UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY)"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY) TESIS GLADYS RADITYA SARTIKA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister kenotariatan GLADYS RADITYA SARTIKA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2013 i

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat pertolongan, penyertaan dan kasih setia-nya lah, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis merasa sungguh diberkati atas segala karunia dan kemudahan yang Tuhan berikan selama ini, khususnya selama penulis menyelesaikan tesis yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY). Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bantuan, dorongan, bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan tesis ini: 1. Bapak Dr. Miftahul Huda, S.H., LL.M., sebagai Pembimbing penulis yang selalu memberikan dorongan, kritik, dan saran kepada penulis mengenai materi pembahasan tesis ini, yang mau meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk membantu penulis dalam penulisan tesis ini. 2. Bapak Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H. dan Ibu Wenny Setiawati S.H, M.LI., atas kesediaannya untuk meluangkan waktu menguji sidang tesis saya. 3. Orangtua penulis, Bambang Soesatyo dan Rachmiwati Nazar serta Lenny dan Dewi Puspa yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya. Terimakasih untuk semua dukungan, doa, moral, dan materialnya, serta tidak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk selalu merasa optimis dan tidak putus asa dalam mengejar cita-cita. 4. Ketujuh adik penulis, Dimaz Raditya Nazar Soesatyo, Yudhistira Raditya Priyono Soesatyo, Laras Shintya Putri Soesatyo, Saras Shintya Putri Soesatyo, Belliza Shintya Putri Soesatyo, Debby Pramestya Putri Soesatyo, dan Bedirgha Pramestya Putra Soesatyo, iv

6 terimakasih untuk canda tawa dan berantemnya serta dorongan dan motivasinya. 5. Saudara-saudara penulis Rita Sariwati, Marisa Mifta Huda, dan Fifi Mifta Huda, terimaksih untuk dukungan dan motivasinya untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 6. Suami penulis, Wisnu Muhammad Daya, terimaksih untuk cinta dan kasih sayangnya serta dukungan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 7. Siti Fathya, Faris Rachman, Diani Julyanti, Maya Angelina, Karina Dinanty, dan Ibram Putra selaku sahabat-sahabat penulis. Terimakasih atas persahabatan, canda tawa, suka-duka, humor-humor sarkas, motivasi, dukungan, bantuan, dan mimpi-mimpi ajaibnya. 8. Rinanti Ayuningtias, Paramitha Sudja, Liza Sitompul, Sheila Nurul Afina, Ardita Rizani, dan Maya Safira, selaku sahabat-sahabat perkoreaan dan peroppars-an penulis. Terimakasih atas dukungan, serta motivasi. 9. Selasih J. Rusma, Tika Amelia, Mutmainah Sarah, Karina Nadia, Rahmania, Muftia Ramadhani, dan Egi Anggiawati, selaku sahabatsahabat penulis selama berkuliah di MKnUI Salemba. Terimakasih atas untuk semua motivasi, suka-duka, bantuan, informasi, kegalauan, kekhawatiran, berantem-berantem ga jelasnya, serta asam manisnya perjuangan bagi kita bersama. Bersama kita galau, bersama kita LULUS! Together we can through this race!. 10. Atas Rihajeng, teman satu bimbingan penulis. Terimakasih buat bbm setiap harinya, makin hari makin kaya orang pacaran, semoga nilai sidang tesis kita memuaskan ya, jeng!, serta dorongan dan motivasinya. 11. Keluarga Besar MKnUI, khususnya angkatan 2011/2013 yang telah memberikan banyak kenangan, cerita, pengalaman serta pembelajaran selama 2 tahun ini. Terimakasih atas kekompakannya dalam kuliah. 12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam proses penulisan tesis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. v

7 Terimaksih untuk semuanya, tanpa bantuan, doa, dan dukungan kalian penulis tidak akan dapat menyelsaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. vi

8

9 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Gladys Raditya Sartika : Magister Kenotariatan : Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Layanan Umum (Studi Kasus Pendirian dan Penyelenggaraan Badan Layanan Umum Transjakarta Busway) Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Contoh dari Badan Layanan Umum yang telah berdiri dan yang menjadi fokus analisis tesis ini adalah Badan Layanan Umum Transjakarta Busway yang diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway. Bagaimanakah dengan permasalahan pokok tersebut, tesis ini juga menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian kewenangan, tugas dan kewajiban dari Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Transjakarta Busway. Penelitian tesis ini menemukan bahwa hal tersebut diatur Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway, sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Kata-kata Kunci : Badan Layanan Umum, BLU Transjakarta Busway, Badan Hukum, dan Peraturan Pemerintah Badan Layanan Umum. viii

10 ABSTRACT Name : Gladys Raditya Sartika Program : Master of Notary Title : Legal Analysis of the Public Service Entities (Case Study of the Establisment and Management of Public Service Entity of Transjakarta Busway) By the enactment of Law Number 1 Years of 2004 Regarding the Treasuries, Public Service Entities was established for improving the level of service to the public and to educate the public society. The example of the Public Service Entities is Transjakarta Busway which based on Governed of the regional province of Jakarta and based on Number 48 Years of 2006 regarding the Establishing, Organization, and Operation of Public Service of Trans Jakarta (Busway). Because of these Law Statement, the standard procedures, the Authority, which have been established among others of Transjakarta Busway. From this research, the writer mentioned about the Government Law Number 23 Years of 2005 about the management of financial Public Service Legal Entities and the Law from Governor of Jakarta Number 48 Years 2006 about Creating, Organization, and Working Scheme of Public Service Entities of Trans Jakarta (Busway). As the practical administration of Law Number 1 Years of 2004 Regarding the Treasuries. Keyword : Public Service Legal Entity, BLU Transjakarta Busway, Legal Entity, and the Government Regulation on the Public Service Legal Entity. ix

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.ii LEMBAR PENGESAHAN.iii KATA PENGANTAR.iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...vii ABSTRAK.....viii ABSTRACT.ix DAFTAR ISI.x DAFTAR GAMBAR..xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Metode Penelitian Sistematika Penulisan 18 BAB II Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Layanan Umum 2.1. Subyek Hukum Badan Hukum Badan Layanan Umum Analisis Terhadap BLU Transjakarta-Busway Pembahasan Analisis Terhadap BLU Transjakarta- Busway BLU Transjakarta-Busway Profil BLU Transjakarta-Busway Sejarah Perusahaan BLU Transjakarta-Busway Visi dan Misi BLU Transjakarta-Busway Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban dalam BLU.63 x

12 2.7. Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU Transjakarta-Busway sehingga Badan Layanan Umum Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban BLU Transjakarta-Busway.68 BAB III Penutup Kesimpulan.82 DAFTAR PUSTAKA.87 xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Bagan susunan organ-organ dalam Badan Layanan Umum Transjakarta-Busway xii

14 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum No. 23 Tahun 2005 (PP RI No. 23 Tahun 2005 Tentang Keuangan Badan Layanan Umum) 2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta-Busway (PerGub No. 48 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta-Busway) xiii

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu hukum dikenal adanya subyek hukum. Subyek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban. Subyek hukum ini, dalam kamus Ilmu hukum disebut juga orang atau pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian, subyek hukum memiliki kewenangan untuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan atau dibenarkan hukum. 1 Subyek hukum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Manusia Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon, merupakan subyek hukum. Manusia baik warganegara ataupun orang asing dengan tak memandang agama atau kebudayaannya adalah subyek hukum. Sebagai subyek hukum, sebagai pembawa hak, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan sesuatu tindakan hukum, manusia dapat mengadakan persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya Badan Hukum Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah rechtpersoon yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam bahasa Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris). Di samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum 1 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2004), hal C. S. T. Kansil.& Christinne S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Cet 12, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hal 85. 1

16 2 seperti seorang manusia. Badan hukum, misalnya : suatu wakaf, suatu stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk Perseroan Terbatas, dan lain sebagainya. 3 Penulis akan membahas lebih lanjut tentang badan hukum. Badan hukum lahir karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya, badan hukum atau legal entity atau legal person dalam Black s Law Dictionary dinyatakan sebagai a body, other than a natural person, that confuction legally, sue or be sued, and make decisions throught agents. 4 Pengaturan dasar dari badan hukum itu sendiri terdapat di dalam Pasal 1654 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa : Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang swasta berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan umum dalam mana kekuasaan itu telah diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acaraacara tertentu 5 Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal 1653 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa : Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan itu ditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik 6 Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya harta kekayaan yang terpisah; b. Ada hak-hak dan kewajiban; 3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta : PT. Intermasa, 2003), hal Black, Henry Campbell, Black s Law Dictionary-Abridged Seventh Edition, (St. Paul Minn : West Publishing Co, 2000), hal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Tjitrosudibio, Cet 37, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), Pasal Ibid, Pasal 1653.

17 3 c. Mempunyai tujuan tertentu, mempuyai kepentingan sendiri; dan d. Adanya organisasi yang teratur. 7 Badan hukum dapat dibedakan menurut bentuknya, peraturan yang mengaturnya, dan sifatnya, yaitu : 1) Badan Hukum Privat. 2) Badan Hukum Publik, seperti Negara (mulai dari pemerintah pusat, sampai pemerintah desa), dan instansi pemertintah. Contohnya seperti: a) Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang terdiri dari : I. Universitas Airlangga (UNAIR); II. Universitas Gadjah Mada (UGM); III. (UI); IV. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI); V. Universitas Sumatera Utara (USU); VI. Institut Pertanian Bogor (IPB); VII. Institut Teknologi Bandung (ITB); VIII. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS). Pada tahun 2009, bentuk Badan Hukum Milik Negara digantikan dengan badan hukum pendidikan pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor /PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, yang membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang mengembalikan status perguruan tinggi Badan Hukum Milik Negara menjadi perguruan tinggi yang 7 Ridho Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hal 9.

18 4 diselenggarakan oleh pemerintah. b) Lembaga Sensor Film (LSF), dasar hukumnya Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film; c) Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dasar hukumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1984 tentang Komite Olahraga Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen; d) Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI), dasar hukumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2003 tentang Komisi Pelindungan Anak Indonesia; e) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan; f) Badan Layanan Umum, dan lain sebagainya. Dalam hal ini penulis akan membahas dan menganalisa aspek hukum badan hukum publik yang disebut Badan Layanan Umum (BLU). Pelayanan publik cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik dari kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-beda. Dalam sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami secara sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, definisi pelayanan Publik adalah :

19 5 Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrarif yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik. 8 Literatur klasik umumnya menjelaskan bahwa whatever government does is public service. Pendapat seperti itu dahulu dimaklumi karena pemerintah pada masa orde baru hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi barang publik atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan moral dinilai penting bagi kehidupan warganya. Namun ketika telah terjadi transformasi atau perubahan peran pemerintah dan non pemerintah dalam penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang banyak definisi pelayanan publik di atas kiranya sudah menjadi tidak relevan lagi. 9 Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi. Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya. 10 Di negara-negara maju, keterlibatan korporasi dan lembaga nirlaba dalam penyelenggaraan layanan publik dengan mudah dapat dipahami karena adanya insentif pajak yang diberikan kepada perseorangan dan korporasi agar mendonasikan sebagian dari hartanya untuk kegiatan sosial. 11 Di Indonesia, transformasi peran korporasi dan lembaga non pemerintah dalam pelayanan publik dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga tersebut yang bergerak dalam penyelenggaraan barang dan jasa yang dahulunya merupakan Pasal 1 angka (1). 8 Indonesia (d), Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun 2009, 9 Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik : Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2011), hal Ibid. 11 Ibid.

20 6 domain pemerintah, seperti pelayanan pendidikan dasar, kesehatan, penyantunan terhadap yatim piatu, pembinaan terhadap anak jalanan, dan sebagainya. 12 Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa negara harus memberikan fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165 (seratus enam puluh lima) negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116 (seratus enam belas) mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, 73 (tujuh puluh tiga) diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95 (sembilan puluh lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan gratis, dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. 13 Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dari hak-hak setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik. Terkait dengan pelayanan publik dimaksud, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas penyelenggaraan suatu pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta 12 Ibid. 13 Achmad Nurmandi, Manajemen Pelayanan Publik, (Yogyakarta : PT. Sinergi Visi Utama, 2010), hal 34.

21 7 kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, petugas yang tidak professional, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pemerintah. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 68 dan Pasal 69. Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa : Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 14 Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa : 1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan; 2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak 14 Indonesia (e), Undang-Undang Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 ayat (1).

22 8 terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementrian. 15 Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengeloaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang secara khusus mengatur mengenai tujuan, asas, persyaratan, penetapan dan pencabutan Pengelolaan Keuangan BLU, penetuan standar dan tarif layanan, pengelolaan kepegawaian serta pengaturan mengenai remunerasi bagi pengelola Badan Layanan Umum. Terkait dengan pembentukan Badan Layanan Umum, sebagai kebijakan teknis operasional Menteri Keuangan telah mengeluarkan 4 (empat) Peraturan Menteri Keuangan, yaitu : 1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan PPK-BLU ( PMK No 7/2006 ); 2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada BLU ( PMK No 8/2006 ); 3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada BLU ( PMK No 9/2006 ); dan 4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola Dewan Pengawas dan Pegawai BLU ( PMK No 10/2006 ). Pengertian BLU menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu : BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau 15 Ibid, Pasal 69 ayat (1) dan (2).

23 9 jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 16 Pengertian BLU ini kemudian diadopsi kembali dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu : BLU adalah suatu badan usaha pemerintah yang tidak bertujuan mencari laba, meningkatkan kualitas layanan publik dan memberikan otonomi, baik milik Pemerintah pusat maupun daerah. 17 Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, tujuan BLU yaitu : BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. 18 Secara umum asas BLU adalah pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan dan tidak terpisah secara umum dari instansi induknya. Adapun asas-asas BLU menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu : 1) BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan; 2) BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/ lembaga/ pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk; 3) Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan; 16 Ibid, Pasal 1 angka Indonesia (f), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, Pasal 1 angka Ibid, Pasal 2.

24 10 4) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota; 5) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan; 6) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/pemerintah daerah; 7) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. 19 Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Bentuk praktek bisnis yang sehat adalah merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan, pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, pengelolaan kas BLU, utang BLU, pengadaan barang atau jasa, dan sistem informasi manajemen keuangan. Contoh Badan Layanan Umum di Indonesia yang sudah didirikan misalnya BLU Transjakarta Busway, Rumah Sakit Pemerintah Daerah (RSPD), contohnya di Kota Sumatera Utara RSPD Pirngadi-Medan, RSPD Djasamen Saragih, P.Siantar, RSPD Lubuk Pakam, RSUD Rantauprapat, RSPD Sidikalang, RSPD dr Djoelham, Binjai, RSUD dr.fl.tobing, Sibolga, serta RSPD Kabanjahe, dan Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, contohnya seperti Hutan Tanaman Rakyat di Kota Sumatera Utara, dan Maluku Utara, serta Hutan Tanaman Industri di Kota Sumatera Selatan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian tentang BLU dengan mengambil studi kasus pendirian dan penyelenggaraan BLU Transjakarta Busway dengan judul : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS 19 Ibid, Pasal 3.

25 11 PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BLU TRANSJAKARTA BUSWAY). 1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah penulis berikan pada latar belakang di atas dan judul tesis ini, terdapat beberapa pokok permasalahan yang hendak dikaji secara lebih lanjut dan mendalam, yakni sebagai berikut : 1. Bagaimana prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum? 2. Bagaimana kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ Badan Layanan Umum? 3. Bagaimana prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum Transjakarta Busways sehingga Badan Layanan Umum Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur? 4. Bagaimana kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ Badan Layanan Umum Transjakarta Busway sebelum dan sesudah dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta-Busway? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum; 2. Menganalisis kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ Badan Layanan Umum; 3. Menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum Transjakarta-Buswaysehingga Badan Layanan Umum Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur; 4. Menganalisis kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ Badan Layanan Umum Transjakarta-Buswaysebelum dan sesudah

26 12 dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta-Busway. 1.4 METODE PENELITIAN Dalam menyusun tesis ini, penulis akan melakukan penelitian yuridis normatif karena dalam penelitian ini penulis akan melakukan studi dokumen serta tinjauan terhadap norma hukum tertulis yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum. 20 Bahan hukum primer yang akan penulis gunakan dalam menganalisi permasalahan-permasalahan tersebut diatas adalah KUH Perdata, 21 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara, 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang PPK-BLU, 24 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan PPK-BLU ( PMK No 7/2006 ), 25 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3, (Jakarta : UI-Press, 2008), 21 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit. 22 Indonesia (g), Undang-Undang tentang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun Indonesia (e), Op. Cit. 24 Indonesia (f), Op. Cit. 25 Indonesia (h), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan Pola Pengeloaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 7 Tahun 2006.

27 13 Pada BLU ( PMK No 8/2006 ), 26 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada BLU ( PMK No 9/2006 ), 27 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola Dewan Pengawas dan Pegawai BLU ( PMK No 10/2006 ), 28 serta Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 29, dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja BLU Transjakarta Busway. 30 Untuk menunjang bahan hukum primer yang tersebut diatas, penulis juga menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku utama yakni Hukum Perdata Tertulis karangan Salim HS, 31 yang menguraikan tentang syarat-syarat didirikannya suatu badan hukum dan karakteristik badan hukum, Badan Hukum : Rechtpersoon karangan Chidir Ali, 32 yang menguraikan mengenai pengertian tentang badan hukum, asas-asas badan hukum dan tujuan badan hukum, dan buku Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi karangan 26 Indonesia (i), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 8 Tahun Indonesia (j), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 9 Tahun Indonesia (k), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum, PMK No. 10 Tahun Indonesia (l), Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, SK GUB DKI No. 110 Tahun Indonesia (m), Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway, SK GUB No. 48 Tahun Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2008). 32 Chidir Ali, Badan Hukum : Rechtpersoon, (Bandung : Alumni, 1991).

28 14 Jimly Asshiddiqie, 33 yang menguraikan mengenai perkembangan lembaga negara pada zaman reformasi. Adapun bahan hukum tersier berupa jurnal-jurnal hukum nasional maupun internasional, dan sumber-sumber elektronik lainnya yang terkait dengan latar belakang di dirikannya BLU. Data sekunder di atas diperoleh melalui studi dokumen atau library research. 34 Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan analisis konten. 35 Analisis konten adalah sebuah teknik untuk menarik sebuah kesimpulan dengan mengidentifikasikan secara spesifik, obyektif dan sistematis terhadap isi yang ada dalam sebuah data. 36 Untuk mendukung data sekunder tersebut, penulis akan melakukan research di salah satu BLU yang telah didirikan di Jakarta, yaitu Transjakarta Busway. Research ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dari BLU mengenai pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum terkait dengan didirikannya Transjakarta Busway. 33 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cet 2, (Jakarta : Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006). 34 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal Ibid. 36 Ibid, hal 22.

29 SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah penganalisaan dan mempermudah pemahaman dalam penulisan penelitian dan hasil penelitian, maka dalam tesis ini dibagi ke dalam 3 (tiga) bab sebagai berikut: BAB I Pada bab I penulis memaparkan latar belakang dilakukannya penelitian ini serta alasan mengapa penulis mengangkat topik ini menjadi bahasan dalam penelitian ini. Dalam bab ini penulis juga memaparkan apa yang menjadi topik permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Bab ini menguraikan definisi subyek hukum, definisi badan hukum, asas-asas dalam badan hukum, teori-teori badan hukum, unsur-unsur badan hukum, jenisjenis badan hukum, definisi BLU, serta syarat-syarat di dirikannya suatu BLU. Bab ini juga menguraikan salah satu contoh BLU yang telah berdiri di Indonesia yaitu Transjakarta Busway, serta bab ini juga menganalisa tentang prosedur dan mekanisme pendirian BLU, tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organorgan BLU, tentang prosedur dan mekanisme pendirian BLU Transjakarta Busway dan tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ dalam BLU Transjakarta Busway. BAB III Bab ini menyimpulkan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada bab I dan telah dianalisis serta diuraikan dalam bab II secara komprehensif serta saran-saran untuk memberikan masukan dalam pengelolaan BLU secara umum dan BLU Transjakarta Buswaysecara khusus.

30 16 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM 2.1. Subyek Hukum Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan lepas dari masalah hukum, karena hukum selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera. Hukum itu adalah untuk manusia kaedah-kaedahnya yang berisi perintah dan larangan itu ditunjukkan kepada anggota-anggota masyarakat atau subyek hukum. Subyek hukum merupakan bagian pokok yang terdapat di dalam ilmu hukum. 37 Subyek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut yang dapat mempunyai wewenang hukum. Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan bahasa Belanda yaitu rechtsubject atau law of subject (Inggris). 38 Subyek hukum adalah ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek hukum ialah manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon), misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Negara (PN), Yayasan, Badanbadan Pemerintahan, dan sebagainya. 39 Adapun subyek hukum (orang) yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu : 1. Manusia Dudu M Duswara, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2003), hal 38 Titik Triwulan, Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hal A. Ridwan Halim, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet 2, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), hal 29.

31 17 Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon, merupakan subyek hukum. Menurut hukum manusia adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai subyek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPerdata), yaitu : Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada Akan tetapi, ada golongan manusia yang dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan perbuatan hukum, disebut personae miserabile yang mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan sendiri hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu yang ditunjuk, yaitu oleh walinya atau pengampunya (kuratornya). Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subyek hukum (personae miserabile) tersebut, dalam arti tidak dapat melakukan perbuatan hukum di bidang keperdataan atau harta benda, adalah sebagai berikut : a. Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa (belum berusia 21 tahun), dan belum kawin/nikah; Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat berbagai ketentuan usia minimal seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak, yaitu sebagai berikut : 1) Pasal 330 KUHPerdata, yaitu : Untuk dapat melakukan perbuatan hukum di bidang harta benda, usia 21 (dua puluh satu) 40 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 2.

32 18 tahun atau telah nikah (kawin) atau pernah kawin/nikah ; 41 2) Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disebut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) menetapkan bahwa : Untuk dapat melangsungkan perkawinan, usia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan usia 16 (enam belas) tahun bagi wanita. 42 Namun menurut Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari orangtua atau walinya untuk melakukan perkawinan ; 43 3) Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHPidana), yaitu : Belum dapat dipidana seseorang yang belum berusia 16 (enam belas) tahun. 44 4) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yaitu : Hak seseorang untuk memilih adalah usia 17 tahun atau sudah/pernah kawin pada waktu pendaftaran pemilih ; 45 5) Pasal 2 ayat (1) butir Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, bahwa usia untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), adalah sebagai berikut : a) Surat Izin Mengemudi (SIM) C dan SIM D, usia 16 (enam belas) tahun; 41 Ibid, Pasal Indonesia (n), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1). 43 Ibid, Pasal 6 ayat (1). 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Prof. Moeljatno, S.H., Cet 26, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Pasal Indonesia (o), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, UU. No. 3 Tahun 1999, Pasal 28.

33 19 b) SIM A, usia 17 (tujuh belas) tahun; c) SIM B1 dan SIM B2, usia 20 (dua puluh) tahun; d) Pasal 33 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1977 tentang Kependudukan, usia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah nikah atau kawin, wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. 46 b. Orang dewasa yang berada di bawah pengampuan (curatele), disebabkan oleh sebagai berikut : 1) Sakit ingatan, yaitu gila, orang dungu, penyakit suka mencuri (kleptomania), khususnya penyakitnya; 2) Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus dalam peralihan hak dalam harta kekayaan); 3) Isteri yang tunduk pada Pasal 110 KUH Perdata. Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963, setiap isteri sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum. Isteri yang ditempatkan di bawah pengampuan berdasarkan penetapan hakim yang disebut kurandus Badan Hukum Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah rechtpersoon yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam bahasa Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris). Di samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat 46 Indonesia (p), Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, PP No. 44 Tahun 1993, Pasal 2 ayat (1). 47 Marwan Mas, Op. Cit, hal

34 20 juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan hukum, misalnya : suatu wakaf, suatu stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk Perseroan Terbatas, dan lain sebagainya. 48 Selain manusia alami, badan hukum juga dipandang sebagai subyek hukum. Menurut Prof. Wirjono Prodjodikoro, badan hukum adalah suatu badan yang di samping manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. 49 Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (MenHumKam) sebagai badan hukum dengan cara : 1) Didirikan dengan akta notaris; 2) Didaftarkan di Kantor Panitera Pengadilan Negara setempat; 3) Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar kepada MenHumKam sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan; 4) Diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. 50 Sebagaimana halnya subyek hukum manusia, badan hukum memliki hak dan kewajiban serta dapat pula mengadakan hubungan-hubungan hukum (rechtbetrekking/rechtsverhouding) baik antara badan hukum 48 Subekti, Op. Cit,hal P. N. H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 2009), hal Galuh Wardhani, Subyek Hukum dan Obyek Hukum, diakses pada 5 Desember 2012, pukul WIB.

35 21 yang satu dengan badan hukum lain maupun antara badan hukum dengan orang manusia (naturlijke persoon). Karena itu badan hukum dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta kekayaan. 51 Yang membedakan antara subyek hukum manusia dengan subyek hukum badan hukum adalah bahwa manusia pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu: 1) Manusia mempunyai hak-hak subyektif, dan; 2) Kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan disebut juga teori fiksi, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Sedangkan orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami. Hal tersebut diatur didalam Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu : Yang tak cakap untuk membuat perjanjian adalah: 1) Anak yang belum dewasa; 2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni, 1985), hal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 1330.

36 22 Namun ketentuan Pasal 1330 ayat (3) KUH Perdata telah dihapus dengan keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa perempuan bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan pada badan hukum, tidak serta merta memperoleh status sebagai subyek hukum, namun melalui proses pendaftaran kepada Kantor Panitera Pengadilan Negara setempat hingga pengesahan oleh MenHumKam.Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Salim Hs, SH, Ms, bahwa teori yang berpengaruh dalam hukum positif berkaitan keberadaan badan hukum sebagai subyek hukum adalah teori konsensi yang artinya adalah bahwa badan hukum dalam negara tidak dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan) kecuali diperkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri. Kalimat diperkenankan diartikan sebagai pengesahan oleh negara melalui Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Pengadilan Negeri.Berdasarkan teori fiksi menurut pendapat Karl von Savigny, bahwa setiap bayi yang belum dilahirkan telah memiliki hak. Artinya bahwa seluruh manusia pada prinsipnya telah menjadi subyek hukum, namun yang kemudian dikecualikan oleh Undang- Undang adalah yang dianggap tidak cakap atau tidak mampu. Sehingga yang membedakan antara subyek hukum yang cakap dan subyek hukum yang tidak cakap melakukan tindakan hukum adalah berkaitan dengan pemenuhan tanggung jawab. Bahwa menurut Pasal 2 KUH Perdata yaitu : Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada. 53 Dilihat dari Pasal 2 KUH Perdata diatas dapat disimpulkan bahwa anak yang masih di dalam kandungan seorang wanita juga sudah dianggap sebagai subyek hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila kepentingan si anak 53 Ibid, Pasal 2.

37 23 menghendakinya. Subyek hukum yang tidak cakap tidak dapat dikenakan tanggung jawab secara langsung namun melalui pengampu atau curatele nya. Manusia sebagai Subyek Hukum berakhir apabila: 1) Telah meninggal dunia; Pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa : Menikmati hak kewarganegaraan tidak teergantung pada hakhak kenegaraan. 54 Seorang manusia sebagai pembawa hak dimulai sejak ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal; 2) Telah dinyatakan oleh Undang-Undang bahwa tidak mampu bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata; Menurut Pasal 1330 KUH Perdata manusia yang dinyatakan tidak mampu bertanggung jawab menurut Undang-Undang adalah orang yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros. Subyek Hukum yang berbentuk Badan Hukum, berakhir apabila: 1) Membubarkan dirinya, atau; 2) Telah dinyatakan berakhir dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) Badan Hukum Istilah badan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu rechpersoon. Selain diterjemahkan dalam sebagai badan hukum, beberapa sarjana menerjemahkan istilah rechtpersoon menjadi pribadi hukum. 56 Namun istilah 54 Ibid, Pasal Bahestie Koesnadi, Subjek Hukum, diakses pada 5 Desember 2012, pukul WIB. 56 Chidir Ali, Op. Cit, hal 14.

38 24 yang resmi digunakan dalan berbagai peraturan perundang-undangan di Indinesia adalah badan hukum. 57 Badan hukum lahir karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya, badan hukum atau legal entity atau legal person dalam Black s Law Dictionary dinyatakan sebagai a body, other than a natural person, that confuction legally, sue or be sued, and make decisions throught agents. 58 Badan hukum adalah badan usaha yang berbadan hukum. Menurut Pasal 1654 KUH Perdata pengertian badan hukum, yaitu : Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman, berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acara-acara tertentu. 59 Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal 1653 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa badan hukum adalah : Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan itu ditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik. 60 Menurut Maijers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban Ibid, hal Black, Henry Campbell, Op. Cit, hal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal Ibid, Pasal Chidir Ali, Op. Cit, hal 17.

39 25 Menurut Logemann, badan hukum adalah suatu personifikasi, yaitu suatu perwujudan hak dan kewajiban, hukum organisasi menentukan struktur intern dari personifikasi itu. 62 Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan hukum atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. 63 Menurut Rochmat Soemitro, badan hukum ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban sepeti orang pribadi. 64 Menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, manusia adalah badan pribadi merupakan manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan). Kedua-duanya merupakan badan hukum. 65 Menurut Purnadi Perbacaraka dan Agus Brotosusilo, pribadi hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subyek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajibankewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian Ibid. 63 Ibid, hal Ibid. 65 Ibid. 66 Ibid, hal 20.

PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM

PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM Disusun oleh : Cdr. M.J. Widijatmoko, SH. Notaris & PPAT Jakarta Timur I. Ketentuan Lembaga Akreditasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN STATUS KELEMBAGAAN BPJS KESEHATAN

KEDUDUKAN DAN STATUS KELEMBAGAAN BPJS KESEHATAN KEDUDUKAN DAN STATUS KELEMBAGAAN BPJS KESEHATAN KEDUDUKAN DAN STATUS KELEMBAGAAN BPJS KESEHATAN DAFTAR ISI Kata Sambutan...3 Direktur Utama BPJS Kesehatan Kata Pengantar...5 Badan Hukum...9 Jenis Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BADAN HUKUM Overview ade saptomo

BADAN HUKUM Overview ade saptomo BADAN HUKUM Overview ade saptomo I. Pengertian Umum 1. Badan Hukum diartikan sebagai organisasi, perkumpulan atau paguyuban lainnya yang legalitas pendiriannya dengan akta otentik dan oleh hukum diperlakukan

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Pengantar Ilmu Hukum Pengertian Pokok dalam Sistem Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Subjek Hukum Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan kepastian hukum mengenai kedewasaan dan kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan, perlu adanya kejelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini telah dicetuskan di dalam Pembukaan Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial guna mengatasi hal-hal yang mungkin terjadi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sosial guna mengatasi hal-hal yang mungkin terjadi dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam perkembangannya membentuk organisasi atau badan sosial guna mengatasi hal-hal yang mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat saat ini. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan 1 A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA 40 BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA A. Gambaran Umum Tentang KUH Perdata. 1. Sejarah KUH Perdata Sejarah terbentuknya KUH Perdata di Indonesia tidak terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN YANG BELUM MEMENUHI SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Billy Bidara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm 1 of 11 11/6/2008 9:33 AM Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Mail Email: admin@legalitas.org. PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

BAB I. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, BAB I A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, kemandirian serta menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Advendi Simangunsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasrana Indonesia. halaman 2.

BAB I. PENDAHULUAN. Advendi Simangunsong, Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta, PT Gramedia Widiasrana Indonesia. halaman 2. BAB I. PENDAHULUAN Sebelum kita mempelajari mengenai Hukum, ada baiknya kalau kita melihat terlebih dahulu aturan atau norma-norma yang ada disekitar kita/masyarakat. Sebagai subyek hukum dimasyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrasyid, Prijatna 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa (Suatu Pengantar), Fikahati Aneska, Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2015 14 FUNGSI YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM PENGELOLAAN PENDIDIKAN 1 oleh: Tirsa Lapadengan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan yayasan dalam hukum positif

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bila seseorang atau beberapa orang akan melakukan kegiatan yang penuh idealisme serta bertujuan sosial dan kemanusiaan, biasanya bentuk organisasi yang dipilih adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci