PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM"

Transkripsi

1 PEMBENTUKAN DAN PENGAKUAN ATAS LEMBAGA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI YANG BERSIFAT MANDIRI BERBADAN HUKUM Disusun oleh : Cdr. M.J. Widijatmoko, SH. Notaris & PPAT Jakarta Timur I. Ketentuan Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri. Berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional ditetapkan, Terakreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Terakreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. Dan kemudian berdasarkan PP nomor 19 Tahun 2005 tentang standard pendidikan nasional dalam Pasal 86 ditetapkan bahwa pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan, kewenangan akreditasi tersebut dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan akreditasi. Akreditasi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada Standard Nasional Pendidikan. Akreditasi dilaksanakan oleh : 1. Pemerintah, yang dilaksanakan oleh a) BAN-S/M terhadap program dan atau satuan pendidikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dalam melaksanakan akreditasi dibantu oleh Badan Akreditasi Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur; b) BAN PT terhadap program dan atau satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi; dan c) BAN-PNF terhadap program dan atau satuan pendidikan jalur non formal. Badan akreditasi tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dan melaksanakan tugas dan fungsinya badan akreditasi tersebut bersifat mandiri (pasal 87 PP 19/2005). 2. Lembaga mandiri, dapat melakukan fungsinya setelah mendapat pengakuan dari Menteri, untuk memperoleh pengetahuan tersebut lembaga mandiri wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya a) berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba, dan b) memiliki tenaga ahli yang berpengalaman dibidang evaluasi pendidikan (pasal 88 PP 19/2005). Masyarakat dapat melakukan akreditasi perguruan tinggi dengan membentuk Lembaga Akreditasi 1

2 Perguruan Tinggi yang bersifat mandiri, berdasarkan pasal 13 dan pasal 14 PERMENDIKNAS nomor 28 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi wajib memenuhi syarat yaitu a) berbadan hukum, b) bersifat nirlaba, c) memiliki tenaga ahli dibidang evaluasi pendidikan, dan d) memperoleh ijin Menteri, dan hasil akreditasi yang dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh masyarakat wajib dilaporkan kepada Menteri dan diumumkan kepada publik. Untuk meningkatkan kinerja lembaga akreditasi perguruan tinggi yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh masyarakat, maka lembaga tersebut dapat merintis dan memberdayakan potensinya dalam menggali dana dan sumber daya dari masyarakat secara sah dan tidak mengikat, dengan bentuk pertanggungjawaban yang transparan sesuai dengan prinsip akuntabilitas. II. Pengertian Badan Hukum Badan Hukum (rechtpersoon, legal persons, persona moralis) adalah subjek hukum. Menurut Subekti badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat didepan hakim. (R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm.32). sedangkan Rochmat Soemitro mengemukakan, suatu badan hukum (rechtpersoon) dapat mempunyai harta hak sewa, kewajiban seperti orang pribadi (Rochmat Soemitro, 1979, Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Cetakan VI, Eresco, Bandung, hlm 13). Kemudian Sri Soedewi Maschun Sofwan menjelaskan, bahwa manusia adalah badan pribadi, itu adalah manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain, disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan yang tersendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan). (Sri Soedewi Maschun Sofwan, Hukum Badan Pribadi, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 24). Wirjono Prodjodikhoro mengatakan, pengertian suatu badan hukum yaitu badan yang disamping manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain (Wirjono Prodjodikhoro, 1966, Asas-Asas Hukum Perdata, Cetakan V, Sumur, Bandung, hlm 25). Sedangkan E. Utrecht mengemukakan badan hukum (rechtpersoon) yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum ialah pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih cepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakat adalah suatu gejala riil, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu dan sebagainya. Yang menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah badan hukum itu mempunyai kekayaan (vermogen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu 2

3 berupa korporasi. Hak kewajiban badan hukum sama sekali terpisah dari hak kewajiban anggotanya (E. Utrecht, 1983, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan X, Ichtiar Baru, Jakarta, hlm 63). Dari pendapatpendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa badan hukum sebagai subjek hukum mencakup hal-hal sebagai berikut : a) perkumpulan orang (organisasi), b) dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbeterekking), c) mempunyai harta kekayaan tersendiri, d) mempunyai pengurus, e) mempunyai hak dan kewajiban, dan f) dapat digugat dan menggugat didepan pengadilan. Berdasarkan pasal 1653 KUHPerdata dilihat dari cara pendiriannya badan hukum ada 3 (tiga) macam yaitu a) badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah/Negara), b) badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum dan c) badan hukum yang diperbolehkan atau didirikan dengan suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Dari kriteria yang terdapat dalam pasal 1653 KUHPerdata kemudian dikalangan pakar hukum membedakan badan hukum tersebut menjadi 2 (dua) yaitu a) badan hukum publik, ialah badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah/Negara), dan b) badan hukum perdata, ialah badan hukum yang didirikan oleh perseorangan (bukan kekuasaan umum) yang diakui oleh kekuasaan umum atau diperkenankan didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Syarat-syarat untuk menjadi badan hukum harus memenuhi syarat materil yaitu a) mempunyai harta kekayaan yang terpisah dipisahkan dari kekayaan anggotanya, b) mempunyai maksud/tujuan tertentu (komersial atau nirlaba), c) mempunyai hak dan kewajiban sendiri dapat menuntut atau dituntut, d) mempunyai organisasi/organ yang teratur yang tercermin dalam AD dan ART, dan e) didirikan dengan akta otentik (akta Notaris); dan juga memenuhi syarat formal yaitu akta pendirian didaftarkan dan disahkan oleh kekuasaan umum (Pemerintah/Negara). III. Badan Hukum Nirlaba. Didalam sistem yang berlaku di Indonesia ada 2 (dua) macam badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan yang nirlaba yaitu a) Yayasan, yang diatur dalam UU 16 Tahun 2001 yang diubah dengan UU 28 Tahun 2004 jo. PP Nomor 63 Tahun 2008, dan b) Perkumpulan, yang diatur dalam S (saat ini sedang disusun RUU Perkumpulan). Berdasarkan UU Yayasan, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara 3

4 mendirikan badan usaha dan atau turut serta dalam suatu badan usaha. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekeayaan pendirinya sebagai kekayaan awal. Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. Akta pendirian Yayasan memuat anggaran dasar dan keterengan lain yang dianggap perlu, yang sekurangkurangnya memuat : a) nama dan tempat kedudukan, b) maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, c) jangka waktu pendirian, d) jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda, e) cara memperoleh dan penggunaan kekayaan, f) tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggatian anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas, g) hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas, h) tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan, i) ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar, j) penggabungan dan pembubaran Yayasan, k) penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan setelah pembubaran dan l) keterangan lain yang memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan pendiri, pembina, pengurus dan pengawas. Sedangkan berdasarkan S , ditetapkan tiada Perkumpulan orang-orang, diluar yang dibentuk menurut peraturan umum, bertindak selaku badan hukum, kecuali setelah diakui oleh Gubernur Jenderal atau oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal. Pengakuan dilakukan dengan menyetujui statuta atau reglemen-reglemen Perkumpulan. Statuta atau reglemen Perkumpulan berisi tujuan, dasardasar, lingkup kerja dan ketentuan-ketentuan lain perkumpulan. Perubahan atau penggantian statuta yang telah disetujui memerlukan persetujuan lebih lanjut. Statuta yang disetujui perubahan atau penggantian diumumkan dalam surat kabar resmi. Didalam RUU Perkumpulan dijelaskan ada beberapa pengertian tentang Perkumpulan antara lain a) Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan yang dicita-citakan oleh para anggotanya (yang bersifat idiil) dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya, atau b) Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan yang bersifat nirlaba dalam bidang sosial, keagamaan, dan kemanusian, atau c) Perkumpulan yang berbadan status adalah kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusian, dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya. Kegiatan Perkumpulan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Anggota Badan Pengurus dan Badan Anggota Perkumpulan dilarang merangkap sebagai anggota dari organ pengurus dan atau pengawas badan Usaha. Perkumpulan 4

5 dilarang membagikan hasil yang diperoleh dari badan usaha yang dimaksud dalam Pasal 5 RUU Perkumpulan kepada anggota perkumpulan serta anggota badan pengurus dan anggota badan pengawas Perkumpulan. Perkumpulan mempunyai organ yang terdiri atas a) Rapat Umum Anggota (RUA), b) Badan Pengurus, dan c) Badan Pengawas. Perkumpulan dapat didirikan oleh paling sedikit a) 20 (duapuluh) orang perseorangan, atau b) 2 (dua) badan hukum. Pendirian Perkumpulan dilakukan dengan a) akta Notaris (dalam bahasa Indonesia, atau b berdasarkan kesepakatan semua pendiri yang dinyatakan dalam notula rapat yang dibuat dibawah tangan yang kemudian dinyatakan dalam akta Notaris. Perkumpulan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri (Menteri Hukum Dan HAM) mengenai pengesahan badan hukum Perkumpulan. Menteri dalam memberikan pengesahan badan hukum dapat meminta pertimbangan kepada instansi yang terkait, dalam penjelasan yang dimaksud dengan instansi yang terkait antara lain Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Badan Intelejen Negara, dalam hubungannya dengan maksud dan tujuan kegiatan Perkumpulan dan pendiri Perkumpulan. Perkumpulan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh badan hukum Perkumpulan lain, atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Nama Perkumpulan harus didahului dengan kata : a) Perkumpulan, b) Perhimpunan, c) Perserikatan, d) Persatuan, e) Paguyuban, f) Asosiasi, atau Ikatan. Anggaran dasar Perkumpulan memuat sekurang-kurangnya a) nama dan tempat kedudukan perkumpulan, b) maksud dan tujuan, c) kegiatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan, d) jangka waktu berdirinya Perkumpulan, e) perolehan dan penggunaan kekayaan, f) ketentuan mengenai keanggotaan, g) hak dan kewajiban anggota, h) tata cara pengangkatan, pemberhentian, penggantian anggota Badan Pengurus dan anggota Badan Pengawas, i) hak dan kewajiban Badan Pengurus dan Badan Pengawas, j) penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUA, k) penggabungan dan peleburan Perkumpulan, dan l) pembubaran dan penggunaan kekayaan hasil likuidasi. IV. Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri BerbadanHukum bersifat Nirlaba. Sesuai ketentuan yang berlaku pada saat ini di Indonesia ada 2 (dua) badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan yang bersifat nirlaba yaitu a) Yayasan dan b) Perkumpulan, yang masingmasing mempunyai karakteristik tersendiri mengenai organ-organ yang wajib ada dalam struktur organisasinya, dan untuk memperoleh status badan hukum akta pendirian dan anggaran dasarnya dibuat dengan akta Notaris dan wajib dimohonkan pengesahan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Yayasan dapat didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih, sedangkan Perkumpulan wajib didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Yayasan tidak mempunyai anggota, sedangkan Perkumpulan mempunyai anggota. Pengambil keputusan tertinggi didalam Yayasan 5

6 adalah pembina, sedangkan didalam Perkumpulan adalah Rapat Umum Anggota atau Rapat Anggota. Didalam UU 20/2003 Pasal 60 ayat 2 ditetapkan bahwa akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. Pasal 87 PP 19/2005 akreditasi oleh pemerintah dilaksanakan oleh a) BAN-S/M, dibantu oleh Badan Akreditasi Propinsi yang dibentuk oleh Gubernur, b) BAN-PT dan BAN-PNF. Pasal 88 PP 19/2005 jo Pasal 13 dan 14 PERMENDIKNAS 28/2005 masyarakat dapat melakukan akreditasi perguruan tinggi dengan membentuk Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri, lembaga mandiri tersebut baru dapat melakukan fungsinya setelah mendapat pengakuan dari Menteri (Mendikbud), atau didalam Pasal 13 ayat 2 huruf d PERMENDIKNAS 28/2005 disebutkan memperoleh izin Menteri, dan lembaga mandiri tersebut juga wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba dan mempunyai tenaga ahli yang berpengalaman dibidang evaluasi pendidikan. Oleh karena itu apabila Lembaga Akreditasi Perguruan Tinggi Yang Bersifat Mandiri yang dibentuk oleh masyarakat mempergunakan bentuk badan hukum : a) Perkumpulan, wajib mematuhi dan memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam S tentang Perkumpulan, atau b) Yayasan, wajib mematuhi dan memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam UU Yayasan (UU 16/2001 dan UU 28/2004). Akan tetapi menyimak dari ketentuan pasal 88 ayat 1 PP 19/2005 lembaga mandiri tersebut wajib mendapatkan pengakuan dari Menteri (Mendikbud) sedangkan pasal 13 ayat 2 huruf d PERMENDIKNAS 28/2005 lembaga mandiri tersebut wajib memperoleh izin Menteri (Mendikbud). Dari kata pengakuan dalam Pasal 18 ayat 1 PP 19/2005 perlu penjelasan lebih lanjut : apakah yang dimaksud dengan kata pengakuan tersebut adalah a) pengesahan pendirian dan anggaran dasar lembaga mandiri, atau b) pemberian izin operasional/kegiatan, atau c) pencatatan/register/pembukuan, terhadap lembaga mandiri tersebut, karena didalam PERMENDIKNAS 28/2005 dipergunakan kata memperoleh izin Menteri. Menurut WJS. Poerwadarminta, pengakuan adalah hal (perbuatan, pernyataan) mengaku atau mengakui, sedangkan yang dimaksud dengan mendapat pengakuan adalah mendapat pengesahan, dan yang dimaksud dengan ijin/izin adalah perkenaan; pernyataan mengabulkan (tiada melarang dan sebagainya) (WJS Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, hlm 26 dan 390). Apabila Lembaga Akreditasi Perguran Tinggi Yang Bersifat Mandiri yang dibentuk oleh masyarakat yang dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang berlaku saat ini akan mempunyai struktur organ dalam lembaga tersebut berbeda dengan struktur organ yang terdapat dalam 6

7 Perkumpulan atau Yayasan, maka apabila pengertian kata pengakuan dari Menteri adalah pengesahan pendirian dan anggaran dasar lembaga mandiri, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan berwenang memberikan Surat Keputusan pengesahan atas pendirian dan anggaran dasar Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi yang merupakan Perkumpulan yang bersifat keperdataan khusus dibidang pendidikan. Oleh karena itu penulis menyarankan agar lembaga akreditasi mandiri yang dimaksud dalam PP 19/2005 dibuat dalam bentuk badan hukum perdata yang bersifat khusus yang proses pemberian status badan hukum diterbitkan surat keputusan pengesahan pendirian dan pemberian status badan hukumnya diberikan oleh Mendikbud, karena dalam praktek keseharian pengelolaan dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya dibidang akreditasi memerlukan sistem dan bentuk yang lebih khusus bila dibandingkan dengan badan hukum lain yang sudah ada pada saat ini. Kewenangan Mendikbud untuk menentukan bentuk badan terhadap lembaga akreditasi mandiri tersebut dapat dipergunakan ketentuan UU 20/2003 pasal 35 ayat 4, pasal 36 ayat 4, pasal 37 ayat 3, pasal 42 ayat 3, pasal 43 ayat 3, pasal 54, pasal 59 ayat 3, pasal 60 ayat 4, pasal 61 ayat 4 dan pasal 66 ayat 3 jo PP 19/2005 pasal 2, pasal 86 ayat 2 dan pasal 88. Lembaga mandiri yang didirikan masyarakat dalam peraturan tersebut diatas yang dipersyaratkan dalam bentuk badan hukum hanyalah lembaga akreditasi mandiri sebagaimana diatur dalam pasal 88 ayat 2 PP 19/2005. Oleh karena itu khusus untuk lembaga akreditasi mandiri tersebut perlu ditetapkan persyaratan materil dan persyaratan formil tentang lembaga akreditasi mandiri yang berbadan hukum yang bersifat nirlaba dalam sebuah Peraturan Menteri sebagaimana diamanatkan dalam pasal 88 ayat 3 PP 19/2005. Sedangkan terhadap lembaga mandiri lainnya yang dimungkinkan didirikan oleh masyarakat berdasarkan UU 20/2003 jo PP 19/2005 tidak diwajibkan dalam bentuk badan hukum dan karenanya untuk lembaga mandiri diluar lembaga akreditasi mandiri apabila akan didirikan wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan umum yang berlaku di Indonesia dengan karakteristik bentuk, jenis dan struktur organisasi pada badan-badan hukum atau badan-badan usaha atau organisasi masyarakat secara umum sesuai ketentuan yang berlaku saat ini. Mendikbud selaku pemerintah mewakili negara menurut pandangan penulis dapat dan mempunyai kewenangan untuk memberikan status badan hukum terhadap suatu badan atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat apabila peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendidikan dan kebudayaan yang menjadi tugas dan kewajiban Mendikbud selaku pemerintah mewakili negara memberikan kewenangan tersebut kepada Mendikbud selaku pemerintah mewakili negara. Oleh karena itu khusus untuk lembaga akreditasi mandiri yang diamanatkan pasal 88 PP 19/2005 Mendikbud mempunyai kewenangan untuk menentukan bentuk, jenis dan struktur organisasi serta ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengakuan/- 7

8 pengesahan suatu badan atau lembaga yang mempunyai kegiatan melakukan akreditasi pendidikan dalam sistem pendidikan nasional yang diatur dalam UU 20/2003 serta memberikan status badan hukum terhadap badan atau lembaga yang didirikan masyarakat yang mempunyai kegiatan melakukan akreditasi pendidikan dengan memperhatikan asas-asas hukum dan ilmu hukum bagi suatu badan hukum yaitu wajib memenuhi syarat materil dan syarat formil. Apabila Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) berbadan hukum wajib memenuhi kriteria materil dan formil untuk menjadi suatu badan hukum antara lain : 1. Syarat materil : a. Kumpulan dari 2 (dua) atau lebih orang perseorangan atau badan hukum; b. Mempunyai maksud, tujuan dan kegiatan tertentu; c. Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubunganhubungan hukum; d. Mempunyai harta kekayaan tersendiri; e. Mempunyai struktur organ yang teratur dalam organisasinya yang tercermin dalam AD dan ART; f. Mempunyai hak dan kewajiban; g. Dapat digugat atau menggugat didepan pengadilan; 2. Syarat formil : a. Anggaran Dasar LAM-PT dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh Menteri/peraturan perundang-undangan; b. Pendirian dan Anggaran Dasar LAM-PT dibuat dengan akta otentik (akta Notaris); c. Mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian dan anggaran dasar LAM-PT kepada Menteri; d. Menteri melakuan pengakuan/pengesahan terhadap akta pendirian dan anggaran dasar LAM-PT dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar LAM-PT atau pengesahan perubahan anggaran LAM-PT (termasuk menerbitkan Surat Keputusan Pengesahan apabila terjadi penggabungan, peleburan, pembubaran LAM-PT); e. akta pendirian, anggaran dasar dan Surat Keputusan Menteri tentang Pengesahan Pendirian dan Anggaran Dasar LAM-PT wajib diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). Dan bentuk dan isi Anggaran Dasar LAM-PT sebagai suatu badan hukum harus ditentukan persyaratannya, sebagaimana seperti yang dilakukan pada setiap badan hukum di Indonesia, oleh karena itu penulis menyarankan dibuat standar baku bentuk dan isi anggaran dasar LAM- PT yang sekurang-kurangnya memuat : a. nama dan tempat kedudukan, b. maksud dan tujuan, 8

9 c. kegiatan untuk mewujudkan maksud dan tujuan, d. jangka waktu berdirinya, e. modal, perolehan dan penggunaan kekayaan, f. ketentuan mengenai organ-organ dalam struktur organisasi, g. tata cara pengangkatan, pemberhentian, penggantian anggota organ-organ yang ada dalam struktur organisasi, j. kewenangan, hak dan kewajiban organ-organ yang ada dalam struktur organisasi, k. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan rapat-rapat organ-organ yang ada dalam struktur organisasi, l. penggabungan dan peleburan, m. pembubaran dan penggunaan kekayaan hasil likuidasi, n. keterangan-keterangan lain yang diperlukan (antara lain : nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, warga negara, tempat tinggal, dokumen identitas, pendiri.dan anggota organ-organ dalam struktur organisasi). Sedangkan anggaran rumah tangga LAM-PT merupakan penjabaran lebih lanjut secara detail dan terperinci terhadap ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar LAM-PT. Terhadap anggaran rumah tangga perlu pula ditetapkan pengaturannya oleh Menteri. V. Penutup Demikian pandagan dan pendapat penulis terhadap lembaga akreditasi mandiri yang bersifat nirlaba yang didirikan oleh masyarakat yang diamanatkan dalam pasal 86 ayat 2 jo pasal 88 PP 19/2005 semoga dapat menjadi salah satu acuan dan masukan bagi pendirian lembaga akreditasi madiri perguruan tinggi. Jakarta, 21 Juni 2012 Cdr. M.J. Widijatmoko, SH 9

Pembahasan Badan Hukum LAM-PTKes dengan Kemenkumham

Pembahasan Badan Hukum LAM-PTKes dengan Kemenkumham Pointers Pembahasan Badan Hukum LAM-PTKes dengan Kemenkumham Jakarta, 3 Juli 2012 Gedung Dikti Lantai 9 Tujuan Mensosialisasikan konsep LAM-PTKes kepada Kemenkumham Membahas bentuk badan hukum yang sesuai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA

UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA Dasar Hukum Yayasan Setelah 6 Agustus 2001 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UUY) yang diundangkan 06 Agusts 2001 dan berlaku efektif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN. A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN. A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Kegiatan yang mengatasnamakan amal, bersedekah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm 1 of 11 11/6/2008 9:33 AM Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Mail Email: admin@legalitas.org. PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

MANAJEMEN KOPERASI PENDIRIAN KOPERASI

MANAJEMEN KOPERASI PENDIRIAN KOPERASI PENDIRIAN KOPERASI Dalam Pasal 7 UU Perkoperasian No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dikatakan bahwa : 1. Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. No.392, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tentang Yayasan Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, definisi Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5387) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 KEMENKUMHAM. Perseroan Terbatas. Permohonan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA AKREDITASI MANDIRI PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA AKREDITASI MANDIRI PENDIDIKAN TINGGI Draf Final PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA AKREDITASI MANDIRI PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16 CONTOH AKTA YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 15 A PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 37 A PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Data PT. Penyampaian. Prosedur. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. 1. 2. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara (BUMN). 1. 2. Bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN Nomor: - Pada hari ini, - tanggal - bulan - tahun - pukul WI (Waktu Indonesia ). -------------------------------------- Menghadap kepada saya 1,--------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BADAN HUKUM Overview ade saptomo

BADAN HUKUM Overview ade saptomo BADAN HUKUM Overview ade saptomo I. Pengertian Umum 1. Badan Hukum diartikan sebagai organisasi, perkumpulan atau paguyuban lainnya yang legalitas pendiriannya dengan akta otentik dan oleh hukum diperlakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PEMBUATAN AKTA-AKTA TERKAIT DENGAN PERSEROAN TERBATAS YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH NOTARIS Oleh: Alwesius, SH, MKn Notaris-PPAT Surabaya, Shangrila Hotel, 22 April 2017 PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As No.1537, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Badan Hukum PT, Yayasan dan Perkumpulan. Perbaikan Data. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.17, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Pengesahan. Badan Hukum. Perubahan. Anggaran Dasar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris; POKOK-POKOK PERBEDAAN ANTARA UU NO. 1 TAHUN 1995 DENGAN UU NO. 40 TAHUN 2007 1. Penyederhanaan anggaran dasar PT Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak menyalin apa yang sudah diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN A. Pengertian Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah yayasan adalah badan atau

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG

BAB II RUANG LINGKUP KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG BAB II RUANG LINGKUP KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, SERTA TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS BADAN HUKUM

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, TAPI PENGESAHAN SEBAGAI BADAN HUKUMNYA BELUM/TIDAK DIURUS. YAYASAN

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI

BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI ANGGARAN DASAR/ANGGARAN RUMAH TANGGA KOPERASI Pendirian koperasi didasarkan oleh keinginan dari beberapa orang yang bersepakat bergabung, mengelola kegiatan dan kepentingan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M.HH-02.AH.01.01 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN, PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TENTANG PENYESUAIAN AKTA YAYASAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN SETELAH BERLAKUNYA UU BHP

BAB II KETENTUAN TENTANG PENYESUAIAN AKTA YAYASAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN SETELAH BERLAKUNYA UU BHP BAB II KETENTUAN TENTANG PENYESUAIAN AKTA YAYASAN PENYELENGGARA PENDIDIKAN SETELAH BERLAKUNYA UU BHP A. Yayasan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal sebuah yayasan

Lebih terperinci

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah AKTA PENDIRIAN YAYASAN "..." Nomor :... Pada hari ini,..., tanggal... 2012 (duaribu duabelas) pukul... Waktu Indonesia Barat. Berhadapan dengan saya, RUFINA INDRAWATI TENGGONO, Sarjana Hukum, Notaris di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M-01-HT.01-10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI 1 ANGGARAN DASAR YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI بسم االله

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM YAYASAN DIINDONESIA MENURUT UU. NO.16 TAHUN 2001 jo. UU NO.28 TAHUN 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM YAYASAN DIINDONESIA MENURUT UU. NO.16 TAHUN 2001 jo. UU NO.28 TAHUN 2004 16 BAB II PENGATURAN HUKUM YAYASAN DIINDONESIA MENURUT UU NO.16 TAHUN 2001 jo. UU NO.28 TAHUN 2004 A. Pengertian Yayasan Yayasan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah stichting dan dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

PENGANTAR PERKOPERASIAN

PENGANTAR PERKOPERASIAN PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB X : ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) OLEH ; LILIS SOLEHATI Y Apa Itu Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)? Apa AD/ART Koperasi? Bagaimana keterkaitannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci