Ekspresi LMP1 EBV pada keberhasilan terapi dan tiga tahun ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ekspresi LMP1 EBV pada keberhasilan terapi dan tiga tahun ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring"

Transkripsi

1 Laporan Penelitian Ekspresi LMP1 EBV pada keberhasilan terapi dan tiga tahun ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring Bambang Hariwiyanto Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta - Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan epitel kepala leher yang paling sering didapatkan. Virus Epstein Barr merupakan salah satu faktor penyebab KNF mengekspresikan beberapa protein, di antaranya latent membrane protein 1 (LMP1) yang mempunyai peran antiapoptosis, angiogenesis yang berpengaruh terhadap hasil terapi, kekambuhan, metastasis dan harapan hidup. Tujuan: Untuk mengetahui adanya perbedaan hasil terapi dan perbedaan ketahanan hidup tiga tahun antara penderita KNF yang mengekspresikan LMP1 dan yang tidak mengekspresikan LMP1 pascaterapi. Metode: Penelitian ini menggunakan nested case control, dilanjutkan dengan analisis ketahanan hidup selama tiga tahun (overall survival analysis) Kaplan Meier dan analisis perbedaan tiga tahun ketahanan hidup antara ekspresi LMP1 menggunakan tes log rank. Ekspresi LMP1 diperiksa secara imunohistokimia. Hasil: Terdapat perbedaan hasil terapi bermakna (p<0,001; OR 27,6), serta perbedaan ketahanan hidup tiga tahun bermakna (p=0,002) antara penderita KNF yang mengekspresikan LMP1 positif (>7,2) dengan penderita KNF yang mengekspresikan LMP1 negatif (<7,2), log rank sebesar 13,55. Kesimpulan: Ekspresi LMP1 dapat memprediksi keberhasilan terapi dan ketahanan hidup KNF. Kata kunci: karsinoma nasofaring, LMP1, terapi, ketahanan hidup ABSTRACT Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is the most frequent among head and neck malignancy. Epstein Barr virus (EBV) infection is one of the important cause of NPC, expressed some protein, one of them is LMP1. The roles of LMP1 are antiapoptosis and angiogenesis. Expression of LMP1 is able to influence the therapy result, recurrences, metastasis and survival rate. Purpose: To differentiate therapy result and three years survival rate between LMP1 1

2 positive expression and LMP1 negative expression in NPC post treatment. Methods: This research is using nested case control followed by overall survival analysis Kaplan Meier and log rank test statistical analysis. The LMP1 expression was measured by immunohistochemistry method. Results: There was a significant therapy result difference (p<0.001; OR 27.6) and significant three years survival rate (p=0.002) difference between LMP1 positive expression (>7.2) compared to LMP1 negative expression (<7.2), the log rank test result was Conclusion: LMP1 expression can be used to predict the therapy result, recurrences, metastasis and survival rate. Key words: nasopharyngeal carcinoma, LMP1, therapy, survival rate Alamat korespondensi: Bambang Hariwiyanto, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK UGM. Jl. Sekip Utara I, Yogyakarta. rska45@yahoo.com PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan epitelial yang di beberapa negara Asia, frekuensi kejadiannya cukup tinggi dibandingkan dengan keganasan lain di kepala leher, terutama pada pria. 1 KNF mempunyai perangai berbeda dibandingkan dengan keganasan pada kepala leher yang lain, karena sifatnya yang sangat invasif dan sangat mudah bermetastasis. 2-5 Epidemiologi KNF sangat unik, yaitu sangat jarang ditemukan di populasi dunia, tetapi banyak ditemukan di beberapa negara Asia Tenggara. Kekerapan kasus baru KNF di bagian Selatan Cina sebanyak kasus/ penduduk per tahun, sedangkan di Indonesia 5,68 kasus/ penduduk per tahun. Perbandingan antara pria dan wanita sebesar 2-3:1, 80% pasien terdiagnosis pada umur tahun dan sudah pada stadium lanjut. 6,7 Stadium dini KNF gejalanya tidak khas, sehingga pasien datang berobat ke rumah sakit ketika sudah timbul benjolan di leher yang merupakan anak sebar dari tumor primernya. 6-8 Di Bagian THT RS Dr. Sardjito, Yogyakarta (antara bulan Januari 2004 sampai dengan bulan April 2005, didapatkan 108 kasus baru KNF dengan stadium III (23,15%) dan stadium IV (66,85%), dan tidak didapatkan penderita KNF dengan stadium I atau II. 8 2

3 Diagnosis KNF ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dilengkapi dengan pemeriksaan nasoendoskopi, CT scan nasofaring dan hasil pemeriksaan histopatologi yang merupakan baku emas. Untuk penegakan stadium KNF dilengkapi pemeriksaan USG abdomen dan bone survey. Protokol terapi KNF stadium III dan IV di RS Dr. Sardjito menggunakan protokol A atau B. Protokol A menggunakan kemoterapi dengan regimen 5-flurouracil dan cisplatinum sebanyak empat siklus, dilanjutkan radioterapi sebanyak 6500 cgy. 2 Pada protokol B dilakukan kemoterapi 5-flurouracil dan cisplatinum sebanyak tiga siklus dilanjutkan dengan radioterapi sebanyak 7000 cgy dan diakhiri dengan brachytherapi menggunakan Co-60 sebanyak 1200 cgy. 2 Infeksi Epstein Barr virus (EBV) merupakan salah satu penyebab terjadinya KNF, virus tersebut masuk ke dalam tubuh manusia, mengadakan replikasi di epitel orofaring dan dapat bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (long life). 9,10 Pada KNF, EBV mengekspresikan beberapa protein yang salah satunya adalah latent membrane protein 1 (LMP1) yang merupakan protein membran integral, mengandung 386 asam amino, mempunyai struktur kompleks, mengandung enam transmembran domain yang menghubungkan domain terminal pendek N dengan terminal panjang C (cytoplasmic). Terminal panjang terdiri atas asam amino no.187 dan berakhir pada asam amino no.386. Salah satu asam amino tersebut berhubungan dengan nuclear factor kapa beta (NFķß) yang merupakan salah satu faktor transkripsi yang berperan pada terjadinya keganasan. Keberadaan dan peran NFķß di sitoplasma dikendalikan oleh protein inhibitor NFķß (Iķß). Gangguan pengendalian NFķß menyebabkan pelepasan NFķß ke dalam nukleus yang menjadi aktif dan menyebabkan terhalangnya proses apoptosis, sehingga dapat mempengaruhi hasil terapi, kekambuhan dan metastasis NFķß yang aktif dapat menyebabkan tumor resisten terhadap obat antitumor termasuk radioterapi dengan cara mengaktifkan protein inhibitor apoptosis (IAPs). 14 Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan hasil terapi, serta ketahanan hidup tiga tahun (3 years 3

4 overall survival analysis) dan adanya perbedaan ketahanan hidup tiga tahun antara KNF yang mengekspresikan LMP1 dengan KNF yang tidak mengekspresikan LMP1 pascaterapi lengkap. METODE Metode penelitian ini adalah nested case control, dengan analisis perbedaan hasil terapi terhadap ekspresi LMP1 menggunakan tes Chi square. Penelitian ini dilanjutkan dengan analisis kesintasan ketahanan hidup (overall survival analysis) Kaplan Meier terhadap penderita KNF selama tiga tahun pascaterapi lengkap dan tepat waktu, dengan tanggal dan waktu hasil terapi ditegakkan sebagai titik nol (zero point). Analisis perbedaan ketahanan hidup tiga tahun terhadap ekspresi LMP1 menggunakan tes log rank. Penelitian dilakukan di Bagian THT RS Dr. Sardjito, sejak bulan Januari 2004 sampai dengan Desember Pengumpulan sampel secara berurutan (consecutive sampling) terhadap sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang salah satu di antaranya adalah: 1) alamat penderita jelas dan mudah dihubungi; 2) jenis histopatologi KNF adalah WHO tipe II atau III, stadium III atau IV tanpa metastasis jauh; 3) telah menjalani terapi yang sesuai dengan protokol terapi, baik protokol A maupun protokol B; 4) selama penelitian penderita melakukan kontrol sesuai dengan jadwal. Semua jaringan biopsi penderita KNF calon sampel disimpan di laboratorium Patologi Anatomi (PA) sejak tahun 2003 dan diperiksa ekspresi LMP1nya menggunakan imunohistokimia, sebelum penelitian ini dimulai (nested). Evaluasi hasil terapi dilakukan 8 12 minggu pascaterapi. Penderita dinyatakan sembuh apabila: 1) hasil pemeriksaan CT scan tidak didapatkan penambahan volume tumor dan metastasis; 2) ada pemeriksaan nasoendoskopi tidak didapatkan masa yang ulseratif, ireguler; 3) hasil biopsi dinyatakan negatif. Selanjutnya penderita dievaluasi saat kontrol di poliklinik THT atau kunjungan rumah setiap 3 6 bulan pascaterapi, dicatat keadaan penderita sudah meninggal atau masih hidup. Pemeriksaan ekspresi LMP1 jaringan biopsi penderita KNF sebelum terapi, dilakukan secara imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal CS1-4

5 4 yang diproduksi oleh Novocastra. Pembacaan hasil imunohistokimia menggunakan mikroskop Olympus seri BX41 pembesaran 200x dan dilakukan uji kesepakatan (tes kappa) oleh dua orang ahli PA di Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran (FK) UGM. Ekspresi LMP1 dihitung secara kuantitatif dengan skoring, berdasarkan jumlah dan intensitas warna protein yang terekspresi di setiap lapangan pandang. Ekspresi LMP1 dikatakan positif (+) apabila tampak granula berwarna coklat pada membran sel. Penilaian ekspresi LMP1 adalah: 1) skor (0) bila ekspresi LMP1<1%; 2) skor (+) bila ekspresi LMP1 antara 1-25%; 3) skor (++) bila ekspresi LMP1 antara 26-50%; skor (+++) bila ekspresi LMP1 antara 51-75%; dan ekspresi LMP1 (++++) bila ekspresi LMP %. Intensitas warna protein dinilai dengan; 1) skor 1 bila warna kuning muda (lemah); 2) skor 2 bila warna kuning kecoklatan (sedang); dan skor 3 bila warna coklat (kuat). Bila intensitas warna pada lapangan pandang heterogen, skor setiap ekspresi LMP1 pada setiap intensitas warna dihitung secara independen, kemudian dijumlahkan. 15 HASIL Didapatkan 56 orang penderita KNF yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas 28 orang dengan respons terapi positif (sembuh) dan 28 orang dengan respons terapi negatif (tidak sembuh). Secara imunohistokimia didapatkan hasil pemeriksaan ekspresi LMP1 terendah sebesar 3,0 dan tertinggi sebesar 11,6 dengan tes kappa didapatkan hasil sebesar 0,63-0,81. Titik potong (cut off point) antara ekspresi LMP1 (+) dan (-) ditentukan dengan recevier operator curve (ROC), dan didapatkan angka 7,2 yang berarti ekspresi LMP1<7,2 dianggap (-), sedangkan ekspresi LMP1>7,2 dianggap (+). Dari 56 sampel, didapatkan 29 orang penderita KNF dengan ekspresi LMP1<7,2 (-) dan 27 orang penderita KNF (+), yaitu ekspresi LMP1>7,2. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik sampel 5

6 Respons terapi (+) Respons terapi (-) p Usia , > Jenis kelamin Laki-laki ,55 Perempuan 7 9 Stadium III ,55 IVA 3 3 IVB 9 11 PA WHO II - 2 0,30 WHO III Terapi Protokol A ,26 Protokol B p>0,05 Homogenitas sampel dapat dilihat jenis kelamin, stadium histopatologi dan pada tabel 1, tidak terdapat perbedaan protokol terapi. bermakna pada respons terapi antar-usia,. Tabel 2. Analisis bivariabel ekspresi LMP1 terhadap respons terapi Respons terapi (+) % Respons terapi (-) % OR p LMP1>7,2 (+) 4 (14,3 %) 23 (82,1 %) 27,60 <0,001 LMP1<7,2 ( ) 24 (85,7 %) 5 (17,9 %) 6

7 Hasil analisis bivariabel antarekspresi LMP1 terhadap respons terapi dapat dilihat pada tabel 2, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna respons terapi antara KNF yang mengekspresikan LMP1>7,2 dengan KNF yang mengekspresikan LMP1<7,2 (p<0,001; OR 27,6). 1.0 log rank = 13,55; p = 0,002.9 Angka Ketahanan Hidup LMP 1 < 7.2 = 3 < 7.2-censored = 26 >= 7.2 = >= 7.2-censored = 11 Follow-up (bulan) Gambar 1. Kurve perbedaan ketahanan hidup tiga tahun antara ekspresi LMP1(+) dan LMP1(-) Hasil analisis ketahanan hidup tiga tahun penderita KNF pascaterapi adalah: penderita KNF dengan ekspresi LMP1<7,2 (-), ketahanan hidupnya selama tiga tahun sebesar 85%, sedangkan panderita KNF dengan ekspresi LMP1>7,2 (+), ketahanan hidup selama tiga tahun sebesar 30%, dengan p=0,002 dengan tes log rank 13,55 (lihat gambar 1). DISKUSI Didapatkan hasil penderita KNF dengan ekspresi LMP1>7,2 (+) mempunyai risiko kegagalan terapi sebanyak 27,6 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita KNF yang mengekspresikan LMP1<7,2 (-) dengan p<0,001. Hasil ini sesuai teori yang menyatakan bahwa LMP1 dapat mengaktifkan NFkβ yang menyebabkan terhalangnya proses apoptosis dan aktifnya inhibitor apoptosis (IAPs), sehingga tumor resisten terhadap obat antitumor termasuk radioterapi dan 7

8 kemoterapi, LMP1 juga menyebabkan kenaikan enzim COX-2 yang menyebabkan tumor mudah mengalami metastasis yang berakibat penurunan ketahanan hidup penderita KNF Penelitian ini menunjukkan bahwa KNF dengan ekspresi LMP1>7,2 (+) mempunyai risiko meninggal dunia dalam kurun waktu tiga tahun pascaterapi sebesar 13,55 kali dibandingkan dengan penderita KNF dengan ekspresi LMP1<7,2 (-), sedangkan Hariwiyanto pada penelitiannya tentang pengaruh LMP1 terhadap ketahanan hidup dua tahun KNF pascaterapi didapatkan hasil log rank sebesar 9,79 dan p=0,002. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama durasi pengamatannya, semakin banyak penderita yang mempunyai kemungkinan meninggal dunia. 16 Kesimpulan hasil penelitian ini pada penderita KNF dengan ekspresi LMP1>7,2 (+) mempunyai risiko kegagalan terapi sebesar 27,6 kali lebih besar dibandingkan dengan KNF dengan ekspresi LMP1<7,2 (-) dengan p<0,001, serta LMP1>7,2 (+) menyebabkan penurunan ketahanan hidup selama tiga tahun sebesar 13,55 kali dibandingkan penderita KNF dengan ekspresi LMP1<7,2 (-). Sesuai dengan hasil penelitian ini, untuk memprediksikan keberhasilan terapi dan ketahanan hidup KNF, perlu disarankan untuk memeriksa ekspresi LMP1 secara rutin. Untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian analisis kesintasan harapan hidup dengan durasi yang lebih lama, yaitu lima tahun. UCAPAN TERIMA KASIH Kepada dr. Haryadi, Sp.PA yang telah membantu pada pengumpulan, penyimpanan, pengecatan, serta penilaian ekspresi LMP1 secara imunohistokimia. DAFTAR PUSTAKA 1. Patmanathan R. Can NPC be prevented? UICC Workshop on Nasopharyngeal Cancer. Issue and Challenge. Singapore Cancer Society, July Liu MT, Hsieh CY, Chang TH, Lin JP, Huang CC, Wang AJ. Prognostic factors affecting the outcome of nasopharyngeal carcinoma. Jpn J Clin Oncol 2003; 2(10): Jian-guo T, Xuan I, Ping C. Expression of matrix metalloproteinase-9 in nasopharyngeal carcinoma and associated with Epstein Barr virus 8

9 infection. J Zheij Univ Sci 2004; 5(10): Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode metastasis in nasopharyngeal carcinoma: prognostic value and staging categories. Clin Cancer Res 2007; 13(5): Tang L, Li L, Mao Y, Liu L, Liang S, Chen J, et al. Retropharyngeal lymphnode metastasis in nasopharyngeal carcinoma detected by magnetic resonance imaging: prognostic value and staging categories. Cancer 2008; 113: Jia WH, Shao JY, Feng BJ, Zeng YX. Genetic component involved in nasopharyngeal carcinoma development. In: Bishop J, Huang P, Johnson JST, Koo KC, eds. Cancer reviews Asia Pacific. Singapore: World Scientific; p Chien YC, Chen CJ. Epidemiology and etiology of nasopharyngeal carcinoma: gene environment interaction. In: Bishop J, Huang P, Johnson JST, Koo ST, eds. Cancer reviews. Singapore: World Scientific; p Harowi K, Hariwiyanto B, Erlangga EG. The management of nasopharyngeal carcinoma at Sardjito hospital of Yogyakarta. Free Paper. The 11 th Asean ORL-HNS Congress Bali Kempkes B, Strobl LJ, Bornkamm GW, Zimer-Strobl U. EBNA2 and notch signaling. Epstein Barr virus. In: Robertson ES, ed. Epstein Barr virus. Norfolk England: Caister Academic Press; p Kutok JL, Wang E. Spectrum of Epstein Barr virus associated disease. Ann Rev Pathol Mechanism Dis 2006; 1: Iwatsuki K, Yamamoto T, Tsuji K, Suzuki D, Fuji K, Matzuhara H, et al. A spectrum of clinical manifestation caused by host immune responses againt Epstein Barr virus infection. Acta Med Okayama 2004; 58(4): Li M, Zhuang ZH, Wang Q, Pang JCS, Wong HI. Epstein Barr virus latent membrane protein-1 (LMP1) upregulates Id1 expression in nasopharyngeal carcinoma. Oncogene 2004; 23: Weinberg RA. Cytoplasmic signaling circuity programs many thraits of cancer. In: Masson S, Grose A, eds. The biology of cancer. New York: Garland Science; p Uzzo RB, Cairns P, Dulin N, Horwitz EM, Pollack A, Kolenko V. Tumor resistance to apoptosis. In: Funke JH, Bukowski N, eds. Cancer immunotherapy at the cross roads. New Jersey: Humana Press Inc; p Khabir A, Karray H, Rodriques S, Rose M, Dauod J, Frikha M. EBV latent membrane protein-1, abundand 9

10 correlates with patient age, but not with patient behavior in North African nasopharyngeal carcinoma. Virology 2005; 2: Hariwiyanto B. Peran protein EBNA1, EBNA2, LMP1 dan LMP2 virus Epstein Barr sebagai faktor prognosis pengobatan nasofaring. Disertasi.Yogyakarta: Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM;

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun sangat sering dijumpai di Cina Selatan, Afrika Utara, Alaska,

Lebih terperinci

" The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings "

 The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings ABSTRACT " The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings " Puji Sulastri, Bambang Hariwiyanto, Sagung Rai Indrasari Departement of Otorhinolaryngology

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di dunia, namun memiliki insidensi yang cukup tinggi di Cina, Arktik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

Kajian terhadap hasil terapi karsinoma nasofaring berdasarkan EBNA1 dan EBNA2

Kajian terhadap hasil terapi karsinoma nasofaring berdasarkan EBNA1 dan EBNA2 Laporan Penelitian Kajian terhadap hasil terapi karsinoma nasofaring berdasarkan EBNA1 dan EBNA2 Bambang Hariwiyanto, Soenarto Sastrowiyoto*, Sofia Mubarika**, Salugu Masesadji*** *Bagian Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

ANGKA HARAPAN HIDUP DUA TAHUN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA BERBAGAI STADIUM YANG DILAKUKAN TERAPI KEMORADIASI

ANGKA HARAPAN HIDUP DUA TAHUN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA BERBAGAI STADIUM YANG DILAKUKAN TERAPI KEMORADIASI ANGKA HARAPAN HIDUP DUA TAHUN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA BERBAGAI STADIUM YANG DILAKUKAN TERAPI KEMORADIASI TWO-YEARS SURVIVAL RATE OF NASOPHARYNGEAL CARCINOMA PATIENTS IN VARIOUS STAGES TREATED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI c PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 Jennifer Christy Kurniawan, 1210134 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes.,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011 Oleh: WULAN MELANI 090100114 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HALAMAN PERSETUJUAN Proposal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 ABSTRAK Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 Fifi, 2010. Pembimbing I: Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes Pembimbing II: Evi Yuniawati,

Lebih terperinci

Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes.

Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes. ABSTRAK PREY ALENSI KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM HASAN SADIKIN BAN DUNG PERIODE JANUARI- DESEMBER 2003 Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes. Karsinoma nasofaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection ORIGINAL ARTICLE Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection Nadia Surjadi 1, Rahmi Amtha 2 1 Undergraduate Program, Faculty of Dentistry Trisakti University, Jakarta

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika Bekam Pada Kanker Nasofaring Dan Kontribusinya Bagi Penanganan Kanker Nasofaring

Pemodelan Matematika Bekam Pada Kanker Nasofaring Dan Kontribusinya Bagi Penanganan Kanker Nasofaring JURNAL FOURIER Oktober 05, Vol. 4,., 87-9 ISSN 5-76X Pemodelan Matematika Bekam Pada Kanker Nasofaring Dan Kontribusinya Bagi Penanganan Kanker Nasofaring Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Hubungan Ekspresi p53 dengan Prognosis Hasil Terapi Radiasi pada Karsinoma Nasofaring

Hubungan Ekspresi p53 dengan Prognosis Hasil Terapi Radiasi pada Karsinoma Nasofaring ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Hubungan Ekspresi p53 dengan Prognosis Hasil Terapi Radiasi pada Karsinoma Nasofaring Relation p53 Expression and Prognosis of Radiation Therapy in Nasopharyngeal Carcinoma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

KUALITAS HIDUP DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUD DR.

KUALITAS HIDUP DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUD DR. KUALITAS HIDUP DAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KANKER NASOFARING YANG MENDAPAT RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DIKA ARISTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA MAMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Cory Primaturia, 2009, Pembimbing I : dr.freddy Tumewu A.,M.S Pembimbing II : dr. Hartini Tiono Karsinoma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN, BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2009 Ervina, 2011 Pembimbing I : dr. July Ivone, MKK, Mpd Ked Pembimbing II : dr. Sri Nadya Saanin M.Kes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah munculnya penyakit, baik menular

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA BEKAM PADA KANKER NASOFARING DAN KONTRIBUSINYA BAGI PENANGANAN KANKER NASOFARING

PEMODELAN MATEMATIKA BEKAM PADA KANKER NASOFARING DAN KONTRIBUSINYA BAGI PENANGANAN KANKER NASOFARING JURNAL FOURIER Oktober 05, Vol. 4, No., 9-8 ISSN: 5-763X PEMODELAN MATEMATIKA BEKAM PADA KANKER NASOFARING DAN KONTRIBUSINYA BAGI PENANGANAN KANKER NASOFARING Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT KANKER OVARIUM DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2011 Adindha, 2012; Pembimbing I : Laella K. Liana, dr., Sp. PA., M. Kes. Pembimbing II : Rimonta

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gambaran Riwayat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Periksa Payudara Sendiri (SADARI) Pasien Kanker Payudara Sebagai Langkah Deteksi Dini

ABSTRAK. Gambaran Riwayat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Periksa Payudara Sendiri (SADARI) Pasien Kanker Payudara Sebagai Langkah Deteksi Dini ABSTRAK Gambaran Riwayat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Periksa Payudara Sendiri (SADARI) Pasien Kanker Payudara Sebagai Langkah Deteksi Dini Stephen Iskandar, 2010; Pembimbing pertama : Freddy T. Andries,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Disusun Oleh: AFIF ARIYANWAR 20130310063 Telah disetujui

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe dan Tipe ABSTRAK Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan Latar belakang Pola pertumbuhan undifferentiated

Lebih terperinci

ABSTRAK INSIDENSI DAN GAMBARAN PENDERITA KANKER SERVIKS DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG TAHUN 2014

ABSTRAK INSIDENSI DAN GAMBARAN PENDERITA KANKER SERVIKS DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG TAHUN 2014 ABSTRAK INSIDENSI DAN GAMBARAN PENDERITA KANKER SERVIKS DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG TAHUN 2014 Gizella Amanagapa, 2015 Pembimbing : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.kes., PA(K) Dr. Teresa L.W., S.Si., M.kes.,

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009 31 DESEMBER 2010 Stevanus, 2011; Pembimbing I : dr. Hartini Tiono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Sri Nadya J Saanin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PAP SMEAR ABNORMAL DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015

ABSTRAK GAMBARAN PAP SMEAR ABNORMAL DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015 ABSTRAK GAMBARAN PAP SMEAR ABNORMAL DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015 Laurentia Cindy Gani Wijaya, 1310129, Pembimbing I : Roro Wahyudianingsih, dr., SpPA. Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 2014. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik subjek Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013 berdasarkan data pasien yang sampelnya diperiksa di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP

Lebih terperinci

PERBEDAAN EKSPRESI CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC PROTEASES-9 ( CASPASE-9 ) PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING WHO TIPE 3 STADIUM III DAN IV TESIS

PERBEDAAN EKSPRESI CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC PROTEASES-9 ( CASPASE-9 ) PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING WHO TIPE 3 STADIUM III DAN IV TESIS PERBEDAAN EKSPRESI CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC PROTEASES-9 ( CASPASE-9 ) PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING WHO TIPE 3 STADIUM III DAN IV TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv KATA PENGANTAR...v ABSTRAK...vi ABSTRACT...vii RINGKASAN...viii SUMMARY...ix

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Kanker kepala dan leher adalah kanker tersering ke lima di dunia. Banyak

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Bapak/Ibu yang terhormat, nama saya dr. Dewi Puspitasari, Peserta Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di zaman modern ini angka kejadian kanker di masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar lebih peka terhadap salah satu jenis penyakit yang mematikan ini.limfoma

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian cross sectio dengan menggunakan metode deskriptif yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI Kevin Ravido Widiono 1, Willy Yusmawan 2, Zulfikar Naftali 2 1 Mahasiswa Program Studi S-1

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal, dapat mengenai satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

Photodynamic therapy (PDT) pada penderita karsinoma nasofaring: kajian angka harapan hidup

Photodynamic therapy (PDT) pada penderita karsinoma nasofaring: kajian angka harapan hidup Laporan Penelitian Photodynamic therapy (PDT) pada penderita karsinoma nasofaring: kajian angka harapan hidup Sagung Rai Indrasari*, Bambang Hariwiyanto*, Indwiani Astuti**, Soenarto Sastrowijoto* *Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS DENGAN RESPON KEMORADIASI BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING

HUBUNGAN ANTARA KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS DENGAN RESPON KEMORADIASI BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING HUBUNGAN ANTARA KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS DENGAN RESPON KEMORADIASI BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING ASSOCIATION BETWEEN HISTOPATOLOGICAL CLASSIFICATION WITH RESPONSE TO

Lebih terperinci

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring

Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring Hubungan Merokok dan Kejadian Nasofaring 79 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dan Kejadian Karsinoma Nasofaring Studi observasi analitik di RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Februari sampai April 2009

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA

GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN 2012-2014 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA 120100414 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA PROSTAT BERDASARKAN UMUR, KADAR PSA,DIAGNOSIS AWAL, DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Wilianto, 2010 Pembimbing I

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Christone Yehezkiel P, 2013 Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang) PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang) HEMOGLOBIN LEVELS OF NASOPHARYNGEAL CANCER PATIENTS BEFORE

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum PENGARUH PEMBERIAN PERMEN KARET XYLITOL TERHADAP LAJU ALIRAN SALIVA (Studi Kasus Pada Pasien Radioterapi Kepala dan Leher di RSUP Dr. Kariadi Semarang) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan)

Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan) 1 Penelitian Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan) Yenita, Aswiyanti Asri Abstrak Latar Belakang: Karsinoma nasofaring

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2011

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2011 1 TINGKAT KETAHANAN HIDUP PASIEN KANKER NASOFARING PADA BERBAGAI MODALITAS TERAPI (Studi kasus pasien kanker nasofaring pada terapi konvensional dan pengobatan komplementer alternatif ) SURVIVAL RATE OF

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 Fajri Lirauka, 2015. Pembimbing : dr. Laella Kinghua Liana, Sp.PA, M.Kes.

Lebih terperinci

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi DAFTAR ISI Halaman COVER... i LEMBAR PENGESAHAN... ii DAFTAR ISI... iii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.3.1

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE 2010-2012 Oleh : NATHANIA VICKI RIANA 100100066 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE HASIL

PENDAHULUAN METODE HASIL PENDAHULUAN Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang umum terjadi pada wanita dengan jumlah kasus lebih dari satu juta setiap tahunnya di seluruh dunia. Karsinoma payudara menduduki peringkat kedua

Lebih terperinci

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013 Oleh : IKKE PRIHATANTI 110100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2013 Indra Josua M. Tambunan, 2014 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, M.Kes, AIF.. Kanker serviks

Lebih terperinci

PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK

PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK TESIS Universitas Andalas Oleh: Reno Muhatiah 1250305210 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung

1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung 2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung HUBUNGAN FAKTOR USIA, JENIS KELAMIN DAN GEJALA KLINIS DENGAN KEJADIAN KARSINOMA NASOFARING DI RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013 2014 Resti Arania 1, Sri Maria Puji L 1, Irne Jayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

Uji serologi IgA karakter KNF EBNA1+VCA p-18 pada penderita keluhan kronis kepala leher

Uji serologi IgA karakter KNF EBNA1+VCA p-18 pada penderita keluhan kronis kepala leher Laporan Penelitian Uji serologi IgA karakter KNF EBNA1+VCA p-18 pada penderita keluhan kronis kepala leher Camelia Herdini *, Susanna Hutajulu **, Sagung Rai Indrasari *, Bambang Hariwiyanto *, Jajah Fachiro**,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan di sekitarnya dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) (Nasopharyngeal carcinoma = NPC) merupakan penyakit tumor ganas yang mempunyai distribusi endemic diseluruh dunia dengan variasi kejadian

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE 2006-2010 Sahala Triyanto S,2012. Pembimbing I : Budi Widyarto Lana,dr., M.H. Pembimbing

Lebih terperinci