STIE Putra Perdana. Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STIE Putra Perdana. Indonesia"

Transkripsi

1 Akuntansi ANALISA KOREKSI FISKAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT MULYA ADHI PRAMITHA, JAKARTA HUSIN., S.E., M.Ak (Dosen Tetap STIE PPI) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ini, untuk mendapatkan inforamasi dengan tingkat validitas dan dipercaya terkait ketaatan PT. Mulya Adhi Pramitha, jakarata dalam mematuhi ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku dengan dilakukannya koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial tahun 2014 serta menjabarkan secara terperinci mengenai alasan dilakukannya koreksi. Penelitian ini, dengan metode deskriptif kualitatif secara obyektif dan menjelaskan data atau even dengan penjelasan secara kualitatif. Adapun fokus metode kualitatif ini, pada metode penelitian observasi hasil pekarjaan. data dianalisis dengan cara nonstatistik dengan tidak harus menabukan angka. Kesimpulan hasil penelitian ini, bahwa PT. Mulya Adhi Pramitha belum melakukan penyusunan laporan keuangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini terlihat dari koreksi perusahaan sebesar Rp , akan tetapi setelah peneliti lakukan penelitian dan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku terdapat koreksi tambahan dari Peneliti sebesar Rp Dengan total koreksi adalah Rp yang terdiri dari koreksi positif sebesar Rp dan koreksi negatif sebesar Rp Akibat koreksi, terjadi kenaikan besarnya laba komersial dari Rp ,- menjadi sebesar Rp ,- berrati telah terjadi kenaikan laba sebesar 193% yang diakui oleh fiskal 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cita-cita menjadi bangsa yang adil dan makmur sesuai amanat Undand-undang maka, dibutuhkan sumber penghasilan untuk membiayai pembangunan, salah satu sumber penerimaan terbesar yang sangat diharapkan untuk mengisi kas negara adalah pajak oleh wajib pajak ke kas negara, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan. Sehingga, pemerintah bekerja keras untuk menciptakan berbagai macam peraturan dalam rangka menertibkan sistem perpajakan di. InoVasi Volume 11: April 15 Page 620

2 Akuntansi Pajak bagi suatu perusahaan dalam menunjukkan kinerja atas profit yang diperoleh, berarti apabila perusahaan memperoleh pengahsilan tinggi berrati pajak yang dibayarkan tinggi, akibatnya penerimaan Negara atas pajak tinggi. Dan apabila perusahaan laba kecil dan bahkan tidak mempoleh laba, berrati perusahaan tidak membayar pajak berrati tidak mempunyai kontribusi bagi pembangunan, yang pada suatu saat akan mempunyai dampak yang tidak baik bagi perusahaan tersebut. Akan tetapi, disisi lain pajak sebagai salah satu pengurang profit bagi suatu badan usaha, untuk itu perusahaan harus melakukan langkah-langkah strategis dan bijaksana dengan tidak berlawanan dengan Peraturan Perpajakan, sehingga kedua unsur tersebut di atas dapat tercapai secara seimbang dengan tidak saling merugikan. Dalam perhitungan laba kena pajak badan, maka Peraturan Perpajakan diharuskan mempunyai prioritas utama yang harus dilaksanakan di atas Standar Akuntansi Keuangan melalui penyesuaian (koreksi fiskal). Laporan keuangan perusahaan biasanya harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut digunakan sebagai dasar Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan yang akan disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan, laporan keuangan komersial mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan laporan keuangan fiskal mengacu pada Peraturan Perpajakan. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan penyesuaian fiskal (koreksi fiskal), harus dilakukan rekonsiliasi laporan keuangan komersial yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan disesuaikan menjadi lap oran keuangan fiskal sesuai dengan Peraturan Perpajakan sehingga diperoleh laba yang menjadi dasar perhitungan laba kena pajak perusahaan tersebut. Berdasarkan perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dibedakan menjadi beda tetap dan beda waktu. Beda tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak, dan beda waktu yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebanannya berbeda. Koreksi fiskal dapat menyebabkan laba kena pajak berkurang (koreksi negatif) atau laba kena pajak bertambah (koreksi positif). InoVasi Volume 11: April 15 Page 621

3 Akuntansi PT. Mulya Adhi Pramitha adalah badan usaha yang menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan merupakan wajib pajak yang harus menghitung, melaporkan dan menyetorkan sendiri pajak terutang atas penghasilan yang diperolehnya berdasarkan self assessment system yang dianut oleh sistem perpajakan di. Agar pajak yang dihitung, dilaporkan, dan disetor sesuai dengan peraturan perpajakan maka PT. Mulya Adhi Pramitha harus melakukan koreksi fiskal atas laporan keuangan komersialnya, dari penyesuaian (koreksi fiskal) yang dilakukan akan menyebabkan laba kena pajak bertambah (koreksi Positif) atau laba kena pajak berkurang (koreksi negatif) yang berpengaruh terhadap besarnya pajak yang akan disetorkan oleh PT. Mulya Adhi Pramitha ke kas negara. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah, maka peneliiti merumuskan pokok-pokok permasalahan yang di identifikasi untuk di teliti yaitu : 1. Jenis jenis biaya-biaya atau penghasilan apa saja yang harus dikoreksi pada laporan keuangan komersial khususnya Laporan Laba Rugi dan Laporan Harga Pokok Penjualan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku 2014? 2. Bagaimana perlakuan pajak terhadap laba rugi fiskal hasil koreksi yang telah dilakukan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku 2014? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Keterbatasan waktu, tenaga, dana peneliti, dan teori teori dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam dan menghindari pembatasan penelitian yang terlalu luas dan kurang mengarah. Peneliti membatasi masalah pada Analisis Koreksi Fiskal atas laporan Keuangan Komersial Terhadap Laba Kena Pajak badan pada PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku Tujuan Berdasarkan pokok permasalahan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : InoVasi Volume 11: April 15 Page 622

4 Akuntansi 1. Mengetahui jens-jenis biaya-biaya apa saja yang harus dikoreksi pada Laporan Harga Pokok Penjualan dan Laporan Laba Rugi PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku 2014 dengan Undang-Undang PPh No. 07 tahun 1983 yang terakhir dirubah dengan No.36 Tahun Mengetahui perlakuan pajak atas laba/rugi fiskal yang dihasilkan dari koreksi fiskal yang telah dilakukan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku B. LANDASAN TEORI Koreksi Fiskal Perbedaan pertimbangan yang mendasari penyusunan lap oran keuangan komersial dengan kebijakan perpajakan menghasilkan jumlah angka laba yang berbeda (laba komersial dan laba fiskal). Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran-ukuran tersebut dibuat untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh setiap wajib pajak ke negara. Demikian juga halnya dengan standar akuntansi keuangan mempunyai kriteria dalam pengukuran dan pengakuan setiap unsur yang terdapat dalam laporan keuangan, laporan keuangan komersial yang disusun berdasarkan seperangkat standar akuntansi yang ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial suatu entitas. Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan lap oran keuangan fiskal adalah sebagai berikut : 1. Perbedaan metode dan pro sedur, diantaranya : a. Metode penilaian persediaan, akuntansi komersial memperbolehkan memilih metode perhitungan harga perolehan persediaan seperti metode average, first in first out (FIFO), pendekatan laba bruto, pendekatan harga jual eceran, dan lain-lain.sedangkan dalam fiskal hanya diperbolehkan memilih dua metode, yaitu metode average dan metode first in first out (FIFO). b. Memilih metode penyusustan dan amortisasi, akuntansi komersial memperbolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun, metode jam jasa, metode jumlah unit produksi, metode berdasarkan jenis dan kelompok, metode anuitas, metode persediaan, untuk semua jenis harta InoVasi Volume 11: April 15 Page 623

5 Akuntansi berwujud/aktiva tetap. Dalam fiskal, metode penyusutan hanya meliputi metode garis lurus dan metode saldo menurun untuk harta berwujud non bangunan, sedangkan harta berwujud bangunan dibatasi pada metode garis lurus saja. Selain perbedaan metode, ada juga perbedaan dalam menafsir umur ekonomis atau masa manfaat suatu aktiva. Dimana dalam akuntansi komersial, manajemen dapat menetukan sendiri umur aktivanya, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis atau masa manfaat diatur dan ditetapkan berdasarkan keputusan menteri keuangan. Dalam akuntansi keuangan komersial diperbolehkan adanya residu atau nilai sisa dari suatu aktiva dalam perhitungan penyusutan. Akan tetapi menurut fiskal nilai sisa ini tidak diperhitungkan karena seperti telah dijelaskan di Pasal 10 dan 11 Undang-undang No. 36 Tahun 2008, dasar penyusutan adalah harga perolehan yakni pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan aktiva berwujud kecuali tanah, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. c. Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan piutangditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan. Pembentukan cadangan dalam fiskal hanya diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi secara ketat oleh aturan perpajakan. 2. Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya, antara lain: a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan objek pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi laporan keuangan, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan menurut akuntansi komersial, contohnya: Bunga deposito/bunga tabungan dan diskonto SBI. InoVasi Volume 11: April 15 Page 624

6 Akuntansi c) Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi keuangan komersial sebagai biaya atau pengurang penghasilan, tetapi dalam fiskal, pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) UU PPh, yaitu: 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, dan anggota keluarga. 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. 7. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi yang memeluk agama islam dan atau wajib pajak dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. 8. Pajak penghasilan 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi dalam saham. InoVasi Volume 11: April 15 Page 625

7 Akuntansi 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan Perbedaan Waktu dan Permanen Ada dua perbedaan waktu yaitu: a. Beda waktu/sementara ( temporary difference). Perbedaan sementara terjadi karena adanya perbedaan saat pengakuan terhadap pendapatan maupun beban oleh Peraturan undang-undang perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan, dan perbedaan tersebut secara otomatis akan terkoreksi di kemudian hari. b. Beda tetap (permanentdifference). Perbedaan tetap terjadi karena Standar Akuntansi Keuangan mengakui semua pemasukan merupakan penghasilan yang akan menambah laba, dan semua pengeluaran merupakan pengurang laba kena pajak. Sementara bagi undang-undang perpajakan ada beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak, karena pendapatan tersebut telah dikenakan pajak bersifat final. Dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak, hal ini dikarenakan ada beberapa jenis pengeluaran yang bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan perolehan penghasilan Koreksi Positif dan Koreksi Negatif Ada 2 (dua) macam koreksi fiskal, yaitu: a. Koreksi fiskal positif, yaitu koreksi atau penyesuaian yang akan menyebabkan bertambahnya laba kena pajak yang pada akhirnya pajak terutang badan akan bertambah besar, yang terdiri dari: 1) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota. 2) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan 3) Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan. 4) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan. 5) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan. 6) Pajak penghasilan. InoVasi Volume 11: April 15 Page 626

8 Akuntansi 7) Gaji yang dibayarkan. 8) Sanksi administrasi. 9) Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal. 10) Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal. 11) Biaya yang ditangguhkan pengakuannya. 12) Penyesuaian positif fiskal lainnya. b. Koreksi fiskal negatif, yaitu penyesuaian yang akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak, sehingga pajak terutang badan akan lebih kecil, diantaranya: 1) Selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal. 2) Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal. 3) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya. 4) Penyesuaian negatif fiskal lainnya. Teknik rekonsiliasi fiskal dapat dilakukan seperti berikut ini: 1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi komersial tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi komersial, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi komersial, dan sebaliknya. 2. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan biaya tersebut dari total biaya menurut akuntansi komersial yang berarti menambah laba menurut akuntansi komersial, dan sebaliknya. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Wajib Pajak Badan biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas. Perusahaan-perusahaan ini dalam prakteknya tentu melakukan proses pembukuan dan pada akhirnya akan menghasilkan laporan keuangan berupa Neraca dan Rugi Laba. Laporan keuangan seperti ini biasanya dibutuhkan oleh berbagai macam pihak terutama sekali adalah pemilik perusahaan dan kreditur. Laporan keuangan ini pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel Penelitian Koreksi fiskal atas InoVasi Volume 11: April 15 Page 627

9 Akuntansi lap oran keuangan komersial (variabel Y) Laba kena Pajak (variabel Y) Dalam metode penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, alasannya yaitu untuk mengetahui, menggambarkan, memaparkan jalannya suatu penelitian yang tengah berlangsung atau mengetahui permasalahan yang terjadi di perusahaan tempat penulis mengadakan penelitian. Menurut Sugiyono (2009:6) mengatakan metode deskriptif yaitu : Penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan/menghubungkan dengan variabel lainnya. Beberapa penyebab utama perbedaan laba komersial dan laba fiskal yang banyak ditemui di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Adanya penghasilan yang bukan objek pajak menurut fiskal (non taxable income), 2. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh Final sehingga tidak perlu lagi dihitung dalam SPT Tahunan, 3. Adanya biaya-biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses), dan 4. Adanya perbedaan waktu pengakuan biaya seperti biaya penyusutan dan amortisasi. 3.2 Hipotesis Dari latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas maka hipotesis yang diambil adalah,: Hi[poteisi alternative (Ha 1) menyatakan adanya biaya-biaya atau penghasilan yang harus dikoreksi pada laporan keuangan komersial khususnya Laporan Laba Rugi dan Laporan Harga Pokok Penjualan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku Hopteisis Alternative kedua : menyatkan adnya perlakuan pajak atas laba/rugi fiskal yang dihasilkan dari koreksi fiskal yang telah dilakukan PT. Mulya Adhi Pramitha tahun buku 2014.artinya semakin banyak koreksi positif maka akan semakin besar laba kena pajak (semakin kecil rugi InoVasi Volume 11: April 15 Page 628

10 Akuntansi fiskal yang berkaitan dengan kompensasi kerugian pada perhitungan pajak ditahun berikutnya), serta semakin banyak koreksi negatif maka akan semakin kecil laba kena pajak perusahaan (semakin besar rugi yang diakui oleh fiskal). 3.3 Asumsi Asumsi dari penelitian ini adalah masih terdapat biaya - biaya dan penghasilan yang perlu di koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, karena tidak semua ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah: 1. Data Primer, data yang diperoleh melalui wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan karyawan yang berwenang dan berhubungan langsung dengan objek yang diteliti. 2. Data sekunder, data yang diperoleh dengan mengumpulkan data laporan keuangan komersial tahun Populasi dan Sampel Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi social yang memiliki kesamaan dengan situasi social pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori (Sugiyono, 2007:50). 3.6 Tekhnik Analisis Data Tekhnik analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data sehingga lebih dimengerti. Metode analisis data yang digunakan atau diterapkan untuk menganalisis dalama penelitian ini adalah : Metode Analisis Deskriptif yaitu metode yang dilakukan dengan cara InoVasi Volume 11: April 15 Page 629

11 Akuntansi mengumpulkan data, menyusun, menginterprestasikan sehingga diperoleh gambaran yang jelas terhadapa masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis melalui langkahlangkah di bawah ini: a. Membandingkan dan melakukan koreksi atas laporan keuangan komersial yang telah dibuat oleh PT. Mulya Adhi Pramitha dengan peraturan perpajakan yang ada. b. Menghitung besarnya pajak terutang dari laporan keuangan fiskal serta membandingkannya dengan besarnya pajak terutang berdasarkan laporan keuangan komersial. 4.PEMBAHASAN Pendapatan dan Biaya yang Non-Deductible Di bawah ini merupakan pendapatan dan biaya yang menurut ketentuan pajak tidak diperkenankan untuk dibiayakan (Non Deductible) sehingga perlu di koreksi fiskal. 1). Tunjangan Makan PT PT. Mulya Adhi Pramitha menyediakan makan dan minuman bagi seluruh karyawan di tempat kerja. Pemberian makanan dan minuman di tempat kerja merupakan natura yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Natura dan kenikmatan dari sisi biaya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu natura yang sifatnya deductible expense (diperbolehkan untuk dibiayakan) serta natura yang sifatnya non deductible expense (tidak dip erbolehkan menjadi biaya). Natura yang sifatnya deductible expense adalah pemberian makanan dan atau minuman untuk seluruh pegawai, natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut, dan natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya. InoVasi Volume 11: April 15 Page 630

12 Akuntansi Pemberian natura dan kenikmatan di luar tiga hal tadi merupakan non deductible expense. Perusahaan memang tidak melakukan koreksi atas biaya tunjangan makan ini. Akan tetapi, setelah penulis lakukan pemeriksaan nilai tunjangan makan PT. Mulya Adhi Pramitha tidak seluruhnya merupakan biaya untuk makan karyawan. Sebagian merupakan biaya makan di luar kantor yang dilakukan oleh para karyawan yang tidak ada kaitannya dengan tiga hal yang sebelumnya disebutkan, seperti menjamu customer atau auditor ataupun dalam rangka gathering perusahaan. Karena itulah berdasarkan aturan di atas, nilai tunjangan makan baik dalam Laporan Harga Pokok Penjualan maupun Laporan Laba Rugi harus dikoreksi. Setelah diperiksa total koreksi fiskal atas tunjangan makan adalah Rp ,-, yang merupakan penjumlahan dari Rp ,- hasil koreksi dari laporan HPP dan Rp ,- hasil koreksi dari Laporan Laba Rugi. Ini merupakan koreksi positif karena beda tetap. Dengan demikian, nilai yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk tunjangan makan adalah Rp ,- 2). Tunjangan Kesehatan Berdasarkan Undang Undang PPh Tahun 1984 beserta perubahannya terakhir yaitu no. 36 Tahun 2008, Pemberian kenikmatan kepada pegawai berupa biaya pengobatan pegawai yang dibayar langsung ke rumah sakit, dokter atau apotik, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto ( nondeductible) dan bukan objek PPh Pasal 21 (non-taxable), akan tetapi apabila diberikan dalam bentuk tunjangan atau penggantian pengobatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh Pasal 21. Tunjangan kesehatan atau biaya pengobatan ini perlu diperhatikan cara pembayarannya, yaitu : i. Biaya pengobatan karyawan yang dibayar perusahaan langsung ke rumah sakitatau dokter dan apotek, pembayaran tersebut sebagai pemberian kenikmatansehingga tidak boleh dibayarkan dan bukan objek PPh Pasal 21 InoVasi Volume 11: April 15 Page 631

13 Akuntansi bagi penerimanya.sebagai contoh apabila perusahaan mempunyai rumah sakit atau poliklinik sendiri. ii. Biaya penggantian pengobatan, pemberian tunjangan pengobatan, uang pengobatan, sebagai biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan bruto (deductible expense) dan objek PPh Pasal 21 Selama tahun 2014 perusahaan membayar uang ganti terhadap karyawan yang melakukan pengobatan ke klinik atau Rumah Sakit, ini bukan merupakan penghasilan bagi karyawan dan bukan objek PPh 21.Berdasarkan data di atas, hal ini merupakan salah satu bentuk kenikmatan/natura bagi karyawan yang tentu saja tidak dapat dibiayakan. Karena itu, senilai Rp ,- (Laporan Harga Pokok Produksi) ditambah dengan Rp ,- (Laporan Laba Rugi) harus dikoreksi negative. Ini merupakan jenis koreksi karena beda tetap. 3). Tunjangan Jamsostek PT. Mulya Adhi Pramitha membayar tunjangan Jamsostek setiap bulannya dengan perincian sebagai berikut : Tabel 4.3 Prosentase Nilai Tunjangan Jamsostek Jenis Tunjangan Prosentas Keterangan JKK (Jaminan 0.89% Dibayar oleh Perusahaan Kecelakaan Kerja) JKM (Jaminan 0.30% Dibayar oleh Perusahaan JHT (Jaminan Hari Tua) 3.70% Dibayar oleh Perusahaan JHT (Jaminan Hari 2.00% Dibebankan Tua) kepada JPK (Jaminan Karyawan 3.00% Dibayar oleh Pemeliharaan Perusahaan (Belum JPK (Jaminan Pemeliharaan 6.00% Dibayar oleh Perusahaan (Sudah Pemberian tunjangan oleh pemberi kerja merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, hal ini dapat kita lihat di pasal 6 ayat 1 Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana InoVasi Volume 11: April 15 Page 632

14 Akuntansi telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 tahun 2008, dinyatakan bahwa : Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha diantaranya adalah biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjanganyang diberikan dalam bentuk uang Iuran atau premi Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ke PT. Jamsostek merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh 21 Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) ke PT. Jamsostek atau iuran pensiun ke Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dapat dikurangkan dan bukan objek PPh Pasal 21 Dari peraturan-peraturan pajak tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa segala macam tunjangan merupakan penghasilan bagi pegawai tetap dan sifatnya taxable atau terutang serta wajib dipotong pajakpenghasilan. Tunjangan yang diberikan oleh pemberi kerja adalah biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto karena merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Akan tetapi, seperti yang terlihat pada tabel di atas,berbeda dengan tunjangan lain yang dibayarkan oleh perusahaan, tunjangan JHT sebanyak 2% dibebankan kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan PP No. 14 Tahun 1993 sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan PP No. 76 Tahun 2007, pasal 9 ayat (1) huruf b, yaitu besarnya iuran program sosial tenaga kerja untuk Jaminan Hari Tua adalah sebesar 5,70% dari upah sebulan. Diperjelas pada pasal 9 ayat (3), yang menyatakan bahwa Iuran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja Sebanyak 3,70% JHT yang telah dibayar perusahaan, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini dapat dilihat dalam Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 2 1/26, yaitu bagi perusahaan yang InoVasi Volume 11: April 15 Page 633

15 Akuntansi sudah ikut program JAMSOSTEK, pembayaran iuran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,70% merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, tapi bukan merupakan objek PPh 21. Dan diperjelas dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu untuk me nentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan antara lain premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Meskipun perusahaan tidak melakukan koreksi atas biaya tunjangan jamsostek ini, akan tetapi berdasarkan ketentuan di atas sebanyak 2% dari total JHT yang dibayar tidak boleh dikurangkan dari laba bruto dan harus dikoreksi karena telah dibebankan kepada karyawan. Karena itu, senilai Rp ,- (koreksi Laporan HPP) dan Rp ,- (koreksi Laporan Laba Rugi) harus dikoreksi. Dari hasil koreksi tersebut maka jumlah tunjangan Jamsostek yang diakui pajak adalah Rp ,- Jumlah koreksi tunjangan tersebut merupakan koreksi fiskal positif dan merupakan bedatetap artinya sifatnya permanen (final) dan koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya. 4). Tunjangan PPh 21 Pada umumnya jika suatu biaya yang terkait dengan karyawan akan terutang PPh 21 jika biayanya diakui misalnya biaya gaji, tunjangan bonus dan sebagainya. Jika pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiscal (Non deductible) sehingga bagi karyawan yang menerima bukan merupakan penghasilan (Non Taxable). Imbalan bruto berarti karyawan akan menerima imbalan sejumlah tertentu kemudian oleh perusahaan akan dipotong PPh 21 sesuai dengan InoVasi Volume 11: April 15 Page 634

16 Akuntansi tarif yang berlaku sehingga karyawan akan memperoleh uang sejumlah imbalan dikurangi PPh 21 yang harus dipotong. Take home pay berarti karyawan akan menerima imbalan sesuai dengan jumlah tertentu yang sudah disetujui pada awal bekerja dan perusahaan yang akan menanggung PPh 21 yang harus dipotong dan disetor. Ada dua alternative perlakuan dari transaksi tersebut diatas, yaitu : a) PPh 21 diakui sebagai natura/kenikmatan (pajak yang dibayar ditanggung perusahaan) perhitungannya akan sama dengan Imbalan bruto. Tunjangan PPh 21 yang disetor Non Taxable dan Non Deductible. b) PPh 21 diakui sebagai biaya perusahaan atau penghasilan dari karyawan, lebih dikenal dengan istilah gross up. PPh 21 yang disetor Taxable dan Deductible. Pemilihan pengakuan di atas biasanya dilakukan berdasarkan tax planning yang dibuat perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan. Sesuai dengan Pasal 9 huruf h UU PPh No. 36/2008 yang tidak termasuk deductable expense/biaya yang boleh dikurangkan adalah Pajak Penghasilan. Berdasarkan keterangan di atas, maka jelas tunjangan PPh 21 tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena telah di bebankan kepada karyawan (dip otong dari gaji karyawan).karena itu, dalam Lap oran Laba Rugi jumlah tunjangan PPh 21 sebesar Rp ,52 dikoreksi fiskal negatif, dan merupakan beda tetap. 5). Penyusutan UU PPh No. 36 tahun 2008 Pasal 6 ayat (b), tertulis : Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A Sesuai dengan pasal 11 ayat (6) metode penyusutan yang dip erbolehkan untuk kelompok bangunan permanen maupun tidak InoVasi Volume 11: April 15 Page 635

17 Akuntansi permanen adalah metode garis lurus (pasal 11 ayat (1) penyusutan dilakukan pada bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut) dan untuk kelompok bukan bangunan menggunakan metode garis lurus atau saldo menurun (pasal 11 ayat (2) penyusutan dapat dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat azas. Dalam melakukan perhitungan biaya penyusutan atas aktiva, perusahaan belum mengelompokkan aktiva aktiva tersebut sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. Oleh karena itu, penulis mengoreksi biaya biaya penyusutan atas aktiva perusahaan, diantaranya : a). Biaya penyusutan kendaraan PT. Mulya Adhi Pramitha menyediakan kendaraan tertentu bagi pegawai tertentu, kendaraan tersebut disusutkan selama 5 (lima) tahun dengan metode garis lurus untuk laporan komersial dan untuk fiskal digunakan metode saldo menurun yang masuk kelompok 2 dengan masa manfaat 8 (delapan) tahun. Dari hasil perhitungan dip eroleh bahwa penyusutan komersial dengan metode penyusutan garis lurus adalah sebesar Rp , sedangkan penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun untuk kendaraan kategori 1 adalah Rp , dan untuk kategori 2 adalah Rp (lihat lamp iran 4). Penyusutan kendaraan kategori 2 merupakan penyusutan untuk kendaraan yang dipergunakan oleh pegawai dimana kendaraan tersebut dibawa pulang, maka sesuai dengan KEP-220/PJ/2002 yang mulai berlaku pada 18 April 2002, penyusutannya hanya dapat dibebankan sebesar 50% dan merupakan kelompok 2 aktiva bukan bangunan dari beban. Maka total selisih beban penyusutan kendaraan adalah Rp dan harus dikoreksi negatif beda waktu. b).biaya penyusutan peralatan kantor Sesuai dengan kebijakan manajemen PT. Mulya Adhi Pramitha penyusutan peralatan kantor diestimasi dengan umur ekonomis selama 5 InoVasi Volume 11: April 15 Page 636

18 Akuntansi (lima) tahun dan penyusutan dihitung berdasarkan metode penyusutan garis lurus, sehingga beban penyusutan untuk peralatan kantor pada tahun 2014 untuk laporan keuangan komersial sebesar Rp (lihat lampiran 5a). Untuk keperluan dalam pelaporan pajak PT. Mulya Adhi Pramitha menggunakan metode saldo menurun kelompok 1 dengan masa manfaat 4 (empat) tahun. Penyusutan hasil perhitungan penulis adalah Rp (lihat lampiran 5b ), dari data yang diperoleh diketahui tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk peralatan kantor yang dikapitalisasi. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa penyusutan komersial lebih besar dibandingkan penyusutan untuk fiskal sebesar Rp yang harus dikoreksi positif beda waktu. c). Penyusutan mesin Kebijakan akuntansi PT. Mulya Adhi Pramitha dalam pengalokasian pembebanan penyusutan mesin adalah dengan menggunakan metode garis lurus dengan estimasi umur ekonomis selama 5 (lima) tahun, sedangkan untuk keperluan pajak PT. Mulya Adhi Pramitha menetapkan untuk menggunakan metode saldo menurun yang termasuk dalam kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun. Sebagai akibat dari perbedaan kedua metode tersebut jumlah biaya penyusutan mesin yang diakui oleh wajib pajak badan dan fiskal akan berbeda karena itu perbedaan jumlah penyusutan yang terjadi harus disesuaikan. Dalam laporan harga pokok penjualan PT PT. Mulya Adhi Pramitha tahun 2014 dilaporkan besar penyusutan untuk mesin sebesar Rp (lihat lampiran 6a) sementara perhitungan penyusutan menurut metode saldo menurun untuk tahun 2014 adalah sebesar Rp (lihat lampiran 6b) yang menyebabkan perbedaan sementara dan harus dikoreksi positif karena beban penyusutan yang diakui oleh fiskal lebih kecil dari penyusutan yang diakui oleh komersial yaitu sebesar Rp d). Penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrik Dalam pengalokasian beban penyusutan untuk pelaporan pajak, PT. Mulya Adhi Pramitha menerapkan metode garis lurus dimana peralatan dan perlengkapan termasuk dalam kategori aktiva tetap bukan InoVasi Volume 11: April 15 Page 637

19 Akuntansi bangun kelompok 1 dengan umur ekonomis 4 tahun. Sementara untuk pelaporan pajak menggunakan metode saldo menurun dimana peralatan dan perlengkapan pabrik dibagi menjadi 2 kategori yaitu harta bukan bangunan kelompok 1 dengan masa manfaat 4 (empat) tahun dan harta bukan bangunan kelompok 2 dengan masa manfaat 8 (delapan) tahun. Total beban penyusutan atas peralatan dan perlengkapan selama tahun 2014 yang dilaporkan dalam laporan harga pokok penjualan dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus adalah sebesar Rp (lihat lampiran 7a) sedangkan penyusutan dengan metode saldo menurun untuk pelaporan pajak sebesar Rp yang terdiri dari Rp untuk beban penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrik yang termasuk dalam aktiva bukan bangunan kategori 1 dan Rp untuk beban penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrik yang termasuk dalam aktiva bukan bangunan kategori 2 (lihat lampiran 7b), dengan demikian terdapat perbedaan sementara yang harus dikoreksi negatif menurut laporan keuangan PT. Mulya Adhi Pramitha karena penyusutan untuk pajak lebih besar dari penyusutan komersial sebesar Rp Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dari laporan harga pokok penjualan terdapat koreksi fiskal negatif yang mengakibatkan beda waktu sebesar Rp dan koreksi fiskal positif yang mengakibatkan beda tetap sebesar Rp ).Biaya Perj alanan Biaya Perjalanan yang dimaksud di Laporan Laba Rugi adalah biaya tiket pesawat yang digunakan oleh pihak manajemen dalam melakukan perjalanan pulang pergi ke Korea. Perjalanan yang dilakukan ini tidak hanya untuk urusan bisnis, tetapi juga untuk urusan pribadi. Sesuai dengan penjelasan pasal 9 ayat (1) UU PPh No.36/2008 yaitu pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk (3M) mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pembebannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. InoVasi Volume 11: April 15 Page 638

20 Akuntansi Setelah dilakukan pengecekan, besar biaya perjalanan untuk urusan pribadi adalah Rp Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya, maka biaya perjalanan sebesar Rp perlu dikoreksi fiskal karena tidak ada hubungannya dengan kegiatan 3M. Ini merupakan koreksi fiskal negatif karena beda tetap. 7).Biaya kendaraan Biaya kendaraan yang dimaksud disini adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar, toll dan parkir kendaraan perusahaan. Total biaya bahan bakar yang menjadi beban perusahaan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp untuk kendaraan yang dipakai oleh pegawai tertentu yang dipergunakan atas jabatan atau pekerjaan pegawai tersebut dan kendaraan tersebut dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Dalam laporan terlihat bahwa perusahaan tidak mengoreksi biaya kendaraan. Meskipun demikian, sesuai dengan KEP-220/PJ/202 yang mulai berlaku pada 18 April 2002 Pasal 3 ayat (1) kendaraan perusahaan (sedan) yang dibawa pulang & dikuasai pegawai maka atas biaya bahan bakarnya hanya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebesar 50% dari biaya komersialnya. Berdasarkan aturan tersebut, penulis mengoreksi biaya kendaraan perusahaan. Besar biaya bahan bakar, toll dan parkir kendaraan yang menjadi pengurang penghasilan yang diperkenankan oleh fiskal adalah 50% dari Rp sebesar Rp , dan ini merupakan koreksi positif karena beda tetap. 8). Biaya Pemeliharaan Kendaraan Biaya kendaraan yang menjadi beban perusahaan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp untuk kendaraan yang dipakai oleh pegawai tertentu yang dip ergunakan atas jabatan atau pekerjaan pegawai tersebut dan kendaraan tersebut dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Sama seperti biaya kendaraan, perusahaan juga belum melakukan koreksi atas biaya pemeliharaan kendaraan. Sesuai dengan KEP-220/PJ/2002 yang mulai berlaku pada 18 April 2002 pasal 3 ayat 2 : InoVasi Volume 11: April 15 Page 639

21 Akuntansi Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan Berdasarkan ketentuan di atas, maka penulis mengoreksi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah 50% dari Rp sebesar Rp ,50. Ini merupakan koreksi positif karena beda tetap. 9). Biaya Perhubungan Biaya perhubungan sebesar Rp ,70 terdiri dari Rp yang merupakan biaya atas pemakaian telpon dan internet, serta Rp merupakan biaya atas pembelian pulsa atau pembayaran biaya telpon pasca bayar bagi pegawai perusahaan. Biaya telepon dan internet merupakan biaya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, karena itu sesuai dengan UU No. 36 tahun 2008pasal 6 ayat 1(a), biaya listrik, telepon dan air yang pembayarannya dapat dibuktikan dari tagihan merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Sementara biaya pemakaian telpon pribadi dapat dikategorikan sebagai bentuk kenikmatan/natura. Jika merujuk kepada UU 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1(e), jelas biaya ini tidak dapat dibebankan. Akan tetapi, berdasarkan KEP - 220/PJ./2002yang mulai berlaku 18 April 2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan pasal 1 ayat 2 : Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dip ergunakan perusahaan untuk pegawai tertenu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Berdasarkan aturan tersebut, meskipun perusahaan tidak melakukan koreksi atas biaya perhubungan, tetapi penulis mengoreksi positif biaya InoVasi Volume 11: April 15 Page 640

22 Akuntansi perhubungan sebesar 50% dari Rp yaitu sebesar Rp , karena beda tetap. 10) Biaya Pelayanan (Entertainment) Dasar aturannya yaitu: Surat Edaran DJP No. SE-27/PJ.22/1986, tgl 14 Juni Biaya entertainment/jamuan/representatif mempunyai syarat tertentu agar biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk entertainment/jamuan/representative tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dalam menentukan laba rugi fiskal sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan sesuai dengan surat edaran SE-27/PJ.22/1 986 yaitu biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan harus melampirkan daftar nominatif dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak yang bersangkutan. Daftar nominatif entertainment terdiri dari: 1) Nomor urut 2) Tanggal diberikannya entertainment 3) Nama/tempat entertainment diberikan 4) Alamat entertainment 5) Jumlah biaya entertainment 6) Relasi: nama, posisi, nama perusahaan, jenis usaha. Dalam laporan laba rugi PT Mulya Adhi Pramitha terdapat biaya untuk entertainment sebesar Rp ,- biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari jumlah laba rugi bruto perusahaan dalam meghitung jumlah laba rugi fiskal atau harus dikoreksi fiskal positif beda tetap karena PT Mulya Adhi Pramitha tidak (dapat) melampirkan daftar nominatif atas biaya entertainment tersebut sesuai dengan surat edaran SE- 27/PJ.22/ ). Biaya Lain lain Biaya lain-lain harus dibuat rinciannya dan harus dipisahkan antara biaya yang dapat dikurangkan dengan biaya yang tidak dapat dikurangkan, apabila tidak ada rinciannya dan tidak ada bukti-bukti yang sah maka biaya-biaya tersebut tidak dapat dikurangkan. Biaya lain-lain PT Mulya Adhi Pramitha sebesar Rp , tidak ada rinciannya, InoVasi Volume 11: April 15 Page 641

23 Akuntansi sehingga penulis mengkoreksi biaya tersebut sebagai koreksi positif beda tetap. 12). Biaya Mess Biaya mess ini terdiri dari biaya listrik, air, telpon, tv kabel dan biaya pemeliharaan mess yang digunakan sebagai tempat tinggal karyawan selama tahun Hal ini dikategorikan sebagai natura/kenikmatan yang diterima oleh karyawan dan tidak ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Maka sesuai dengan UU 36/2008 pasal 9 ayat 1(e), biaya mess sebesar Rp perlu dikoreksi fiskal. Ini merupakan koreksi fiskal positif karena beda tetap. 13). Pendapatan Bunga Pendapatan bunga dari bunga simpanan yang diterima PT. Mulya Adhi Pramitha pada tahun 2009 adalah sebesar Rp ,66. Sesuai dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat (2) huruf a menyebutkan salah satu penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final adalah : penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan dan surat utang Negara dan bungan simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi Pendapatan bunga bersifat final yang artinya pajak penghasilannya telah dipotong pada saat penghasilan tersebut diterima, sehingga pada saat perhitungan pajak penghasilan pada akhir tahun pendapatan bunga tersebut tidak boleh diperhitungkan lagi dan harus dikoreksi negatif karena beda tetap sebesar Rp ,66. 14). Sumbangan Pada umumnya sumbangan dan bantuan tidak boleh dikurangkan karena bagi penerimanya pada umumnya bukan objek pajak. Namun untuk lebih tegasnya kita harus melihat ketentuan di Pasal 9 ayat (1) no.36 tahun 2008 yang mengatur biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan. Di Pasal 9 ayat (1) huruf g tertulis sebagai berikut : Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, InoVasi Volume 11: April 15 Page 642

24 Akuntansi huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Berdasarkan isi Pasal 4 ayat 3,yang dikecualikan dari objek pajak diantaranya: 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zakat ataulembaga amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. 2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunanlurus atau sederajat. Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pihak yang bersangkutan : a. Warisan. Sumbangan yang dimaksud dalam Laporan Laba Rugi PT. Mulya Adhi Pramithamerupakan sumbangan sehubungan dengan kelahiran, kematian, ataupun pernikahan karyawan perusahaan. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Maka jelas disini sumbangan sebesar Rp ,- harus dikoreksi. Dan ini merupakan koreksi fiskal negatif karena beda tetap. 15). Biaya Seragam Karyawan (Uniform) Selama tahun 2014 PT. Mulya Adhi Pramitha membebankan biaya seragam karyawan di bagian produksi dalam laporan laba rugi perusahaan sebesar Rp ,- dalam rangka mendukung dan menunjang keselamatan kerja karyawan serta Rp ,- adalah biaya seragam karyawan kantor. Sesuai dengan penjelasan UU.No.17/2000 pasal 9 ayat (1) huruf e yang terakhir dirubah dengan UU no.36 Tahun 2008, bahwa pemberian pakaian seragam kepada karyawan bagian produksi dalam hal peningkatan InoVasi Volume 11: April 15 Page 643

25 Akuntansi keselamatan karyawan, bukan merupakan penghasilan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba (rugi) fiskal. Oleh karena itu biaya pakaian seragam karyawan bagian produksi tersebut tidak perlu dikoreksi dalam perhitungan laba rugi fiskal PT. Mulya Adhi Pramitha Akan tetapi, perlu dibedakan antara seragam karyawan yang bekerja di pabrik dengan karyawan di bagian kantor, karena nyata-nyata karyawan yang bekerja di kantor tidak ada pengaruh keselamatan kerja dengan seragam yang digunakan, walaupun di dalam UU PPh tahun 1984 beserta perubahan - perubahannya tidak terlalu jelas dibedakan antara seragam karyawan di pabrik atau di kantor, namun penulis menyimpulkan bahwa seragam karyawan kantor sebesar Rp ,- harus dikoreksi positif beda tetap karena pakaian tersebut tidak berhubungan dengan keselamatan kerja karyawan kantor Pendapatan dan Biaya yang Deductible Selain biaya-biaya yang dikoreksi di atas, penulis juga akan menjelaskan mengenai biaya-biaya yang tidak perlu dikoreksi. Artinya biaya-biaya berikut dalam pencatatannya telah sesuai dengan UU perpajakan yang berlaku. 1). Bahan Baku Dalam melakukan penilaian persediaan, PT. Mulya Adhi Pramitha menggunakan metode penilaian persediaan first in first ou method (FIFO), sehingga nilai persediaan yang dilaporkan oleh PT PT. Mulya Adhi Pramitha di dalam perhitungan harga pokok produksi tidak perlu di InoVasi Volume 11: April 15 Page 644

26 Akuntansi koreksi karena telah sesuai dengan metode penilaian persediaan yang diperbolehkan oleh peraturan perpajakan yaitu metode first in first out method (FIFO) dan average method. Sesuai dengan UU.No.36/2008 pasal ayat (1) huruf a, biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam perhitungan pajak penghasilan, maka biaya bahan baku tidak perlu dikoreksi. 2). Biaya Gaji Karyawan dan Bonus Berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk diantaranya tercantum dalam pasal 6 ayat 1(a) no.2 : biaya yang berkenaan dengan pekerjaan termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang Berdasarkan ayat tersebut, maka biaya-biaya seperti Gaji Karyawan, Bonus, Pesangon, serta biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan pekerjaan atau produksi, tidak perlu dikoreksi fiskal. 3). Pesangon Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.1 6/PMK.03/20 10 Pasal 2 ayat (1), yaitu Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang, Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan melakukan pembayaran pesangon yang menjadi kewajibannya secara langsung kepada tenaga kerja, maka perusahaan memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh pasal 21 (PPh final) yang terutang atas pesangon.atas pembayaran uang pesangon ini perusahaan dapat membebankan sebagai biaya/ pengurang penghasilan dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan terutang (merupakan deductable expenses). Pesangon yang dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja adalah deductible bagi perusahaan.karena memenuhi prinsp taxability-deductibility. Pesangon tersebut memang dikenakan pajak bersifat final, tapi itu adalah pajak atas penghasilan karyawan. Inovasi Volume 10: April 15 Page 645

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL TERHADAP LABA KENA PAJAK PADA PT DOO WON PRECISION INDONESIA

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL TERHADAP LABA KENA PAJAK PADA PT DOO WON PRECISION INDONESIA ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL TERHADAP LABA KENA PAJAK PADA PT DOO WON PRECISION INDONESIA Titin Subarti Dosen Tetap Akuntansi STIE Pertiwi ABSTRAKSI Penelitian ini betujuan untuk

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 a. PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEPERTI DIVIDEN, TERMASUK DIVIDEN YANG DIBAYARKAN OLEH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati Abstrak Perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak, untuk mengatasi perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA PT CITRA TUMBUH LESTARI TAHUN PAJAK 2013

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA PT CITRA TUMBUH LESTARI TAHUN PAJAK 2013 ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA PT CITRA TUMBUH LESTARI TAHUN PAJAK 2013 B. Soehakso Notohatmodjo Politeknik Sawunggalih Aji Abstract The study aims to look at the PT. Citra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN Aris Munandar, SE., M.Si Tujuan Pembelajaran Jenis biaya yang diperkenankan bagi WP DN dan BUT untuk dibebankan sebagai biaya Jenis yang tidak diperkenankan bagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

DAFTAR BIAYA FISKAL DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE

DAFTAR BIAYA FISKAL DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE 1. Biaya yang Dikeluarkan untuk Mendapatkan, Menagih dan Memelihara Penghasilan - Prinsip Realisasi Pasal 28 UU KUP - Konservatis/Penyisihan Pasal 28 UU KUP 2. Biaya yang Dikeluarkan untuk Mendapatkan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan (2012:46.2) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan atas

Lebih terperinci

By Afifudin PSP FE Unisma 2

By Afifudin PSP FE Unisma 2 Pengertian Beban dan Kompensasi Kerugian sesuai SAK dan UU Pajak Rekonsiliasi Laporan Keuangan. Beda Tetap dan Beda Waktu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif By Afifudin PSP FE Unisma 2 MEKANISME/SIKLUS

Lebih terperinci

Oleh Iwan Sidharta, MM.

Oleh Iwan Sidharta, MM. KOREKSI FISKAL Oleh Iwan Sidharta, MM. Terdapatnya perbedaan dalam Akuntansi Komersial dengan Peraturan Perpajakan. Perbedaan tersebut sehubungan dengan pengakuan penghasilan dan biaya. Perbedaan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Pengaruh Pajak Terhadap Perusahaan Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan )dengan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Dasar Perpajakan Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan 5.1 Pengertian PPh Badan PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO 1 ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO NUR ENDANG FATRAH KATILI Jurusan Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK? PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan SIAPA SUBJEK PAJAK? ORANG PRIBADI 1. Warisan yang berlum terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

BAB I PENDAHULUAN. kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Beberapa konsep dasar atau prinsip biaya fiskal sudah dirumuskan sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu pengeluaran, biaya atau kerugian dapat dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning Pada PT. XYZ Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ tidak dapat dipisahkan dengan upayaupaya yang dilakukan pihak manajemen untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak manajemen. Laporan yang dihasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN METODE GROSS UP

ANALISIS PENERAPAN METODE GROSS UP ANALISIS PENERAPAN METODE GROSS UP DALAM PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PEGAWAI TETAP SEBAGAI UPAYA PERENCANAAN PAJAK (STUDI PADA PT. PG. RAJAWALI I UNIT PG. KREBET BARU MALANG) Meiliya Imroatus

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak baik orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Trillion Glory International Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

PAJAK PENGHASILAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan SUBJEK PAJAK Orang Pribadi Warisan yang Belum Terbagi Badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Tinjauan Penelitian Terdahulu Alkasari dkk. (2015), menyatakan bahwa perhitungan pajak di Koperasi Wanita Serba Usaha Setia Budi Wanita Jawa Timur masih belum optimal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO IV.I Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. PRIMA SINDO Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan

Lebih terperinci

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Definisi Pajak, Wajib Pajak, dan Badan Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda Mahayasa Nusantara Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. Yusonda Mahayasa Nusantara tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu

BAB II URAIAN TEORITIS. dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu BAB II URAIAN TEORITIS A. Koreksi Fiskal Koreksi (rekonsiliasi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau laba yang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Mohammad, (2007;3) mendefinisikan pajak sebagai berikut : Definisi tersebut dapat dikembangkan menjadi :

BAB II LANDASAN TEORITIS. Mohammad, (2007;3) mendefinisikan pajak sebagai berikut : Definisi tersebut dapat dikembangkan menjadi : BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak 1. Pengertian Pajak Mohammad, (2007;3) mendefinisikan pajak sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak Ada berbagai pengertian jenis pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli perpajakan antara lain : Adriani yang diterjemahkan oleh Brotodihardjo (2003) mendefinisikan,

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. UB Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 58 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Nutricircle World Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan pembukuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2009:1) Definisi pajak menurut Djajadiningrat (2009:1)

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2009:1) Definisi pajak menurut Djajadiningrat (2009:1) BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2009:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer akan merespon

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer akan merespon BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Akuntansi Positif Teori akuntansi positif merupakan teori yang memprediksi tindakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer

Lebih terperinci

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL RINGKASAN REKONSILIASI KETERANGAN LABA BRUTO USAHA Penjualan Neto -/- HPP 1. Penjualan Neto a. Metode Pengakuan Pendapatan Akrual - Akrual b. Potongan Penjualan > Metode Realisasi > Metode Penyisihan c.

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA IV. 1 Penerapan Akuntansi dalam Perhitungan Laba Kena Pajak dan Pajak yang Terutang Laba adalah selisih

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant Management dimana wajib pajak badan ini bergerak di bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu : 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima

Lebih terperinci