BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini akan mencoba untuk membandingkan pemenuhan hak imigran di Denmark dan Swedia dengan melihat pemilihan kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan integrasi imigran dan beberapa hal yang mempengaruhi pengambilan kebijakan kebijakan tersebut. Proses integrasi imigran meliputi berbagai aspek baik ekonomi, sosial, budaya, dan politik, maka dari itu terdapat lebih dari satu kebijakan yang berhubungan dengan proses tersebut. Dua kebijakan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah kebijakan program pengenalan integrasi dan akses untuk mendapatkan kewarganegaraan. Alasan pemilihan Denmark dan Swedia sebagai dua negara yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini adalah karena kedua negara mempunyai banyak persamaan antara lain dalam hal sejarah keduanya mempunyai nenek moyang yang sama, yaitu bangsa Viking, keduanya juga mempunyai kondisi masyarakat asli yang homogen, dan keduanya juga pada saat ini merupakan negara makmur yang menganut model negara kesejahteraan. Namun keduanya mempunyai pandangan yang bertolak belakang dalam menghadapi imigran. Menurut Migrant Integration Policy Index (MIPEX) Swedia menempati peringkat pertama dalam pelaksanaan program dan kebijakan integrasi imigran yang paling memenuhi standar MIPEX, sedangkan Denmark menempati peringkat ke 14 yang merupakan peringkat terendah diantara negara negara Eropa Utara lainnya (Migrant Integration Policy Index 2010). Imigran pada saat ini merupakan salah satu isu penting bagi Denmark dan Swedia, karena hingga awal abad ke 20 kedua negara termasuk ke dalam kategori negara emigrasi yang disebabkan oleh banyaknya penduduk yang bermigrasi ke negara lain, namun pada saat ini keduanya justru telah menjadi negara imigrasi dengan jumlah masyarakat imigran dan keturunannya melebihi 10 persen dari total populasi kedua negara (Eurostat 2011). Kelompok imigran tersebut juga membawa identitas rasial, kultural, dan kepercayaan yang berbeda dengan masyarakat asli dan dengan jumlahnya yang semakin meningkat maka mempengaruhi perubahan komposisi penduduk dan budaya di kedua negara. Dari penjelasan diatas oleh karena itu penerapan kebijakan integrasi imigran memegang peran yang penting. Garis besar dari kebijakan integrasi imigran adalah serangkaian program yang bertujuan untuk menyertakan masyarakat imigran ke dalam tatanan ekonomi, sosial, dan politik di negara 1

2 penerima agar dapat hidup berdampingan dan mendapat kedudukan sejajar dengan masyarakat asli, juga dapat berkontribusi secara penuh bagi negara barunya. 1.2 Rumusan Masalah Dari penjelasan sebelumnya maka rumusan masalah yang akan coba dijawab dalam tulisan ini adalah bagaimana pemenuhan hak hak imigran di Denmark dan Swedia jika dilihat dari kebijakan program pengenalan integrasi dan akses terhadap kewarganegaraan? 1.3 Landasan Konseptual Terdapat beberapa konsep yang akan digunakan dalam tulisan ini dan konsep yang pertama adalah konsep imigran menurut kedua negara. Menurut Pemerintah Denmark definisi dari imigran adalah orang yang lahir di luar Denmark dan memiliki kedua orang tua (atau salah satu apabila tidak ada informasi mengenai yang satunya) yang merupakan warga negara asing atau yang juga lahir di luar Denmark. Apabila tidak ada informasi mengenai kedua orang tuanya dan lahir di luar Denmark, maka orang tersebut juga termasuk kategori imigran. Definisi dari orang keturunan adalah orang yang lahir di Denmark dari kedua orang tua (atau salah satu apabila tidak ada informasi mengenai yang satunya) merupakan imigran atau keturunannya dengan kewarganegaraan asing. Apabila tidak ada informasi mengenai kedua orang tuanya dan memiliki kewarganegaraan asing, maka orang tersebut juga merupakan kategori orang keturunan (Statistic Denmark). Sementara itu Pemerintah Swedia menggunakan istilah imigran sebagai pengganti istilah orang asing atau foreigner sejak tahun 1960an. Definisi dari imigran menurut pemerintah Swedia adalah orang yang tinggal di Swedia namun lahir di luar negeri atau memiliki orang tua yang berasal dari luar negeri. Jika salah satu dari orang tuanya lahir di luar negeri maka orang tersebut dapat dikategorikan sebagai imigran generasi kedua (Trondman 2006). Saat ini sebutan imigran juga sering digunakan bagi masyarakat Swedia yang bukan berasal dari negara negara Nordik, namun istilah imigran sudah mulai dikurangi pemakaiannya oleh otoritas di Swedia dengan mengganti dengan istilah orang yang mempunyai latar belakang migran, hal ini berlaku terutama pada masyarakat imigran generasi kedua karena banyak pendapat yang muncul di Swedia mengenai harus berapa lama seseorang menyandang predikat imigran (Westin 2006). 2

3 Konsep selanjutnya adalah konsep integrasi. Menurut teori sistem sosial yang dikemukakan oleh David Lockwood terdapat dua jenis integrasi, yaitu integrasi sistem dan integrasi sosial. Integrasi sistem merupakan hasil anonim dari institusi, organisasi, dan mekanisme mekanisme lainnya, (yang antara lain) negara, sistem legal, pasar, aktor aktor korporasi dan keuangan. Sementara itu integrasi sosial merupakan penyertaan individu individu ke dalam suatu sistem, terciptanya hubungan antar individu, dan sikap dari para individu tersebut terhadap masyarakat 1 (Bosswick and Heckmann 2006: 2). Wolfgang Bosswick dan Friedrich Heckmann dalam salah satu publikasi penelitiannya yang berjudul Integration of migrants: Contribution of local and regional authorities menyebutkan bahwa integrasi imigran merupakan kasus khusus dari integrasi sosial dan mendefinisikan integrasi sosial imigran sebagai berikut: Penyertaan dan penerimaan imigran ke dalam lembaga lembaga inti, hubungan, dan posisi dalam masyarakat di negara penerima. Integrasi merupakan proses interaktif antara imigran dan masyarakat di negara penerima. Bagi imigran integrasi berarti proses mempelajari budaya budaya baru, memperoleh hak dan kewajiban, mendapatkan akses dalam posisi dan status sosial, membangun hubungan personal dengan anggota masyarakat di negara penerima, serta membentuk perasaan memiliki dan identifikasi terhadap masyarakat tersebut. Bagi masyarakat asli negara penerima, integrasi merupakan membuka institusi institusi dan memberikan kesempatan yang sama bagi imigran. Meskipun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat negara penerima mempunyai kekuatan dan gengsi yang lebih besar dalam hubungan interaktif ini. (Bosswick and Heckmann 2006: 11) Konsep selanjutnya yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah konsep rezim inkorporasi atau integrasi. Rezim inkorporasi imigran menurut Yasemin Soysal adalah Pola wacana kebijakan dan organisasi disekitarnya, di mana sistem inkorporasi di bangun. Setiap negara membangun serangkaian peraturan resmi, praktik praktik diskursif, dan struktur organisasi yang mendefinisikan status dari orang asing ketika berhadapan dengan negara penerima serta membentuk dan membatasi partisipasi mereka di lembaga pemerintah negara penerima (Soysal 1994: 32) Berdasarkan konsep tersebut Diane Sainsbury dalam tulisannya yang berjudul Immigrants' Social Rights in Comparative Perspective: Welfare Regimes, Forms in Immigration, and Immigration Policy Regimes mendefiniskan Rezim integrasi sebagai peraturan peraturan dan norma norma yang yang meregulasi penyertaan atau 1 Konsep integrasi sistem dan integrasi sosial dikemukakan oleh David Lockwood dalam tulisan Explorations of Social Change oleh G.K Zollschan dan W. Hirsc (editor) pada tahun

4 pengecualian imigran ke dalam tatanan masyarakat, yang antara lain berisi mengenai posibilitas imigran untuk menjadi warga negara, untuk mendapatkan izin tinggal permanen, dan untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi, kultural, dan politik di negara barunya (Sainsbury 2006: 230). Masih menurut Sainsbury rezim integrasi memiliki beberapa dimensi kebijakan, yang antara lain: akuisisi kewarganegaraan, sistem izin tinggal dan izin kerja, reunifikasi keluarga, tindakan khusus penyambutan dan program penempatan atau settlement program bagi imigran yang baru tiba, pembuatan undang undang anti diskriminasi dengan penghormatan terhadap latar belakang kebangsaan, etnis, ras, dan status imigran, serta pemberian atau pembatasan hak hak partisipasi bagi warga negara asing (Sainsbury 2012: 16 17). Mengenai kebijakan yang akan diteliti dalam skripsi ini akan menggunakan beberapa dimensi kebijakan yang termasuk rezim integrasi menurut Diane Sainsbury, yaitu variabel - variabel yang termasuk dalam kebijakan program penempatan dan akses terhadap kewarganegaraan. Sainsbury dalam salah satu tulisannya Immigrants Social Rights in Comparative Perspective membandingkan pola pemenuhan hak hak sosial imigran di Amerika Serikat, Jerman, dan Swedia dengan meneliti interplay dari tipe negara kesejahteraan, jenis imigrasi, dan rezim integrasi imigran yang ada di ketiga negara tersebut (Sainsbury 2006: 231). Dalam tulisan tersebut Sainsbury membandingkan inklusivitas dan ekslusivitas kebijakan imigran dengan menggunakan beberapa indikator kebijakan, Ia membedakan apakah suatu kebijakan tergolong inklusif atau ekslusif dengan melihat apakah kebijakan tersebut bersifat mempermudah atau membatasi penyertaan imigran ke dalam tatanan masyarakat. Jika mempermudah maka kebijakan tersebut tergolong inklusif dan jika membatasi maka kebijakan tersebut tergolong eksklusif. Dalam soal pemenuhan hak imigran, kebijakan yang bersifat inklusif lebih mengakomodasi hak hak imigran, karena akses imigran terhadap fasilitas fasilitas sosial yang ada di negara penerima cenderung lebih besar dibandingkan negara yang menerapkan kebijakan yang bersifat eksklusif. Dalam tulisan tersebut Sainsbury mengklasifikasikan Jerman sebagai negara yang memiliki rezim kebijakan integrasi eksklusif dan Swedia sebagai negara yang memiliki rezim kebijakan integrasi inklusif. Mengenai kebijakan integrasi imigran di Jerman Sainsbury mengatakan : Sifat eksklusif rezim integrasi di Jerman bukan hanya bersandar pada konsepsi kewarganegaraan menurut etnis, namun juga pada sistem perizinan yang rumit yang 4

5 menstratifikasikan hak - hak imigran serta tindakan tindakan pembatasan yang ditujukan pada para pencari asilum yang sudah diberlakukan sejak tahun 1980 (Sainsbury 2006: 234) Sementara itu mengenai kebijakan integrasi imigran di Swedia Sainsbury menyatakan bahwa : Sifat inklusif rezim imigrasi di Swedia tercermin pada kecenderungan dalam menyederhanakan sistem perizinan, dalam perlakuan yang sama bagi pengungsi menurut konvensi dan orang orang yang mencari suaka karena alasan kemanusiaan, aturan yang dermawan bagi reunifikasi keluarga, serta pengenalan hak hak politik dan kultural bagi imigran. (Sainsbury 2006: 237) Kebijakan yang digunakan dalam menjelaskan dimensi kebijakan akuisisi kewarganegaran adalah kebijakan naturalisasi dan kewarganegaraan bagi imigran generasi kedua, sedangkan untuk menjelaskan kebijakan program penempatan adalah kebijakan program pengenalan integrasi. Variabel dari kebijakan - kebijakan tersebut antara lain adalah (Sainsbury 2006: ): A. Kebijakan naturalisasi : 1. Persyaratan residensi, yaitu berapa lama waktu minimal residensi imigran untuk dapat mengajukan permohonan naturalisasi. 2. Pengetahuan mengenai kewarganegaraan, yaitu adalah apakah pemohon naturalisasi harus menjalani tes kewarganegaraan. 3. Pengetahuan bahasa adalah apakah pemohon naturalisasi harus menjalani tes bahasa. 4. Sumpah kesetiaan adalah apakah perlu dilakukannya sumpah kesetiaan secara resmi sebagai bagian dari proses naturalisasi. 5. Pendapatan yang cukup adalah apakah pemohon naturalisasi harus memiliki pekerjaan dengan pendapatan minimal yang telah ditentukan untuk dapat mengajukan permohonan naturalisasi. 6. Ketiadaan hukuman pidana. Apakah pemohon naturalisasi harus bebas catatan hukum pidana untuk dapat mengajukan permohonan naturalisasi. 7. Pelepasan kewarganegaraan awal. Apakah pemohon naturalisasi harus atau tidak perlu melepaskan kewarganegaraan awalnya untuk dapat dinaturalisasi. 5

6 8. Tingkat naturalisasi. Berapa jumlah penduduk warga negara asing yang berhasil mendapatkan kewarganegaraan melalui proses naturalisasi pada periode tertentu. B. Kewarganegaraan Bagi Imigran generasi kedua : 1. Hak untuk mendapatkan kewarganeragaan, yaitu apakah imigran generasi kedua berhak untuk mendapatkan kewarganegaraan di negara tempat mereka tinggal. 2. Ketentuan spesifik, yaitu apakah untuk mendapatkan kewarganegaraan tersebut dapat diperoleh secara langsung atau melalui persyaratan tertentu. 3. Periode residensi adalah beberapa lama waktu yang dibutuhkan bagi imigran generasi kedua untuk bisa memperoleh kewarganegaraan di negara tempat tinggalnya. 4. Usia minimal, yaitu berapa usia minimal bagi imigran generasi kedua untuk mendapatkan kewarganegaraan negara tempat tinggalnya. 5. Persyaratan lainnya merupakan syarat syarat lainnya yang harus dipenuhi oleh imigran generasi kedua untuk mendapatkan kewarganegaraan, seperti melepaskan kewarganegaraan asal, dan lain lain. C. Program Pengenalan Integrasi : 1. Imigran yang memenuhi syarat, yaitu kelompok imigran yang merupakan target dari kebijakan program integrasi. 2. Program, yaitu pihak yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program integrasi dan jenis jenis program yang ditawarkan untuk diikuti oleh imigran dalam kebijakan integrasi imigran tersebut. 3. Cakupan, yaitu sifat cakupan program mengenai batasan peserta dan waktu maksimal dalam mengikuti program. 1.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif. Penelitian dengan metode kualitatif akan dilaksanakan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber pustaka baik cetak maupun elektronik seperti buku, jurnal, artikel publikasi resmi pemerintah, lembaga atau organisasi, serta laporan - laporan paper, tesis, dan disertasi yang fokus terhadap isu isu hak dan pengintegrasian imigran. 6

7 1.5 Struktur Penulisan Setelah bab pertama yang berisi pendahuluan, bab kedua akan menjelaskan mengenai Denmark, bab selanjutnya akan membahas Swedia, bab selanjutnya merupakan analisis dan bab terakhir merupakan kesimpulan dari penelitian ini. Pada bab kedua akan dijelaskan secara umum dan singkat mengenai sejarah imigran di Denmark, profil imigran di Denmark pada saat ini, lalu pendeskripsian kebijakan integrasi imigran yang dilaksanakan di negara tersebut sesuai dengan variabel variabel yang dijelaskan sebelumnya. Bab ketiga akan menjelaskan hal yang sama dengan apa yang dijelaskan pada bab kedua, namun mengenai Swedia. Bab selanjutnya merupakan analisis mengenai bagaimana pemenuhan hak imigran di kedua negara melalui kebijakan kebijakan integrasi imigran yang telah dijelaskan di bab sebelumnya dengan menggunakan variabel variabel dalam rezim integrasi menurut Diane Sainsbury, setelah membandingkan kebijakan kebijakan rezim integrasi di kedua negara pada bab ini juga akan diisi oleh analisis tambahan mengenai faktor faktor yang sekiranya mempengaruhi pengambilan kebijakan kebijakan integrasi imigran di kedua negara. Bab terakhir merupakan kesimpulan yang akan berisi rangkuman mengenai garis besar kebijakan integrasi imigran di kedua negara dan akan menyatakan hasil dari perbandingan pada penelitian ini. 7

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD)

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi : 5. Menghargai persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Kompetensi Dasar : 5.1. Mendeskripsikan kedudukan warga negara

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA EDITOR Rakyat Dalam Suatu Negara Penduduk Bukan Penduduk Warga Negara Bukan WN KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA Asas Kewarganegaraan Penduduk dan Warga Negara Indonesia Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Sistem

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI BAB III KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI DI EROPA Pada bab III akan dijelaskan mengenai kebijakan Jerman terhadap masalah pengungsi. Bab ini akan diawali dengan penjelasan mengenai aturanaturan apa

Lebih terperinci

WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN DASAR HUKUM Pasal 26 UUD 1945 UU no 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan KEWARGANEGARAAN Keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

URBANISASI DAN TRANSMIGRASI

URBANISASI DAN TRANSMIGRASI 1 URBANISASI DAN TRANSMIGRASI Disampaikan dalam Siaran Langsung Interaktif TV Edukasi 24 APRIL 2010 oleh : Dr. Siti Nurjanah, SE, M.Si DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan

BAB I. Pendahuluan. Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Skripsi ini berusaha menganalisa pengetatan kebijakan terhadap Imigran di Perancis oleh Presiden Nicholas Sarkozy (Sarkozy). Pembahasan yang akan diperdalam pada skripsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang

Lebih terperinci

Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme merupakan cara bagaimana memandang dan menyikapi perbedaan. Keberagaman atau pluralitas buday

Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme merupakan cara bagaimana memandang dan menyikapi perbedaan. Keberagaman atau pluralitas buday Multikulturalisme di Prancis: Masalah Asimilasi dan Integrasi Joesana Tjahjani, M.Hum. P.S. Prancis FIB UI Diskusi tentang Multikulturalisme di Dunia Multikulturalisme: konsep-konsep dasar Multikulturalisme

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN 1 (satu) tahun ~ pidana penjara paling lama Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkutnya yang

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi

Lebih terperinci

KASUS KASUS KEWARGANEGARAAN

KASUS KASUS KEWARGANEGARAAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: KASUS KASUS KEWARGANEGARAAN by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Kasus Kasus Kewarganegaraan Warga Negara Setiap negara memiliki warga

Lebih terperinci

Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan

Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan Mencegah dan Mengurangi KEADAAN TANPA KEWARGANEGARAAN Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Tanpa Kewarganegaraan SERUAN PRIBADI KOMISIONER TINGGI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA UNTUK URUSAN PENGUNGSI

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis pengungsi di Eropa pada tahun Uni Eropa kini sedang

BAB I PENDAHULUAN. krisis pengungsi di Eropa pada tahun Uni Eropa kini sedang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Skripsi ini akan mengupas tentang kebijakan Jerman terhadap krisis pengungsi di Eropa pada tahun 2015-2016. Uni Eropa kini sedang berada di tengah gelombang

Lebih terperinci

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR Workshop Penguatan Komunitas Sosio-Kultural ASEAN 2015: Perumusan lndikator Capaian dari Strategic Measures dalam Attendant Document ASEAN Socio-Cultural

Lebih terperinci

KONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain

KONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain KONSEPSI KEWARGANEGARAAN By : Amaliatulwalidain Pengantar Tradisi kewarganegaraan telah ada sejak masa Yunani Kuno, konsepsi modern tentang kewarganegaraan baru muncul pada abad keduapuluh. Konsepsi kewarganegaraann

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli.

nasionalitas Masing-masing negara menganut kaidah yang berbeda-beda mengenai nasionalitas, misal: ius sangunis, ius soli. NEGARA DAN INDIVIDU NASIONALITAS Merupakan status hukum keanggotaan kolektivitas individu-individu yang tindakannya, keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya dijamin melalui konsep hukum negara yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Tentang Permohonannya.

Tentang Permohonannya. P U T U S A N No. 42 P/HUM/TH.2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa dan memutus perkara permohonan keberatan Hak Uji Materiil dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih dari 200 kelompok etnis hidup bersama, dan lebih dari 40 kebudayaan terwakili di dalam media

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA)

STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA) STATUS KEWARGANEGARAAN INDONESIA BAGI PENDUKUNG ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA) Oleh I Gusti Ngurah Surya Adhi Kencana Putra I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Penyelenggara Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tah

2016, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5071); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tah No.836, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Arsip Statis. Pedoman. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN KETERBUKAAN ARSIP STATIS UNTUK PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Berdasarkan Penjelasan BAB X

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Berdasarkan Penjelasan BAB X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditentukan bahwa Yang menjadi warganegara adalah orang-orang bangsa Indonesia

Lebih terperinci

SOSIALISASI KARTU IDENTITAS ANAK ( K I A ) KOTA MAGELANG TAHUN 2016

SOSIALISASI KARTU IDENTITAS ANAK ( K I A ) KOTA MAGELANG TAHUN 2016 KEMENTERIAN DALAM NEGERI SOSIALISASI KARTU IDENTITAS ANAK ( K I A ) KOTA MAGELANG TAHUN 2016 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA MAGELANG 1 I. LATAR BELAKANG Pelaksanaan Program Penerbitan Kartu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa warga negara merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA/ TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia

BAB I - PENDAHULUAN. 1 Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 menciptakan konsep kedaulatan Westphalia BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini ingin melihat kebijakan eksternal Uni Eropa (UE) di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai bentuk implementasi dari konsep kekuatan normatif. Konsep

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap warga Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS

BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS BAB IV LANDASAN KJRI DAVAO CITY MENYELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKAT KETURUNAN INDONESIA DI MINDANAO YANG BERESIKO STATELESS Ratusan tahun yang lalu, masyarakat tradisional Indonesia yang pada saat itu

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG WARGA NEGARA ASING,VISA KUNJUNGAN, TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN DAN DEPORTASI. A. Warga Negara Asing Warga negara asing merupakan seseorang yang tinggal dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II INTEGRASI UNI EROPA DAN IMIGRASI YUNANI. I dan II telah menyebabkan kemunduran drastis pada ekonomi negara-negara

BAB II INTEGRASI UNI EROPA DAN IMIGRASI YUNANI. I dan II telah menyebabkan kemunduran drastis pada ekonomi negara-negara BAB II INTEGRASI UNI EROPA DAN IMIGRASI YUNANI 2.1 Integrasi Uni Eropa dan Imigrasi Integrasi Uni Eropa dimulai ketika berakhirnya Perang Dunia. Perang Dunia I dan II telah menyebabkan kemunduran drastis

Lebih terperinci

Versi adaptasi dari publikasi oleh Asia Pasific Forum on Women, Law and Development (APWLD)

Versi adaptasi dari publikasi oleh Asia Pasific Forum on Women, Law and Development (APWLD) Versi adaptasi dari publikasi oleh Asia Pasific Forum on Women, Law and Development (APWLD) Pendanaan untuk manual ini diberikan oleh Departemen Perburuhan Amerika Serikat di bawah Cooperative Agreement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah mengenai Hukum Waris. Adanya pemisahan penduduk dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah mengenai Hukum Waris. Adanya pemisahan penduduk dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara dengan beraneka ragam budaya dan suku tentunya memiliki beraneka ragam adat istiadat dan warisan yang sifatnya turun temurun. Banyaknya adat

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Pada masa pemerintahan Shinzo Abe periode yang kedua ini,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Pada masa pemerintahan Shinzo Abe periode yang kedua ini, BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pada masa pemerintahan Shinzo Abe periode yang kedua ini, pemerintah Jepang meluncurkan Japan Revitalized Strategy 2014 yang didalamnya mencantumkan pengembangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak

BAB V. Kesimpulan. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak BAB V Kesimpulan Identitas sebuah negara memegang peranan besar dalam proses hubungan antar negara. Identitas ini menentukan kepentingan dan dasar dari perilaku antar aktor. Aktor tidak memiliki kepentingan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

Bab 12 PENGATURAN SDM PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL. (Bagian Pertama)

Bab 12 PENGATURAN SDM PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL. (Bagian Pertama) Bab 12 PENGATURAN SDM PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL (Bagian Pertama) A. Pendahuluan Henry Ford bertekad membuat mobil untuk orang banyak. Agar hal itu bisa terjadi, Ford perlu pekerja; dan agar ia memperoleh

Lebih terperinci

KETAHUI HAKMU BERDASARKAN KONVENSI ILO BARU MENGENAI PEKERJA RUMAH TANGGA TUNTUT HAKMU

KETAHUI HAKMU BERDASARKAN KONVENSI ILO BARU MENGENAI PEKERJA RUMAH TANGGA TUNTUT HAKMU 1 Asia Pasifik adalah region dengan jumlah pekerja rumah tangga terbanyak. Asia Pasifik 41% Amerika Latin dan Karibia 37% Afrika 10% Negara maju 7% Timur Tengah 4% Eropa Timur 1% 4 dari 5 pekerja rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea ke Empat yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika Multikulturalisme Kanada ( ). Kesimpulan tersebut BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikemukakan oleh penulis

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Modul ke: HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Mengetahui lebih banyak hak dan kewajiban sebagai warga negara Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI Pengertian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional Ifdhal Kasim Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Instrumen yang Diratifikasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO TERCATAT KELAHIRANNYA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO TERCATAT KELAHIRANNYA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO TERCATAT KELAHIRANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

FORUM KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA. Diskusi Round Table Pertama 16 Januari, 2014

FORUM KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA. Diskusi Round Table Pertama 16 Januari, 2014 FORUM KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA Diskusi Round Table Pertama 16 Januari, 2014 OUTLINE: MASALAH YANG AKAN DIBAHAS Mengapa Forum Kebijakan Ketenagakerjaan Indonesia penting? Mengapa hal tersebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implisit terkandung didalam Pembukaan Undang-Undang 1945 alinea ke 4, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. implisit terkandung didalam Pembukaan Undang-Undang 1945 alinea ke 4, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsepsi negara hukum untuk mencapai tujuan negara indonesia secara implisit terkandung didalam Pembukaan Undang-Undang 1945 alinea ke 4, yaitu: Melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

PROSEDUR TEKNIS PERMOHONAN DAN PEMBERIAN VISA KUNJUNGAN DAN VISA TINGGAL TERBATAS

PROSEDUR TEKNIS PERMOHONAN DAN PEMBERIAN VISA KUNJUNGAN DAN VISA TINGGAL TERBATAS PROSEDUR TEKNIS PERMOHONAN DAN PEMBERIAN VISA KUNJUNGAN DAN VISA TINGGAL TERBATAS Dasar hukum : Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Prosedur Teknis Permohonan dan

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia

Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan Orang dan Imigran Gelap di Indonesia Seminar 135 Nasional Andi Aina Hukum Ilmih Universitas Negeri Semarang Volume 3 Nomor 1 Tahun 2017, 135-148 Fakultas Hukum, Faculty of Law Analisis Kebijakan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan Penyelundupan

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1 PERTEMUAN 4

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1 PERTEMUAN 4 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1 PERTEMUAN 4 KARAKTERISTIK KULTUR 1. Kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. General dalam arti setiap negara memiliki kultur Spesifik berati setiap kultur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik I n d

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

Teokrasi, Monarki, Demokrasi. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

Teokrasi, Monarki, Demokrasi. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM Teokrasi, Monarki, Demokrasi Mahasiswa memahami definisi, konsep, ruang lingkup, dan problematika tatanan politik dalam demokrasi, monarki, teokrasi, dan otokrasi. Dalam ide Kedaulatan Tuhan, kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2 No.1052, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Visa Kunjungan. Visa Tinggal Terbatas. Permohonan dan Pemberian. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci