MODIFIKASI PERENCANAAN BENTANG TENGAH JEMBATAN SURAMADU DENGAN DUA LANTAI KENDARAAN UNTUK JALAN KENDARAAN BERMOTOR DAN JALAN REL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI PERENCANAAN BENTANG TENGAH JEMBATAN SURAMADU DENGAN DUA LANTAI KENDARAAN UNTUK JALAN KENDARAAN BERMOTOR DAN JALAN REL"

Transkripsi

1 MODIFIKASI PERENCANAAN BENTANG TENGAH JEMBATAN SURAMADU DENGAN DUA LANTAI KENDARAAN UNTUK JALAN KENDARAAN BERMOTOR DAN JALAN REL Dwi Prasetya Mahasiwa Sarjana Reguler Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp , ABSTRAK Dari rencana pengembangan jaringan kereta api di wilayah GERBANGKERTOSUSILA, ada rencana akan mengembangkan jaringan rel yang menghubungkan Surabaya dan Madura. Dengan prediksi meningkatnya aktifitas lalulintas Surabaya-Madura, jembatan dengan kapasitas yang lebih besar juga lebih dibutuhkan. Bahkan seiring perkembangan teknologi telah banyak digunakan jembatan dengan dua lantai kendaraan atau lebih dikenal dengan jembatan double deck. Kombinasi lantai kendaraan ini bisa terdiri dari lantai kendaraan untuk jalan raya dan lantai kendaraan untuk jalan rel. Berangkat dari ide tersebut dalam tugas akhir ini akan membahas mengenai MODIFIKASI PERENCANAAN BENTANG TENGAH JEMBATAN SURAMADU DENGAN DUA LANTAI KENDARAAN UNTUK JALAN KENDARAAN BERMOTOR DAN JALAN REL. Dengan program bantu MIDAS Civl 006 untuk menganalisa perilaku struktur secara 3 dimensi. Pembebanan yang dilakukan mengacu dari RSNI T dan Standart Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja. Selain itu perilaku dinamis jembatan terhadap angin juga dikontrol yang meliputi vortexshedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis) dan flutter. Kata kunci : jembatan, Suramadu, dua lantai kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perencanaan jembatan Suramadu sudah dimulai sejak 0 tahun yang lalu. Pada tahun 1990, telah dilakukan studi kelayakan jembatan Suramadu dengan hasil bahwa pengembangan pulau Madura menjadi kunci pokok dalam perluasan kota metropolitan Surabaya. Pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu juga harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Timur dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Gersik-Bangkalan-Mojokerto- Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbang Kertosusila). Jembatan yang mulai dibangun pada Agustus 003 dan resmi dibuka pada Juni 009 ini memiliki panjang total jembatan 5,4 km. Bentang tengah (main span) jembatan ini berbentuk cable stayed dengan panjang 818 m dan jarak pilon 434 m. Jembatan Suramadu kini menjadi trasportasi kendaraan bermotor dari kendaraan beroda dua, mobil, hingga transportasi barang yang berupa truk berroda banyak. Jembatan ini memiliki 8 lajur dan jalur yang terdiri dari 4 lajur mobil, lajur darurat dan lajur sepeda motor. Seiring dengan perkembangan perekonomian masyarakat Madura dapat dipastikan akan terjadi peningkatan kebutuhan transportasi. Kebutuhan ini meliputi transportasi secara massal baik orang maupun barang dari pulau Jawa ke Madura dan juga sebaliknya. Guna untuk mengatasi masalah kebutuhan transportasi tersebut, dibutuhkan infrastuktur yang memadai. Ada berbagai macam solusi untuk mengatasi masalah tersebut dan salah satu di antaranya adalah MRT (mass rapid transport). Pengembangan MRT yang cocok untuk transportasi Surabaya-Madura adalah jalan rel demi mendukung pengembangan infrastruktur di Surabaya dan Madura serta untuk menghidupkan kembali jaringan rel yang sudah ada di Madura sejak penjajahan Belanda. Pembangunan jalan rel di Madura dimulai pada jaman penjajahan Belanda pada tahun Pada awalnya, jaringan rel yang ada di Madura digunakan sebagai sarana angkutan garam antara Kalianget dan Kamal maupun sebaliknya. Kereta kemudian tak hanya melayani garam. Penduduk lokal menjadikan sebagai wahana transportasi paling cepat dan murah. Perjalanan KA dari titik awal sampai akhir, di zaman itu berlangsung hampir sehari penuh. Perjalanan dengan KA ini disambung dengan kapal-kapal tambang (feri) yang berlayar antara Kamal dan Surabaya dan antara Kalianget dan Panarukan. Pada jaman penjajahan Jepang, jalur KA Kalianget-Pamekasan dibongkar untuk selanjutnya dijadikan mesin-mesin perang Jepang selama Perang Pasifik (Perang Dunia II). Praktis setelah masa kemerdekaan, tranportasi KA di Madura hanya menyisakan jalur Pamekasan sampai Kamal. (Sumber : Surya, 7 Pebruari 009) Demi mendukung pengembangan infrastruktur di Surabaya dan Madura serta untuk menghidupkan kembali jaringan rel yang sudah ada di Madura, maka diperlukan adanya jembatan kereta api yang melintasi selat Madura. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi ulang jembatan Suramadu yang sudah ada agar lebih efisien menjadi jembatan yang memiliki lantai kendaraan (double deck) pada bentang tengah (main span). Jembatan double deck ini memiliki keunggulan berupa lantai kendaraan sehingga dapat meningkatkan kapasitas dari jembatan tersebut. Pada penggunaannya, jembatan ini dapat digunakan untuk dilalui kendaraan biasa ataupun kereta api. Jembatan double deck sudah banyak digunakan di berbagai negara di dunia, contohnya Oakland Bay Bridge - San Fransisco, Tsing Ma Bridge dan Kap Shui Mun Bridge Hongkong, Prince Edward Viaduct - Toronto. Di dalam tugas akhir ini akan membahas tentang modifikasi perencanaan bentang tengah (main span) jembatan Suramadu dengan lantai kendaraan di atas untuk jalan tol (highway) dan di bawah untuk jalan rel (railway). 1. Perumusan masalah Bagaimana merencanakan bentang tengah (main span) Jembatan Suramadu dengan lantai kendaraan untuk jalan tol (highway) dan jalan rel (railway). Berikut ini adalah detail permasalahannya : 1. Bagaimanakah bentuk lantai kendaraan jembatan setelah modifikasi?. Bagaimanakah kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi? 3. Bagaimanakah permodelan strukturnya menggunakan MIDAS CIVIL? 4. Bagaimanakah konfigurasi dan dimensi kabelnya?

2 5. Bagaimanakah dimensi penampang utama gelagar? 6. Bagaimanakah dimensi struktur pylon? 7. Bagaimanakah perilaku jembatan terhadap beban dinamik? 8. Bagaimanakah metode pelaksanaannya? 9. Bagaimanakah detail struktur jembatan Suramadu setelah mengalami modifikasi? 1.3 Tujuan Tugas Akhir Tujuan utama dari tugas akhir ini untuk mendapatkan modifikasi perencanaan main span jembatan Suramadu menjadi jembatan cable stayed double deck dengan lantai kendaraan atas sebagai highway dan lantai kendaraan bawah untuk railway. 1. Mendapatkan bentuk lantai kendaraan jembatan setelah modifikasi.. Mendapatkan kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi. 3. Memodelkaan strukturnya menggunakan MIDAS CIVIL. 4. Mendapatkan konfigurasi dan dimensi kabelnya. 5. Mendapatkan dimensi penampang utama gelagar. 6. Mendapatkan dimensi struktur pylon. 7. Perilaku jembatan terhadap beban dinamik yang sesuai dengan teori yang ada. 8. Mendapatkan metode pelaksanaannya. 9. Bagaimanakah detail struktur jembatan Suramadu setelah mengalami modifikasi? 1.4 Batasan masalah 1. Tidak membahas perkembangan ekonomi di Surabaya dan Madura.. Tidak merencanakan penambahan stasiun di Surabaya ataupun Madura. 3. Tidak merencanakan struktur jalan rel, kecuali di bentang tengah Suramadu. 4. Hanya merencanakan struktur bangunan atas bentang tengah Suramadu. 5. Tidak melakukan wind tunnel test. 6. Tidak merencanakan pondasi. 7. Tidak membahas Rencana Anggaran Biaya. 8. Tidak membahas aspek arsitektur, mechanical dan electrical. 9. Permodelan struktur utama menggunakan MIDAS CIVIL 006 dan struktur sekunder dengan SAP 000 v Manfaat Tugas Akhir Dari tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi refrensi untuk merencanakan jembatan cable stayed double deck dan dapat diterapkan di Indonesia pada umumnya. Serta, bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan tentang bagaimana merencanakan jembatan cable stayed double deck serta perilaku strukturnya terhadap beban dinamik. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Umum Keuntungan dari jembatan cable stayed adalah : Memiliki kekakuan yang lebih tinggi dari pada suspension bridge maka deformasi dari jembatan akibat beban hidup dapat direduksi. Dalam pelaksanaannya, jembatan cable stayed dapat dilaksanakan dengan metode kantilever dari pylon yang didukung oleh kabel sebagai pendukung sementara dan permanen. Tidak membutuhkan pengangkuran pada tanah.. Komponen cable stayed Konstruksi cable stayed yaitu sebuah sistem struktur yang terdiri dari dek orthotropic dan girder menerus yang diikat oleh incline cable dan didistribusikan ke menara yang terletak pada pilar utama (Troitsky 1977). Jembatan cable stayed mempunyai elemen utama yaitu gelagar, kabel, dan pylon pada superstructure serta abutmen dan pondasi. Prinsip dari jembatan ini terdiri dari segmen-segmen gelagar yang menyusun lantai kendaraan bertumpu pada kabel-kabel. Ujung yang lain dari kabel-kabel ini diangker pada satu titik atau lebih pada pylon yang bertumpu pada pondasi jembatan. Dimana pylon sebagai struktur tekan, kabel sebagai struktur tarik, sedangkan gelagar bisa bersifat tekan ataupun tarik...1 Kabel (Cable) Kabel dalam jembatan cable stayed merupakan salah satu komponen yang paling penting. Konfigurasi kabel memegang peranan penting dalam desain jembatan cable stayed. Kabel-kabel ini memikul berat gelagar dan meneruskannya pada pylon. Pemilihan tatanan (konfigurasi) dan jumlah kabel tersebut didasarkan atas berbagai hal (panjang bentang, jenis beban, jumlah lajur atau lebar jembatan, tinggi menara, estetika) dan akan memberikan pengaruh yang berlainan terhadap perilaku struktur terutama pada bentuk menara dan penampang gelagar. Selain itu akan berpengaruh pula pada metode pelaksanaan. (Troitsky 1977) STAY SYSTEM BUNDLE OR CONVERGING OR RADIAL HARP OR PARALEL FAN STAR SINGLE 1 DOUBLE TRIPLE Gambar.1 Konfigurasi kabel arah longitudinal (Troitsky 1977) ( 1 ) ( 3 ) Gambar. Konfigurasi kabel arah transversal (Troitsky 1977) 3 MULTIPLE 4 ( ) ( 4 ) VARIABLE 5

3 No Nama Profil Bentuk Profil 1 Twin I girder Gambar.3 Macam-macam jenis kabel Gambar.4 Analisa perkiraan awal luas penampang kabel A sc ( W P)cos f sin /. a ijin Dimana: A sc = Luas penampang kabel W = Beban mati dan hidup merata P = Beban terpusat λ = Jarak antar angker kabel pada gelagar θ = Sudut kabel terhadap horisontal γ = Berat jenis kabel f ijin = Tegangan ijin kabel (0,% proof stress) a = Jarak dari pylon ke angker kabel pada gelagar Analisa cable stayed bridge didasarkan atas teori elastisitas bahan baja. Asumsi pertama yang telah diambil adalah bahwa gaya kabel bekerja menurut tali busur lengkungan kabel, yang mengikuti garis lengkung tersebut akibat beratnya sendiri. Batang subtitusi yang lurus dengan medulus elastisitas ekivalen, E eq, harus mempunyai perilaku yang sama dengan kabel sebenarnya yang digantinya. Troitsky (1977) merumuskannya sebagai berikut : E eq Ee L E Dimana : E eq = modulus elastisitas kabel ekivalen = modulus elastisitas kabel lurus E e L Parallel-bar Parallel-wire Stranded Locked-coil = berat jenis kabel = tegangan tarik dalam kabel = jarak titik gantung kabel.. Gelagar (Girder) e λ Single rectangular box girder Central box girder and side single web girders Single twin cellular box girder and sloping struts Single trapezoidal box girder Twin rectangular box girder Twin trapezoidal box 7 girder Gambar.5 Macam steel girders (Troitsky 1977) No. Tipe Jembatan Deck cross-section 1 Highway 3 4 Highway and railroad (project) Highway and railroad (project) Highway and railroad (project) Gambar.6 Macam trusses (Troitsky 1977) No. Tipe Gelagar Deck cross-section Single box girder (Wadi Kuf Bridge, Libya) Twin box girders (River Parana Bridge, Argentina) Twin box girders (River Waal Bridge, Holland) Multiple box girders (Polcevera Viaduct, Italy) Gambar.7 Macam concrete girders (Troitsky 1977)..3 Menara (Pylon) Gambar.8 Jenis-jenis pylon (Troitsky 1977)

4 .3 Pembebanan Pembebanan yang digunakan dalam jembatan ini adalah beban jalan raya pada lantai kendaraan di atas dan beban jalan rel pada lantai kendaraan di bawah..3.1 Pembebanan jalan raya Pembebanan pada perencanaan jembatan lantai kendaraan atas ini mengacu pada peraturan teknik perencanaan jembatan RSNI T Beban-beban ini meliputi: Beban truk T Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar.13. Berat dari masingmasing as disebarkan menjadi beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara as tersebut bisa diubahubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan Beban sendiri Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap Beban lalu lintas Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Gambar.13 Pembebanan truk T Beban kejut (DLA) Beban kejut (DLA) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, DLA dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen. Untuk pembebanan "D": DLA merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar.14. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya Beban lajur D Tabel.5 Faktor beban akibat beban lajur D Faktor Beban Jangka Waktu K S TD K U TD Transien 1,0 1,8 a. Beban terbagi rata (UDL) mempunyai intensitas q kpa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L = 30 m : q = 9,0 kpa L > 30 m : q L 9 kpa dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (UDL) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) D. b. Beban garis (KEL) dengan intensitas p kn/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kn/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, KEL kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. DLA Gambar.14 Faktor beban dinamis (DLA) untuk beban KEL Untuk pembebanan truk "T": DLA diambil 30%. Harga DLA yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah Beban rem Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas, tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q = 9 kpa.

5 K P = Kekakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kn/m)..3. Pembebanan kereta api Gambar.15 Gaya rem per lajur,75 m Beban angin Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut: T ew = C w (V w ) A b (kn) Dimana: V w = kecepatan angin rencana untuk keadaan batas yang ditinjau (m/det). C w = koefisien seret (Tabel.8) A b = luas koefisien bagian samping jembatan (m ) Dan apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus berikut ini : T ew Dimana : C w =1. = C w (V w ) (kn/m) Beban gempa Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Dan untuk beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut: T EQ = K h. I. W T (7) Dimana: K h = C. S (8) Keterangan: T EQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kn) K h = Koefisien beban gempa horizontal C = Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai. I = Faktor kepentingan. S = Faktor tipe bangunan. W T = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kn). Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kelekuan dan fleksibilitas dari sistem pondasi. Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, memakai rumus sebagai berikut : T W g K TP (9) Dimana: T = Waktu getar (detik). g = Percepatan gravitasi (m/dt ). W TP = Berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat berat pilar (kn). p Pembebanan jembatan pada lantai kendaraan bawah ini mengacu pada Standart Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja Ruang bebas Batas I Batas II Batas III Batas IV.3.. Beban mati Gambar.18 Ruang bebas : untuk jembatan dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam. : untuk viaduct dan terowongan dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam dan untuk jembatan dengan batas kecepatan. : untuk viaduct baru dan bangunan tua kecuali terowongan dan jembatan. : untuk kereta listrik. Berat jenis bahan yang biasanya digunakan dalam perhitungan beban mati adalah sebagai berikut : Tabel.13 Berat jenis bahan Jenis Bahan Berat Jenis (kn/m 3 ) Baja, Baja Cor 78,50 Besi Cor 7,50 Kayu 8 Beton 4 Aspal anti air 11 Ballast Gravel atau Batu Pecah Beban hidup Beban kereta yang akan digunakan sebagai beban hidup adalah 100% RM 191, sebagaimana tertera pada

6 tabel di bawah. Perhitungan menunjukkan bahwa biasanya 100% RM 191 merupakan beban yang paling membahayakan. Tabel.14 Skema pembebanan RM 191 Gambar.19 Beban lateral.3..7 Beban rem dan traksi Beban Pengereman dan Traksi masing-masing adalah 5% dari beban kereta, bekerja pada pusat gaya berat kereta ke arah rel (secara longitudinal) Beban rel panjang longitudinal Beban rel panjang longitudinal pada dasarnya adalah 10 kn/m, maksimum,000 kn Beban kejut Beban kejut diperoleh dengan mengalikan faktor i terhadap beban kereta. Perhitungan paling sederhana untuk faktor i adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. untuk rel pada alas balas i 0,1,5 50 L b. untuk rel pada Perletakan kayu i 0, 5 50 L c. untuk rel secara langsung pada baja i 5,3 50 L 0 dimana i = faktor kejut, L = panjang bentang (m).3..5 Beban sentrifugal Beban sentrifugal diperoleh dengan mengalikan faktor a terhadap beban kereta. Beban bekerja pada pusat gaya berat kereta pada arah tegak lurus rel secara horisontal. V 17 R.3..9 Beban angin Beban angin bekerja tegak lurus rel, secara horisontal, tipikal nilainya adalah; a. 3.0 kn/m pada areal proyeksi vertikal jembatan tanpa kereta di atasnya. Namun demikian,.0 kn/m, pada areal proyeksi rangka batang pada arah datangnya angin, tidak termasuk areal sistem lantai. b. 1.5 kn/m pada areal kereta dan jembatan, dengan kereta di atasnya, pengecualian 1. kn/m untuk jembatan selain gelagar dek/rasuk atau jembatan komposit, sedangkan 0.8 kn/m untuk areal proyeksi rangka batang pada arah datangnya angin..3.3 Konfigurasi pembebanan Konfigurasi pembebanan pada jembatan cable stayed ini terdiri dari beban mati (DL), Superimposed Dead Load (SDL), beban hidup (LL), beban angin (W). Dimana : α : Koefisien beban sentrifugal V : Kecepatan maksimum pada tikungan (km/jam) R : Radius tikungan (m).3..6 Beban lateral kereta Beban lateral kereta adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar.19. Beban bekerja pada bagian atas dan tegak lurus arah rel, secara horizontal. Besaran adalah 15% atau 0% dari beban gandar untuk masing-masing lokomotif atau kereta listrik/diesel. Gambar.0 Konfigurasi pembebanan (Troitsky 1977)

7 .4 Perilaku dinamik struktur cable stayed.4.1 Frekuensi Alami Untuk SDOF: p vˆ mvˆ N CN qhl M CM qhl Koefisien C T, C N, C M didapat dengan melihat grafik hubungan antara bentuk penampang gelagar dengan arah sudut angin. Untuk MDOF: Jika p i = g.m i ; dimana g = gravitasi g n i1 n i1 m vˆ i i i m vˆ i Untuk massa sendiri balok dan v maks lentur balok g v maks frekuensi Gambar.3 Penentuan besar koefisien C T, C N, C M yang ditentukan dengan bentuk gelagar dan besar sudut angin (Walther 1988) f B 1 g v maks 1 Untuk cable stayed ada koreksi 10% (karena alasan distribusi massa sepanjang gelagar dan kabel dan bentuk ragam getaran) : f B 1,1 g v maks (1) Frekuensi alam akibat torsi a) Untuk lantai kendaraan fleksibel : b f dimana : b r (13) T f B 1 =jarak melintang penopang (kabel) r = jari-jari penampang LK.4. Perilaku aerodynamic Untuk analisa efek angin yang bekerja pada jembatan bentang panjang dibutuhkan wind tunnel test. Dari wind tunnel test ini akan menunjukkan perilaku aerodynamic dan stabilitas struktur. Ada jenis dari wind tunnel test, yaitu full model test dan section model test. Tetapi di dalam tugas akhir ini tidak melakukan wind tunnel test. (Podolny dan Scalzi 1976).4.3 Osilasi gaya akibat pusaran angin (Vortex- Shedding) 1. Angka Strouhal, S Kecepatan angin yang terjadi V dapat dihitung dari angka Strouhal dari suatu lantai kendaraan : S f h V dimana f = frekuensi pusaran h = tinggi lantai kendaraan S = 0,0 untuk silinder dengan diameter h = 0,10-0,0 untuk lantai kendaraan dengan tinggi h = 0,10 : jika udara mengalir pada satu sisi. Angka Reynold, Re (untuk mengevaluasi efek pusaran) Akibat kecepatan angin yang bekerja besarnya angka Reynold harus memenuhi persyaratan dan besarnya, R e = : R e V B v Dimana : V = kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal B = lebar lantai kendaraan v = viskositas kinematik udara (0,15 cm /detik) 3. Amplitudo akibat osilasi, v v statik v Dimana : = penurunan logaritmik (dumping ratio) 0.05 Gambar. Efek Angin T CT qhl v statik = perpindahan statik akibat F o V F o c h

8 = density/kerapatan udara = 1,3 kg/m 3 c = koefisien gaya angkat penampang, tergantung f dan V 4. Percepatan akibat osilasi, v 4 f v v.4.5 Staging method Dipakai bila ruang bebas di bawah jembatan rendah dan pemasangan penyokongan sementara tidak akan mengganggu lalu lintas dibawah jembatan. Keuntungannya : a. Teliti dalam mengikuti bentuk geometrik dan tanjakan yang dipersyaratkan pada erection. b. Biaya rendah pada ruang bebas rendah. Gambar.4 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan amplitudo getaran (Walther 1988) Gambar.5 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan percepatan getaran (Walther 1988).4.4 Efek Ayunan (flutter) Pada struktur jembatan kabel, dimensi gelagar pada bentang utama kebanyakan berukuran besar. Tergantung dari lokasi geografis jembatan, lantai kendaraan dirancang agar dapat menahan kekuatan angin di daerah tersebut. Pergerakan udara dapat mengakibatkan torsi pada sturktur dan osilasi tekuk, dimana pergerakan tersebut mengakibatkan terjadi gaya angkat. Fenomena ini disebut sebagai Flutter (Walther 1988). Gambar.8 Prosedur pelaksanaan stagging method (Podolny dan Scalzi 1976).4.6 Push-Out method Dipakai terutama bila lalu lintas di bawah jembatan tidak boleh diganggu oleh adanya sistem erection jembatan, sedangkan pemakaian cara kantilever dinilai tidak praktis pada situasi yang ada di tempat jembatan. Gambar.6 Efek Ayunan (Flutter) (Walther 1988)

9 Gambar.30 Prosedur pelaksanaan cantilever method Harp Pattern (Wang dkk. 00) Forward Process Analysis (FPA) Forward Process Analysis (FPA) atau analisa maju dilakukan secara bertahap selama tahap konstruksi. Tahap pendirian satu persatu dimulai dari pylon atau bentang pinggir. Dimulai dengan memasang girder, dilanjut pemasangan kabel. Setelah kabel terpasang, dilanjutkan ke girder pada segmen selanjutnya. Selengkapnya akan dibahas pada gambar Cantilever method Dipakai pada cable stayed, dimana kondisi lapangan tidak memungkinkan dipasang penyokong sementara. Bedanya dengan staging method adalah: bila pada staging method yang memikul beban saat erection bangunan atasnya adalah pilar dan penyokong sementara maka pada cantilever method, pylon dan kabelnya sudah dimanfaatkan untuk memikul beban saat erection. Gambar.31 Tahap urutan Forward Process Analysis (FPA) (Wang dkk. 00)

10 .4.7. Backward Process Analysis (BPA) Backward Process Analysis (BPA) atau analisa mundur, adalah suatu metode analisa yang berkebalikan dengan analisa maju (FPA). Analisa mundur dilakukan dengan cara mengetahui besar gaya gaya yang terjadi pada jembatan secara keseluruhan, lalu secara bertahap dilakukan pelepasan kabel pada bentang tengah atau ujung jembatan. Setelah kabel terlepas, dihitung besarnya gaya yang terjadi dan struktur jembatan dianalisa dan didesain akibat beban mati dan gaya dalam tiap bentang ditentukan pada tahap sebelumnya. Secara bertahap girder dan kabel dilepas dan dihitung dari ujung jembatan sampai ke pylon. START Pengumpulan data-data pendukung : 1. Data Jalur KA di Surabaya. Data Jalur KA di Madura 3. Data jembatan Suramadu 4. Peraturan yang berkaitan 5. Buku yang berkaitan Preliminary Design Struktur dan gambar rencana Pembebanan lantai kendaraan Kontrol kekuatan lantai kendaraan OK Pembebanan dan analisa kabel BAB III METODOLOGI Not OK Modifikasi Lantai kendaraan ` A Pembebanan Pylon Kontrol kekuatan pylon OK Analisa Dinamik OK Metode Pelaksaanaan Gambar-gambar teknik dan pendetailan Not OK Not OK Modifikasi Pylon Modifikasi Perencanaan B o Menara (pylon) beton bertulang Gambar 4.1 Rencana modifikasi jembatan 4. Gelagar Material : Baja Bentuk Gelagar : Rangka Batang Mutu Baja : BJ50 (fu = 500 MPa, fy = 90 MPa) Gelagar yang digunakan dalam perencanaan ini adalah gelagar rangka batang yang terbuat dari baja. Gelagar ini direncanakan untuk dapat dilewati oleh kendaraan bermotor dan kereta api. Oleh karena itu, tinggi awal rencana rangka diambil setinggi 9 m. 4.3 Kabel Material : Kabel Strand Baja Pola pemasangan kabel pada perencanaan ini menggunakan sistem kipas (fan) pada arah longitudinal dan sistem bidang vertikal pada arah transversal. Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis kabel ASTM A grade 70 dengan diameter 15, mm. Tabel 4.1 Dimensi kabel dan angkur VSL (Walter 1988) ASTM A Euronome SIA SIA grade 70 Dia (mm) 1,7 15, 15,7 17,8 As (mm ) fu (MPa) Ukuran Angker 7, 1, 19, 31, 37, 61, dan 91 strand Kontrol kabel saat pelaksanaan Not OK Modifikasi kabel FINISH f ijin = 0,% proof stress OK A Gambar 3.1 Flowchart metodologi tugas akhir BAB IV PRELIMINARY DESAIN 4.1 Data Perencanaan Nama Jembatan : Bentang tengah Suramadu Lokasi Jembatan : Selat Madura Panjang Bentang : 846 m (07 m + 43 m + 07 m) Lebar Jembatan : 30,8 m o Lantai kendaraan atas 4 Lajur mobil (@ 3,5 m) Lajur darurat (@ 3,5 m) Lajur sepeda motor (@,85 m) B 4.4 Menara Material : Beton bertulang Mutu Beton (fc ) : 50 MPa Mutu Tulangan (fy) : 400 MPa Menurut Troitsky 1977, tinggi menara merupakan fungsi dari panjang panel yang ditulis dengan rumus : Maka H n a tan 5 Dimana : H = tinggi menara n = jumlah kabel a = panjang panel H 8 tan5 8,07 m Jadi digunakan tinggi awal menara 110 m dari atas gelagar. o Lantai kendaraan bawah Lajur rel (@ 4,7 m) Tinggi Bebas : 35 m Jumlah Pylon : buah Material utama : o Gelagar rangka baja. o Kabel strand baja.

11 BAB V STRUKTUR SEKUNDER 000 Railing Kerb Pelat Beton 5cm WF 400 x 00 x 8 x Kerb Gambar 5.14 Potongan melintang kantilever Gambar 5.1 Potongan melintang gelagar Aspal (8 cm) Pelat Cast in Situ (5 cm) Gambar 5.16 Nomenklatur rangka kantilever Gambar 5. Potongan melintang lantai kendaraan Data perencanaan pelat kendaraan : γ beton = 4 kn/m 3 γ aspal = kn/m 3 f c = 30 MPa fy = 400 Mpa Decking = 45 mm Tulangan = D19 (As = 83 mm ) Dipasang tulangan positif D (As pakai = 176,93 mm ). Dipasang tulangan negatif D (As pakai = 176,93 mm ) Tabel 5.1 Rekapitulasi profil rangka katilever Batang Profil No 1 JL JL JL JL JL JL JL JL JL JL Gelagar Memanjang Bawah Menggunakan profil WF 600 x 00 x 1 x 0 5. Gelagar Melintang Dipasang tulangan susut D (As pakai = 497,5 mm ). Gelagar Memanjang Atas Gelagar memanjang direncanakan komposit dengan pelat kendaraan. Digunakan profil WF 400 x 00 x 8 x Kantilever untuk Sepeda Motor Data perencanaan gelagar memanjang : Material : Rangka Batang Baja Mutu Baja : BJ50 (fu = 500 MPa, fy = 90 MPa) Gambar 5.7 Nomenklatur gelagar melintang Tabel 5. Rekapitulasi rangka batang gelagar melintang

12 Batang Batang Batang Profil Profil No No No Profil 1 H WF WF H WF WF H WF WF H WF WF H WF WF H WF WF H WF WF H WF WF H WF Rangka Utama 10 H WF Rangka Utama 11 H WF H WF H WF H WF H WF H WF H WF H WF H WF H WF BAB VI PERMODELAN STRUKTUR 6.1 Umum Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai permodelan Tugas Akhir Modifikasi Perencanaan Bentang Tengah Jembatan Suramadu dengan Dua Lantai Kendaraan untuk Jalan Kendaraan Bermotor dan Jalan Rel. Di dalam Tugas Akhir ini, model jembatan dimodelkan secara 3 dimensi dengan bantuan program bantu MIDAS Kombinasi Pembebanan Tabel 6.4 Kombinasi pembebanan kendaraan atas Kasus Beban Gambar 1 DL+SDL DL+SDL +LL Combi 1 DL+SDL +LL Combi DL+SDL +LL Combi 3 DL+SDL +LL Combi 4 DL+SDL +LL Combi 5 DL+SDL +LL Combi 6 DL+SDL +LL Combi 7 Tabel 6.5 Kombinasi pembebanan kendaraan bawah (KA) Kasus Beban Gambar 1) ) KA 1 KA 3) KA 3 Untuk kombinasi beban angin hanya diperhitungkan terhadap beban mati saja. Gambar 6.1 Permodelan 3D MIDAS Pembebanan Beban-beban yang digunakan dalam permodelan menggunakan MIDAS 006 terdiri dari beban mati, beban mati tambahan (SDL), beban hidup kendaraan, beban hidup kereta api, beban angin, beban temperatur dan beban gempa. Gambar 6.3 Pembebanan RSNI T zona tanah lunak Tabel 6.6 Kombinasi pembebanan angin Kasus Beban Gambar 1* * DL + SDL + Angin Penuh DL + SDL + Angin Ekstrim 6.3 Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan konstruksi jembatan cable stayed ini menggunakan metode balance cantilever dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Tahapannya sebagai berikut: 1. Pembangunan pylon menggunakan beton bertulang cast in situ (dicor di tempat) menggunakan slip form (perancah yang bisa bergerak naik pada waktu beton cor sudah setengah keras), sampai seluruh pylon terbangun.. Pemasangan gelagar T13 diawali dari sisi terdekat dari pylon dengan kantilever dengan memasang support sementara pada pylon. Lalu pemasanganan gelagar T1 dan T14 lalu dilakukan pen-jacking-an pada angker C3 dan C4. Kemudian pengecoran pelat kendaraan. 3. Dilanjutkan dengan pemasangan gelagar T11 dan T15 selanjutnya yang menggunakan bantuan form traveller. Gelagar T11 dan T15 diangkat dari ponton lalu dipasang dan dilakukan penyambungan gelagar

13 serta pen-jacking-an pada angker C1, C dan C5, C6. Kemudian pengecoran pelat kendaraan. 4. Selanjutnya pemasangan gelagar yang lain menggunakan tahap-tahap yang sama seperti no. dan no.3 sampai ke tepi jembatan dan bentang tengah jembatan. 5. Selanjutnya pemasangan midspan closure untuk menyambungkan jembatan pada bentang tengah dengan menggunakan form traveller. 6. Kemudian dilakukan pemasangan fasilitas-fasilitas lainnya. BAB VII ANALISA KABEL Di dalam pelaksanaan, kabel akan mengalami lendutan akibat beban sendiri, tetapi dalam perencanaannya kabel dapat dianggap sebagai batang subtitusi yang lurus dengan modulus ekivalen. Troitsky (1977) merumuskannya sebagai berikut : Ee Eeq L 1 E 3 e 1 Tabel 7. Modulus elastisitas kabel ekivalen Untuk gaya stressing awal kabel digunakan kombinasi DL+SDL yang diperbesar dengan faktor 1,3 untuk mendapatkan lendutan kondisi akhir setelah dibebani yang sesuai. Gaya stressing awal kabel yang diberikan sebesar : Tabel 7.4 Gaya stressing awal kabel 7.1 Gaya Stressing Kabel Dalam pelaksanaannya, masing-masing kabel diberi gaya tarik (stressing) dahulu sebelum dibebani. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur posisi gelagar agar sesuai dengan posisi finalnya sebelum diberi beban hidup. Apabila gaya tarik ini tidak diberikan pada kabel, pada akhirnya posisi final gelagar sebelum diberi beban hidup akan terlalu melendut kebawah akibat deformasi kabel karena dibebani lantai kendaraan. Tabel 7.3 Rekap iterasi penampang kabel (inital stage) 7. Analisa Kabel terhadap Metode Pelaksanaan. Untuk analisa kabel, digunakan demolishing procedure yaitu analisa mundur yang dilakukan dengan cara mengetahui besar gaya gaya yang terjadi pada jembatan secara keseluruhan, lalu secara bertahap dilakukan pelepasan kabel pada bentang tengah atau ujung jembatan. Setelah kabel terlepas, dihitung besarnya gaya yang terjadi dan struktur jembatan dianalisa dan didesain akibat beban mati dan gaya dalam tiap bentang ditentukan pada tahap sebelumnya. Secara bertahap girder dan kabel dilepas dan dihitung dari ujung jembatan

14 sampai ke pylon. Berikut di bawah ini adalah gaya kabel yang terjadi saat pelaksanaan. menerima gaya tarik dan gaya tekan yang terjadi dari kombinasi-kombinasi yang ada. Pelat t-40mm Gambar 7.1 Gaya kabel C01-C3 saat pelaksanaan 00 Pelat t-40mm Gambar 8.1 Penampang 1000 x 1500 x 40 x 40 dengan 14 rib Gambar 7. Gaya kabel C4-C46 saat pelaksanaan Tabel 7.5 Rekap gaya maksimum kabel saat pelaksanaan (construction stage) Pelat t-50mm Gambar 8. Penampang Box 700 x 700 x 40 x 40 BAB IX ANALISA PYLON 9.1 Umum Pylon merupakan salah satu struktur utama jembatan cable stayed yang memikul beban-beban yang terjadi pada lantai kendaraan melalui kabel sebelum ditransferkan ke pondasi. Di dalam perencanaan pylon perlu diperhitungan terhadap kombinasi gaya yang kemungkinan terjadi. Serta perlu diperhatikan adalah perbesaran momen yang mungkin terjadi dari masingmasing kombinasi. 9. Analisa Penampang Section A BAB VIII ANALISA GELAGAR Gambar 9. Data penampang pylon Section A (PCA- COL) 8.1 Umum Untuk dimensi yang digunakan sebagai rangka utama jembatan ini digunakan ukuran, yaitu box 1000 x 1500 x 40 x 40 dengan 14 rib untuk batang tepi atas dan tepi bawah, dan box 700 x 700 x 40 x 40 dengan untuk batang diagonal dan batang vertikal. Di dalam bab ini akan dibahas tentang kekuatan rangka utama dalam

15 Tabel 9.3 Analisa tulangan longitudinal penampang pylon Section A (PCA-COL) 9.4 Analisa Penampang Section C Gambar 9.6 Data penampang pylon Section C (PCA- COL) Tabel 9.9 Analisa tulangan longitudinal penampang pylon Section C (PCA-COL) 9.3 Analisa Penampang Section B Gambar 9.4 Data penampang pylon Section B (PCA- COL) Tabel 9.6 Analisa tulangan longitudinal penampang pylon Section B (PCA-COL) BAB X PERILAKU DINAMIK 10.1 Umum Pada jembatan bentang panjang, beban yang mempengaruhi kegagalan struktur adalah efek angin. Untuk analisa efek angin yang bekerja pada jembatan bentang panjang dibutuhkan wind tunnel test. Dari wind tunnel test ini akan menunjukkan perilaku aerodynamic dan stabilitas struktur. Ada jenis dari wind tunnel test, yaitu full model test dan section model test. (Podolny dan Scalzi 1976). Tetapi di dalam tugas akhir ini tidak melakukan wind tunnel test dan hanya menggunakan perhitungan dari teori yang ada. 10. Frekuensi Alami Frekuensi alami yang dihitung adalah frekuensi lentur (f B ) dan frekuensi torsi (f T ). Dari analisa struktur dengan program bantu MIDAS didapatkan defleksi maksimum sebesar 0,974 m. Maka : 1,1 9,81 f B 0, 569 Hz 0,974 f T 0,569 1, 55 Hz 4,033 1

16 Pada kecepatan angin tertentu akan terjadi turbulensi atau pusaran angin (Vortex-Shedding). Untuk mendapatkan kecepatan angin yang mengakibatkan pusaran angin dapat dihitung dari angka Strouhal dari suatu lantai kendaraan : 0,569 0,3 9,5 V 8, 108 m 0, s 8,108 7 R e 1, ,15 10 (nilai bilangan Reynold 10 5 Re < 10 7 ), maka, nilai angka Reynold pada jembatan ini sedikit melebihi persyaratan akibat terpaan angin dan akan terjadi uplift atau gaya angkat yang besarnya : F o V C h Gambar 10. Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan amplitudo getaran Gambar 10.3 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan percepatan getaran Gambar 10.1 Koefisien C N 8,108 F o 1,3 10 0,4 13 0,3 9,5 487, N m 487,13 vˆ 0,974 0,055 m 55 mm 0, ,6558 vˆ = 4 x f x vˆ = 4π x 0,596 x 0,055 = 0,771 m/s Gambar 10.5 Kecepatan kritis teoritis untuk flutter , ,974

17 ft 1,55,77 f B 0,569 r 4,014 0,365 b 11 0,05 Vcrit. theoritical 10 f b B Sehingga: V crit theoritical = 10 ( x π x f B x b) = 10 ( x π x 0,569 x 11) = 393,64 m/s Gambar 10.6 Grafik Koefisien Koreksi Pada kenyataannya, angin tidak selalu menabrak jembatan dalam arah horisontal sempurna. Terkadang terdapat sudut α yang berkisar antara 3 sampai 9 (ratarata 6 ). Maka dari itu, diperlukan lagi koreksi. Untuk lantai kendaraan dengan penampang aerodinamis, koreksi ini sebesar 0.33 untuk box section deck (Walther, 1999). η (α = ±6 ) = 0,33 x η (α = ±6 ) = 0,33 x 0,6 = 0,198 Sehingga: V crit actual α = ±6 = η (α = ±6 ) x V crit theoritical = 0,198 x 393,64 m/s = 77,866 m/s BAB XI PENUTUP 11.1 Kesimpulan Dari berbagai macam analisa dan kontrol yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil dari perencanaan struktur jembatan cable-stayed ini antara lain: 1) Bentuk lantai kendaraan bertingkat dengan gelagar melintang atas berupa rangka batang dan gelagar melintang bawah berupa profil WF. Pelat kendaraan atas berupa pelat beton dengan tebal 5 cm yang pelaksanaannya menggunakan pelat precast setebal 10 cm. ) Didalam perencanaan ini menggunakan 7 kombinasi beban hidup yang dikombinasikan tanpa dan dengan 3 kombinasi beban kereta api, kombinasi beban angin, dan kombinasi beban gempa. Dengan total kombinasi sebanyak 33 kombinasi. 3) Permodelan struktur dalam MIDAS CIVIL dimodelkan secara 3 dimensi meliputi gelagar memanjang, gelagar melintang, gelagar utama (rangka), kabel, pylon. Permodelan disertai pembebanan yang telah disebutkan pada butir sebelumnya. 4) Gaya kabel saat pelaksanaan lebih besar dari pada gaya kabel yang dibutuhkan untuk beban mati saja, tetapi jumlah kabel karena beban hidup telah mencukupi untuk memikul beban pelaksanaan. 5) Untuk dimensi yang digunakan sebagai rangka utama jembatan ini digunakan ukuran, yaitu box 1000 x 1500 x 40 x 40 dengan 14 rib untuk batang tepi atas dan tepi bawah, dan box 700 x 700 x 50 x 50 dengan untuk batang diagonal dan batang vertikal. 6) Untuk struktur Pylon digunakan beton bertulang berongga dengan mutu f c 50 MPa. Dimensi pylon section A (atas) berukuran 4500 x 6500 mm denga tebal 1000 mm, section B (tengah) dan section C (bawah) digunakan kolom berukuran 5500 x 6500 mm dengan tebal 100 mm. Sedangkan untuk balok pengaku atas dan tengah digunakan ukuran 6500 x 4000 dengan tebal 800 mm. Khusus untuk balok pengaku bawah digunakan ukuran 6500 x 6000 dengan tebal 100 mm dengan 8 tendon pratekan karena merupakan balok tarik. 7) Menurut perhitungan perilaku dinamik struktur menggunakan perumusan empiris yang ada, efek angin akan masuk di dalam zona yang dapat diterima berdasarkan psikologis manusia. Tetapi di dalam perumusan reynold, akan terjadi turbulensi dikarenakan penampang yang digunakan dalam perumusan reynold bukanlah rangka batang melainkan gelagar deck. Untuk perhitungan turbulensi sebenarnya, harus dibuktikan dengan wind tunnel test. 8) Metode pelaksanaan konstruksi jembatan cable stayed ini menggunakan metode balance cantilever dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Metode pelaksanaan akan mempengaruhi analisa kabel. 11. Saran Di dalam laporan Tugas Akhir ini masih tentunya masih terdapat kesalahan-kesalahan. Di bawah ini adalah beberapa saran untuk memperbaiki perencanaan cable stayed double deck sehingga dapat didapatkan hasil yang lebih baik. 1) Dalam laporan Tugas Akhir ini dipergunakan beban UDL dan KEL pada lajur sepeda motor, tetapi pada kenyataannya beban sepeda motor tidak sebesar beban lalu lintas sehingga perlu ditinjau kembali beban yang terjadi akibat lalu lintas sepeda motor saja. ) Dalam laporan Tugas Akhir ini digunakan 3 kombinasi pembebanan Kereta Api, tetapi untuk perencanaan jembatan kereta api seharusnya dimodelkan dengan beban berjalan (moving load). Kesulitan yang dihadapi penulis adalah beban kereta api berjalan tidak dapat langsung diketahui gaya kabel yang terjadi pada fitur unknown load factor, karena fitur tersebut hanya dapat dipergunakan untuk beban statik saja. Beban berjalan harus dikonversikan menjadi beban statik dan haruslah beban yang memberikan gaya terbesar pada masing-masing kabel. Beban berjalan dapat dikonversikan menjadi beban statik dengan fitur MLV Tracer, lalu diterapkan dengan fitur MCT Command Shell. Sehingga kombinasi pembebanan yang ada harus dikombinasikan dengan beban saat kereta api menghasilkan gaya kabel maksimum.

18 3) Dalam perencanaan jembatan bentang panjang, analisa dinamis sebaiknya tidak hanya sebatas dari perhitungan teori dan harus dilakukan wind tunnel test. Dari wind tunnel test ini akan menunjukkan perilaku aerodynamic dan stabilitas struktur. Ada jenis dari wind tunnel test, yaitu full model test dan section model test. Untuk full model test dapat dilakukan dengan membuat model keseluruhan dari jembatan dengan ukuran dan kekakuan berskala tertentu. Di dalam full model test perlu ditinjau perilaku struktur setelah semua segmen terpasang serta pada saat pelaksanaan sebelum midspan closure dipasang.

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : ANDREANUS DEVA C.B 3110 105 030 DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL LINTAS JALUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI BEBAN JEMBATAN AKSI TETAP AKSI LALU LINTAS AKSI LINGKUNGAN AKSI LAINNYA AKSI KOMBINASI FAKTOR BEBAN SEMUA BEBAN HARUS DIKALIKAN DENGAN FAKTOR BEBAN YANG TERDIRI DARI : -FAKTOR BEBAN KERJA -FAKTOR BEBAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA Mahasiswa: Farid Rozaq Laksono - 3115105056 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Irawan, Ms J U R U S A

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Rencana awal dalam perancangan jembatan beton yang melintasi jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 meter. Fokus pada perancangan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

PERENCANAAN MODIFIKASI JEMBATAN KALIMUJUR LUMAJANG MENGGUNAKAN SISTEM CABLE-STAYED SINGLE PLANE CARAKA S. P

PERENCANAAN MODIFIKASI JEMBATAN KALIMUJUR LUMAJANG MENGGUNAKAN SISTEM CABLE-STAYED SINGLE PLANE CARAKA S. P PERENCANAAN MODIFIKASI JEMBATAN KALIMUJUR LUMAJANG MENGGUNAKAN SISTEM CABLE-STAYED SINGLE PLANE CARAKA S. P. 3106 100 063 Latarbelakang Perencanaan jembatan bentang panjang dengan memanfaatkan struktur

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK OLEH : FIRENDRA HARI WIARTA 3111 040 507 DOSEN PEMBIMBING : Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO, MS JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm B. Perhitungan Sifat Penampang Balok T Interior Menentukan lebar efektif balok T B ef = ¼. bentang balok = ¼ x 19,81 = 4,95 m B ef = 1.tebal pelat + b w = 1 x 200 + 400 = 00 mm =, m B ef = bentang bersih

Lebih terperinci

BAB IV ANALYSIS DAN DESAIN PERANCANGAN

BAB IV ANALYSIS DAN DESAIN PERANCANGAN BAB IV ANALYSIS DAN DESAIN PERANCANGAN Pada analisis perancangan jembatan meliputi preliminary desain, perancangan dan perhitungan. Yang dimaksud dengan perancangan adalah berupa desain dan analisa elemen-elemen

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA SEMINAR TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA OLEH : AHMAD FARUQ FEBRIYANSYAH 3107100523 DOSEN PEMBIMBING : Ir.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT A. DATA BOX CULVERT h1 ta c ts d H h2 h3 L DIMENSI BOX CULVERT 1. Lebar Box L = 5,00 M 2. Tinggi Box H = 3,00 M 3. Tebal Plat Lantai h1 = 0,40 M 4. Tebal Plat Dinding h2 = 0,35 M 5. Tebal Plat Pondasi

Lebih terperinci

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK) OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK) Christhy Amalia Sapulete Servie O. Dapas, Oscar H. Kaseke Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur A ANAAN TR Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur lengkung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pada bentang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN

4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN 4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN 4.1.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu bangunan yang menghubungkan ruas jalan karena melintasi ngarai, bukit, sungai dan saluran air,atau

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA Masrilayanti 1, Navisko Yosen 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Masrilayanti@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang YUNO YULIANTONO, ASWANDY

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN JURUSAN DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL FTSP ITS SURABAYA MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO Oleh : M. ZAINUDDIN 3111 040 511 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tinjauan Umum Perencanaan fly over ini direncanakan dengan bentang 450 meter yang dibagi jaraknya dengan 6 buah pier sejauh kurang lebih 50 meter. Perencanaan fly over ini mengaanalisa

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 1 DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 2 PERINCIAN PERHITUNGAN PEMBEBANAN PADA JEMBATAN 4.2 Menghitung Pembebanan pada Balok Prategang 4.2.1 Penentuan Lebar Efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan air / lalu lintas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) OLEH : ABDUL AZIZ SYAIFUDDIN 3107 100 525 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I GUSTI

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM CABLE STAYED

PERANCANGAN ULANG JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM CABLE STAYED 1 PERANCANGAN ULANG JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM CABLE STAYED Damar Yanda Pawitan Budi Suswanto Hidayat Soegihardjo M. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

MODIFIKASI JEMBATAN PALU IV DENGAN KONSTRUKSI CABLE STAYED SINGLE PLANE WITH BOX GIRDER. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo M, MS

MODIFIKASI JEMBATAN PALU IV DENGAN KONSTRUKSI CABLE STAYED SINGLE PLANE WITH BOX GIRDER. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo M, MS MODIFIKASI JEMBATAN PALU IV DENGAN KONSTRUKSI CABLE STAYED SINGLE PLANE WITH BOX GIRDER Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo M, MS Oleh : Angry Raymond Adam 3105.100.009 BAB 1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Data-data yang diasumsikan dalam penelitian ini adalah geometri struktur, jenis material, dan properti penampang I girder dan T girder. Berikut

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Tingkat Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH: NAMA

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Geometrik Lalu Lintas Perencanan geometrik lalu lintas merupakan salah satu hal penting dalam perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan geometrik

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR DISUSUN OLEH : HILMY GUGO SEPTIAWAN 3110.106.020 DOSEN KONSULTASI: DJOKO IRAWAN, Ir. MS. PROGRAM STUDI S-1 LINTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DESAIN

BAB III METODOLOGI DESAIN BAB III METODOLOGI DESAIN Metodologi suatu perencanaan adalah tata cara atau urutan kerja suatu perhitungan perencanaan untuk mendapatkan hasil perencanaan ulang bangunan atas jembatan. Adapun uraian dan

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumpuan Menurut Timoshenko ( 1986 ) ada 5 jenis batang yang dapat digunakan pada jenis tumpuan yaitu : 1. Batang kantilever Merupakan batang yang ditumpu secara kaku pada salah

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1 Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka (Truss Bridge) adalah jembatan yang terbentuk dari rangkarangka batang yang membentuk unit segitiga dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Bayzoni 1) Eddy Purwanto 1) Yumna Cici Olyvia 2)

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Bayzoni 1) Eddy Purwanto 1) Yumna Cici Olyvia 2) Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch Bayzoni 1) Eddy Purwanto 1) Yumna Cici Olyvia 2) Abstract Indonesia is an archipelago and has an important role connecting bridges

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RC

TUGAS AKHIR RC TUGAS AKHIR RC 090412 PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SUMBER SARI, KUTAI BARAT, KALIMANTAN TIMUR DENGAN SISTEM BUSUR BAJA OLEH : YANISFA SEPTIARSILIA ( 3112040612 ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. M. Sigit Darmawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

ANALISIS BEBAN JEMBATAN DATA JEMBATAN ANALISIS BEBAN JEMBATAN JEMBATAN SARJITO II YOGYAKARTA A. SISTEM STRUKTUR PARAMETER KETERANGAN Klasifikasi Jembatan Klas I Bina Marga Tipe Jembatan Rangka beton portal lengkung Jumlah bentang

Lebih terperinci

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan JEMBATAN KOMPOSIT JEMBATAN KOMPOSIT JEMBATAN KOMPOSIT adalah jembatan yang mengkombinasikan dua material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN PERLETAKAN ( ELASTOMER )

BAB VII PERENCANAAN PERLETAKAN ( ELASTOMER ) BAB VII PERENCANAAN PERLETAKAN ( ELASTOMER ) Perencanaan Perletakan ( bearings ) jembatan akhir - akhir ini sering memakai elastomer ( elastomeric ), yaitu bahan yang terbuat dari kombinasi antara karet

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh: ULIL RAKHMAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

Analisa penampang komposit terhadap geser. φvn = 602,6 kn 302,98 kn (ok) Interaksi geser dan lentur

Analisa penampang komposit terhadap geser. φvn = 602,6 kn 302,98 kn (ok) Interaksi geser dan lentur Jenis Beban Berat LF Total Beban mati (DL) Beban sendiri 0,8745 kn/m 1,1 0,962 kn/m Beban pelat beton 8,4 kn/m 1, 10,92 kn/m Beban pelat compodeck 1,6x10-4 kn/m 1,1 1,76x10-4 kn/m Beban superimpose (SDL)

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR Oleh : Faizal Oky Setyawan 3105100135 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI HASIL PERENCANAAN Latar Belakang Dalam rangka pemenuhan dan penunjang kebutuhan transportasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM

DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM Nama Mahasiswa : Hendri NRP 3107 100 518 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo,

Lebih terperinci

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University Pendahuluan JEMBATAN GELAGAR BAJA BIASA Untuk bentang sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Lalu lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefenisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama,

Lebih terperinci

disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN ( ) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT

disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN ( ) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN (3111040607) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT DIPLOMA 4 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jembatan kabel (cable stayed bridge) merupakan salah satu jenis jembatan dimana struktur utama berupa gelagar yang ditahan oleh satu atau lebih kabel yang dipasang miring

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT Aulia Azra, Faisal Rizal2, Syukri3 ) Mahasiswa, Diploma 4 Perancangan Jalan dan Jembatan,

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 1. DIPILIH LINTASAN YANG SEMPIT DAN STABIL. ALIRAN AIR YANG LURUS 3. TEBING TEPIAN YANG CUKUP TINGGI DAN STABIL 4. KONDISI TANAH DASAR YANG BAIK 5. SUMBU SUNGAI DAN SUMBU JEMBATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

TUBAGUS KAMALUDIN DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tavio, ST., MT., Ph.D. Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, M.S.

TUBAGUS KAMALUDIN DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tavio, ST., MT., Ph.D. Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, M.S. MODIFIKASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN CISUDAJAYA KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT DENGAN SISTEM RANGKA BATANG MENGGUNAKAN MATERIAL FIBER REINFORCED POLYMER (FRP) TUBAGUS KAMALUDIN 3110100076 DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM :

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM : PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM : 07 02 12789 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Yumna Cici Olyvia 1) Bayzoni 2) Eddy Purwanto 3)

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Yumna Cici Olyvia 1) Bayzoni 2) Eddy Purwanto 3) JRSDD, Edisi Maret 2015, Vol. 3, No. 1, Hal:81 90 (ISSN:2303-0011) Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch Yumna Cici Olyvia 1) Bayzoni 2) Eddy Purwanto 3) Abstract Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN A. Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui rintangan yang permukaannya lebih rendah. Rintangan ini biasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah konstruksi. Segala sesuatunya harus dipertimbangkan dari segi ekonomis, efisien, dan daya tahan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jembatan Menurut Struyck dan Van Der Veen (1984) dalam Perencanaan jembatan Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI...xvi ABSTRACT...

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR

DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR Rima Nurcahyanti NRP : 0421029 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Cindrawaty Lesmana, ST., M.Sc.(Eng) FAKULTAS

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS Panjang bentang jembatan L = 15.00 m Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B1 = 7.00 m Lebar trotoar B2 = 1.00 m Lebar total jembatan B1 + 2 * B2 =

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA STRUKTUR ATAS URAIAN DIMENSI NOTASI DIMENSI SATUAN Lebar jembatan b 10.50 m Lebar jalan (jalur lalu-lintas) b 1 7.00 m Lebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA Helmi Kusuma NRP : 0321021 Pembimbing : Daud Rachmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

CONTOH CARA PERHITUNGAN JEMBATAN RANGKA BATANG

CONTOH CARA PERHITUNGAN JEMBATAN RANGKA BATANG CONTOH CARA PERHITUNGAN JEMBATAN RANGKA BATANG PERHITUNGAN PELAT LANTAI MODEL GAMBAR PERHITUNGAN d 4 (Aspal) d 3 (Beton) S = b 1 -b f b 1 Pelat Beton dihitung per meter pajang 1 m PERHITUNGAN PELAT LANTAI

Lebih terperinci

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS TUGAS AKHIR PS-180 MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME SYSTEM) EKO PRASETYO DARIYO NRP

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Jembatan kereta api merupakan sebuah sarana transportasi bebas hambatan, secara historis terdapat cukup banyak jembatan kereta api yang telah dibangun, namun perancangan jembatan

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS Ramot David Siallagan 1 dan Johannes Tarigan 2 DepartemenTeknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,Jl. Perpustakaan No.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB

STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB Oleh : Ferindra Irawan 3105 100 041 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, MS LATAR BELAKANG Banyak

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA. Laporan Tugas Akhir. Atma Jaya Yogyakarta. Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM :

PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA. Laporan Tugas Akhir. Atma Jaya Yogyakarta. Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM : PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Konsep Pemilihan Jenis Struktur Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG OLEH : DAINTY SARASWATI 3109.106.052 DOSEN PEMBIMBING : 1. TAVIO, ST. M.

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1. Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak lantai kendaran Jembatan rangka baja dibagi menjadi Jembatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) 1-6 1 PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK Whisnu Dwi Wiranata, I Gusti Putu

Lebih terperinci