BAB II INTEGRASI UNI EROPA DAN IMIGRASI YUNANI. I dan II telah menyebabkan kemunduran drastis pada ekonomi negara-negara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II INTEGRASI UNI EROPA DAN IMIGRASI YUNANI. I dan II telah menyebabkan kemunduran drastis pada ekonomi negara-negara"

Transkripsi

1 BAB II INTEGRASI UNI EROPA DAN IMIGRASI YUNANI 2.1 Integrasi Uni Eropa dan Imigrasi Integrasi Uni Eropa dimulai ketika berakhirnya Perang Dunia. Perang Dunia I dan II telah menyebabkan kemunduran drastis pada ekonomi negara-negara Eropa. Ini kemudian mendorong terwujudnya European Coal and Steel Community (ECSC) pada tahun 1951 sebagai organisasi kawasan yang mewadahi kerja sama antar negara-negara Eropa yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan mengurangi kemungkinan terjadinya perang (Warleigh-Lack, 2009). ECSC adalah sebuah organisasi yang mewadahi kerja sama ekonomi Kawasan Eropa, terutama dalam bidang industri batu bara dan baja (Suparman, Silvya, & Sudirman, 2010). Batu bara dan baja merupakan sektor industri yang penting pada masa itu. Batu bara merupakan bahan bakar utama bagi lokomotif pengangkut barang dan penumpang, sedangkan baja merupakan bahan utama yang diperlukan untuk membuat rel kereta api dan berbagai barang manufaktur lainnya. Bertambahnya jumlah jalur kereta api dan lokomotif akan meningkatkan interaksi (interconnectedness) masyarakat negara anggota ECSC sehingga kerjasama yang telah terjalin menjadi semakin erat. Kerjasama melalui ECSC diharapkan akan meningkatkan perekonomian kawasan sekaligus meningkatkan rasa kebersamaan sehingga perdamaian di kawasan dapat terwujud. Kerja sama ekonomi menjadi faktor yang mendorong ECSC untuk semakin mengintegrasikan kawasan Eropa Barat. Kerja sama melalui ECSC pun semakin 26

2 27 berkembang sehingga terbentuklah European Economic Community (EEC) pada tahun 1957 dan mengawali proses integrasi kawasan menuju Uni Eropa (Warleigh- Lack, 2009). Proses integrasi yang berlangsung tidak hanya mencakup kerja sama ekonomi dalam Kawasan Eropa tetapi juga politik dan keamanan. Penandatanganan Piagam Maastricht pada tahun 1992 menandai dua hal penting dalam integrasi Kawasan Uni Eropa. Kedua hal tersebut adalah 1) terbentuknya Tiga Pilar Kerja Sama Uni Eropa yang meliputi pilar ekonomi, politik, dan sosial-hukum, dan 2) kewenangan lebih besar bagi Parlemen Eropa untuk memutuskan ketentuan hukum Uni Eropa melalui mekanisme co-decision procedure yang meliputi pergerakan bebas pekerja, pasar tunggal, pendidikan, penelitian, lingkungan, dan sebagainya (Suparman, Silvya, & Sudirman, 2010). Gambar 1 Tiga Pilar Uni Eropa Sumber: ILSP (2000)

3 28 Tiga Pilar Kerja Sama Uni Eropa menunjukkan capaian proses integrasi Kawasan Uni Eropa, misalnya dengan penetapan Sistem Pasar Tunggal Eropa (pilar ekonomi), kebijakan luar negeri dan keamanan bersama (pilar politik), dan peradilan dan urusan dalam negeri (pilar sosial-hukum). Selain itu, kewenangan yang dimiliki oleh Parlemen Eropa melalui mekanisme co-decision procedure memungkinkan Uni Eropa menetapkan berbagai peraturan yang bersifat mengikat terhadap negara anggota Uni Eropa. Salah satu bentuk peraturan yang bersifat mengikat adalah dengan mewajibkan negara-negara yang menandatangani Piagam Maastricht untuk meratifikasi Perjanjian Schengen. Perjanjian Schengen memungkinkan warga negara anggota Uni Eropa untuk bebas berpindah dalam Kawasan Uni Eropa selain Inggris dan Irlandia (Area Schengen). Peraturan dalam Perjanjian Schengen menyebutkan bahwa penduduk negara anggota Uni Eropa hanya memerlukan sebuah paspor atau dokumen identitas resmi lainnya untuk bepergian dalam Area Schengen. Sedangkan, bagi penduduk negara non-uni Eropa lainnya harus menyertakan paspor dan visa Schengen, serta wajib menjalani pemeriksaan di negara Schengen pertama yang ia kunjungi dan menyampaikan tujuan ia berkunjung. Visa Schengen hanya berlaku selama 3 bulan dan dapat digunakan untuk izin tinggal sementara selama berada dalam Area Schengen (Short-Stay Visa). Jika penduduk non-uni Eropa hendak tinggal lebih dari 3 bulan, maka ia harus mengurus izin tinggal untuk jangka panjang yang dikenal sebagai Long-term Visa (European Commission, n.d. a). Persyaratan Long-term Visa bergantung pada kebijakan domestik tiap negara Schengen yang dituju. Perjanjian Schengen

4 29 disepakati oleh 26 negara anggota Uni Eropa (Inggris dan Irlandia tidak meratifikasi perjanjian tersebut) dan 6 negara non-uni Eropa yaitu Norwegia, Swiss, Islandia, Rumania, Bulgaria, dan Liechtenstein. Gambar 2 Area Schengen Sumber: Leadbeater (2015) Perjanjian Schengen telah mengubah definisi batas teritorial negara-negara yang meratifikasinya. Secara internal, negara peserta Schengen tidak perlu lagi melakukan kontrol ketat terhadap akses perbatasan dalam Area Schengen atau antar negara peserta Schengen lain. Secara eksternal, negara peserta Schengen (terutama yang berada pada batas terluar) harus meningkatkan keamanan serta kontrol

5 30 perbatasan mereka dengan negara non-schengen (European Commission, n.d. a). Ini sesuai dengan tulisan Andrew Geddes (2005) bahwa proses integrasi Uni Eropa menjadikan perbatasan negara anggota Uni Eropa menjadi tanggungjawab bersama seluruh negara anggota Uni Eropa. Perjanjian Schengen telah menunjukkan bahwa Uni Eropa, sebagai organisasi kawasan dan entitas supranasional, memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai aturan yang berlaku di Kawasan Uni Eropa sekaligus memiliki pengaruh langsung terhadap proses pembuatan kebijakan domestik negara anggotanya, terutama mengenai kebijakan imigrasi. Ini juga sesuai dengan tulisan Andrew Geddes (2005) bahwa isu imigrasi telah menjadi isu yang sentral di Kawasan Uni Eropa pasca Perang Dunia II sehingga peran Uni Eropa semakin meningkat. Peningkatan tersebut terlihat dari proses integrasi berbagai kebijakan imigrasi dalam Program The Hague. Program ini juga mencakup pembahasan mengenai Area Schengen. Adanya Area Schengen menyebabkan akses dan mobilisasi individu antar negara anggota Uni Eropa menjadi semakin mudah sehingga kegiatan perekonomian dalam Kawasan Uni Eropa semakin lancar. Selain itu, Area Schengen juga sesuai dengan kepentingan Uni Eropa untuk menarik minat imigran untuk bekerja di wilayah Uni Eropa. Hal ini dilakukan sebab populasi penduduk usia produktif di Uni Eropa lebih rendah daripada jumlah penduduk usia lanjut (Sailer, 2000 & Legrain, 2015). Uni Eropa juga menerapkan Sistem Pasar Tunggal Eropa yang mengintegrasikan berbagai aturan perdagangan dan sistem pembayaran antar anggota Uni Eropa. Ini mendorong ekonomi Uni Eropa untuk maju dengan pesat. Kemajuan ekonomi Eropa juga di saat yang sama juga meningkatkan kualitas

6 31 pendidikan dan standar hidup warga Uni Eropa sehingga sektor pekerjaan formal lebih diminati warga Uni Eropa daripada sektor pekerjaan informal (Kasimis, 2012). Kemajuan perkembangan ekonomi Uni Eropa, kebijakan imigrasi Uni Eropa yang memperbolehkan perpindahan penduduk antar negara anggota Uni Eropa secara bebas, dan terbukanya kesempatan kerja di sektor informal menjadi daya tarik yang besar bagi imigran asal negara non-uni Eropa untuk berpindah ke negara-negara di Kawasan Uni Eropa baik secara legal maupun ilegal. Proses integrasi Kawasan Uni Eropa melalui Perjanjian Schengen berdampak pada peningkatan arus imigrasi menuju kawasan tersebut sejak pasca Perang Dunia II. Hal ini menyebabkan negara-negara Uni Eropa yang berada pada daerah perbatasan Area Schengen menjadi pintu masuk utama bagi para imigran non-uni Eropa. Peningkatan imigrasi menuju Uni Eropa tersebut juga dialami oleh Negara Yunani yang telah bergabung menjadi anggota Uni Eropa (pada saat itu masih disebut Komunitas Ekonomi Eropa) sejak tahun Letak Yunani yang berada pada perbatasan selatan Area Schengen menyebabkan Yunani menerima jumlah imigran yang tinggi. 2.2 Perkembangan Imigrasi di Yunani Yunani merupakan salah satu negara anggota Uni Eropa yang menjadi tujuan imigran non-uni Eropa. Data jumlah imigran yang berpindah ke Yunani mengalami peningkatan drastis sejak tahun 1980-an. Awalnya, Yunani dikenal sebagai negara yang memiliki jumlah emigrasi yang lebih tinggi daripada jumlah imigrasinya. Namun, sejak tahun 1980-an tren tersebut berbalik. Jumlah emigrasi

7 32 dari Yunani mengalami penurunan drastis. Di sisi lain, jumlah imigrasi ke Yunani meningkat pesat. Ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya pemberlakuan aturan ketat bagi masuknya imigran di beberapa negara penerima migran seperti Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara Eropa bagian utara pada tahun 1970-an yang menyebabkan gelombang emigrasi dari Yunani berkurang drastis. Transisi pemerintahan junta militer di Yunani menjadi pemerintahan yang demokratis pada tahun 1974 menjadi faktor pendorong bagi para imigran dari negara sekitar Yunani untuk bermigrasi ke Yunani (Kasimis, 2012). Selain itu, unifikasi Yunani ke dalam EEC tahun 1981 juga menjadi faktor pendorong imigrasi di Yunani. Jumlah imigran di Yunani cenderung terus mengalami peningkatan sejak tren imigrasi tahun 1980-an. Data sensus tahun 2001 Badan Statistik Nasional Yunani (National Statistical Service of Greece) mencatat jumlah penduduk migran di Yunani sebanyak orang (Mediterranean Migration Observatory, 2004). Kemudian, sebuah laporan dari International Migration Outlook dari The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2010 memperkirakan angka imigran di Yunani berjumlah orang. Laporan yang sama menyebutkan bahwa sejak 2007, jumlah imigran yang mendapatkan izin untuk tinggal dan bekerja hanya berjumlah sekitar orang (Kasimis, 2012). Ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari jumlah penduduk migran yang ada di Yunani merupakan imigran yang tidak tercatat secara resmi atau ilegal. Angka sensus imigran yang tidak akurat tersebut menunjukkan bahwa imigrasi di Yunani sangatlah sulit untuk dikendalikan. Data imigrasi Yunani pada

8 33 Tabel 1 memperlihatkan bahwa imigran yang masuk ke Yunani sejak 1970-an sebenarnya merupakan penduduk Yunani yang kembali pulang ke negara asalnya. Baru kemudian pada tahun 1991, tren imigrasi di Yunani didominasi oleh penduduk negara lain. Tabel 1 Net Migrasi Yunani Pasca Perang Dunia II Periode Penduduk Yunani Penduduk Migran Total Sumber: National Statistical Service of Greece, dikutip dari Triandafyllidou & Maroufof (2009). Data pada Grafik 1 menunjukkan bahwa imigrasi di Yunani didominasi oleh imigran non-uni Eropa sejak 1990-an. Angka imigran non-uni Eropa mengalami peningkatan drastis sejak tahun Motivasi para imigran di Yunani beragam, namun sebagian besar bertujuan untuk mencari pekerjaan. Sebuah laporan dari Theodore Lianos (2004) menyebutkan bahwa kira-kira 54% atau sekitar imigran yang ada di Yunani pada tahun 2004 bertujuan untuk mencari pekerjaan.

9 Jumlah Imigran 34 Grafik Jumlah Populasi Imigran di Yunani Uni Eropa Non-Uni Eropa Garis Tren Uni Eropa Garis Tren Non- Uni Eropa Tahun Sumber: (Hellenic Statistical Authority, n.d.) Jumlah imigran di Yunani didominasi oleh imigran yang berasal dari negara-negara non-uni Eropa yang berdekatan dengan Yunani. Tabel 2 menunjukkan bahwa imigran yang masuk ke Yunani sebagian besar berasal dari negara non-uni Eropa seperti Albania, Rusia, Mesir, dan lain sebagainya. Albania merupakan negara pengirim imigran terbesar di Yunani. Data pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa jumlah imigran asal Albania di Yunani mencapai 70 persen dari jumlah seluruh imigran Yunani. Albania merupakan negara non-uni Eropa yang berbatasan langsung dengan Yunani di sebelah barat. Para penduduk Albania bermigrasi ke Yunani untuk mengisi lowongan pekerjaan informal di bidang pertanian dan jasa konstruksi bangunan. Imigran asal Albania mengalami kesulitan dalam mengurus izin tinggal

10 35 dan bekerja di Yunani sebab pekerjaan yang mereka dapatkan sifatnya seasonal atau musiman sehingga kontraknya pun tidak menentu. Ini menyebabkan banyak imigran asal Albania merupakan imigran illegal di Yunani. Jumlah imigran ilegal Albania yang melintasi perbatasan Yunani ini merupakan 40 persen dari jumlah imigran ilegal yang berusaha melintas di seluruh Uni Eropa pada tahun 2008 dan 2009 (Frontex, n.d.). Tabel 2 Sumber: OECD (2014) Negara asal imigran kedua terbanyak menurut Tabel 2 adalah Rusia. Walaupun jumlah imigran asal Rusia tidak sebanyak imigran Albania, mereka merupakan pekerja terbanyak pada sektor pekerjaan domestik atau rumah tangga. Kebanyakan imigran Rusia yang dipekerjakan adalah wanita. Banyaknya pekerja wanita Rusia yang menjadi asisten rumah tangga meningkatkan tingkat partisipasi wanita Yunani dalam bursa kerja. Alasannya, keberadaan asisten rumah tangga

11 36 migran telah meringankan beban pekerjaan rumah wanita Yunani sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam bursa kerja Yunani (Kassimi & Kasimis, 2004). Sejak bergabung dengan Komunitas Ekonomi Eropa pada tahun 1981, sebagian besar masyarakat lokal Yunani, terutama generasi muda, mampu menempuh pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. Sehingga, standar hidup mereka pun meningkat (Kasimis, 2012). Penduduk Yunani yang semakin terdidik lebih memilih untuk bekerja di sektor formal yang memiliki upah lebih tinggi. Sedangkan, para imigran sebagian besar bekerja pada sektor informal meliputi pertanian, pariwisata, jasa konstruksi, dan lain sebagainya (Euro Challenge, 2014). Perjanjian Schengen sebagai bentuk integrasi Uni Eropa menimbulkan beban bagi negara anggota Uni Eropa yang berada di wilayah terluar Area Schengen seperti Yunani. Negara Yunani harus bertanggung jawab untuk menjaga batas terluar Area Schengen dari arus masuk imigran ilegal demi negara Uni Eropa lainnya. Padahal, di sisi lain Yunani menjadi kewalahan akibat menghadapi tingginya jumlah imigran yang tertarik untuk mencari pekerjaan di Uni Eropa. Letak Negara Yunani yang berada di perbatasan selatan Kawasan Uni Eropa menyebabkan Yunani menjadi pintu masuk menuju Kawasan Uni Eropa bagi penduduk negara non-uni Eropa seperti Albania, Georgia, Rusia, Pakistan, Ukraina, dan India (Triandafyllidou & Gropas, 2007b). Selain itu, tingginya jumlah imigran ilegal di Yunani juga dipengaruhi oleh kemudahan akses masuk menuju Yunani melalui jalur darat dan laut di perbatasan selatan yang sangat sulit untuk diawasi oleh Pemerintah Yunani.

12 37 Gambar 3 Perbatasan Yunani Sumber: Kasimis (2012) Beban Yunani bertambah dengan diberlakukannya Perjanjian Dublin II (Dublin Regulation II) tahun 2003 yang mengatur bahwa seluruh imigran ilegal yang berada di Kawasan Uni Eropa menjadi tanggungjawab negara anggota Uni Eropa pertama yang dimasuki oleh imigran. Sehingga, seluruh imigran ilegal yang tertangkap akan dikembalikan kepada negara pertama yang dimasuki pertama kali oleh imigran tersebut. Sedangkan, Mahkamah Eropa (European Court of Justice) memperkirakan bahwa 90 persen imigran ilegal yang berada di Kawasan Uni Eropa masuk melewati perbatasan Yunani (Akrivopoulou, 2013). Inilah yang menyebabkan angka imigrasi di Yunani meningkat pesat sejak tahun 1990-an.

13 38 Tingginya jumlah imigran di Yunani mendorong Pemerintah Yunani untuk menetapkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk mengontrol jumlah imigran dan mengintegrasikan para imigran dengan masyarakat lokal Yunani Kebijakan Imigrasi Yunani Pemerintah Yunani telah menerapkan kebijakan imigrasi sejak tahun an. Peraturan-peraturan imigrasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Yunani diantaranya; Undang-Undang 1975 Tahun 1991 tentang Entry, Exit, Sojourn, Employment, Removal of Aliens, Procedure for the Recognition of Refugees and other Measures, Dekrit Presiden No. 358 dan No. 359 Tahun 1997 yang mengatur tentang program regularisasi imigran, Undang-Undang No Tahun 2001 mengenai Action Plan for the Social Integration of Immigrants , Undang-Undang No Tahun 2005 tentang Izin Masuk, Tinggal dan Integrasi Warga Negara Asing di Yunani. Keikutsertaan Yunani sebagai anggota Uni Eropa kemudian membuat Pemerintah Yunani menerbitkan Undang-Undang 3536 Tahun 2007 yang merupakan revisi dari Undang-Undang 3386 Tahun Undang- Undang tersebut dibuat untuk menyelaraskan kebijakan imigrasi Yunani dengan keputusan Council Directive dari Dewan Uni Eropa (The Council of The European Union) No. 2003/86/EC tentang Reunifikasi Keluarga dan Council Directive No. 2003/109/EC tentang Izin Tinggal Jangka Panjang Bagi Warga Negara Non-Uni Eropa. Kedua keputusan Council Directive Dewan Uni Eropa tersebut mengatur bahwa imigran non-uni Eropa berhak untuk memperoleh hak-hak dasar. Hak-hak

14 39 dasar yang dimaksud adalah misalnya hak untuk reunifikasi dengan keluarga imigran di wilayah negara Uni Eropa yang didiami seperti yang diatur dalam Council Directive No. 2003/86/EC dan menyamakan hak para imigran yang telah tinggal dalam jangka panjang dengan penduduk lokal di negara tempat imigran tersebut tinggal berdasarkan Council Directive No. 2003/109/EC. Selain itu, keputusan Council Directive No. 2003/109/EC juga menegaskan bahwa hak dasar yang diterima imigran jangka panjang harus setidaknya sama dengan hak dasar yang diperoleh oleh penduduk lokal di seluruh Uni Eropa. Ini sesuai dengan komitmen Uni Eropa dalam mempromosikan hak asasi manusia melalui European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms dan Charter of Fundamental Rights of the European Union (Triandafyllidou, 2009). Undang-Undang 3536 Tahun 2007 yang dikeluarkan Pemerintah Yunani bertujuan untuk menyederhanakan sekaligus memperbaiki implementasi dari program regularisasi sebelumnya yang mengharuskan para imigran menyertakan bukti pembayaran iuran jaminan sosial nasional oleh badan usaha tempat mereka bekerja. Undang-undang 3536 Tahun 2007 memperbolehkan para imigran untuk membayar iuran jaminan sosial nasional sebanyak 20 persen yang dipersyaratkan untuk memperoleh izin masuk dan tinggal. Artinya, para imigran tidak harus mendapatkan bukti pembayaran iuran jaminan sosial dari badan usaha tempat mereka bekerja. Aturan ini juga menghapus biaya administrasi yang dikenakan bagi anak para imigran dan membentuk National Committee for The Integration of Migrants dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri Yunani yang

15 40 bertanggungjawab atas koordinasi berbagai kebijakan integrasi imigran di tingkat pusat, provinsi, maupun daerah (Balourdos, 2010). Persyaratan untuk mendapatkan izin tinggal dan bekerja bagi imigran sejak tahun 1997 di Yunani semakin mudah dan sederhana. Ini merupakan komitmen Pemerintah Yunani untuk semakin mengintegrasikan imigran dengan penduduk asli Yunani (Balourdos, 2010). Komitmen ini juga merupakan wujud nyata dari adaptasi berbagai perjanjian di tingkat Kawasan Uni Eropa yang mengatur tentang imigrasi. Pemerintah Yunani berusaha untuk mengintegrasikan imigran melalui tiga hal, yaitu kebijakan regularisasi para imigran ilegal, perlindungan hak pekerja migran, dan kebijakan naturalisasi bagi penduduk imigran generasi kedua (Triandafyllidou, 2009). Bahkan, Pemerintah Yunani menetapkan Undang-Undang 3838 Tahun 2010 yang memperbolehkan warga imigran yang telah lama tinggal di Yunani (long-term resident) atau memiliki keturunan Yunani untuk berpartisipasi dalam pemilu (Kasimis, n.d.). Kebijakan integrasi imigran diberlakukan agar semakin banyak imigran yang mendaftarkan diri mereka secara legal sehingga Pemerintah Yunani memperoleh data akurat mengenai keberadaan imigran di Yunani. Data imigrasi yang akurat sangat diperlukan sebagai pedoman untuk mengontrol imigrasi di Yunani. Namun, ternyata berbagai peraturan imigrasi yang telah dibuat tidak efektif (Akrivopoulou, 2013). Masih banyak imigran yang tidak mendaftarkan diri dan tetap menjadi tenaga kerja ilegal. Kebijakan imigrasi Yunani sejak tahun 1990-an telah gagal dalam mengontrol imigrasi di Yunani. Kebijakan tersebut gagal karena jumlah imigran di Yunani masih tinggi dan pendataan jumlah imigran masih tidak akurat. Selain itu,

16 41 kebijakan imigrasi Yunani juga dianggap gagal menyalurkan aspirasi masyarakat Yunani karena alih-alih mendeportasi imigran, kebijakan imigrasi yang berlaku justru memudahkan imigran ilegal Yunani untuk melakukan proses regularisasi dan mengintegrasikan imigran dengan masyarakat Yunani. Kegagalan ini disebabkan oleh lemahnya kinerja birokrasi Yunani dan jumlah imigran yang terlalu tinggi. Selain itu, kebijakan imigrasi Yunani juga sangat dipengaruhi oleh reaksi negara Uni Eropa lainnya dan kebijakan imigrasi yang berlaku di tingkat Kawasan Uni Eropa. Berbagai kebijakan integrasi dan program regularisasi imigran Yunani ditetapkan sebagai reaksi atas kritik keras negara-negara anggota Uni Eropa terhadap Yunani atas perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh para imigran ilegal di perbatasan Yunani pada tahun 1991 (Triandafyllidou, 2009) berdasarkan kebijakan imigrasi Yunani yang berlaku saat itu. Padahal, kebijakan imigrasi Yunani No Tahun 1991 sebenarnya merupakan langkah tegas yang diambil oleh Pemerintah Yunani pada saat itu untuk merespon peningkatan drastis arus imigrasi menuju Yunani sejak 1990-an. Kebijakan ini secara umum bertujuan untuk mencegah (discourage) masuknya imigran dan memulangkan imigran ilegal secara paksa baik yang telah berada di Yunani maupun yang tertangkap di perbatasan Yunani (Kiprianos, Balias, & Passas, 2003). Selain karena mendapatkan kritik dari negara Uni Eropa lainnya, kebijakan ini juga dinilai tidak efektif. Alasannya, jumlah imigran ilegal masih terus meningkat akibat adanya integrasi pasar Uni Eropa yang maju dan pemulangan paksa imigral ilegal membutuhkan biaya yang tinggi.

17 42 Selain itu, kebijakan imigrasi Yunani juga dipengaruhi oleh kebijakan Uni Eropa yang berkaitan dengan isu imigrasi. Prinsip Uni Eropa untuk menjunjung European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms dan Charter of Fundamental Rights of the European Union menyebabkan Pemerintah Yunani harus menyesuaikan kebijakan imigrasinya sehingga hak dasar yang harus diterima para imigran dan hak dasar yang diterima oleh warga negara anggota Uni Eropa harus sama (Triandafyllidou, 2009). Uni Eropa juga mengadopsi prinsip non-refoulement (Euractiv, 2015) dalam Hukum Internasional yang melarang pengusiran imigran di batas terluar negara. Ini menyebabkan negara Uni Eropa, seperti Yunani tidak dapat secara sepihak mendeportasi atau melarang imigran untuk masuk ke Yunani di wilayah perbatasan negaranya seperti yang diatur pada kebijakan imigrasi No tahun Keanggotaan Yunani dalam Uni Eropa menyebabkan partai politik mainstream yang menjalankan pemerintahan Yunani tidak dapat mengambil langkah tegas untuk mengontrol imigrasi menuju Yunani. Kebijakan imigrasi Yunani yang mencoba untuk mengintegrasikan imigran dan memberikan kesempatan lebih besar bagi para imigran ilegal untuk memperoleh status resmi melalui program regularisasi imigran mendapat respon negatif dari masyarakat Yunani. Masyarakat Yunani menganggap kebijakan tersebut justru merugikan. Pemerintah Yunani yang didominasi oleh partai politik mainstream dianggap gagal memenuhi kepentingan masyarakat Yunani untuk mengurangi jumlah imigran yang masih tinggi sejak tahun 1990-an (Kasimis, 2012 & Leivada, 2015). Jumlah imigran di Yunani yang sangat tinggi dan kegagalan

18 43 Pemerintah Yunani untuk mengontrol arus imigrasi menyebabkan semakin tingginya sentimen negatif masyarakat Yunani terhadap para imigran. 2.4 Sentimen Negatif Terhadap Imigran di Yunani Kebijakan imigrasi Yunani melalui Undang-Undang 3536 Tahun 2007 menegaskan bahwa posisi Pemerintah Yunani tidaklah sepenuhnya anti terhadap imigran di Yunani. Padahal, masyarakat Yunani secara umum menentang kebijakan imigrasi yang suportif terhadap imigran (Levinson, 2005). Integrasi dan regularisasi imigran melalui peraturan tersebut membuka peluang bagi ratusan ribu imigran ilegal di Yunani untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan dari Pemerintah Yunani. Selain itu, kebijakan regularisasi imigran akan memicu meningkatnya jumlah imigran ilegal menuju negara tersebut (Linos, 2003). Akibatnya, sentimen negatif masyarakat Yunani terhadap imigran di Yunani semakin tinggi. Sentimen negatif ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu lapangan pekerjaan, jaminan sosial, dan identitas nasional. Sebagian besar masyarakat Yunani menganggap bahwa para imigran telah merebut lapangan pekerjaan yang tersedia di bursa kerja dan mengurangi manfaat jaminan sosial yang diterima oleh masyarakat Yunani (Pew Research Centre, 2014). Ini sesuai dengan hasil polling Gallup tahun 2012 hingga 2014 bahwa 84 persen masyarakat Yunani menginginkan jumlah imigrasi di Yunani harus dikurangi (International Organization for Migration, 2015). Selain itu, masyarakat Yunani juga merasa terancam dengan kehadiran imigran karena mereka dianggap dapat mengganggu stabilitas politik dan persatuan nasional Yunani (Triandafyllidou, 2009).

19 44 Para imigran di Yunani memang sebagian besar menempati sektor pekerjaan informal yang tidak diminati oleh masyarakat Yunani. Namun, seiring meningkatnya tingkat pengangguran akibat krisis ekonomi Yunani tahun 2010, persaingan lapangan pekerjaan antara masyarakat Yunani dan imigran di sektor informal semakin meningkat. Ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah masyarakat Yunani yang mencari pekerjaan di sektor informal. Data dari Inspektorat Tenaga Kerja Yunani (SEPE) menyebutkan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor informal Yunani pada pertengahan tahun 2012 meningkat 5 persen dari data tahun 2011 yang mencakup 30 persen dari keseluruhan jumlah angkatan kerja Yunani (Maltezou, 2012). Akibatnya, persaingan tenaga kerja antara imigran dan masyarakat Yunani semakin meningkat. Jumlah imigran yang tinggi di Yunani pun dianggap membebani skema jaminan sosial yang disediakan oleh Pemerintah Yunani. Skema jaminan kesehatan Yunani berdasarkan pada prinsip persamaan yang tidak membedakan besarnya tanggungan jaminan kesehatan berdasarkan jenis pekerjaan dan status warga negara (Marouda, et al., 2014). Ini berarti imigran yang bekerja pada sektor informal pun menerima manfaat jaminan kesehatan yang sama dengan masyarakat Yunani yang sebagian besar bekerja pada sektor formal. Padahal, jumlah iuran jaminan kesehatan yang dibayarkan tidak sama besarnya sebab ditentukan dari pajak penghasilan. Penghasilan masyarakat Yunani yang relatif lebih besar daripada imigran sektor informal menyebabkan masyarakat Yunani membayar iuran jaminan kesehatan lebih banyak. Sedangkan, jumlah anggota keluarga imigran cenderung lebih banyak daripada jumlah anggota keluarga masyarakat Yunani (Robolis,

20 ). Artinya, jaminan kesehatan Yunani sebenarnya lebih banyak diterima oleh keluarga imigran daripada keluarga masyarakat Yunani. Jumlah imigran yang cenderung meningkat dipandang mengurangi manfaat jaminan kesehatan yang seharusnya dapat diterima lebih optimal bagi masyarakat Yunani. Peraturan jaminan kesehatan Yunani menyebutkan dengan jelas bahwa yang berhak menerima jaminan hanyalah masyarakat Yunani dan imigran yang memiliki dokumen resmi. Namun, imigran ilegal pun masih memiliki hak untuk menerima manfaat jaminan kesehatan tersebut meski terbatas. Imigran ilegal berhak menerima layanan kesehatan bagi anak-anak dibawah usia 18 tahun atau dalam kondisi darurat atau khusus seperti persalinan, kecelakaan parah, dan perawatan penderita HIV/AIDS (Kotsioni & Hatziprokopiou, n.d.). Imigran ilegal di Yunani tidak ikut membayar iuran jaminan kesehatan namun tetap mendapatkan layanan kesehatan darurat karena Yunani terikat pada perjanjian Konvensi Eropa Tentang Hak Asasi Manusia (European Convention on Human Rights) yang menyebutkan bahwa hak untuk hidup (right to life) dan hak untuk diperlakukan secara manusiawi (prohibition of inhuman treatment) harus dilindungi (The European Union Agency for Human Rights, 2011). Perjanjian ini ditandatangani oleh 27 negara anggota Uni Eropa yang termaktub dalam Perjanjian Lisbon tahun 2007 (Groussot et al., 2011). Imigran juga dianggap sebagian besar masyarakat Yunani membebani jaminan sosial lainnya seperti pendidikan dan santunan bagi pengangguran (unemployment benefits). Undang-Undang Dasar Yunani berprinsip bahwa anakanak berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa memperhatikan status

21 46 kewarganegaraannya (Triandafyllidou & Gropas, 2007c). Pendidikan di Yunani diatur terpusat oleh pemerintah sehingga biaya pendidikan di seluruh sekolah negeri ditanggung oleh negara. Ini berarti anak-anak para imigran baik yang legal maupun ilegal dapat mendapatkan pendidikan dasar secara gratis. Akibatnya, tiga-perempat siswa di sebagian besar sekolah di Yunani berasal dari keluarga imigran (Syrigos, 2012). Kemudian, imigran legal yang telah bekerja namun diberhentikan berhak mendapatkan unemployment benefits sebesar 360 Euro per bulan ditambah 10 persen untuk tiap tanggungan dalam keluarga (European Commission, n.d. b). Jumlah unemployment benefits ini sama dengan yang diterima oleh masyarakat Yunani yang juga diberhentikan. Krisis yang melanda Yunani tahun 2010 telah menyebabkan angka pengangguran di Yunani meningkat drastis hingga mencapai 24,4 persen (Statista, 2015) atau sekitar 1,2 juta orang (World Bank, n.d.) pada tahun Angka pengangguran Yunani ini adalah yang tertinggi kedua setelah Spanyol jika dibandingkan dengan seluruh negara anggota Uni Eropa (The Guardian, n.d.). Ini menimbulkan beban berat pada anggaran Pemerintah Yunani untuk memenuhi unemployment benefits secara besar-besaran baik untuk masyarakat Yunani, maupun untuk para imigran. Sentimen negatif terhadap imigran juga dipengaruhi oleh adanya kekhawatiran masyarakat Yunani bahwa kehadiran imigran dapat mengancam identitas nasional Yunani. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Pemerintah Yunani mencoba untuk mengintegrasikan imigran dengan masyarakat Yunani melalui berbagai kebijakan. Kebijakan integrasi imigran ini juga memberikan peluang bagi imigran generasi kedua untuk memperoleh pengakuan

22 47 kewarganegaraan Yunani (Triandafyllidou, 2009). Padahal, sebelumnya Yunani mengadopsi prinsip Ius Sanguinis dalam menetapkan kewarganegaraan (Syrigos, 2012). Artinya, orang yang berhak mendapatkan hak kewarganegaraan Yunani harus memiliki hubungan keturunan Bangsa Yunani, bukan diperoleh dari pengajuan hak kewarganegaraan berdasarkan lama tinggal dan tempat lahir. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan drastis pada naturalisasi imigran Yunani sejak tahun Ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Yunani yang memberlakukan Undang-Undang 3536 Tahun 2007 untuk mengintegrasikan imigran dengan masyarakat Yunani dan dipertegas dalam Undang-Undang 3838 Tahun Tabel 3 juga menunjukkan bahwa sikap Pemerintah Yunani terhadap para imigran sangat terbuka. Tabel 3 Sumber: Triandafyllidou, Anna. (2014)

23 48 Usaha yang dilakukan Pemerintah Yunani untuk mengintegrasikan imigran dengan masyarakat Yunani mendapatkan penolakan. Ini dapat dilihat dari persepsi masyarakat Yunani yang masih menganggap anak keturunan imigran yang mendapatkan pengakuan kewarganegaraan Yunani sebagai Alien dan tidak termasuk dalam anggota masyarakat Yunani (Triandafyllidou & Gropas, 2007a). Alasannya, masyarakat Yunani memiliki kebanggaan yang sangat tinggi terhadap identitas nasionalnya. Masyarakat Yunani merasa bahwa identitas nasional Yunani hanya dimiliki oleh bangsa Yunani yaitu orang yang lahir di Yunani atau memiliki keluarga yang secara turun temurun berasal dari Yunani (Triandafyllidou & Gropas, 2007a). Kehadiran imigran yang kemudian diperbolehkan untuk mendapatkan pengakuan kewarganegaraan dan bahkan berpartisipasi dalam pemerintahan Yunani melalui pemilu dinilai mengancam homogenitas identitas nasional Yunani yang sudah terbentuk sejak awal berdirinya negara tersebut. Identitas nasional Yunani yang kuat terbentuk dari sejarah masa lalu Yunani. Perang Balkan pada abad ke-19 dan abad ke-20 telah mengintegrasikan identitas Yunani sehingga identitas tersebut membedakan Yunani dengan negara Balkan lainnya seperti Albania dan Macedonia (Triandafyllidou & Gropas, 2007c). Tingginya jumlah imigran yang berasal dari negara Balkan seperti Albania menyebabkan munculnya kekhawatiran masyarakat Yunani terhadap integritas nasional mereka (Triandafyllidou, 2009). Penolakan kebijakan integrasi imigran oleh masyarakat Yunani ternyata tidak diakomodir dengan baik oleh Pemerintah Yunani. Ini kemudian menjadi peluang bagi partai radikal kanan Golden Dawn untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat Yunani. Sebab, reaksi penolakan

24 49 terhadap jumlah imigran di Yunani yang semakin tinggi dinilai dapat terakomodir dengan baik melalui agenda politik anti-imigrasi yang ditawarkan Partai Golden Dawn.

Peningkatan Elektabilitas Partai Golden Dawn dalam Pemilu Perlemen Yunani Tahun 2012 melalui Agenda Politik Anti-Imigrasi

Peningkatan Elektabilitas Partai Golden Dawn dalam Pemilu Perlemen Yunani Tahun 2012 melalui Agenda Politik Anti-Imigrasi Peningkatan Elektabilitas Partai Golden Dawn dalam Pemilu Perlemen Yunani Tahun 2012 melalui Agenda Politik Anti-Imigrasi I Gst. Ngr. Gede Agung Pradipta 1), D. A. Wiwik Dharmiasih 2), Putu Titah Kawitri

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dunia kedua menjadi titik tolak bagi beberapa negara di Eropa untuk mendorong terbentuknya integrasi Eropa. Pada saat itu, Eropa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap integrasi Uni Eropa (Euroscepticism) semakin meluas dan populer di

BAB I PENDAHULUAN. terhadap integrasi Uni Eropa (Euroscepticism) semakin meluas dan populer di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses integrasi Kawasan Uni Eropa kini tengah diuji. Pandangan skeptis terhadap integrasi Uni Eropa (Euroscepticism) semakin meluas dan populer di kalangan masyarakat

Lebih terperinci

EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA

EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA EUROPEAN UNION PERHIMPUNAN MASYARAKAT EROPA SEJARAH DAN TRAKTAT PENDIRIAN Disepakati & ditandatangani di Maastricht, 7 Februari 1992. Perjanjian mulai berlaku 1 November 1993 Terbentuk atas 3 Traktat:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA

BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA BAB IV OPINI PUBLIK SEBAGAI PENYEBAB INGGRIS KELUAR DARI UNI EROPA Dalam bab IV ini penulis akan menguraikan terkait dengan pilihan Rakyat Inggris terhadap keputusan keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa.

Lebih terperinci

BAB II SKEMA HUBUNGAN KERJASAMA UNI EROPA DALAM PILAR JUSTICE AND HOME AFFAIRS

BAB II SKEMA HUBUNGAN KERJASAMA UNI EROPA DALAM PILAR JUSTICE AND HOME AFFAIRS BAB II SKEMA HUBUNGAN KERJASAMA UNI EROPA DALAM PILAR JUSTICE AND HOME AFFAIRS Integrasi Uni Eropa berdiri diatas salah satu pilar kerjasama justice and home affairs yang mengatur berbagai kerjasama, salah

Lebih terperinci

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI BAB III KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI DI EROPA Pada bab III akan dijelaskan mengenai kebijakan Jerman terhadap masalah pengungsi. Bab ini akan diawali dengan penjelasan mengenai aturanaturan apa

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

PROGRAM KEPENDUDUKAN TETAP UNI EROPA

PROGRAM KEPENDUDUKAN TETAP UNI EROPA PROGRAM KEPENDUDUKAN TETAP UNI EROPA LATAR BELAKANG Pada tahun 2012, pemerintah Hungaria mengembangkan program ini untuk menarik investasi asing ke Hungaria. Hingga kini, lebih dari 2500 pendaftar telah

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak BAB V Kesimpulan Identitas sebuah negara memegang peranan besar dalam proses hubungan antar negara. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak memiliki kepentingan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN MARITIME LABOUR CONVENTION, 2006 (KONVENSI KETENAGAKERJAAN MARITIM, 2006) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA PORTUGAL IRLANDIA LUKSEMBURG INGGRIS BELGIA SPANYOL BELANDA PERANCIS DENMARK JERMAN SLOVENIA AUSTRIA ITALIA POLANDIA KROASIA RUMANIA BULGARIA YUNANI ESTONIA LATVIA LITHUANIA

Lebih terperinci

4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia

4.2 Respon Uni Eropa dan Amerika Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Dampak Sanksi Ekonomi Terhadap Pariwisata Rusia iv DAFTAR ISI DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR SINGKATAN... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic. Community (EEC), dan European Atomic Community (Euratom), kemudian

BAB V KESIMPULAN. European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic. Community (EEC), dan European Atomic Community (Euratom), kemudian BAB V KESIMPULAN Pada dasarnya dalam tahapan mencapai integrasi Eropa seperti sekarang melalui proses yang cukup panjang dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Struktur presentasi Apa itu perlindungan sosial? Perlindungan

Lebih terperinci

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL 1 K-69 Sertifikasi Bagi Juru Masak Di Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan

BAB V KESIMPULAN. standar Internasional mengenai hak-hak perempuan dan diskriminasi peremupuan BAB V KESIMPULAN Konstitusi yang berlaku dari era sebelum dan setelah Revolusi 2011 untuk dapat menjamin kesetaraan gender dan penolakan diskriminasi bagi perempuan dan lakilaki tampaknya hanya hitam diatas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Sebelum dipimpin oleh Erdogan, Hubungan Turki dengan NATO, dan Uni

BAB V KESIMPULAN. Sebelum dipimpin oleh Erdogan, Hubungan Turki dengan NATO, dan Uni BAB V KESIMPULAN Sebelum dipimpin oleh Erdogan, Hubungan Turki dengan NATO, dan Uni Eropa bisa dikatakan sangat dekat. Turki berusaha mendekat menjadi lebih demokratis. Turki menjadi angota NATO sejak

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eropa untuk menetap dan mencari pekerjaan karena melihat majunya industri di

BAB I PENDAHULUAN. Eropa untuk menetap dan mencari pekerjaan karena melihat majunya industri di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uni Eropa telah banyak mengalami emigrasi maupun migrasi, paska perang dunia kedua banyak penduduk dari berbagai belahan dunia melakukan migrasi ke Eropa untuk

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Saat ini Yunani sedang mengalami Krisis Ekonomi akibat akumulasi hutang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Saat ini Yunani sedang mengalami Krisis Ekonomi akibat akumulasi hutang 149 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saat ini Yunani sedang mengalami Krisis Ekonomi akibat akumulasi hutang yang membengkak. Secara ekonomi, sebelum bergabung dengan Eurozone pemerintah Yunani

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

A. PENYEBAB TERJADINYA KRISISI PENGUNGSI

A. PENYEBAB TERJADINYA KRISISI PENGUNGSI BAB II KRISIS PENGUNGSI DI EROPA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai krisis pengungsi di Eropa yang terjadi pada tahun 2015. Uraian mengenai krisis pengungsi di bagi dalam beberapa sub-bab yaitu yang

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI. A. Warga Negara Asing Warga negara asing merupakan seseorang yang tinggal dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada dasarnya Moratorium TKI merupakan suatu tindakan politik yang diambil oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini yaitu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-03.GR.01.06 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR M.HH-01.GR.01.06 TAHUN 2010

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini akan mencoba untuk membandingkan pemenuhan hak imigran di Denmark dan Swedia dengan melihat pemilihan kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan integrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB III MUNCULNYA TUNTUTAN BAGI BURUH MIGRAN FIFA WORLD CUP QATAR 2022

BAB III MUNCULNYA TUNTUTAN BAGI BURUH MIGRAN FIFA WORLD CUP QATAR 2022 BAB III MUNCULNYA TUNTUTAN BAGI BURUH MIGRAN FIFA WORLD CUP QATAR 2022 Bab ini akan membahas mengenai munculnya tuntutan dari organisasi internasional yang ditujukan kepada Pemerintah Qatar terkait dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

Eduard Marpaung KSBSI

Eduard Marpaung KSBSI Eduard Marpaung KSBSI Menurut data BPS 2014 Buruh Informal pada tahun 2014 sekitar 59,38%. Pertumbuhan sektor informal ini tidak banyak berubah dari 10 tahun sebelumnya. Yang hanya terjadi adalah berpindahnya

Lebih terperinci

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan 1/6 Penandatanganan Nota Kesepahaman Tunjukkan Peran Penting Pemerintah

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA 1 K 138 - Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION ON COUNTER TERRORISM (KONVENSI ASEAN MENGENAI PEMBERANTASAN TERORISME) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan

Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan SERUAN PRIBADI KOMISIONER TINGGI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA UNTUK URUSAN PENGUNGSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Setelah beberapa tahun menyandang gelar Celtic Tiger, yang menggambarkan betapa

BAB V KESIMPULAN. Setelah beberapa tahun menyandang gelar Celtic Tiger, yang menggambarkan betapa BAB V KESIMPULAN Krisis ekonomi yang melanda Irlandia merupakan batu sandungan yang cukup besar. Setelah beberapa tahun menyandang gelar Celtic Tiger, yang menggambarkan betapa hebatnya perekonomian di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1957 TENTANG PESETUJUAN MENGENAI WARGA NEGARA YANG BERADA SECARA TIDAK SAH DI DAERAH REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1370, 2015 BNP2TKI. Calon TKI. Daerah Perbatasan. Kabupaten Nunukan. Penempatan. Pelayanan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING REVISING THE SEAFARERS IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958 (KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak.

Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak. Konvensi No. 189 Konvensi mengenai kerja layak bagi pekerja rumah tangga Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak. Pada

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA Oleh : Miga Sari Ganda Kusuma Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS I Made Budi Arsika, SH., LLM Bagian Hukum

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.825, 2015 KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Saat Kedatangan. Ketujuh. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Imigrasi. Visa. Bebas. Kunjungan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI PELAYARAN NIAGA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5931 PENGESAHAN. Konvensi. 2006. Maritim. Ketenagakerjaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 193) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

SIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

SIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan 1/6 Penandatanganan Nota Kesepahaman Tunjukkan Peran Penting Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci