PENGUJIAN ATAS ASERSI MANAJEMEN DALAM AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN ATAS ASERSI MANAJEMEN DALAM AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI"

Transkripsi

1 PENGUJIAN ATAS ASERSI MANAJEMEN DALAM AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI Abstrak Audit kepabeanan dan audit cukai sebagai salah satu jenis audit semestinya tidak terlepas dari auditing secara umum. Namun sifat audit kepabeanan dan audit cukai yang lebih merupakan audit ketaatan membuatnya tampak lebih fokus kepada pemenuhan ketentuan dibandingkan prinsip-prinsip lain yang lazim diterapkan dalam auditing. Salah satu aspek pengujian dalam auditing adalah asersi manajemen. Apakah dalam audit kepabeanan dan audit cukai juga terdapat asersi manajemen? Jika memang ada, bagaimana asersi manajemen berperan dalam audit kepabeanan dan audit cukai? Apakah pengujiannya dilakukan dalam audit kepabeanan dan audit cukai? Bagaimana cara mengujinya? Prosedur audit kepabeanan dan audit cukai tertuang dalam program-program audit yang dirancang sebelum melakukan pekerjaan lapangan. Dengan menelaah program-program audit dan membandingkannya dengan prinsip-prinsip asersi manajemen akan dapat diketahui bahwa audit kepabeanan dan audit cukai tidak terlepas dari asersi manajemen sebagaimana dalam audit keuangan. Meskipun dalam audit kepabeanan dan audit cukai tidak secara lugas dinyatakan tentang asersi manajemen, namun substansi yang hendak dicapai ternyata tetap dipengaruhi oleh hasil pengujian terhadap asersi-asersi tersebut. Kata kunci : audit kepabeanan, asersi manajemen, program audit 1

2 PENGUJIAN ATAS ASERSI MANAJEMEN DALAM AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI Oleh : Ichsan Nafarin - Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Auditing adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Dalam audit dikenal istilah asersi (assertion) yang didefinisikan sebagai pernyataan yang tersirat atau pun yang dinyatakan dengan jelas oleh manajemen mengenai jenis transaksi dan akun terkait dalam laporan keuangan. Definisi demikian lazim ditemukan dalam konteks audit keuangan yang memang tujuannya adalah memberikan opini atas laporan keuangan. Setiap informasi yang ada dalam laporan keuangan merupakan pernyataan manajemen tentang posisi kekayaan dan kegiatan usaha suatu entitas. Pernyataan inilah yang kemudian diuji oleh auditor sebagai salah satu bahan bukti audit untuk kemudian diberikan opini agar dapat digunakan secara tepat bagi pengambilan keputusan oleh para pengguna laporan keuangan. Berbicara tentang audit kepabeanan dan audit cukai akan selalu berkaitan dengan audit yang dilakukan dalam bidang akuntansi keuangan. Orang yang belum mengerti tentang audit kepabeanan dan audit cukai akan selalu membandingkannya dengan audit keuangan yang dilakukan oleh kantor-kantor akuntan publik (KAP). Bahkan ketika audit kepabeanan dan audit cukai hendak dilakukan, banyak yang mengelak dengan berkata bahwa mereka sudah diaudit oleh KAP. Hal ini adalah hal yang wajar karena memang keduanya sesungguhnya merupakan bagian dari kegiatan audit yang cakupannya meliputi segala bidang dan tidak terbatas pada akuntansi keuangan saja. Segala hal yang merupakan kegiatan menentukan dan melaporkan kesesuaian suatu informasi dengan kriteria-kriteria tertentu adalah kegiatan audit. Meski memang tidak dapat dipungkiri bahwa sebutan audit selalu diidentikkan dengan audit keuangan yang menjadi cikal bakal berkembangnya ilmu auditing. 2

3 Karena audit kepabeanan dan audit cukai memiliki latar belakang yang sama dengan audit keuangan, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam audit kepabeanan dan audit cukai seharusnya memiliki kesamaan dengan audit keuangan. Kalau dalam audit keuangan dikenal istilah asersi manajemen maka seharusnya hal ini pun dijumpai dalam audit kepabeanan dan audit cukai. Akan tetapi, menilik kepada peraturan-peraturan terkait audit kepabeanan dan audit cukai termasuk dalam contoh program audit yang termaktub dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-9/BC/2012 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai serta PER-7/BC/2012 tentang Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, tidak dijumpai adanya pernyataan tentang pengujian atas asersi manajemen. Sedangkan pernyataan standar audit yang dikenal dalam audit keuangan secara lugas membahas tentang asersi manajemen sebagaimana termaktub dalam Pernyataan Standar Audit (PSA) no. 07 tentang Bukti Audit. Asersi Manajemen PSA No. 07 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut bisa bersifat eksplisit maupun implisit. Pernyataan eksplisit misalnya ketika dinyatakan dalam neraca terdapat piutang senilai Rp , maka dapat dipahami bahwa manajemen menyatakan keberadaan piutang tersebut dengan jumlah sesuai yang tertulis dalam neraca. Pernyataan tersebut secara implisit juga dapat dipahami, manajemen menyatakan bahwa penyajian piutang tersebut telah dilakukan mengikuti prinsip-prinsip pengakuan dan pelaporan piutang sesuai prinsip akuntansi berlaku umum atau dalam konteks Indonesia sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Asersi manajemen digolongkan dalam lima kategori besar asersi: 1. Asersi mengenai keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence). Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi 3

4 menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain, misalnya piutang, dengan pelanggan. 2. Asersi mengenai kelengkapan (completeness). Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas. 3. Asersi mengenai hak dan kewajiban (right and obligation). Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha ( lease) yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewagunausahakan ( leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas. 4. Asersi mengenai penilaian dan alokasi (valuation and allocation). Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponenkomponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan. 5. Asersi mengenai penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure). Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajibankewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba-rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya. 4

5 Audit Kepabeanan Dan Audit Cukai Audit kepabeanan dan audit cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. Dalam audit kepabeanan dan audit cukai dikenal tiga jenis audit yaitu audit umum, audit khusus, dan audit investigasi. Tulisan ini secara khusus menekankan pada audit kepabeanan dan audit cukai dengan jenis audit umum yaitu audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan/atau cukai. Audit ini dilakukan dengan tujuan menguji tingkat kepatuhan auditee atas pelaksanaan ketentuan perundangundangan di bidang kepabeanan dan cukai Dalam audit kepabeanan dan audit cukai, obyek yang diaudit cukup banyak dengan pendekatan program audit yang berbeda-beda karena memang masingmasing jenis obyek audit memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan pelaksanaan ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai. Misalnya pengusaha di Kawasan Berikat memiliki ketentuan-ketentuan khusus yang berbeda dengan ketentuan yang ditetapkan pada importir umum atau produsen yang tidak memperoleh fasilitas kepabeanan dan cukai tertentu. Karenanya, untuk memudahkan pemahaman dalam tulisan ini akan digunakan obyek audit importir umum sebagai sampel dalam pembahasan. Program Audit Importir Umum Dengan menggunakan program audit importir umum sebagai sampel, berikut ini adalah prosedur-prosedur yang dilakukan dalam contoh program audit importir umum yang termaktub dalam Lampiran XXII Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-9/BC/

6 Prosedur audit yang dilakukan dalam program audit impor umum adalah sebagai berikut : 1. Lakukan penilaian keandalan pengendalian internal 2. Dapatkan dokumen pemberitahuan pabean beserta lampirannya, lakukan rekapitulasi. 3. Uji kesesuaian jumlah dokumen pemberitahuan impor barang dengan Bukti Audit terkait 4. Pastikan transaksi yang diberitahukan tercatat dalam pembukuan auditee. 5. Dapatkan dan pelajari bukti audit (misalnya sales contract dan perjanjian keagenan) yang terkait dengan transaksi yang sedang diaudit 6. Dapatkan dan evaluasi pembukuan/data akuntansi atau dokumen legal untuk meyakini bahwa persyaratan nilai transaksi terpenuhi. 7. Dapatkan dan evaluasi bukti audit berupa bukti transaksi (misalnya invoice) atau korespondensi, bukti dari pihak ketiga (bila diperlukan), dan pembukuan. 8. Lakukan pengujian bukti audit tersebut dengan pembukuan untuk meyakini harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar untuk transaksi yang diberitahukan. 9. Dapatkan dan evaluasi bukti audit berupa bukti transaksi (misalnya invoice) atau korespondensi, bukti dari pihak ketiga (bila diperlukan), dan pembukuan. 10. Lakukan pengujian bukti audit tersebut dengan pembukuan untuk meyakini besarnya biaya-biaya yang harus ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar untuk transaksi yang diberitahukan. 11. Bandingkan hasil prosedur 8 dan 10 dengan nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean. 12. Dapatkan dan evaluasi bukti audit (misalnya packing list dan laporan penerimaan barang). 13. Bandingkan hasil prosedur 12 dengan jumlah dan jenis barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean. 14. Bandingkan klasifikasi dan pembebanan yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). 15. Tentukan klasifikasi dan pembebanan sesuai dengan BTKI apabila hasil pengujian jenis barang tidak sesuai dengan pemberitahuan. 6

7 16. Bandingkan pemberitahuan tarif pembebanan dalam dokumen pemberitahuan pabean dengan BTKI dan dokumen legal tentang perlakuan khusus tersebut (misalnya Keputusan Kepala BKPM tentang Restrukturisasi). Asersi Manajemen Dalam Audit Kepabeanan Dan Audit Cukai Dengan Prosedur Audit Importir Umum Sebagai Sampel. Kalau dipandang secara tekstual dalam prosedur audit yang dilakukan dalam audit importir umum, tampaknya asersi manajemen tidak menjadi bagian dari prosedur pengujian. Namun jika diperhatikan secara seksama, ada beberapa prosedur yang punya kesesuaian dengan aspek-aspek asersi manajemen. Asersi mengenai keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence). Dalam konteks audit kepabeanan dan audit cukai, keberadaan suatu barang atau orang dan keterjadian suatu transaksi atau tindakan, memiliki arti penting mengingat audit dilakukan untuk menguji ketaatan auditee terhadap ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai. Ketentuan perundangan sebagai produk hukum tentunya berkaitan dengan subyek dan obyek hukum yang terlibat dalam suatu peristiwa hukum. Dan tentu saja ketentuan perundangan tersebut dapat diterapkan jika subyek dan obyek hukum itu memang benar ada (exist) dan peristiwa hukum itu benar terjadi (occur). Dalam hal kegiatan kepabeanan dan cukai, ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai akan diterapkan jika orang yang melakukan kegiatan kepabeanan dan cukai itu memang ada dan memang ia pelakunya, barang yang terkait kepabeanan dan cukai itu memang ada dan memang betul terkait barang dimaksud, serta kegiatan kepabeanan dan cukai tersebut memang benar-benar terjadi. Atau, dapat dikatakan bahwa orang, barang dan kegiatan kepabeanan dan cukai tersebut bukanlah sesuatu yang fiktif. Prosedur-prosedur audit yang terangkum dalam program audit importir umum juga merupakan upaya memperoleh keyakinan atas asersi keberadaan atau keterjadian. Sebagai contoh, uji dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) dengan bukti audit terkait. Dengan menggunakan data SPT Masa PPN, database impor 7

8 Direktorat IKC, dan data hardcopy PIB yang dimiliki auditee sebagai bukti audit, pengujian jumlah dokumen PIB akan memberikan beberapa kemungkinan hasil : Terdapat data PIB dalam SPT Masa PPN namun tak ditemukan baik dalam database IKC atau pun maupun hardcopy PIB dari auditee Terdapat data PIB dalam database IKC yang tidak tercatat dalam SPT Masa PPN dan juga tidak diperoleh hardcopy PIB-nya dari auditee. Terdapat hardcopy PIB yang datanya tidak tercatat dalam database IKC Dengan menganalisis berbagai fakta yang ditemukan dari perbandingan tersebut akan dapat diidentifikasi keberadaan PIB fiktif dari berbagai sudut pandang yaitu sudut pandang DJBC, sudut pandang Ditjen Pajak dan auditee. Ketika tim audit membaca data yang disajikan oleh auditee baik berupa SPT Masa PPN maupun hardcopy PIB selama periode audit, maka melalui data tersebut secara implisit auditee menyatakan bahwa PIB yang tercantum dalam SPT Masa PPN maupun hardcopy tersebut benar-benar merupakan kegiatan pemasukan barang yang dilakukan auditee. Ketika kegiatan kepabeanan tersebut ternyata dapat dibuktikan tidak pernah terjadi atau pun pemberitahuan impor itu sebenarnya tidak pernah ada maka auditee harus bersiap menghadapi implikasinya sesuai ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai yang berlaku. Asersi mengenai kelengkapan (completeness). Audit sebagai perangkat untuk menilai kepatuhan atau kesesuaian suatu kejadian dengan kriteria yang ditetapkan akan dapat memberikan hasil berupa kesimpulan audit yang akurat jika obyek yang diaudit telah mencakup keseluruhan kejadian yang mempengaruhi. Ketika ada suatu kejadian penting terlewatkan maka kesimpulan audit bisa tidak akurat atau bahkan bisa bertolak belakang dengan yang seharusnya. Audit kepabeanan dan audit cukai sebagai salah satu audit yang menekankan pada tujuan kepatuhan secara implisit menyatakan dalam kesimpulan auditnya bahwa seluruh kegiatan kepabeanan dan cukai yang dilakukan oleh auditee dalam periode yang diaudit, selain dari yang ditemukan adanya penyimpangan, telah memenuhi seluruh kriteria ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai. Karenanya aspek kelengkapan kegiatan kepabeanan dan cukai yang dilakukan menjadi aspek penting dalam audit. Ketika ada kegiatan kepabeanan dan cukai yang tidak terekam 8

9 dalam proses audit maka secara otomatis terdapat ketidakakuratan dalam kesimpulan audit ketika auditor menyatakan kepatuhan terhadap hal yang sama sekali tidak diaudit karena tidak lengkapnya data. Pengujian jumlah dokumen PIB dengan bukti audit terkait disamping untuk mengidentifikasi keberadaan dan keterjadian juga bertujuan untuk memastikan kelengkapannya. Ketika jumlah PIB di SPT lebih banyak dari PIB dalam database impor, maka disamping adanya kemungkinan PIB di SPT ada yang fiktif juga memberikan kemungkinan bahwa PIB dalam database impor tidak lengkap. Hal ini dapat dimengerti karena memang database impor hanya merekam PIB yang disampaikan secara elektronik. Dan juga dalam proses audit memang ada kecenderungan auditee untuk menyembunyikan dokumen audit yang menjadi bahan bukti auditnya karena auditee memandang bahwa semakin sedikit bukti audit maka semakin kecil kemungkinan adanya temuan audit. Memang kemungkinan ketidakakuratan kesimpulan audit akibat ketidaklengkapan telah diantisipasi dengan penegasan tentang tanggung jawab tim audit dan auditee. Tim audit dikatakan hanya bertanggung jawab terhadap kesimpulan audit dan/atau rekomendasi dalam Laporan Hasil Audit berdasarkan data yang diserahkan oleh auditee. Adapun kebenaran dan kelengkapan data yang diserahkan pada tim audit menjadi tanggung jawab auditee. Namun tidak adanya sanksi yang tegas ketika data yang diserahkan tidak lengkap membuat kecenderungan untuk sengaja tidak menyampaikan data secara lengkap selalu menjadi kendala sehingga dalam program audit tim audit tetap melakukan prosedur pemeriksaan kelengkapan sebagai suatu prosedur standar yang sesuai dengan aspek asersi completeness. Asersi mengenai hak dan kewajiban (right and obligation). Undang-undang tentang kepabeanan dan cukai merupakan produk hukum yang ketentuannya mengikat subyek-subyek hukum yang terlibat di dalamnya. Karenanya sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan kepabeanan yang telah diidentifikasikan selanjutnya dikaitkan dengan subyek hukum yang tepat sehingga hak dan kewajiban yang timbul akibat kegiatan kepabeanan tersebut akan mengarah kepada pihak yang memang seharusnya memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban tersebut. Ketika hak dan kewajiban terkait kegiatan 9

10 kepabeanan ternyata salah sasaran maka secara jelas terdapat indikasi bahwa telah terjadi penyimpangan ketentuan kepabeanan dan cukai. Ketika terjadi kegiatan kepabeanan dan cukai, setiap pihak yang terlibat dalam prosesnya seharusnya ditempatkan sesuai posisinya masing-masing. Pembeli yang sebenarnya melakukan pembelian terhadap suatu produk impor seharusnya diposisikan sebagai importir sedang sang penjual diposisikan sebagai eksportir. Keduanya terikat dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang memang diperuntukkan bagi importir atau eksportir. Sedangkan pihak yang hanya berperan sebagai perantara transaksi bukanlah importir atau eksportir sehingga tidak seharusnya diperlakukan mengikuti ketentuan perundangan yang mengikat importir atau eksportir. Sebaliknya, posisi mereka dalam konteks ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai bisa jadi adalah indentor, makelar atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan. Faktanya, dalam pengakuan transaksi seringkali terjadi ketidaksesuaian antara pihak yang mengaku sebagai penjual dan pembeli dengan pihak yang sebenarnya melakukan transaksi jual beli. Pihak yang sebenarnya hanya menjadi perantara dan memang hanya memperoleh fee atas jasanya sebagai perantara transaksi ternyata mengaku sebagai pembeli atau pun penjual. Akibatnya, ketika proses audit menguji kebenaran transaksi, justru data transaksi tersebut tidak dapat ditemukan karena memang sesungguhnya transaksi itu dilakukan oleh pihak lain. Pengakuan akuntansi atas pembelian dilakukan oleh pihak yang sesungguhnya melakukan transaksi sedang pihak yang diaudit ternyata hanya mencatat penerimaan sejumlah fee dan tidak pernah mencatat pembayaran atau pun pengakuan kewajiban. Dalam konteks audit atas importir umum, ketika asersi mengenai hak dan kewajiban tidak terpenuhi maka tidak dimungkinkan untuk melakukan pengujian nilai transaksi suatu transaksi impor karena catatan yang valid atas nilai transaksi tersebut hanya dimiliki oleh pihak yang sesungguhnya melakukan transaksi. Dalam hal ini langkah yang kemudian dilakukan adalah menggugurkan persyaratan nilai transaksi karena tidak adanya transaksi pembelian yang sesungguhnya antara pemberitahu impor (importir) dengan penjual (eksportir) di luar negeri. Dengan gugurnya persyaratan nilai transaksi maka penetapan nilai pabean berdasarkan nilai 10

11 transaksi tidak dapat dilakukan dan selanjutnya digunakan metode penetapan lainnya. Asersi mengenai penilaian dan alokasi (valuation and allocation). Ketika menilai sebuah transaksi maka salah satu unsur terpenting adalah nilai yang terkandung dalam transaksi tersebut, sehingga penilaian ( valuation) sebuah transaksi harus dilakukan secara akurat sesuai kondisi yang sebenarnya. Dalam konteks kepabeanan dan cukai, penilaian tidak semata tertuju pada nilai ukuran mata uang tetapi juga terkait jumlah satuan kuantitas dari barang yang terkait transaksi tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah ketepatan perhitungan kewajiban kepabeanan dan cukai yang dipengaruhi oleh ketepatan penetapan tarif, nilai pabean dan ketepatan pengukuran nilai transaksi. Sedangkan alokasi suatu nilai memiliki nilai penting karena dalam nilai suatu transaksi tidak semua nilai yang timbul bisa dibebankan dalam transaksi tersebut. Hanya nilai-nilai yang memang relevan yang dapat dimasukkan sebagai unsur nilai transaksi. Kemungkinan lain yang justru lebih lazim terjadi adalah adanya nilai-nilai yang seharusnya dialokasikan sebagai bagian nilai transaksi ternyata tidak dimasukkan sebagai bagian nilai transaksi. Bahkan tidak sedikit yang melandasi tindakannya itu dengan motif menghindari kewajiban kepabeanan. Dalam konteks audit terhadap importir umum, berbagai prosedur pengujian nilai transaksi dengan penelitian terhadap pembukuan bertujuan memastikan penilaian dan alokasi yang tepat dalam penetapan nilai pabean. Demikian pula dengan pengujian terhadap klasifikasi dan pembebanan tarif yang bertujuan untuk memastikan penilaian tarif dan alokasi klasifikasi barang yang tepat sesuai ketentuan. Ketika terdapat penilaian dan alokasi yang salah terhadap nilai pabean dan atau tarif yang diberitahukan berdasarkan hasil audit, Direktur Jenderal akan menetapkan kembali nilai pabean dan tarif yang menghasilkan Surat Penetapan Kembali Tarif dan atau Nilai Pabean (SPKTNP). Asersi mengenai penyajian dan pengungkapan ( presentation and disclosure). Salah satu faktor utama dalam audit keuangan, berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan 11

12 diungkapkan semestinya. Apakah pengungkapan aset lancar betul menunjuk kepada aset-aset yang liquid? Ataukah ada noncurrent assets yang diakui sebagai current assets? Kesalahan-kesalahan dalam penyajian dan pengungkapan dalam audit keuangan lebih dimaksudkan sebagai upaya mempercantik laporan keuangan agar user yang membacanya memberikan penilaian baik atau sebaliknya berusaha menutupi fakta-fakta tertentu yang memang tidak diharapkan diketahui oleh para user. Dalam audit kepabeanan dan audit cukai, titik kritis dalam penyajian dan pengungkapan ada dalam dokumen pemberitahuan pabean atau dokumen-dokumen pendukungnya semisal invoice dan packing list. Nilai dalam PIB dan invoice misalnya hanya mencantumkan angka yang tidak dirincikan sehingga mempersulit pengujianpengujian dalam kewajaran penyajiannya. Transaksi yang seharusnya di-support oleh beberapa invoice ternyata hanya diungkapkan sebagian saja. Spesifikasi barang dibuat kurang terinci sehingga memungkinkan klasifikasi dan pembebanan tarif yang kurang sesuai. Prosedur pengujian nilai transaksi dan tarif dalam program audit importir umum juga mencakup pengujian terhadap penyajian dan pengungkapan. Namun untuk asersi ini tidak secara langsung berpengaruh kepada timbulnya kewajiban pabean. Rekomendasi terkait asersi penyajian dan pengungkapan lebih merupakan rekomendasi perbaikan terhadap sistem akuntansi serta tata kelola catatan dan dokumen. Atau jika kekurangan dalam penyajian dan pengungkapan tersebut memiliki akibat kepada tidak terpenuhinya syarat-syarat administratif sesuai ketentuan perundangan, maka bisa berakibat diberikannya sanksi-sanksi administrasi. Penutup Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit kepabeanan dan audit cukai ternyata tidak terlepas dari asersi manajemen sebagaimana dalam audit keuangan. Meskipun dalam audit kepabeanan dan audit cukai tidak secara lugas dinyatakan tentang asersi manajemen, namun substansi yang hendak dicapai ternyata tetap dipengaruhi oleh hasil pengujian terhadap asersi-asersi tersebut. 12

13 Ketentuan tentang audit kepabeanan dan audit cukai telah memberikan batasan tanggung jawab dalam audit yang menempatkan faktor kebenaran dan kelengkapan data yang diserahkan menjadi tanggung jawab auditee. Hal ini secara implisit mengandung makna bahwa pemenuhan unsur asersi manajemen merupakan area tanggung jawab auditee. Namun secara substansi, tujuan audit adalah untuk menguji kepatuhan auditee, yang berarti lebih menekankan unsur kepentingan negara dalam melakukan pengawasan. Karenanya auditor pun memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya untuk memastikan bahwa aspek asersi manajemen benar-benar telah terpenuhi. REFERENSI : Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-9/BC/2012 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai Arens, Alvin A. James L. Loebbecke,2008. Auditing Pendekatan Terpadu, Terjemahan oleh Amir Abadi Yusuf, Buku Satu, Edisi Indonesia, Salemba Empat, Jakarta. Modul Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, Tim Penyusunan Modul Pusdiklat Bea dan Cukai, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan 13

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: SA Seksi 326 BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan

Lebih terperinci

BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: Bukti Audit BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: "Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan

Lebih terperinci

1.1 Pengertian Auditing

1.1 Pengertian Auditing 1.1 Pengertian Auditing Secara umum Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan - pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir

BAB II LANDASAN TEORI. karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Auditing Auditing memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir pemeriksaannya akan

Lebih terperinci

alasan kuat dalam pengambilan kesimpulan mengenai laporan keuangan, apakah telah disajikan secara wajar atau tidak.

alasan kuat dalam pengambilan kesimpulan mengenai laporan keuangan, apakah telah disajikan secara wajar atau tidak. Tujuan audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, sesuai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROSES AUDIT

GAMBARAN UMUM PROSES AUDIT GAMBARAN UMUM PROSES AUDIT GAMBARAN UMUM PROSES AUDIT Tujuan menyeluruh dari suatu audit laporan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar, dalam senua

Lebih terperinci

PROSES KONFI RMASI. SA Seksi 330. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN

PROSES KONFI RMASI. SA Seksi 330. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN SA Seksi 330 PROSES KONFI RMASI Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN DAN KETERTERAPAN 01 Seksi ini memberikan panduan tentang proses konfirmasi dalam audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang

Lebih terperinci

Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA Tujuan Umum Untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan PABU Tujuan Khusus

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 51/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF, NILAI

Lebih terperinci

Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean ABSTRAK Pengajuan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) bersifat self assessment. Oleh karena itu pihak pabean melakukan penelitian atas kebenaran informasi

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

ISU AUDIT TERKAIT ASET DAN LIABILITAS PENGAMPUNAN PAJAK

ISU AUDIT TERKAIT ASET DAN LIABILITAS PENGAMPUNAN PAJAK PERTANYAAN DAN JAWABAN TJ 07 IAPI INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA ISU AUDIT TERKAIT ASET DAN LIABILITAS PENGAMPUNAN PAJAK KOMITE ASISTENSI DAN IMPLEMENTASI STANDAR PROFESI INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL

PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL SA Seksi 323 PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL Sumber: PSA No. 56 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi sebagai berikut: Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, a. bahwa dalam rangka terwujudnya pelayanan yang cepat, efisien, pasti, responsif,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 51/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 11/BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 11/BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 11/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MONITORING TINDAK LANJUT HASIL AUDIT

Lebih terperinci

TECHNICAL newsflash SEPTEMBER 2016 TECHNICAL

TECHNICAL newsflash SEPTEMBER 2016 TECHNICAL Indonesian Institute Of Certified Public Accountants SUMMARY: PERTIMBANGAN AUDITOR TERHADAP REGULASI DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI DALAM PELAKSANAAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN SUATU ENTITAS YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH,

Lebih terperinci

AUDITING INVESTASI. SA Seksi 332. Sumber: PSA No. 07

AUDITING INVESTASI. SA Seksi 332. Sumber: PSA No. 07 SA Seksi 332 AUDITING INVESTASI Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN TERHADAP KETERTERAPAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam mengaudit investasi dalam efek, yaitu efek utang dan efek ekuitas,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 45 /BC/2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENELITIAN ULANG TARIF

Lebih terperinci

Pengajuan Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali Tagihan Bea Masuk

Pengajuan Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali Tagihan Bea Masuk Pengajuan Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali Tagihan Bea Masuk ABSTRAK Importir yang tidak setuju atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pihak pabean sehingga mengakibatkan tambah bayar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit. SA Seksi 722 INFORMASI KEUANGAN INTERIM Sumber : PSA No. 73 PENDAHULUAN 01. Seksi ini memberikan pedoman mengenai sifat, saat, dan lingkup prosedur yang harus diterapkan oleh akuntan publik dalam melakukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG STANDAR AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan maupun masyarakat. Dibawah ini dikutip beberapa definisi yang diberikan para ahli perpajakan

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L No.942, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengembalian Bea Masuk. Impor Barang. Tujuan Ekspor. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 640, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Deklarasi Inisiatif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.04/2015 TENTANG DEKLARASI INISIATIF (VOLUNTARY DECLARATION) ATAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing dan Standar Auditing 2.1.2 Pengertian Auditing Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi. Atestasi mempunyai pengertian umum yaitu suatu komunikasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

AUDIT ATAS ESTIMASI AKUNTANSI

AUDIT ATAS ESTIMASI AKUNTANSI Audit atas Estimasi Akuntansi SA Seksi 342 AUDIT ATAS ESTIMASI AKUNTANSI Sumber: PSA No. 37 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit kompeten

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG TATALAKSANA PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR

Lebih terperinci

Tanggapan Atas Exposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan

Tanggapan Atas Exposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan Edisi : VII/Juli 2009 Tanggapan Atas Exposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan Oleh: Rian Ardhi Redhite Beny Kurniawan Keduanya Auditor pada KAP Syarief Basir & Rekan Pada

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 24 /BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang :

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

Konsep Resiko & Sistem Pengendalian Intern

Konsep Resiko & Sistem Pengendalian Intern 75 Konsep Resiko & Sistem Pengendalian Intern Pengenalan Sistem pengendalian intern (Mulyadi, 2001, h.165) meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 11/BC/2008 TENTANG STANDAR AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN DISUSUN SESUAI DENGAN SUATU BASAIS AKUNTANSI KOMPREHENSIF SELAIN PRINSIP AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM DI INDONESIA

LAPORAN KEUANGAN DISUSUN SESUAI DENGAN SUATU BASAIS AKUNTANSI KOMPREHENSIF SELAIN PRINSIP AKUNTANSI YANG BERLAKU UMUM DI INDONESIA SA Seksi 623 LAPORAN KHUSUS Sumber: PSA No. 41 PENDAHULUAN 01 Seksi ini berlaku untuk laporan auditor yang diterbitkan dalam hubungannya dengan: a. Laporan keuangan yang disusun sesuai dengan basis akuntansi

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS UJI KEWAJARAN NILAI TRANSAKSI DALAM PENETAPAN NILAI PABEAN

KAJIAN ATAS UJI KEWAJARAN NILAI TRANSAKSI DALAM PENETAPAN NILAI PABEAN KAJIAN ATAS UJI KEWAJARAN NILAI TRANSAKSI DALAM PENETAPAN NILAI PABEAN Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pada prinsipnya nilai pabean yang digunakan untuk menghitung besarnya bea masuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No. SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH Sumber: PSA No. 62 PENDAHULUAN KETERTERAPAN 01 Seksi ini berisi standar untuk pengujian

Lebih terperinci

Bukti Audit. Bab IV. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si.

Bukti Audit. Bab IV. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si. Bukti Audit Bab IV Referensi: Jusup, Al. Haryono (2001). Pengauditan. Buku 1. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN 1 Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si. Tujuan Audit Tujuan audit umum: memberikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Auditing Menurut Sukrisno Agoes : mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Auditing Menurut Sukrisno Agoes : mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing a. Pengertian Auditing Menurut Sukrisno Agoes : Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA AUDITING DAN AKUNTANSI

PERBEDAAN ANTARA AUDITING DAN AKUNTANSI BAB XI. AUDITING AUDITING ; pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA SA Seksi 341 PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA Sumber: PSA No. 30 Lihat SA Seksi 9341 untuk Interpretasi Seksi ini PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan

Lebih terperinci

Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal

Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi Dasar hukum pemberian fasilitas pembebasan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb STANDAR AUDIT 0 PERTIMBANGAN ATAS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

Royalti Dalam Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Royalti Dalam Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Royalti Dalam Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Beberapa bulan terakhir ini kita disuguhi berita di media cetak dan elektronik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Intern 1. Pengertian Pengendalian Intern SA Seksi 319 Paragraf 06 mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dilakukan manajemen dan personel lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing Secara umum pengertian auditing ialah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengendalian intern dimana bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan

Lebih terperinci

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE 148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

SURAT PERIKATAN AUDIT

SURAT PERIKATAN AUDIT SA Seksi 320 SURAT PERIKATAN AUDIT Sumber: PSA No. 55 Lihat Seksi 9320 untuk Interpretasi Seksi ini PENDAHULUAN 01 Tujuan Seksi ini adalah untuk memberikan panduan tentang: a. Persetujuan dengan klien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi menyajikan informasi keuangan di berbagai entitas dalam dunia usaha. Salah satu entitas usaha yaitu perusahaan yang menjalankan aktivitas untuk memperoleh

Lebih terperinci

UNSUR TINDAKAN PELANGGARAN HUKUM OLEH KLIEN

UNSUR TINDAKAN PELANGGARAN HUKUM OLEH KLIEN SA Seksi 317 UNSUR TINDAKAN PELANGGARAN HUKUM OLEH KLIEN Sumber: PSA No. 31 PENDAHULUAN 01 Seksi mengatur sifat dan lingkup pertimbangan yang harus dilakukan oleh auditor independen dalam melaksanakan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 560. Peristiwa Kemudian

Standar Audit SA 560. Peristiwa Kemudian SA 0 Peristiwa Kemudian SA paket 00.indb //0 0:: AM STANDAR AUDIT 0 PERISTIWA KEMUDIAN (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah tanggal: (i) Januari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen.

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Audit Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 28/BC/2007 TENTANG STANDAR AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1894, 2015 KEMENKEU. Impor. Barang. Larangan. Pembatasan. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.04/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA?

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA? MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA? Rita Dwi Lindawati Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pendahuluan Seiring munculnya Peraturan

Lebih terperinci

AUDIT I Modul ke: Audit risk and materiality. Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA. 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI

AUDIT I Modul ke: Audit risk and materiality. Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA. 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI AUDIT I Modul ke: 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Audit risk and materiality Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA Program Studi AKUNTANSI KONSEP MATERIALITAS Financial Accounting Standards Board mendefinisikan materialitas

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK, BEA KELUAR, SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA, DAN/ATAU BUNGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam menghadapi era globalisasi yang menuju pada era perdagangan bebas, perusahaan kecil dituntut untuk terus berkembang. Namun dalam mengembangkan usahanya tersebut,

Lebih terperinci

KOP PERUSAHAAN. Nomor & tanggal surat Hal : Permohonan sebagai MITA. Kepada : Yth. Kepala KPU... Di...

KOP PERUSAHAAN. Nomor & tanggal surat Hal : Permohonan sebagai MITA. Kepada : Yth. Kepala KPU... Di... LAMPIRAN I NOMOR : /BC/2007 Nomor & tanggal surat Hal : Permohonan sebagai MITA Kepada : Yth. Kepala KPU... Di... KOP PERUSAHAAN Sehubungan dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor :.../BC/2007

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-22/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN NOMOR POKOK DAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

Pertemuan 1 AUDITING

Pertemuan 1 AUDITING Pertemuan 1 AUDITING PENGERTIAN AUDITING (SUKRISNO AGUS) Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis 2), oleh pihak yang independen 3), terhadap laporan keuangan 1) yang telah disusun

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN SA Seksi 322 PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN Sumber: PSA No. 33 PENDAHULUAN 01 Auditor mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Auditing Menurut Arens, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. Auditing adalah suatu proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2097, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Bea Keluar. Sanksi Administrasi. Denda. Bunga. Kepabeanan. Pengembalian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMBUKUAN DI KAWASAN BERIKAT OLEH DIREKTORAT AUDIT

PEMBUKUAN DI KAWASAN BERIKAT OLEH DIREKTORAT AUDIT PEMBUKUAN DI KAWASAN BERIKAT OLEH DIREKTORAT AUDIT DASAR HUKUM PASAL 49 UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 138/PMK.04/2007 TENTANG PEMBUKUAN DIBIDANG KEPABEANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1211, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Dokumen Pelengkap. Data Elektronik. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.04/2014 TENTANG PENGGUNAAN DOKUMEN PELENGKAP

Lebih terperinci

SA Seksi 508 LAPORAN AUDITOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDITAN. Sumber: PSA No. 29. Lihat SA Seksi 9508 untuk interprestasi Seksi ini PENDAHULUAN

SA Seksi 508 LAPORAN AUDITOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDITAN. Sumber: PSA No. 29. Lihat SA Seksi 9508 untuk interprestasi Seksi ini PENDAHULUAN SA Seksi 508 LAPORAN AUDITOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDITAN Sumber: PSA No. 29 Lihat SA Seksi 9508 untuk interprestasi Seksi ini PENDAHULUAN 01 Seksi ini berlaku untuk laporan auditor yang diterbitkan berkaitan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Reviu Laporan Keuangan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang kementerian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

SOSIALISASI PMK 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas PMK 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk

SOSIALISASI PMK 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas PMK 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk SOSIALISASI PMK 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas PMK 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk Disampaikan pada Acara Sosialisasi kepada Pengguna Jasa Kepabeanan Aula Lt. 3

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2018, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) No.203, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2018 TENTANG PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN

BAHAN AJAR METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BAHAN AJAR METODE, TEKNIK, DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN Oleh: Suwadi Widyaiswara Madya Pusdiklat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING

SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 166 /BC/2003 TENTANG TATALAKSANAPEMBERIAN CUSTOMS ADVICE DAN VALUATION RULING. SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-08/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN EKSPOR BARANG TERKENA PUNGUTAN

Lebih terperinci

Standar Audit SA 402. Pertimbangan Audit Terkait dengan Entitas yang Menggunakan Suatu Organisasi Jasa

Standar Audit SA 402. Pertimbangan Audit Terkait dengan Entitas yang Menggunakan Suatu Organisasi Jasa SA 0 Pertimbangan Audit Terkait dengan Entitas yang Menggunakan Suatu Organisasi Jasa SA Paket 00.indb //0 0::0 AM STANDAR AUDIT 0 PERTIMBANGAN AUDIT TERKAIT DENGAN ENTITAS YANG MENGGUNAKAN SUATU ORGANISASI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.04/2007 TENTANG AUDIT KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.04/2007 TENTANG AUDIT KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.04/2007 TENTANG AUDIT KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat

Lebih terperinci

TINJAUAN PROSES AUDIT

TINJAUAN PROSES AUDIT TINJAUAN PROSES AUDIT Review Proses Audit Pemahaman Bisnis dan Industri Identifikasi Asersi Manajemen Materialitas Risiko Auidt Bukti Pertibangkan Jasa Pertambahan Nilai Komunikasi Temuan Proses Audit

Lebih terperinci

BAB III MITRA UTAMA DAN PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN REFORMASI KEBIJAKAN BIDANG PELAYANAN BEA CUKAI PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB III MITRA UTAMA DAN PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN REFORMASI KEBIJAKAN BIDANG PELAYANAN BEA CUKAI PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI 63 BAB III MITRA UTAMA DAN PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN REFORMASI KEBIJAKAN BIDANG PELAYANAN BEA CUKAI PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI 3.1. Penerapan Authorized Economic Operator di Indonesia. Penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK ATAU IMPORTIR BARANG KENA CUKAI YANG MELAKSANAKAN PELUNASAN DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR, DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR, DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pengiriman data online disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh

BAB V PENUTUP. pengiriman data online disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Adanya blokir atau penolakan oleh sistem satelit Kepabeanan terhadap pengiriman data online disebabkan oleh beberapa faktor yang berpengaruh pada tertundanya pengiriman barang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Piutang 2.1.1 Definisi Piutang Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) adalah: Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori

Lebih terperinci