BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Sejarah berkembangnya Ekonomi Makro

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Sejarah berkembangnya Ekonomi Makro"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Ekonomi Makro Pengertian dan Sejarah berkembangnya Ekonomi Makro Makro ekonomi adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang membahas perilaku perekonomian secara agregat, misalnya kemakmuran dan resesi, output barang dan jasa, total perekonomian, laju pertumbuhan output, laju inflasi dan pengangguran, neraca pembayaran dan juga nilai kurs ( Dornbusch, Stanley, dan Mulyadi, 1996:3) Ekonomi makro terbentuk dari adanya kemerosotan ekonomi dunia yang berawal dari adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat tahun Pada saat itu hampir 25 % masyarakat Amerika kehilangan pekerjaannya dan berakibat pada merosotnya angka pendapatan nasional negara tersebut. Tentu saja hal ini menjalar dan meluas ke seluruh dunia. Pada saat itu tidak ada satu teori atau ajaran ekonomi yang mampu memecahkan masalah depresi ekonomi tersebut. Hal ini semakin menyadarkan para ahli ekonomi saat itu bahwa ekonomi tidak dapat hanya tergantung pada mekanisme pasar saja, karena mekanisme pasar tidak mampu menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan stabil. Seorang ahli ekonomi yang sekaligus pada saat itu bertugas sebagai Presiden World Bank mengemukakan pandangannya terhadap krisis ekonomi yang dihadapi dunia saat

2 itu. Dalam buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money, John Maynard Keynes mengatakan bahwa pada saat itu untuk memecahkan masalah ekonomi suatu perekonomian tidak boleh hanya tergantung pada mekanisme pasar saja tetapi membutuhkan juga campur tangan pemerintah didalamnya. Pandangan John Maynard Keynes dalam bukunya tersebut menjadi awal ataupun landasan lahirnya teori ekonomi makro modern Masalah dalam Ekonomi Makro Di setiap negara di dunia ini tentu kegiatan perekonomiannya tidak selalu stabil, apalagi dengan ruang lingkup yang sangat luas setiap negara pasti mempunyai kendala ataupun masalah tersendiri. Namun bila diklasifikasikan lagi masalah masalah yang dihadapi oleh tiap negara di dunia dapat dikelompokkan menjadi 3 masalah pokok. Menurut Bakti, Rakhmat, dan Syahrir (2010:12) kebijakan makro ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai keiikutsertaan pemerintah dalam memacu kehidupan ekonomi selalu dihadapkan kepada masalah pertumbuhan, inflasi, dan pengangguran sebagai central issues macroeconomic. Dengan kata lain bahwa yang menjadi masalah pokok dalam ekonomi makro dan mencakup keseluruhan variabel variabel dalam ekonomi makro adalah masalah pertumbuhan, inflasi dan pengangguran. Selain masalah pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan masalah inflasi, masalah yang sering dihadapi oleh setiap negara di dunia adalah masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi dan masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran.

3 Untuk lebih jelas mengenai masalah masalah yang akan dihadapi oleh perekonomian suatu negara dapat terlihat jelas dari gambar berikut ini: Gambar 2.1. Masalah dalam Ekonomi Makro Pertumbuhan a. GNP b. Konsumsi Masyarakat c. Konsumsi pemerintah d. Investasi e. Ekspor f. Impor Interest Rate Wages Employment Inflasi Pengangguran Interest rate Money supply Investasi 1. Neraca Pembayaran 2. Current Account 3. Capital account 4. Exchange rate system Fixed Floating Devaluasi Revaluasi Appresiasi Depresiasi Sumber: Bakti, Rakhmat, dan Syahrir (2010:13)

4 Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro Kebijakan ekonomi yang dirumuskan oleh pemerintah tentu harus disesuaikan dengan tujuan ataupun target apa yang harus dicapai dengan kebijakan yang akan dibuat tersebut. Oleh karena itu sebelum memutuskan kebijakan apa yang harus digunakan dalam perekonomian harus terlebih dahulu ditentukan target dan tujuan yang hendak dicapai, sehingga dalam pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Kelana (1996:7) secara umum ada beberapa aspek yang menjadi tujuan kebijakan makroekonomi dan merupakan pilihan tersendiri bagi setiap Negara. Hal ini diakibatkan oleh berbedanya tujuan dan sasaran ekonomi suatu Negara tergantung pada kondisi dan keadaan ekonomi di Negara tersebut. Tujuan yang dimaksudkan antara lain: 1. Menciptakan Tingkat Harga yang Stabil. Banyak orang mengartikan harga yang stabil sebagai harga yang selalu konstan (constant price). Namun bila dilihat lebih jauh, harga yang stabil bukan berarti harga selalu konstan namun tingkat fluktuasinya lebih kecil atau jarang. Stabilitas harga merupakan tujuan yang penting. Fluktuasi harga yang tinggi tentu akan meningkatkan risiko pada dunia usaha. Sebagai contoh di bidang properti (perumahan). Untuk membangun suatu perumahan tentu dibutuhkan bahan baku dan tenaga kerja. Tentu harga bahan baku dan tenaga kerja tidak akan selalu sama pada berbagai periode waktu. Kontrak yang dilakukan pengembang dengan tenaga kerja tentu dipengaruhi oleh perubahan harga. Demikian juga dengan bahan baku,

5 harga dari bahan bahan bangunan akan sangat dipengaruhi oleh kestabilan perubahan harga dari waktu ke waktu. Kestabilan harga akan memudahkan pengembang merencanakan pembangunan perumahan sesuai dengan yang diharapkannya. Dan dengan demikian akan semakin meningkatkan gairah dunia usaha perumahan kedepannya. 2. Memaksimalkan Tenaga Kerja dan Output Mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) merupakan cita cita setiap negara di dunia. Namun pada umumnya tidak ada satu negara pun didunia yang mampu mewujudkan adanya penggunaan tenaga kerja penuh. Walaupun memaksimalkan output cenderung mendorong tercapainya tujuan penggunaan tenaga kerja kapasitas penuh (full employment) namun kebijakan kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah dengan menambah pengeluaran aggregat (output) hanya mampu mengurangi jumlah pengangguran tetapi tetap tidak mampu untuk menciptakan perekonomian dengan penggunaan tenaga kerja penuh. 3. Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan dambaan bagi setiap Negara di dunia. Namun pertumbuhan ekonomi yang diharapkan biasanya harus diikuti dengan adanya stabilitas, keadilan ekonomi (economic equality) serta distribusi pendapatan yang merata di setiap wilayah yang ada di Negara tersebut. Disamping itu, adanya peningkatan populasi manusia dan kebutuhan yang tidak terbatas mendorong perekonomian untuk selalu

6 meningkatkan produksi barang dan jasanya dan akan semakin memungkinkan penambahan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam memproduksi barang tersebut. Sehingga pertumbuhan ekonomi akan terjadi di Negara tersebut dan akan lebih baik jika diikuti dengan distribusi pertumbuhan yang merata. 4. Mengukuhkan Neraca Pembayaran (Stabilitas Neraca Pembayaran) Stabilitas neraca pembayaran dianggap sangat penting dikarenakan hal ini berkenaan dengan hubungan luar negeri dan cadangan devisa suatu Negara. Neraca pembayaran yang tidak kukuh akan mengurangi kemampuan suatu negara dalam menghadapi masalah pengaliran dana keluar negeri yang melebihi dari keadaan yang biasanya berlaku. Sebagai akibatnya cadangan mata uang asing akan merosot dan kurs mata uang asing meningkat. Hal ini akan menimbulkan efek buruk ke perekonomian suatu negara seperti inflasi, biaya produksi meningkat akan tetapi sebaliknya daya beli masyarakat merosot. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi makro perlu memperhatikan kedudukan neraca pembayaran dan kurs valuta asing selalu tetap teguh keadaannya Kebijakan Ekonomi Makro Untuk mencapai tujuan tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya kebijakan kebijakan ekonomi yang tepat dan sesuai dengan apa yang akan dicapai. Secara garis besar terdapat 3 bentuk kebijakan ekonomi makro:

7 1. Kebijakan fiskal Menurut Pracoyo dan Antyo (2005:22) kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Adapun sumber penerimaan Negara adalah penerimaan dari pajak, penerimaan bukan pajak, dan juga dari bantuan ataupun pinjaman yang berasal dari luar negeri, sedangkan pengeluaran dapat dibagi menjadi 2 bagian secara umum yakni pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sehingga dengan kata lain kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan Negara yang bersumber dari penerimaan serta alokasi pengeluaran Negara yang tercantum dalam APBN. Menurut Sukirno (2004:188) Ada 2 instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal ini antara lain: a. Automatic instrument Adalah suatu instrumen yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara menaikkan persentase beban pajak sehingga memunculkan kenaikan harga barang secara umum dan lebih jauh laju inflasi akan meningkat. Adapun kebijakan ini bertujuan untuk dapat mengurangi defisit anggaran pemerintah. Hal ini tentu akan memberatkan bagi masyarakat karna harus menambah bebannya untuk pajak, namun ternyata kebijakan ini cukup berhasil karena peningkatan penerimaan pajak yang diterima dari masyarakat dikelola dengan baik dengan menujukannya ke pengeluaran yang dapat mendorong investasi pada sektor sektor yang produktif.

8 b. Instrumen diskreasi Instrumen diskreasi adalah langkah langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk mengurangi gerak naik turun tingkat kegiatn ekonomi dari waktu ke waktu, menciptakan suatu tingkat kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak menghadapi masalah inflasi, dan selalu mengalami pertumbuhan yang memuaskan. Langkah langkah pemerintah di dalam melakukan perubahan terhadap pengeluaran pemerintah dan juga perubahan system perpajakan harus terlebih dahulu disesuaikan dengan masalah yang dihadapi. Sebagai contoh untuk mengatasi masalah inflasi pemerintah dapat melakukan perubahan terhadap sistem pajaknya dengan menaikkan jumlah pajak yang dipungut dari masyrakat. Sehingga dengan demikian jumlah uang yang beredar dapat dikurangi jumlahnya. 2. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter meliputi langkah langkah pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral atau Bank Indonesia untuk mempengaruhi (mengubah) Jumlah uang yang beredar di masyarakat (Boediono, 2001:85). Mempengaruhi Jumlah uang yang beredar di masyarakat berarti mempengaruhi situasi makro ekonomi secara umum. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia sebagai bank Sentral Indonesia untuk mempengaruhi Jumlah Uang yang beredar di masyarakat yang bertujuan

9 untuk dapat menjaga stabilitas moneter di suatu Negara. Menurut Kelana (1996:6) kebijakan moneter pada prinsipnya sebagai upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaku otoritas keuangan Indonesia dalam mengontrol penawaran uang yang dimaksudkan untuk mencapai perekonomian yang lebih stabil. Untuk dapat mencapai tujuan kebijakan moneter tersebut, bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia mempunyai beberapa instrumen, baik itu instrumen kuantitatif maupun instrument kualitatif. Menurut Pracoyo dan Antyo (2005:171) instrumen kuantitatif dan instrumen kualitatif dari kebijakan moneter adalah sebagai berikut: a. Discount Policy Discount policy adalah instrumen yang digunakan oleh bank sentral dengan mempengaruhi besarnya tingkat suku bunga bank yang berlaku umum dan kemudian operasionalnya dilakukan oleh bank umum. Untuk mengatasi masalah inflasi, bank sentral akan menaikkan suku bunga dalam kerangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan sebaliknya untuk meredakan deflasi maka bank sentral menurunkan suku bunga yang berpengaruh kepada kenaikan jumlah uang yang beredar. b. Open market policy Open market policy adalah kebijakan yang digunakan oleh bank sentarl dengan mengeluarkan obligasi dan surat surat berharga yang dimiliki oleh pemerintah untuk diperjualbelikan kepada masyarakat. Dalam

10 kerangka menekan laju inflasi maka bank sentral menjual obligasi dan surat surat berharga yang dimiliki oleh pemerintah kepada masyarakat sekaligus sebagai upaya mengurangi jumlah uang yang beredar. Sebaliknya untuk meredakan deflasi maka pemerintah membeli obligasi dan surat surat berharga yang dimiliki oleh pemerintah. c. Kebijakan Cash ratio reserve requirement policy (CRR) Kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk menetapkan rasio uang kas dan cadangan yang akan digunakan oleh bank umum sebagai dana pinjaman. Persentase CRR dinaikkan dengan tujuan agar bank umum mengurangi penyaluran dana pinjaman sebagai upaya mengurangi jumlah uang yang beredar dan sebaliknya. d. Pengaturan sistem pembelian angsuran Yaitu kebijakan dari bank sentral yang dilakukan dengan mengawasi aliran pinjaman terhadap pembelian barang oleh perusahaan kepada para konsumen. Tindakan ini dilakukan oleh bank sentral untuk mengatur sistem pembayaran secara angsuran sebagai upaya mencegah inflasi. e. Selective Credit Control adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk mencegah inflasi terhadap kredit untuk membiayai proyek proyek yang dilakukan oleh mayarakat sekaligus sebagai upaya untuk mencegah kegiatan spekulasi yang dilakukan oleh para pedagang.

11 f. Moral Suasion Moral suasion dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dengan melakukan himbauan baik menggunakan tulisan ataupun dengan ajakan untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu. Sebagai contoh, Bank Indonesia mengajak bank bank nasional maupun bank asing mengusahakan penurunan tingkat bunga. 3. Kebijakan Segi penawaran Menurut Sukirno (2004:25) kebijakan segi penawaran bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan perusahaan sehingga dapat menawarkan barang barangnya dengan harga yang lebih murah atau dengan mutu yang lebih baik. Salah satu kebijakan segi penawaran adalah kebiajkan pendapatan yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan pekerja. Kebijakan segi penawaran dapat dijalankan melalui cara mengembangkan infrastruktur dan peningkatan pelayanan pemerintah dalam mengembangkan kegiatan usaha sektor swasta Loan to Value Defenisi Loan to Value Rasio Loan to value (LTV) adalah angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian suatu kredit (Surat edaran Bank Indonesia no 14/10/DPNP). Kebijakan ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk

12 mengantisipasi atau meminimalisir adanya gejolak dalam perekonomian sebagai akibat dari pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kepemilikan atas kendaraan bermotor yang terlalu berlebihan. Sehingga Bank Indonesia selaku penguasa moneter di Indonesia merasa perlu untuk memberikan batasan batasan yang jelas terhadap jumlah uang muka yang harus dimiliki seseorang jika ingin memiliki suatu perumahan ataupun kendaraan bermotor. Konsep Loan to value sebenarnya sama dengan Down Payment. Hanya saja istilah Loan to value lebih condong digunakan pada Properti (KPR) sedangkan down payment pada kendaraan bermotor. Terkhusus untuk Loan to value, tidak semua jenis KPR yang akan dikenakan kebijakan tersebut. Menurut Surat edaran no.14/10/dpnp ruang lingkup KPR yang diatur dalam surat edaran tersebut adalah mencakup kredit konsumsi pemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe lebih dari 70 meter persegi. Adapun dalam surat edaran ini juga telah ditetapkan rasio Loan to value (LTV) sebesar 70%. Itu berarti bila seseorang ingin menikmati suatu fasilitas KPR harus memiliki uang muka setidaknya 30% dari harga jual KPR tersebut. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Bank Indonesia yang mendasari terbitnya aturan ataupun kebijakan Loan to value ini (surat edaran Bank Indonesia no 14/10/DPNP): a. Semakin meningkatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit kendaran bermotor (KKB) serta mengingat pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai risiko maka bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB.

13 b. Pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank bank dengan eksposur kredit properti yang besar. c. Untuk menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan di masa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit kendaraan bermotor yang berlebihan. Dan kebijakan yang dimaksudkan adalah melalui penetapan besaran Loan to value (LTV) untuk KPR dan Down Payment untuk Kredit kendaraan bermotor Perbandingan Penerapan Loan to Value di Berbagai Negara Sebelum dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 10/ DPNP, di Indonesia belum pernah ada ketetapan yang mengatur secara jelas mengenai batasan batasan dalam kebijakan Loan to Value ataupun Down Payment. Sebelumnya memang telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur prinsip prinsip pemberian kredit yang sehat. Namun peraturan yang disusun lewat Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB) ini tidak secara spesifik mengatur tingkat Loan to Value atau tingkat Down Payment. Namun kebijakan Loan to value ini bukan kebijakan yang baru digunakan di Indonesia. Sebelumnya beberapa negara di dunia telah diterapkan kebijakan yang sama walaupun harus tetap dipertimbangkan besarnya angka Loan to value di negara

14 tersebut. Besar kecilnya angka Loan to value di setiap negara akan berbeda beda disesuaikan dengan karakteristik masalah yang dihadapi oleh masing masing negara.berikut ini ditampilkan beberapa negara yang pernah menetapkan kebijakan yang sama di negara masing masing dengan batasan nilai Loan to Value yang berbeda beda. Tabel 2.1. Perbandingan Penerapan LTV di Berbagai Negara Negara LTV Thailand Max 90% untuk pembelian apartemen seharga < Rp.2,8 M/ Unit Max 95% untuk pembelian rumah lainnya *tidak berlaku bagi Pegawai negeri atau pegawai BUMN karna resiko kredit dianggap lebih rendah China LTV properti 1: 70 %, LTV properti 2: 50% sedangkan pembelian properti 3 dilarang India Maksimal 80 % untuk housing loans Malaysia Maksimal 70 % untuk pembelian properti ke 3 Hongkong Max 60 % untuk Luxury properti senilai di atas HK$12 juta Max 70 % untuk properti di bawah HK$12 juta dengan maksimum property value sebesar HK$ 7.2 juta Korea Antara 40-50% tergantung daerah properti yang mengalami excessive growth Philipina Maximal 60 % untuk kredit real estate Singapura Australia Maximal 90 % untuk housing loans Max 80 %. Kalau diatas 80% perlu ada mortage insurance Canada Max 75 % untuk housing loans Jerman Max 60 % untuk mortage bonds Spanyol Max 80 % untuk housing loans Prancis Max 80 % untuk housing loans Belanda Max 90 % untuk housing loans Finlandia Max 75 %, untuk mortage bonds sebesar 60 % Sumber : Kajian Stabilitas Keuangan No19, Edisi September 2012

15 Hasil yang Diharapkan dari Kebijakan Loan to Value Setiap Kebijakan yang dikeluarkan pasti diharapkan mampu mengatasi masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, sebelum memutuskan menggunakan suatu kebijakan telah dipelajari terlebih dahulu efek apa yang akan ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Begitu juga dengan penerapan Loan to Value ini, Bank Indonesia mengharapkan dengan adanya pembatasan Maksimum Loan to Value suatu Bank dapat lebih berhati hati dalam menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor yang selama ini dinilai telah melebihi ambang batas kenormalan. Diharapkan Batasan Maksimum Loan to Value akan mempertemukan Bank dengan pihak pembeli yang potensial. Artinya pembeli tersebut memang sangat membutuhkan perumahan sebagai tempat tinggal serta mempunyai kemampuan untuk membayarakannya. Atau setidaknya batasan yang tinggi terhadap uang muka pembelian sutu properti dapat mengurangi angsuran konsumen setiap bulannya sehingga kemungkinan kredit bermasalah semakin berkurang dan membuat angka Non performing Loan (NPL) semakin membaik (Kajian stabilitas Keuangan No. 19, September 2012). Selain itu cara ini dianggap akan mampu mengurangi para spekulan yang memang menginginkan keuntungan dari kenaikan harga properti terutama di tipe diatas 70 m 2. Para spekulan harus berpikir ulang karena membutuhkan uang yang banyak untuk dapat membeli suatu jenis properti tertentu. Untuk itu diharapkan Industri Properti dan otomotif ini dapat menawarkan produk otomotif ataupun rumah dengan harga terjangkau bagi setiap segmen dalam masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain, bahwa kebijakan ini dimaksudkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam

16 meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan papan yang memang dianggap essensial kepentingannya Properti Pengertian Properti Secara umum properti dapat dikelompokkkan menjadi 2 kategori, yaitu: a. Properti Riil (Real Property) Properti riil adalah hak perorangan atau badan untuk memiliki/ menguasai tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya. Dalam beberapa kasus seringkali seseorang menyamakan istilah real property dengan real estate, namun ternyata kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut Supardi, Heri, dan Mohammad Luthfi (2010:2) real estate secara terminologi adalah penguasaan secara fisik atas tanah dan bangunan sedangkan real property diartikan sebagai penguasaan secara hukum yang dilandasi dengan hak atas tanah dan bangunan tersebut. Sementara menurut Hidayati dan Harjanto (2001:10) istilah real estate adalah untuk bentuk fisik dari tanah beserta pengolahan dan pembangunannya dan real property merujuk pada kumpulan hak (bunndle of rights) untuk menggunakan, menyewa, memindahkan,dan sebagainya dari tanah beserta pengolahan dan pembangunannya. b. Personal Properti Menurut Supardi, Heri dan Mohammad Luthfi (2010:2) personal property adalah segala jenis properti yang bersifat tidak permanen, baik berupa

17 properti berwujud seperti mesin, peralatan, dan furniture; maupun properti yang tidak berwujud seperti goodwill, merk, trademark, dan sebagainya Faktor faktor yang Mempengaruhi Nilai Properti Sama dengan barang barang lain pada umumnya nilai suatu properti juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik. Menurut Hidayati dan Harjanto (2001:22) secara garis besar ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai suatu properti yaitu: a. Faktor permintaan dan penawaran Relatif sama dengan barang lain pada umumnya, faktor ini merupakan faktor yang sangat luas dampaknya. Jika penawaran properti di pasar tetap sedangkan permintaan terus mengalami peningkatan maka nilai properti akan mengalami peningkatan, cateris paribus. Sebaliknya, jika permintaan tetap sedangkan jumlah penawaran bertambah maka harga properti akan. mengalami penurunan, cateris paribus. b. Faktor fisik properti Faktor fisik menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai suatu properti. Faktor faktor yang mempengaruhi penilaian fisik suatu bangunan antara lain dilihat dari jenis dan kegunaan properti, ukuran dan bentuk, serta desain dan kontruksi bangunan. Pada intinya, jika kondisi fisik properti banyak membantu atau memudahkan penggunanya atau jika kondisi properti sesuai dengan yang diharapkan oleh penggunanya maka semakin tinggi pula nilai properti tersebut. Sebaliknya semakin tidak

18 sesuai dengan selera dan harapan pemiliknya maka nilai properti tersebut akan mengalami kemerosotan c. Faktor perletakan dan lokasi properti Lokasi dapat dianggap sebagai faktor terkuat dalam menentukan nilai properti. Dua buah properti yang memiliki bentuk fisik sama tetapi bila lokasinya berbeda, maka nilainya akan berbeda pula. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari hari, properti dengan bentuk yang sama namun satu terletak di pedesaan dengan akses yang sulit, dan satu berada di kota dengan akses yang sangat baik tentu properti yang terletak di daerah perkotaan akan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan properti yang terletak di pedesaaan. d. Faktor Politik dan Kenegaraan Faktor kenegaraan maksudnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan politik di suatu negara, dimana hal hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi nilai properti. Menurut Supardi, Heri dan Mohammad Luthfi (2010:11) campur tangan pemerintah dalam peruntukan (zoning) dan perencanaan kota berpengaruh terhadap nilai properti. Sebagai contoh, permintaan akan suatu properti mungkin akan mengalami penurunan jika sistem perundangan yang mengatur properti tersebut terlalu ketat dan akan mempengaruhi nilai properti secara umum. Keadaan ekonomi dan sistem perpolitikan yang cenderung nyaman bagi para investor tentu akan menjadi daya tarik dan akan berdampak baik bagi nilai properti.

19 Berkaitan dengan hal ini, kebijakan pengetatan batasan Loan to value adalah salah satu sistem kebijakan ekonomi yang ditempuh oleh bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk melindungi nilai properti di Indonesia Hubungan Loan to Value dengan Permintaan Properti Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Loan to value adalah Rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada awal pemberian kredit (Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP). Kebijakan Loan to value adalah kebijakan Bank Indonesia dalam upayanya melakukan pembatasan terhadap jumlah dana yang dapat diberikan bank penyedia jasa pembiayaan untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Aturan yang dikeluarkan tanggal 15 Maret 2012 dan aktif mulai tanggal 15 Juni 2012 ini, menetapkan besarnya Loan to Value terhadap properti sebesar 70%, artinya penerima KPR paling tidak harus mempunyai uang muka sebesar 30% dari nilai KPR tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentu saja kebijakan ini akan berdampak buat nilai dan permintaan properti. Menurut Hidayati dan Harjanto (2001:22) sistem perundangan yang terlalu ketat mungkin akan menyebabkan permintaan properti turun dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai tanah. Menurut Supardi, Heri, dan Mohammad Luthfi (2010:12) Kebijakan pemerintah dalam menentukan suku bunga juga berpengaruh terhadap nilai properti dari segi ekonomi. Sehingga jelas terlihat bahwa kebijakan Loan to value akan berpengaruh terhadap permintaan properti.

20 2.2. Kerangka konseptual Kerangka konseptual menurut Erlina (2008:34) merupakan suatu model yang menjelaskan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka maka kerangka konseptual dalam Penelitian ini dapat dilihat dari Gambar berikut ini: Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/ DPNP Kebijakan Loan to Value / Down Payment *DP: Kendaraan Bermotor Minimal 30% dari Harga Jual LTV : Properti /Perumahan Diatas Tipe 70 m 2 Maksimal Pembiayaan Oleh Bank 70 % dari harga Jual Permintaan Rumah Tipe 70 + Sebelum Kebijakan (Januari2012 Mei 2012) Permintaan Rumah Tipe 70 + Sesudah Kebijakan (Juni 2012 Desember 2012) Dampak Kebijakan *down payment tidak dibahas dalam skripsi ini

21 Surat Edaran per tanggal 15 maret 2012 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum telah melahirkan satu kebijakan Loan to value yang memberikan batasan yang jelas berapa besar batas minimal uang muka yang harus disediakan oleh peminat KPR untuk dapat melakukan pembelian secara kredit. Kebijakan ini diyakini mempunyai dampak terhadap jumlah permintaan properti terkhusus bagi jenis atau tipe rumah diatas 70 m 2. Skripsi ini akan mengukur dampak kebijakan Loan to value terhadap permintaan properti di kota Pematangsiantar Penelitian Terdahulu Joshua Bangun Gunanta (2012) melakukan penelitian dengan judul Dampak Aturan Pembatasan Loan to Value Terhadap Harga Saham Properti. Joshua dalam penelitiannya mengukur apakah ada pengaruh kebijakan Loan to value terhadap laba perusahaan yang kemudian akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan Loan to Value yang ditetapkan melalui surat edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP berpengaruh terhadap perubahan saham perusahaan properti di Indonesia. Mayoritas harga saham perusahaan sektor properti dan real estate mengalami penurunan harga dibandingkan dengan sebelum aturan pembatasan tersebut efektif ditetapkan. Dwi Yulianti (2009) dalam penelitiannya berjudul analisis pengaruh suku bunga, inflasi, dan nilai tukar terhadap tingkat pengembalian saham sektor industri barang konsumsi dan sektor properti dan real estate mencoba

22 memperbandingkan sektor mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan (gejolak) ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan suku bunga, terjadinya inflasi, dan perubahan nilai tukar akan lebih mempengaruhi kinerja perusahaan sektor properti dan real estate dibandingkan dengan perusahaan sektor konsumsi. Hal ini dikarenakan real estate masih dianggap masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai barang sekunder yang kepentingannya tidak harus segera diwujudkan. Sehingga dengan terjadinya Inflasi masyarakat akan lebih memilih mendahulukan konsumsi terutama barang pokok. Tak chuen Wong, Tom Fong, Ka fai Li dan Henry Choi (2011) dalam penelitiannya berjudul Loan to value ratio as a macroprudential tool Hong Kong s experience and cross-country evidence menggambarkan pengalaman Negara Hongkong dalam menerapkan kebijakan Loan to Value di negaranya. Banyak pengamat meragukan kebijakan Loan to Value memang efektif digunakan sebagai alat mencegah terjadinya Bubble di sektor properti. Namun penelitian ini menunjukkan dari pengalaman Hongkong melaksanakan kebijakan Loan to Value kebijakan ini memang cukup efektif mengatasi (mengurangi) risiko kredit di pasar Properti Hipotesis Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah dan penelitian terdahulu maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah Kebijakan Loan to Value akan berdampak negatif terhadap permintaan properti di Kota Pematangsiantar.

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Menjelaskan jenis dan instrumen

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

Kebijakan Moneter & Bank Sentral Kebijakan Moneter & Bank Sentral Pengertian Umum Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi yang bisa dibuat oleh pemerintah Kebijakan moneter berkaitan dan berfokus pada pasokan uang

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan rumah tinggal di Indonesia masih menjadi suatu masalah yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Kebijakan Moneter Kebijakan Fiskal Kebijakan Moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter 1 Bank Sentral (BI di Indonesia) Bank Indonesia (BI) - Sebagai Bank Sentral berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undangundang RI No. 23 tahun 1999 Lembaga Negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran KTSP Kelas X ekonomi KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami instrumen kebijakan moneter. 2. Memahami kebijakan

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan

Kebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan KEBIJAKAN PEMERINTAH Kebijakan pemerintah yg berkaitan dengan APBN untuk mempengaruhi jalannya perekonomian guna mencapai sasaran atau tujuan tertentu Misal: 1. menaikkan/menurunkan budget 2. menaikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun. Bentuk instrumen di pasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun. Bentuk instrumen di pasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER. Oleh : Muhlisin

KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER. Oleh : Muhlisin KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER Oleh : Muhlisin TEORI MAKROEKONOMI MELIPUTI JUGA ANALISIS DALAM BERBAGAI ASPEK BERIKUT : 1. Masalah ekonomi yang dihadapi, terutama pengangguran dan inflasi, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang 1. a-c a. apa saja berbedaan dari kedua teori tersebut? INDIKATOR Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang Subtitusi Rumus (persamaan saldo uang riil) / Kesimpulan penting MILTON FRIEDMAN

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Modul ke: 11Fakultas Ekonomi & Bisnis Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan Moneter Janfry Sihite Program Studi Manajemen Tujuan Sesuai rapem Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indonesia. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, diproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. indonesia. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, diproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lesunya perekonomian global dan dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya terhadap dollar AS tetapi juga dampak terhadap dollar Singapura, Australia dan

Lebih terperinci

08. Tabel biaya dan produksi suatu barang sebagai berikut : Jumlah produksi Biaya tetap Biaya variabel Biaya total 4000 unit 5000 unit 6000 unit

08. Tabel biaya dan produksi suatu barang sebagai berikut : Jumlah produksi Biaya tetap Biaya variabel Biaya total 4000 unit 5000 unit 6000 unit EKONOMI KHUSUS 01. Dalam rangka menjaga kestabilan arus uang dan arus barang dalam perekonomian, bank sentral dapat melakukan penjualan dan pembelian surat-surat berharga di bursa efek. Kebijaksanaan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah tentu membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

Universitas Bina Darma

Universitas Bina Darma Mata Kuliah Kelas Hari/Tanggal Dosen Universitas Bina Darma Petunjuk mengerjakan soal: Tulislah Nama, NIM dan Kelas. ( Berdoa dahulu sebelum mengerjakan soal ) Kerjakan di KERTAS A. PILIHAN GANDA 1. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tapak maupun apartemen yang dibangun oleh pengembang. Keputusan Bank Indonesia untuk menaikan Down Payment untuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. tapak maupun apartemen yang dibangun oleh pengembang. Keputusan Bank Indonesia untuk menaikan Down Payment untuk kredit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri properti dan real estate merupakan industri yang berkembang dalam beberapa tahun ini di Indonesia. Dari segi fisik terlihat banyak proyek rumah tapak maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro Satuan Acara Perkuliahan 2 Tujuan kegiatan belajar ini adalah untuk membahas : Akar Ilmu Ekonomi Makro Definisi Ekonomi Makro Perbedaan ekonomi makro dan ekonomi mikro Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF A. Latar Belakang Perlambatan ekonomi domestik yang terjadi ditengah perekonomian global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

SISTEM MONETER DI INDONESIA

SISTEM MONETER DI INDONESIA Modul ke: Fakultas 14MKCU PEREKONOMIAN INDONESIA SISTEM MONETER DI INDONESIA Program Studi Perekonomian Indonesia DI SUSUN OLEH : -DERY YANTO -HERMAWAN -YULIANTO AJI Latar belakang A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

EKONOMI. unlimited human s wants and needs. scarcity resources

EKONOMI. unlimited human s wants and needs. scarcity resources EKONOMI EKONOMI 1 2 3 unlimited human s wants and needs scarcity resources CHOICES Faktor Penggerak Kegiatan Ekonomi Kebutuhan Ekonomi, sifatnya tidak terbatas Kelangkaan (Scarcity), ketersediaannya terbatas

Lebih terperinci

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh inflasi, suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai jembatan antara pihakyang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Bank diharapkan dapatmemberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

EKONOMI INTERNASIONAL

EKONOMI INTERNASIONAL URAIAN MATERI ampir H EKONOMI INTERNASIONAL tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak melakukan hubungan perdagangan internasional. Hubungan ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, investasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara. Pasar modal menjadi media yang dapat digunakan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara. Pasar modal menjadi media yang dapat digunakan untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis di Indonesia didukung oleh perkembangan pasar modal. Pasar modal dibentuk untuk menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan dalam sistem perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA YUSNIA RISANTI Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura Abstrak

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro PENGANTAR EKONOMI MAKRO Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Pengertian Ekonomi Makro ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1983-1997 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1983-2 1997 2. Arah Kebijakan 1983-1997 5 3. Langkah-Langkah Strategis 1983-1997

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kebijakan moneter dapat menyebabkan konsekuensi serius

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian suatu negara merupakan salah satu hal yang penting bagi keberlangsungan negara tersebut. Sebuah negara yang berkembang pasti menghadapi berbagai masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI INFLASI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan menjelaskan penyebab inflasi dan dampaknya bagi kehidupan bermasyarakat. A. INFLASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebuah kredit bersifat konsumtif yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan jaminan atau agunan

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara membutuhkan modal dalam mengembangkan perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Akumulasi modal sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN 2.1. Telaah Teoritis Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari data Asian Development Bank tahun 2010 kondisi perekonomian Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1.2). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor ekonomi menjadi salah

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Sistem Moneter Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 13 84041 Abstraksi Modul ini membahas tentang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Ekonomi Jurusan Ekonomi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memutarkan kelebihan dana yang dimilikinya. Menurut Ulfah Khaerani

BAB I PENDAHULUAN. memutarkan kelebihan dana yang dimilikinya. Menurut Ulfah Khaerani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu Jogiyanto (2003:5). Investasi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan

Lebih terperinci

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO Ekonomi Tertutup : Ekonomi yang tidak berinteraksi dengan ekonomi lain di dunia Ekonomi Terbuka : Ekonomi yang berinteraksi secara bebas dengan ekonomi lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci