SKENARIO KONSTITUSI DAN UUD NRI 1945 PERTEMUAN KE-4 DAN 5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKENARIO KONSTITUSI DAN UUD NRI 1945 PERTEMUAN KE-4 DAN 5"

Transkripsi

1 SKENARIO KONSTITUSI DAN UUD NRI 1945 PERTEMUAN KE-4 DAN 5 Pertemuan ke-4 Capaian Pembelajaran : Mahasiswa memiliki pemahaman tentang : (1) pengertian, hakikat, sifat, fungsi, dan tujuan dibentuknya konstitusi ; (2) supremasi konstitusi. Indikator : 1. Mampu menjabarkan tentang tentang pengertian, hakikat, sifat, fungsi, tujuan dan supremasi konstitusi. 2. Mampu mengidentifikasi hakikat, sifat, fungsi, tujuan dan supremasi konstitusi yang terkandung di dalam UUD NRI Skenario : 1. Tutor memberikan pengantar materi tentang, sejarah, pengertian, hakikat, sifat, tujuan, fungsi, dan supremasi konstitusi. 2. Dosen membagi kelompok berdasarkan jumlah topik yang telah dijelaskan. 3. Setiap kelompok memiliki ketua dan sekretaris untuk memimpin jalannya diskusi dan mencatat hasil diskusinya. 4. Tugas setiap kelompok adalah mengidentifikasi hakikat, sifat, fungsi, tujuan, dan supremasi konstitusi yang terdapat di dalam UUD NRI Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya 6. Tutor mengevaluasi hasil diskusi mahasiswa. Pertemuan ke-5 Capaian Pembelajaran : 1. Mahasiswa memiliki pemahaman tentang : (a) sejarah dan dinamika UUD NRI 1945 ; (b) amandemen ; (c) UUD NRI 1945 sebagai sumber hukum. 2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan perilaku konstitusional. 3. Mahasiswa mampu menganalisis dan mengevaluasi produk kebijakan atau produk hukum yang bertentangan dengan UUD NRI Indikator : 1. Mampu menjelaskan sejarah dinamika UUD NRI Mampu mengklasifikasikan fungsi dan kedudukan lembaga-lembaga negara yang tercantum dalam UUD NRI Mampu menelaah dan mengkritisi substansi produk kebijakan atau produk hukum yang bertentangan dengan UUD NRI Skenario : 1. Dosen membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan fase sejarah dan dinamika UUD NRI 1945.

2 2. Setiap kelompok memiliki ketua dan sekretaris untuk memimpin jalannya diskusi dan mencatat hasil diskusinya. 3. Tugas masing-masing kelompok mendiskusikan beberapa hal berikut : a. Sejarah dan dinamika UUD NRI 1945 (sesuai dengan fase/topik yang telah disepakati oleh masing-masing kelompok) b. Membuat mind mapping amandemen UUD NRI 1945 yang dimulai sejak tahun 1999 sampai tahun 2002, yang menggambarkan atau menjelaskan tentang substansi dan rasionalisasi perubahan UUD NRI c. Mencari dan menganalisis produk kebijakan atau produk hukum (peraturan perundangundangan) yang substansinya bertentangan dengan UUD NRI Hasil diskusi dipresentasikan masing-masing kelompok dengan cara : a. Story telling dengan beberapa aturan yang disepakati, misalnya penyaji materi tidak boleh terjebak dengan hafalan, konsep bercerita seperti mendongeng,dsb. b. Presentasi sketsa mind mapping yang telah dibuat, bisa melalui LCD proyektor atau menggambar manual. c. Diskusi hasil analisis dan tanya jawab antar peserta. 5. Tutor mengevaluasi hasil diskusi mahasiswa. Media/Bahan Ajar : 1. Naskah UUD NRI Spidol/Pensil Warna 3. Kertas sketch Bahan bacaan : 1. Arief Hidayat Kebebasan Berserikat di Indonesia (Suatu Analisis Pengaruh Perubahan Sistem Politik Terhadap Penafsiran Hukum). Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2. Bagir Manan (Ed.Moh Fadli) Membedah UUD Malang : UB Press 3. C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Jakarta : Rineka Cipta 4. Darji Darmodiharjo dan Shidarta Pokok-Pokok Filsafat Hukum Cetakan ke-6. Jakarta : Gramedia Pustaka 5. Hans Kelsen Pengantar Teori Hukum (Terjemahan) Introduction to the Problems of Legal Theory. Bandung : Nusa Media 8. Harmaily Ibrahim & Moh. Kusnardi Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara UI & CV Sinar Bakti 9. Imam Anshori Saleh & Jazim Hamidi (Ed.) Memerdekakan Indonesia Kembali. Yogyakarta : IRCiSoD 10. Jimly Asshiddiqie Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : PT Raja GrafindoPersada 11. Mahfud MD Politik Hukum di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers

3 12. Suparlan Al Hakim Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang : Madani 13. Suteki Desain Hukum di Ruang Sosial. Yogyakarta : Thafa Media 14. Tim Nasional Tutor Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Alfabeta Materi Ajar : PENDAHULUAN Bagi suatu negara, keberadaan konstitusi sangat diperlukan, konstitusi adalah bagian yang inhern dari sistem ketatanegaraan bangsa-bangsa di dunia. Konstitusi bukan hanya diperlukan untuk membatasi wewenang penguasa, tetapi juga untuk menjamin hak rakyat, mengatur jalannya pemerintahan, mengatur organisasi negara, merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Jika suatu negara tidak memiliki konstitusi, dikhawatirkan akan terjadi penindasan terhadap hak-hak asasi manusia (rakyat). Sejarawan Inggris Lord Acton mengemukakan Power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely. Oleh karena itu tidak berlebihan jika Aristoteles mengatakan bahwa perundangan terbaik yang disetujui oleh warga tidak akan banyak berarti, jika tidak dilandaskan secara efektif pada prinsip dasar konstitusi. SEJARAH KONSTITUSI a. Gagasan Konstitusionalisme Klasik Pada masa sejarah konstitusionalisme klasik terdapat dua istilah yang berkaitan erat dengan pengertian konstitusi di masa sekarang, yaitu politeia dan constitutio. Kedua kata tersebut adalah awal mula gagasan konstitusionalisme diekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan di antara kedua istilah tersebut. b. Warisan Yunani Kuno Aristoteles mengklasifikasikan konstitusi menjadi dua, yaitu right constitution dan wrong constitution. Jika konstitusi ditujukan untuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama maka dinamakan konstitusi yang benar, tetapi jika sebaliknya maka dinamakan konstitusi yang salah. Bagi bangsa Yunani, negara merupakan seluruh pola pergaulannya, yaitu kota merupakan tempat terpenuhinya semua kebutuhan secara materi dan spiritual. Aristoteles memahami segala yang digunakannya adalah sesuatu yang diartikan sebagai istilah negara, masyarakat, organisasi ekonomi, bahkan agama. Para filsuf Yunani cenderung melihat hukum sebagai bagian atau satu aspek saja dalam pembicaraan mereka tentang negara. Hal ini tergambar dalam buku Aristoteles yang berjudul Rhetorica yang menyebut istilah common law dalam arti the natural law yang tidak lebih daripada satu pengertian dari negara hukum. Karena itulah pemahaman konstitusi pada masa itu tidak lebih hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata, dan konstitusi pada masa itu hanya diartikan secara materiil, karena konstitusi belum diletakkan dalam suatu naskah tertulis. c. Warisan Romawi Kuno

4 Pada jaman Romawi Kuno ini, perkembangan konstitusi mengalami perubahan yang revolusioner daripada Yunani Kuno. Pada jaman Romawi Kuno konstitusi mulai dipahami sebagai lex yang menentukan bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan sesuai dengan prinsip the higher law, prinsip hierarki hukum juga makin dipahami secara tegas untuk kegunaannya dalam praktek penyelenggaraan kekuasaan. d. Warisan Islam : Konstitusionalisme dan Piagam Madinah Atas pengaruh Nabi Muhammad SAW banyak sekali inovasi-inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang dikembangkan menjadi pendorong kemajuan peradaban. Salah satunya adalah penyusunan, penandatanganan, persetujuan atau perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok penduduk kota Madinah untuk bersama-sama membangun struktur kehidupan bersama, yang di kemudian hari berkembang menjadi kehidupan kenegaraan dalam pengertian modern sekarang. Naskah persetujuan bersama itulah yang dikenal sebagai Piagam Madinah (Madinah Charter). Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Makkah ke Yastrib pada tahun 622 M. e. Gagasan Konstitusionalisme Modern Konsep konstitusi mencakup pengertian peraturan tertulis, kebiasaan, konvensikonvensi ketatanegaraan yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antara organ-organ negara, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara. PENGERTIAN KONSTITUSI Istilah konstitusi secara etimologis berasal dari constituer (Perancis), constitution (Inggris), constitutie (Belanda), konstitution (Jerman), constitutio (Latin) yang secara umum berarti undang-undang dasar atau hukum dasar. Jimly Asshiddiqie mendefinisikan, konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar yang tertulis (lazim disebut Undang- Undang Dasar), dan dapat pula hukum tidak tertulis. 1 Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar, contohnya adalah Kerajaan Inggris yang biasanya disebut sebagai negara konstitusional, tetapi pada kenyataannya tidak memiliki konstitusi tertulis, namun bukan berarti Kerajaan Inggris tidak memiliki konstitusi, nilai dan norma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan negaranya yang diakui sebagai hukum dasar. Berikut ini adalah pengertian-pengertian konstitusi menurut beberapa ahli yang mendefinisikan konstitusi lebih luas dari Undang Undang Dasar, diantaranya adalah : ü L.J. Van Apeldorn Membedakan secara jelas pengertian konstitusi dengan Undang Undang Dasar, menurut Apeldorn Undang Undang Dasar (Grondwet) adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi (constitutie) memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis. 1 Jimly Asshiddiqie Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta : Sinar Grafika, hlm 29

5 ü Ferdinand Lasalle Dalam bukunya Uber Verfassungswessen membagi konstitusi dalam 2 (dua) pengertian. Pertama, pengertian sosiologis dan politis (sosciologische atau politische begrip), hal ini dimaknai bahwa konstitusi dilihat sebagai sintesis antara faktor-faktor kekuatan politik yang nyata dalam masyarakat), yaitu misalnya raja, parlemen, kabinet kelompok-kelompok penekan, partai politik, dan sebagainya. Dinamika hubungan diantara kekuatan-kekuatan politik yang nyata itulah sebenarnya yang dipahami sebagai konstitusi. Kedua, pengertian yuridis (yuridische begrip), konstitusi dilihat sebagai suatu naskah hukum yang memuat ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan negara. Pemikiran Ferdinand Lasalle ini banyak dipengaruhi oleh aliran kodifikasi, sehingga sangat menekan pentingnya pengertian yuridis mengenai konstitusi. Dalam perkembangannya, konstitusi diberi makna sama dengan Undang Undang Dasar, karena dalam prakteknya hampir semua negara mempunyai Undang Undang Dasar kecuali Inggris. ü C.F. Strong Mendefinisikan konsitusi sebagai berikut Constitution is collection of principles according to wich the power of the government, the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted. Konstitusi merupakan kumpulan prinsip prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan diantara keduanya. Menurut C.F. Strong, konstitusi dapat berupa catatan tertulis yang ditemukan dalam bentuk dokumen yang bisa diubah atau diamandemen menurut kebutuhan dan perkembangan zaman, atau konstitusi dapat berwujud sekumpulan hukum terpisah dan memiliki otoritas khusus sebagai hukum konstitusi. Pengertian konstitusi menurut C.F. Strong ini merupakan pengertian yang luas, karena sebuah konstitusi tidak cukup hanya mengatur fungsi dan kewenangan kerangka masyarakat politik (negara), tetapi termasuk alat-alat kelengkapan negara yang diatur secara hukum, dan juga harus mengatur hak-hak rakyat yang diperintah dan mengatur hubungan keduanya. ü Sri Soemantri Menyatakan bahwa pada umumnya Undang Undang Dasar atau konstitusi berisikan 3 (tiga) hal pokok, yaitu : (a) adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganya ; (b) ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental ; (c) adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. Dengan demikian materi yang diatur dalam setiap konstitusi merupakan penjabaran dari ketiga masalah pokok tersebut. Namun secara umum dalam setiap konstitusi, mengatur pembagian dan pembatasan kekuasaan dalam negara, perlindungan hak asasi manusia dan hubungan antara penguasa dan yang dikuasai (rakyat). Dalam perkembangannya, istilah konstitusi memiliki dua arti : ü Dalam arti luas, konstitusi adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar (Droit Constitunelle). Artinya konstitusi bisa berwujud hukum tertulis, tidak tertulis, atau campuran dari keduanya.

6 ü Dalam arti sempit, konstitusi adalah piagam dasar atau Undang Undang Dasar (Loi Constitunelle), yaitu dokumen-dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. HAKIKAT, TUJUAN, DAN SIFAT KONSTITUSI a. Hakikat konstitusi adalah : ü Mengatur struktur negara Dalam hal ini mengatur tentang lembaga-lembaga negara, mekanisme hubungan antar lembaga negara, tugas dan fungsi lembaga negara dan hubungan lembaga negara dengan warga negara. ü Menjamin hak asasi manusia Pengaturan hak asasi manusia dalam konstitusi mutlak harus ada, karena hak asasi manusia merupakan hak dasar manusia yang harus diakui keberadaannya dalam hukum dasar. Sekaligus perlindungan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu prinsip pokok tegaknya sebuah negara hukum. ü Pengakuan adanya pluralisme Dalam arti bahwa suatu negara terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama. Hendaknya perbedaan suku, ras dan agama tersebut diakui dan dijamin keberadaannya, serta dilindungi oleh negara. b. Tujuan Konstitusi Di kalangan para ahli hukum pada umumnya, dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu : kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. Kepastian hukum terkait dengan ketertiban dan ketenteraman. Kemanfaatan diartikan bahwa nilai nilai hukum diharapkan dapat menjamin terwujudnya kedamaian hidup bersama. Sedangkan keadilan itu sepadan dengan keseimbangan, kepatutan, dan kewajaran. Karena konstitusi merupakan bagian dari hukum yang paling tinggi tingkatannya, tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah keadilan, ketertiban dan perwujudan nilai nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan, kesejahteraan atau kemakmuran, sebagaimana dirumuskan tujuan bernegara oleh para pendiri bangsa (the founding fathers and mothers). Misalnya, empat tujuan bernegara Indonesia adalah seperti yang termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD NRI Keempat tujuan itu adalah (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, (ii) memajukan kesejahteraan umum, (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sehubungan dengan itulah, beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu seperti merumuskan tujuan negara, yaitu negara konstitusional, atau negara berkonstitusi. Negara negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, konstitusi mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang, dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Negara adalah sarana dasar untuk mengawasi proses proses kekuasaan, yang dalam hal ini dilandaskan pada konstitusi. Konstitusi mempunyai dua tujuan, yaitu :

7 ü Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik. ü Untuk membebaskan kekuasaan dari control mutlak penguasa, serta menetapkan batas-batas bagi para penguasa tersebut Beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi seperti merumuskan tujuan negara. Menurut J.Barents, ada tiga tujuan negara, yaitu : 2 ü Memelihara ketertiban dan ketenteraman ü Mempertahankan kekuasaan ü Mengurus hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan kepentingan umum Pada prinsipnya, konstitusi harus bertujuan untuk menjamin kebebasan individu, tetapi tidak dengan melemahkan kekuasaan negara, artinya negara tetap harus berdiri tegak untuk mempertahankan kekuasaan yang efektif, sehingga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. c. Sifat Konstitusi Naskah konstitusi atau Undang-Undang Dasar dapat bersifat luwes (flexible), atau kaku (rigid). Ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentunkan apakah suatu konstitusi bersifat flexible atau rigid adalah : (i) apakah terhadap naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit, dan (ii) apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak dalam mengikuti perkembangan zaman. Konstitusi itu pada hakikatnya merupakan hukum dasar yang tertinggi dan menjadi dasar berlakunya peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau perumus Undang-Undang Dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara perubahan yang tidak mudah. Dengan prosedur yang tidak mudah, menjadi tidak mudah pula orang untuk mengubah hukum dasar negaranya, kecuali apabila hal itu memang sungguh-sungguh diperlukan karena pertimbangan yang objektif dan untuk kepentingan seluruh rakyat, serta bukan untuk memenuhi keinginan atau kepentingan segolongan orang yang berkuasa saja. Konstitusi yang demikian disebut dengan konstitusi rigid atau kaku. Sebaliknya, ada Undang Undang Dasar yang mensyaratkan tata cara perubahannya tidak terlalu berat, dengan pertimbangan agar tidak mempersulit proses perubahan, sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman. Konstitusi ini disebut dengan konstitusi flexible atau luwes. SUPREMASI KONSTITUSI Pemaknaan supremasi konstitusi dapat disamakan dengan pemaknaan terhadap supremasi hukum, artinya bahwa dalam suatu penyelenggaraan negara, konstitusi merupakan hukum yang tertinggi. Pengakuan terhadap supremasi konstitusi dapat berupa pengakuan normatif dan empirik. Pengakuan normatif adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian besar masyarakatnya. Supremasi konstitusi terdiri dari dua aspek, yaitu : 2 Jimly Assiddiqie Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Cet.Keenam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm 119

8 a. Aspek Hukum ü Konstitusi dibuat dan ditetapkan oleh badan pembuat Undang-Undang Dasar yang diakui keabsahannya. ü Konstitusi merupakan alat untuk membatasi kekuasaan, jaminan HAM, pembagian kekuasaan, penyelenggaraan negara berdasarkan UU, dan pengawasan yudisial. b. Aspek Moral ü Konstitusi ditetapkan berdasarkan nilai-nilai moral yang merupakan landasan fundamental. ü Konstitusi merupakan landasan fundamental yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal dari etika moral. Artinya, moral mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari konstitusi. SEJARAH PEMBENTUKAN DAN DINAMIKA UUD NRI 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) pertama kali disahkan sebagai konstitusi Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan. Naskah UUD NRI 1945 pertama kali dipersiapkan oleh badan bentukan pemerintah bala tentara yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, yang dalam bahasa Indonesia disebut Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini beranggotakan 62 orang, diketuai oleh K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, dan dua wakilnya Itibangase Yosio dan Raden Panji Suroso. Persidangan badan ini dibagi menjadi dua periode, yaitu sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1 Juni 1945, dan sidang kedua pada tanggal Juli Dalam kedua masa sidang itu, fokus pembicaraan langsung tertuju pada upaya mempersiapkan pembentukan sebuah negara merdeka. Dalam masa sidang kedua dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota 19 orang, diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini membentuk Panitia Kecil yang diketuai oleh Prof. Dr. Soepomo, dengan anggota Wongsonegoro, R. Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, Haji Agus Salim, dan Sukiman. Pada tanggal 13 Juli 1945, Panitia Kecil ini berhasil menyelesaikan tugasnya, dan BPUPKI menyetujui hasil kerjanya sebagai rancangan Undang Undang Dasar pada tanggal 16 Agustus Setelah mendengarkan laporan hasil kerja laporan BPUPKI yang telah menyelesaikan naskah rancangan Undang Undang Dasar. Namun pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, masih ada beberapa anggota yang ingin mengajukan usul perbaikan perbaikan, tetapi akhirnya dengan aklamasi rancangan Undang Undang Dasar tersebut resmi disahkan menjadi Undang Undang Dasar. Perlu dipahami bahwa dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 banyak mengalami perubahan mengikuti dinamika politik Indonesia. Perubahan tersebut secara sistematis dapat dikemukakan sebagai berikut :

9 a. UUD NRI 1945 (18/8/ /12/1949) Setelah disahkan UUD NRI 1945 tidak langsung dijadikan referensi dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan dan pemerintahan. UUD NRI 1945 pada prinsipnya hanya dijadikan alat untuk sesegera mungkin membentuk negara merdeka. Menurut istilah Bung Karno, UUD NRI 1945 merupakan revolutie grondwet atau Undang Undang Dasar Kilat, yang memang harus diganti dengan yang baru apabila negara merdeka sudah berdiri dan keadaannya telah memungkinkan. b. Konstitusi RIS (27/12/ /8/1950) Berlakunya Konstitusi RIS diawali adanya peristiwa sejarah Agresi Militer I (1947) dan Agresi Militer II (1948) yang dilakukan oleh Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Dalam keadaan terdesak dan atas pengaruh PBB, maka pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan 2 November 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Republik Indonesia dan Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) serta wakil Nederland dan Komisi PBB untuk Indonesia. Inti dari hasil perundingan tersebut diantaranya : ü Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat ü Penyerahan kedaulatan kepada RIS ü Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda Bentuk negara federal RIS ini tidak bertahan lama, yang akhirnya dicapai kata sepakat antara Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia untuk kembali bersatu mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesepakatan itu dituangkan dalam satu naskah persetujuan bersama pada tanggal 19 Mei 1950 yang pada intinya menyepakati dibentuknya kembali NKRI sebagai kelanjutan dari negara kesatuan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus c. UUD Sementara 1950 (17/8/1950-5/7/1959) Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) merupakan UUD yang ketiga bagi Indonesia. Seperti halnya Konstitusi RIS, UUDS 1950 ini juga bersifat sementara. Salah satu amanat dari UUDS 1950 ini adalah diselenggarakannya Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Konstituante. Dewan Konstituante yang terpilih melalui pemilu pada bulan Desember tahun 1955, mendapat tugas untuk menyusun rancangan UUD baru sebagai pengganti UUD NRI 1945 yang mengalami kemacetan (stagnan) selama dua tahun, namun akhirnya timbul kekhawatiran karena Dewan Konstituante gagal menyelesaikannya. Kondisi politik yang demikian, akhirnya membuat pemerintah (Presiden Ir. Soekarno) mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang inti dari isinya adalah bahwa Negara Republik Indonesia kembali menggunakan UUD NRI 1945 sebagai konstitusinya. d. Berlakunya kembali UUD NRI 1945 (5/7/ ) Sejak Dekrit 5 Juli 1959 disahkan, UUD NRI 1945 terus berlaku sampai sekarang sebagai hukum dasar negara Indonesia. Akan tetapi, karena konsolidasi kekuasaan yang makin lama makin terpusat di masa Orde Baru, serta siklus kekuasaan yang semakin statis karena pucuk pimpinan pemerintahan tidak mengalami pergantian

10 selama 32 tahun, akibatnya UUD NRI 1945 mengalami proses sakralisasi yang irasional selama kurun masa Orde Baru tersebut. UUD NRI 1945 tidak diizinkan bersentuhan dengan ide perubahan, padahal sejak awal dibentuknya UUD NRI 1945 jelas merupakan UUD yang masih bersifat sementara. e. UUD NRI 1945 Amandemen (Tahun Sekarang) Gelombang reformasi yang terjadi tahun 1998 menuntut adanya perubahan terhadap sistem penyelenggaraan negara khususnya perubahan (amandemen) terhadap materi UUD NRI 1945 yang selama itu dianggap jauh dari ide perubahan dan kekuasaannya yang sangat terpusat. Oleh karena itu sejak reformasi bergulir, terjadi empat kali amandemen UUD NRI 1945, yaitu : ü Perubahan I : 19 Oktober 1999 ü Perubahan II : 18 Agustus 2000 ü Perubahan III : 9 Nopember 2001 ü Perubahan IV : 10 Agustus 2002 Dalam empat kali perubahan tersebut, materi UUD NRI 1945 yang asli telah mengalami perubahan besar besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan sangat mendasar. Secara substantif, perubahan yang terjadi atas UUD NRI 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi menjadi konstitusi yang baru, meskipun tetap dinamakan sebagai UUD NRI Dengan ditetapkannya perubahan UUD ini, maka UUD NRI 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal, hal ini memperjelas status penjelasan UUD NRI 1945 yang selama ini dijadikan lampiran tidak terpisahkan dari naskah UUD NRI 1945, tidak lagi diakui sebagai bagian dari naskah UUD. Dalam implementasi UUD NRI 1945 amandemen, sistem pemerintahan negara mengalami perubahan sangat signifikan Inti penerapan sistem pemerintahan pasca amandemen antara lain: ü Penyelenggaraan otonomi daerah di tingkat Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten / Kota ü Pelaksanaan pemilu langsung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. ü Pelaksanaan kebebasan pers yang bertanggung jawab ü Perubahan undang undang politik yang berintikan pemilu langsung dan sistem multipartai. ü Pelaksanaan amandemen konstitusi (UUD NRI 1945) yang berintikan perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan ditetapkannya UUD NRI 1945 sumber hukum tertulis tertinggi di Indonesia. AMANDEMEN UUD NRI 1945 Amandemen berasal dari bahasa Inggris, Amandement, yang artinya perubahan atau mengubah. Menurut Bagir Manan, amandemen UUD itu dengan cara menambah, merinci, dan menyusun ketentuan yang lebih tegas. Dengan demikian, amandemen UUD mengandung arti menambah, mengurangi, mengubah, baik redaksi maupun

11 isinya, baik sebagian maupun seluruhnya. Secara rinci ketentuan amandemen UUD, diatur dalam pasal 37 UUD NRI 1945, yang intinya sebagai berikut : ü Usul amandemen diajukan minimal 1/3 jumlah anggota MPR yang diagendakan dalam sidang MPR. ü Usulan diajukan secara tertulis dan disertai alasan perubahannya ü Untuk mengubah, sidang MPR dihadiri minimal 2/3 anggota MPR ü Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD NRI 1945 dilakukan dengan persetujuan minimal 50% + 1 dari seluruh anggota MPR ü Perkecualian dalam amandemen, bentuk negara kesatuan tidak dapat diubah. UUD NRI 1945 SEBAGAI SUMBER HUKUM Menurut pasal 1 Ketetapan MPR No. III / MPR / 2000 didefinisikan, sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang undangan, yang terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan menurut Utrecht, 3 sumber hukum terdiri atas sumber hukum dalam arti formal, dan sumber hukum dalam arti substansial (materiil). Sumber hukum formal adalah tempat formal dalam bentuk tertulis, darimana suatu kaidah hukum diambil. Sedangkan hukum dalam arti materiil adalah tempat darimana norma itu berasal, baik yang berbentuk tertulis maupun tidak tertulis. Membahas tentang sumber hukum yang berlaku pada sebuah negara, maka erat kaitannya juga dengan jenjang peraturan yang berlaku di negara tersebut. Dalam teori hierarki yang digagas oleh Hans Kelsen (Stufentheorie), dan Hans Nawiasky (Die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen) maka dapat digambarkan tata urutan norma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sebuah negara sebagai berikut : 3 Jimly Asshiddiqie. OpCit, hlm 126

12 Gambar 1. Teori Hierarki Hans Kelsen, Hans Nawiasky, dan Penerapannya di Indonesia Berdasarkan uraian tersebut terlihat adanya persamaan dan perbedaan antara teori jenjang norma Stufentheorie Hans Kelsen dengan teori jenjang norma hukum Die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen Hans Nawiasky. Persamaannya adalah bahwa keduanya menyebutkan norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis sampai pada suatu norma yang tertinggi dan bersifat pre-supposed dan aksiomatis. Sedangkan perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut : Perbedaan Hans Kelsen Hans Nawiasky Pengelompokan Norma Tidak ada pengelompokan norma Mengelompokkan norma ke dalam empat kelompok yang berlainan Jenjang Norma Jenjang norma secara umum Jenjang norma secara khusus, dihubungkan dengan suatu negara Penyebutan Norma Dasar Grundnorm Staatsfundamentalnorm Dari kedua teori tersebut, teori Hans Nawiasky dipandang lebih aplikatif untuk diterapkan dalam hierarki peraturan perundangan-undangan di Indonesia, karena teori hierarki Hans Nawiasky sudah dikhususkan pada suatu bentuk norma hukum dalam suatu negara. Adapun hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan pasal 7 (1) yang terdiri dari : a.undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b.ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Menurut Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR Nomor I / MPR / 2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang masih berlaku adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

13 c. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. d. Peraturan Pemerintah Menurut pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undangundang sebagaimana mestinya. e. Peraturan Presiden Menurut pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan. f. Peraturan Daerah Provinsi Menurut pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah Provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. g. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota Menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah Kabupaten / Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama Bupati / Walikota. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan seperti yang terjenjang dalam hierarki tersebut didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berdasarkan urutan peraturan perundang-undangan, UUD NRI 1945 adalah sumber hukum tertinggi, yang bermakna : 4 ü Semua pembuatan peraturan perundang-undangan harus bersumber dari asas, kaidah, cita dasar dan tujuan UUD NRI ü Penerapan UUD NRI 1945 didahulukan dari peraturan perundang-undangan lain. ü Semua peraturan perundang-undangan lain tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Evaluasi: 4 Bagir Manan (Editor : Moh.Fadli) Membedah UUD Malang : UB Press

14 1. Kejelasan dalam menyampaikan hasil diskusi tentang pengertian, hakikat, sifat, fungsi, tujuan, dan supremasi konstitusi yang terkandung dalam UUD NRI Kejelasan dalam menyampaikan sejarah dinamika dan amandemen UUD NRI Ketajaman dalam menganalisis dan mengkritisi produk kebijakan atau produk hukum yang subsansinya bertentangan dengan UUD NRI 1945.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 05Fakultas Nurohma, FASILKOM KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Abstraksi dan Kompetensi ABSTRAKSI = Memahami pengertian

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 05 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Sebagai Dasar Negara Modul ini membahas mengenai Pancasila Sebagai Dasar Negara Yang Merupakan Ideologi Terbuka, Batasan keterbukaan Pancasila sebagai

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Dasar Negara-1

Pancasila sebagai Dasar Negara-1 PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 04 Pancasila sebagai Dasar Negara-1 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi AKUNTANSI Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara Dasar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

Asas dan dasar negara Kebangsaan republik Indonesia. Asas dan dasar itu terdiri atas lima hal yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri kemanusiaan 3.

Asas dan dasar negara Kebangsaan republik Indonesia. Asas dan dasar itu terdiri atas lima hal yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri kemanusiaan 3. PANCASILA LANJUT Asas dan dasar negara Kebangsaan republik Indonesia. Asas dan dasar itu terdiri atas lima hal yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri kemanusiaan 3. Peri ketuhanan 4. Peri kerakyatan 5. Kesejahteraan

Lebih terperinci

KONSTITUSI. Konstitusi) 1. Konstitusionalisme 2. Istilah Konstitusi 3. Arti dan Pengertian Konstitusi 4. Fungsi Konstitusi (Tujuan dan Hakikat

KONSTITUSI. Konstitusi) 1. Konstitusionalisme 2. Istilah Konstitusi 3. Arti dan Pengertian Konstitusi 4. Fungsi Konstitusi (Tujuan dan Hakikat KONSTITUSI 1. Konstitusionalisme 2. Istilah Konstitusi 3. Arti dan Pengertian Konstitusi 4. Fungsi Konstitusi (Tujuan dan Hakikat Konstitusi) 5. Isi Konstitusi 6. Nilai Konstitusi 7. Klasifikasi Konstitusi

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Pancasila sebagai Dasar Negara-1

PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Pancasila sebagai Dasar Negara-1 PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 04 Pancasila sebagai Dasar Negara-1 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil www.mercubuana.ac.id Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag 3.2 Uraian Materi 3.2.1 Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Pancasila PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA Pancasila Sebagai Dasar

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW KEWARGANEGARAAN Modul ke: KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Fakultas 07FEB SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management PENGERTIAN KONSTITUSI Istilah Kontitusi berasal dr bahasa Prancis constituer yg brrti

Lebih terperinci

PANCASILA. Pancasila sebagai Dasar Negara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Manajemen

PANCASILA. Pancasila sebagai Dasar Negara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.  Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Manajemen PANCASILA Modul ke: Pancasila sebagai Dasar Negara www.mercubuana.ac.id Fakultas MKCU Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen Dasar Negara Indonesia dalam pengertian historisnya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat 1. Norma Hukum Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Modul ke: 07 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Manajemen A. Pengertian dan Definisi Konstitusi B. Hakikat dan fungsi Konstitusi (UUD) C. Dinamika Pelaksanaan

Lebih terperinci

2. Perumusan Dasar Negara oleh Pendiri Negara

2. Perumusan Dasar Negara oleh Pendiri Negara 2. Perumusan Dasar Negara oleh Pendiri Negara Ketua BPUPKI dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat pada pidato awal sidang pertama BPUPKI, menyatakan bahwa untuk mendirikan Indonesia merdeka maka diperlukan suatu

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA. Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. Kom. Modul ke: 05Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

Pendidikan Pancasila PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA. Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. Kom. Modul ke: 05Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen Pendidikan Pancasila Modul ke: 05Fakultas Ekonomi Bisnis PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA Ari Sulistyanto, S. Sos., M. I. Kom Program Studi Manajemen Bagian Isi A. Pendahuluan B. Hubungan Pancasila dengan

Lebih terperinci

4 Ibid, hlm 3 5 Ibid, hlm 5

4 Ibid, hlm 3 5 Ibid, hlm 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara sebagai suatu identitas yang tampak abstark dan merupakan unsurunsur negara yang berupa rakyat, wilayah dan pemerintah. Salah satu unsur negara adalah rakyat.

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Modul ke: KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Mengetahui konstitusi di Indonesia serta penegakan hukumnya Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Bab III Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Sumber: http://www.leimena.org/id/page/v/654/membumikan-pancasila-di-bumi-pancasila. Gambar 3.1 Tekad Kuat Mempertahankan Pancasila Kalian telah

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

Implementasi Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam Perundang-Undangan Dan Kebijaksanaan Negara Fakultas TEKNIK

Implementasi Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam Perundang-Undangan Dan Kebijaksanaan Negara Fakultas TEKNIK Modul ke: Implementasi Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam Perundang-Undangan Dan Kebijaksanaan Negara Fakultas TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur www.mercubuana.ac.id Pokok

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Konstitusi dan Rule of Law Pada Modul ini kita akan membahas tentang pengertian, definisi dan fungsi konstitusi dan Rule of Law mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang serta fungsi,

Lebih terperinci

Negara dan Konstitusi

Negara dan Konstitusi Negara dan Konstitusi Negara dan Konstitusi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu negara Penyelenggaraan bernegara Indonesia juga didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

Macam-macam konstitusi

Macam-macam konstitusi Macam-macam konstitusi C.F Strong, K.C. Wheare juga membuat penggolongan terhadap konstitusi. Menurutnya konstitusi digolongkan ke dalam lima macam, yaitu sebagai berikut: 1. 1. 1. konstitusi tertulis

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Aziz Hakin, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Aziz Hakin, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar. 233 DAFTAR PUSTAKA BUKU Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory), Teori Peradilan (Judicialprudence), Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Prenada Medi Group. Abdul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mendaulat diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 1. Hal

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN :

Nama : Yogi Alfayed. Kelas : X ips 1. Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : Nama : Yogi Alfayed Kelas : X ips 1 Tugas : Kaidah yang fundamental (PPKn) JAWABAN : 1. Pengertian pokok kaidah fundamental negara Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD)

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi : 4. Menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi Kompetensi Dasar : 4.1. Mendeskripsikan hubungan dasar negara dengan konstitusi. 4.2.

Lebih terperinci

1.Hubungan Dasar Negara dgn Konstitusi

1.Hubungan Dasar Negara dgn Konstitusi EDITOR 1.Hubungan Dasar Negara dgn Konstitusi a. Pengertian Dasar Negara Dasar negara merupakan pedoman dlm mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan negara yg mencakup berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

DEFINISI KONSTITUSI. I Nym Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. (suwarnatha.pusku.com; suwarnatha.hol.es)

DEFINISI KONSTITUSI. I Nym Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. (suwarnatha.pusku.com; suwarnatha.hol.es) DEFINISI KONSTITUSI I Nym Ngurah Suwarnatha, S.H., LL.M. (suwarnatha.pusku.com; suwarnatha.hol.es) suwarnatha1@gmail.com A.Istilah dan Pengertian Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis constituer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Kedudukan Konstitusi. a. Cara Pembentukan

Kedudukan Konstitusi. a. Cara Pembentukan Kedudukan Konstitusi Kedudukan Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Meskipun Undang-Undang Dasar bukanlah merupakan salah satu syarat untuk berdirinya suatu negara beserta dengan penyelenggarannya yang baik,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Implementasi Nilai Pancasila sebagai Dasar Negara dalam perundang-undangan dan kebijaksanaan Negara

MODUL PERKULIAHAN. Implementasi Nilai Pancasila sebagai Dasar Negara dalam perundang-undangan dan kebijaksanaan Negara MODUL PERKULIAHAN Implementasi Nilai Pancasila sebagai Dasar Negara dalam perundang-undangan dan kebijaksanaan Negara Modul 4 Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945 Di susun oleh : Nama : Garna Nur Rohiman NIM : 11.11.4975 Kelompok : D Jurusan Dosen : S1-TI : Tahajudin Sudibyo, Drs Untuk memenuhi Mata Kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

ARTI PENTING UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 BAGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA

ARTI PENTING UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 BAGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA ARTI PENTING UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 BAGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA Arti Penting UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Bangsa dan Negara Indonesia Setiap negara mempunyai UUD

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat bukan sekedar antithesis terhadap kolonialisme, melainkan membawa berbagai cita-cita, gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya?

NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya? NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI 1945 UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya? Istilah konstitusi dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah constituer, dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING

ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTARA UUD 1945, KONSTITUSI RIS, UUDS 1950 DAN UUD 1945 AMANDEMEN. SUBSTANSI, KOMPARASI DAN PERUBAHAN YANG PENTING Novita Mandasari Hutagaol Dosen Tetap Prodi Pendidikan Sejarah

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MATERI UUD NRI TAHUN 1945 B A B VIII MATERI UUD NRI TAHUN 1945 A. Pengertian dan Pembagian UUD 1945 Hukum dasar ialah peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya seluruh peraturan perundangan dalam suatu Negara. Hukum dasar merupakan

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL SAMSURI FISE UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Semester Gasal 2010/2011 TOPIK MATERI PEKAN INI KONSEP KONSTITUSI dan DEMOKRASI KONSTITUSIONAL PERAN WARGA NEGARA MENURUT

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS; MENGETAHUI SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA MENJELASKAN

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R

Lebih terperinci

SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA

SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA Nama : Chikita Putri M. Kelas : 8A Panitia Sembilan Panitia Sembilan dibentuk pada 1 Juni 1945. Panitia Sembilan ini adalah panitia yang beranggotakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. : Oby rohyadi. Nomer mahasiswa : Program studi : STRATA 1. : Teknik Informatika

TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. : Oby rohyadi. Nomer mahasiswa : Program studi : STRATA 1. : Teknik Informatika TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Oby rohyadi Nomer mahasiswa : 11.11.5471 Kelompok : F Program studi : STRATA 1 Jurusan Nama Dosen : Teknik Informatika : Dr.abidarin rosidi,m.ma Implementasi

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI I. Negara Hukum Aristoteles merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

Lebih terperinci

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh: Jamal Wiwoho Disampaikan dalam Acara Lokakarya dengan tema Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR : Evaluasi Terhadap Akuntablitas Publik Kinerja Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1 UNDANG-UNDANG DASAR menurut sifat dan fungsinya adalah : Suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tuga pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan

Lebih terperinci

Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945)

Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945) Mata Kuliah Pancasila Modul ke: Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945) Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Panti Rahayu, SH, MH Program Studi MANAJEMEN Pancasila Sebagai Dasar2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( ) TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (1949-1950) DOSEN PEMBIMBING : ARI WIBOWO,M.Pd Disusun Oleh : Rizma Alifatin (176) Kurnia Widyastanti (189) Riana Asti F (213) M. Nurul Saeful (201) Kelas : A5-14

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan SEPINTAS KAJIAN TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PENDELEGASIAN WEWENANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia. Selly Rahmawati, M.Pd.

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia. Selly Rahmawati, M.Pd. Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Indonesia Selly Rahmawati, M.Pd. 1 Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Indonesia Pancasila sebagai dasar Negara merupakan asas kerokhanian atau dasar filsafat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABI Fakultas : Ilmu Sosial Jurusan/Program Studi : PKNH Mata Kuliah : PKH423 Hukum Tata Negara SKS : 4 Semester : 4 (A & B) Dosen : 1. Sri Hartini,

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara 1. Suatu kumpulan gagasan,ide ide dasar serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang memberikan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu bangsa dan negara adalah pengertian... a. Ideologi c. Tujuan

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci