Royalti Dalam Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai
|
|
- Vera Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Royalti Dalam Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Beberapa bulan terakhir ini kita disuguhi berita di media cetak dan elektronik tentang film impor yang dikenakan tambah bayar atas kekurangan pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Tambah bayar dikenakan karena importir tidak memasukkan nilai royalti ke dalam nilai pabean untuk perhitungan bea masuk. Royalti adalah pembayaran yang berkaitan dengan paten, merek dagang, dan hak cipta. Jumlah tambah bayar yang demikian besar (lebih dari 30 milyar), belum termasuk denda yang bisa mencapai 300 milyar menjadikan kasus royalti film impor ini menjadi berita nasional dalam waktu yang relatif lama. Ramai-ramai royalti film impor ini berawal dari kedatangan Deddy Mizwar, Rudy Sanyoto, dan Ukus Kuswara yang tergabung dalam Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) pada tanggal 10 Februari 2010 ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Tempo Online, 2011). Deddy Mizwar dan kawan-kawan menyodorkan hasil kajian BP2N kepada BKF. Kajian itu menunjukkan pajak produksi film nasional jauh lebih tinggi daripada film impor. Perbandingannya dapat mencapai lebih dari lima kali lipat. Timpangnya besaran pajak atas film nasional dengan film impor ini membawa dampak film nasional tidak mampu bersaing dengan film-film impor. Menurut Rudy, selama ini importir tak memasukkan nilai royalti yang disetorkan ke produsen film asing. Akibatnya, bea masuk maupun perpajakan dalam rangka impor lain sangat rendah. Jika perhitungan nilai royalti dihitung secara benar, kewajiban bea masuk film impor bisa sepuluh kali lipat dari yang selama ini dibayar importir. Empat bulan kemudian BKF menyurati Direktorat Jenderal Bea dan Cukai agar nilai pabean film impor ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. Selanjutnya pada bulan Juli tahun 2010, DJBC melakukan audit kepatuhan penerapan bea masuk impor film periode Salah satu importir film impor yang diaudit adalah PT X yang juga menjadi 1
2 distributor film di bawah bendera Grup 21. Grup 21 adalah induk importir film sekaligus distributor film impor yang mendominasi bioskop di Indonesia. Pada akhir tahun 2010 audit kepabeanan selesai dilakukan. Dari pemeriksaan diketahui bahwa proses bisnis impor film bermula dari importir membeli hak edar dari produsen film di luar negeri. Selanjutnya studio meminta laboratorium mencetak filmnya untuk diimpor ke Indonesia dengan harga US$ 0,43 per meter, dimana ratarata satu rol film panjangnya meter. Harga pembelian cetak film inilah yang diberitahukan importir sebagai nilai barang (nilai pabean) untuk penghitungan bea masuk. Besarnya tarif bea masuk atas film 10%, pajak pertambahan nilai (PPN) 10%, dan pajak penghasilan (PPh pasal 22) sebesar 2,5%. Selanjutnya dari audit kepabeanan diketahui bahwa importir membayar royalti kepada produsen film di luar negeri, dimana royalti ini tak pernah dilaporkan importir. Dalam dua tahun terakhir terdapat judul film yang diimpor tanpa dihitung nilai royaltinya. Para importir film rupanya tidak menerima penetapan DJBC ini. Mereka beranggapan royalti tidak termasuk unsur nilai pabean sehingga keputusan nilai pabean yang memasukkan nilai royalti atas hak distribusi film impor di Indonesia tidak dapat diterima. Mereka berkeyakinan bahwa aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tidak memperhitungkan royalti atas pendistribusian film. Menurut mereka negara lain yang juga mengimpor film dari Hollywood tidak pernah menerapkan bea masuk atas royalti. Benarkah demikian? Bagaimana sesungguhnya ketentuan yang berlaku tentang royalti barang impor mengacu pada perundang-undangan di Indonesia serta yang berlaku di dunia internasional? Melalui tulisan singkat ini pernulis berupaya untuk memberikan gambaran secara ringkas dan jelas tentang royalti sebagai unsur nilai pabean untuk penghitungan bea masuk. Artikel VII GATT GATT (General Agreement on Tariff and Trade) adalah forum negara-negara di dunia yang mengatur tentang tarif dan perdagangan dalam rangka memberikan suasana kondusif pada perdagangan dunia. GATT dibentuk pada tahun 1948 di Genewa, Swiss. Salah satu hasil kesepakatan GATT adalah metode penetapan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, yang dikenal dengan Artikel VII GATT. Pada tahun 1994 GATT bertransformasi menjadi World 2
3 Trade Organization (WTO). Salah satu kesepakatan penting dalam piagam pendirian WTO adalah digunakannya Artikel VII GATT sebagai metode penetapan nilai pabean. Sebagai salah satu negara anggota WTO (contracting party), Indonesia wajib melaksanakan berbagai kesepakatan dalam piagam pendirian WTO, termasuk penerapan Artikel VII GATT. Penerimaan berbagai agreement yang disepakati dalam piagam pendirian WTO ini penting agar Indonesia diakui dalam pergaulan dunia serta untuk melindungi kepentingan Indonesia dalam perdagangan dunia. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization, Indonesia secara resmi telah menerima berbagai agreement yang disepakati dalam piagam pendirian WTO tahun Dengan diratifikasinya agreement ini maka nilai pabean yang berlaku di Indonesia harus mengacu ke Article VII GATT. Nilai pabean menggunakan prinsip Article VII GATT ini sering disebut dengan GATT Valuation Agreement (GVA) atau bisa juga disebut dengan WTO valuation. Secara ringkas terdapat enam metode penetapan nilai pabean yang diatur dalam artikel VII GATT, yaitu : Pertama, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi suatu barang yang diimpor (transaction value). Kedua, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi barang identik. Ketiga, nilai pabean ditentukan dari nilai transaksi barang serupa. Keempat, nilai pabean ditentukan dengan metode deduksi, yaitu penetapan nilai pabean dengan mengurangi harga jual barang impor di daerah pabean dengan sejumlah faktor pengurang. Kelima, nilai pabean ditentukan dengan metode komputasi, yaitu penetapan nilai pabean dengan menghitung berbagai biaya untuk pembuatan barang impor hingga dikirim ke daerah pabean. Keenam, nilai pabean ditentukan dengan metode penghitungan kembali data yang tersedia di daerah pabean (fall back). Penerapan nilai pabean sesuai Article VII GATT tersebut harus dilakukan secara berurutan (hierarchy). Pada prinsipnya sedapat mungkin nilai pabean yang digunakan untuk menghitung bea masuk didasarkan pada nilai transaksi suatu barang yang diimpor (metode 3
4 pertama). Bilamana atas importasi suatu barang, nilai transaksinya tidak dapat digunakan sebagai nilai pabean untuk menghitung bea masuk karena tidak memenuhi persyaratan, maka yang digunakan sebagai nilai pabean untuk menghitung bea masuk adalah nilai transaksi barang identik. Bilamana nilai transaksi barang identik tidak ada atau tidak dapat digunakan, maka nilai pabean menggunakan nilai transaksi barang serupa. Dan begitu seterusnya secara berurutan hingga metode keenam yaitu nilai pabean dihitung dari data yang tersedia di daerah pabean dengan menggunakan prinsip-prinsip metode pertama hingga kelima (fall back). Dalam hal importir dan eksportir saling berhubungan yang dapat mempengaruhi harga barang, maka importir diberikan kesempatan untuk memilih penggunaan metode deduksi dan komputasi secara tidak berurutan. Ketentuan Royalti dalam Artikel VII GATT Di dalam pasal 8 Persetujuan Implementasi Article VII GATT dinyatakan bahwa untuk penetapan nilai pabean, dalam hal terdapat nilai-nilai tertentu yang dibayar pembeli (importir) yang belum tercantum pada harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar (the price actually paid or payable), maka nilai-nilai tersebut harus ditambahkan pada nilai transaksi (nilai pabean). Nilai-nilai yang mesti ditambahkan tersebut meliputi: 1. Biaya-biaya tambahan untuk importasi barang, meliputi komisi dan jasa selain komisi pembelian, biaya mengepak dan mengemas untuk pengiriman barang impor ke dalam daerah pabean, 2. Assist, yaitu nilai dari barang dan atau jasa yang dipasok pembeli dengan cuma-cuma atau dengan harga yang diturunkan, untuk kepentingan produksi atau pengiriman impor barang ke daerah pabean, 3. Royalti dan biaya lisensi, 4. Proceed, yaitu nilai dari pendapatan yang diperoleh pembeli untuk disampaikan kepada penjual, atas penjualan, pemanfaatan, atau pemakaian barang impor di daerah pabean, 5. Freight, yaitu biaya pengangkutan barang impor hingga tiba di pelabuhan pembongkaran, 6. Inland freight dan cargo handling di negara pemasok, yaitu biaya pengangkutan, pembongkaran, penimbunan dan biaya pemuatan barang impor hingga tiba di pelabuhan pemuatan. Biaya-biaya ini diluar biaya freight. 4
5 7. Biaya asuransi. Nah, dari uraian di atas terlihat bahwa dalam kondisi tertentu, nilai barang impor pada invoice belum cukup untuk menentukan berapa besarnya nilai pabean untuk perhitungan bea masuk. Terdapat banyak komponen biaya yang potensial ditambahkan untuk mendapatkan nilai pabean yang salah satunya adalah royalti. Bagi sebagian kalangan yang belum memahami ketentuan nilai pabean sesuai Artikel VII GATT, nilai pabean biasanya langsung ditentukan dari nilai yang tercantum dalam invoice (faktur) barang impor tanpa mempertimbangkan berbagai biaya yang masih harus ditambahkan. Boleh jadi timbul pertanyaan, apakah setiap royalti yang dibayar importir harus dimasukkan dalam komponen nilai transaksi? Mengacu pada pasal 8 ayat 1.c Artikel VII GATT, kondisi royalti yang harus ditambahkan pada nilai transaksi dijelaskan sebagai berikut : Royalti dan biaya lisensi yang berkaitan dengan barang impor yang sedang dinilai, yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung, sebagai persyaratan penjualan barang yang bersangkutan, sepanjang royalti dan biaya lisensi belum termasuk dalam harga yang sebenarnya yang dibayar atau terhutang untuk dibayar. Royalti dalam Undang-Undang Kepabeanan Seiring dengan diratifikasinya Article VII GATT, metode nilai pabean sebagaimana terinci di atas dimasukkan secara lengkap pada pasal 15 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 10 Tahun Dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 690/KMK.05/1996 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk, maka nilai pabean yang menggunakan prinsip-prinsip Article VII GATT secara efektif diterapkan di Indonesia. Sebagaimana di Article VII GATT, royalti merupakan salah satu unsur pembentuk nilai pabean. Pada pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, dinyatakan bahwa nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. Di dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) dirinci bahwa yang dimaksud dengan nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke daerah pabean ditambah dengan berbagai biaya yang dibayar importir yang salah satunya adalah royalti. Sesuai dengan Artikel VII GATT, Undang-Undang Kepabeanan mengatur bahwa royalti yang harus ditambahkan ke dalam nilai pabean adalah royalti dan biaya lisensi yang harus 5
6 dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan. Royalti dalam Petunjuk Teknis Nilai Pabean Ketentuan lebih lanjut yang mengatur royalti sebagai komponen nilai pabean adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. Di dalam PMK ini royalti harus ditambahkan ke dalam nilai transaksi (nilai pabean) bilamana memenuhi tiga syarat berikut : 1. Royalti dibayar oleh pembeli (importir). Pembayaran royalti oleh pembeli (importir) tidak mempertimbangkan dibayar secara langsung atau tidak langsung kepada pemilik HAKI di luar daerah pabean. 2. Merupakan persyaratan dalam penjualan barang impor. Yang dimaksud dengan persyaratan penjualan adalah adanya kewajiban hukum dalam suatu kontrak untuk membayar royalti dan apabila kewajiban tidak terpenuhi maka kontrak menjadi batal. Pembayaran royalti ini tidak mempermasalahkan apakah dibayar kepada penjual atau pihak lain sebagai pemegang hak royalti (royalty holder). 3. Berkaitan dengan barang impor. Bahwa pada suatu barang yang diimpor terdapat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), antara lain berupa hak merek, hak cipta, atau hak paten. Royalti yang dibayar kepada Royalty Holder diluar daerah pabean atas barang yang direproduksi di daerah pabean tidak termasuk unsur nilai pabean. Dalam kasus nilai pabean atas film impor, berdasarkan hasil audit kepabeanan dan pernyataan importir sendiri dapat kita ketahui bahwa tiga syarat royalti sebagai unsur nilai pabean telah terpenuhi, yaitu : Pertama, biaya royalti dibayar oleh pembeli (importir) film, Kedua, royalti yang dibayar merupakan persyaratan dalam pembelian film impor, Ketiga, royalti dikenakan atas barang (film) yang diimpor. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa syarat royalti harus dihitung dalam nilai pabean telah memenuhi ketentuan sehingga royalti harus ditambahkan dalam nilai transaksinya. Dengan demikian keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai menetapkan kembali nilai 6
7 pabean dengan memasukkan royalti pada nilai transaksi film impor telah sesuai ketentuan, baik ketentuan internasional (WTO) maupun nasional (Undang-Undang Kepabeanan). Namun demikian, meskipun dalam penetapan royalti ini dalam posisi yang tepat, DJBC hendaknya dapat mengambil pelajaran berharga untuk masa yang akan datang. Seyogyanya Pejabat Bea dan Cukai dalam menetapkan nilai pabean dapat lebih cermat dan teliti, khususnya pada barang yang berpotensi dikenakan royalti. Film adalah salah satu jenis barang yang mengandung hak atas kekayaan intelektual, sehingga harus diperdalam penelitian atas pemberitahuan nilai pabeannya. Sesuai pasal 17 (1) Undang-Undang Kepabeanan dinyatakan bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean. Dengan demikian DJBC dapat menagih kekurangan pembayaran bea masuk yang terhutang atas pemberitahuan impor untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir. Dalam kasus royalti film impor ini bila diteliti lebih lanjut seharusnya royalti dikenakan sejak tahun 1995 ketika Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan disahkan. Tentu bisa kita bayangkan berapa besar potensi penerimaan negara yang tidak dapat dihimpun oleh DJBC karena mulai tahun 1995 hingga tahun 2009 yang tidak bisa ditagih karena telah kadaluwarsa. Di sisi yang lain DJBC juga patut berterima kasih kepada masyarakat yang telah berpartisipasi aktif mendukung fungsi DJBC sebagai revenue collector. Sejujurnya kasus royati film impor ini berawal dari laporan Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) yang memberikan informasi bahwa importir tak memasukkan nilai royalti yang disetorkan ke produsen film asing. Belajar dari kasus royalti barang impor berupa film dari Hollywood, hendaknya DJBC meneliti kembali dengan seksama berbagai barang yang dapat dikategorikan sebagai barang yang mengandung hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Bilamana melalui penelitian kembali atas barang-barang dimaksud importir membayar royalti yang memenuhi persyaratan sebagai biaya yang harus ditambahkan dalam nilai transaksi, maka nilai pabean harus disesuaikan melalui penetapan kembali Dirjen Bea dan Cukai sebagaimana yang dikenakan terhadap importir film. 7
8 Simpulan 1. Ketentuan nilai pabean berlaku secara internasional mengacu pada Artikel VII GATT. Pada prinsipnya nilai pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi atas suatu barang yang diimpor. 2. Royalti harus dihitung sebagai unsur nilai transaksi (nilai pabean) bilamana memenuhi tiga kondisi yaitu dipersyaratkan dalam transaksi jual beli, dibayar oleh importir, dan atas barang impor bersangkutan. 3. Royalti atas barang impor berupa film dari Hollywood telah memenuhi tiga persyaratan royalti yang harus ditambahkan, sehingga penetapan Dirjen Bea dan Cukai telah sesuai dengan Undang-Udang Kepabeanan dan artikel VII GATT. 4. Penetapan kembali nilai pabean mengacu artikel VII GATT hendaknya dilaksanakan dalam rentang waktu yang telah diatur dalam Undang-Undang pabeanan (dalam waktu dua tahun), untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah tidak tertagihnya hak keuangan negara karena kadaluwarsa. Sumber : 1. Agreement on Implementation of Articlel VII of GATT 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 3. PMK-160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. 4. Tempo Online. Sengkarut Royalti Film Hollywood. 28 Februari Diakses tanggal 6 Juni
Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah?
Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah? Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstrak Nilai transaksi adalah harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya
Lebih terperinciKAJIAN ATAS UJI KEWAJARAN NILAI TRANSAKSI DALAM PENETAPAN NILAI PABEAN
KAJIAN ATAS UJI KEWAJARAN NILAI TRANSAKSI DALAM PENETAPAN NILAI PABEAN Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pada prinsipnya nilai pabean yang digunakan untuk menghitung besarnya bea masuk
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. 640, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Deklarasi Inisiatif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.04/2015 TENTANG DEKLARASI INISIATIF (VOLUNTARY DECLARATION) ATAS
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2010 TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK
Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2010 TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciSURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING
LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 166 /BC/2003 TENTANG TATALAKSANAPEMBERIAN CUSTOMS ADVICE DAN VALUATION RULING. SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Nilai Pabean. Perhitungan Bea Masuk.
No.433, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Nilai Pabean. Perhitungan Bea Masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2010 TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. DR. H. Djafar Al Bram
KATA PENGANTAR Buku ini diberi judul Pajak Tidak Langsung (Bea Masuk) Metode Perhitungan Nilai Pabean Importasi Perdagangan Luar Negeri. Dalam penyajiannya dipaparkan secara Sistematis, Terstruktur dan
Lebih terperinciNILAI PABEAN DAN DEKLARASI INISIATIF
NILAI PABEAN DAN DEKLARASI INISIATIF Regular Tax Discussion IAI KAPj 10 Nopember 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK Direktorat Audit, 10 Nopember 2016 Direktorat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH )
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara
Lebih terperinciMengurai Benang Kusut Penerapan Nilai Pabean Berdasarkan Nilai Transaksi
Mengurai Benang Kusut Penerapan Nilai Pabean Berdasarkan Nilai Transaksi Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Akhir-akhir ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) disibukkan dengan
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN, SALINANN TENTANG. telah diubah PERATURAN BAB I. Pasal 1
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINANN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMORR 160/PMK.04/2010 TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGANN BEA MASUK DENGANN RAHMATT TUHAN YANG MAHA ESAA MENTERI KEUANGAN,
Lebih terperinciDEKLARASI INISIATIF (VOLUNTARY DECLARATION) ATAS NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK
DEKLARASI INISIATIF (VOLUNTARY DECLARATION) ATAS NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK Disampaikan pada Acara Sosialisasi kepada Pengguna Jasa Kepabeanan Aula KPPBC TMP TANJUNG PERAK Surabaya, 15 Juni
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-50/BC/2009 TENTANG TATALAKSANA PEMBAYARAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 81 /BC/1999 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN NILAI PABEAN UNTUK
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang
Lebih terperinciKonsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean ABSTRAK Pengajuan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) bersifat self assessment. Oleh karena itu pihak pabean melakukan penelitian atas kebenaran informasi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciNo dan Cukai. Penting untuk digarisbawahi bahwa mekanisme perekaman ini sama sekali tidak menggantikan mekanisme pendaftaran HKI kepada Direkt
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6059 EKONOMI. Pelanggaran HKI. Impor. Ekspor. Pengendalian. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 108) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPeraturan Menteri Keuangan nomor 67/PMK.04/2016 tentang Deklarasi Inisiatif atas Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Peraturan Menteri Keuangan nomor 67/PMK.04/2016 tentang Deklarasi Inisiatif atas Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk Disampaikan pada Acara Sosialisasi kepada Pengguna
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 27 Desember 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG
Lebih terperinciSOSIALISASI PMK 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas PMK 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk
SOSIALISASI PMK 34/PMK.04/2016 tentang Perubahan atas PMK 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk Disampaikan pada Acara Sosialisasi kepada Pengguna Jasa Kepabeanan Aula Lt. 3
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-19/BC/2016 TENTANG DATABASE NILAI PABEAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-19/BC/2016 TENTANG DATABASE NILAI PABEAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciSALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang
Lebih terperinciPengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal
Pengawasan Atas Barang Impor Dengan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Dalam Rangka Penanaman Modal Oleh : Mohamad Jafar Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi Dasar hukum pemberian fasilitas pembebasan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mekanisme Pemungutan PPh Ps. 22, PPN, dan Bea Masuk Atas Impor BKP PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/KMK.05/2000 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/KMK.05/2000 TENTANG KERINGANAN BEA MASUK ATAS BARANG DAN BAHAN UNTUK PEMBUATAN KOMPONEN, PERALATAN DAN KAROSERI KENDARAAN BERMOTOR KHUSUS MENTERI
Lebih terperinciSISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA
SISTEM PENETAPAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Sunarno *) Pendahuluan Nilai pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung Bea Masuk. Pasal 12 UU
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI TERHADAP HARGA BARANG
Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Tanggal : TATA CARA PENELITIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI TERHADAP HARGA BARANG 1. Transaksi antara Pihak yang Saling Berhubungan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 51/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF,
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 217/PMK.04/2010 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan maupun masyarakat. Dibawah ini dikutip beberapa definisi yang diberikan para ahli perpajakan
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI TERHADAP HARGA BARANG
Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Tanggal : TATA CARA PENELITIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTARA PENJUAL DAN PEMBELI TERHADAP HARGA BARANG 1. Transaksi antara Pihak yang Saling Berhubungan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pelayanan,
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-08/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN EKSPOR BARANG TERKENA PUNGUTAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,
Lebih terperinciPP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.04/2014 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.04/2014 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
1. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menimbulkan
Lebih terperinciPengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) Abstrak
1 Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) Oleh : Rita Dwi Lindawati Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstrak Pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan fasilitas
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang: bahwa dalam rangka
Lebih terperinciTata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor
Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 78/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) Tata Cara Pelaksanaan Tindak
Lebih terperinciNo. SOP: 16/TMPB/2016. Revisi Ke - Tanggal Penetapan 7 Desember Tanggal Revisi: -
No. SOP: 16/TMPB/2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B Standar Operasional Prosedur Bea Masuk,
Lebih terperinci148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE
148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA
Lebih terperinci2017, No Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
No.176, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKEU. Tarif Bea Masuk. Penetapan Klasifikasi Barang Impor.Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/PMK.010/2017 TENTANG PENETAPAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1211, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pabean. Dokumen Pelengkap. Data Elektronik. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.04/2014 TENTANG PENGGUNAAN DOKUMEN PELENGKAP
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.
No.528, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2015
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciSALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03./2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN, SERTA PELUNASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN/ATAU
Lebih terperinciSTANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengaturan standar penetapan harga guna perhitungan bea
Lebih terperinciTata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor
Tata Cara Pelaksanaan Tindak Lanjut dalam Rangka Impor A. Deskripsi : Prosedur operasi ini menguraikan tata cara pelaksanaan tindak lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak yang diterima Kantor Pelayanan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN NOMOR SE-62/PJ/2013 TENTANG
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan
Lebih terperinci2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1729, 2015 KEMENKEU. Tarif. Bea Masuk. Perjanjian. Kesepakatan Internasional. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205/PMK.04/2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK, BEA KELUAR, SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA, DAN/ATAU BUNGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini
1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1612, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Tarif. Bea Masuk. Impor. AANZFTA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 208/PMK.011/2013 TENTANG PENETAPAN TARIF BEA MASUK
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 101/PMK.04/2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 101/PMK.04/2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 291/KMK.05/1997 TENTANG KAWASAN BERIKAT MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN
Lebih terperinciFUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)
FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.2097, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Bea Keluar. Sanksi Administrasi. Denda. Bunga. Kepabeanan. Pengembalian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 585 /KMK.05/1996
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 585 /KMK.05/1996 TENTANG PENGGUNAAN JAMINAN BANK UNTUK MENJAMIN PEMBAYARAN PUNGUTAN BEA MASUK, CUKAI, DENDA ADMINISTRASI, DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 51/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF, NILAI
Lebih terperinciTinjauan Atas Ketentuan Baru Mengenai Barang Penumpang:
Tinjauan Atas Ketentuan Baru Mengenai Barang Penumpang: Mempersulit atau mempermudah penumpang? Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pada umumnya orang yang bepergian ke luar negeri
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBUK!NDONESJA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBUK!NDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 /PMK.04/2016 TENT ANG DEKLARASI INISIATIF (VOLUNTARY DECLARATION) ATAS NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-21/BC/1997 TENTANG PERSETUJUAN PEMBERITAHUAN NILAI PABEAN SEBELUM PENGAJUAN PIB
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-21/BC/1997 TENTANG PERSETUJUAN PEMBERITAHUAN NILAI PABEAN SEBELUM PENGAJUAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan
Lebih terperinciNOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN, PENGADMINISTRASIAN, PEMBAYARAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional memegang peranan penting dalam sejarah pembangunan di Negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Perdagangan internasional merupakan
Lebih terperinciPROSEDUR FASILITAS KEPABEANAN PEMBEBASAN BEA MASUK
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Direktorat Fasilitas Kepabeanan PROSEDUR FASILITAS KEPABEANAN PEMBEBASAN BEA MASUK Jakarta, Agustus 2010 Homepage http://www.beacukai.go.id DASAR HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR
Lebih terperinci133/PMK.011/2009 PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK DEXTROSE MONOHYDRATE
133/PMK.011/2009 PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK DEXTROSE MONOHYDRATE Contributed by Administrator Monday, 24 August 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin berkembangnya penggunaan teknologi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.
No.249, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.04/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP- 68 /BC/2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
Lebih terperinciDASAR HUKUM. 2. Undang-Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo Undang-Undang No 17 Tahun 2006
NILAI PABEAN KEY FACTORS. Pahami nilai pabean nilai transaksi (tidak selalu sama) Hal-hal yang dapat menggugurkan nilai transaksi Deklarasi Nilai Pabean (DNP) adalah hal penting bukan hanya formalitas
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber:
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN Indeks: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 01 /BC/2007 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/1999 TENTANG
Lebih terperinci