Bab 2. Landasan Teori. dalam sebuah novel tidaklah harus seorang pahlawan tetapi sebagai salah satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2. Landasan Teori. dalam sebuah novel tidaklah harus seorang pahlawan tetapi sebagai salah satu"

Transkripsi

1 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Tokoh dalam sebuah cerita memegang peran yang penting untuk menceritakan sebuah cerita. Seperti yang dikatakan Ishihara (2009: 42) bahwa seorang pahlawan dalam sebuah novel tidaklah harus seorang pahlawan tetapi sebagai salah satu karakter yang disebut karakter utama. Jadi boleh dikatakan bahwa jika tidak ada tokoh maka sebuah cerita tidak dapat diceritakan, karena tokoh dalam sebuah cerita berperan sebagai pelaku dan pembawa cerita. Tokoh dalam cerita tentu mempunyai karakter dan sifat-sifat sesuai dengan cerita yang dimainkan, tokoh juga mempunyai posisi dalam sebuah cerita tergantung dimana ia ditempatkan, hal inilah yang disebut dengan penokohan. Jadi secara garis besar, istilah tokoh menunjuk pada orangnya atau pelaku ceritanya. Sedangkan penokohan berarti lebih luas daripada tokoh, hal ini juga sering disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, seperti yang dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro (2007: 165) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Stanton dalam Nurgiyantoro (2007: 165) mengungkapkan bahwa penggunaan istilah karakter (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah pada dua arti yang berbeda, yaitu tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165), tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu naratif atau drama yang oleh pembaca 8

2 disimpulkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan serta pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca atau penonton. Nurgiyantoro (2002: 173) mengungkapkan mengenai tokoh dan tema dimana sebagai unsur utama sebuah karya fiksi, tokoh dan tema juga saling berhubungan erat. Apabila sebuah tokoh dimasukkan ke dalam sebuah tema tertentu yang tidak relean, maka tokoh itu tidak akan bisa disampaikan kepada penonton. Jika dipaksakan, maka akan terjadi keanehan dalam sebuah cerita yang membuat kisanya terasa janggal dan tidak bisa diterima masyarakat. Oleh sebab itu, biasanya penulis akan memilih karkter yang sesuai dengan temanya. Nurgiyantoro (2007: 177) juga mengungkapkan bahwa tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan kedalam jenis penamaan berdasarkan dari sudut dimana penamaan itu dilakukan. Misalnya saja pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tak sama. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terusmenerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Tokoh ini disebut sebagai tokoh utama cerita (central charter atau main character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Karena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan 9

3 dengan tokoh-tokoh lain, tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Dalam pembagiannya, tokoh memiliki banyak bagiannya, namun pada dasarnya setiap drama akan memiliki tokoh utama, tokoh pembantu, tokoh antagonis dan tokoh protagonis. Tokoh-tokoh ini yang akan saling beradu secara emosional sehingga menimbulkan perasaan ikut terhanyut ke dalamnya, yang membuktikan bahwa tokoh tersebut terasa relevan dengan penonton Teknik Cakapan Menurut Nurgiyantoro (2007: 201) dalam sebuah karya drama atau film, seorang tokoh tidak hanya digambarkan dengan karakter yang ia punya saja tetapi kita juga bisa mengenal lebih dalam tentang karakter seorang tokoh berdasarkan tutur kata dan gaya bahasa yang ia lakukan. Teknik ini mengajarkan kita untuk mengetahui watak tokoh berdasarkan dialog yang ada dalam suatu karya. Isi dialog itulah yang menuntun kita pada karakter tokoh Teknik Tingkah Laku Jika teknik cakapan lebih membahas tentang hal verbal dari suatu tokoh maka teknik tingkah laku akan lebih membahas tentang tindakan yang bersifat non verbal. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dipandang menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap yang mencerminkan sikap-sikap tokoh tersebut (Nurgiyantoro, 2007: 203). 10

4 2.2 Konsep Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun. Masa remaja diawali oleh datangnya pubertas, yaitu proses bertahap yang mengubah kondisi fisik dan psikologis seorang anak menjadi seorang dewasa. Menurut Santrock (2003:26), saat ini banyak ahli perkembangan yang mengambarkan remaja menjadi dua bagian. Bagian pertama disebut masa remaja awal yang kira-kira dimulai pada umur 12 tahun dan pada masa ini, banyak perubahan tentang pubertas yang terjadi. Bagian kedua disebut masa remaja akhir yang kira-kira dimulai setelah berusia 15 tahun. Minat pada karir, pacaran dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata terlihat pada masa ini. Selain itu Santrock (2003:31) menjelaskan tentang sebuah istilah yang disebut masa pemuda. Masa pemuda adalah sebuah istilah dari Kenneth Kenniston untuk masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa yang merupakan masa ketidakpastian ekonomi dan pribadi. Masa ini bisa berlangsung antara 2 sampai 8 tahun, atau bahkan bisa lebih lama lagi. Ada banyak teori menjelaskan tentang psikologi remaja. Salah satunya adalah teori tingkah laku dan belajar sosial. Teori tingkah laku atau yang disebut behaviorisme merupakan suatu teori yang diungkapkan oleh B.F.Skinner. Menurut Skinner dalam Santrock (2003:52), perkembangan adalah tingkah laku. Karena perkembangan yang dipelajari dan seringkali berubah tergantung dari pengalaman yang didapatkan dilingkungannya. Maka dengan mengatur kembali apa yang sudah dipelajari dalam lingkungannya akan membawa dampak besar dalam perkembangan dirinya. Selain itu, teori belajar sosial yang diungkapkan oleh Albert Bandura juga ada kaitannya dengan teori tingkah laku tersebut. Menurut Santrock (2003:52) teori 11

5 belajar sosial adalah pandangan psikolog yang menekankan tingkah laku, lingkungan dan kognisi sebagai faktor utama dalam perkembangan. Menurut Bandura, ketika seorang belajar untuk mengobservasi tingkah laku, pikiran dan perasaan orang lain maka secara tidak sengaja maka ia pun akan melakukan hal yang sama. Jadi secara garis besar, observasi merupakan suatu bagian yang penting dari perkembangan Konsep Remaja Jepang Remaja Jepang sama seperti remaja pada umumnya dimana mereka masih dalam tahap pencarian jati diri. Remaja yang masih berjuang untuk mencari jati diri disebut moratorium. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Takeuchi (2004:61), sebagai berikut: 青年期はモラトリアムを脱し 職業選択から自律性獲得と自我同一性達成に至る大きな発達的移行期である 青年は職業選択作業を遂行する途上で自己の同一性に 出会う 発達過程をたど Terjemahan: Remaja seharusnya keluar dari status moratoriumnya, dan melangkah menuju tahap dimana mereka dapat mencapai otonomi mereka sendiri dan masuk kedalam perkembangan transisi berikutnya termasuk bertugas menemukan pekerjaan atau menemukan jalan menuju karir yang diinginkan. Selain itu, salah satu perbedaan yang menonjol antara remaja jepang dengan remaja pada umumnya adalah menyangkut masalah kebebasan. Contohnya seperti remaja di Amerika yang menjadi dewasa dengan cara hidup bebas mandiri dan meninggalkan rumah orang tuanya. Tetapi di Jepang sebaliknya, menjadi dewasa bukan berarti harus meninggalkan rumah orang tua. 2.3 Konsep Kenakalan Remaja Istilah kenakalan remaja menurut Santrock (2003:519) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial (misalnya bersikap berlebihan di sekolah) hingga tindakan kriminal. Dari hal tersebut dapat 12

6 disimpulkan bahwa seorang remaja melakukan tindakan yang diterima secara sosial dikarenakan mereka ingin membuat masyarakat tidak memandang rendahnya. Dia pun merasa bahwa dia berhak untuk dihargai dan dihormati selayaknya orang dewasa. Dryfoos dalam Santrock (2003:519) membedakan kenakalan remaja untuk alasan hukum menjadi dua bagian, yaitu a. Pelanggaran indeks adalah tindak kriminal seperti perampokan, tindak penyerangan, perkosaan, dan pembunuhan. b. Pelanggaran status adalah tindakan seperti melarikan diri, membolos, minum minuman keras dibawah usia yang diperbolehkan, seks bebas, dan anak yang tidak dapat dikendalikan. Selain itu Gunarsa (2010:19-22) juga membedakan kenakalan remaja menjadi dua bagian, yaitu a. Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam undangundang sehingga sulit untuk digolongkan sebagai pelanggaran hukum, contohnya: - membohong - membolos - kabur dari rumah - pergi sendiri atau berkelompok tanpa tujuan sehingga mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif - memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain - bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk - berpesta pora semalaman tanpa adanya pengawasan - membaca buku porno dan kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sopan 13

7 - pelacuran - berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau memakai obat-obat terlarang - menyontek b. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku, contohnya: - perjudian - pencurian - penggelapan barang - penipuan dan pemalsuan - pembunuhan - pelanggaran tata susila - penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang Selain klasifikasi hukum, banyak tingkah laku yang dianggap merupakan suatu kenakalan yang dimasukkan dalam penggolongan tingkah laku abnormal. Santrock (2003: ) menjelaskan adanya suatu istilah yang disebut gangguan tingkah laku. Gangguan tingkah laku (conduct disorder) adalah istilah diagnosa psikiatri yang digunakan apabila sejumlah tingkah laku seperti membolos, melarikan diri, melakukan pembakaran, bersikap kejam kepada binatang, membobol dan masuk tanpa izin, perkelahian yang berlebihan, dan lain-lain muncul dalam kurun waktu 6 bulan. Bila tiga atau lebih tingkah laku tersebut muncul sebelum usia 15 tahun dan anak atau remaja tersebut dianggap tidak dapat diatur atau diluar kendali, diagnosis klinisnya adalah gangguan tingkah laku. Apabila tingkah laku yang lebih lanjut membuat seorang remaja melakukan perbuatan ilegal, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai pelaku kenakalan. Pemakaian obat-obatan terlarang yang saat ini sudah terjadi semenjak remaja juga 14

8 merupakan suatu kenakalan remaja. Karena dengan menggunakan obat-obat terlarang maka akan memicu remaja tersebut berbuat suatu tindakan ilegal. Menurut Santrock (2003: ) ada beberapa alasan yang menjadi pemicu kenakalan tersebut terjadi, yaitu: a. Identitas peran yang gagal didapatkan oleh seorang remaja sehingga ia melakukan kenakalan tersebut. b. Seorang remaja yang gagal untuk mengembangkan kontrol yang esensial yang sudah dimiliki oleh orang lain dalam proses pertumbuhan menjadikan ia gagal untuk mengontrol dirinya sendiri. c. Adanya tingkah laku antisosial yang didapat sejak usia dini merupakan dampak yang serius dengan kenakalan yang dilakukan saat remaja nanti. d. Harapan orang tua dan orang-orang disekelilingnya terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah yang tinggi menjadikan seorang remaja terkadang melawan dengan keinginan orang tuanya. Kebanyakan pelaku kenakalan merupakan remaja dengan nilai pendidikan yang rendah dan kemampuan verbal yang juga kurang. e. Pengaruh orang tua terhadap anaknya juga memberikan peran yang besar terhadap perkembangan anaknya. Apabila orang tua jarang memperhatikan anaknya, maka besar kemungkinan si anak melakukan kenakalan di luar. f. Pengaruh teman sebaya merupakan peran yang besar juga. Memiliki temanteman yang juga melakukan tindakan kenakalan akan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kejahatan juga. g. Status sosial yang rendah juga memiliki peranan yang penting untuk pemicu kenakalan terjadi. 15

9 h. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal pun memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan seorang remaja. Ada banyak teori tentang kenakalan remaja. Salah satunya adalah teori asosiasi diferensial. Teori asosiasi diferensial adalah teori yang dikemukan oleh Edward H. Sutherland. Menurutnya penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda. Kejahatan seperti pada perilaku pada umumnya merupakan sesuatu yang dipelajari (Maryati, 2001: 122). Teori Sutherland sebenarnya lebih komplek daripada ini, tetapi pada dasarnya ia mengatakan bahwa penyimpangan adalah sesuatu yang dipelajari. Sutherland menekankan bahwa kelompok-kelompok dimana kita bergaul memberikan kita pesan mengenai penyimpangan. Kita dapat menerima pesan yang bertentangan tetapi pada akhirnya kita akan memilih salah satunya. Hasil akhirnya adalah suatu ketidak seimbangan yang menyebabkan kita melakukan suatu hal menyimpang (Henslin, 2007: 152). Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku kenakalan adalah perilaku yang dipelajari secara negatif, berarti perilaku kenakalan bukanlah sesuatu yang diwariskan. Kenakalan ini dipelajari berdasarkan interaksi dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang terdekat seperti orang tua dan saudara sekandung. Apabila seorang remaja mempunyai interaksi negatif antar saudara sekandungnya maka pengaruh negatif pun akan ada dalam perkembangan remaja tersebut. Selain itu proses kenakalan dipelajari dari kelompok pertemanan yang sudah akrab. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari meliputi teknik melakukannya, motif atau dorangan serta alasan pembenar terhadap sikapnya. Proses mempelajari perilaku menyimpang yang dilakukan remaja menyangkut seluruh mekanisme yang lazim terjadi dalam proses belajar. Terdapat stimulus- 16

10 stimulus seperti: keluarga yang kacau, depresi, dianggap berani oleh teman dan sebagainya merupakan sejumlah eleman yang memperkuat respon. Jadi secara garis besar kenakalan yang dilakukan seorang remaja masih merupakan hal wajar dalam batasan tertentu Konsep Kenakalan Remaja Jepang Kenakalan remaja pun banyak terjadi di Jepang. Menurut Foljanty-Jost (2003: 2-14) ada bermacam-macam jenis kenakalan remaja, seperti: a. Ijime (penindasan kepada orang lain) b. Membolos c. Pelacuran d. Penggunaan obat-obatan terlarang e. Tindak kekerasan kepada orang lain f. Pembunuhan g. Pemerkosaan h. Bousouzoku (sebutan untuk geng kendaraan bermotor) i. Pencurian, termasuk pencurian kendaraan dan pencurian di toko j. Merokok k. Minum minuman keras l. Menonton video atau film berbau pornografi m. Penipuan Hal ini diungkapkan juga oleh Ogino (2005: 25-27) bahwa kenakalan di Jepang dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: a. Kriminalitas remaja adalah remaja yang berusia 14 tahun keatas tetapi kurang dari 20 tahun yang melakukan kriminalitas, termasuk di dalamnya yang tidak 17

11 hanya mendapatkan hukuman pidana tetapi seluruh kejahatan yang hukumannya merupakan tindak pidana. Seperti pembunuhan, pencurian, tindak kekerasan, perampokkan, dan lain-lain b. Remaja berusia di bawah 14 tahun dengan tuduhan berkelakuan buruk, yaitu remaja yang berusia di bawah 14 tahun yang melakukan tindak kejahatan. Tetapi karena usianya maka mereka tidak dikenai hukuman pidana. Mereka hanya dimasukkan ke pusat rehabilitasi anak. c. Kejahatan yang cenderung dilakukan remaja adalah remaja yang memiliki kejahatan yang cenderung dilakukan yang tidak merupakan kejahatan menurut hukum pidana, tetapi yang cenderung dianggap melakukan tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana yang akan membentuk kepribadian mereka di masa depan. Contohnya: pergi dari rumah tanpa alasan yang jelas, berkomunikasi dengan orang yang melakukan kriminalitas, pergi ke tempattempat untuk orang dewasa, memiliki kecenderungan ke arah tindakan yang merugikan moralitas sendiri atau orang lain seperti berulang kali melecehkan gadis muda atau terlibat dalam hubungan seksual yang tidak sah, dan lain-lain. Menurut Yoder ada banyak penyebab kenakalan tersebut terjadi, antara lain: a. masalah yang terjadi antara orang tua dan remaja. Menurut Yoder (2004: 3) kenakalan banyak terjadi di struktrur keluarga yang lemah, remaja-remaja itu banyak ditemukan berasal dari keluarga yang kurang disiplin, kurangnya pengawasan dari orang tua dan kurangnya komunikasi antar orang tua dan anak. Orang tua modern yang terlalu membatasi masalah sosial anaknya sehingga mengakibatkan si anak membuat lingkungan pergaulan sendiri yan memiliki level rendah. 18

12 b. Masalah pendidikan dan akademik. Hood dalam Yoder (2004: 4) menjelaskan hal ini sebagai tekanan yang didapatkan orang muda untuk memberikan yang terbaik di pendidikan yang mereka tempuh. Laporan tentang tingkat kenakalan remaja yang sangat tinggi terjadi kepada mereka yang mengalami masalah di sekolah. Seperti mereka yang mendapatkan hasil nilai akademik yang rendah dan mereka yang gagal untuk menyelesaikan pendidikan sekolahnya. c. Penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan anak muda sebagai jalan keluar dari tekanan yang dirasakan anak muda. d. Masalah pertemanan di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Yoder (2004: 37-38), biasanya remaja yang memiliki latar belakang sosial keluarga dan nilai akademik yang sama akan menjadi bagian dari grup yang sama. Langkah pertama dari remaja untuk melakukan sesuatu yang sesuai atau tidak dengan aturan yang ada akan dimulai dari mereka duduk di bangku SMP. Mereka akan mulai membentuk suatu kelompok yang akan berlanjut terus menerus sampai mereka lulus. Biasanya akan diberikan aturan dalam kelompok tersebut. Anggota yang tidak menuruti aturan tersebut akan dijauhkan dan apabila lebih parah mereka akan melakukan ijime kepada teman mereka sendiri. e. Perbedaan status sosial yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggal mereka. 2.4 Teknik Montase Istilah montase berasal dari perfilman yang berarti memotong-motong, memilahmilah, serta menyambung-nyambung gambar sehingga menjadi kesatuan yang utuh. 19

13 Teknik montase di dalam bidang perfilman digunakan untuk memperlihatkan antar hubungan atau asosiasi gagasan. Sehingga pada dasarnya, teknik montase mengambil sebuah kegiatan yang terdapat pada sebuah film, menggabungkannya dan membentuk kesatuan yang utuh sehingga mampu dimengerti oleh orang umum. Teknik montase juga sering digunakan untuk menciptakan suasana melalui serangkaian impresi dan observasi yang diatur secara tepat. Teknik ini digunakan dalam penyajian eka cakap dalaman karena pikiran-pikiran yang susul-menyusul di dalamnya kadang kala tidak selalu berada dalam urutan logis, seperti kebingungan dan kekesalan yang mungkin timbul dalam diri penonton dalam merasakan kekacauan dalam diri tokoh. Teknik montase pun bisa menyajikan kesibukan latar atau suatu kekalutan. Melalui teknik ini dapat direkam sikap kaotis yang menguasai kehidupan kota besar yang dirasakan oleh penghuninya (Minderop 2005: 153). 20

Bab 2. Landasan teori. Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Erikson dalam Hurlock

Bab 2. Landasan teori. Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Erikson dalam Hurlock Bab 2 Landasan teori 2.1 Konsep Remaja Jepang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri. Erikson dalam Hurlock (1999 : 208), megemukakan: Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Secara umum, persahabatan mengacu pada hubungan dyadic yang dekat dengan

Bab 2. Landasan Teori. Secara umum, persahabatan mengacu pada hubungan dyadic yang dekat dengan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Persahabatan Secara Umum Secara umum, persahabatan mengacu pada hubungan dyadic yang dekat dengan beberapa teman ( Hetherington & Parke, 1999 : 64 ). Esensi dari persahabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Ditinjau dari segi ilmu bahasa, kata psikologi berasal dari kata psyche yang

Bab 2. Landasan Teori. Ditinjau dari segi ilmu bahasa, kata psikologi berasal dari kata psyche yang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Psikologi Ditinjau dari segi ilmu bahasa, kata psikologi berasal dari kata psyche yang diartikan jiwa dan kata logos yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Karena itu kata

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Konsep keluarga, menurut Elliot & Bogardus dalam Khairuddin (1997) tidak hanya

Bab 2. Landasan Teori. Konsep keluarga, menurut Elliot & Bogardus dalam Khairuddin (1997) tidak hanya Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Keluarga Jepang Konsep keluarga, menurut Elliot & Bogardus dalam Khairuddin (1997) tidak hanya menjangkau orang-orang yang menikah dan mempunyai ikatan darah. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG BAB XII PERILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Banyak faktor atau sumber yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Kata psikologi berasal dari Yunani yang merupakan gabungan dari kata psyche yang

Bab 2. Landasan Teori. Kata psikologi berasal dari Yunani yang merupakan gabungan dari kata psyche yang Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Psikologi Kata psikologi berasal dari Yunani yang merupakan gabungan dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Karena itu psikologi bisa diartikan sebagai

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Menurut Davies dan Osamu Ikeno (2002:95), giri merupakan kunci dalam

Bab 2. Landasan Teori. Menurut Davies dan Osamu Ikeno (2002:95), giri merupakan kunci dalam Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Giri( 義理 ) Menurut Davies dan Osamu Ikeno (2002:95), giri merupakan kunci dalam memahami konsep budaya Jepang dan karakteristik tertentu pola perilaku di antara masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

a. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja bersifat Amoral/ Asosial yang terjadi di SMPN 2 Sumbergempol

a. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja bersifat Amoral/ Asosial yang terjadi di SMPN 2 Sumbergempol A. Temuan Penelitian Berdasarkan paparan dan analisis data diatas maka diperoleh temuan data sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Remaja Di SMPN 2 Sumbergempol a. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan dalam

BAB 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan dalam BAB 2 Landasan Teori Pada bab ini, penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan dalam menganalisis penyakit hiperseksual yang diderita oleh tokoh Yuriko Hirata. 2.1. Teori Penokohan Menurut

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Setiap cerita pasti memiliki tokoh karena tokoh merupakan bagian penting dalam

Bab 2. Landasan Teori. Setiap cerita pasti memiliki tokoh karena tokoh merupakan bagian penting dalam Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Setiap cerita pasti memiliki tokoh karena tokoh merupakan bagian penting dalam suatu cerita. Menurut Nurgiyantoro (2012), penokohan adalah pelukisan gambaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Ikumen Moteki (2011: 7) menjelaskan bahwa istilah Ikumen berasal dari permainan kata seperti halnya Ikemen. Moteki memberikan definisinya mengenai Ikumen sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Ada pepatah dalam bahasa Inggris berbunyi, A friend in need is a friend indeed,

Bab 2. Landasan Teori. Ada pepatah dalam bahasa Inggris berbunyi, A friend in need is a friend indeed, Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Persahabatan Secara Umum Ada pepatah dalam bahasa Inggris berbunyi, A friend in need is a friend indeed, yang mengandung makna bahwa seorang sahabat akan hadir di saat-saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mitra tutur, ungkapan yang digunakan responden disesuaikan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mitra tutur, ungkapan yang digunakan responden disesuaikan dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Dari analisa data yang diperoleh dari kuisoner yang diberikan kepada responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam mengungkapkan penolakan terhadap

Lebih terperinci

FAJAR DWI ATMOKO F

FAJAR DWI ATMOKO F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUENSI PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang Bab 5 Ringkasan Pada umumnya orang sering menyebutkan bahwa orang Jepang suka bekerja keras, suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang disebut juga dengan shuudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini dunia pendidikan sedang berkembang, banyak sekolah-sekolah yang berdiri dengan kegiatan-kegiatan yang menarik untuk mendukung proses belajar siswa mereka, namun

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Masyarakat Jepang yang Berhubungan dengan Amae ( 甘え )

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Masyarakat Jepang yang Berhubungan dengan Amae ( 甘え ) Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Masyarakat Jepang yang Berhubungan dengan Amae ( 甘え ) Konsep masyarakat Jepang bersifat tidak logis dan lebih intuitif, kenyataan ini berhubungan erat dengan besarnya pengaruh

Lebih terperinci

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu Kenakalan Remaja 1 Definisi Kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres No. 6/1977

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Istilah hikikomori ditemukan oleh seorang psikolog Jepang yang bernama Saito

Bab 2. Landasan Teori. Istilah hikikomori ditemukan oleh seorang psikolog Jepang yang bernama Saito Bab 2 Landasan Teori 2.1. Konsep Hikikomori Istilah hikikomori ditemukan oleh seorang psikolog Jepang yang bernama Saito Tamaki ( Janti, 2006:189). Saito dalam Janti (2006: 189) menjelaskan bahwa gejala

Lebih terperinci

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada penulisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Masyarakat Jepang yang Berhubungan dengan Hikikomori Dalam sistem kerja tradisional di Jepang yang mencerminkan sikap umum orang Jepang terhadap kualifikasi pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang indah. Banyak hal yang terjadi dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Suatu proses masa yang semua anak manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003). 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa dimana seorang manusia mengalami peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini setiap remaja meninggalkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTER DAN KONFLIK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BOCCHAN KARYA NATSUME SOUSEKI. Mei Ambar Sari*

ANALISIS KARAKTER DAN KONFLIK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BOCCHAN KARYA NATSUME SOUSEKI. Mei Ambar Sari* ANALISIS KARAKTER DAN KONFLIK TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BOCCHAN KARYA NATSUME SOUSEKI Mei Ambar Sari* Abstrak Novel Bocchan karya Natsume Souseki merupakan salah satu novel yang masih banyak dibaca oleh

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. kelompok dimana mereka berada dalam masyarakat, terutama tempat dimana

Bab 2. Landasan Teori. kelompok dimana mereka berada dalam masyarakat, terutama tempat dimana Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Shuudanshuugi ( 集団祝儀 ) Orang Jepang pada umumnya cenderung memiliki ketertarikan yang kuat terhadap kelompok dimana mereka berada dalam masyarakat, terutama tempat dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Novel Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika belum pernah dijadikan objek penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penulis memberikan

Lebih terperinci

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi. Lampiran 1 Soal Pre Test Terjemahkan kedalam bahasa jepang! 1. Anda boleh mengambil foto. ~てもいいです 2. Mandi ofuro Sambil bernyanyi. ~ ながら 3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam

Bab 1. Pendahuluan. semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Belakangan ini makin dirasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Kenyataan yang dihadapi dewasa ini adalah bahwa selain ahli-ahli bahasa, semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa peralihan ini akan terjadi perubahan-perubahan pada diri remaja seperti fisik, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Delinkuent

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Delinkuent BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Delinkuent 1. Definisi Perilaku Delinkuent Delinkuent (delinquency) berasal dari bahasa Latin delinquere, yang diartikan terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peserta didik merupakan aset suatu negara yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa yang diperlukan untuk melanjutan sistem pemerintahan demi memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nurgiyantoro (2013:259) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL 1. Teori Asosiasi Diferensial (differential association Theory) Teori ini dikembangan oleh Edwin Sutherland pada tahun 1930-an,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tak lepas dari interaksi berupa komunikasi antara manusia satu dan manusia lainnya. Pembelajar bahasa Jepang sebagai pelaku komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Meraih Gelar S1 Psikologi Oleh : Diah Peni Sumarni F 100990135

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA

ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA ICHSAN SALIM 2012110152 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Mach (2004) mengungkapkan bahwa kasus gangguan perilaku eksternal lebih

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA 2 BAB 2 DATA DAN ANALISA Produk utama yang akan dibuat berbentuk sebuah game interaktif untuk anak anak. Game tersebut mengajarkan sekaligus mendidik anak anak mulai dari usia 7-9 tahun mengenai sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Sastra merupakan karya seni yang memiliki arti atau keindahan. Dalam bahasa Jepang,

Bab 2. Landasan Teori. Sastra merupakan karya seni yang memiliki arti atau keindahan. Dalam bahasa Jepang, Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Kesusasteraan Menurut Takeo Kuwabara Sastra merupakan karya seni yang memiliki arti atau keindahan. Dalam bahasa Jepang, kesusasteraan memiliki teori yang didefinisikan seperti

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani prosesproses perkembangan jiwanya,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. hal, seperti sosial budaya, kemasyarakatan dan sastra itu sendiri tentunya. Dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI. hal, seperti sosial budaya, kemasyarakatan dan sastra itu sendiri tentunya. Dalam BAB 2 LANDASAN TEORI Penelitian yang akan saya lakukan merupakan bidang sastra yang mencakup banyak hal, seperti sosial budaya, kemasyarakatan dan sastra itu sendiri tentunya. Dalam penelitian ini, saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertumbuhan dan perkembangan industri di daerah perkotaan di Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di tengah kota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan, dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku, dan peran yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONTROL SOSIAL TRAVIS HIRSCHI. kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.

BAB II TEORI KONTROL SOSIAL TRAVIS HIRSCHI. kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat. BAB II TEORI KONTROL SOSIAL TRAVIS HIRSCHI A. Teori Kontrol Sosial Travis Hirschi Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S.

I. PENDAHULUAN. transisi, dimana terjadi perubahan-perubahan yang sangat menonjol dialami. fisik dan psikis. Sofyan S. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana terjadinya gejolak yang sangat meningkat yang biasa dialami oleh setiap orang. Masa ini dikenal pula sebagai masa transisi, dimana

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Wellek & Warren (1989: ) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi

Bab 2. Landasan Teori. Wellek & Warren (1989: ) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Fiksi Wellek & Warren (1989: 278-279) mengemukakan bahwa realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa Jadi masa remaja disebut masa bertumbuh dan berkembang, baik bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali & Asrori,

Lebih terperinci