BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Sejarah berkembangnya Ekonomi Makro
|
|
- Hengki Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Ekonomi Makro Pengertian dan Sejarah berkembangnya Ekonomi Makro Makro ekonomi adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang membahas perilaku perekonomian secara agregat, misalnya kemakmuran dan resesi, output barang dan jasa, total perekonomian, laju pertumbuhan output, laju inflasi dan pengangguran, neraca pembayaran dan juga nilai kurs ( Dornbusch, Stanley, dan Mulyadi, 1996:3) Ekonomi makro terbentuk dari adanya kemerosotan ekonomi dunia yang berawal dari adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat tahun Pada saat itu hampir 25 % masyarakat Amerika kehilangan pekerjaannya dan berakibat pada merosotnya angka pendapatan nasional negara tersebut. Tentu saja hal ini menjalar dan meluas ke seluruh dunia. Pada saat itu tidak ada satu teori atau ajaran ekonomi yang mampu memecahkan masalah depresi ekonomi tersebut. Hal ini semakin menyadarkan para ahli ekonomi saat itu bahwa ekonomi tidak dapat hanya tergantung pada mekanisme pasar saja, karena mekanisme pasar tidak mampu menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan stabil. Seorang ahli ekonomi yang sekaligus pada saat itu bertugas sebagai Presiden World Bank mengemukakan pandangannya terhadap krisis ekonomi yang dihadapi dunia saat
2 itu. Dalam buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money, John Maynard Keynes mengatakan bahwa pada saat itu untuk memecahkan masalah ekonomi suatu perekonomian tidak boleh hanya tergantung pada mekanisme pasar saja tetapi membutuhkan juga campur tangan pemerintah didalamnya. Pandangan John Maynard Keynes dalam bukunya tersebut menjadi awal ataupun landasan lahirnya teori ekonomi makro modern Masalah dalam Ekonomi Makro Di setiap negara di dunia ini tentu kegiatan perekonomiannya tidak selalu stabil, apalagi dengan ruang lingkup yang sangat luas setiap negara pasti mempunyai kendala ataupun masalah tersendiri. Namun bila diklasifikasikan lagi masalah masalah yang dihadapi oleh tiap negara di dunia dapat dikelompokkan menjadi 3 masalah pokok. Menurut Bakti, Rakhmat, dan Syahrir (2010:12) kebijakan makro ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai keiikutsertaan pemerintah dalam memacu kehidupan ekonomi selalu dihadapkan kepada masalah pertumbuhan, inflasi, dan pengangguran sebagai central issues macroeconomic. Dengan kata lain bahwa yang menjadi masalah pokok dalam ekonomi makro dan mencakup keseluruhan variabel variabel dalam ekonomi makro adalah masalah pertumbuhan, inflasi dan pengangguran. Selain masalah pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan masalah inflasi, masalah yang sering dihadapi oleh setiap negara di dunia adalah masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi dan masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran.
3 Untuk lebih jelas mengenai masalah masalah yang akan dihadapi oleh perekonomian suatu negara dapat terlihat jelas dari gambar berikut ini: Gambar 2.1. Masalah dalam Ekonomi Makro Pertumbuhan a. GNP b. Konsumsi Masyarakat c. Konsumsi pemerintah d. Investasi e. Ekspor f. Impor Interest Rate Wages Employment Inflasi Pengangguran Interest rate Money supply Investasi 1. Neraca Pembayaran 2. Current Account 3. Capital account 4. Exchange rate system Fixed Floating Devaluasi Revaluasi Appresiasi Depresiasi Sumber: Bakti, Rakhmat, dan Syahrir (2010:13)
4 Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro Kebijakan ekonomi yang dirumuskan oleh pemerintah tentu harus disesuaikan dengan tujuan ataupun target apa yang harus dicapai dengan kebijakan yang akan dibuat tersebut. Oleh karena itu sebelum memutuskan kebijakan apa yang harus digunakan dalam perekonomian harus terlebih dahulu ditentukan target dan tujuan yang hendak dicapai, sehingga dalam pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Kelana (1996:7) secara umum ada beberapa aspek yang menjadi tujuan kebijakan makroekonomi dan merupakan pilihan tersendiri bagi setiap Negara. Hal ini diakibatkan oleh berbedanya tujuan dan sasaran ekonomi suatu Negara tergantung pada kondisi dan keadaan ekonomi di Negara tersebut. Tujuan yang dimaksudkan antara lain: 1. Menciptakan Tingkat Harga yang Stabil. Banyak orang mengartikan harga yang stabil sebagai harga yang selalu konstan (constant price). Namun bila dilihat lebih jauh, harga yang stabil bukan berarti harga selalu konstan namun tingkat fluktuasinya lebih kecil atau jarang. Stabilitas harga merupakan tujuan yang penting. Fluktuasi harga yang tinggi tentu akan meningkatkan risiko pada dunia usaha. Sebagai contoh di bidang properti (perumahan). Untuk membangun suatu perumahan tentu dibutuhkan bahan baku dan tenaga kerja. Tentu harga bahan baku dan tenaga kerja tidak akan selalu sama pada berbagai periode waktu. Kontrak yang dilakukan pengembang dengan tenaga kerja tentu dipengaruhi oleh perubahan harga. Demikian juga dengan bahan baku,
5 harga dari bahan bahan bangunan akan sangat dipengaruhi oleh kestabilan perubahan harga dari waktu ke waktu. Kestabilan harga akan memudahkan pengembang merencanakan pembangunan perumahan sesuai dengan yang diharapkannya. Dan dengan demikian akan semakin meningkatkan gairah dunia usaha perumahan kedepannya. 2. Memaksimalkan Tenaga Kerja dan Output Mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) merupakan cita cita setiap negara di dunia. Namun pada umumnya tidak ada satu negara pun didunia yang mampu mewujudkan adanya penggunaan tenaga kerja penuh. Walaupun memaksimalkan output cenderung mendorong tercapainya tujuan penggunaan tenaga kerja kapasitas penuh (full employment) namun kebijakan kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah dengan menambah pengeluaran aggregat (output) hanya mampu mengurangi jumlah pengangguran tetapi tetap tidak mampu untuk menciptakan perekonomian dengan penggunaan tenaga kerja penuh. 3. Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan dambaan bagi setiap Negara di dunia. Namun pertumbuhan ekonomi yang diharapkan biasanya harus diikuti dengan adanya stabilitas, keadilan ekonomi (economic equality) serta distribusi pendapatan yang merata di setiap wilayah yang ada di Negara tersebut. Disamping itu, adanya peningkatan populasi manusia dan kebutuhan yang tidak terbatas mendorong perekonomian untuk selalu
6 meningkatkan produksi barang dan jasanya dan akan semakin memungkinkan penambahan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam memproduksi barang tersebut. Sehingga pertumbuhan ekonomi akan terjadi di Negara tersebut dan akan lebih baik jika diikuti dengan distribusi pertumbuhan yang merata. 4. Mengukuhkan Neraca Pembayaran (Stabilitas Neraca Pembayaran) Stabilitas neraca pembayaran dianggap sangat penting dikarenakan hal ini berkenaan dengan hubungan luar negeri dan cadangan devisa suatu Negara. Neraca pembayaran yang tidak kukuh akan mengurangi kemampuan suatu negara dalam menghadapi masalah pengaliran dana keluar negeri yang melebihi dari keadaan yang biasanya berlaku. Sebagai akibatnya cadangan mata uang asing akan merosot dan kurs mata uang asing meningkat. Hal ini akan menimbulkan efek buruk ke perekonomian suatu negara seperti inflasi, biaya produksi meningkat akan tetapi sebaliknya daya beli masyarakat merosot. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi makro perlu memperhatikan kedudukan neraca pembayaran dan kurs valuta asing selalu tetap teguh keadaannya Kebijakan Ekonomi Makro Untuk mencapai tujuan tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya kebijakan kebijakan ekonomi yang tepat dan sesuai dengan apa yang akan dicapai. Secara garis besar terdapat 3 bentuk kebijakan ekonomi makro:
7 1. Kebijakan fiskal Menurut Pracoyo dan Antyo (2005:22) kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Adapun sumber penerimaan Negara adalah penerimaan dari pajak, penerimaan bukan pajak, dan juga dari bantuan ataupun pinjaman yang berasal dari luar negeri, sedangkan pengeluaran dapat dibagi menjadi 2 bagian secara umum yakni pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sehingga dengan kata lain kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan Negara yang bersumber dari penerimaan serta alokasi pengeluaran Negara yang tercantum dalam APBN. Menurut Sukirno (2004:188) Ada 2 instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal ini antara lain: a. Automatic instrument Adalah suatu instrumen yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara menaikkan persentase beban pajak sehingga memunculkan kenaikan harga barang secara umum dan lebih jauh laju inflasi akan meningkat. Adapun kebijakan ini bertujuan untuk dapat mengurangi defisit anggaran pemerintah. Hal ini tentu akan memberatkan bagi masyarakat karna harus menambah bebannya untuk pajak, namun ternyata kebijakan ini cukup berhasil karena peningkatan penerimaan pajak yang diterima dari masyarakat dikelola dengan baik dengan menujukannya ke pengeluaran yang dapat mendorong investasi pada sektor sektor yang produktif.
8 b. Instrumen diskreasi Instrumen diskreasi adalah langkah langkah pemerintah untuk mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk mengurangi gerak naik turun tingkat kegiatn ekonomi dari waktu ke waktu, menciptakan suatu tingkat kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak menghadapi masalah inflasi, dan selalu mengalami pertumbuhan yang memuaskan. Langkah langkah pemerintah di dalam melakukan perubahan terhadap pengeluaran pemerintah dan juga perubahan system perpajakan harus terlebih dahulu disesuaikan dengan masalah yang dihadapi. Sebagai contoh untuk mengatasi masalah inflasi pemerintah dapat melakukan perubahan terhadap sistem pajaknya dengan menaikkan jumlah pajak yang dipungut dari masyrakat. Sehingga dengan demikian jumlah uang yang beredar dapat dikurangi jumlahnya. 2. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter meliputi langkah langkah pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral atau Bank Indonesia untuk mempengaruhi (mengubah) Jumlah uang yang beredar di masyarakat (Boediono, 2001:85). Mempengaruhi Jumlah uang yang beredar di masyarakat berarti mempengaruhi situasi makro ekonomi secara umum. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia sebagai bank Sentral Indonesia untuk mempengaruhi Jumlah Uang yang beredar di masyarakat yang bertujuan
9 untuk dapat menjaga stabilitas moneter di suatu Negara. Menurut Kelana (1996:6) kebijakan moneter pada prinsipnya sebagai upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia selaku otoritas keuangan Indonesia dalam mengontrol penawaran uang yang dimaksudkan untuk mencapai perekonomian yang lebih stabil. Untuk dapat mencapai tujuan kebijakan moneter tersebut, bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia mempunyai beberapa instrumen, baik itu instrumen kuantitatif maupun instrument kualitatif. Menurut Pracoyo dan Antyo (2005:171) instrumen kuantitatif dan instrumen kualitatif dari kebijakan moneter adalah sebagai berikut: a. Discount Policy Discount policy adalah instrumen yang digunakan oleh bank sentral dengan mempengaruhi besarnya tingkat suku bunga bank yang berlaku umum dan kemudian operasionalnya dilakukan oleh bank umum. Untuk mengatasi masalah inflasi, bank sentral akan menaikkan suku bunga dalam kerangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan sebaliknya untuk meredakan deflasi maka bank sentral menurunkan suku bunga yang berpengaruh kepada kenaikan jumlah uang yang beredar. b. Open market policy Open market policy adalah kebijakan yang digunakan oleh bank sentarl dengan mengeluarkan obligasi dan surat surat berharga yang dimiliki oleh pemerintah untuk diperjualbelikan kepada masyarakat. Dalam
10 kerangka menekan laju inflasi maka bank sentral menjual obligasi dan surat surat berharga yang dimiliki oleh pemerintah kepada masyarakat sekaligus sebagai upaya mengurangi jumlah uang yang beredar. Sebaliknya untuk meredakan deflasi maka pemerintah membeli obligasi dan surat surat berharga yang dimiliki oleh pemerintah. c. Kebijakan Cash ratio reserve requirement policy (CRR) Kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk menetapkan rasio uang kas dan cadangan yang akan digunakan oleh bank umum sebagai dana pinjaman. Persentase CRR dinaikkan dengan tujuan agar bank umum mengurangi penyaluran dana pinjaman sebagai upaya mengurangi jumlah uang yang beredar dan sebaliknya. d. Pengaturan sistem pembelian angsuran Yaitu kebijakan dari bank sentral yang dilakukan dengan mengawasi aliran pinjaman terhadap pembelian barang oleh perusahaan kepada para konsumen. Tindakan ini dilakukan oleh bank sentral untuk mengatur sistem pembayaran secara angsuran sebagai upaya mencegah inflasi. e. Selective Credit Control adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral untuk mencegah inflasi terhadap kredit untuk membiayai proyek proyek yang dilakukan oleh mayarakat sekaligus sebagai upaya untuk mencegah kegiatan spekulasi yang dilakukan oleh para pedagang.
11 f. Moral Suasion Moral suasion dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dengan melakukan himbauan baik menggunakan tulisan ataupun dengan ajakan untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu. Sebagai contoh, Bank Indonesia mengajak bank bank nasional maupun bank asing mengusahakan penurunan tingkat bunga. 3. Kebijakan Segi penawaran Menurut Sukirno (2004:25) kebijakan segi penawaran bertujuan untuk mempertinggi efisiensi kegiatan perusahaan perusahaan sehingga dapat menawarkan barang barangnya dengan harga yang lebih murah atau dengan mutu yang lebih baik. Salah satu kebijakan segi penawaran adalah kebiajkan pendapatan yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan pekerja. Kebijakan segi penawaran dapat dijalankan melalui cara mengembangkan infrastruktur dan peningkatan pelayanan pemerintah dalam mengembangkan kegiatan usaha sektor swasta Loan to Value Defenisi Loan to Value Rasio Loan to value (LTV) adalah angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian suatu kredit (Surat edaran Bank Indonesia no 14/10/DPNP). Kebijakan ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk
12 mengantisipasi atau meminimalisir adanya gejolak dalam perekonomian sebagai akibat dari pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kepemilikan atas kendaraan bermotor yang terlalu berlebihan. Sehingga Bank Indonesia selaku penguasa moneter di Indonesia merasa perlu untuk memberikan batasan batasan yang jelas terhadap jumlah uang muka yang harus dimiliki seseorang jika ingin memiliki suatu perumahan ataupun kendaraan bermotor. Konsep Loan to value sebenarnya sama dengan Down Payment. Hanya saja istilah Loan to value lebih condong digunakan pada Properti (KPR) sedangkan down payment pada kendaraan bermotor. Terkhusus untuk Loan to value, tidak semua jenis KPR yang akan dikenakan kebijakan tersebut. Menurut Surat edaran no.14/10/dpnp ruang lingkup KPR yang diatur dalam surat edaran tersebut adalah mencakup kredit konsumsi pemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe lebih dari 70 meter persegi. Adapun dalam surat edaran ini juga telah ditetapkan rasio Loan to value (LTV) sebesar 70%. Itu berarti bila seseorang ingin menikmati suatu fasilitas KPR harus memiliki uang muka setidaknya 30% dari harga jual KPR tersebut. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Bank Indonesia yang mendasari terbitnya aturan ataupun kebijakan Loan to value ini (surat edaran Bank Indonesia no 14/10/DPNP): a. Semakin meningkatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit kendaran bermotor (KKB) serta mengingat pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai risiko maka bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB.
13 b. Pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank bank dengan eksposur kredit properti yang besar. c. Untuk menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan di masa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit kendaraan bermotor yang berlebihan. Dan kebijakan yang dimaksudkan adalah melalui penetapan besaran Loan to value (LTV) untuk KPR dan Down Payment untuk Kredit kendaraan bermotor Perbandingan Penerapan Loan to Value di Berbagai Negara Sebelum dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 10/ DPNP, di Indonesia belum pernah ada ketetapan yang mengatur secara jelas mengenai batasan batasan dalam kebijakan Loan to Value ataupun Down Payment. Sebelumnya memang telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur prinsip prinsip pemberian kredit yang sehat. Namun peraturan yang disusun lewat Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB) ini tidak secara spesifik mengatur tingkat Loan to Value atau tingkat Down Payment. Namun kebijakan Loan to value ini bukan kebijakan yang baru digunakan di Indonesia. Sebelumnya beberapa negara di dunia telah diterapkan kebijakan yang sama walaupun harus tetap dipertimbangkan besarnya angka Loan to value di negara
14 tersebut. Besar kecilnya angka Loan to value di setiap negara akan berbeda beda disesuaikan dengan karakteristik masalah yang dihadapi oleh masing masing negara.berikut ini ditampilkan beberapa negara yang pernah menetapkan kebijakan yang sama di negara masing masing dengan batasan nilai Loan to Value yang berbeda beda. Tabel 2.1. Perbandingan Penerapan LTV di Berbagai Negara Negara LTV Thailand Max 90% untuk pembelian apartemen seharga < Rp.2,8 M/ Unit Max 95% untuk pembelian rumah lainnya *tidak berlaku bagi Pegawai negeri atau pegawai BUMN karna resiko kredit dianggap lebih rendah China LTV properti 1: 70 %, LTV properti 2: 50% sedangkan pembelian properti 3 dilarang India Maksimal 80 % untuk housing loans Malaysia Maksimal 70 % untuk pembelian properti ke 3 Hongkong Max 60 % untuk Luxury properti senilai di atas HK$12 juta Max 70 % untuk properti di bawah HK$12 juta dengan maksimum property value sebesar HK$ 7.2 juta Korea Antara 40-50% tergantung daerah properti yang mengalami excessive growth Philipina Maximal 60 % untuk kredit real estate Singapura Australia Maximal 90 % untuk housing loans Max 80 %. Kalau diatas 80% perlu ada mortage insurance Canada Max 75 % untuk housing loans Jerman Max 60 % untuk mortage bonds Spanyol Max 80 % untuk housing loans Prancis Max 80 % untuk housing loans Belanda Max 90 % untuk housing loans Finlandia Max 75 %, untuk mortage bonds sebesar 60 % Sumber : Kajian Stabilitas Keuangan No19, Edisi September 2012
15 Hasil yang Diharapkan dari Kebijakan Loan to Value Setiap Kebijakan yang dikeluarkan pasti diharapkan mampu mengatasi masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, sebelum memutuskan menggunakan suatu kebijakan telah dipelajari terlebih dahulu efek apa yang akan ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Begitu juga dengan penerapan Loan to Value ini, Bank Indonesia mengharapkan dengan adanya pembatasan Maksimum Loan to Value suatu Bank dapat lebih berhati hati dalam menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor yang selama ini dinilai telah melebihi ambang batas kenormalan. Diharapkan Batasan Maksimum Loan to Value akan mempertemukan Bank dengan pihak pembeli yang potensial. Artinya pembeli tersebut memang sangat membutuhkan perumahan sebagai tempat tinggal serta mempunyai kemampuan untuk membayarakannya. Atau setidaknya batasan yang tinggi terhadap uang muka pembelian sutu properti dapat mengurangi angsuran konsumen setiap bulannya sehingga kemungkinan kredit bermasalah semakin berkurang dan membuat angka Non performing Loan (NPL) semakin membaik (Kajian stabilitas Keuangan No. 19, September 2012). Selain itu cara ini dianggap akan mampu mengurangi para spekulan yang memang menginginkan keuntungan dari kenaikan harga properti terutama di tipe diatas 70 m 2. Para spekulan harus berpikir ulang karena membutuhkan uang yang banyak untuk dapat membeli suatu jenis properti tertentu. Untuk itu diharapkan Industri Properti dan otomotif ini dapat menawarkan produk otomotif ataupun rumah dengan harga terjangkau bagi setiap segmen dalam masyarakat yang membutuhkan. Dengan kata lain, bahwa kebijakan ini dimaksudkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam
16 meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan papan yang memang dianggap essensial kepentingannya Properti Pengertian Properti Secara umum properti dapat dikelompokkkan menjadi 2 kategori, yaitu: a. Properti Riil (Real Property) Properti riil adalah hak perorangan atau badan untuk memiliki/ menguasai tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya. Dalam beberapa kasus seringkali seseorang menyamakan istilah real property dengan real estate, namun ternyata kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut Supardi, Heri, dan Mohammad Luthfi (2010:2) real estate secara terminologi adalah penguasaan secara fisik atas tanah dan bangunan sedangkan real property diartikan sebagai penguasaan secara hukum yang dilandasi dengan hak atas tanah dan bangunan tersebut. Sementara menurut Hidayati dan Harjanto (2001:10) istilah real estate adalah untuk bentuk fisik dari tanah beserta pengolahan dan pembangunannya dan real property merujuk pada kumpulan hak (bunndle of rights) untuk menggunakan, menyewa, memindahkan,dan sebagainya dari tanah beserta pengolahan dan pembangunannya. b. Personal Properti Menurut Supardi, Heri dan Mohammad Luthfi (2010:2) personal property adalah segala jenis properti yang bersifat tidak permanen, baik berupa
17 properti berwujud seperti mesin, peralatan, dan furniture; maupun properti yang tidak berwujud seperti goodwill, merk, trademark, dan sebagainya Faktor faktor yang Mempengaruhi Nilai Properti Sama dengan barang barang lain pada umumnya nilai suatu properti juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik. Menurut Hidayati dan Harjanto (2001:22) secara garis besar ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai suatu properti yaitu: a. Faktor permintaan dan penawaran Relatif sama dengan barang lain pada umumnya, faktor ini merupakan faktor yang sangat luas dampaknya. Jika penawaran properti di pasar tetap sedangkan permintaan terus mengalami peningkatan maka nilai properti akan mengalami peningkatan, cateris paribus. Sebaliknya, jika permintaan tetap sedangkan jumlah penawaran bertambah maka harga properti akan. mengalami penurunan, cateris paribus. b. Faktor fisik properti Faktor fisik menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai suatu properti. Faktor faktor yang mempengaruhi penilaian fisik suatu bangunan antara lain dilihat dari jenis dan kegunaan properti, ukuran dan bentuk, serta desain dan kontruksi bangunan. Pada intinya, jika kondisi fisik properti banyak membantu atau memudahkan penggunanya atau jika kondisi properti sesuai dengan yang diharapkan oleh penggunanya maka semakin tinggi pula nilai properti tersebut. Sebaliknya semakin tidak
18 sesuai dengan selera dan harapan pemiliknya maka nilai properti tersebut akan mengalami kemerosotan c. Faktor perletakan dan lokasi properti Lokasi dapat dianggap sebagai faktor terkuat dalam menentukan nilai properti. Dua buah properti yang memiliki bentuk fisik sama tetapi bila lokasinya berbeda, maka nilainya akan berbeda pula. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari hari, properti dengan bentuk yang sama namun satu terletak di pedesaan dengan akses yang sulit, dan satu berada di kota dengan akses yang sangat baik tentu properti yang terletak di daerah perkotaan akan lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan properti yang terletak di pedesaaan. d. Faktor Politik dan Kenegaraan Faktor kenegaraan maksudnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan politik di suatu negara, dimana hal hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi nilai properti. Menurut Supardi, Heri dan Mohammad Luthfi (2010:11) campur tangan pemerintah dalam peruntukan (zoning) dan perencanaan kota berpengaruh terhadap nilai properti. Sebagai contoh, permintaan akan suatu properti mungkin akan mengalami penurunan jika sistem perundangan yang mengatur properti tersebut terlalu ketat dan akan mempengaruhi nilai properti secara umum. Keadaan ekonomi dan sistem perpolitikan yang cenderung nyaman bagi para investor tentu akan menjadi daya tarik dan akan berdampak baik bagi nilai properti.
19 Berkaitan dengan hal ini, kebijakan pengetatan batasan Loan to value adalah salah satu sistem kebijakan ekonomi yang ditempuh oleh bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk melindungi nilai properti di Indonesia Hubungan Loan to Value dengan Permintaan Properti Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Loan to value adalah Rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada awal pemberian kredit (Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP). Kebijakan Loan to value adalah kebijakan Bank Indonesia dalam upayanya melakukan pembatasan terhadap jumlah dana yang dapat diberikan bank penyedia jasa pembiayaan untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Aturan yang dikeluarkan tanggal 15 Maret 2012 dan aktif mulai tanggal 15 Juni 2012 ini, menetapkan besarnya Loan to Value terhadap properti sebesar 70%, artinya penerima KPR paling tidak harus mempunyai uang muka sebesar 30% dari nilai KPR tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentu saja kebijakan ini akan berdampak buat nilai dan permintaan properti. Menurut Hidayati dan Harjanto (2001:22) sistem perundangan yang terlalu ketat mungkin akan menyebabkan permintaan properti turun dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai tanah. Menurut Supardi, Heri, dan Mohammad Luthfi (2010:12) Kebijakan pemerintah dalam menentukan suku bunga juga berpengaruh terhadap nilai properti dari segi ekonomi. Sehingga jelas terlihat bahwa kebijakan Loan to value akan berpengaruh terhadap permintaan properti.
20 2.2. Kerangka konseptual Kerangka konseptual menurut Erlina (2008:34) merupakan suatu model yang menjelaskan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka maka kerangka konseptual dalam Penelitian ini dapat dilihat dari Gambar berikut ini: Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/ DPNP Kebijakan Loan to Value / Down Payment *DP: Kendaraan Bermotor Minimal 30% dari Harga Jual LTV : Properti /Perumahan Diatas Tipe 70 m 2 Maksimal Pembiayaan Oleh Bank 70 % dari harga Jual Permintaan Rumah Tipe 70 + Sebelum Kebijakan (Januari2012 Mei 2012) Permintaan Rumah Tipe 70 + Sesudah Kebijakan (Juni 2012 Desember 2012) Dampak Kebijakan *down payment tidak dibahas dalam skripsi ini
21 Surat Edaran per tanggal 15 maret 2012 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum telah melahirkan satu kebijakan Loan to value yang memberikan batasan yang jelas berapa besar batas minimal uang muka yang harus disediakan oleh peminat KPR untuk dapat melakukan pembelian secara kredit. Kebijakan ini diyakini mempunyai dampak terhadap jumlah permintaan properti terkhusus bagi jenis atau tipe rumah diatas 70 m 2. Skripsi ini akan mengukur dampak kebijakan Loan to value terhadap permintaan properti di kota Pematangsiantar Penelitian Terdahulu Joshua Bangun Gunanta (2012) melakukan penelitian dengan judul Dampak Aturan Pembatasan Loan to Value Terhadap Harga Saham Properti. Joshua dalam penelitiannya mengukur apakah ada pengaruh kebijakan Loan to value terhadap laba perusahaan yang kemudian akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan Loan to Value yang ditetapkan melalui surat edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP berpengaruh terhadap perubahan saham perusahaan properti di Indonesia. Mayoritas harga saham perusahaan sektor properti dan real estate mengalami penurunan harga dibandingkan dengan sebelum aturan pembatasan tersebut efektif ditetapkan. Dwi Yulianti (2009) dalam penelitiannya berjudul analisis pengaruh suku bunga, inflasi, dan nilai tukar terhadap tingkat pengembalian saham sektor industri barang konsumsi dan sektor properti dan real estate mencoba
22 memperbandingkan sektor mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan (gejolak) ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan suku bunga, terjadinya inflasi, dan perubahan nilai tukar akan lebih mempengaruhi kinerja perusahaan sektor properti dan real estate dibandingkan dengan perusahaan sektor konsumsi. Hal ini dikarenakan real estate masih dianggap masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai barang sekunder yang kepentingannya tidak harus segera diwujudkan. Sehingga dengan terjadinya Inflasi masyarakat akan lebih memilih mendahulukan konsumsi terutama barang pokok. Tak chuen Wong, Tom Fong, Ka fai Li dan Henry Choi (2011) dalam penelitiannya berjudul Loan to value ratio as a macroprudential tool Hong Kong s experience and cross-country evidence menggambarkan pengalaman Negara Hongkong dalam menerapkan kebijakan Loan to Value di negaranya. Banyak pengamat meragukan kebijakan Loan to Value memang efektif digunakan sebagai alat mencegah terjadinya Bubble di sektor properti. Namun penelitian ini menunjukkan dari pengalaman Hongkong melaksanakan kebijakan Loan to Value kebijakan ini memang cukup efektif mengatasi (mengurangi) risiko kredit di pasar Properti Hipotesis Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah dan penelitian terdahulu maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah Kebijakan Loan to Value akan berdampak negatif terhadap permintaan properti di Kota Pematangsiantar.
ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran
K-13 ekonomi K e l a s XI KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Menjelaskan jenis dan instrumen
Lebih terperinciKebijakan Moneter & Bank Sentral
Kebijakan Moneter & Bank Sentral Pengertian Umum Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi yang bisa dibuat oleh pemerintah Kebijakan moneter berkaitan dan berfokus pada pasokan uang
Lebih terperinciAndri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia
Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan rumah tinggal di Indonesia masih menjadi suatu masalah yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan
Lebih terperinciWulansari Budiastuti, S.T., M.Si.
Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Kebijakan Moneter Kebijakan Fiskal Kebijakan Moneter
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena
Lebih terperinciIlmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter
Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter 1 Bank Sentral (BI di Indonesia) Bank Indonesia (BI) - Sebagai Bank Sentral berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undangundang RI No. 23 tahun 1999 Lembaga Negara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat
Lebih terperinciekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran
KTSP Kelas X ekonomi KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami instrumen kebijakan moneter. 2. Memahami kebijakan
Lebih terperinciA. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA
A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem
Lebih terperinciKebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan
KEBIJAKAN PEMERINTAH Kebijakan pemerintah yg berkaitan dengan APBN untuk mempengaruhi jalannya perekonomian guna mencapai sasaran atau tujuan tertentu Misal: 1. menaikkan/menurunkan budget 2. menaikkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun. Bentuk instrumen di pasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pasar Modal 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan
Lebih terperinciKEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER. Oleh : Muhlisin
KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER Oleh : Muhlisin TEORI MAKROEKONOMI MELIPUTI JUGA ANALISIS DALAM BERBAGAI ASPEK BERIKUT : 1. Masalah ekonomi yang dihadapi, terutama pengangguran dan inflasi, dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel
BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan
Lebih terperinciMemasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang
1. a-c a. apa saja berbedaan dari kedua teori tersebut? INDIKATOR Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang Subtitusi Rumus (persamaan saldo uang riil) / Kesimpulan penting MILTON FRIEDMAN
Lebih terperinciVII. SIMPULAN DAN SARAN
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah
Lebih terperinciNo. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit
Lebih terperinciPerekonomian Indonesia
Modul ke: 11Fakultas Ekonomi & Bisnis Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan Moneter Janfry Sihite Program Studi Manajemen Tujuan Sesuai rapem Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. indonesia. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, diproyeksikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lesunya perekonomian global dan dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya terhadap dollar AS tetapi juga dampak terhadap dollar Singapura, Australia dan
Lebih terperinci08. Tabel biaya dan produksi suatu barang sebagai berikut : Jumlah produksi Biaya tetap Biaya variabel Biaya total 4000 unit 5000 unit 6000 unit
EKONOMI KHUSUS 01. Dalam rangka menjaga kestabilan arus uang dan arus barang dalam perekonomian, bank sentral dapat melakukan penjualan dan pembelian surat-surat berharga di bursa efek. Kebijaksanaan bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah tentu membutuhkan dana yang
Lebih terperinciUniversitas Bina Darma
Mata Kuliah Kelas Hari/Tanggal Dosen Universitas Bina Darma Petunjuk mengerjakan soal: Tulislah Nama, NIM dan Kelas. ( Berdoa dahulu sebelum mengerjakan soal ) Kerjakan di KERTAS A. PILIHAN GANDA 1. Perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tapak maupun apartemen yang dibangun oleh pengembang. Keputusan Bank Indonesia untuk menaikan Down Payment untuk kredit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri properti dan real estate merupakan industri yang berkembang dalam beberapa tahun ini di Indonesia. Dari segi fisik terlihat banyak proyek rumah tapak maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat
Lebih terperinciBAB 2 Ilmu Ekonomi Makro
BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro Satuan Acara Perkuliahan 2 Tujuan kegiatan belajar ini adalah untuk membahas : Akar Ilmu Ekonomi Makro Definisi Ekonomi Makro Perbedaan ekonomi makro dan ekonomi mikro Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF
DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF A. Latar Belakang Perlambatan ekonomi domestik yang terjadi ditengah perekonomian global yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar
Lebih terperinciPengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM
Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak
1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciPengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM
Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,
Lebih terperinciSISTEM MONETER DI INDONESIA
Modul ke: Fakultas 14MKCU PEREKONOMIAN INDONESIA SISTEM MONETER DI INDONESIA Program Studi Perekonomian Indonesia DI SUSUN OLEH : -DERY YANTO -HERMAWAN -YULIANTO AJI Latar belakang A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain
Lebih terperinciEKONOMI. unlimited human s wants and needs. scarcity resources
EKONOMI EKONOMI 1 2 3 unlimited human s wants and needs scarcity resources CHOICES Faktor Penggerak Kegiatan Ekonomi Kebutuhan Ekonomi, sifatnya tidak terbatas Kelangkaan (Scarcity), ketersediaannya terbatas
Lebih terperinciAnalisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Analisis fundamental Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh inflasi, suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai jembatan antara pihakyang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Bank diharapkan dapatmemberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan
Lebih terperinciEKONOMI INTERNASIONAL
URAIAN MATERI ampir H EKONOMI INTERNASIONAL tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak melakukan hubungan perdagangan internasional. Hubungan ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, investasi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara. Pasar modal menjadi media yang dapat digunakan untuk memperoleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis di Indonesia didukung oleh perkembangan pasar modal. Pasar modal dibentuk untuk menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan dalam sistem perekonomian
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA
ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA YUSNIA RISANTI Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura Abstrak
Lebih terperinciMekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011
Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa
Lebih terperinciPENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro
PENGANTAR EKONOMI MAKRO Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Pengertian Ekonomi Makro ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin
Lebih terperinciPerekonomian Suatu Negara
Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;
Lebih terperinciSEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode
SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1983-1997 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1983-2 1997 2. Arah Kebijakan 1983-1997 5 3. Langkah-Langkah Strategis 1983-1997
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kebijakan moneter dapat menyebabkan konsekuensi serius
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian suatu negara merupakan salah satu hal yang penting bagi keberlangsungan negara tersebut. Sebuah negara yang berkembang pasti menghadapi berbagai masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan
Lebih terperinciekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran
K-13 ekonomi K e l a s XI INFLASI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan menjelaskan penyebab inflasi dan dampaknya bagi kehidupan bermasyarakat. A. INFLASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebuah kredit bersifat konsumtif yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan jaminan atau agunan
Lebih terperinciMakro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak
TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara membutuhkan modal dalam mengembangkan perekonomiannya. Modal dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Akumulasi modal sangat diperlukan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun
Lebih terperinciBAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).
BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN 2.1. Telaah Teoritis Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari data Asian Development Bank tahun 2010 kondisi perekonomian Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan 1.2). Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor ekonomi menjadi salah
Lebih terperinciPerekonomian Indonesia
MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Sistem Moneter Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 13 84041 Abstraksi Modul ini membahas tentang
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA
1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Ekonomi Jurusan Ekonomi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memutarkan kelebihan dana yang dimilikinya. Menurut Ulfah Khaerani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu Jogiyanto (2003:5). Investasi adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
Lebih terperinciEKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM
EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO Ekonomi Tertutup : Ekonomi yang tidak berinteraksi dengan ekonomi lain di dunia Ekonomi Terbuka : Ekonomi yang berinteraksi secara bebas dengan ekonomi lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus
Lebih terperinci