DAMPAK KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM SAMPAH ELEKTRONIK (E WASTE) TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN. Widi Astuti ) Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM SAMPAH ELEKTRONIK (E WASTE) TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN. Widi Astuti ) Abstrak"

Transkripsi

1 DAMPAK KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM SAMPAH ELEKTRONIK (E WASTE) TERHADAP KESEHATAN DAN LINGKUNGAN Widi Astuti ) Abstrak Perkembangan industri teknologi elektronik yang sangat cepat menawarkan berbagai macam pilihan produk. Situasi ini mendorong perkembangan industri elektronik di Indonesia menjadi sangat cepat. Percepatan pertumbuhan tersebut dikombinasi dengan produk yang cepat usang karena produk generasi yang lebih baru sudah muncul lagi. Sehingga barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai akhirnya menjadi sampah yang sering disebut sebagai Electronic Waste (E Waste) dan mengalami peningkatan yang sangat cepat. Karena tidak disadari bahwa banyak komponen barang-barang elektronik tersebut mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Sehingga E Waste memiliki potensi yang tinggi yang dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan. E-waste bersifat toksik karena kandungan timbal, berilium, merkuri, kadmium, BFR (Brominated Flame Retardants) yang merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan. Di negara berkembang termasuk di Indonesia, terdapat kegiatan perbaikan dan penggunaan kembali (daur ulang) barang-barang elektronik bekas dalam jumlah yang tinggi di sektor informal. Teknik memanfaatkan kembali tersebut karena komponen E Waste masih bernilai ekonomis dengan shredding, grinding, burning, dan melting. Sehingga menimbulkan dampak kesehatan dan keselamatan pada pekerja karena debu atau asap terhirup. Sedangkan dampak pencemaran terhadap lingkungan dapat menimbulkan emisi pencemaran udara dan pencemaran logam berat terhadap air tanah. Untuk mengurangi bahaya akibat E-waste perlu dilakukan pengelolaan antara lain dengan Reuse, Recycle dan disposal yang ramah lingkungan. Mewajibkan pekerja untuk mematuhi peraturan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja untuk melindungi pekerja dari paparan bahan toksik selama bekerja. Memberikan training terhadap pekerja E Waste untuk melindungi kesehatan pekerja dan lingkungan. Serta perlu adanya regulasi dari pemerintah tentang penanganan E Waste. Key Word : E Waste. Emisi, sektor informal, pengelolaan Dosen Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pandanaran

2 PENDAHULUAN Pertumbuhan industri elektronik dewasa ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Percepatan pertumbuhan tersebut dikombinasi dengan produk yang cepat usang karena produk generasi yang lebih baru sudah muncul lagi. Menurut Osibanjo et al, (2006), pada kenyataannya barang-barang elektronik biasanya tidak digunakan lagi meskipun masih dapat beroperasi untuk kemudian digantikan dengan yang baru karena konsumen menginginkan model baru atau yang lama tidak memadai untuk layanan terbaru, atau hanya karena ingin berganti saja. Sehingga barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai ini akhirnya menjadi sampah yang sering disebut sebagai Electronic Waste (E Waste) dan mengalami peningkatan yang sangat cepat. Hal ini menimbulkan permasalahan ditingkat dunia yang cukup serius. Karena dampak yang ditimbulkan dari peningkatan produksi elektronik dan perlengkapannya adalah masalah E Waste. Problem yang sangat serius akan dirasakan terutama untuk negara-negara berkembang khususnya yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar termasuk Indonesia. Dalam (Sutarto E,2008), E Waste memiliki karakteristik yang berbeda dengan sampah-sampah lain. Hal ini disebabkan komponen barang-barang elektronik tersebut mengandung bahan beracun berbahaya (B3) (Sutarto E,2008). Sementara itu menurut hasil penelitian Fishbein (2002);Scharnhorst et al (2005) yang disitasi oleh Jang et al (2010), bahan toksik yang ditemukan didalam komponen penyusun barang-barang elektronik yang antara lain arsenik, berilium, kadmium dan timah diketahui sangat presisten dan sebagai substansi bioakumulasi. Apabila selama proses perbaikan dan daur ulang dari E Waste tidak terkendali maka beberapa bahan kimia tersebut dapat terlepas ke lingkungan. Karena bentuknya yang relatif kecil sehingga untuk dampak pembuangannya diabaikan. Namun dengan pertumbuhannya yang sangat cepat maka dampak yang ditimbulkan sangat signifikan. Meskipun E Waste sebagian komponennya mempunyai karakterisasi sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), namun pengelolaannya di

3 Indonesia belum diatur secara spesifik dan rinci (Wahyu et al, 2010). Dari hasil penelitian di negara berkembang termasuk Indonesia, E Waste tidak ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah (Damanhuri dan Sukandar, 2006). Secara formal Indonesia sudah melarang melakukan impor E Waste namun pada kenyataannya secara ilegal masih dapat masuk (Sukandar, 2011). Sedangkan menurut Triwiswasra (2009) di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, terdapat kegiatan perbaikan dan penggunaan kembali barang-barang elektronik bekas dalam jumlah yang tinggi. Para pekerja di toko tersebut mencari komponenkomponen yang rusak atau tidak terpakai dan menggantinya dengan komponen yang baru buatan lokal. Komponen yang rusaknya sudah parah dan tidak dapat digunakan kembali, masih memiliki nilai jual karena masih dapat didaur ulang. 1. E waste dan permasalahannya Menurut UNEP, meningkatnya pemakaian barang-barang elektronik berimplikasi pada peningkatan jumlah sampah elektronik yang saat ini terjadi. Peningkatan yang signifikan di antaranya diprediksi terjadi di India, Afrika Selatan dan China. Di China dan Afrika Selatan, WEEE diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga persen pada tahun 2020 jika dibandingkan kondisi tahun Sedangkan di India akan terjadi peningkatan hingga 500 persen karena tingginya pemakain barang-barang elektronik di negara tersebut. Di Amerika pada 2005 terdapat 42 juta komputer yang dibuang (menurut USEPA Electronics Waste Management in the US ) 25 juta dipenyimpanan (storage), 4 juta didaur ulang, 13 jutadibuang ke landfil dan 0.5 juta diinsinerasi. Selain jumlahnya semakin meningkat, negara-negara berkembang menjadi sasaran ekspor E waste dari negara maju, mengingat biaya untuk recycling di negara maju menjadi lebih tinggi. Sedangkan di negara berkembang barang-barang secondhand menjadi ladang bisnis yang sangat menjanjikan yang dilakukan oleh disektor informal. Menurut Widyarsana (2011), daur ulang E Waste di Indonesia berlangsung secara unik, dimana fokus perhatian adalah terhadap komponen E Product yang sangat tinggi sehingga life time komponennya bertambah lama atau end-of-life menjadi panjang. Pemanfaatan kembali barang-barang yang masih

4 bernilai ekonomis yang tidak terkontrol oleh sektor informal dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan. 2. Kandungan logam berat dalam komponen E waste E-waste bersifat toksik karena komponennya mengandung logam yang termasuk sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3) antara lain timbal, berilium, merkuri, kadmium, kromium, arsenik, BFRs (Brominated Flame Retardants) dan lain sebagainya yang merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan. Gambar berikut menunjukkan adanya aliran kontaminan dengan E-waste dari produser ke penerima dan akhirnya ke manusia. Gambar 1. Fluxes of contaminants associated with E-waste from producers to receivers and ultimately to humans Merujuk PP Nomor 18 Tahun 1990 jo PP No 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, maka limbah tersebut tergolong limbah B3 berkarakter racun. Potensi dampak lingkungan dari E waste sebelumnya telah banyak diteliti dari bernagai sudut pandang, salah satunya adalah mengenai dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Beberapa test telah dilakukan untuk mengetahi kandungan dan potensi pelindian dari logam berat dan senyawa organik terkandung dalam E waste (Lincoln et al., 2007). Salah satu contoh penelitian yang telah

5 dilakukan untuk mengetahui karakterisasi logam berat dalam plastik dari E Waste telepon selular. Menurut Nnorom dan Osibanjo (2009) telah menunjukkan bahwa limbah telepon selular menghasilkan pencemaran lingkungan ketika dalam jumlah yang besar dilakukan pembakaran terbuka dari telepon selular seperti telah terjadi di negara berkembang. Dampak kesehatan manusia dari bahan-bahan beracun yang terkandung dalam telepon selular telah diselidiki secara kualitatif (Osibanjo dan Nnorom, 2008). Dalam studi ini secara kuantitatif dievaluasi potensi toksisitas dari limbah telepon selular sehubungan dengan eksposur dan efek logam berat beracun terhadapn manusia kesehatan dan ekologi. Disebutkan dalam penelitian ini bahwa telepon selular mengandung logam berat yaitu Cu yang paling tinggi kemudian berturut-turut Zn, Pb, Ni, Ba dan Sb. Menurut Lincoln et al, (2007) nilai ambang batas kandungan logam berat diukur dengan metoda TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure). Sedangkan menurut Lim et al (2010), bahwa telepon selular berpotensi menyebabkan kanker karena mengandung arsen (As) dan timbal (Pb). Meskipun dalam publikasi sebelumnya nilai TCLP dari telepon selular tidak melebihi niali ambang batas yang ditentukan. Potensi logam berat lain yang dapat menyebabkan kanker dalam telepon selular adalah Ni, Sb dan Zn tetapi karena sangat kecil biasanya diabaikan, meskipun dengan uji TCLP nilainya melebihi ambang batas. Kandungan logam berat lain dalam E Waste yang biasa ditemukan pada large flat panel displays dan atau lampu adalah merkuri (Hg) yang dikenal dapat meracuni manusia dan merusak sistem saraf otak, serta menyebabkan cacat bawaan. Selain itu juga berpengaruh terhadap ginjal dan dapat dengan mudah beredar melalui rantai makanan yang bersifat presisten, bioakumulasi dan toksik yang terpapar karena pembakaran dan presos landfill. Monitor komputer dengan ukuran 17 inchi mengandung kira-kira 2,2 pond Pb sebagia materi toksik yang menyebabkan keracunan yang berbahaya pada anak yang berusia dini. Senyawa Polychorined Biphenil (PCB) yang sebagian besar merupakan cairan pada kondisi kamar yang banyak dijumpai pada transformator, kapasitor dan bahan plastik lainnya. E Waste juga mengandung dua tipe retardant yaitu polybrominate biphenil (PBB) dan polybrominat diphenil ether (PBDE), yang

6 keduanya kemungkinan sebagai penyebab kanker dan disfungsi sistim endokrin dalam beberapa kondisi semenjak dilakukan penelitian pada tikus yang terdeteksi dari kemungkinan tersebut. (EPA,2009). Dari penelitian tersebut ditemukan pada rambut konsentrasi paparan harian berkisar antara 0.1 sampai dengan 7 mikrogram per kilogram berat badan per hari untuk kandungan PBDE. Ditemukan tingginya konsentrasi PBB, PBDE, dioksi dan furan pada tiga sampel dari Luqiao, pada daerah recycling E Waste di China (Wen et al, 2009). Ditambah kenaikan konsentrasi ditemukan di pantai Jepang dan China Selatan beberapa dekade terakhir (Tanabe, 2008). Juga Peters dan Oros (2009) menyimpulkan adanya PBDE di sungai di California yang sebagian besar datang dari E Waste. Meskipun komponen timah, kadmium, nikel dan seng dilaporkan kandungannya sangat rendah dalam E Waste, diharapkan agar plastik yang digunakan untuk telepon selular tidak yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Karena jika plastik dilakukan pembakaran dalam suhu rendahkan sampai medium maka furan dan dioksin dapat terbentuk (Nnorom dan Osinbanjo,2009). 3. Pengelolaan E Waste yang ramah lingkungan Daur ulang barang-barang elektronik yang dilakukan oleh sektor informal bukan hal yang baru dan merupakan perkembangan praktek daur ulang E waste dengan biaya murah dalam pengelolaan E Waste. Hal ini terjadi dibanyak negara berkembang termasuk Indonesia, dimana terjadi kesenjangan dalam pengelolaan lingkungan, tingginya permintaan untuk pemakaian peralatan elektronik bekas atau secondhand dan penjualan E waste untuk para pengepul mendorong pertumbuhan daur ulang sektor informal yang kuat. Daur ulang sektor informal tidak hanya berkaitan dengan dampak lingkungan dan kesehatan, tetapi juga kurangnya layanan daur ulang pada sektor formal. Dalam Xinwen et al, (2010), pengalaman sudah menujukkan bahwa hanya melarang atau bersaing dengan pengepul dan pendaur ulang sektor informal bukanlah merupakan penyelesaian yang efektif. Sistem daur ulang formal yang baru harus memperhitungkan sektor informal, dan kebijakan yang meningkatkan daur ulang, kondisi kerja dan efisiensi peran sektor informal.

7 Permasalahan utama dalam pengelolaan E waste di negara berkembang adalah bagaimana mengatur insentif untuk daur ulang sektor informal sehingga dapat mengurangi aktivitas daur ualng yang tidak layak dan untuk mengalihkan lebih banyak E waste agar mengalir ke daur ulang sektor formal. Masih dalam Xinwen et al, (2010), dilaporkan metode pengelolaan E waste terpadu sektor formal dan informal yang diterpakan di China dan negara berkembang pada umumnya ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2007 dengan ide-ide utamanya meliputi : 1. Selama proses desain dan produksi, teknik pengukuran, seperti perubahan penelitian dan proposal desain, menyesuaikan proses teknologi, penggantian dalam penggunaan material dan menggunakan metode yang inovatif dalam proses produksi, dan lain-lain. 2. Selama proses desain, produksi, impor dan penjualan, langkah-langkah seperti identifikasi nama-nama bahan beracun dan zat berbahaya dan elemen dan tingkat kandungannya dan istilah-istilah untuk lingkungan yang digunakan oleh produk elektronik, dan lain-lain. 3. Selama proses penjualan, harus ada pengawasan yang ketat dari saluran pembeli, menahan penjualan barang-barang elektonik yang mengandung B3, menemukan standart industri untuk pengawasan pencemaran oleh produk elektronik. 4. Larangan untuk impor barang-barang elektronik yang gagal memenuhi standar untuk pengawasan B3. DAFTAR PUSTAKA Agustina, H., Identification of E Waste and Secondhand E-Product in Indonesia, Presentation on Basel Convention Regional Meeting, Beijing:28-29 March Damanhuri, E. dan Sukandar,. Preliminary Identification of E-Waste Flowin Indonesia And its Hazard Characteristic, Proceedings of Third NIES Workshop on E Waste, Japan:2006

8 Fishbein, B.K., Waste in the Wireless World: The Challenge of Cell Phones. INFORM, USA Hanafi,J,Helena,K,.(2011)The Prospect of Managing WEEE in Indonesia,. Proceeding of the 18th CIRP International Conference on Life Cycle Engineering, Germany Jinglei Yu, Eric Williams, Meitiung Ju, Chaofeng Shao, Managing e waste in China: Policies, pilot projects and alternative approaches, Environment Science and Technology,2010. Liu XB, TanakaM, Matsui Y., Generation amount prediction and material flow analysis of electronic waste: a case study in Beijing, China, Waste Manag Res 2006;24: Lim Seong-Rin, Schoenung Julie M., Toxicity potentials from waste cellular phones, and a waste management 2010;Waste Management, Osibanjo, Oladele dan Nnorom, Innocent Chidi , Material Flows of Mobile Phones and Accessories in Nigeria: Environmental Implications and Sound End-of-Life Management Options. Environmental Impact Assessment Review vol. 28, p Sukandar dan Widyarsana,IMW.,(2009): Recycling of E waste in Indonesia by Informal Sector: Case Study og Gold Recovery from E waste Component, Proceeding The Sixth NIES Workshop on E waste, Hokkaido-Japan,pp Sutarto E,.(2008).,Identifikasi Pola Aliran E-Waste Komputer Dan Komponennya Di Bandung, ITB Bandung UNEP., Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of HazardousWastes and their Disposal, United Nations Environment Programme Wen, X., Xiaohua, Z.,(2009), The New Process in Integreted E waste Management in China, University of Newcastle Widyarsana,IMW., Winarsih,D.R., Damanhuri,E., Padmi,T.,(2010) Identifikasi Material E-Waste Komputer dan Komponen Daur Ulangnya di Lokasi Pengepulan E-Waste,Bandung,2010.

PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK (ELECTRONIC WASTE) TERPADU : SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL DI INDONESIA. Widi Astuti ) Abstrak

PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK (ELECTRONIC WASTE) TERPADU : SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL DI INDONESIA. Widi Astuti ) Abstrak PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK (ELECTRONIC WASTE) TERPADU : SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL DI INDONESIA Widi Astuti ) Abstrak Perkembangan industri teknologi elektronik yang sangat cepat menawarkan berbagai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) TELEPON SELULER DI SURABAYA SKRIPSI. Diajukan Oleh : YONIE SATRIA

IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) TELEPON SELULER DI SURABAYA SKRIPSI. Diajukan Oleh : YONIE SATRIA IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) TELEPON SELULER DI SURABAYA SKRIPSI Diajukan Oleh : YONIE SATRIA 0752010034 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

E-WASTE MANAGEMENT. Prepared by Hanna Lestari, M.Eng

E-WASTE MANAGEMENT. Prepared by Hanna Lestari, M.Eng E-WASTE MANAGEMENT Prepared by Hanna Lestari, M.Eng MASALAH Sampah elektronik merupakan kumpulan barangbarang elektronik yang sudah rusak atau tidak dipakai lagi oleh pemiliknya Hampir semua aktivitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Limbah komputer telah menjadi salah satu isu lingkungan penting pada dekade ini, seiring dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi informasi. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) SEBAGAI ALTERNATIF PENGHEMATAN ENERGI DALAM RECYCLING E-WASTE PADA TELEPON SELULER DI INDONESIA

EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) SEBAGAI ALTERNATIF PENGHEMATAN ENERGI DALAM RECYCLING E-WASTE PADA TELEPON SELULER DI INDONESIA B.13. Extended Producer Responsibility (ERP) sebagai Alternatif Penghematan Energi (Widi Astuti) EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) SEBAGAI ALTERNATIF PENGHEMATAN ENERGI DALAM RECYCLING E-WASTE PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi telah merambah dihampir semua bidang kehidupan, hal ini ditandai dengan berkembangnya penggunaan komputer hampir diberbagai bidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang maupun masa depan. Banyak negara memperdebatkan masalah ini dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang maupun masa depan. Banyak negara memperdebatkan masalah ini dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global sebagai salah satu masalah lingkungan yang serius baik sekarang maupun masa depan. Banyak negara memperdebatkan masalah ini dan negara berkembang dituding

Lebih terperinci

Polyvinyl chloride (PVC) merupakan termasuk salah jenis plastik yang paling

Polyvinyl chloride (PVC) merupakan termasuk salah jenis plastik yang paling 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir dapat dipastikan bahwa abad 21 merupakan abad polimer. Plastik, serat, elastomer, bahan perekat (adhesive), protein, sellulosa semuanya merupakan istilah umum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : E-waste, Telepon Seluler, Ponsel, Timbulan, Komposisi, Pengelolaan, Pusat Perbelanjaan, Kota Depok. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : E-waste, Telepon Seluler, Ponsel, Timbulan, Komposisi, Pengelolaan, Pusat Perbelanjaan, Kota Depok. ABSTRACT IDENTIFIKASI E-WASTE TELEPON SELULER MELALUI JASA PERBAIKAN TELEPON SELULER DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus : Depok Town Square dan ITC Depok) Adinda Rizkia Yunita, Djoko M. Hartono, dan El Khobar M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif,

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri di Indonesia semakin pesat dalam bermacammacam bidang, mulai dari industri pertanian, industri tekstil, industri elektroplating dan galvanis,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan peralatan elektronik akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan teknologi peralatan elektronik. Selama 10 tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 19-1994::PP 12-1995 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 31, 1999 LINGKUNGAN HIDUP. BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN. Dampak Lingkungan.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap-tahap kegiatan penelitian Langkah penelitian identifikasi komposisi dan karakteristik sampah lampu listrik untuk menilai potensi daur ulang dan bahayanya terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan industri yang sangat pesat dewasa ini membawa dampak baik positif atau negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positif diharapkan dapat menaikkan

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KETERLANJUTAN PEMBANGUNAN : 1. FAKTOR BIOFISIK 2. FAKTOR SOSIAL BUDAYA

FAKTOR PENENTU KETERLANJUTAN PEMBANGUNAN : 1. FAKTOR BIOFISIK 2. FAKTOR SOSIAL BUDAYA INDUSTRIALISASI & E-WASTE Dosen pengampu : Ratih Setyaningrum, MT Hanna Lestari, M.Eng IMPLIKASI Peningkatan yang cukup besar dalam pembangunan dan bahan baku (yang didapat dari sumber daya alam) Resiko

Lebih terperinci

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia)

hasil analisis tersebut akan diketahui karakteristik (sifat fisik, biologi dan kimia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya industri migas dalam bentuk ekspoitasi - produksi, pengolahan minyak dan gas bumi serta pemasaran hasil migas berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sangat penting untuk kehidupan, karena telah sama diketahui bahwa tidak satu pun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baterai, lampu neon (fluorescent), insektisida, korek api gas, cat semprot (aerosol),

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baterai, lampu neon (fluorescent), insektisida, korek api gas, cat semprot (aerosol), 1 I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Produk-produk yang mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3) seperti baterai, lampu neon (fluorescent), insektisida, korek api gas, cat semprot (aerosol), disinfektan, obat-obatan

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT

POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT Ira Indrihastuti dan Ellina S. Pandebesie Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

SALINAN. bahwa penggunaan merkuri dari aktivitas manusia berpotensi memberikan dampak serius terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup sehingga

SALINAN. bahwa penggunaan merkuri dari aktivitas manusia berpotensi memberikan dampak serius terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup sehingga SALINAN l}resrtlgn }?f }3UT3L IK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ll TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plastik relatif murah, praktis dan fleksibel. Plastik memiliki daya kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. plastik relatif murah, praktis dan fleksibel. Plastik memiliki daya kelebihan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik merupakan jenis limbah padat yang susah terurai dan volumenya terus meningkat. Peningkatan jumlah sampah plastik karena plastik relatif murah, praktis dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu

2 beracun, saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENGESAHAN. KONVENSI. Rotterdam. Bahan Kimia. Pestisida. Berbahaya. Perdagangan. Prosedur Persetujuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 72)

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

Bahan Baku. Aktivitas Produksi. Limbah

Bahan Baku. Aktivitas Produksi. Limbah Konsep Dasar Bahan Baku Produk Aktivitas Produksi Energi Limbah Bagaimana Penanganan Limbah? Energi Apakah dari sumber terbarukan? Apakah ramah lingkungan? Apakah sudah efisien penggunaannya? Bahan Baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini berbagai Negara mulai merespon terhadap bahaya sampah plastik, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini berbagai Negara mulai merespon terhadap bahaya sampah plastik, terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini berbagai Negara mulai merespon terhadap bahaya sampah plastik, terutama sampah yang berupa kantong plastik. seperti di Kenya dan Uganda malah sudah

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Reduce, Reuse, Recycling

Lebih terperinci

TATA CARA PERIZINAN INSINERATOR LIMBAH B3

TATA CARA PERIZINAN INSINERATOR LIMBAH B3 TATA CARA PERIZINAN INSINERATOR LIMBAH B3 Disiapkan oleh: Muhammad ASKARY Staf Asisten Deputi Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ISI PRESENTASI PENDAHULUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc P E NE RAPAN P E NG E L O L AAN S AM PAH B E RB AS I S 3 R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan

tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijual kembali (Godam, 2008). Produk Konsumen menjadi kebutuhan sehari hari bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijual kembali (Godam, 2008). Produk Konsumen menjadi kebutuhan sehari hari bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk Konsumen adalah produk barang atau jasa yang konsumennya adalah konsumen rumah tangga sebagai pemakai akhir di mana produk dari produsen yang terjual dan dibeli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kontribusi emisi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG INFOMATEK Volume 20 Nomor 1 Juni 2018 KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG Ayu Nindyapuspa *) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan gabungan dari Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung. Bandar Lampung merupakan daerah

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap

Lebih terperinci

PENCEMARAN TANAH DAN CARA PENANGGU LANNYA

PENCEMARAN TANAH DAN CARA PENANGGU LANNYA PENCEMARAN TANAH DAN CARA PENANGGU LANNYA 0leh FUAD AMZANI 10712016 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu. menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu. menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar. United Nations Environment Programme (UNEP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik

Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Nama Mahasiswa: Ayu Nindyapuspa 3309 100 017 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Yulinah Trihadiningrum., MAppSc Latar Belakang Populasi Penduduk Daya Beli Masyarakat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keterbatasan Penelitian Sebagaimana yang diharapkan pada penelitian ini adalah untuk memperoleh data kuantitatif berupa komputer aset BRI yang telah dilelang, komputer BRI

Lebih terperinci

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) Pengelolaan Sampah Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) perubahan populasi, 2) perubahan

Lebih terperinci

Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3

Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

MANAJEMEN BIAYA LINGKUNGAN

MANAJEMEN BIAYA LINGKUNGAN Pert 8 MANAJEMEN BIAYA LINGKUNGAN HARIRI, SE., M.Ak Universitas Islam Malang 2017 Biaya lingkungan mendapatkan perhatian yang semakin besar dalam manajemen perusahaan. Peraturan mengenai lingkungan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Penggunaan plastik di dunia tahun 2007dalam Million tones

Gambar 1.1. Penggunaan plastik di dunia tahun 2007dalam Million tones BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Limbah plastik merupakan permasalahan serius karena sifatnya nonbiodegradable tidak terurai secara alami oleh mikro organisme serta unsurunsur kimia yang terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994).

I. PENDAHULUAN. manusia, akan tetapi pembangunan di bidang industri ini juga memberikan. berat dalam proses produksinya (Palar, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan teknologi yang berhubungan dengan pembangunan di bidang industri banyak memberikan keuntungan bagi manusia, akan tetapi pembangunan di bidang

Lebih terperinci

Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari

Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari Perlakuan dan pembuangan limbah kimia dari pekerjaan laboratorium sehari-hari Pengantar Apakah yang dimaksud dengan limbah? Limbah menurut Recycling and Waste Management Act (krw-/abfg) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air di suatu tempat dapat berpengaruh terhadap tempat lain yang lokasinya jauh dari sumber pencemaran. Hal ini karena gaya grafitasi, air yang dapat mengalir

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA KONSENTRASI TIMBAL DARI LIMBAH ELEKTRONIK PADA LINGKUNGAN HIDUP

PEMODELAN DINAMIKA KONSENTRASI TIMBAL DARI LIMBAH ELEKTRONIK PADA LINGKUNGAN HIDUP Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 6, No. 0 (07), hal 0. PEMODELAN DINAMIKA KONSENTRASI TIMBAL DARI LIMBAH ELEKTRONIK PADA LINGKUNGAN HIDUP Uray Rina, Mariatul Kiftiah, Naomi Nessyana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DALAM LINGKUP GLOBAL DAN LOKAL

KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DALAM LINGKUP GLOBAL DAN LOKAL KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DALAM LINGKUP GLOBAL DAN LOKAL Electronic Waste Management Policies in the Scope of Global and Local Sri Wahyono Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur dan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai jenis kulit, warna kulit, iklim, cuaca, waktu penggunaan, umur dan jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika dikenal sebagai penunjang penampilan agar tampak lebih menarik. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam kosmetika muncul di pasaran.

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dan memberikan pengaruh satu sama lain, mulai dari keturunan,

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dan memberikan pengaruh satu sama lain, mulai dari keturunan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dan memberikan pengaruh satu sama lain, mulai dari keturunan, lingkungan, perilaku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya sehingga tetap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kebutuhan akan minyak goreng setiap tahun mengalami peningkatan karena makanan

Lebih terperinci

Limbah Elektronik (E-Waste) DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI DKI JAKARTA 2017

Limbah Elektronik (E-Waste) DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI DKI JAKARTA 2017 Limbah Elektronik (E-Waste) DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI DKI JAKARTA 2017 Dasar Hukum Pengelolaan Limbah Elektronik UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU Nomor

Lebih terperinci

Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan Lingkungan Nur Hidayat Proses Produksi Energi dsb Bahan Baku Aktivitas Produksi produk limbah 1 Limbah Bagaimana penanganan limbah? Energi Apakah digunakan dari sumber terbarukan? Apakah ramah

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN)

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA BERKEMBANG

STUDI KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA BERKEMBANG STUDI KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA BERKEMBANG Sudaryanto, Kiayati Yusriyah, Erry T. Andesta Email: sudaryanto@staff.gunadarma.ac.id, Kiayati@staff.gunadarma.ac.id, eadesta@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar 71% permukaan bumi merupakan perairan. Oleh karena itu, dapat menyebabkan fungsi ekologis dan

Lebih terperinci

Kerangka Hukum & Regulasi Kesehatan Lingkungan Yang Berorientasi Pada Pembangunan Berkelanjutan

Kerangka Hukum & Regulasi Kesehatan Lingkungan Yang Berorientasi Pada Pembangunan Berkelanjutan Kerangka Hukum & Regulasi Kesehatan Lingkungan Yang Berorientasi Pada Pembangunan Berkelanjutan Disampaikan dalam Kuliah S2 KMPK-IKM UGM Hukum, Etika dan Regulasi Kesehatan Masyarakat Oleh : Dr. Dinarjati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subbab ini menjelaskan latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan. Penelitian ini berangkat dari konsep sustainability dan penerapan konsep sustainable manufacturing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, proses pengolahan limbah terutama limbah cair sering mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification). Salah satu cara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun televisi bahwa kali Surabaya mengalami pencemaran yang cukup parah, terutama saat musim kemarau

Lebih terperinci