasan siswa yang menghadapi ujian nasional pada siswa SMAN 1 Makale di Tana Toraja dengan siswa SMAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

ARIS RAHMAD F

ARIS RAHMAD F HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID Oleh: Ardiles Delta Asmara 1) Dra. Indira Chanum, M.Psi. 2) Sjenny A. Indrawati, Ed.D. 3) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kuantitatif, seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (006. 1) bahwa penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Subjek Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya barat, tepatnya di Jalan Manukan Wasono. SMK ini berjumlah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dapat dikatakan cukup rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation Development Programme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Sebagian besar manusia pernah mengalami kecemasan yang sangat besar atau melampaui akal sehat hingga merasa tidak sanggup menghadapi dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan

Lebih terperinci

ALBERT GULTOM, NIM : PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN TEMBUNG T.A 2016/2017.

ALBERT GULTOM, NIM : PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN TEMBUNG T.A 2016/2017. ABSTRAK ALBERT GULTOM, NIM : 1133111002 PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 101771 TEMBUNG T.A 2016/2017. SKRIPSI. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, 2017.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan prestasi belajar. Prestasi itu sendiri dapat dibagi menjadi dua yaitu prestasi yang ditinjau dari bidang akademik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI Variabel-Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3. METODOLOGI Variabel-Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 28 3. METODOLOGI Pada bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini, dari operasionalisasi variabel masalah penelitian, penetapan populasi dan pemilihan sampel, tipe dan desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk siap menjadi tenaga terampil dan pandai matematika melalui penerapan

BAB I PENDAHULUAN. untuk siap menjadi tenaga terampil dan pandai matematika melalui penerapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang telah berkembang pesat di negara-negara maju. Matematika dianggap penting karena menjadi dasar ilmu dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional Variabel

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional Variabel BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel 1. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosi 2. Variabel Tergantung : Stres Akademik 1. Kecerdasan Emosi B. Definisi Operasional Variabel Kecerdasan emosi sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dan Identifikasi Variabel Pendekatan penelitian ini menganalisa data dengan menggunakan angka-angka, rumus atau model matematis, atau biasa disebut pendekaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. 1 Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. 1 Setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. 1 Setiap manusia dari berbagai lapisan dapat mengalaminya, termasuk remaja SMA. 2,3 Penyebab stres pada

Lebih terperinci

Oleh :Mustika Makalalag

Oleh :Mustika Makalalag LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ANALISIS TINGKAT KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA (suatu studi penelitian pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Sangtombolang) Oleh :Mustika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif yang analisisnya dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Modern ini permasalahan dan problem hidup yang dihadapi individu semakin kompleks. Setiap kehidupan manusia tidak luput dari berbagai masalah yang dihadapinya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan merupakan suatu proses untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci