Oleh : INA NOPELINA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : INA NOPELINA A"

Transkripsi

1 STUDI PEMETAAN TANAMAN OBAT TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORHIZA ROXB.) DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS : Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur Oleh : INA NOPELINA A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 SUMMARY INA NOPELINA. Study on Mapping of Wild Ginger (Curcuma xanthorriza Roxb) as Herbal Medicine by Applying the Geographic Information System : A Case Study in the Lamongan Regency, East Java. Supervised by Baba Barus and Atang Sutandi. Lamongan Regency is one of production center of BPOM s high yielding herbal medicine which has a variety in climatology and unique in land properties. One of the high-yielding herbal medicine is wild ginger. Evaluation of wild ginger distribution is important to see land characteristics where wild ginger grows and spreads. In Indonesia, generally the evaluation of this distribution is still in statistical data format (a non-spatial format). Hence, a study of wild ginger mapping in Lamongan Re gency was conducted, both its distribution and land suitability. In addition, evaluation of its physical environment was conducted and presenting them both spatial and non-spasial using Geographic Information System (GIS). The GIS operations in this research used a secondary data (topographical map, soil map, land system map, soil fertility data, statistical data and rainfall data) applying several methods such as operation, classification, generalization, overlapping, measurement, searching and development of Digital Elevation Model (DEM). The criteria of land suitability used for wild ginger derived from the result of the research conducted by The Biofarmaka Center of IPB in cooperation with BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). This criteria of land suitability was developed from the sample taken in the fields at Lamongan, Karanganyar, and Ngawi regency. This developed criteria was then used in the

3 land suitability class-mapping for wild ginger as herbal medicine in Lamongan regency. The land suitability map created based on physical and chemical data of the environment condition of the wild ginger distribution map and its analysis. The land suitability map was obtained by comparing the map of land quality and characteristic with the criteria of land suitability. Meanwhile, the map of wild ginger distribution was obtained by entering statistical data into attribute data. As result, generally Lamongan regency was classified into the S1 class. Based on the statistical data, the subdistric of Sambeng was know n to be the place where wild ginger are planted dominantly with area about meters square. Keyword : Evaluation, GIS, Mapping, distribution, wild ginger

4 RINGKASAN INA NOPELINA. Studi Pemetaan Tanaman Obat Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi : Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di bawah bimbingan Baba Barus dan Atang Sutandi. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu sentra produksi tanaman obat unggulan BPOM yang memiliki variasi klimatologi dan lahan yang spesifik. Salah satu tanaman obat yang menjadi unggulan adalah temulawak. Diperlukan evaluasi penyebaran temulawak untuk melihat kualitas agrobiofisik lahan tempat tumbuh temulawak dan penyebarannya. Di Indonesia, pada umumnya eva luasi penyebaran ini masih berupa data-data statistik (non-spasial). Dengan latar belakang ini maka dilakukan studi mengenai pemetaan temulawak di Kabupaten Lamongan, baik mengenai penyebarannya maupun kesesuaian lahannya serta mengevaluasi kondisi lingkungan tempat tumbuh temulawak dengan menyajikannya berupa data spasial maupun non-spasial dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi SIG yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder (peta rupabumi, peta tanah, peta sistem lahan, data analisis kesuburan tanah, data statistika, dan data curah hujan) dengan menggunakan operasi pemanggilan data, klasifikasi, generalisasi, tumpang-tindih, pengukuran, penelusuran (search), dan pembuatan Digital Elevation Model (DEM). Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman obat temulawak yang dipakai berasal dari hasil penelitian Pusat Biofarmaka, IPB bekerja sama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Kriteria kesesuaian lahan ini dikembangkan dari sampel yang diambil di lapang di Kabupaten Lamongan, Karanganyar, dan Ngawi. Kriteria

5 yang dikembangkan tersebut kemudian dipakai untuk pemetaan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman obat temulawak di Kabupaten Lamongan. Hasil studi adalah peta kesesuaian lahan temulawak berdasarkan data fisik dan kimia kondisi lingkungan peta distribusi temulawak dan analisisnya. Peta kesesuaian lahan diperoleh dengan membandingkan peta satuan lahan dengan kriteria kesesuaian lahan. Sedangkan peta distribusi temulawak diperoleh dengan memasukan data statistik ke dalam data atribut. Secara umum Kabupaten Lamongan termasuk kedalam kelas kesesuaian S1. Berdasarkan data statistik, Kecamatan Sambeng merupakan daerah yang paling banyak menanam temulawak dengan luasan wilayah sekitar m 2. Kata Kunci : Evaluasi, SIG, pemetaan, distribusi, temulawak

6 STUDI PEMETAAN TANAMAN OBAT TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORHIZA ROXB.) DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS : Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Departemen Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : INA NOPELINA A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

7 Judul Skripsi : Studi Pemetaan Tanaman Obat Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi : Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur Nama Mahasiswa : INA NOPELINA Nomor Pokok : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc NIP Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP Tanggal Lulus :

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lebak, Banten, 14 November 1982, merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara, pasangan A. Waid Sutisna dan Junaesih. Penulis memulai pendidikan di TK Mutiara, Sukamaju Baru, Cimanggis dan lulus pada tahun Kemudian melanjutkan ke SD Negeri Sukamaju Baru III, Cimanggis dan lulus pada tahun Selanjutnya melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Cimanggis dan lulus pada tahun Kemudian pada tahun 2001, penulis lulus dari SMU Negeri 98 Jakarta Timur. Pada tahun 2001, penulis diterima di Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Kartografi tahun ajaran 2004/2005, mata kuliah Sistem Informasi Ge ografi tahun ajaran 2004/2005, serta mata kuliah Pengantar Penginderaan Jauh tahun ajaran 2005/2006.

9 KATA PENGANTAR Bismillahirohmanirrohim, Puji syukur atas rahmat serta karunia yang telah diberikan Allah SWT kepada penulis, sehingga penulis memiliki kemampuan menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan penulis mengenai Studi Pemetaan Tanaman Obat Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG)-(Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur). Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Baba Barus dan Bapak Atang Sutandi selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Basuki Sumawinata selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan selama penulis belajar di Institut Pertanian Bogor. 3. Staf Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Departemen Tanah atas bantuan dan informasinya sela ma penelitian. 4. Orangtua, kedua kakak, serta keluarga atas segala bantuan materi dan spiritual serta perhatiannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan, meskipun masih banyak hal-hal yang perlu dikaji lebih dalam. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Bogor, Januari 2006 Penulis

10 DAFTAR ISI Teks Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hasil II. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Temulawak Batang Daun Bunga Rimpang Akar Syarat Tumbuh Temulawak Prospek Pemanfaatan Tanaman Obat Asli Indonesia Pemetaan (Mapping) Sistem Informasi Geografis (SIG)... 9 III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Kondisi Fisik Topografi Jenis Tanah Sistem Lahan Iklim dan Curah Hujan IV. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat... 19

11 4.3. Metode Penelitian Pengumpulan Literatur dan Data Sekunder Analisis Data V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Peta Penggunaan SIG dalam penentuan Satuan Lahan Kesesuaian Lahan Distribusi Temulawak Keterbatasan Data VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 53

12 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Ketinggian Tempat Setiap Kecamatan di Kabupaten Lamongan Penyebaran Jenis Tanah Setiap Kecamatan di Kabupaten Lamongan Data Total Curah Hujan Tahun 2003 dan 10 Tahun Terakhir Serta Data Bulan Basah dan Bulan Kering Tahun Data yang Digunakan Parameter yang Digunakan SLH dan SLtH Contoh Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan Potensi Pengembangan Tanaman Temulawak di Kabupaten Lamongan Sifat Fisik dan Kimia dari Lokasi Pengambilan Sampel... 45

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Daun dan Rimpang Temulawak Peta Tanah Kabupaten Lamongan Peta Sistem Lahan Kabupaten Lamongan Peta Lokasi Pengambilan Sampel Peta Banjaranyar dipotong menjadi 9 ba gian Proses Penyambungan Peta Pemasukan Nilai Koordinat ke Dalam Suatu Titik Kontrol Peta Elevasi Alur Pembuatan Kelas Lereng Peta Kelas Lereng Diagram Alir Penelitian Hasil Digitasi Peta Satuan Lahan Kabupaten Lamongan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Temulawak Kabupaten Lamongan Peta Kesesuaian Lahan Temulawak dengan Faktor Pembatas Peta Penggunaan Lahan Peta Distribusi Temulawak... 49

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Temulawak Data Bulan Kering (<100 mm) Kabupaten Lamongan Tahun Data Bulan Basah (>200 mm) Kabupaten Lamongan Tahun Data Statistik Luas Tanam, Luas Panen, dan Produksi Tanaman Temulawak Kabupaten Lamongan Bulan Oktober Tahun

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan budidaya dan produksi tanaman obat. Ha l ini didukung oleh keadaan tanah dan kondisi iklim yang relatif cocok untuk tanaman tropik dan beberapa tanaman obat subtropik. Prospek pengembangan budidaya dan produksi tanaman obat kini mulai banyak diperhatikan. Hal ini mengisyaratkan pentingnya peranan tanaman obat dalam kehidupan masyarakat sebagai konsumsi makan, minum, dan obat-obatan. Salah satu pemanfaatan tanaman obat di Indonesia adalah jamu. Jamu dikenal sebagai obat tradisional asli Indonesia. Industri obat tradisional ini banya k menggunakan kelompok tanaman temu-temuan seperti jahe, kunyit, temulawak, dan kencur. Kebutuhan akan tanaman obat yang berproduktifitas tinggi diperlukan dalam menghasilkan obat tradisional yang berkualitas, sehingga diperlukan evaluasi terhadap kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Evaluasi terhadap kondisi lingkungan, baik sifat fisik maupun sifat kimia diperlukan dalam melihat korelasi antara parameter agrobiofisik yang berupa sifat fisik tanah, temperatur, elevasi dan lain sebagainya dengan tingkat produksi tanaman obat. Selain itu, evaluasi juga dapat berperan dalam pengembangan budidaya tanaman obat pada lahan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga pengembangan tanaman obat ini akan lebih efektif dibandingkan dengan pengembangan pada lahan yang tidak sesuai, baik dilihat dari segi biaya maupun tenaga.

16 Pemeliharaan dan pengembangan pengobatan tradisional perlu terus ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui penggalian, penelitian, pengujian, pengembangan, dan penemuan obat-obat baru, termasuk budi daya tanaman yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan. Sesuai dengan misi BPOM untuk mengembangkan obat asli Indonesia dengan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, maka dilakukan uji klinis terhadap sembilan tanaman obat unggulan yang saat ini sedang dikembangkan. Salah satu dari sembilan tanaman obat unggulan tersebut adalah temulawak. Salah satu bentuk penyajian peta yang banyak digunakan yaitu peta kesesuaian lahan untuk komoditas tertentu, dalam hal ini untuk tanaman obat temulawak. Peta ini dapat digunakan untuk menentukan wilayah penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas tersebut. Selain itu, pemetaan tanaman obat tersebut dapat memberikan informasi penyebaran dimana saja daerah tempat tumbuh temulawak. Informasi ini dapat digunakan dalam perencanaan pengembangan budidaya dan produksi tanaman obat. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman obat temulawak yang dipakai berasal dari hasil penelitian Pusat Biofarmaka, IPB bekerja sama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Kriteria kesesuaian lahan ini dikembangkan dari sampel yang diambil di lapang di Kabupaten Lamongan, Karanganyar, dan Ngawi. Kriteria yang dikembangkan tersebut kemudian dipakai untuk pemetaan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman obat temulawak di Kabupaten Lamongan.

17 Lokasi penelitian dikonsentrasikan pada Kabupaten Lamongan karena Kabupaten ini merupakan sentra produksi tanaman obat unggulan BPOM yang ditunjang dengan variasi klimatologi dan lahan yang spesifik. Sedangkan penentuan komoditas temulawak didasarkan kuantitas dan penyebaran dominan tumbuhan obat yang diharapkan terdapat pada Kabupaten Lamongan, Karanganyar, dan Ngawi. Perkembangan teknologi semakin memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk mendapatkan data dan informasi. Data dan informasi yang penting akan mendapat nilai plus di mata konsumer bila disajikan dalam tampilan yang sederhana, menarik dan yang paling penting adalah mudah dimenge rti dan mengandung ketelitian yang tinggi meskipun tidak dapat dihindari akan terdapat unsur generalisasi dalam proses pembuatannya. Peta sebagai bentuk penyajian data dan informasi yang memberikan tampilan spasial disamping data tabular, dimana antara data spasial dan tabularnya memiliki suatu hubungan topologi. Topologi ini memberikan keterkaitan antara data spasial sebagai tampilan visual dan informasi disimpan dalam bentuk data tabular (atribut). Penyajian informasi dalam bentuk peta belum banyak dilakukan, sebagian besar masih menyajikan informasi dalam bentuk tabel dan grafik yang kadangkala sulit untuk dimengerti dan tidak memberikan informasi tentang posisi. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu informasi yang dirancang untuk bekerja denga n data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG mempunyai kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial dengan seperangkat operasi kerja dan juga dapat

18 menyimpan data non-spasial. Dengan sistem ini analisis menggunakan data yang besar dan penggunaan data yang berulang-ulang akan lebih mudah dan cepat, apalagi bila diperlukan analisis yang lebih kompleks Tujuan Tujuan dari penelitian ini : 1. Pemetaan kesesuaian lahan untuk tanaman obat Temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb.) di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. 2. Investigasi dan pemetaan penyebaran komoditas Temu Lawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb.) di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. 3. Evaluasi lokasi tanaman Temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb.) dengan kondisi lingkungan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur Hasil Produk yang dihasilkan dari penelitian ini : 1. Peta Kelas Kesesuaian Lahan tanaman obat Temulawak berdasarkan data fisik dan kimia kondisi lingkungan. 2. Peta Distribusi Tanaman Temulawak di Kabupaten Lamongan.

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Tanaman Temulawak Batang Batang temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman ini berbatang semu dan habitatnya dapat mencapai ketinggian 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman terdiri atas beberapa tanaman (anakan), dan tiap tanaman memiliki 2-9 helai daun Daun Daun tanaman temulawak bentuknya panjang dan agak lebar. Lamina daun dan seluruh ibu tulang daun bergaris hitam. Panjang daun sekitar cm, lebarnya ± 18 cm, dan tiap helai daun melekat pada tangkai yang posisinya saling menutupi secara teratur. Daun berbentuk lanset memanjang berwarna hijau tua dengan garis-garis coklat. Habitus tanaman dapat mencapai lebar cm, dengan jumlah anakan perumpun antara 3-9 anak Bunga Bunga tanaman temulawak dapat berbunga terus-menerus sepanjang tahun secara bergantian yang keluar dari rimpangnya (tipe erantha), atau dari samping batang semunya setelah tanaman cukup dewasa. Warna bunga umumnya kuning dengan kelopak bunga kuning tua, serta pangkal bunganya berwarna ungu. Panjang tangkai bunga ± 3 cm dan rangkaian bunga (inflorescentia) mencapai 1.5 cm dalam satu ketiak terdapat 3-4 bunga.

20 Rimpang Rimpang induk temulawak bentuknya bulat seperti telur dan berukuran besar, sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang. Tiap tanaman memiliki rimpang cabang antara 3-4 buah. Warna rimpang cabang umumnya lebih muda daripada rimpang induk. Warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuningkotor atau coklat kemerahan. Warna daging rimpang adalah kuning atau oranye tua, dengan cita rasanya amat pahit, atau coklat kemerahan berbau tajam, serta keharumannya sedang. Rimpang terbentuk dalam tanah pada kedalaman ± 16 cm. Tiap rumpun tanaman temulawak umumnya memiliki enam buah rimpang tua dan lima buah rimpang muda. Gambar 1. Daun dan Rimpang Temulawak Akar Sistem perakaran tanaman temulawak termasuk akar serabut. Akarakarnya melekat dan keluar dari rimpang induk. Panjang akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Direktorat Aneka Tanaman, 2000) Syarat Tumbuh Temulawak Lingkungan tumbuh (habitat) alami tanaman temulawak umumnya merupakan tumbuhan liar di tempat-tempat yang terlindung seperti dibawah

21 naungan hutan jati, tanah tegalan, padang ala ng-alang, dan hutan belantara lainnya. Temulawak mempunyai daya adaptasi luas di daerah yang beriklim panas (tropis). Temulawak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi), yakni mulai dari meter diatas permukaan laut (dpl). Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) menunjukan bahwa pembudidayaan temulawak di dataran rendah pada ketinggian 240 m dpl menghasilkan rimpang yang kandungan patinya lebih tinggi dibandingkan dengan di dataran tinggi. Sebaliknya, pembudidayaan di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang kadar minyak atsirinya lebih tinggi dibanding dengan dataran rendah. Kondisi iklim yang paling optimum untuk pengembangan budidaya temulawak adalah daerah dataran rendah sampai ketinggian 750 m dpl, suhu udaranya antara C, curah hujan tahunan mm, dan tipe iklimnya termasuk tipe A, B atau C menurut Schmidt dan Ferguson. Temulawak toleran terhadap tempat-tempat yang terlindung (teduh), sehingga cocok ditanam di bawah pohon-pohon tahunan ataupun di lahan pekarangan. Temulawak dapat tumbuh pada berbagai tipe atau jenis tanah. Secara alami tanaman ini tumbuh pada tanah ringan, berkapur, agak berpasir, sampai liat keras. Untuk menghasilkan produksi rimpa ng yang maksimal (tinggi), temulawak membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, tidak mudah becek (menggenang), dan pengairannya teratur. Jenis tanah yang paling ideal untuk penanaman temulawak adalah tanah liat berpasir. Meskip un demikian, tanah-tanah yang berstruktur liat dapat dipilih untuk lokasi kebun

22 temulawak, asalkan didukung oleh tingkat pengelolaan yang baik, terutama penambahan pasir dan pemberian pupuk organik. Yang penting lahan tidak terkena sinar matahari secara la ngsung. Lahan dibawah pepohonan rindang akan membuat temulawak ini tumbuh dengan baik. Indikasi bahwa lahan terlalu panas terlihat pada daun yang me nggulung bila terkena panas matahari dan mudah rusak (Direktorat Aneka Tanaman, 2000) Prospek Pemanfaatan Tanaman Obat Asli Indonesia Banyak kalangan mulai tertarik untuk mengembangkan tanaman obat, baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk bisnis. Apalagi sejak masyarakat mulai sadar tentang manfaat tanaman obat untuk menjaga dan memelihara kesehatan dan dengan makin menjamurnya industri-industri obat tradisional di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga ditunjang dengan meningkatnya pandangan tentang segi positif mengonsumsi bahan-bahan alam (natural) dibandingkan bahan kimia atau sintetis. Dengan latar belakang tersebut maka beberapa pendapat mengatakan bahwa tanaman obat Indonesia patut dan layak dikembangkan (Martha Tilaar Innovation Center, 2002). Daerah mana saja yang dapat dikembangkan dapat jelas terlihat dengan peta Pemetaan (Mapping) Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data maupun informasi sesuai lokasinya secara dua dimensi. Informasi merupakan bentuk data yang telah dianalisis, berbeda dari data mentah maupun yang biasanya lebih sering hanya merupakan hasil pengukuran la ngsung. Ditinjau dari peranannya,

23 peta adalah bentuk penyajian informasi spasial tentang permukaan bumi untuk dapat dipakai dalam pengambilan keputusan. Supaya bermanfaat, suatu peta harus dapat menampilkan informasi secara jelas, mengandung ketelitian yang tinggi, walaupun tidak dapat dihindari akan bersifat selektif dan mempunyai unsur generalisasi. Data pada suatu peta biasanya telah mengalami pengolahan, umumnya ditambah dengan ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna. Semua kegiatan untuk menghasilkan tampilan informasi tersebut secara keruangan (spasial) adalah apa yang disebut dengan pemetaan. Pemetaan ini adalah suatu bentuk komunikasi secara grafis antara pembuat dan pemakai peta yang telah lama dikenal orang (Barus dan Wiradisastra, 2000). Pengolahan data atribut dan data spasial dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografi (SIG) Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk digital. Sistem ini merupakan suatu sistem komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005). Komponen utama SIG dapat dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu : perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sistem Informasi Geografis merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk digital. Data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel, atau bentuk konvensional lainnya.

24 Dengan dipakainya sistem komputer maka bila diperlukan data dalam jumlah besar dapat dipanggil dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dan biaya per satuan yang lebih rendah dari cara manual. Demikian pula dalam hal kemampuan memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu analisis. Kemampuan untuk melaksanakan analisis spasial yang kompleks secara cepat mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario-skenario perencanaan, model-model keputusan, deteksi perubahan dan analisis, dan tipe - tipe analisis lain dapat dikembangkan dengan membuat perbaikan-perbaikan secara terus-menerus (Barus dan Wiradisastra, 2000).

25 III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lamongan terletak di antara Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Kabupaten Lamongan terletak di Propinsi Jawa Timur, yang dibatasi oleh pantai Laut Jawa di dua kecamatan paling utara yaitu Kecamatan Brondong dan Paciran dengan total panjang garis pantai ± 35 km. Bagian lain dari Kabupaten Lamongan berbatasan dengan daerah sebagai berikut : a. Sebelah Timur : Kabupaten Gresik b. Sebelah Selatan : Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang c. Sebelah Barat : Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro 3.2. Kondisi Fisik Topografi Topografi wilayah Kabupaten Lamongan cenderung cekung di tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah pegunungan yang cenderung berbatu kapur, meliputi Kecamatan Sukorame, Bluluk, Ngimbang, Sambeng, Mantup, dan Modo. Bagian tengah selatan merupakan dataran rendah yang relatif agak subur, membentang dari kecamatan Kedungpring, Babat, Sugio, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sarirejo, dan Kembangbahu. Sedangkan bagian tengah utara merupakan daerah dataran rendah yang rawan banjir (daerah Bonorowo) mulai dari kecamatan

26 Sekaran, Maduran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun, dan Glagah. Sekitar 6% dari seluruh wilayah Kabupaten Lamongan kemiringan tanahnya lebih dari 15, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran dengan tingkat kemiringan lahan kurang dari 15, dan sebagian besar (70%) luas wilayah dengan kemiringan (0-2) dan cenderung landai. Ketinggian Wilayah Kabupaten Lamongan diatas permukaan air laut adalah 0-7 meter. Secara keseluruhan, Kabupaten Lamongan berada pada ketinggian m dpl (Tabel 1) Jenis Tanah Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lamongan Tahun 2000, terdapat 8 (delapan) jenis tanah, yaitu aluvial hidromorf, aluvial kelabu tua, asosiasi aluvial kelabu tua dan aluvial coklat, asosiasi litosol dan mediteran, grumusol kelabu tua, grumusol kelabu, mediteran coklat, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol. Informasi penyebaran jenis tanah pada masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam Tabel 2 dan Gambar Sistem Lahan Terdapat 15 Sistem Lahan di Kabupaten Lamongan, dengan dominasi sistem lahan dataran hasil proses endapan sungai dan marin (MKS) di bagian tengah, mengikuti Bengawan Solo. Sistem lahan datar hingga landai yang didominasi oleh

27

28 tanah Aluvial (Inceptisol) dan Grumusol (Vertisol) dan curah hujan yang relatif rendah. Tanah Grumusol terlihat retak selama musim kering. Tabel 1. Ketinggian Tempat Setiap Kecamatan di Kabupaten Lamongan No. Nama Kecamatan Ketinggian tempat (m dpl) 1 Lamongan Deket Turi Tikung Kembangbahu Ngimbang Bluluk Sambeng Mantup Babat Kedungpring Modo Sugio Sukodadi Karanggeneng Sekaran Karangbinangun Kalitengah Glagah Paciran Brondong Laren Pucuk Sukorame Solokuro Maduran Sarirejo 0-25 Kabupaten Lamongan Sumber: - Kabupaten Lamongan dalam Angka Tahun 2001.

29 Tabel 2. Penyebaran Jenis Tanah Setiap Kecamatan di Kabupaten Lamongan No. Nama Kecamatan Jenis Tanah 1. Lamongan Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 2. Deket Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 3. Turi Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 4. Tikung Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 5. Kembangbahu Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 6. Ngimbang Grumusol kelabu tua, grumusol kelabu, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 7. Bluluk Grumusol kelabu tua, grumusol kelabu, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 8. Sambeng Grumusol kelabu tua, grumusol kelabu, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 9. Mantup Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 10. Babat Grumusol kelabu tua, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol, aluvial kelabu tua 11. Kedungpring Grumusol kelabu tua, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol, aluvial kelabu tua 12. Modo Grumusol kelabu tua, kompleks mediteran cok lat kemerahan dan litosol, aluvial kelabu tua 13. Sugio Grumusol kelabu tua, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol, aluvial kelabu tua 14. Sukodadi Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 15. Karanggeneng Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tu a 16. Sekaran Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 17. Karangbinangun Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 18. Kalitengah Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 19. Glagah Aluvial hidromorf 20. Paciran Asosiasi litosol dan mediteran, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 21. Brondong Asosiasi aluvial kelabu tua dan aluvial coklat, mediteran coklat, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 22. Laren Asosiasi litosol dan mediteran, aluvial kelabu tua 23. Pucuk Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 24. Sukorame Grumusol kelabu tua, grumusol kelabu, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol, aluvial kelabu tua 25. Solokuro Asosiasi litosol dan mediteran, kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 26. Maduran Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua 27. Sarirejo Grumusol kelabu tua, aluvial kelabu tua Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lamongan, Sistem lahan yang menduduki urutan kedua dari ukuran luas adalah daerah dataran berombak pada batuan sedimen tidak terpisahkan, dengan tanah dominan Grumusol (Vertisol) (SNA). Wilayah ini walaupun elevasinya lebih tinggi tetapi tidak nyata menghasilkan curah hujan yang berbeda dengan MKS. Sistem lahan

30

31 ini terdapat di bagian selatan Kab. Lamongan. Selain itu terdapat juga dataran berombak dari bahan sedimen dari bahan tufa. Secara topografi mirip dengan SNA tetapi tanahnya merupakan tanah Inceptisol atau Alfisol. Di bagian tengah di sekeliling Waduk Gondang ditemukan bentang lahan yang dihasilkan oleh outcrop kapur yang mempunyai kemiringan lereng dari curam hingga terjal, dengan dominasi tanah mediteran. Wilayah ini merupakan wilayah dominan hutan jati sehingga menghasilkan iklim mikro yang spesifik bagi lingkunga n setempat. Di bagian utara ini ditemukan juga lansekap yang dibangun dari bahan induk kapur, tetapi tidak terlalu luas, yang merupakan punggung memanjang yang relatif curam dengan dominasi tanah mediteran (LAR). Di bagian utara Kabupaten Lamongan terdapat sistem lahan yang spesifik, yang didominasi oleh kenampakan landform akibat pengaruh gunung kapur. Ditemuinya kenampakan bentang lahan plato ataupun punggung yang terangkat membentuk punggung datar dan tanah sangat tipis (AAR), dan juga kompleks dataran berombak pada bahan induk kapur dengan dominasi tanah mediteran (Inceptisol/Alfisol), yang berwarna merah. Wilayah ini ditandai dengan curah hujan yang relatif sangat kering dan juga ditandai dengan tidak banyaknya daerah artesis. Secara sporadis di bagia n utara dijumpai juga daerah rawa atau dataran banjir yang relatif sempit Iklim dan Curah Hujan Musim penghujan di Kabupaten Lamongan secara rata -rata per tahunnya cenderung lebih lama dibanding dengan musim kemarau. Dalam kondisi normal,

32 musim hujan akan jatuh antara pertengahan September sampai pertengahan Februari. Curah hujan selama tahun 2003 berkisar antara mm/tahun, sementara curah hujan rata -rata dalam 10 tahun terakhir berkisar antara mm/tahun. Informasi ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data Total Curah Hujan Tahun 2003 dan 10 Tahun Terakhir Serta Data Bulan Basah dan Bulan Kering Tahun 2003 No. Nama Kecamatan Total Curah Rata-rata Curah Bulan Bulan Hujan Th Hujan 10 Th. Basah Kering (mm/bulan) Terakhir (bulan) (bulan) (mm/tahun) 1 Lamongan Tikung Mantup t.a.d t.a.d 4 Kembangbahu Sukodadi Sugio Kedungpring Ngimbang t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d 9 Kedungpring Ngimbang t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d 11 Bluluk Ngimbang Ngimbang Modo Pucuk Babat Laren Paciran t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d 19 Brondong Solokuro Maduran Karanggeneng Glagah Karangbinangun Karangbinangun Rata-rata Tahun Sumber: - Kabupaten Lamongan dalam Angka Tahun 2003.

33 IV. BAHAN DAN METODE 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Kartografi untuk analisis data yang dimulai pada bulan maret 2004 dengan studi kasus di Kabupaten Lamongan (Gambar 4) Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain : o Peta Topografi skala 1:25.000, lembar Brondong, Klayar, Banjaranyar, Karanggeneng, Prupuh, Babat, Sukodadi, Lamongan, Bungah, Sumberejo, Kedungpring, Sugio, Tikung, Cerme, Kedungadem, Ngimbang, Mantup, Balongpanggang, Sendanggogor, produksi Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). o Peta Tanah (Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lamongan Tahun 2000). o Peta RePPProT (Regional Physical Planning Program for Transmigration) Skala 1: , yang diproduksi oleh ODA UK dan Departemen Transmigrasi RI, untuk pengembangan daerah transmigrasi). o Data analisis kesuburan tanah (Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah IPB, 2005). o Data statistika areal penanaman tanaman obat temulawak di Kabupaten Lamongan (Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan, ).

34

35 Peralatan yang digunakan terdiri dari peralatan laboratorium yang terdiri dari : Perangkat keras (Hardware) : Seperangkat Komputer, Scanner, dan printer. Perangkat Lunak (Software) : Arc View GIS 3.2, Arc GIS ver 9.0, PanaVue ImageAssembler Version 2.0, Microsoft office. Tabel 4. Data yang Digunakan Data Sumber data Tujuan Penggunaan data Keterangan Peta Topografi Peta Sistem Lahan Data Analisis Kesuburan Tanah Data Statistika Areal Penanaman Tanaman Obat Bakosurtanal Peta RePPProT Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, IPB.2005 Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan Pembuatan peta digital administrasi, jalan, penggunaan lahan, kontur Mengetahui data geologi dan data tanah di Kabupaten Lamongan berdasarkan great group Mengetahui sifat-sifat dari sampel tanah Melihat penyebaran tanaman temulawak di Kabupaten Lamongan Skala 1: Kabupaten Lamongan meliputi 19 sheet Skala 1: Tahun Data Hujan Curah Lamongan Dalam Angka Tahun 2003 Mengetahui Curah Hujan di Kabupaten Lamongan Tabel Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Temulawak Laporan Akhir Studi Pemetaan Tanaman Obat di Sentra Produksi Pulau Jawa Mengetahui Kelas Kesesuaian Lahan untuk temulawak di Kabupaten Lamongan Tahun 2005, Data sekunder

36 4.3. Metode Penelitian Metode pelaksanaan kegiatan penelitian meliputi (1) Pengumpulan Literatur dan data sekunder, serta (2) Analisis data Pengumpulan Literatur dan data sekunder Literatur yang dikumpulkan berupa informasi mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan karakteristik tanaman obat serta budida yanya. Sedangkan data sekunder berupa data curah hujan (Lamongan Dalam Angka Tahun 2003), penyebaran jenis tanah (Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Lamongan Tahun 2000), data statistik areal penanaman tanaman obat (Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan, ), serta data tanah dan biokimia dari sampel tanah Analisis Data Analisis data terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : a. Pembuatan Peta Peta rupa bumi yang meliputi seluruh Kabupaten Lamongan dengan skala 1: discan / disiam. Karena ukuran scanner kecil (A4) maka peta perlu dipotong menjadi 9 bagian, kemudian peta disambung dengan menggunakan perangkat lunak PanaVue ImageAssembler. Proses penyambungan dilakukan dengan mencari titik yang sama di peta.

37 Gambar 5. Peta Banjaranyar dipotong menjadi 9 bagian Gambar 6. Proses penyambungan peta Kemudian dila kukan transformasi geometri untuk mengaitkan koordinat bumi ke peta atau lapisan data dalam SIG untuk menyesuaikan satu lapisan data sehingga dapat ditumpangtindihkan dengan data lain yang mempunyai daerah sama (Barus dan Wiradisastra, 2000). Koreksi geometrik dilakukan dengan memasukan nilai koordinat yang terdapat di dalam peta cetakan ke dalam suatu titik kontrol (Gambar 7). Selanjutnya titik tersebut akan menyesuaikan posisinya sesuai dengan nilai koordinat dan sistem proyeksinya. Dalam hal ini, peta rupa bumi diproyeksi dengan Universal Transverse Mercator (UTM) dengan menggunakan software Arc View 3.2. Software Arc View ini juga digunakan dalam melakukan digitasi sehingga diperoleh peta digital dengan format struktur data vektor dalam bentuk shp file, shx file, dan dbf file. Hasil digitasi peta rupa bumi ini antara lain peta penggunaan lahan, (Land Use), peta kontur, peta administrasi, jalan dan sungai.

38 Gambar 7. Pemasukan nilai koordinat ke dalam suatu titik kontrol b. Pembuatan Peta Kelas Lereng (Slope Map) Pembuatan Peta Kelas Lereng dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Arc View 3.2 dengan menggunakan Extensions 3D Analyst dan Model Builder. Peta Kelas Lereng (Slope Map) diperoleh dari hasil analisis kontur yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama peta kontur diubah menjadi Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model/DEM) dengan metode TIN (Triangulated Irregular Network) dengan memilih Surface- Create TIN from features kemudian memasukkan Interval Kontur sebagai Height Source sehingga terlihat bentukan tiga dimensi dari topografi Kabupaten Lamongan. TIN adalah model data vektor topologi yang dipakai untuk penyajian data terain. Suatu TIN menggambarkan permukaan sehingga suatu rangkaian facet segi-tiga berkaitan. Setiap facet terdiri dari 3 poligon (vertices), nilai koordinat XY (lokasi geografi) dan koordinat Z (elevasi), yang semuanya diberi kode (Barus dan Wiradisastra, 2000). Dengan TIN bentuk 3 dimensi kenampakan topografi terlihat lebih jelas, bagian mana saja dari kabupaten Lamongan ini yang memiliki dataran yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Peta Elevasi dalam bentuk TIN dari Kabupaten Lamongan ditampilkan pada Gambar 8.

39

40 DEM Rasterisasi Klasifikasi Generalisasi 10% 15% 25% 5% 20% Peta Kelas Kemiringan Lereng Gambar 9. Alur Pembuatan Kelas Lereng Selanjutnya TIN dikonversi ke dalam bentuk grid yang dikenal dengan sebutan rasterisasi, yaitu proses transformasi data spasial yang berbentuk rangkaian titik, garis, dan poligon ke bentuk susunan (array) sel yang mempunyai nilai. Kemudian melalui tahapan klasifikasi/pengkelasan kemiringan lereng dengan mengelompokkan nilai kelas lereng berdasarkan batasan nilai yang sudah ditetapkan sehingga terbentuk pola tertentu. Dari hasil klasifikasi diperoleh data spasial kemiringan lereng dalam bentuk grid. Hasil klasifikasi diubah menjadi bentuk vektor dengan mengkonversi ke dalam bentuk shp sehingga dapat dilakukan digitasi di program ArcView, selanjutnya dilakukan digitasi dengan sedikit dilakukan generalisasi. Alur pembuatan peta kelas lereng ditampilkan pada Gambar 9. Pengelompokan kelas lereng dibuat berdasarkan kriteria kesesuaian lahan. Peta Kelas Lereng ditampilkan pada Gambar 10. c. Satuan Lahan (Land Unit) Penyusunan peta satuan lahan in i berbasis data sekunder. Dalam hal peta yang dibuat berbasis data sekunder, konsep peta yang akan dibuat berbasis konsep satuan kehomogenan biofisik-produksi dan biokimia. Dalam hal ini data menjadi kunci, yang selanjutnya dipakai untuk keperluan pengembangan peta potensi bioregional tumbuhan obat (Pusat Studi Biofarmaka, 2005). Satuan

41 lahan disini merupakan peta yang berbasis konsep satuan kehomogenan biofisik dan biokimia. Poligon yang memiliki parameter yang sama/homogen dibentuk menjadi suatu satuan lahan. Satuan lahan ini kemudian dikembangkan menjadi Satuan Lahan Homogen (SLH) dan Satuan Lahan tidak Homogen (SLtH). Pengembangan ini dengan alasan Satuan Lahan Homogen tidak hanya memiliki data biofisik wilayah penelitian, tetapi juga memiliki data mengenai kesuburan tanahnya yang berasal dari analisis titik sampel. Sedangkan Satuan Lahan tidak Homogen hanya memiliki data dari hasil tumpang tindih antara peta tanah, peta kelas lereng, dan peta sistem lahan yang antara poligon satu dengan poligon yang lain memiliki parameter yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan alasan kemudahan dalam pengelompokan dan dalam pengambilan keputusan. Satuan lahan ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk analisis selanjutnya (Setiawan, 2005). Peta Satuan Lahan ini sebagai dasar dari kualitas lahan dari daerah penelitian yang didalamnya terdapat informasi berupa sifat fisik tanah dan sifat lingkungan daerah penelitian sehingga dapat dibandingkan dengan syarat pertumbuhan tanaman obat untuk dapat menentukan kelas kesesuaian lahan dari tanaman obat. Parameter yang dimiliki Satuan Lahan Homogen yaitu Elevasi, Bulan Basah, Bulan Kering, Drainase Tanah, Tekstur, Kedalaman Solum, KTK, ph, C-Organik, N-Total, P, Kdd, dan Lereng. Sedangkan Satuan Lahan tidak Homogen memiliki parameter Elevasi, Bulan Basah, Bulan Kering, dan Lereng (Tabel 5).

42

43 d. Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Lahan untuk temulawak ditentukan dengan membandingkan kualitas lahan yang tergambarkan dalam Peta Satuan Lahan dengan syarat tumbuh tanaman obat atau kriteria klasifikasi kesesuaia n lahan untuk tanaman temulawak. Tabel 5. Parameter yang digunakan SLH dan SLtH Parameter SLH SLtH - Elevasi ( m dpl) - Bulan Basah (> 200 mm) - Bulan Kering (< 100 mm) - Drainase tanah - - Tekstur - - Kedalaman solum - - KTK - - ph - - C-organik (%) - - Total N - - P - - Kdd - - Lereng (%) e. Investigasi Penyebaran Peta penyebaran diperoleh berdasarkan dari data statistik yang berasal dari Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan. Data statistik yang ada dimasukkan kedalam data atribut dimana data atribut ini berhubungan dengan data spasialnya, sehingga daerah dengan penanaman paling banyak dapat diketahui. f. Evaluasi Lokasi dengan Kondisi Lingkungan Evaluasi diperoleh dari hasil investigasi antara Peta Penyebaran dan Peta Kesesuaian Lahan Temulawak.

44 Peta Rupabumi (Topografi) Penyiaman (Scanning) Koreksi Geometrik Digitasi Layar (On Screen) Peta Sistem Lahan (Land System ) RePPProT - Peta Administrasi - Peta Jalan - Peta Sungai Rasterisasi Peta Kontur DEM Jenis Tanah (Great Group) Klasifikasi Generalisasi Peta Kelas Lereng Data Statistik Data Kesuburan Tanah Titik Sampel Peta Sat uan Lahan Peta Penyebaran Temulawak Satuan Lahan Homogen Satuan Lahan tidak Homogen Kriteria Kesesuaian Lahan Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Temulawak Investigasi Evaluasi Pemetaan Gambar 11. Diagram Alir Penelitian

45 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Peta Proses pemasukan data dilakukan sebagai langkah awal untuk memasukkan data kedalam komputer. Proses ini dapat disebut juga sebagai proses merubah data kedalam bentuk digital. Dalam proses pemasukan data spasial yang berupa peta hardcopy, data spasial ini disiam (scanning) dengan menggunakan scanner, peta ini belum memiliki referensi geografis karena itu peta yang telah disiam dilakukan koreksi geometrik atau biasa juga dikenal dengan sebutan registrasi. Untuk data tabular, proses pemasukan data dilakukan dengan pengetikan atau menyalin dari disket atau flash disk. Koreksi geometrik dilakukan untuk mengaitkan koordinat bumi kedalam peta yang telah disiam dengan me masukkan nilai koordinat kedalam suatu titik kontrol sehingga titik tersebut akan menempatkan posisinya sesuai dengan koordinat dan sistem proyeksinya. Kesulitan terjadi pada saat menentukan dimana titik tersebut ditempatkan, karena terdapat empat titik kontrol yang menentukan tepat-tidaknya penempatan titik koordinat. Keempat titik tersebut saling berhubungan dan memberi pengaruh satu sama lain, karena kesalahan penempatan pada satu titik akan mengakibatkan Root Mean Square Error (RMS-Error) semakin besar. Akurasi koreksi geometrik diperoleh berdasarkan nilai RMS-error. Semakin kecil nilai RMS-error maka peta topografi yang terkoreksi akan mendekati posisi yang sebenarnya pada koordinat bumi. Akurasi yang ba ik adalah jika tepat objek dan nilai RMS-error kurang dari satu yang menunjukan bahwa penyimpangan pergeseran objek tidak melebihi satu pixel.

46 Sistem proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem proyeksi UTM adalah sistem koordinat bidang yang didasarkan pada sistem proyeksi transverse mercator. Sistem UTM ini membagi permukaan bumi menjadi 60 zona dengan membagi 6 derajat ke arah longitude, dimana setiap zona diberi nomor. Kemudian dilakukan pembagian quadrilateral setinggi 8 derajat latitude yang diberi kode huruf (Barus dan Wiradisastra, 2000). Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) meter. Untuk zone yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) meter. Sedangkan untuk zone yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter (Prahasta, 2003). Penggunaan sistem proyeksi ini lebih praktis dibandingkan dengan sistem proyeksi lain karena satuan meter yang digunakan memudahkan dalam perhitungan jarak antar titik atau menghitung luasan suatu wilayah di permukaan bumi. Koreksi geometrik dilakukan setelah dilakukan penyiaman (scanning) atau sebelum dilakukan digitasi. Setelah dilakukan koreksi geometrik peta yang berbentuk raster dirubah menjadi bentuk vektor dengan proses digitasi (Gambar 12). Proses koreksi geometrik dan digitasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Arc View 3.2.

47 Gambar 12. Hasil Digitasi Peta yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta rupabumi (topografi) skala 1: Wilayah Kabupaten Lamongan mencakup 19 sheet. Dari hasil digitasi peta rupabumi diperoleh data digital spasial berupa jalan, sungai, landuse, batas administrasi, dan kontur. Analisis lanjutan dari kontur dilakukan untuk mendapatkan peta kelas lereng (hal ini dibahas dalam bab III). Dalam melakukan digitasi, obyek yang berbentuk titik direkam sebagai pasangan koordinat x dan y, sedangkan obyek berbentuk garis linier dapat direkam dengan menggunakan dua metode. Metode pertama adalah pointwise, yaitu proses pemasukan data titik dengan interval tertentu oleh operator atau yang kedua dengan cara kontinyu (disebut dengan stream mode) yang kerapatan titiknya diatur secara otomatis oleh alat. Pada metode pendigitasian yang terakhir, koordinat direkam dengan interval waktu atau jarak yang pasti sehingga mempengaruhi kerapatan titik penyusun suatu garis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Dalam penelitian ini digitasi dilakukan dengan metode pointwise karena pendigitasian lebih mudah dan ketepatan dalam mendigitasi obyek dapat lebih optimal meskipun waktu yang diperlukan untuk melakukan digitasi menjadi lebih lama, tapi kadangkala waktu yang diperlukan dalam mendigitasi akan lebih lama dengan metode stream mode bila dilakukan dengan komputer yang memiliki memori terbatas.

48 Secara umum, dalam mendigitasi suatu garis tidak ditemukan kesulitankesulitan yang berarti. Lain halnya dalam mendigitasi suatu poligon, seperti batas administrasi atau penggunaan lahan perlu dibuat theme terpisah sehingga garis batas poligon tidak tercampur karena warna, bentuk, dan atau tebal garis yang sama. Hal ini penting diperhatikan mengingat sebagian batas-batas perlu diulang dalam mendigitasi tetapi dengan resiko selain memakan waktu yang cukup banyak juga dapat menimbulkan sliver antara poligon yang berdampingan. Akibat dari sliver ini dapat mengakibatkan peta menjadi tidak rapi serta akan terbentuk poligon-poligon kecil (spurious) pada saat dilakukan tumpang-tindih antar peta. Setelah pendigitasian selanjutnya dilakukan pengisian data atribut. Data atribut sering dikategorikan sebagai data non-spasial, karena peranannya tidak menunjukan posisinya akan tetapi lebih bersifat penjelasan mengenai obyek atau bersifat identitas. Data atribut ini dapat berupa jenis tanah, nama kecamatan, atau nama lainnya tergantung dari kebutuhan. 5.2 Penggunaan SIG dalam penentuan Satuan Lahan Satuan lahan dapat diperoleh dari hasil tumpang tindih berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada penelitian ini, suatu satuan lahan diperoleh dengan melakukan tumpang tindih antara peta kelas lereng, peta sistem lahan, dan peta administrasi. Peta elevasi dibuat dari peta kontur, hanya saja peta elevasi dengan batasan ketinggian kelas kesesuaian lahan tidak dibuat dengan alasan wilayah Kabupaten Lamongan secara umum berada pada ketinggian m dpl, dimana berdasarkan crop requirement, tanaman temulawak tumbuh baik pada

49 ketinggian m dpl sehingga dilihat dari parameter elevasi, secara keseluruhan wilayah ini masuk ke dalam kelas kesesuaian S1. Peta tanah berasal dari Peta Sistem Lahan RePPProT yang juga memiliki informasi mengenai jenis tanah. Peta sistem lahan sudah tersedia dalam skala 1: Data RePPProT direvisi dengan menggunakan data dari Puslitanak (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat), Departemen Pertanian, dan juga dilakukan perbaikan terhadap data atributnya, khususnya di Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Lamongan. Perbaikan dilakukan khususnya dalam penetapan tanah dominan (Laporan Akhir Studi Pemetaan Tanaman Obat di Sentra Produksi Pulau Jawa, 2005). Keempat peta yang ditumpangtindihkan menghasilkan data berupa data spasial dan data atribut berupa satuan lahan dari kualitas fisik lahan. Dimana peta satuan lahan ini memuat informasi berupa data kemiringan lereng, jenis tanah, sistem lahan, dan batas administrasi sampai tingkat desa (Gambar 13). Satuan lahan ini kemudian digabungkan dengan data titik sampel penelitian yang berisi data kesuburan tanah yang terdiri dari sifat fisik dan kimia tanah, yaitu dengan memasukan data kesuburan tanah ke dalam atribut dari poligon tempat titik sampel ditempatkan. Satuan lahan yang digabung dengan data titik sampel kemudian disebut dengan Satuan Lahan Homogen (SLH). Data tersebut meliputi drainase tanah, tekstur, kedalaman solum (cm), KTK, ph tanah, C-Organik, N-Total, P 2 O 5, K 2 O, kemiringan lereng, serta batuan permukaan. Sedangkan data yang tidak memiliki data titik sampel dari kesuburan tanah disebut juga dengan Satuan Lahan tidak Homogen (SLtH).

Oleh : INA NOPELINA A

Oleh : INA NOPELINA A STUDI PEMETAAN TANAMAN OBAT TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORHIZA ROXB.) DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS : Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur Oleh : INA NOPELINA A24101078 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER 2012. Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton)

KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER 2012. Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton) Komoditi : Padi REALISASI PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2012 KABUPATEN LAMONGAN 1 Sukorame 1.896 6,03 11.431 1.342 6,03 8.091 - - - 3.238 6,03 19.522 2 Bluluk 2.975 6,61 19.671 1.842 6,61 12.179

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN PREVIEW III TUGAS AKHIR PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita, ST., MT. Merisa Kurniasari 3610100038

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2016 KABUPATEN LAMONGAN Komoditi : Padi Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember No Panen Rerata 1 Sukorame 1.928 67,30 12.975 1.512 63,14

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

TINJAUAN LINGKUP EKSTERNAL

TINJAUAN LINGKUP EKSTERNAL 2.1. KONDISI WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Lamongan, merupakan wilayah kabupaten yang berada di bagian Utara dari wilayah Propinsi Jawa Timur. Terletak diantara koordinat

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982 Untuk mengawali kajian mengenai kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan, digambarkan terlebih dahulu gambaran

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 5 No 1 : , 2018 e-issn:

Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 5 No 1 : , 2018 e-issn: EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN CABAI MERAH PADA MUSIM HUJAN DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR MENGGUNAKAN INTEGRASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN SISTEM PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN Land Suitability

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035 Imam Arifa illah Syaiful Huda, Melly Heidy Suwargany, Diyah Sari Anjarika Fakultas Geografi UGM Email: faillah.arif@gmail.com

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

Oleh : Nanda Gayuk Candy DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd.

Oleh : Nanda Gayuk Candy DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd. PENENTUAN ALTERNATIF LOKASI INDUSTRI PENGOLAHAN SORGUM DI KABUPATEN LAMONGAN Oleh : Nanda Gayuk Candy 3609 100 011 DosenPembimbing : Bapak Adjie Pamungkas, ST. M. Dev. Plg. Phd. Prodi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 17 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administrasi Kota Depok, Provinsi Jawa Barat (Gambar 8). Meliputi 6 kecamatan yaitu, Sawangan, Pancoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Paparan Data 4.1.1 Latar Belakang Instansi/Perusahaan Kabupaten Lamongan adalah salah satu wilayah yang mempunyai peranan cukup penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang *)

Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang *) Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang *) Geographic Information System application to determine the potential area of aquaculture in

Lebih terperinci

Geographic Information and Spatial Information

Geographic Information and Spatial Information Geographic Information and Spatial Information Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Dr. Aniati Murni 1 Pengertian Informasi Geografis dan Informasi Keruangan (1) Informasi Geografis merupakan informasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA 1. Peningkatan Populasi = 2. Peningkatan Produksi Daging = 3. Peningkatan Produksi Telur = 4. Peningkatan Konsumsi Daging = 5. Peningkatan Konsumsi Telur = Jml. Populasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia, Kabupaten Lamongan sangat perlu penggalian akan potensi daerah, terutama untuk pembuatan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS TBS (Studi Kasus pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor) ABSTRACT

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS TBS (Studi Kasus pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor) ABSTRACT HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PRODUKTIVITAS TBS (Studi Kasus pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor) Komarsa Gandasasmita 1), Basuki Sumawinata 1) dan Sry Nurmala 2) 1) Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT)

SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) SISTEM PAKAR PENENTUAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PEMILIHAN WILAYAH BUDIDAYA KOMODITAS PERTANIAN (STUDI KASUS: KECAMATAN KLARI, KARAWANG, JAWA BARAT) Oleh BUDI HARDIYANTO F14101112 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13 Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota Adipandang Yudono 13 Definisi Peta Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. Berbagai potensi bencana alam seperti gempa, gelombang tsunami, gerakan tanah, banjir, dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 C-33 Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Ajeng Nugrahaning Dewanti dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai tambang timah rakyat dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 Sistem Informasi Geografis Widiastuti Universitas Gunadarma 2015 5 Cara Memperoleh Data / Informasi Geografis 1. Survei lapangan Pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel (polusi air), pengumpulan

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis Widiarti 1 dan Nurlina 2 Abstrak: Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Model Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Peta Tematik Data dalam SIG disimpan dalam bentuk peta Tematik Peta Tematik: peta yang menampilkan informasi sesuai dengan tema. Satu peta berisi informasi dengan

Lebih terperinci

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data by: Ahmad Syauqi Ahsan Data pada SIG Mendapatkan data adalah bagian yang sangat penting pada setiap proyek SIG Yang harus diketahui: Tipe-tipe data yang dapat

Lebih terperinci

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods in Surakarta is seldom before all, this caused

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) 1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan

Lebih terperinci

Materi Bahasan. Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG. Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial

Materi Bahasan. Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG. Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial Materi 2 Informasi Geografis & Representasinya dalam SIG JURUSAN SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS GUNADARMA 2013 Materi Bahasan Data & Informasi Data Spasial & Non Spasial Representasi Data Spasial 2 1 Definisi

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial Sistem Informasi Geografis Model Data Spasial Representasi Grafis Untuk Objek Secara umum dikenal tiga jenis data. Ketiganya merupakan abstraksi sederhana dari objek-objek nyata yang lebih rumit. Titik:

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG

PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG Pengaruh Penyimpangan CurahHujan Terhadap Produktivitas Cengkeh di Kabupaten Malang... (Halil) PENGARUH PENYIMPANGAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKTIVITAS CENGKEH DI KABUPATEN MALANG (The Effect of Precipitation

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) adalah komoditas buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang mudah didapat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Adipandang YUDONO

Adipandang YUDONO Pengenalan Kartografi Adipandang YUDONO 11 E-mail: adipandang@yahoo.com Outline Apa itu Kartografi? Peta Definisi Peta Hakekat Peta Syarat-syarat yang dikatakan peta Fungsi peta Klasifikasi peta Simbol-simbol

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci