Bab.1 Gambaran Umum Wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab.1 Gambaran Umum Wilayah"

Transkripsi

1 Bab.1 Gambaran Umum Wilayah Sebagai suatu daerah kepulauan di Propinsi Kepulauan Riau dengan jumlah pulau sekitar 241 pulau, Kabupaten Bintan memiliki rentang wilayah pantai yang panjang yaitu sekitar 966,54Km garis pantai serta wilayah laut yang sangat luas yaitu ,33 km 2 atau 98,51% dari total wilayah Kabupaten Bintan. Oleh karena itu potensi ekonomi untuk sektor kelautan dan perikanan merupakan suatu prime mover yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekonomi menuju Bintan yang Maju, Sejahtera dan Berbudaya. Selaras dengan hal tersebut, sesungguhnya Bintan memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, rumput laut, dan hutan mangrove. Kondisi ini juga ditunjang dengan posisi geografis yang berada di pertemuan antara Laut Natuna dengan laut pedalaman Indonesia (Laut Jawa dan Selat Malaka). Selat Malaka merupakan salah satu laut yang mempunyai produktivitas primer yang tinggi. Dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), Kabupaten Bintan memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang melimpah dan oleh karena itu Kawasan Perairan Laut di Kabupaten Bintan telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Wilayah Pengelolaan Perikanan II (WPP II). Hal. 1

2 Hal. 2

3 1.1. Geografis Daerah Secara geografis wilayah Kabupaten Bintan terletak antara Lintang Utara dan Bujur Timur di sebelah Barat Bujur Timur di sebelah Timur dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Natuna, Anambas dan Malaysia. Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga. Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang. Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat Luas Wilayah Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bintan adalah ,54 km2 terdiri atas wilayah daratan seluas 1.946,13 km 2 (2,2%) dan wilayah laut seluas ,41 km 2 (97,8%). Tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pemekaran wilayahnya melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri di Kecamatan Gunung Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung Uban Timur di Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk Sebong. Tabel. 1.1 Kondisi Fisik dan Lingkungan Kabupaten Bintan No. U r a i a n Nilai 1. Luas Wilayah ,54 km Luas Daratan 1.946,13 km Luas Lautan ,41 km 2 2. Panjang Garis Pantai 966,54 km 3. Jumlah Pulau 241 pulau 3.1. Jumlah Pulau Berpenghuni 50 pulau 3.2. Jumlah Pulau Kosong 191 pulau 4. Jumlah Kecamatan 10 Kecamatan 4.1. Jumlah Desa 36 desa 4.2. Jumlah Kelurahan 15 kelurahan Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun Administrasi Wilayah dan Kependudukan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 Kabupaten Bintan telah memekarkan beberapa kecamatan yakni Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Bintan, Seri Kuala Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan Timur, Bintan Pesisir, Mantang, Gunung Kijang, Toapaya, dan Tambelan. Hal. 3

4 Tabel. 1.2 Luas Wilayah Administratif Kabupaten Bintan Pasca Pemekaran Wilayah Kecamatan Desa/ Kelurahan Darat (Ha) Laut (Ha) Total Teluk Bintan , , ,587,847 Seri Kuala Lobam ,7659 5, ,132,968 Bintan Utara ,9825 4, ,574,420 Teluk Sebong , , ,213,515 Bintan Timur ,5825 1, ,487,466 Bintan Pesisir , , ,746,513 Mantang , ,45 62,548,380 Gunung Kijang , , ,585,865 Toapaya ,0680 1, ,762,209 Tambelan 8 169, ,00 4,259,162 Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010 Pada tahun 2011 penduduk Kabupaten Bintan sebesar jiwa terdiri dari rumah tangga. Jumlah penduduk laki-laki sebesar jiwa (51,77 persen) dan penduduk perempuan sebesar jiwa (48,23 persen). Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan (sex ratio) sebesar 107,33. Artinya setiap 100 perempuan berbanding dengan 107 laki-laki. Kecamatan yang terpadat penduduknya terdapat di kecamatan Bintan Timur dengan peringkat jumlah penduduk tertinggi jiwa (40,99 persen) sedangkan yang terendah terdapat dikecamatan Mantang sebanyak 4,095 jiwa (9,08 persen). Tabel. 1.3 Jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kabupaten Bintan, Tahun 2011 Kecamatan Penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio Bintan Timur ,73 Gunung Kijang ,04 Teluk Bintan ,78 Toapaya Teluk Sebong ,81 Seri Kuala Lobam ,61 Bintan Utara Tambelan ,69 Mantang ,36 Bintan Pesisir ,44 Jumlah 77, ,33 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Hal. 4

5 Tabel. 1.4 Teluk Bintan Jarak Desa/Kelurahan dari Ibukota Kecamatan ke Desa/Kelurahan Kecamatan Ibukota Desa/Kelurahan Jarak (km) Seri Kuala Lobam Bintan Utara Teluk Sebong Bintan Timur Bintan Pesisir Mantang Gunung Kijang Toapaya Tambelan Teluk Bintan Teluk Lobam Tanjung Uban Sebong Lagoi Kijang Kelong Mantang Kawal Toapaya Tambelan Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010 Pangkil 43 Pengujan 46 Penaga 57 Tembeling 31 Bintan Buyu 24 Tembeling Tanjung 5 Kuala Sempang 16 Busung 7 Teluk Sasah 1 Teluk Lobam 0 Tanjung Permai 1 Lancang Kuning 5 Tanjung Uban Selatan 1 Tanjung Uban Kota 2 Tanjung Uban Utara 4 Tanjung Uban Timur 4 Sebong Pereh 5 Sebong Lagoi 10 Ekang Anculai 5 Sri Bintan 18 Pengudang 38 Berakit 50 Kota Baru 2 Kijang Kota 1 Sungai Enam 5 Gunung Lengkuas 7,3 Sungai Lekop 6,3 Mapur 60 Numbing 10 Kelong 1 Air Glubi 3 Mantang Lama 0,5 Mantang Besar 1,5 Mantang Baru 5 Dendun 5,6 Gunung Kijang 15 Teluk Bakau 11 Malang Rapat 23 Kawal 2 Toapaya Utara 14 Toapaya 4,5 Toapaya Asri 0 Toapaya Selatan 8 Pulau Pinang 120 Pulau Mentebung 120 Kampung Melayu 1,5 Kampung Hilir 1 Teluk Sekuni 120 Batu Lepuk 2 Kukup 2 Pulau Pengikik 120 Hal. 5

6 1.4. Topografi Secara keseluruhan kemiringan lereng di Kabupaten Bintan relatif datar, umumnya didominasi oleh kemiringan lereng yang berkisar antara 0-15% dengan luas mencapai 55,98 % (untuk wilayah dengan kemiringan 0-3% mencapai 37,83% dan wilayah dengan kemiringan 3-15% mencapai 18,15%). Sedangkan luas wilayah dengan kemiringan 15 40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan kemiringan >40% mencapai 7,92%. Ketinggian wilayah beberapa tempat di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel. 1.5 Ketinggian Wilayah Beberapa Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Bintan Kecamatan Kemiringan Lereng (km 2 ) 0-3 % 3-15 % 15-40% > 40 % Jumlah (km 2 ) Teluk Bintan 103,60 46,15 31,45 3,80 185,00 Bintan Utara dan Tel Sebong 282,42 75,31 263,98 5,88 627,59 Gunung Kijang 84,74 196,56 252,79 14,03 548,12 Bintan Timur 271,58 16,55 116,66 11,21 416,00 Tambelan 25,41 33,88 67,77 42,36 169,42 Jumlah 767,75 368,45 732,65 77, ,13 Sumber : RTRW Kabupaten Bintan, 2007 Wilayah Kabupaten Bintan terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang pada umumnya merupakan daerah dengan dataran landai di bagian pantai. Kabupaten Bintan memiliki topografi yang bervariatif dan bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar dari 0-3% hingga di atas 40% mencapai 98,03% (1741,71 Km 2 ). Sedangkan untuk kemiringan > 40% hanya mencapai 1,97% dan tersebar di wilayah Gunung Bintan, Gunung Kijang dan Gunung Lengkuas. Jika diuraikan secara rinci, maka kemiringan lereng 0-3 % memiliki luas sebesar 742,34 Km 2 (41,78%), kemiringan 3-15% dengan luas wilayah 334,57 Km 2 (18,83 %), sedangkan kemiringan 15-40% sebesar 664,88 Km 2 (37,42%) dan kemiringan > 40% dengan luas wilayah 34,92 Km 2 (1,97%) % 38% >40% 4% 0-3% 39% 3-15% 19% Gambar. Presentase Kimiringan Lereng di Kabupaten Bintan Kemiringan lereng di Kecamatan Teluk Bintan didominasi oleh kemiringan 0-3 % 0-3% 3-15% 15-40% >40% dengan beda tinggi 3 meter di atas permukaan laut, dengan luas sebesar 103,60 Km 2 (56%) luas daratan yang menyebar di seluruh wilayah Keacamatan Teluk Bintan baik di daerah daratan, sekitar pesisir pantai dan hutan bakau. Wilayah datar sampai Hal. 6

7 berombak (>3-15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, luasnya sebesar 46,15 Km 2, menyebar di bagian selatan Kecamatan Teluk Bintan, terutama di wilayah kepulauan (Pulau Pengujan, Pulau Pangkil, dan pulau lainnya). Lereng >15-40% dengan beda tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan total luas sebesar 31,45 Km 2. Sedangkan wilayah bergelombang sampai berbukit (>40%) dengan beda tinggi antara meter. Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Tembeling dan Desa Bintan Buyu (Gunung Bintan) dengan luas 3,8 Km 2. Kecamatan Bintan Utara dengan kemiringan datar 0-3% mendominasi tingkat kemiringan terbesar yaitu 282,42 Km 2 (45%) luas wilayah daratan, dominasi kedua dengan kemiringan 3-15% sebesar 263,98 Km 2 (42,06%), dan terkecil dengan kemiringan >40% sebesar 5,88 Km 2 (0,94%). Untuk wilayah Kecamatan Bintan Timur terbesar pada prosentasi luas wilayah kemiringan 0-3% sebesar 271,58 Km 2 (65,28%). Wilayah Kecamatan Gunung Kijang mempunyai dominasi lahan datar sampai berombak (>3-15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, merupakan luas terbesar yaitu sebesar 208,29 Km 2, menyebar di bagian Utara dan Timur Kecamatan Gunung Kijang, terutama di wilayah Lomei, Kawal dan daerah pesisir pantai. Wilayah berombak sampai bergelombang (>15-40%) dengan beda tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan total luas sebesar 128,08 Km 2. Wilayah bergelombang sampai berbukit (> 40%) dengan beda tinggi antara meter. Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Gunung Kijang, yaitu di daerah Gunung Kijang seluas 7,5 Km 2. Untuk gugusan pulau Tambelan dominasi kemiringan pada kemiringan dijumpai datar 15-40% sebesar 67,77 Km 2 (40%) dari luas daratan, sedangkan kemiringan lainnya bervariasi antara kemiringan 0-3% sampai dengan kemiringan >40%, dengan prosentasi 15% sampai 25% Geologi Kabupaten Bintan merupakan bagian dari paparan kontinental yang terkenal dengan nama Paparan Sunda. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa erosi atau pencetusan daerah daratan pra tersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai dengan Pulau Bangka dan Belitung di bagian selatan. Proses pembentukan lapisan bumi di Kabupaten berasal dari formasi-formasi vulkanik, yang akhirnya membentuk tonjolan-tonjolan pada permukaan bumi yang disebut pulau, baik pulau-pulau yang ukurannya cukup besar, maupun pulau yang ukurannya relatif kecil. Secara umum bentuk batuan di Pulau Bintan termasuk antara akhir poleozoikum dan tersier. Batuan tertua terdiri dari bahan senyawa yang berasal dari gunung api dan deposit sedimen plastis yang sedikit mengalami metamorfosa yang dapat dikorelasikan dengan pahang volkanik series di Malaysia. Batuan muda terdiri dari batuan pasir serpih konglomerat yang dapat dikorelasikan dengan plateau dari batu pasir Kalimantan dan terbentuk pada umur tersier bawah. Batu-batuannya kebanyakan merupakan batuan- Hal. 7

8 batuan metamor dan batuan beku yang berumur dari pra tersier, sedangkan penyebaran batuan sedimen sangat terbatas. Jenis batuan yang mendominasi di Pulau Bintan adalah Formasi Goungon dan Granit. Adapun dominasi formasi goungon kurang lebih sebesar 65% yang tersebar merata di seluruh wilayah Pulau Bintan. Untuk batuan granit dominasinya sebesar 34% dan batuan ini tersebar di daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas sampai dan juga terdapat di Pulau Mantang dan Pulau Siolong. Jenis batuan lain yang terdapat di Pulau Bintan adalah Andesit dan Aluvium, Andesit terdapat di daerah Teluk Bintan dan Aluvium terdapat di Daerah sungai Anculai dan sungai Bintan. Penyebaran jenis batuan geologi, dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel. 1.6 Jenis Batuan Geologi dan Penyebarannya di Pulau Bintan Jenis Batuan Uraian % Penyebaran Formasi Goungon Batupasir tufan keputih-putihan, berbutir halus menengah, laminasi sejajar, batulanau umum dijumpai, tuf dasitan dan tuf litik felspatik berwarna putih, halus, setempat berselingan dengan batupasir tuf, tuf putih kemerahan dan batulanau kelabu agak karbonan mengandung sisa tanaman. Granit Granit kelabu kemerahankehijauan, berbutir kasar, berkomposisi felspar, kuarsa, horenblenda dan biotit; mineral umumnya bertekstur primer dan membentuk suatu pluton batolit yang tersingkap luas. Andesit Andesit, kelabu, berkomposisi plagioklas, horenblenda dan biotit, bertekstur perfiritik dengan massadasar mikro kristal felspar, agak terkekarkan dan umumnya segar. Aluvium Kerikil, pasir, lempung dan lumpur. Sumber : RTRW Kabupaten Bintan, Jenis Tanah 65 Hampir seluruh Kepulauan Bintan, yaitu bagian wilayah Pulau Bintan bagian selatan Sebagian Pulau Buton Pulau Kelong Pulau Gin Besar dan Kecil 34 Sepanjang daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas, sampai. Pulau Mantang dan Pulau Siolong. 0,5 Daerah Teluk Bintan 0,5 Daerah sungai Ekang Anculai dan sungai Bintan Persebaran jenis tanah di Pulau Bintan didominasi oleh komposisi jenis tanah Hapludox-Kandiudult-Dystropets (46,4% dari luas daratan Pulau Bintan) yang tersebar seluruh bagian Kabupaten Bintan. Dominasi kedua adalah jenis tanah dengan komposisi Hapludox-Kandiudults (27,6% luas daratan) dan tersebar di daerah Berakit dan Sungai Kawal. Sedangkan komposisi jenis tanah lainnya adalah Sulfagquents- Hal. 8

9 Hydraquents-Tropaquepts (9,9% dari luas daratan Pulau Bintan) tersebar di pesisir pulau dan terluas di pesisir daerah Teluk Bintan, Hapludox-Dystropets-Tropaquods (9,7%) tersebar di daerah Teluk Bintan, Tropaquets-Fludaquents (3,2%) tersebar di sekitar Sungai Kawal daerah Bintan Timur dan Gunung Kijang, dan komposisi tanah Kandiudults-Dystropets-Tropaquets seluas 2,4% yang tersebar di daerah pegunungan yaitu Gunung Kijang, Lengkuas dan Gunung Bintan. Sedangkan komposisi jenis tanah yang ada di gugusan Kepulauan Tambelan adalah Dystropets-Tropudults- Paleudults, Tropudults-Dystropets Tropothods dan Kandiudults-Kandiudox. Untuk lebih jelasnya mengenai prosentase dan penyebaran komposisi jenis tanah di wilayah Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel. 1.7 Jenis Batuan Geologi dan Penyebarannya di Pulau Bintan Wilayah Komposisi Tanah % Penyebaran Kepulauan Bintan Hapludox-Kandiudults- Dystropets 46,4 Menyebar merata di Pulau Bintan Hapludox-Kandiudults 27,6 Daerah berakit dan Sungai Kawal Sulfaquents-Hydraquents- 9,9 Pesisir Teluk Bintan Tropaquents Hapludox-Dystropets- 9,7 Teluk Bintan Tropaquents Tropaquents-Fludaquents 3,2 Sungai Kawal dan Gunung Kijang Kandiudults-Tropaquents 2,4 Daerah pegunungan Dystropets-Tropudults- 70,3 - Paleudults Kepulauan Tambelan Tropudults-Dystropets- 10,5 - Tropothods Kandiudults-Kandiudox 19,2 - Sumber: RTRW Kabupaten Bintan, Klimatologi Pada umumnya daerah Kabupaten Bintan beriklim tropis dengan temperatur rata rata terndah 23,90 dan tertetinggi rata-rata 31,80 dengan kelembaban udara sekitar 85%. Gugusan kepulauan di Kabupaten Bintan mempunyai curah hujan cukup dengan iklim basah, berkisar antara mm/th. Rata-rata curah hujan per tahun ±2.214 milimeter, dengan hari hujan sebanyak ±110 hari. Curah hujan tertinggi pada umumnya terjadi pada bulan Desember (347 mm), sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (101 mm). Temperatur rata-rata terendah 22,5 o C dengan kelembaban udara 83%-89%. Kabupaten Bintan mempunyai 4 macam perubahan arah angin yaitu: Bulan Desember-Pebruari : Angin Utara Bulan Maret-Mei : Angin Timur Bulan Juni-Agustus : Angin Selatan Bulan September-November : Angin Barat Hal. 9

10 Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember-Januari, sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret-Mei. Kondisi angin pada umumnya dalam satu tahun terjadi empat kali perubahan angin; bulan Desember-Pebruari bertiup angin utara, bulan Maret Mei bertiup angin timur, bulan Juni Agustus bertiup angin selatan dan bulan September November bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan yang sangat berpengaruh terhadap gelombang laut menjadi besar. Sedangkan angin timur dan barat terhadap gelombang laut yang timbul relatif kecil. Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember Januari sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret Mei. Kondisi tiupan angin di atas perairan Pulau Bintan yang menyebabkan gelombang dan arus adalah angin utara dan barat laut dimana angin tersebut umumnya bertiup pada bulan Juni hingga Agustus. Gelombang di perairan Bintan Timur sebelah utara pada musim angin bisa mencapai ketinggian 2 meter Hidrologi Sungai-sungai di Kabupaten Bintan kebanyakan kecil-kecil dan dangkal, hampir semua tidak berarti untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa tertentu. Sungai yang agak besar terdapat di Pulau Bintan terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan pembagian DAS untuk Pulau Bintan terdapat 197 buah dengan dua diantaranya DAS besar yaitu DAS DAS Kawal seluas 19,744 km² dan DAS Jago Bulan 15,883 Km2. DAS ditang ada di Kabupaten Bintan hanya digunakan sebagai sumber air minum. Selain itu terdapat sekitar 15 waduk, tampungan dan danau di Pulau Bintan dimana Danau SBP (Kecamatan Seri Koala Lobam) yang paling besar dengan luas 22,92 Ha dengan volume m3. Untuk lebih jelas waduk tampungan dan danau yang terdapat di Pulau Bintan di sajikan pada Tabel berikut ini (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010). Hal. 10

11 Tabel Danau/waduk dan Tampungan yang Terdapat di Pulau Bintan Nama Waduk/Danau Kecamatan Luas (Ha) Volume (m 3 ) Dam Sekuning/Bintan Enam Teluk Bintan Danau SBP Seri Koala Lobam 22, Tampungan Kawal 1 Gunung Kijang 10, Tampungan Kawal 2 Gunung Kijang 2, Danau Tembeling Teluk Bintan 8, Danau Beloreng Teluk Bintan Kolam Keter Teluk Bintan Danau Sei Timun Pinang 17, Tampungan Ekang-Anculai Teluk Bintan Genangan Biru Gunung Kijang 16, Kolong Enam Bintan Timur 7, Waduk Sei Jago Bintan Utara Waduk Sei Pulau Bintan Timur Tampungan waduk Sei Jeram 1 Seri Koala Lobam 6, Waduk Sei Jeram Bintan Utara 1, Sumber : RTRW Kabupaten Bintan. Gugusan Kepulauan Tambelan yang kondisi daerahnya perbukitan dengan kemiringan di atas 40% dan daerah datar di sepanjang/sempadan pantai. Pada umumnya sungai yang ada relatif kecil, karena daerah perbukitan ada alur dan anak sungainya. Berdasarkan pengamatan lapangan, umumnya hulu sungai dimanfaatkan sebagai sumber air bersih masyarakat, sedangkan pada bagian hilir sungai dimanfaatkan sebagai drainase makro Hidrogeologi Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal atau mixed tide prevailing semidiurnal (wyrtki,1961). Dimana saat air pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan waktu pada antar puncak air tinggi-nya. Hasil prediksi pasut menggunakan Oritide- Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (Kecamatan Gunung Kijang) pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah - 101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm. Secara umum tatanan air bawah tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan keterdapatannya. Air bawah tanah tersebut terdapat dalam berbagai sistem akuifer dengan litologi yang berbeda-beda. Adapun air bawah tanah tersebut terdiri dari : Air Bawah Tanah Dangkal Air bawah tanah dangkal pada umumnya tersusun atas endapan aluvium dan kedudukan muka air bawah tanah mengikuti bentuk topografi setempat. Lapisan akuifer ini pada umumnya tersusun atas pasir, pasir lempungan, dan lempung pasiran Hal. 11

12 yang bersifat lepas sampai kurang padu dari endapan aluvium dan hasil pelapukan granit. Kedudukan muka air bawah tanah akan menjadi semakin dalam di daerah yang topografinya tinggi dengan daerah sekitarnya. Kedalaman muka air bawah tanah pada umumnya sekitar 2m-3m. Air bawah tanah dangkal ini tersusun atas lapisan akuifer bebas (unconfined aquifer) yang di beberapa tempat bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air yang berupa lapisan lempung dan lempung pasiran. Ketebalan ratarata lapisan akuifer air bawah tanah dangkal sekitar 13m dan pada umumnya akan menipis ke arah perbukitan. Air Bawah Tanah Dalam Air bawah tanah dalam di wilayah Kabupaten Bintan tersusun atas litologi berupa pasir kompak, pasir, dan pasir lempungan dan tersusun atas sistem akuifer bebas (unconfined aquifer), walaupun di beberapa tempat terdapat lapisan kedap air yang berupa lempung dan lempung pasiran yang tidak menerus atau hanya membentuk lensa-lensa, sehingga di beberapa tempat terbentuk sistem akuifer tertekan (confined aquifer) atau semi tertekan (semi confined aquifer), sehingga secara umum sistem akuifer yang berkembang di wilayah Pulau Bintan, Kabupaten Bintan tergolong multilayer dimana antara satu lokasi dengan lokasi lain kedalaman lapisan akuifernya tidak berada pada level yang sama. Pada bagian bawah dari lapisan akuifer dalam dibatasi oleh granit yang bersifat kedap air sampai mempunyai sifat kelulusan terhadap air yang kecil tergantung adanya celah atau rekahan pada tubuh granit tersebut. Ketebalan ratarata lapisan akuifer air bawah tanah dalam berkisar antara 26 m. Mata air Keterdapatan mata air muncul pada batuan sedimen yang terdapat dalam mata air bawah tanah perbukitan bergelombang. Tipe pemunculannya umumnya diakibatkan oleh pemotongan topografi pada tekuk lereng dengan dataran. Mata air tersebut dapat dimanfaatkan untuk air minum pedesaan. Hal. 12

13 Bab.2 Kondisi Sosial Ekonomi Kabupaten Bintan 2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Adanya kesungguhan Pemerintah Kabupaten Bintan dan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholders mengubah paradigma pembangunan untuk mengutamakan manusia dengan menetapkan target IPM kedalam RPJMD Kabupaten Bintan periode sebesar 75,19. Pada tahun 2011 capaian angka IPM Kabupaten Bintan sebesar 74,68 poin naik sebesar 0,24 poin dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat 74,44 poin. Tabel. 2.1 Perkembangan IPM Kabupaten Bintan Tahun Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) , ,68 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Dari data tabel diatas diperoleh gambaran capaian Angka Melek Huruf (AMH) penduduk 10 tahun ke atas mencapai 98,38 persen tahun 2010 dan hasil penghitungan sementara pada tahun 2011 angka melek huruf masih dalam kisaran yang sama yakni 98,38 persen. Tabel. 2.2 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas yang Melek Huruf dan Buta Huruf di Kabupaten Bintan pada Tahun Tahun Melek Huruf (%) Buta Huruf (%) ,09 1, ,09*) 1,91*) Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Hal. 13

14 Untuk angka harapan hidup walaupun terdapat peningkatan yang cukup signifikan, namun belum mampu mencerminkan bahwa kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten Bintan seutuhnya. Menurut data Bappeda Kabupaten Bintan capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten Bintan tahun 2010 mencapai 69,70 tahun dan pada tahun 2011 angka ini hanya mampu bergerak 69,75 tahun saja. Dari data ini tampaknya diperlukan upaya yang bersifat komprehensif dan lintas sektor agar perbaikan derajat kesehatan yang ditunjukkan dengan makin meningkatnya angka harapan hidup dan terus menurunnya angka kematian bayi secara baik dapat terwujud di masa mendatang. Tabel. 2.3 Perkembangan Angka Harapan Hidup dan Indeks Kesehatan di Kabupaten Bintan Tahun Tahun Angka Harapan Hidup Indeks Kesehatan ,70 74, ,75 74,58 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun Indeks Daya Beli Pencapaian daya beli (Purchasing Power Parity) masyarakat Kabupaten Bintan yang diukur dengan konsumsi per kapita/tahun menunjukkan adanya kenaikan. Pada tahun 2010 pendapatan riil perkapita masyarakat Bintan sebesar Rp ,- dengan indeks daya beli sebesar 79,61 poin. Pada tahun 2011 pendapatan riil masyarakat meningkat menjadi Rp ,- dan memiliki indeks daya beli sebesar 80,45 poin. Lambatnya peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Bintan dewasa ini, kemungkinan lebih disebabkan oleh faktor eksternal Kabupaten Bintan seperti belum mantapkan kebijakan makro ekonomi Nasional. Belum stabilnya nilai tukar rupiah saat itu dan adanya isu kenaikan BBM di triwulan kedua tahun 2012 cukup menekan laju perkembangan daya beli masyarakat. Tabel. 2.4 Pendapatan Riil Perkapita dan Indeks Daya Beli Masyarakat Kabupaten Bintan Tahun Tahun Pendapatan Riil Perkapita (Rp) Indeks Daya Beli ,- 79, ,- 80,45 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun Perkembangan Ekonomi PDRB Kabupaten Bintan tahun 2011 atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp.4,87 trilyun,- yang diukur dari sembilan sektor lapangan usaha yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan listrik, gas dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa. Sektor-sektor yang memiliki nilai kontribusi besar terhadap PDRB adalah sektor industri pengolahan sebesar 50,72 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,49 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 10,97 persen dan sektor pertanian sebesar 5,78 persen, sektor Hal. 14

15 pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,74 persen, sektor lain masing-masing hanya memberikan kontribusi kurang dari 3,73 persen. Tabel. 2.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun Lapangan Usaha Pertanian 255,65 281,88 2. Pertambangan & penggalian 487,81 534,90 3. Industri pengolahan 2.255, ,51 4. Listrik, gas dan air bersih 14,10 15,48 5. B a n g u n a n 165,12 183,65 6. Perdagangan, hotel dan restoran 893,39 999,03 7. Pengangkutan dan komunikasi 166,11 182,17 8. Keuangan, persewaan dan jasa 64,73 71,83 9. J a s a - j a s a 122,12 133,33 PDRB 4.424, ,79 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Pada tahun 2011 baik nilai investasi maupun kontribusi investasi di Kabupaten Bintan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Secara nominal, nilai investasi PMA meningkat dari US$744,95 ribu menjadi US$852,35 ribu. Sedangkan PMDN meningkat 251,18 persen dari Rp.67,06 milyar menjadi Rp235,53 milyar. Dengan peningkatan nilai investasi tersebut menjadikan kontribusi investasi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bintan meningkat sebesar 6 persen. Wilayah Kabupaten Bintan memiliki beberapa industri besar, sehingga mesin dan alat-alat berat juga mempunyai peranan yang cukup besar. Tabel. 2.6 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun Lapangan Usaha Distribusi PDRB (%) Pertanian 5,78 5,78 2. Pertambangan & penggalian 11,02 10,97 3. Industri pengolahan 50,98 50,72 4. Listrik, gas dan air bersih 0,32 0,32 5. B a n g u n a n 3,73 3,77 6. Perdagangan, hotel dan restoran 20,19 20,49 7. Pengangkutan dan komunikasi 3,75 3,74 8. Keuangan, persewaan dan jasa 1,46 1,47 9. J a s a - j a s a 2,76 2,74 PDRB Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang diukur dari kenaikan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) berdasarkan harga konstan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,18 persen, sementara PDRB Kepri tumbuh sebesar 6,67 persen sedangkan laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,6 persen. Selama periode tahun 2011 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Kabupaten Bintan mencapai Hal. 15

16 Rp.4,87 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 9,22 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp.4,42 trilyun. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 juga mengalami peningkatan sebesar 6,18 persen, yaitu dari Rp.3,11 trilyun tahun 2010 naik menjadi Rp.3,30 trilyun pada tahun Kelompok sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kabupaten Bintan. Total Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder pada tahun 2011 mencapai Rp.2,67 trilyun atau meningkat sebesar 8,85 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 10,09 persen menjadi Rp1.386 trilyun di tahun 2011, dan kelompok primer meningkat sebesar 8,97 persen menjadi Rp.816,78 Milyar di tahun Tabel. 2.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun No Lapangan Usaha Pertanian 175,37 189,48 2. Pertambangan & penggalian 325,84 346,03 3. Industri pengolahan 1.634, ,30 4. Listrik, gas dan air bersih 8,38 8,96 5. B a n g u n a n 96,9 103,89 6. Perdagangan, hotel dan restoran 615,25 660,75 7. Pengangkutan dan komunikasi 112,77 119,42 8. Keuangan, persewaan dan jasa 48,65 51,85 9. J a s a - j a s a 93,47 99,6 PDRB 3.110, ,99 LPE 5,56 6,18 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Jika dilihat dari laju pertumbuhan untuk masing-masing sektor sangatlah bervariasi. Umumnya didorong beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan yang berarti terutama sektor pertanian tumbuh sebesar 8,05 persen pada tahun Sektor bangunan tumbuh sebesar 6,90 persen hal ini seiring dengan semakin meningkatnya nilai output sektor konstruksi. Lebih dari 90 persen nilai output sektor konstruksi merupakan pembentukan modal dalam bentuk bangunan. Pembentukan modal yang termasuk dalam komponen bangunan adalah pembangunan instalasi dan jaringan, jalan, jembatan, serta pembangunan infrastruktur lain yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan swasta. Sektor perdagangan, hotel dan resoran naik terus mengalami peningkatan menjadi 7,40 persen, meningkatnya jumlah kunjungan wisman ke Kabupaten Bintan khususnya melalui pintu masuk kawasan wisata Lagoi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan laju pertumbuhan sektor ini. Sektor listrik gas dan air bersih juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yakni sebesar 6,87 persen. Rasio elektrifikasi yang semakin meningkat di Kabupaten Bintan tampaknya sangat mempengaruhi laju pertumbuhan sub sektor lisrik. Upaya penambahan daya listrik melalui PLN dan pendistribusiannya ke masyarakat yang akan menikmati listrik mampu mempercepat laju pertumbuhan sub sektor listrik di Kabupaten Bintan. Sehingga semakin banyak masyarakat menikmati jaringan listrik di Kabupaten Bintan. Hal. 16

17 Tabel. 2.8 Laju Pertumbuhan Persektor Kabupaten Bintan Menurut Lapangan Usaha, Tahun No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Sektor (%) Pertanian 7,89 8,05 2. Pertambangan & penggalian 6,11 6,20 3. Industri pengolahan 4,61 5,45 4. Listrik, gas dan air bersih 4,1 6,87 5. B a n g u n a n 6,85 6,90 6. Perdagangan, hotel dan restoran 6,78 7,40 7. Pengangkutan dan komunikasi 5,84 5,90 8. Keuangan, persewaan dan jasa 6,28 6,58 9. J a s a - j a s a 6,12 6,56 LPE 5,56 6,18 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun Tingkat Kestabilan Harga (Inflasi) Berdasarkan IHK Kota Tanjungpinang Laju inflasi tahun kalender (Januari Desember) Tahun 2011 sebesar 3,32 persen, jauh lebih rendah dibanding laju inflasi periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,17 persen. Kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 129,83 pada Bulan November 2011 menjadi 129,86 pada Bulan Desember 2011 telah menyebabkan di Kota Tanjungpinang pada Bulan Desember 2011 terjadi inflasi sebesar 0,02 persen. Inflasi pada bulan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi pada bulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,26 persen. Terjadinya perubahan harga-harga pada 63 komoditi menjadi pemicu terjadinya Inflasi di Kota Tanjungpinang Bulan Desember 2011, dimana sebanyak 63 komoditi diantaranya mengalami kenaikan harga, antara lain : ikan tongkol, beras, tomat sayur, coklat bubuk, tomat buah, kentang, rokok kretek, cabe merah, jeruk, lada/merica, daun singkong, rokok kretek filter, martabak, udang basah, dan rokok putih. Sebaliknya, tercatat 20 komoditi lainnya mengalami penurunan harga, antara lain: bayam, ikan selar, kangkung, ikan kembung/gembung, kacang panjang, emas perhiasan, sotong, daging ayam ras, ikan kap merah, bawang merah, shampo, dan gula pasir. Hal. 17

18 Tabel. 2.9 Inflasi (IHK) Kabupaten Bintan (berdasarkan IHK Kota Tanjungpinang) Tahun Dasar 2007, Tahun No Kebutuhan Pokok Bahan Makanan 12,44 4,65 2. Makanan Jadi 4,43 3,62 3. Perumahan 6,55 2,38 4. Sandang 5,21 4,47 5. Kesehatan 0,74 4,11 6. Pendidikan 4,14 4,18 7. Transport -0, IHK 6,17 3,32 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun PDRB per Kapita Angka PDRB perkapita Kabupaten Bintan memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk dan dapat merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, Tahun No Rincian Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga 3.110, ,98 Pasar (Milyar Rupiah) 2. Penyusutan Barang Modal (Milyar Rupiah) 218,08 231,55 3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga 2.892, ,44 Pasar (Milyar Rupiah) 4. Pajak Tak Langsung Netto (Milyar Rupiah) 338,89 359,82 5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga 2.553, ,61 Faktor (Milyar Rupiah) 6. Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (juta 21,86 21,12 Rupiah) 7. Per Kapita Pendapatan Regional (juta Rupiah) 17,95 18,64 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 PDRB per kapita merupakan PDRB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Selang lima tahun terakhir ini PDRB per kapita Kabupaten Bintan atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan yang cukup berarti. Pada tahun 2009 PDRB per kapita Kabupaten Bintan sebesar Rp 31,79 juta dan pada tahun 2010 sedikit mengalami penurunan menjadi Rp.31,10 juta. Namun pada tahun 2011 kembali naik cukup signifikan yaitu sebesar Rp33,52 juta. Fakta ini menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Bintan semakin membaik. Hal. 18

19 Tabel Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun No Rincian Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga 4.424, ,79 Pasar (Milyar Rupiah) 2. Penyusutan Barang Modal (Milyar Rupiah) 310,20 341,74 3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga 4.114, ,04 Pasar (Milyar Rupiah) 4. Pajak Tak Langsung Netto (Milyar Rupiah) 482,04 531,05 5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga 3632, ,99 Faktor (MilyarRupiah) 5. Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (Juta 31,10 33,52 Rupiah) 6. Per Kapita Pendapatan Regional (Juta Rupiah) 25,30 27,52 Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 Hal. 19

20 Bab.3 Hindro Oceanografi Kabupaten Bintan Air merupakan media untuk kehidupan biota laut dan pertumbuhan plankton yang merupakan salah satu sumber makanan alami biota laut. Poduksi budidaya berbagai jenis biota laut yang memiliki nilai ekonomis penting sangat tergantung pada kualitas air dimana biota tersebut berada pada saat pertumbuhannya. Kualitas air yang sangat penting diperhatikan terutama kualitas faktor kimia, faktor fisika dan faktor biologis. Kedalaman laut di perairan wilayah Kabupaten Bintan berdasarkan peta kedalam laut dari Dinas Hidro-Oseanografi di bagi dalam 4 tingkat kedalaman, yaitu kedalaman 1-5 meter, 5-10 meter, meter dan >20 meter. Di perairan Kabupaten Bintan kedalam 1-5 meter yaitu kedalaman yang ada di sekitar pantai dan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bintan. Untuk kedalaman 5-10 meter adalah perairan antar pulau-pulau yang termasuk wilayah Kabupaten Bintan. Kedalaman meter adalah perairan antara pulau di wilayah Kabupaten Bintan dengan wilayah lain. Sedangkan kedalaman lebih dari 20 meter adalah perairan laut bebas, seperti Laut Natuna dan Laut Cina Selatan. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kedalaman 1 5 meter masuk dalam pengembangan wilayah pesisir, kedalaman 5-10 meter adalah pengembangan wilayah laut dangkal, dan kedalaman serta >20 adalah pengembangan wilayah laut dalam. Perairan Teluk Bintan merupakan bagian perwilayahan laut dangkal dengan distribusi kedalaman berkisar antara 0-27 meter di bawah permukaan laut. Wilayah perairan terdalam berada di sebelah Timur Laut pulau Pangkil yang termasuk dalam perairan Selat Riau. Sedangkan kedalaman terendah ada di wilayah Teluk Bintan yang berkisar antara 0-5 meter, hal ini disebabkan karena adanya pergerakan sedimen dari sungai-sungai yang menuju teluk serta yang dibawa oleh air laut menuju teluk. Hal. 20

21 Tabel. 3.1 Identifikasi Kegiatan Pengembangan di Wilayah Kelautan Wilayah Pesisir (1-5 meter) Laut Dangkal (5 10 meter) Laut Dalam (10 20 dan > 20 m) Rawa Pesisir Terumbu karang Habitat Laut Mangrove Jalur Pelayaran Internasional dan Antar JalurPelayaran Internasional Pulau Satwa Liar yang dilindungi, Pelayaran Antar Pulau Perikanan guapantai Renang/Senam/Olahraga Perikanan Mancing, selancar air Pelabuhan Pertambangan Rambu Navigasi Feri penumpang Budidaya perikanan Pertambangan Sumber : Buku Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu, Tahun 1997 Kedalaman perairan antara Pulau Pangkil dan Pulau Lobam mencapai kedalaman 27 meter di bawah permukaan laut, kedalaman perairan Pulau Pangkil 14 meter. Kedalaman perairan di Selat Bintan (antara Tanjung Pisau dan Pulau Pengujan) mencapai 12 meter sedangkan kedalaman perairan Pulau Pengujan sekitar 9 meter dan kedalaman perairan selat antara Pulau Pengujan dan Pulau Kapal sebesar 8 meter. Perairan Gunung Kijang merupakan bagian perwilayahan laut dangkal dengan distribusi kedalaman berkisar antara 0-47 m dengan wilayah terdalam sebelah Barat Daya Pulau Mapor yakni 47 m. Sedangkan kedalaman terendah ada di wilayah perairan pantai Gunung Kijang yang berkisar antara 0-5 m, kemungkinan besar ini disebabkan karena adanya pergerakan sedimen yang dibawa oleh ombak menuju daratan. Kedalaman terdalam perairan antara Teluk Bakau - Pulau Beralas Bakau sekitar 12 m, antara Pulau Beralas Bakau Pulau Nikoi sekitar 11 m, antara Kawal Pulau Mapor sekitar 9 m Fisik Perairan Dasar Perairan/Batimetri Substrat (dasar perairan) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organisme yang dibudidayakan. Berdasarkan hasil penelitian rencaa kawasan minapolitan Kabupaten Bintan, bahwa substrat atau dasar perairan laut Kabupaten Bintan terdiri dari lumpur, pasir dan karang. Pada beberapa wilayah, didapatkan tipe substrat karang berpasir yang cocok untuk budidaya ikan-ikan karang seperti kerapu dan kakap. Bentuk morfologi dasar laut dan posisi daerah survei yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan dapat menimbulkan aktivitas gelombang terutama gelombang pasang yang cukup aktif sehingga menyebabkan adanya zona erosi dan abrasi yang luas, terutama pada daerah yang terbuka. Kondisi ini Hal. 21

22 relatif minimal untuk Kawasan Bintan Timur, karena kawasan ini berada dalam teluk yang dilindungi oleh pulau-pulau di depannnya Pasir Laut dan Sebaran Sedimen Aset sumberdaya pesisir yang dimiliki Kabupaten Bintan secara khusus perlu mendapat perhatian yang cukup besar mengingat Wilayah Kabupaten Bintan terdiri dari gugusan pulau-pulau dengan luas wilayah perairan ha. Oleh karena itu kondisi fisik dasar kelautan dan karakteristik pantai alami merupakan hal penting dalam mengkaji potensi pengembangan wilayah di Kabupaten Bintan. Penggunaan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, berkembang menjadi kawasan wisata, permukiman, industri, pertanian, perikanan, pertambangan, dan lainlain. Karakteristik pantai eksisting adalah cerminan proses alam yang terjadi terhadap pantai yang merupakan hasil interaksi dinamis dari aspek-aspek geologi, geofisika dan ulah manusia. Faktor alamiah meliputi topografi, litologi, dan struktur sedangkan faktor geofisika (dinamika) meliputi angin, gelombang, arus, dan pasang surut. Ulah manusia meliputi pengambilan pasir pantai untuk keperluan bahan bangunan serta aktivitas pembangunan di wilayah pantai. Pantai di gugusan kepulauan umumnya memiliki topografi landai setempat, berupa tebing agak terjal. Tabel. 3.2 Keadaan Substrat Pantai dan Laut di Kabupaten Bintan Nama Tempat Jenis Substrat/ Muka laut Keterangan Pantai Pulau Los Pasir putih Pantai pasir dan Bakau Pulau Mantang Pasir putih Pantai pasir, Bakau, & Terumbu karang Pulau Berakit Pasir putih Pantai berpasir bersih Sumber : RTRW Kabupaten Bintan Sementara di latar belakang kawasan pantai topografinya merupakan perbukitan rendah bergelombang. Daerah landai umumnya merupakan pantai berpasir dengan ukuran sangat halus hingga sangat kasar, berwarna putih ke abu-abuan, serta putih kecoklatan; sedangkan pantai bertebing agak terjal tersusun oleh batuan metasedimen kompak dan intrusi, membentuk cliff dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Struktur geologi sebagian tersusun oleh aluvium (Qs): pasir, merah kekuningan, formasi Goungon (Qtg); Batupasir tufaan keputih-putihan, formasi Tanjung kerotang (Tmpt); Konglomerat aneka, Andesit; formasi Semarung (Kss); Batupasir arkosa, formasi Pancur (Ksp); Serpih kemerahan, granit, endapan rawa (Qs); Lumpur, lempung, dan gambut, formasi Tengkis (Kts); Batupasir kuarsa, formasi Tanjungdatuk (Jts); batupasir malih, komplek malihan Persing (PCmp); dan kuarsit Bukit dua belas (Pcmpk). Pada umumnya wilayah pesisir terdiri dari substrat pasir, batuan dan lumpur. Ketiga karakteristik inilah yang mendominasi wilayah pesisir semua daerah dan pulaupulau. Pulau berpasir putih banyak diminati oleh turis asing sebagai tempat berjemur, oleh karena itu beberapa pulau di Kabupaten Bintan cocok untuk tempat wisata seperti Pulau Mantang dan Pulau Berakit. Pasir putih yang bersih dan jauh dari endapan Hal. 22

23 lumpur dan air yang jernih akan menambah nilai pesona pulau tersebut, apalagi di sekitar pulau terdapat terumbu karang yang indah. Karakteristik pantai yang terdapat di daerah Kabupaten Bintan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu : Tipe pantai berpasir (sandy beach) dan berlumpur Tipe pantai berpasir memiliki karakteristik berupa pantai berpasir berwarna putih hingga abu-abu kehitaman yang diperkirakan merupakan hasil rombakan batuan beku atau batuan metasedimen dan material berwarna putih merupakan hasil rombakan karang. Bentuk garis pantai lurus dan melengkung, sebagian berbentuk teluk dan membentuk gosong-gosong pasir dan lumpur. Pantai berlumpur terdiri atas lempung hitam dan sisa-sisa tumbuhan. Relief pantai tipe ini rendah serta membentuk morfologi dataran. Beberapa sungai aktif pendek-pendek bermuara di pantai tipe ini, selain terdapat beberapa sungai musiman berupa alur-alur. Tipe pantai ini dominan terdapat di Pantai Lagoi Pulau Bintan. a. Tipe pantai bertebing Pantai bertebing agak curam dengan kemiringan tegak 90 bentuk garis pantai lurus, sebagian berbentuk tanjung merupakan tipe pantai dominan terdapat di barat dan timur Pulau Bintan. Proses laut dominan berupa pukulan ombak yang menerpa tebing pantai diantaranya mengakibatkan abrasi hingga terbentuk gerowong seperti yang terdapat di sebelah timur Pulau Bintan sedangkan runtuhan tebing (rock fall) membentuk talus-talus. b. Tipe pantai berpasir, berbatu dan terumbu karang Pantai berkarakteristik berupa pantai berpasir, berbatu dan terumbu karang, dimana pasir didominasi oleh warna putih terang sampai kekuningan dan sedikit abuabu kehitaman, bentuk garis pantai memanjang agak berkelok. Dengan relief rendah hingga sedang membentuk morfologi dataran bergelombang dan dibeberapa tempat terdapat endapan. Tipe pantai ini terdapat di Timur Pulau Bintan dan Pulau Mapur. c. Pasir Laut dan Sebaran Sedimen Permukaan Air Laut Secara umum pasir yang terdapat di Kabupaten Bintan terpilah dengan kondisi dari sedang sampai buruk, membundar tanggung dan menyudut dengan butiran penyusun didominasi oleh kuarsa rata-rata 50%, cangkang mikrofauna serta fragmenfragmen batuan beku dan banyak terdapat butiran hitam yang merupakan mineral hitam dan sisa tumbuhan. Hal. 23

24 Tabel. 3.3 Karakteristik Satuan Sedimen Dasar Laut di Kabupaten Bintan Satuan Sedimen Karakteristik Sedimen (%) Kerikil Pasir Lanau Lempung Pasir lumpuran sedikit Kerikilan 21,6 0 81,1 19,2 68,8 15,7 12,0 1,3 Pasir Lanauan 0 72,9 37,8 55,9 23,9 6,7 2,8 Lanau Pasiran 0 47,1 12,0 75,7 44,9 12,9 6,7 Lumpur Pasiran sedikit Kerikilan 27,2 0 70,7 12,7 73,9 25,4 11,4 2,3 Kerikil Lumpuran 45,2 31,9 25,2 33,9 29,8 26,6 4,4 3,0 Sumber : Penyusunan Potensi Sumberdaya Kelautan Kabupaten Bintan Pola Pasang dan Gelombang Pasang surut adalah salah satu faktor dasar dalam pengkajian arus dilaut. Kenaikan massa air laut samudera atau laut luas secara vertikal adalah gaya tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Massa air yang naik akan merambat dari samudera atau laut lepas secara horizontal ke perairan dalam seperti perairan Indonesia. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah posisi bulan dan matahari terhadap bumi serta situasi morfologi setempat seperti berkurangnya kedalaman, keadaan ini terjadi pada tempat-tempat yang sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan dominasi arus pasang surut. Di Kabupaten Bintan hampir sebagian besar di pengaruhi oleh pasang surut air laut, tingkat muka air sungai bervariasi, atau terjadi banjir lokal oleh air laut. Pasang di perairan Bintan merupakan rambatan pasang dari Laut Cina Selatan yang identik dengan pasang di perairan Batam. Pola pasang surut cenderung semi diurnal (mixed tide prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Namun dua pasang tersebut tidak sama besarnya. Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal atau mixed tide prevailing semidiurnal (Wyrtki,1961). Dimana saat air pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan waktu pada antar puncak air tinggi-nya. Hasil prediksi pasut menggunakan Oritide- Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (kecamatan Gunung Kijang) pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah - 101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm. Hal. 24

25 Tabel. 3.4 Hasil Prediksi Tinggi Air Pasang Surut Dan Tunggang Maksimum Elevasi Sekitar Pantai Trikora Sekitar Pulau Mantang Juli September Juli September Air pasang tertinggi +73,48 cm +75,69 cm +78,68 cm +98,18 cm Air surut terendah -121,31 cm -101,06 cm -135,84 cm -117,74 cm Tunggang maksimum 194,79 cm 176,75 cm 214,52 cm 215,92 cm Sumber : Kondisi Ekosistem pesisir Pulau Bintan, Desember 2003 Gelombang laut umumnya dibangkitkan oleh angin yang bertiup diatas permukaan laut. Bentuk gelombang yang dihasilkan tergantung pada faktor-faktor pembangkit gelombang itu sendiri seperti kecepatan angin, waktu dimana angin sedang bertiup, dan jarak rintangan yang dilalui. Pada saat pengamatan dilakukan terjadi pada musim selatan dimana kondisi angin rata-rata di bawah 5 fetch sehingga nilai tertinggi gelombang diperoleh 0,45 meter di Pulau Mantang sedang kelompok gelombang terendah 0,22 meter di Pulau Berakit sehingga rata-rata tinggi gelombang di perairan kabupaten kepulauan Riau mencapai 0,3 meter Pola Kecepatan Arus Kecepatan arus yang terjadi di perairan dipengaruhi oleh angin yang bertiup. Menurut Bowden (1980) kecepatan arus di pesisir dipengaruhi oleh angin, refraksi gelombang, densitas, pasang surut dan aliran sungai. Selanjutnya Nurhayati dan Triantoro (2000) menjelaskan pola aliran arus akan memberikan informasi tentang karakteristik penyebaran materi seperti nutrient, transportasi sedimen, plankton, ekosistem laut dan geomorfologi pantai. Arus di perairan Kabupaten Bintan termasuk arus yang cukup kompleks sebagai hasil interaksi berbagai arus yang terdiri dari arus tetap musiman, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi arus seperti topografi perairan, situasi garis pantai dan sebagainya. Arus utama perairan Bintan dipengaruhi dan mengikuti pola arus Laut Natuna secara umum, yang sangat tergantung dari angin Muson. Pergerakan pasang surut suatu daerah memegang peranan sangat penting dalam mempertahankan sumberdaya alam seperti terumbu karang, magrove, lamun, daerah estuaria dan sebagainya. Selain arus dan kecepatan arus serta pasang surut juga mempengaruhi pergerakan berbagai polutan kimia, pencemaran, minyak dan lain-lain. Posisi geografis wilayahnya yang terletak pada pertemuan perambatan pasang surut Samudera Hindia melalui Selat Malaka dan dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan menyebabkan perairan Kepulauan Riau memiliki arus pasang surut dengan pola bolak-balik (revering tidak current). Berdasarkan data lapangan PT Transfera Infranusa pada tahun 2003, kecepatan arus maksimum 0,2 knot di pulau Berakit. Pasang surut dijadikan ukuran dalam mendesain beberapa kegiatan budidaya seperti pembangunan pelabuhan, yang harus berada dalam batas-batas daerah pasang surut Hal. 25

26 dengan memperhatikan bahwa tinggi pasang surut saat pasang bulan purnama dan perbani harus berada dalam kondisi yang sesuai kebutuhan. Berdasarkan hasil studi Agustinus et al., (2010) Pola arus di wilayah perairan Bintan pada bulan Nopember-Mei berarah Barat laut dan Tenggara, sementara pada bulan Juni-September berarah Tenggara dan Barat laut. Sementara dari hasil analisis progresif vector diagram di wilayah studi diperoleh data bahwa arus bergerak-baratlaut dan Tenggara atau berosilasi hanya antara dua arah tersebut. Kekuatan arus tersebut tercermin dua osilasi yang kuat dan lemah dengan dua puncak dalam waktu 24 jam. Nampak bahwa massa air cenderung mengalir-barat laut dan mencapai 10 km dalam waktu sekitar 24 jam. Hal. 26

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN 2015 BAB I PENDAHULUAN

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1 ASPEK GEOGRAFIS DAERAH DAN DEMOGRAFI Bab ini disusun dengan maksud menguraikan mengenai Aspek Geografis dan Demografi berisikan tentang kondisi umum geografis daerah,

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

FASILITASI PERENCANAAN BOBOT DESA 2012

FASILITASI PERENCANAAN BOBOT DESA 2012 FASILITASI PERENCANAAN BOBOT DESA 2012 Identifikasi Bobot Desa sebagai bahan Tujuan dari Identifikasi Bobot Desa Sekabupaten Bintan adalah untuk memberikan nilai bobot pada desa berdasarkan variable pokok

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota dan sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Kepulauan Riau. Sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tanggal

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 34 TAHUN 2015 / SK / 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN BINTAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

1. Letak Administrasi

1. Letak Administrasi Profil Desa Sabang 1. Letak Administrasi Desa Sabang terletak di bagian Utara Kabupaten Tolitoli yang berhadapan dengan Laut Sulawesi, yaitu sekitar 19 km sebelah Utara dari ibu kota Kabupaten Tolitoli

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1423 Katalog BPS : 1101001.2102.070 Ukuran Buku : 17,6

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi. Bab 8 Peta Tentang Pola dan Bentuk Muka Bumi 149 BAB 8 PETA TENTANG POLA DAN BENTUK MUKA BUMI Sumber: Encarta Encyclopedia, 2006 Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA PULAU BALI 1. Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" -

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci