PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM. Oleh : RENI SRI HARJANTI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM. Oleh : RENI SRI HARJANTI A"

Transkripsi

1 PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM Oleh : RENI SRI HARJANTI A PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 SUMMARY RENI SRI HARJANTI. The Effectiveness Testing of Dolomite Ameliorant for Acid Soil. Supervised by BASUKI SUMAWINATA AND GUNAWAN DJAJAKIRANA. One effort to improve acid soil in supporting plants growth is by adding ameliorant such as lime. Lime addition was expected to decrease aluminum ion that can be toxic for plants and increase calcium and magnesium ions contents in acid soil. According to Decree of Minister of Agriculture No.02/pert/HK.060/2/2006 about rules and regulation of distributing soil ameliorant, i. e. each fertilizer or ameliorant should be tested in determining its quality and effectiveness before it is sold, therefore dolomite ameliorant has to be tested before it is traded. Based on the decree, the experiment to determine lime effectiveness needs much time that is incubation for about two months so that inefficient in time, thus a new method for quick test in order to determine the quality of lime is needed, i. e. method of material reactivity test. Lime effectiveness test regarding to method that is mentioned in the decree is conducted by mixing lime into soil with different dosage, those are 0, 0.5, 1.0 and 1.5 times of recomended dosage (1 x exchangeable Al) then all incubated for two months in field capacity condition. Soil sample that was used in this experiment was Podsolik Merah Kuning Jasinga and the experiment object was dolomite. Each treatment was repeated three times. Effect of ameliorant addition was observed by analizing soil samples every week. The observed parameters were ph and exchangeable Al. Whereas, the reactivity experiment method was done by reacting lime with various HCl concentration (0.05 N, 0.1 N and 0.2 N) without heating then shaking them with time variable and titration with NaOH. Reactivity of dolomite was compared with reactivity of CaCO 3 pro analysis (p.a) and lime sample. The result of soil incubation experiment showed that dolomite which was added with dosage 1 x exchangeable Al increased soil ph from 4.43 to 4.80 after mixing and became 4.99 in the first week after mixing and also decreased soil exchangeable Al content from 4.43 to 1.35 me/100g after mixing. At the end of incubation period, soil ph became higher and exchangeable Al content became lower than the beginning. Whereas, the experiment of lime reactivity according to method that was used indicated that reactivity of lime sample was much lower than the tested dolomite and reactivity of dolomite was lower than CaCO 3 p.a. The result showed that lime sample does not have ability in neutralizing acid but dolomite has a good ability to neutralize acid. The method of ameliorant effectiveness experiment was suitable for quick test in determining the quality of lime.

3 RINGKASAN RENI SRI HARJANTI. Pengujian Efektivitas Bahan Pembenah Tanah Dolomit untuk Tanah Masam. Dibawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA DAN GUNAWAN DJAJAKIRANA. Salah satu usaha memperbaiki tanah masam untuk mendukung pertumbuhan tanaman ialah dengan pemberian bahan pembenah tanah (amelioran) kapur. Pemberian bahan kapur diharapkan mampu menekan ion aluminium yang dapat meracuni tanaman dan meningkatkan kandungan ion kalsium atau magnesium pada tanah masam. Sesuai dengan persyaratan peredaran bahan amelioran yang diatur oleh SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006, di mana setiap bahan pupuk maupun bahan amelioran yang akan dipasarkan harus melalui proses pengujian mutu maupun efektivitas, dengan demikian setiap bahan amelioran kapur yang akan diperdagangkan harus diuji terlebih dahulu. Mengingat uji efektivitas suatu bahan kapur seperti tertuang dalam SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 membutuhkan waktu yang lama, yaitu inkubasi selama kurang lebih dua bulan sehingga tidak efisien dalam hal waktu. Maka diperlukan metode baru untuk uji cepat melihat kualitas suatu bahan kapur yaitu metode uji reaktivitas bahan. Pengujian efektivitas bahan kapur berdasarkan metode SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 ialah dengan perlakuan bahan kapur pada tanah sebesar 0, 0.5, 1.0 dan 1.5 kali dosis rekomendasi (1 x Al-dd) kemudian diinkubasi selama dua bulan dalam kondisi kapasitas lapang. Dalam penelitian ini, jenis contoh tanah yang digunakan ialah Podsolik Merah Kuning Jasinga dan bahan uji yang digunakan ialah dolomit. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Pengaruh pemberian pembenah tanah diamati dengan menganalisa tanah setiap minggu. Parameter uji yang diamati adalah ph dan Al-dd. Sedangkan metode uji reaktivitas ialah mereaksikan bahan kapur dengan berbagai konsentrasi HCl (0.05 N, 0.1 N dan 0.2 N) tanpa dipanaskan kemudian dikocok berdasarkan waktu (jam) dan dititrasi NaOH. Reaktivitas bahan dolomit uji dibandingkan dengan reaktivitas kapur p.a (CaCO 3 p.a) dan kapur contoh. Hasil pengujian inkubasi tanah menunjukkan bahwa pemberian dosis dolomit uji setara 1 x Al-dd mampu meningkatkan ph tanah awal dari 4.43 menjadi 4.80 setelah pencampuran dan pada minggu pertama menjadi 4.99 serta mampu menurunkan kadar Al-dd tanah dari awal sebesar 4.43 menjadi 1.35 me/100g setelah pencampuran. Di akhir masa inkubasi nilai ph tanah masih lebih tinggi dan nilai Al-dd masih lebih rendah dibandingkan nilai awal. Sementara hasil pengujian reaktivitas sesuai metode yang digunakan terhadap bahan uji telah menunjukkan bahwa reaktivitas bahan kapur contoh jauh lebih rendah dari pada dolomit uji dan reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari CaCO 3 p.a. Hal ini menunjukkan bahwa bahan kapur contoh tidak memiliki kemampuan menetralkan asam sedangkan bahan dolomit uji memiliki kemampuan menetralkan cukup baik. Metode pengujian efektivitas bahan amelioran berdasarkan metode uji reaktivitas cukup baik untuk uji cepat melihat kualitas suatu bahan kapur.

4 PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM Oleh : RENI SRI HARJANTI A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Nama NRP Program Studi : Pengujian Efektivitas Bahan Pembenah Tanah Dolomit untuk Tanah Masam : Reni Sri Harjanti : A : Ilmu Tanah Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M. Sc NIP : NIP : Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 September 1983 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan bapak Endang Iskandar (alm.) dan ibu Sumini. Penulis memulai pendidikan formal di TK AKBAR pada tahun Kemudian penulis melanjutkan ke SDN Gunung Gede Bogor pada tahun Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP PGRI 6 Bogor hingga lulus pada tahun Pada tahun penulis melanjutkan ke SMUN 5 Bogor. Di tahun 2001 setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf Biro Ilmiah dan Kependidikan HMIT IPB periode 2002/2003 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah pada tahun ajaran 2003/2004 serta Dasar-Dasar Ilmu Tanah pada tahun ajaran 2004/2005.

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan ridho-nya serta semoga salam dan shalawat selalu tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW. Skripsi berjudul Pengujian Efektivitas Bahan Pembenah Tanah Dolomit untuk Tanah Masam merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi I Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr atas nasehat, saran dan bimbingannya. 2. Dosen pembimbing skripsi II Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc atas bimbingannya. 3. Dosen penguji skripsi Dr. Ir. Suwardi, M. Agr atas saran dan kritiknya. 4. Keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan. 5. Saudari Dina Alva Prastiwi dan semua pihak yang telah membantu. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, September 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... x xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Kemasaman Tanah Pengapuran Bentuk Bahan Kapur Kualitas Bahan Kapur... 8 III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Analisis Ukuran Butir Kapur Daya Netralisasi Metode SK Menteri Pertanian No. 02/pert/HK.060/2/ Metode Uji Reaktivitas... 12

9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Ukuran Butir Dolomit Uji Pengujian Efektivitas Dolomit Uji Pada Tanah di Laboratorium Pengujian Daya Netralisasi Dolomit Uji Pengujian Reaktivitas Dolomit Uji V. KESIMPULAN VI. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 25

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Sifat Kimia dan Kandungan Hara Dolomit Uji Hasil Analisa Ukuran Butir Dolomit Uji Rata-rata Basa-basa Dapat Dipertukarkan pada Minggu ke-7 dan ke-8 Setelah Inkubasi Kejenuhan Aluminium pada Minggu ke Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO 3 ) dengan Larutan HCl 0.05 N Menurut Waktu Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO 3 ) dengan Larutan HCl 0.1 N Menurut Waktu Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO 3 ) dengan Larutan HCl 0.2 N Menurut Waktu Lampiran 1. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Setelah Pencampuran Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Pertama Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kedua Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Ketiga Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Keempat Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kelima... 27

11 7. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Keenam Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Ketujuh Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kedelapan Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Ketujuh Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Kedelapan Hasil Analisis Contoh Pupuk... 30

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Grafik Perubahan ph Tanah Selama Inkubasi Grafik Perubahan Al-dd Tanah Selama Inkubasi... 14

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemberian bahan pembenah tanah (amelioran) kapur pada tanah pertanian yang masam adalah untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh buruk dari tanah masam yang umumnya mengandung ion aluminium dapat dipertukarkan dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Selain itu, tanah masam memiliki kandungan kation-kation basa seperti kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam jumlah yang sangat rendah. Sedangkan unsur hara Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial yang penting bagi tanaman. Dengan demikian, pemberian kapur diharapkan menekan aluminium yang dapat meracuni tanaman dan meningkatkan kandungan Ca dan Mg pada tanah. Efektivitas suatu batu kapur sebagai bahan amelioran pada tanah masam sangat ditentukan oleh kandungan kimia dari bahan tersebut. Batu kapur merupakan hasil dari proses sedimentasi di mana kualitas kimia batu kapur akan sangat tergantung terhadap lingkungan pengendapannya dan kualitas bahan kapur pun sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebagai contoh, ada batu kapur yang lebih bersifat kalsitik dan ada pula yang bersifat dolomitik. Selain itu, derajat kristalinitas batu kapur sangat berhubungan dengan cepat atau lambatnya batu tersebut bereaksi dengan tanah masam. Menurut Buckman dan Brady (1960), sejak berbagai bentuk bahan kapur diperdagangkan, jaminan perdagangan bahan kapur menjadi sangat penting. Jaminan kimia bahan kapur kaustik meliputi kadar oksida konvensional, ekuivalen oksida kalsium, daya netralisasi atau persentase Ca dan Mg. Sementara jaminan

14 bahan kapur giling berbeda dengan bahan kapur kaustik, yaitu meliputi karbonat total dan daya netralisasi. Jaminan kehalusan bahan kapur pun sangat diperlukan. Penambahan dua macam bahan kapur dalam jumlah ekuivalen yang sama belum berarti bahwa hasil yang ekuivalen akan diperoleh. Hal ini adalah benar bila kadar bahan tersebut merupakan batu kapur, karena butiran yang terdapat di dalamnya berbeda dalam ukuran dan kekerasan. Sesuai dengan persyaratan peredaran bahan amelioran yang diatur oleh SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006, di mana setiap bahan pupuk maupun bahan amelioran yang akan dipasarkan harus melalui proses pengujian mutu maupun efektivitas, dengan demikian setiap bahan kapur yang akan diperdagangkan harus diuji terlebih dahulu. Prinsip pengujian menurut SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006, yaitu dengan memberikan perlakuan bahan amelioran terhadap bobot tanah tertentu dan diinkubasi selama waktu tertentu (dua bulan). Efektivitas dari bahan amelioran terlihat dari pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap sifat fisik dan kimia. Mengingat uji efektivitas suatu bahan kapur seperti tertuang dalam SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 sangat membutuhkan waktu, yaitu inkubasi selama kurang lebih dua bulan sehingga tidak efisien dalam hal waktu. Maka diperlukan metode baru yang lebih cepat untuk pengujian efektivitas suatu bahan kapur yaitu metode uji reaktivitas bahan Tujuan Pengujian efektivitas bahan amelioran dolomit di laboratorium dengan metode berdasarkan SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 dan metode uji reaktivitas bahan kapur untuk melihat kualitas bahan kapur secara cepat.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemasaman Tanah Menurut Buckman dan Brady (1960), kemasaman tanah merupakan hal biasa pada semua daerah dengan curah hujan tinggi di mana jumlah pencucian basa-basa yang dapat ditukar dari kompleks jerapan tanah cukup besar. Kejadian ini mencakup daerah yang tersebar luas dan pengaruhnya terhadap tanaman sangat nyata sehingga kemasaman merupakan sifat tanah yang paling banyak dibicarakan. Karena luas tanah pertanian yang masam sangat luas maka persoalan kemasaman tanah jauh melebihi kealkalinan. Proses pencucian yang berjalan sangat lanjut akan mengakibatkan tanah bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah sampai pada lapisan bawah. Selanjutnya dikemukakan oleh Buckman dan Brady (1960), bahwa dalam kondisi sangat masam, Al sangat larut dan berada dalam bentuk Al 3+ yang kemudian ion tersebut oleh koloid tanah dijerap sehingga mencapai keseimbangan dengan Al yang berada dalam larutan tanah. Kemudian Al dalam dalam larutan tanah terhidrolisis menghasilkan H + dan Al(OH) 2+. Menurut Fox dan Kamprath (1970), keracunan aluminium pada tanaman sangat berhubungan dengan ion Al terlarut. Kelarutan aluminium dalam tanah tidak berhubungan langsung dengan kandungan Al-dd secara langsung, akan tetapi kelarutan aluminium berhubungan erat dengan kejenuhan aluminium. Apabila kejenuhan aluminium > 60% maka aluminium di larutan dapat diperkirakan > 2 ppm. Bila kelarutan Al di larutan tanah > 2 ppm maka tanaman berpotensi keracunan aluminium.

16 Sehubungan dengan adanya sifat kemasaman tersebut, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari kerusakan tanaman pada tanah masam adalah : (1) kerusakan langsung oleh ion H +, (2) kekurangan Ca dan Mg, (3) kekurangan P, (4) kelebihan Al dan Fe serta Mn, serta (5) faktor-faktor biotis (Black, 1968) Pengapuran Menurut Tisdale, Nelson dan Beaton (1985), keracunan aluminium mungkin merupakan faktor pembatas pertumbuhan yang paling penting pada banyak tanah masam, khususnya yang memiliki nilai ph rendah 5.0 hingga 5.5. Keracunan Al akan menghambat pertumbuhan akar primer dan menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar, ujung akar menebal, berwarna coklat seperti busuk dan mengering sehingga menghasilkan sistem perakaran tanaman yang kerdil dan pendek, karena terjadi penekanan terhadap perkembangan jaringan meristem akar (Sanchez, 1976). Pengapuran merupakan penambahan beberapa senyawa yang mengandung Ca dan atau Mg ke dalam tanah yang mempunyai kemampuan mengurangi kemasaman tanah. Ketika kapur ditambahkan pada tanah masam, aktivitas aluminium dan mangan berkurang dan keduanya berpindah dari larutan tanah. Telah terbukti bahwa penambahan kapur meningkatkan ph tanah seraya menurunkan kadar aluminium dapat dipertukarkan (Tisdale et al., 1985). Pemberian kapur sebagai bahan amelioran pada tanah masam merupakan salah satu upaya perbaikan tanah, yaitu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Menurut Tisdale et al. (1985), bila diberikan pada takaran yang tepat, pengapuran memberikan pengaruh yang positif, antara lain 1) mengurangi

17 aktivitas ion H + pada tanah dengan ph < 4.5, sehingga ph dapat ditingkatkan, 2) peningkatan ph tanah selanjutnya diikuti oleh penurunan kelarutan logam-logam berat selain Mo, serta 3) meningkatkan muatan negatif tanah sehingga KTK tanah ditingkatkan. Dengan demikian, pengapuran dapat meningkatkan kapasitas retensi tanah terhadap logam berat. Selanjutnya Jones (1979) menjelaskan bahwa pengapuran pada tanah masam perlu dilakukan sebab kapur memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam sistem tanah, di antaranya 1) meningkatkan ph tanah, 2) mensuplai Ca dan Mg, 3) merangsang aktivitas mikroorganisme sehingga mempercepat degradasi bahan organik, 4) meningkatkan ketersediaan P, 5) meningkatkan fiksasi N oleh tanah dan organisme tanah, 6) memperbaiki sifat fisik tanah dan 7) mengurangi aktivitas unsur-unsur yang dapat meracuni tanaman. Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian bahan kapur membentuk ion CO 3 2- serta ion-ion Ca 2+ dan Mg 2+. Selanjutnya, ion CO 3 2- yang terbentuk menarik ion H + dari komplek jerapan membentuk H 2 CO 3. Lebih lanjut, ion Ca 2+ dan Mg 2+ segera mengisi komplek jerapan dengan reaksi sebagai berikut : (CaMg)CO 3 (CaMg) CO 3 CO H 2 X H 2 CO 3 + X 2- (CaMg) 2+ + X 2- (CaMg) X, di mana X adalah komplek jerapan. Dengan demikian, yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO 3 2- sebab ion Ca 2+ sendiri tidak sanggup melepaskan H + dari komplek jerapan

18 (Kussow, 1971). Menurut Coleman, Kamprath dan Weed (1958), rekomendasi pengapuran lebih logis jika berdasarkan jumlah aluminium dapat dipertukarkan Bentuk Bahan Kapur Bahan kapur terdiri dari beberapa golongan, yaitu golongan karbonat, oksida dan hidroksida. Bahan kapur oksida (CaO) merupakan bahan kapur yang melalui proses pembakaran. Sedangkan bahan kapur hidroksida [Ca(OH) 2 ] diperoleh dengan menambahkan air pada batu kapur yang sudah dibakar. Bahan kapur karbonat ialah batu kapur tanpa mengalami pemanasan yang langsung digiling dan dijual (Soepardi, 1983). Bahan kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, baik dalam bentuk kalsit maupun dolomit. Bahan-bahan ini jika diberikan ke dalam tanah akan terdisosiasi menjadi ion Ca 2+, Mg 2+ dan CO Menurut Kussow (1971), ion CO 2-3 inilah yang berperan dalam penetralan ph, karena ion tersebut mampu menarik ion H + diganti oleh kation dari bahan kapur. Kalsit merupakan batu kapur karbonat yang tidak atau sedikit mengandung dolomit. Batu kapur ini merupakan CaCO 3 kristalin (murni). Namun, perlu juga diketahui bahwa magnesium dalam batuan kapur bervariasi sampai sekitar 13% Mg atau 21% MgO. Apabila jumlah molekuler antara CaCO 3 sama dengan MgCO 3 (ekuimolekuler) disebut dolomit (>13% Mg), sedangkan apabila terdapat dalam perbandingan yang lain disebut dolomitik. Begitu juga dengan kalsit, bila tidak dalam bentuk kristalin maka biasa disebut dengan nama kalsitik. Kapur pertanian umumnya kalsitik. Kalsit memiliki sifat fisik berat jenis 2.71 dengan kekerasan 3.00 dalam skala Mohs, bentuk prismatik, tabular, bersifat pejal dan berbutir halus sampai

19 kasar. Warna kalsit yang tidak murni adalah kuning, coklat, pink, biru, lavender, hijau pucat, abu-abu, dan hitam (Anonim, 2009a). Kalsit (CaCO 3 ) umumnya ditemukan dengan pengotor seperti Fe, Mg, Mn dan terkadang Zn dan Co. Bentuk kalsit sangat bervariasi, yang paling umum adalah kristal rhombohedral dan scalenohedral. Kalsit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya serta memiliki ketahanan yang rapuh. Kalsit lebih mudah bereaksi (berbuih) dalam larutan HCl serta dalam kebanyakan asam-asam lainnya (Anonim, 2009b). Sementara batu kapur dolomit memiliki sifat fisik berwarna putih keabuabuan atau kebiru-biruan dengan kekerasan dolomit berkisar antara dalam skala Mohs. Dolomit memiliki berat jenis antara , bersifat pejal, berbutir halus hingga kasar (Anonim, 2009c). Dolomit (CaMg(CO) 3 ) memiliki jumlah Ca dan Mg yang relatif seimbang, tetapi kadang kala ada satu elemen yang lebih besar persentasenya dari pada yang lain. Besi dan mangan terkadang ditemukan dalam jumlah kecil. Bentuk dolomit yang paling umum dalam grup kecil ialah kristal rhombohedral dengan lengkungan, nampak seperti pelana. Dolomit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya dalam pecahan yang tipis serta memiliki ketahanan yang rapuh. Dolomit lambat bereaksi dalam larutan HCl dan nitrit (Anonim, 2009d). Penggunaan kalsit saat ini telah mencakup berbagai sektor yang didasarkan pada sifat fisik dan kimianya. Penggunaan tersebut, meliputi sektor pertanian, industri kimia, makanan, logam dan lainnya (Anonim, 2009a). Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batu gamping dan magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan penggunaan batu gamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan

20 tetapi, biasanya dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam. (Anonim, 2009c). Menurut Jones (1979), batu kapur dolomitik ialah bahan yang efektif untuk memperbaiki atau mencegah kekurangan magnesium sebaik menurunkan kemasaman tanah dan memenuhi kebutuhan akan kalsium Kualitas Bahan Kapur Menurut Tisdale et al (1985), kualitas bahan kapur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu (1) daya netralisasi, (2) kandungan Mg, (3) derajat kehalusan, (4) reaktivitas, dan (5) tingkat kelembaban. Secara luas, derajat kehalusan dikenali sebagai faktor utama dalam menyeleksi bahan kapur. Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian menggunakan sebuah sistem di mana setiap partikel yang tertinggal pada ayakan 8 mesh secara total tergolong tidak efektif dan memiliki derajat kehalusan kapur 0 (nol). Partikel yang lolos pada ayakan 8 mesh tetapi tertinggal pada ayakan 60 mesh diklasifikasikan 50% efektif, sementara bila lolos pada ayakan 60 mesh dipertimbangkan 100% efektif. Tingkat efektivitas ini tidak secara akurat menggambarkan kelarutan aktual dari bahan kapur yang berbedabeda. Menurut Buckman dan Brady (1960), kegunaan kapur dari segi ukuran menentukan efektivitasnya. Makin halus butir kapur, makin cepat daya larut dan reaksinya. Sanchez (1976) menambahkan bahwa ukuran bahan kapur lebih dari 60 mesh adalah ukuran yang baik dan 100 mesh adalah sangat baik. Bahan kapur memiliki kemampuan menetralkan asam yang berbeda. Nilai dari batu kapur untuk tujuan ini tergantung pada jumlah asam yang akan dinetralkan. Hal ini selanjutnya berhubungan dengan komposisi molekul dari

21 bahan kapur dan kemurniannya, dengan kata lain, terbebas dari kontaminan seperti liat. Kalsium karbonat murni adalah standar ukuran untuk bahan kapur lainnya, dan nilai daya netralisasinya dianggap 100%. Ekuivalen kalsium karbonat didefinisikan sebagai kemampuan menetralkan asam dari bahan kapur pertanian yang diperlihatkan dengan persentase berat kalsium karbonat. Bobot molekul merupakan faktor penentu dalam nilai daya netralisasi yaitu kemurnian bahan kapur secara kimiawi. Reaksi yang terjadi digambarkan oleh persamaan sebagai berikut : CaCO 3 + 2HCl CaCl 2 + H 2 O + CO 2 MgCO 3 + 2HCl MgCl 2 + H 2 O + CO 2 Dalam setiap persamaan ini jumlah bobot molekul adalah sama, yaitu setiap satu molekul karbonat akan menetralkan dua molekul asam. Akan tetapi, bobot molekul kalsium karbonat ialah 100, sedangkan magnesium karbonat (MgCO 3 ) hanya 84. Dengan kata lain, 84 gram magnesium karbonat akan menetralkan asam dengan jumlah yang sama dengan 100 gram kalsium karbonat. Tingkat efektivitas dari batu kapur atau bahan kapur ialah hasil dari ekuivalen kalsium karbonat (kemurnian) dan faktor kehalusan. Kandungan magnesium dari batu kapur pun harus diperhitungkan. Banyak tanah yang kekurangan unsur Mg dan penggunaan kapur dolomitik mampu memenuhinya. Bila memungkinkan, pengukuran reaktivitas dari batu kapur, berdasarkan pada kecepatan secara kimiawi perlu dilakukan. Tetapi jika tidak memungkinkan, penyeleksian didasarkan pada kehalusan bahan, daya netralisasi, kandungan magnesium dan biaya per ton bila bahan diberikan pada lahan pertanian (Tisdale et al, 1985).

22 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Pengujian sifat fisik dan kimia dari bahan dolomit dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2009 di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah dolomit sebagai bahan uji dan contoh tanah masam yaitu tanah Podsolik dari Jasinga, kapur p.a, kapur contoh, HCl, NaOH dan lain-lain. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah ph meter, labu erlenmeyer, botol contoh, shaker, hot plate dan lain-lain. Karakteristik Bahan Uji : Nama Bahan uji : Dolomit Bentuk bahan : Padatan Komposisi: Sifat fisik: lolos 25 mesh 100%, lolos 80 mesh 74.12% Tabel 1. Sifat Kimia dan Kandungan Hara Dolomit Uji CaO MgO Fe Al Pb Cd As Hg Silika kasar Kadar air...(%)......ppm......(%)... 30,49 19, td td td 1,99 0,25 0,09 Sumber: Lab Balai penelitian Tanah No Lab. 1414/2008 (3-7 November 2008). Data terlampir.

23 3.3. Metode Analisis Ukuran Butir Kapur Analisis ukuran butir kapur dilakukan menggunakan ayakan berbagai ukuran mesh, yaitu lolos ayakan < 16 mesh, mesh, mesh, mesh, mesh dan > 280 mesh Daya Netralisasi Penetapan daya netralisasi diuji dengan mereaksikan bahan kapur dengan HCl berlebih yang volume dan normalitasnya diketahui lalu dipanaskan hingga larut kemudian setelah dingin dititrasi NaOH. Rumus perhitungan daya netralisasi : Keterangan : % Daya Netralisasi = {(V x N)HCl - (V x N)NaOH} x BE x 100% mg Bahan Kapur V = volume; N = normalitas; BE CaCO 3 = Metode SK Menteri Pertanian No. 02/pert/HK.060/2/2006 Metode pengujian efektivitas bahan kapur berdasarkan SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 yaitu inkubasi tanah selama dua bulan dalam kondisi kapasitas lapang dengan diberi perlakuan bahan kapur. Contoh tanah dari lapang dikering-udarakan dan selanjutnya diayak lolos saringan 2 mm. Contoh tanah diberi perlakuan kapur setara 0, 0.5, 1.0 dan 1.5 kali dosis rekomendasi. Adapun dosis rekomendasi penggunaan kapur adalah 1 X Al-dd (Kamprath, 1970). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Kemudian pengaruh pemberian pembenah tanah diamati dengan menganalisa tanah setiap minggu. Parameter uji yang diamati adalah ph dan Al-dd. Pada akhir inkubasi dilakukan analisis Ca dan Mg dapat dipertukarkan. Adapun metode ekstraksi dan peralatan sesuai yang dicantumkan dalam SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006.

24 Karakteristik Tanah yang Digunakan: Jenis Tanah Lokasi Pengambilan : Podsolik Merah Kuning : Jasinga Desa Setu. Tanggal Pengambilan : Desember 2008 Kadar Al-dd H dd : 4.43 me/100g : 0.77 me/100g ph tanah : 4.43 Basa-basa Dapat Dipertukarkan: K Na Ca Mg : 0.18 me/100gr : 0.10 me/100gr : 0.30 me/100 gr : 0.12 me/100gr Metode Uji Reaktivitas Metode uji reaktivitas ialah dengan mereaksikan bahan kapur dengan berbagai konsentrasi HCl (0.05 N, 0.1 N dan 0.2 N) tanpa dipanaskan dan dikocok berdasarkan waktu (0, 1, 2, 3 dan 4 jam pengocokan) lalu dititrasi dengan NaOH. Masing-masing perlakuan diulang dua kali. Reaktivitas bahan dolomit uji dibandingkan dengan reaktivitas kapur p.a (CaCO 3 p.a) dan kapur contoh. Perhitungan reaktivitas sama dengan rumus perhitungan daya netralisasi setara CaCO 3.

25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Ukuran Butir Dolomit Uji Kehalusan kapur berhubungan erat dengan kecepatan reaksi. Semakin halus suatu bahan maka akan semakin cepat reaksi berlangsung. Akan tetapi, semakin cepat reaksi suatu bahan akan menyebabkan semakin cepat bahan tersebut habis karena daya larutnya semakin cepat. Sebagian besar bahan uji seperti tersaji pada data Tabel 2 berada pada ukuran mesh yaitu sebesar 70.14% dan mesh yaitu sebesar 17.53%, sehingga 87.67% bahan dolomit uji berada pada ukuran mesh. Ukuran bahan dolomit uji ini tergolong sedang, karena mengandung cukup bahan halus untuk menjamin reaksi cepat dan juga cukup bahan kasar untuk memberikan manfaat yang agak lama bagi tanaman terutama selama pergiliran tanaman. Tabel 2. Hasil Analisa Ukuran Butir Dolomit Uji Ulangan <16 mesh mesh mesh mesh mesh >280 mesh % Rata-rata Pengujian Efektivitas Dolomit Uji Pada Tanah di Laboratorium Metode inkubasi selama delapan minggu menunjukkan perubahan ph tanah dan kadar Al-dd tanah.

26 Awal Minggu KepH Tanah 0 Al-dd 0.5 Al-dd 1 Al-dd 1.5 Al-dd Gambar 1. Grafik Perubahan ph Tanah Selama Inkubasi Dosis dolomit setara 1 x Al-dd mampu meningkatkan ph tanah dari 4.43 menjadi 4.80 setelah pencampuran dan pada minggu pertama ph tanah meningkat menjadi 4.99 (Gambar 1.). Peningkatan ph tanah terlihat seiring bertambahnya dosis dolomit yang diberikan. Di akhir masa inkubasi, peningkatan ph tanah yang diberi perlakuan dolomit masih berada pada ph yang lebih tinggi yaitu pada dosis dolomit setara 1.5 x Al-dd dengan ph Al-dd Tanah (me/100g) Awal Minggu Ke- 0 Al-dd 0.5 Al-dd 1 Al-dd 1.5 Al-dd Gambar 2. Grafik Perubahan Al-dd Tanah Selama Inkubasi

27 Gambar 2 menunjukkan bahwa seiring bertambahnya dosis dolomit yang diberikan maka kadar Al-dd mengalami penurunan. Pemberian dosis dolomit setara 1 x Al-dd mampu menurunkan kadar Al-dd tanah dari awal sebesar 4.43 menjadi 1.35 me/100g setelah pencampuran. Pada akhir masa inkubasi, kadar Aldd tanah yang diberi perlakuan dolomit masih lebih rendah dibandingkan kontrol. Menurut Fox dan Kamprath (1970), keracunanan aluminium pada tanaman sangat berhubungan dengan ion Al terlarut. Kelarutan aluminium dalam tanah tidak berhubungan langsung dengan kandungan Al-dd secara langsung, akan tetapi kelarutan aluminium berhubungan erat dengan kejenuhan aluminium. Apabila kejenuhan aluminium > 60% maka aluminium di larutan dapat diperkirakan > 2 ppm. Bila kelarutan Al di larutan tanah > 2 ppm maka tanaman berpotensi keracunan aluminium. Pengaruh pemberian dolomit terhadap basa-basa dapat dipertukarkan setelah diinkubasi selama 7 dan 8 minggu disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Basa-basa Dapat Dipertukarkan pada Minggu ke-7 dan ke-8 Setelah Inkubasi Perlakuan K Na Ca Mg Basa K Na Ca Mg Basa me/100gr me/100gr Minggu Minggu ke-7 Minggu ke Al-dd Al-dd Al-dd Data Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian dolomit meningkatkan Ca dan Mg dapat dipertukarkan. Pada minggu ke-7, pemberian 1.5 dosis (setara 1.5 x

28 Al-dd) mampu meningkatkan Ca dan Mg hingga 100%. Sedangkan pemberian 0.5 dosis (setara 0.5 x Al-dd) pada minggu ke-8 meningkatkan Ca dan Mg dapat dipertukarkan sampai mendekati 100% untuk Ca dan 50% untuk Mg dari perlakuan tanpa dolomit. Pemberian dolomit 1 dosis pada minggu ke-8 meningkatkan Ca dan Mg dapat dipertukarkan hingga mendekati 100% dari perlakuan tanpa dolomit. Pemberian dolomit pada dosis yang lebih besar dari 1 dosis (setara 1 x Al-dd) tidak menunjukkan peningkatan Ca-dd dan Mg-dd yang besar lagi. Pengaruh pemberian dolomit setara 1 dosis akan meningkatkan jumlah basa-basa menjadi berturut-turut 1.20 me/100 gr dan 1.29 me/100 gr. Pengaruh pemberian dolomit terhadap kejenuhan aluminium setelah pemberian dolomit setara 0, 0.5 dosis, 1.0 dosis dan 1.5 dosis pada minggu ke 8 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kejenuhan Aluminium pada Minggu ke-8 Perlakuan Kejenuhan Aluminium % 0.5 Al-dd 54.9 % 1 Al-dd % 1.5 Al-dd 36.3 % Data yang tersaji pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian 0.5 dosis dolomit uji sudah mampu menurunkan kejenuhan aluminium dari 73.9% menjadi 54.9% dan 1.0 dosis menurunkan hingga 47.01%. Sedangkan batas kritis kejenuhan aluminium adalah 60%. Hal ini menunjukkan keracunan aluminium pada tanaman dapat dihindari.

29 4.3. Pengujian Daya Netralisasi Dolomit Uji Hasil pengujian daya netralisasi di laboratorium sesuai metode yang digunakan terhadap dolomit yang diuji adalah 106%. Daya netralisasi adalah jumlah bahan yang bereaksi setara dengan CaCO 3. Jadi apabila CaCO 3 murni diukur daya netralisasinya maka nilainya adalah 100%. Apabila suatu bahan kapur mengandung CaCO 3 dan juga mengandung MgCO 3 maka daya netralisasinya menjadi lebih besar dari 100% dan bila ada bahan-bahan pengotor seperti liat silikat, kalsium silikat maka daya netralisasinya menjadi kurang dari 100%. Oleh karena daya netralisasi dolomit yang diuji sebesar 106% berarti bahan kapur tersebut cukup baik Pengujian Reaktivitas Dolomit Uji Walaupun dari parameter daya netralisasi suatu bahan ini terlihat cukup baik, akan tetapi reaktivitasnya bahan ini tidak ada hubungannya dengan nilai daya netralisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran reaktivitas bahan kapur yang dibandingkan dengan kapur p.a untuk melihat kualitas bahan kapur secara cepat. Perbandingan reaktivitas bahan kapur setelah direaksikan dengan larutan HCl 0.05 N menurut waktu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO 3 ) dengan Larutan HCl 0.05 N Menurut Waktu Nama bahan 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam % Dolomit Uji Kapur p.a Kapur Contoh

30 Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah bahan kapur yang telah bereaksi dengan HCl 0.05 N tanpa dipanaskan pada awal reaksi tanpa dipanaskan hanya setara % untuk dolomit uji, sedangkan kapur p.a telah bereaksi %. Hal ini berarti kecepatan reaksi pada saat awal kira-kira 50% dari CaCO 3 p.a. Pada jam pertama dan selanjutnya jumlah bahan yang bereaksi pada dolomit uji menunjukkan > 100% setara CaCO 3. Sementara jumlah bahan kapur contoh yang telah bereaksi dengan HCl 0.05 N pada awal reaksi hingga tiga jam berikutnya setara < 0% dan pada jam keempat setara 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kapur contoh ini memiliki kecepatan reaksi yang jauh lebih rendah dibandingkan CaCO 3 p.a dan dolomit uji. Tabel 6. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO 3 ) dengan Larutan HCl 0.1 N Menurut Waktu Nama bahan 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam % Dolomit Uji Kapur p.a Kapur Contoh Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah bahan kapur yang telah bereaksi dengan HCl 0.1 N tanpa dipanaskan pada awal reaksi tanpa dipanaskan hanya setara 69.55% untuk dolomit uji, sedangkan kapur p.a telah bereaksi 84.27%. Hal ini berarti kecepatan reaksi pada saat awal kira-kira 80% dari CaCO 3 p.a. Pada jam pertama dan selanjutnya jumlah bahan dolomit uji yang bereaksi menunjukkan > 100% setara CaCO 3. Sementara jumlah bahan kapur contoh yang telah bereaksi dengan HCl 0.1 N pada awal reaksi hingga

31 empat jam berikutnya setara < 0% dan lebih rendah dibandingkan jumlah bahan kapur contoh yang bereaksi dengan HCl 0.05 N. Tabel 7. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO 3 ) dengan Larutan HCl 0.2 N Menurut Waktu Nama bahan 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam % Dolomit Uji Kapur p.a Kapur Contoh Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah bahan kapur yang telah bereaksi dengan HCl 0.2 N tanpa dipanaskan pada awal reaksi tanpa dipanaskan hanya setara 94.72% untuk dolomit uji, sedangkan kapur p.a telah bereaksi 87.72%. Hal ini berarti kecepatan reaksi pada saat awal kira-kira > 100% setara CaCO 3. Pada jam pertama kecepatan reaksi kira-kira 80% dari CaCO 3 p.a tetapi selanjutnya jumlah bahan yang bereaksi pada dolomit uji menunjukkan > 100% setara CaCO 3. Sementara jumlah bahan kapur contoh yang telah bereaksi dengan HCl 0.2 N pada awal reaksi setara 1.71%. Hal ini berarti kecepatan reaksi kapur contoh kira-kira 2% dari CaCO 3 p.a tetapi mengalami penurunan pada jam pertama dan meningkat kembali pada jam kedua hingga jam keempat kecepatan reaksi menjadi kira-kira 8% dari CaCO 3 dan 7% dari dolomit uji. Reaktivitas bahan kapur di atas menunjukkan nilai maksimum dari daya netralisasi suatu bahan. Dari perbandingan reaktivitas bahan kapur dengan berbagai konsentrasi HCl dapat diperkirakan bahwa reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari CaCO 3 p.a akan tetapi memiliki kemampuan menetralkan yang

32 cukup baik. Sementara reaktivitas kapur contoh jauh lebih rendah dari pada CaCO 3 p.a dan dolomit uji. Hal ini menunjukkan bahwa bahan kapur contoh tidak memiliki kemampuan menetralkan asam dan bahan kapur contoh tidak memiliki sifat kimia serta kandungan hara yang memenuhi syarat mutu suatu bahan kapur. Pengukuran reaktivitas bahan dengan HCl 0.5 N telah menunjukkan perbedaan yang nyata dalam membandingkan kemampuan menetralkan asam dari berbagai bahan kapur. Sifat kimia, kandungan hara dan ukuran butir kapur telah menunjukkan bahwa bahan amelioran dolomit yang digunakan sebagai bahan uji telah memenuhi syarat mutu bahan kapur. Kedua metode pengujian efektivitas bahan amelioran telah dilakukan. Berdasarkan kriteria kualitas bahan kapur menurut Tisdale et al. (1985), yaitu daya netralisasi, kandungan Mg, tingkat kehalusan, reaktivitas, dan kadar air bahan, maka metode pengujian berupa daya netralisasi, reaktivitas dan ukuran butir bahan telah menentukan efektivitas suatu bahan amelioran. Metode uji reaktivitas telah menunjukkan bahwa reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari CaCO 3 p.a tetapi memiliki kemampuan menetralkan yang cukup baik. Sebagaimana telah diketahui bahwa tingkat kekerasan atau kristalinitas dolomit lebih tinggi dibandingkan dengan kalsit. Hal ini menyebabkan bahan dolomit bereaksi lebih lambat dibandingkan dengan bahan kalsit. Metode uji reaktivitas menggunakan HCl 0.05 N dengan waktu pengocokan hingga satu jam cukup baik digunakan untuk uji cepat penentuan kualitas bahan kapur dalam pengujian efektivitas suatu bahan amelioran dibandingkan metode pengujian berdasarkan SK Menteri Pertanian

33 No.02/pert/HK.060/2/2006 yang membutuhkan waktu inkubasi selama dua bulan. Bila diperlukan metode inkubasi dapat dilakukan kemudian.

34 V. KESIMPULAN 1. Pemberian dosis dolomit uji setara 1 x Al-dd mampu meningkatkan ph tanah dan menurunkan kadar Al-dd tanah serta menurunkan kejenuhan aluminium dari 73.9% menjadi 47.01%. 2. Metode uji reaktivitas bahan kapur menggunakan HCl 0.05 N dengan waktu pengocokan hingga satu jam cukup baik digunakan untuk uji cepat penentuan kualitas bahan amelioran kapur. 3. Reaktivitas bahan kapur contoh lebih rendah dari bahan dolomit uji dan reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari kapur p.a (CaCO 3 p.a).

35 VI. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009a. Informasi Mineral dan Batubara : Kalsit. In : diakses pada tanggal 15 Juli Anonim. 2009b. Kalsit. In : diakses pada tanggal 7 Juli Anonim. 2009c. Informasi Mineral dan Batubara : Dolomit. In : diakses pada tanggal 15 Juli Anonim. 2009d. Dolomit. In : diakses pada tanggal 7 Juli Black, C. A Soil Plant Relationship. 2 th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York. 792p. Buckman, O. H., and N. C. Brady The Nature and Properties of Soils. 6 th ed. The Macmillan Company. New York. Coleman, N. T., E. J. Kamprath and S. B. Weed Liming. Adv. Agron. 10: Fox, R. L. and E. J. Kamprath Phosphate Sorption Isotherms for Evaluating The Phosphate Requirements of Soil. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 34: Jones, Ulysses. S Fertilizers and Soil Fertility. Reston Publishing Company, Inc. Virginia. Kamprath, E. J Aluminum Excahangeable as a Criterion Liming for Leached Mineral Soils. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 34: Kussow, W. R Introduction to Soil Chemistry. Soil Fertility Project. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sanchez, Pedro A Properties and Management of Soils in The Tropic. A Wiley Interscience Publication, John Wiley and Sons. New York, London, Sydney, Toronto.

36 Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton Soil Fertility and Fertilizers. 4 th ed. Collier Macmillan Company. New york.

37 LAMPIRAN

38 Tabel Lampiran 1. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Setelah Pencampuran Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 2. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Pertama Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 3. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kedua Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd

39 Tabel Lampiran 4. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Ketiga Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 5. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Keempat Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 6. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kelima Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd

40 Tabel Lampiran 7. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Keenam Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 8. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Ketujuh Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 9. Penetapan ph Tanah (Tanah:H 2 O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kedelapan Dosis Kapur ph Tanah Al-dd (me/100g) Ulangan Rata-rata Al-dd (me/100g) Al-dd Al-dd Al-dd

41 Tabel Lampiran 10. Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Ketujuh Dosis Kapur Al-dd Al-dd Al-dd Tabel Lampiran 11. Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Kedelapan Dosis Kapur Ca Mg Ratarata Ulangan Ulangan Ratarata Ca Mg Ratarata Ulangan Ulangan Ratarata Al-dd Al-dd Al-dd

42

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM. Oleh : RENI SRI HARJANTI A

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM. Oleh : RENI SRI HARJANTI A PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM Oleh : RENI SRI HARJANTI A24101101 PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012) TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM NANI SUSANTI A

EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM NANI SUSANTI A EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM Oleh NANI SUSANTI A24103065 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

2. Penaburan, pembenaman dan pencampuran kapur ketanah harus dalam dan rata.

2. Penaburan, pembenaman dan pencampuran kapur ketanah harus dalam dan rata. 2.1. PENGERTIAN PENGAPURAN Pengapuran adalah pemberian kapur kedalam tanah yang pada umumnya bukan karena kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam (Hardjowigeno, 1987). Pengapuran merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG KURNIAWAN RIAU PRATOMO A14053169 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II Tri Prayogo Yuni Khairatun Nikmah Alvia Yorinda Amto Fariandi Soli Putra S E.Artanto S.T Nainggolan Rezi Yunesmi D1B012097 D1B012098 D1B012099

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT

INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT INTERPRETASI STATUS HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) MENGGUNAKAN METODE DIAGNOSIS AND RECOMMENDATION INTEGRATED SYSTEM (DRIS) DAN DEVIATION FROM OPTIMUM PERCENTAGE (DOP) Oleh YUNITA MAHARANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di pedesaan atau pedalaman pencemaran udara terjadi karena eksploitasi sumber daya alam, baik secara tradisional maupun modern. Industri batu kapur merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama KEMASAMAN TANAH Wilayah tropika basah Sebagian besar tanah bereaksi masam Kemasaman tanah menjadi masalah utama Luas dan sangat potensial untuk pertanian Tanah yang banyak BO juga bereaksi masam TANAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tanah Ultisol Tanah Ultisol merupakan jenis tanah mineral yang berada pada daerah temperate sampai tropika, mempunyai horizon argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN AMELIORAN UNTUK MENGATASI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI DI TANAH SULFAT MASAM. Oleh WINA WIDYANI DWI AHFYANTI A

PEMILIHAN BAHAN AMELIORAN UNTUK MENGATASI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI DI TANAH SULFAT MASAM. Oleh WINA WIDYANI DWI AHFYANTI A PEMILIHAN BAHAN AMELIORAN UNTUK MENGATASI KERACUNAN ALUMINIUM PADA TANAMAN PADI DI TANAH SULFAT MASAM Oleh WINA WIDYANI DWI AHFYANTI A 24103043 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

Pupuk dolomit SNI

Pupuk dolomit SNI Standar Nasional Indonesia Pupuk dolomit ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Syarat mutu... 1 4 Pengambilan contoh...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT HUSIN KADERI, TATY INDRIAN DAN HARYATUN Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Jl.

Lebih terperinci

PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG. Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A

PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG. Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A KELARUTAN N-NH~ DAN N-NO< DARI KOMBINASI PUPUK UREA-ZEOLIT PADA TANAH SAWAH INCEPTISOL CIOMAS DAN VERTISOL CIRANJANG Oleh AJENG WISMA DWI ASIURTNI A24102066 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N. Lampiran 1 Prosedur uji asam basa dan Net Acid Generation (Badan Standardisasi Nasional, 2001) A. Prinsip kerja : Analisis perhitungan asam-basa meliputi penentuan potensi kemasaman maksimum (MPA) yakni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merill) PADA GRUMUSOL DARI CIHEA Oleh Siti Pratiwi Hasanah A24103066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II Tri Prayogo Yuni Khairatun Nikmah Alvia Yorinda Amto Fariandi Soli Putra S E.Artanto S.T Nainggolan Rezi Yunesmi D1B012097 D1B012098 D1B012099

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK Oleh : DEWI RATNASARI (A24104056) DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT Iurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 6 No. 1, April 2004: 7-13 ISSN 1410-7333 HUBUNGAN NISBAH K/Ca DALAM LARUTAN TANAH DENGAN DINAMIKA HARA K PADA ULTISOL DAN VERTISOL LAHAN KERING I/ Relationship between

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah DASAR ILMU TANAH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A24104092 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH

PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH PENGARUH PENGASAMAN TERHADAP PENJERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT ASAL CIKEMBAR NURUL HASANAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENGARUH PENGASAMAN

Lebih terperinci

Increasing P Retention in the Peat Column Amended with Mineral Soil and Some Rock Phosphates

Increasing P Retention in the Peat Column Amended with Mineral Soil and Some Rock Phosphates Iurnal Taizah dan Llngkungan,Vol. 6 No. 1, Aprrl2004: 22-30 lssn 1410-7333 PENINGKATAN IKATAN P DALAM KOLOM TANAH GAMBUT YANG DIBERI BAHAN AMELIORAN TANAH MINERAL DAN BEBERAPA JENIS FOSFAT ALAM Increasing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Pasir Besi Pasir besi merupakan bahan hasil pelapukan yang umum dijumpai pada sedimen disekitar pantai dan tergantung proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Penentuan Kesadahan Dalam Air

Penentuan Kesadahan Dalam Air Penentuan Kesadahan Dalam Air I. Tujuan 1. Dapat menentukan secara kualitatif dan kuantitatif kation (Ca²+,Mg²+) 2. Dapat membuat larutan an melakukan pengenceran II. Latar Belakang Teori Semua makhluk

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman Leguminoceae merupakan tanaman yang sudah lama diketahui sebagai penyubur tanah. Simbiosis antara tanaman Leguminoceae dengan bakteri Rhizobium sp. merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 08: Sifat Kimia (1): ph, KTK, KB

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 08: Sifat Kimia (1): ph, KTK, KB Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 08: Sifat Kimia (1): ph, KTK, KB ph tanah ph tanah ph tanah sifat kimia tanah yang amat penting (sifat fisik yang amat penting adalah tekstur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Asiditas dan Alkalinitas.

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

MATERI-8. Unsur Hara Makro: Kalsium & Magnesium

MATERI-8. Unsur Hara Makro: Kalsium & Magnesium MATERI-8 Unsur Hara Makro: Kalsium & Magnesium Unsur Hara Makro: Kalsium & Magnesium Pengapuran mengatasi pengaruh buruk kemasaman tanah: ketersediaan P & Mo rendah, kekurangan unsur K, Ca & Mg; keracunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA Oleh : ANRI SUNANTO A24103106 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DISTRIBUSI BENTUK

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penetapan reaksi tanah (ph) tertentu yang terukur pada tanah ditentukan oleh seperangkat faktor kimia tertentu. Oleh karena itu, penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pangan juga akan meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas tanah. Hal tersebut

Lebih terperinci

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT Rasional Sejumlah kation dapat membebaskan K yang terfiksasi pada tanah-tanah yang banyak mengandung mineral liat tipe

Lebih terperinci

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH: 1 PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI DI TANAH ULTISOL SKRIPSI OLEH: RANGGA RIZKI S 100301002 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

KESUBURAN DAN PEMUPUKAN TANAH HUTAN Oleh : Dr.Ir.Haryono Kamis, 15 September 2005

KESUBURAN DAN PEMUPUKAN TANAH HUTAN Oleh : Dr.Ir.Haryono Kamis, 15 September 2005 KESUBURAN DAN PEMUPUKAN TANAH HUTAN Oleh : Dr.Ir.Haryono Kamis, 15 September 2005 Kesuburan berasal dari kata dasar Subur atau Fertililty Kesuburan Tanah atau Soil Fertility Fertilizer atau Pupuk, sedangkan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

UJI METODE PENGUKURAN Al dd EKSTRAKTAN KCl DAN LaCl 3 DALAM MENETAPKAN KEBUTUHAN KAPUR DI TANAH ULTISOL MASAM SKRIPSI OLEH :

UJI METODE PENGUKURAN Al dd EKSTRAKTAN KCl DAN LaCl 3 DALAM MENETAPKAN KEBUTUHAN KAPUR DI TANAH ULTISOL MASAM SKRIPSI OLEH : UJI METODE PENGUKURAN Al dd EKSTRAKTAN KCl DAN LaCl 3 DALAM MENETAPKAN KEBUTUHAN KAPUR DI TANAH ULTISOL MASAM SKRIPSI OLEH : FITRIA PERMATA SARI 110301243 AET ILMU TANAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

KINETIKA TRANSFORMASI BORON PADA ANDOSOL SUKAMANTRI, GRUMUSOL CIHEA DAN LATOSOL DARMAGA

KINETIKA TRANSFORMASI BORON PADA ANDOSOL SUKAMANTRI, GRUMUSOL CIHEA DAN LATOSOL DARMAGA 1 KINETIKA TRANSFORMASI BORON PADA ANDOSOL SUKAMANTRI, GRUMUSOL CIHEA DAN LATOSOL DARMAGA Oleh ADE EVA MARIANE LETIDJAWA A24104007 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

Lahuddin, Hardy Guci, Bintang Sitorus, dan Risna Afri Yanti Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Lahuddin, Hardy Guci, Bintang Sitorus, dan Risna Afri Yanti Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan Interaksi Kompos dan Dolomit: Efek Interaksi Perlakuan Kompos dan Dolomit pada Tanah Sangat Asam terhadap Kadar Ca-dd, Al-dd, dan P-Bray II dalam Tanah Compost and Dolomite Interaction: The Interaction

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

PELEPASAN KATION BASA PADA BAHAN PIROKLASTIK GUNUNG MERAPI

PELEPASAN KATION BASA PADA BAHAN PIROKLASTIK GUNUNG MERAPI 1 PELEPASAN KATION BASA PADA BAHAN PIROKLASTIK GUNUNG MERAPI Novalia Kusumarini *, Sri Rahayu Utami, Zaenal Kusuma Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya * penulis korespondensi: novakusuma8@gmail.com

Lebih terperinci

UJIAN PRAKTIKUM KI2121 DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR KALSIUM DALAM KAPUR TULIS

UJIAN PRAKTIKUM KI2121 DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR KALSIUM DALAM KAPUR TULIS UJIAN PRAKTIKUM KI2121 DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR KALSIUM DALAM KAPUR TULIS Kelompok : Kelompok 1 Tanggal Persentasi : 14 November 2016 Tanggal Percobaan : 21 November 2016 Alfontius Linata

Lebih terperinci