BAB I PENDAHULUAN. tradisi hukum yang sangat besar, yaitu tradisi hukum eropa-kontinental (civil law)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. tradisi hukum yang sangat besar, yaitu tradisi hukum eropa-kontinental (civil law)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam perkembangan kegiatan international, interaksi-interaksi lintas batas negara yang berbeda kewarganegaraan semakin kerap terjadi. Setiap negaranegara memiliki sistem hukum yang berbeda-beda, perbedaan sistem hukum ini dipengaruhi oleh tradisi hukum yang dimiliki. Di dunia paling tidak ada 2 (dua) tradisi hukum yang sangat besar, yaitu tradisi hukum eropa-kontinental (civil law) dan tradisi hukum anglo saxon ( common law). Dalam hubungan antara negaranegara yang berbeda sistem hukum ini dampak yang perlu dilihat adalah dibutuhkannya salah satu alternatif penyelesaian jika terjadi sengketa antara para pihak tersebut, Karena sengketa antar negara setiap saat terjadi. 1 Perlu diperhatikan gerak dinamis perkembangan dunia bisnis antar negara baik itu negara maju dan juga negara berkembang, terutama yang menyangkut dalam bidang joint venture dan dagang, oleh sebab itu sudah saatnya negaranegara terlebih negara Indonesia untuk mempersiapkan diri. Untuk mengantisipasi hal demikian dibutuhkan forum untuk penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa, Salah satu forum penyelesaian sengketa international yang marak digunakan adalah Arbitrase, karena arbitrase memiliki sifat yang fleksibel. Disebut fleksibel karena ada kebebasan para pihak untuk memilih hukum mana yang berlaku, siapa yang akan menyelesaiakan sengketa mereka, para pihak bebas menentukan bahasa pada saat sidang berlangsung, serta bagaimana hukum acara 1 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa International,Sinar Grafika,Jkarata, Hal. 1. 1

2 dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, dan hal ini merupakan salah satu jalan tengah yang menjadi pilihan para pihak yang bersengketa. Menjadi permasalahan adalah ketika suatu pengakuan dan pelaksanaan suatu putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu negara, dan jika timbul hal yang demikian maka bagaimana dengan aturan yang telah ditetapkan dalam suatu negara tentang pengakuan dan pelaksanaan suatu putusan arbitrase tersebut. Indonesia misalnya juga merupakan salah satu negara yang disebut sebagai an Arbitration Unfriendly Country. Suatu putusan arbitrase intenational yang dijatuhkan seharusnya akan dilaksanakan di Indonesia tetapi ada yang tidak dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan wakil dari BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Bahwa Indonesia adalah Negara yang dapat dilihat bahwa Kesan umum di dunia Internasional masih merupakan an Arbitration Unfriendly Country, dimana sulit untuk dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional. 2 Pengertian arbitrase itu sendiri tertuang dalam UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. 3 2 Wakil Ketua BANI Arbitration Center dan Partner Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR), Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia, Berita Hukum Online,8 april 2010,diakses melalui : baca/ lt4bbd785494fc7/pokokpokok-masalah-pelaksanaan-putusan-arbitrase -internasional-di-indonesiabr-oleh-m-husseyn-umar-, diunduh 1 Februari Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2

3 Dalam skripsi ini Penulis spesifik menekankan pengkajian tentang Pelaksanaan dan pengakuan putusan arbitrase asing, seperti yang telah diberitahu oleh Penulis di dalam judul skripsi. Pengertian arbitrase asing atau arbitrase international terdapat di dalam Konvensi New York 1958, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 (yang dalam penulisan berikutnya disingkat dengan Perma No.1 Tahun 1990) memberikan pengertian sejalan dengan konvensi New York Di dalam Perma (Pasal 2 Ayat (2) Perma No. 1 Tahun 1990) dinyatakan putusan arbitrase asing adalah putusan arbitrase ataupun arbiter perorangan yang menurut ketentuan Republik Indonesia dianggap sebagai putusan arbitrase asing. 4 Perrnyataan Perma tersebut sejalan dengan Pasal 1 Ayat (1) Konvensi New York 1958, dalam pasal ini menyatakan made in the territory of a states other than the states where the recognition and enforcement of such awards are sought. 5 Pasal tersebut diartikan oleh Yahya Harapap yaitu yang dimaksud dengan putusan arbitrase asing adalah : Putusan-putusan arbitrase yang dibuat di wilayah Negara lain dari Negara tempat dimana diminta pengakuan dan pelaksanaan eksekusi atas putusan arbitrease yang bersangkutan. 6 Berdasarkan paparan tersebut dapat Penulis simpulkan, bahwa putusan arbitrase asing adalah merupakan suatu putusan yang dijatuhkan oleh lembaga arbitrase (institusional arbitrase) atau arbitrase perorangan (arbitrase ad-hoc) yang dimana 4 Pasal 2 Ayat (2) Perma No.1 Tahun ayat (1) Konvensi New York Yahya Harahap, Arbitrase,edisi Ke-2,Sinar Grafika,Jakarta,2001,hal.18 3

4 putusan tersebut diputuskan di luar dari wilayah Negara masing-masing pihak atau berada di luar personalitas dari suatu Negara. Satu materi yang sangat penting dikaji oleh Penulis adalah tentang pengakuan suatu putusan arbitrase, Pengakuan putusan (recognize) adalah mempersamakan daya kekuatan mengikatnya seperti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang dijatuhkan oleh badan peradilan di Negara yang bersangkutan. 7 Pengakuan terhadap Arbitrase di Indonesia bisa dilihat pada ratifikasi Indonesia atas New York Convention melalui Keppres Nomor 34 tahun 1981,Perma No.1 Tahun 1990, dan UU No.5 Tahun Di dalam pengakuan juga terdapat pelaksanaan (enforcement), yang bertujuan untuk dilakukan suatu tindakan terhadap suatu putusan yang telah diakui. Definisi pelaksanaan juga terdapat di dalam Blak s Law dictionary. Defnisi pelaksanaan (enforcement) menurut Black s Law Dictionary ialah : a uniform law,adopted by several states, that gives the holder of a foreign judgment essentially the same rights to levy and execute on the judgment as the holder of a domestic judgment / the act defines a foreign judgment as any decree, or order (of a court in the united states or of any other court) that is entitled to full faith and credit in the state. 8 Pelaksanaan atau enforcement merupakan suatu tindakan yang harus dilaksanakan atau dilakukannya suatu proses yang sebagaimana yang telah diputuskan. Setelah adanya pengakuan dan pelaksanaan maka putusan tersebut dapat dilaksanakan. Putusan merupakan suatu hasil dari pemeriksaan perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 9 7 Ibid. 8 Black s Law Dictionary,Seventh Edition,hal Sudarsono,Kamus Hukum,Edisi Baru,Rineka Cipta,Jakarta,2000, hal.36. 4

5 Mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dapat dilihat dalam pasal 66 huruf a UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Yang dikatakan bahwa : Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. 10 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan Indonesia mengakui (recognition) dan melaksanakan (enforcement) putusan arbitrase asing. Pemerintah Indonesia ikut serta dalam ikatan Konvensi International di bidang arbitrase ialah berdasarkan UU No.5 Tahun 1968 Tentang Convention on the Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of Other States. Begitu juga melalui Keppres No.34 Tahun 1981, Indonesia secara multilateral telah terikat terhadap Konvensi New York 1958 tentang Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards. Demikian pula dengan UNCITRAL Arbitration Rules, Indonesia termasuk salah satu peserta yang ikut menandatangani resolusi kelahirannya (Resolusi Sidang Majelis Umum PBB 31/98 tanggal 15 Desember 1976). Guna menandakan suatu komitmen Pemerintah Indonesia terhadap mengakui (Recognition) dan melaksanakan (Enforcement) putusan arbitrase Internasional, maka seharusnya putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia. Jika berbicara mengenai Putusan arbitrase maka tidak akan penah lepas dari dalam bidang Perdagangan International atau transaksi Bisnis International merupakan suatu kegiatan Komersial (Comersial Activity) lintas batas negara 10 Ibid., Pasal 66 huruf a 5

6 yang diwakili oleh individu atau perusahaan yang berkewarganegaraan yang berbeda, berdasarkan prediksi-prediksi tertentu (future outcome) dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu (engage infor gain). 11 Dalam kerjasama tersebut tentu akan menghasilkan yang namanya perjanjian, dan dari perjanjian (klasul) tersebut akan mengikat para pihak yang berhubungan melalui kerjasama International. Perjanjian atau klausul arbitrase memiliki 2 (dua) macam perjanjian, yang pertama perjanjian dibuat sebelum terjadinya kerjasama atau secara pactum de compromitendo dan perjanjian dibuat sesudah terjadinya kerjasama atau secara acta van compromise. Jika kerjasama tersebut terjadi sengketa (dispute), yang dimana sengketa (dispute) merupakan pertentangan antara kedua belah pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya, selanjutnya akan diselesaikan melaui sesuai dengan yang telah diperjanjikan antara para pihak. 12 Dengan demikian suatu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang didalamnya mencantumkan klausul arbitrase, maka penyelesaian sengketa (dispute) tersebut dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase (arbitration institusional) atau arbitrase perorangan (arbitration ad-hoc) yang telah dispekati. Bahwa pencamtuman klausul arbitrase dalam perjanjian baik itu secara pactum de comprominttendo ataupun penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang dituangkan dalam acta van compromise berdasarkan pacta sunt servanda, maka klausul ataupun akta ini memiliki kekuatan hukum seperti halnya Undang-undang 11 Salam,Moch.faisal, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan International, Mandar Maju, Jakarta,2007,Hal Ali Achmad, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit PT Toko, Jakarta, 2002, hal

7 bagi kedua belah pihak. Suatu sengketa yang terdapat perjanjian arbitrase dan klausula maka penyelesaiannya akan dilakukan melalui lembaga arbitrase atau arbitrase perorangan sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Berdasarkan paparan di atas menurut Penulis pengakuan adalah merupakan suatu unsur yang mutlak yang merupakan jaminan bahwa suatu negara menerima, dan merupakan salah satu syarat yang harus ada dalam suatu negara. Pelaksanaan adalah suatu program atau suatu sistem yang telah ditetapkan oleh suatu negara atau pemerintah yang dimana harus sejalan dengan kondisi yang ada. Dan dengan adalanya hal tersebut menurut penulis putusan arbitrase asing adalah suatu putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase (arbitration Institusional) atau arbitrase perorangan (arbitrase ad-hoc) yang dijatuhkan diluar dari wilayah negara Indonesia itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan Penulis bahwa pelaksaaan dan pengakuan putusan arbitrase asing adalah merupakan unsur yang mutlak bahwa suatu negara menerima, melaksanakan, dan merupakan suatu sistem yang telah ditetapkan oleh suatu negara atau pemerintah negara yang bersangkutan, yang merupakan putusan yang dijatuhkan diluar dari wilayah suatu negara atau diluar pesonalitas suatu negara. Dalam penulisan skripsi ini Penulis mengkaji Putusan Mahkamah Agung No.01 K/Pdt.sus/2010, yang memutuskan tentang permasalahan tentang kerjasama (joint venture). Dari penulisan skripsi ini Penulis belum menemukan penulisan skripsi atau bahan-bahan skripsi tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing, yang dibutuhkan Penulis untuk membandingkan skripsi ini. Berdasarkan paparan tersebut penulis tertarik untuk mengangkat 7

8 permasalahan ini, karena permasalahan tersebut tidak sesuai dengan hukum dan Undang-undang Arbitrase yang berlaku di Indonesia. Adapaun judul skripsi ini adalah : PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA. Judul tersebut menggambarkan dan juga memaparkan tentang arbitrase di Indonesia, khususnya berkaitan dengan menerima atau mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase asing yang telah dijatuhkan, di negara Indonesia. Dimana seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan an Arbitration Unfriendly Country terhadap pelaksanaan arbitrase asing, sehingga dipandang buruk dimata dunia international. B. Latar Belakang Masalah Seperti dipaparkan penulis sebelumnya sampai dengan saat ini Indonesia sendiri sulit untuk melaksanakan putusan arbitrase asing dalam perkara-perkara arbitrase international. Pada putusan arbitrase masih sulit untuk dilaksanakan di Indonesia (complicated enforcement) ini seringkali dengan mendasarkan pada alasan bertentangan dengan ketertiban umum (public policy) Wakil Ketua BANI Arbitration Center dan Partner Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR),Op.Cit.,Berita Hukum Online, diunduh 1 Februari

9 Pengertian public policy dirumuskan sebagai ketentuan dan hal-hal pokok hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. 14 Dalam hal ini khususnya Indonesia tidak pernah menjelaskan secara mendetail bahwa apa dan bagaimana batasan ketertiban umum (public policy) tersebut, sehingga keadaan demikian dilihat oleh dunia internasional sebagai suatu ketidakpastian hukum dalam arbitrase itu sendiri. Penafsiran diberikan kepada Hakim untuk melihat ada dan tidaknya ketertiban umum yang diganggu, kondisi ini yang menimbulkan ketidak pastian hukum. Bilamana dilihat dari segi perjanjian, jika kedua pihak sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada suatu badan arbitrase, maka perjanjian (klausul) penyerahan sengketa tersebut harus dibuat untuk penyelesaiaan sengketa. 15 Pihak-pihak dalam suatu perjanjian (klausul) atau kontrak mencantumkan suatu ketentuan atau pasal yang menerapkan bahwa setiap perselisihan yang mungkin timbul dari atau berhubungan dengan perjanjian atau kontrak itu, maka akan diajukan kepada arbitrase untuk diputuskan. Ketentuan atau pasal dalam perjanjian atau kontrak seperti itu dinamakan klausula arbitrase (Arbitration Clause). 16 Perjanjian tersebut merupakan dasar hukum bagi yurisdiksi badan arbitrase guna menerima dan meyelesaikan sengketa. Dalam Studi Hukum International perjanjian tersebut tunduk pada prinsip prinsip dan 14 Ibid. 15 Huala Adolf,Op.cit., hal Subekti, aneka perjanjian, PT.Citra Aitya Bakti,Bandung,1995, hal

10 aturan aturan Hukum Perjanjian International (konvensi Wina Tahun 1969 mengenai hukum perjanjian) 17. Sehingga suatu putusan arbitrase yang telah dijatuhkan oleh para arbiter, yang sesuai dengan kesepakatan para pihak untuk penyelesaian sengketa. Putusan yang dijatuhkan lembaga arbitrase tersebut bersifat final dan binding, yang artinya bahwa putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat bagi para pihak. Dengan demikian pelaksanaan putusan arbitrase tidak dapat diganggugugat oleh pengadilan ataupun dibatalkan, kecuali permintaan pembatalan pelaksanaan putusan arbitrase dari para pihak yang menang dalam arbitrase tersebut. Permasalahan yang dibahas oleh penulis yaitu permasalahan antara para pihak Astro Nusantara International dan pihak PT.Ayunda Primamitra dkk. (Anak perusahaan Lippo Group) yang didalam permasalahan ini telah dijatuhkan putusan oleh lembaga SIAC (Singapore International Arbitration Centre). Sebelumnya lembaga arbitrase tersebut telah disepakati para pihak sebagai jalan untuk meyelesaikan sengketa (dispute) yang terjadi antara para pihak, terkait permasalahan gagalnya Usaha Kerjasama Patungan (joint venture). Bermula antara Lippo Grup dengan Astro menjalin kerja sama untuk membuat televisi berbayar di Indonesia, dengan menjalin kerjasama dua perusahaan tersebut sepakat untuk membangun PT.Direct Vision. Dalam kerja sama itu disepakati Lippo menanamkan modal sebesar 49% (empat puluh Sembilan persen) lewat PT Ayunda Prima Mitra, anak usaha PT First Media Tbk 17 Huala Adolf, Op.Cit., hal

11 yang juga anak usaha Lippo Group. Sedangkan Astro memberikan modal sebesar 51% (lima puluh satu persen) lewat Silver Concord Holding Limited. Akan tetapi kepemilikan saham 51% tersebut belum diserahkan kepada Astro, dan rencananya saham 51% yang dimiliki oleh Silver Concord Holding Limited yang akan diberikan kepada pihak Astro. Selain penggunaan merek dagang Astro Nusantara, lewat kerja sama tersebut Astro memasok materi siaran, perangkat teknologi, hingga menempatkan beberapa orangnya di posisi strategis PT.Direct Vision. Pada November 2005, pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran berlangganan. Pasal 28 PP itu menyatakan kepemilikan orang atau badan hukum asing di televisi berlangganan hanya 20%. Aturan itu menyebabkan PT.Ayunda Primamitra dan Astro All Asia Network harus merancang ulang perjanjian. Disamping itu pada saat belum ditandatanganinya perjanjian pihak astro langsung melakukan tayangan perdana pada 28 Februari Hingga pada tanggal 31 Juli 2006, tercatat Astro telah mengeluarkan dana M$ 157 juta atau setara dengan Rp 471 milyar. Dan pihak Lippo secara tidak pasti menunda finalisasi perjanjian patungan yang telah direvisi dan kesepakatan layanan komersial dengan berbagai alasan. Hal ini menurut pihak Astro, menimbulkan peningkatan pembiayaan yang dibutuhkan untuk melakukan roll out platform televisi berbayar via satelit. Persoalan ini terus berlarut hingga Astro mengklaim bahwa pihaknya telah membenamkan investasi di PT. Direct Vision sampai M$ 536 juta (setara dengan Rp 1,6 trilyun). Walaupun demikian Astro menyatakan tetap menyediakan 11

12 berbagai layanan kepada PT. Direct Vision untuk membangun jaringan televisi berbayar berbasis langganan, yang ditargetkan meraih pelanggan dalam dua tahun. Menurut Astro pihak Lippo tidak menunjukkan iktikad baik menyelesaikan kewajibannya. Negosiasi berlarut-larut yang disebabkan Lippo mematok harga tinggi untuk kepemilikan 51% saham Direct Vision, yakni mencapai US$ 250 juta. Astro keberatan terhadap harga yang dituntutkan Lippo sehingga negosiasi akhirnya tidak dapat dilanjutkan lagi antara pihak Astro dan pihak Lippo. Pada tahun 2008, akibat gagalnya kesepakatan berlangganan dan kepemilikan saham bersama (KBKS), tanggal 6 Oktober 2008, Astro pun mendaftarkan gugatan ke Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Astro menggugat tiga perusahaan di bawah perusahaan Grup Lippo, yaitu PT. First Media Tbk, PT. Ayunda Prima Mitra, dan PT. Direct Vision, dengan nilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 2,85 trilyun. Pihak Astro meminta pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi agar pihak Lippo melaksanakan keputusan SIAC. Putusan itu final mengikat dan diakui di bawah hukum Singapura. Karena itu, pihak pengadilan tinggi harus menetapkan (Lippo) melaksanakanya. Berkebalikan dengan itu pihak Lippo Group menilai putusan arbitrase Singapura itu cacat hukum. 18 Antara para pihak sebelumnya telah melakukan perjanjian, jika terjadi sengketa (dispute) di antara para pihak sepanjang permasalahan terkait dengan 18 Artikel Gatra News,Perang Gugat Mantan Sahabat,9 agustus 2012, dapat diakses melalui : 12

13 subscription and share holders agrement maka para pihak telah sepakat melarang penyelesaian secara litigasi di pengadilan. Pada saat terjadi sengketa antara para pihak maka jalan yang ditempuh adalah arbitrase, Penyelesaianan dan pemutusan permasalahan juga akan diputus oleh para arbiter yang telah disepakati. Tetapi pihak dari PT.Ayunda Primamitra tidak melakukan sesuai dengan yang telah diperjanjikan (Non Mutual Consent), saat putusan arbitrase tersebut telah dijatuhkan oleh SIAC dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah memenuhi syarat formil yang terdapat dalam pasal 67 Ayat (1) Undang-undang Arbitrase, di dalam pasal 67 Ayat (1) menyatakan permohonan pelaksanaan putusan arbitrase international dilakukan setelah putusan tersebut dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 19 Berbalikan dengan itu PT.Ayunda Primamitra melakukan pendaftaran gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT.Astro Nusantara International dkk., melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 2 september 2008 dengan nomor perkara No.1100/Pdt.G/2008/PN.JKT.SEL. Terhadap gugatan ini telah dikeluarkan putusan (interm) pada tanggal 13 Mei Faktanya adalah terdapat putusan sela perkara perdata NO.1100/pdt.g/2008/PN.JKT.SEL., yang bertentangan dengan putusan SIAC arbitration NO.062/08. Tidak hanya itu saja PT.Ayunda Primamitra juga mengajukan surat permohonan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal pada tanggal 3 Agustus 2009 dan tanggal 2 September 2009, akan tetapi surat 19 Op.Cit.,Pasal 67 Ayat (1) UU No.30 Tahun

14 permohonan penolakan pelaksaan putusan arbitrase tersebut dicabut secara bersamaan oleh pihak PT.Ayunda Primamitra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 september Akibat adanya hal-hal di atas tersebut maka permohonan Exequatur dari putusan arbitrase yang bersifat final dan binding tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melakukan pertimbangan-pertimbangan surat gugatan hukum yang dilayangkan oleh PT.Ayunda Primamitra. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan penetapan terhadap putusan arbitrase untuk melakukan NON Exequatur, dalam penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.05/PPdt.ARB.INT/2009 menyatakan Putusan Arbitrase International SIAC nomor : 062 tahun 2008 (Arb 062/08/JL) yang diputuskan tanggal 7 mei 2009 Non Exequatur (tidak dapat dilaksanakan) dengan beralaskan mengganggu ketertiban umum (public policy) dan menyatakan putusan arbitrase tidak bersifat final atau binding. Hal ini dipertimbangkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bentuk Intervensi dari proses beracara di Indonesia. Pada saat pihak PT.Astro Nusantara Internasional melakukan kasasi secara lisan untuk membela haknya di Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung dalam putusannya No.01 K/Pdt.sus/2010 juga memutuskan tidak dilaksanakannya putusan arbitrase beralaskan melanggar ketertiban umum (Public policy) dan melanggar asas souvereignty. Pokok permasalahan sebagaimana diuraikan di atas dapat divisualisasikan bagan seperti berikut. 14

15 Bagan 1.1 Kasus Posisi Astro Nusantara International. dkk. Lippo Group (PT.Ayunda Prima Mitra. Dkk) Mengajukan kasasi secara lisan kepada Mahkamah Agung (16 November 2009) - Menolak putusan Arbitrase SIAC karena Melanggar Ketertiban Umum (public Policy),melanggar asas souvereignty - Materi yang termasuk dalam putusan dalam putusan SIAC tersebut bukan termasuk hukum bidang perdagangan, melainkan termasuk hukum acara (24 Februari 2010) Melakukan perjanjian joint venture bernama subscription and share holders agreement, melarang penyelesaian secara litigasi di pengadilan (11 Maret 2005) menjalin kerjasama pendirian perusahaan penyedia saluran televise berbayar dan keduanya sepakat membangun PT.Direct Vision. Terjadi sengketa karena gagalnya usaha kerja sama patungan (joint venture) Astro mendaftarkan gugatan di SIAC (6 Oktober 2008) Mendaftarkan gugatan melawan hukum (2 September 2008) PN Jakarta Selatan Mengeluarkan putusan Sela(Interm) No.1100/Pdt.G/2008 /PN.JKT (13 Mei 2009) Sengketa Arbitrase SIAC dimenangkan oleh Astro Nusantara dan putusan bersifat final dan binding No. 062of 2008 (7 Mei 2009) Mengeluarkan akta pendaftaran putusan SIAC (1 September 2009) Dimasukkan ke PN Jakarta Pusat untuk pendaftaran putusan arbitrase (1 September 2009) PN Jakarta Pusat Atas dasar pertimbangan putusan sela Jakarta Selatan (13 mei 2009) dan surat permohonan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase (3 Agustus 2009 dan 2 september 2009) yang telah dicabut pada tanggal 30 september (3 Agustus 2009) PT.Ayunda Primamitra Mengajukan permohonan penolakan atas pelaksanaan putusan arbitrase ke bagian umum PN Jakarta Pusat No.177/PDT.P/2009/PN.JKT.P ST. - (2 sept 2009) kembali Mengajukan permohonan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase No.178/PDT.P/2009/PN.JKT.P ST Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mengeluarkan Penetapan No.05/PPdt.ARB.INT/2009 Menyatakan permohonan pelaksanaan putusan arbitrase tidak dikabulkan dan tidak dapat dilaksanakan (non exequatur) (2 Oktober 2009) Permohonan tersebut dicabut oleh PT.Ayunda Prima Mitra dan PT.Direct Vision (30 September 2009) 15

16 Jika dicermati Sebagaimana yang telah diutarakan putusan SIAC arbitration NO.062/08 tidak dapat dilaksanakan oleh karena pertimbanganpertimbangan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak melaksanakan putusan arbitrase dengan mengeluarkan Penetapan terhadap putusan arbitrase tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melakukan pertimbangan-pertimbangan surat permohonan PT.Ayunda Primamitra tentang penolakan pelaksanaan putusan arbitrase yang telah dicabut sebelumnya dan pertimbangan surat gugatan melawan hukum yang dilayangkan oleh PT.Ayunda Primamitra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sehingga putusan SIAC yang bersifat final dan binding menjadi putusan yang tidak mempunyai kekuatan eksekusi. Melihat persoalan di atas, maka muncul pertanyaan bagaimana dengan Indonesia yang telah dikatakan mengakui dan juga melaksanakan putusan arbitrase di Indonesia, apakah setiap putusan arbitrase yang bersifat final atau binding tidak mempunyai kekuatan eksekusi sesuai dengan putusan arbitrase. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958 dengan Keppres No.34 Tahun 1968 dan di dalamnya terdapat salah satu prinsip yaitu self execution dalam putusan arbitrase. Bagaimana dengan UNCITRAL dimana resolusi tersebut berisi anjuran kepada dunia arbitrase agar melaksanakan kegiatan arbitrase digunakan dan diterapkan UNCITRAL. Indonesia telah masuk sebagai salah satu peserta dalam perjanjian yang disusun oleh PBB tersebut, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia terikat secara Resiprositas di arbitrase. Terlebih diadakannya PERMA No.1 Tahun 1990 yang menjamin akan 16

17 pelaksanaan arbitrase di Indonesia, maka seharusnya pelaksanaan dan pengakuan terhadap putusan arbitrase dijalankan di Indonesia. Dalam putusan SIAC terlihat bahwa putusan arbitrase SIAC dikatakan menganggu ketertiban umum (public policy). Dari putusan pengadilan tidak dapat diketahui alasan hal-hal yang menyebabkan terganggunya ketertiban umum. Menurut Yahya Harahap mengatakan bahwa makna yuridis ketertiban umum adalah tak terbatas atau unlimited 20. Putusan tersebut sekalipun dikatakan melanggar ketertiban umum maka hal tersebut sangat sulit untuk dilihat dan dicermati, karena ketertiban umum di dalam Negara Indonesia itu sendiri tidak dibatasi dalam permasalahan arbitrase, dan arah atau pun yang hal yang dikatakan mengganggu tersebut tidak dapat diperinci. Perlu diperhatikan, bahwa Ketua Pengadilan Negeri pada waktu akan memberikan perintah pelaksanaan kepada suatu putusan arbitrase itu, sekali-kali tidak dibolehkan menilai isi maupun pertimbangan putusan arbitrase. 21 Berdasarkan paparan diatas, menurut penulis suatu putusan arbitrase seharusnya tidak perlu diputuskan oleh Pengadilan Negeri, karena bukan bagian atau wewenang dari Pengadilan Negeri untuk memeriksa alasan atau pertimbangan suatu putusan arbitrase. Di dalam pasal 3 Undang Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili 20 Yahya Harahap, Arbitrase, Sinar Grafika, Jakarta,2001, hal Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan Arbitrase Dan Peradilan, Penerbit Alumni, Bandung, 1980, hal

18 sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrse. 22 Dalam undangundang arbitrase juga telah tegas memberitahukan, bahwa sengketa (dispute) yang terjadi dalam permasalahan arbitrase tidak dapat diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, karena memang bukan dari kewenangan Pengadilan Negeri tersebut untuk mengadili sebuah perkara tersebut. Dari permasalahan di atas Penulis ingin menghubungkan permasalahan tentang Pengakuan dan pelaksanaan arbitrase asing, juga kewenangan dan Pelaksanaan arbitrase itu sendiri dari sudut pandang hukum. Seperti hal di dalam pasal 66 Undang Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif penyelesaian Sengketa mengatur hal hal sebagai berikut: Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat syarat sebagai berikut: a). Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. b). Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum perdagangan. c). Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 23 Persyaratan suatu putusan arbitrase international dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah Indonesia jika memenuhi syarat yang termuat dalam Pasal 66 UU No.30 Tahun Seharusnya putusan SIAC yang telah ditetapkan dan diputuskan oleh hakim arbiter dapat dilaksanakan, terlebih bahwa putusan Arbitrase tersebut telah 22 Pasal 3 UU No.30 Tahun Op.Cit.,Pasal 66 Huruf a,b,dan c 18

19 memenuhi syarat pasal 66 dan bersifat final dan binding. Disamping itu juga arbitrase merupakan jalan yang dipilih dan disepakati oleh para pihak arbitrase termasuk juga pencamtuman klasul arbitrase dalam pejanjian para pihak. Akan tetapi dalam pemutusan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta dan Mahkamah Agung tidak melihat secara keseluruhan dari permasalahan yang ada, sehingga terlihat tidak ada pengakuan (recognize) dan pelaksanaan (enforcement) di Negara Indonesia itu sendiri. Padahal Indonesia merupakan Negara yang mengikuti berbagai perjanjian di dunia tentang permasalahan arbitrase. Atas dasar latar belakang permasalahan sebagaimana digambarkan di atas, maka Penulis kemudian merumuskan masalah penelitian berikut ini. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada alasan pemilihan judul dan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu: Bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan terhadap putusan arbitrase Arbitrase asing di Indonesia? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan atau memaparkan pengakuan terhadap putusan arbitrase di Indonesia. 19

20 2. Menggambarkan pelaksanaan putusan arbitrase asing dalam kasus antara Astro dan Lippo Group. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian hukum (legal research) dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (konseptual approach), dan pendekatan kasus (cases study). Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi untuk menjawab isu hukum atau permasalahan penelitian. 24 Pendekatan konseptual mengkaji konsep-konsep dan teori-teori yang berkembang di bidang hokum arbitrase dan hukum perdata yang relevan dengan permasalahan penelitian. 2. Sumber Hukum Sumber-sumber hukum penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer, yaitu Perundang-Undangan yang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. 25 Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan bahan hukum primer: UU No.39 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaiana sengketa, 24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal Ibrahim, Johny, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, Hal

21 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1999, Keppres No. 34 Tahun 1981 Tentang Pengesahan Convention on the recognition and enforcement of Foreign Abital Award (konvensi New York 1958), UU No.5 Tahun 1968 Tentang Pengesahan convention on the settlement of investment disputes between states and national of other states (Wangshington convention/world bank convention). b. Bahan Hukum Sekunder yang terutama adalah buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang memiliki kualifikasi tinggi. 26 c. Bahan Hukum Tersier, adalah adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus-kamus, ensiklopedia dan lainlainnya. 3. Unit Amatan dan Unit Analisa Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ialah Putusan Mahkamah Agung No.01 K/Pdt.Sus/2010, Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Alternatif, Perma No.1 Tahun 1999, Konvensi New York 1958, dan UU No.5 Tahun 1968 pengesahan tentang convention on the settlement of investment disputes between states and national of other states. Sedangkan yang menjadi Unit Analisa Penulis ialah bagaimana pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase dalam sengketa (dispute) international dilakukan di Indonesia. 26 Ibid. 21

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja SENGKETA KOMPETENSI ANTARA SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN LIPPO

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai BAB IV PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan analisis mengenai bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di indonesia, maka dalam bab IV yang merupakan bab penutup ini, Penulis

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Ketentuan ketentuan tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara Putra Nyoman A Martana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ASING DI INDONESIA DIKAJI DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 K/Pdt.Sus/2010) Oleh : Ni Putu Rossica Sari Dewa Nyoman Rai Asmara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Indonesia akan menghadapi ASEAN Free Trade Area atau (AFTA) yang akan aktif pada tahun 2015 1. Masyarakat dikawasan ASEAN khususnya di Indonesia mau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Perang Gugat Mantan Sahabat

Perang Gugat Mantan Sahabat Perang Gugat Mantan Sahabat http://www.gatra.com/hukum/31-hukum/16001-perang-gugat-mantan-sahabat- Thursday, 09 August 2012 00:00 Sengketa James Riady dengan Ananda T. Krishnan memasuki babak baru. Krishnan

Lebih terperinci

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional Untuk dapat mengetahui kekuatan hukum putusan arbitrase

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL Oleh : I Nyoman Sudiawan I Gusti Ayu Agung Ariani Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum dan Peradilan Niaga SHPDT1210 2 VI Marnia Rani Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Mata kuliah Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hukum bisnis internasional dan penanaman modal asing suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hukum bisnis internasional dan penanaman modal asing suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari oleh negara manapun di dunia baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI Awal permasalahan ini muncul ketika pembayaran dana senilai US$ 16.185.264 kepada Tergugat IX (Adi Karya Visi),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam free market dan free competition. Menyadari bahwa hubungan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam free market dan free competition. Menyadari bahwa hubungan bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang sering disebut dengan globalisasi, kini telah membawa dampak yang luar biasa dalam segala bidang kehidupan. Salah satunya adalah kemajuan di

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 (Farrah Ratna Listya, 07 140 189, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 77 Halaman)

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL Safrina No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 135-151. PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL ROLE OF COURTS IN THE IMPLEMENTATION OF THE DECISIONS OF INTERNATIONAL ARBITRATION

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak komprehensifnya ketentuan-ketentuan pengakuan

Lebih terperinci

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Oleh: Hengki M. Sibuea, S.H., C.L.A. apple I. Pendahuluan Arbitrase, berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arbitrase 2.1.1. Pengertian Arbitrase Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan untuk menyelesaikan suatu masalah berdasarkan kebijaksanaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kegiatan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian saja, tetapi juga

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh. Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh. Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum KEWENANGAN ABSOLUT PERADILAN DI INDONESIA DALAM MEMERIKSA SENGKETA YANG MENGANDUNG KLAUSUL ARBITRASE ( Studi Kasus PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia dengan PT Berkah Karya Bersama ) ARTIKEL ILMIAH

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

Oleh: Hengki M. Sibuea *

Oleh: Hengki M. Sibuea * Perbandingan Efektivitas Penyelesaian Sengketa Komersial Melalui Pengadilan dan Arbitrase, Ditinjau dari Jangka Waktu, Pasca Diterbitkannya SEMA No. 2 Tahun 2014 Tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Sebagaiman telah dikemukakan di awal, bahwa lembaga arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

ARBITRASE. Diunduh dari :

ARBITRASE. Diunduh dari : ARBITRASE Diunduh dari : http://ualawyer.ru/id/media/95/ A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang

Lebih terperinci

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut: DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Perhatikan desain-desain handphone berikut: 1 1. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang SIRKUIT TERPADU (integrated

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE 20 FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE Oleh : Suphia, S.H., M.Hum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Jember Abstract Disputes or disagreements can happen anytime and anywhere without being limited space and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembahasan dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) Astri Maretta astrimaretta92@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2014 APBN. Arbitrase. Gugatan. Nusa Tenggara Partnership. PT. Newmont Nusa Tenggara. Penugasan Menteri. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN Oleh Nyoman Agus Pitmantara Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 5 TAHUN 1968 (5/1968) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGANEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 32 BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 Amandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 memberikan wewenang kekuasaan pengadilan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS. Oleh : Deasy Soeikromo 1

KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS. Oleh : Deasy Soeikromo 1 Soeikromo D.: Kontrak Standar Perjanjian.. Vol.22/No.6/Juli /2016 Jurnal Hukum Unsrat KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS Oleh : Deasy Soeikromo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

of law, choice of jurisdiction, condition des estranges dan nationalite. Ruang

of law, choice of jurisdiction, condition des estranges dan nationalite. Ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku dan apakah yang merupakan hukum, jika

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN Oleh : Ni Komang Wijiatmawati Ayu Putu Laksmi Danyathi, S.H., M.Kn Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Mediation is the one of

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Jurnal Repertorium Volume III No. 2 Juli-Desember 2016 PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Farizal Caturhutomo Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PENUGASAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, MENTERI KEUANGAN, MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, JAKSA AGUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh: Daniel Mardika I Gede Putra Ariyana Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA Oleh Komang Hendy Prabawa Marwanto Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ARBITRASE SEBAGAI MEKANISME PILIHAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS 1 Oleh: Khristofel N. Izaak 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah bentuk

Lebih terperinci

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN Jurnal Ummul Qura Vol VIII, No. 2, September 2016 1 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI`AH Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO. 69 BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.022/K/N/2001) 4.1 Posisi Kasus Untuk membantu memahami kewenangan menggugat

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE Oleh Ni Made Asri Alvionita I Nyoman Bagiastra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 20/05/2017

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 20/05/2017 PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI -Ranah Publik -Ranah Privat Lebih didahulukan upaya penyelesaian secara DAMAI Baca Charter of the United Nations,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. jangkauannya. Para pelaku bisnis tidak hanya melakukan kerja sama dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bilateral di dunia internasional memiliki andil yang cukup signifikan dalam hal pelaksanaan bisnis dunia. Sebagai salah satu contohnya, perkembangan dalam praktik

Lebih terperinci

Arbitrase. Pengertian arbitrase

Arbitrase. Pengertian arbitrase Arbitrase Miko Kamal S.H., Bung Hatta LL.M., Deakin Ph.D Macquarie ireformbumn (institut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara) Anggrek Building Lt. 2 Jl. Permindo No. 61-63 Padang 25111 Phone: 0751-24552

Lebih terperinci