KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan pada Sapi Pesisir Sumatera Barat, adalah karya saya sendiri di bawah arahan dan bimbingan para pembimbing. Karya ini belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Maret 2008 J a k a r i a NRP. D

3 ABSTRACT JAKARIA. The Genetic Variability of Growth Hormone Gene in Pesisir Cattle of West Sumatra. Supervised by HARIMURTI MARTOJO, RONNY RACHMAN NOOR, DEDY DURYADI SOLIHIN and BAHARUDDIN TAPPA. West Sumatra Pesisir cattle is one of many Indonesian animal domestic genetic resources that characterized by its small body size and body measurements as compared to other domestic cattles. This uniqueness leads the author to do a molecular study of the growth hormone (GH) gene. This study are aimed to study the GH gene polymorphism, unique sequences and the association of the GH gene with the body weight and some body measurements. The body weight and body measurement and whole blood samples were collected from Pesisir cattle at Pesisir Selatan and Padang Pariaman districts of West Sumatra Province. In order to do out-group comparison, the similar type of data were collected from Bali cattle in Bali, Limousine, and Simmental cattles from Artificial Insemination Center at Singosari Malang. Total DNA isolation, PCR and RFLP analyses were conducted at the Molecular Biology Laboratory at Research Center for Bioresources and Biotechnology, Bogor Agricultural University. DNA sequencing was conducted at the R&D Biotechnology Laboratory of Charoen Pokphand, Jakarta. PCR-RFLP technique was used to detect the polymorphism of the growth hormone (GH) gene. Allele frequencies, heterozygosity as well as PIC (Polymorphic Informative Content) values were estimated in order to describe the variation of the GH gene. The genetic equilibrium status of the growth hormone (GH) allele was tested by using chisquare test, while the unique sequences was detected by conducting DNA sequencing. The associations of GH gene polymorphism and corrected body weight and body measurement were detected by t test. The result showed that MspI GH gene had three genotypes, i.e. +/+. +/- and -/- genotypes and polymorphic for Pesisir, Limousine and Simmental cattle. On the other hand, the allele in Bali cattle was monomorphic. The PIC values were 0.276, 0.276, and for Pesisir, Limousine, Simmental, and Bali cattles, respectively. The high (-) allele frequencies were found in Pesisir and Bali cattle populations, but low in Limousine and Simmental cattles. The high L allele frequencies were found at all populations studied. The genotypes of +/+, +/- and -/- as well as LL, LV and VV were in the equilibrium status. Mutation occurred on the GH gene was the mutation of cytosine (C) to thymine (T) for MspI site and from cytosine (C) to guanine (G) at AluI site. There were no significant association between the GH gene polymorphism (MspI and AluI) and body weight as well as body measurements. Keywords: Pesisir cattle, growth hormone (GH) gene, PCR-RFLP.

4 RINGKASAN JAKARIA. Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan pada Sapi Pesisir Sumatera Barat. Dibimbing oleh HARIMURTI MARTOJO, RONNY RACHMAN NOOR, DEDY DURYADI SOLIHIN dan BAHARUDDIN TAPPA. Sapi pesisir Sumatera Barat merupakan salah satu sumber daya genetik sapi lokal yang memiliki bentuk dan ukuran tubuh paling kecil dibandingkan sapi lainnya di Indonesia, seperti sapi aceh, sapi madura, sapi bali dan sapi peranakan ongole (PO). Keunikan sapi pesisir menjadi salah satu alasan dasar atas kajian molekuler terhadap gen hormon pertumbuhan (GH) yang diduga sebagai salah satu gen utama (major gene) yang berperan penting dalam proses pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman, sekuens unik dan hubungan polimorfisme gen GH dengan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh baik pada sapi pesisir maupun pada sapi bali, sapi limousin dan sapi simmental sebagai pembanding. Data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh serta sampel darah sapi pesisir diambil berdasarkan metode otoritas. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 220 ekor yang terdiri atas sapi pesisir dari Kabupaten Pesisir Selatan 98 ekor dan Kabupaten Padang Pariaman 35 ekor. Sebagai pembanding bangsa sapi lain, diambil sampel sapi bali dari Pulau Bali 47 ekor, sapi limousin dan sapi simmental dari BIB Singosari Malang, masing-masing 22 ekor dan 18 ekor. Isolasi DNA total dilakukan dengan menggunakan metode yang disarankan oleh Sambrook et al. (1989) yang dimodifikasi (Duryadi 1994). Isolasi DNA total, PCR (Polymerase Chain Reaction) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM IPB, sedangkan sekuenss DNA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi R&D PT Charoen Pokphand Jakarta. Penelitian berlangsung sejak September 2004 s/d Juli Deteksi polimorfisme gen GH dilakukan melalui teknik PCR-RFLP. Keragaman gen GH ditentukan dengan analisis frekuensi gen, nilai heterozigositas pengamatan (H o ) dan nilai heterozigositas harapan (H e ) serta nilai Polymorphic Informative Content (PIC). Keseimbangan genotipe gen GH dalam populasi diuji dengan uji χ 2 (chi-square), sedangkan sekuens unik atau ada tidaknya mutasi yang terjadi pada gen GH dilakukan perunutan atau sekuensing. Selain itu, untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme (genotipe) gen GH dengan bobot badan dan ukuran tubuh dihitung berdasarkan uji t. Hasil analisis fragmen gen GH MspI diperoleh tiga macam genotipe yaitu genotipe +/+ (dua pita), +/- (heterozigot tiga pita) dan -/- (satu pita) dengan total panjang sekuens lebih kurang 327 pasang basa (bp) yang terletak di intron 3 parsial dan exon 4 parsial. Fragmen gen GH AluI juga diperoleh tiga macam genotipe yaitu genotipe LL (dua pita), LV (hetezigot tiga pita) dan VV (satu pita) dengan total panjang sekuens 211 pasang basa (bp) yang terletak di intron 4 parsial dan exon 5 parsial. Suhu annealing yang digunakan untuk mengamplifikasi kedua fragmen tersebut masing-masing 53 o C dan 55 o C selama 45 detik. Frekuensi genotipe -/- dan alel (-) tinggi pada sapi pesisir yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan maupun di Kabupaten Padang Pariaman dan tidak

5 terdapat perbedaan yang berarti pada kedua lokasi tersebut. Frekuensi genotipe -/- dan alel (-) tinggi juga ditemukan pada sapi bali, sebaliknya rendah pada sapi limousin, dan sapi simmental. Frekuensi genotipe LL dan alel L tinggi ditemukan pada semua bangsa sapi yang dianalisis baik sapi pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan maupun di Kabupaten Padang Pariaman, termasuk sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental. Genotipe -/- dan LL atau alel (-) dan L merupakan genotipe atau alel yang terfiksasi pada sapi bali karena tidak ditemukan genotipe atau alel lain. Berbeda dengan sapi pesisir, pada sapi limousin dan sapi simmenal masih terdapat genotipe +/+, +/-, dan -/- atau genotipe LL, LV, dan VV, kecuali genotipe VV termasuk genotipe langka pada sapi pesisir dan sapi limousin seperti halnya pada sapi bali. Hasil analisis keseimbangan genotipe dalam populasi terhadap fragmen gen GH MspI dan AluI mengindikasikan status dalam keadaan seimbang (equlibrium status), kecuali pada populasi sapi pesisir yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman mengindikasikan tidak seimbang untuk fragmen gen GH MspI. Nilai heterozigositas H o dan H e untuk fragmen gen GH MspI tinggi ditemukan pada sapi pesisir, sapi limousin, dan sapi simmental, sebaliknya rendah pada sapi bali. Nilai heterozigositas H o dan H e untuk fragmen gen GH AluI tinggi pada sapi limousin, dan sapi simmental, sebaliknya rendah pada sapi pesisir dan sapi bali. Hal yang sama juga ditemukan berdasarkan hasil pendugaan nilai PIC yang menunjukkan bahwa fragmen gen GH MspI tinggi pada sapi pesisir, sapi limousin, dan sapi simmental, sebaliknya rendah pada sapi bali, masing-masing dengan nilai 0,276, 0,276, 0,178, dan 0,000. Adapun pendugaan nilai PIC untuk fragmen gen GH AluI tinggi pada sapi limousin dan sapi simmental, sebaliknya rendah pada sapi pesisir dan sapi bali masing-masing dengan nilai 0,260, 0,334, 0,015, dan 0,000. Dengan demikian, penciri PCR-RFLP MspI gen GH memiliki keragaman tinggi (polimorfik) pada sapi pesisir, sapi limousin, dan sapi simmental, sebaliknya rendah (monomorfik) pada sapi bali. Adapun penciri PCR- RFLP AluI memiliki keragaman tinggi (polimorfik) pada sapi limousin dan sapi simmental, sebaliknya rendah (monomorfik) pada sapi pesisir dan sapi bali. Hasil analisis sekuens fragmen gen GH MspI dan AluI memiliki kesamaan yang tinggi dengan sekuens gen GH yang terdapat di GenBank masing-masing dengan nilai 96-97% dan 98-99%. Mutasi yang terjadi pada sekuens gen GH diduga adalah antara basa sitosin (C) menjadi timin (T) untuk situs MspI, sedangkan mutasi sitosin (C) menjadi guanin (G) untuk situs AluI. Hasil analisis pohon genetik (genetic tree) berdasarkan gabungan antara fragmen MspI dan AluI gen GH diperoleh pengelompokan (clustering) yang terpisah antara sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi Simmental. Hal ini mengindikasikan terdapat perbedaan sekuens gen GH baik pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental. Hasil analisis hubungan antara genotipe fragmen gen GH MspI dan AluI dan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata. Kedua fragmen gen GH tidak ada bukti kuat dapat dijadikan sebagai alat penciri genetik untuk program seleksi baik pada sapi pesisir, sapi limousin, dan sapi simmental. Kata kunci: sapi pesisir, gen hormon pertumbuhan (GH), PCR-RFLP.

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang. 1. Dilarang mengutip sebagian dan seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

8 Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.AgrSc. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu 2. Prof. Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS., APU.

9 Judul Disertasi : Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan pada Sapi Pesisir Sumatera Barat Nama : J a k a r i a NRP : D Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr. H. Harimurti Martojo, M.Sc. Ketua Prof.Dr.Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. Anggota Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Anggota Dr.Ir. Baharuddin Tappa, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Cece Sumantri, M.AgrSc. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal ujian : 12 Maret 2008 Tanggal lulus :

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maka Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-nya karya ilmiah ini dapat disusun dan diselesaikan dengan judul Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan pada Sapi Pesisir Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan atas dasar, yaitu (1) sapi pesisir yang terdapat di Sumatera Barat merupakan salah satu ternak lokal yang masih terbatas informasi molekulernya terutama mengenai gen hormon pertumbuhan (GH) dan (2) sapi pesisir unik dibandingkan dengan sapi lokal lainnya, karena memiliki bentuk dan ukuran tubuh terkecil dibandingkan dengan sapi lokal lainnya di Indonesia. Atas dasar tersebut, penulis berharap agar informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini mungkin dapat bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pemuliaan dan genetika ternak di Indonesia.

11 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. H. Harimurti Martojo, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc., Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA, dan Dr. Ir. Baharuddin Tappa, M.Sc. atas bimbingan, arahan, dan dorongan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala amal ibadah, pengorbanan, curahan waktu, dan tenaga, serta ilmu yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Cece Sumantri, M.AgrSc. sebagai penguji pada ujian tertutup, Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu dan Prof. Dr. Ir. Kusuma Diwyanto, MS., APU. sebagai penguji pada ujian terbuka atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi penguji luar komisi. Beberapa pertanyaan, saran, dan komentar yang telah diberikan sangat bermanfaat dan memeliki arti penting bagi penulis untuk kesempurnaan disertasi ini. Kepada Rektor IPB, Dekan Fakultas Peternakan, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Kepala Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menempuh pendidikan program doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim pengelola beasiswa BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, yang telah memberikan beasiswa selama studi. Kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Kuala, Kalimantan Selatan, terima kasih penulis sampaikan atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sarbaini Anwar, M.Sc. atas izin penggunaan data dan sampel darah sapi pesisir, Sumatera Barat. Kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali dan Kepala Balai Inseminasi Buatan (IB) Singosari, Malang, Jawa Timur, penulis juga mengucapkan terima kasih atas izin yang diberikan untuk mengambil data dan sampel darah sapi bali di P3 Bali serta sapi simmental dan sapi limousin di BIB Singosari, Malang, Jawa Timur.

12 Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nachrowi, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ternak, Dr. Ir. Rarah Ratih Maheswari, DEA sebagai Ketua Program Major Ilmu Ternak, staf pengajar, dan staf penunjang Sekolah Pascasarjana IPB. Khusus kepada staf pengajar dan staf penunjang di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan, dorongan, dan pengertiannya selama mengikuti pendidikan program doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada semua kawan atau sahabat seperjuangan di Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB LPPM IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Heri Jumhaer yang telah banyak membantu selama kegiatan penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Bambang Pangestu, MS., Ir. Sri Darwati, MS., Ir. Andi Murfi, MS., Ir. Afton Atabani, MS., Ir. Rukmiasih, MS., dan Ir. Salundik, MS. atas do a restu, semangat, dan motivasi yang diberikan. Kepada orang tua, Ibunda Juhriah dan Ayahanda Muhammad Thabrani (almarhum), serta ibu dan bapak mertua, Ibunda Kusminingsih dan Ayahanda Dudung Supiyadi yang selalu memberikan dorongan, semangat dan do a restu yang tidak ada hentinya. Keberhasilan ini sebenarnya adalah keberhasilan ibunda dan ayahanda peroleh, semoga keberhasilan ini juga dapat penulis berikan kepada anak-anak tersayang. Kepada istri tercinta Dian Herawati dan anak-anak tersayang Hafidz Azhar Jakaria dan Galuh Samia Zahra terima kasih banyak atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan pengertian yang diberikan. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua fihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan semangat untuk menyelesaikan studi ini. Semoga ALLAH SWT membalas segala amal ibadah dan kebaikan yang diberikan dengan pahala atau balasan yang setimpal. Bogor, Maret 2008 J a k a r i a

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Handil Barabai, Kecamatan Anjir Muara Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan pada tanggal 05 Januari Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan ayah Muhammad Thabrani (alm) dan Ibu Juhriah. Pendidikan dasar diselesaikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Setuju Handil Barabai pada tahun 1981, pendidikan menengah pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Anjir Muara pada tahun 1984, pendidikan menengah atas di Sekolah Pertanian Pembangunan (SNAKMA) Negeri Pelaihari pada tahun Pada tahun 1988 penulis diterima di Politeknik Pertanian IPB program Diploma III (DIII) dan selesai pada tahun 1991, kemudian pada tahun 1992 penulis melanjutkan program alih jenjang program Sarjana (S 1 ) di Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Djuanda (UNIDA) Bogor, selesai pada tahun Pada tahun 1997 penulis melanjutkan studi S 2 di Program Studi Ilmu Ternak Program Pascasarjana IPB dan selesai pada tahun Pada tahun 2002, penulis kembali melanjutkan studi S 3 pada program studi yang sama dengan bantuan beasiswa BPPS Dirjen Depdiknas RI. Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan IPB sejak tahun 2000, sebelumnya penulis sebagai teknisi peternakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Selama mengikuti studi program doktor, penulis telah mendapat kesempatan sebagai Visiting Researcher Fellowship di Animal Genome Project, Tsukuba-Japan pada tahun 2002 dan Training Course: Molecular Characterization Using DNA Microsatellite Markers di Chinese Academy of Agricultural Science (CAAS), Beijing-Cina pada tahun 2007 masing-masing selama tiga bulan. Penulis menikah dengan Dian Herawati pada tahun 1997 dan telah dikaruniai satu orang putra Hafidz Azhar Jakaria dan satu orang putri Galuh Samia Zahra.

14 DAFTAR PUBLIKASI 1. Jakaria, D. Duryadi, R.R. Noor, B. Tappa & H. Martojo Evaluasi keragaman genetik gen hormon pertumbuhan (GH) pada sapi Pesisir Sumatera Barat menggunakan penciri PCR-RFLP. Media Peternakan 30(1):1-10 (Terakriditasi). 2. Jakaria, D. Duryadi, R.R. Noor, B. Tappa & H. Martojo Hubungan polimorfisme gen hormon pertumbuhan MspI dengan bobot badan dan ukuran tubuh sapi Pesisir Sumatera Barat. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 32(01):33-40 (Terakriditasi).

15 DAFTAR SINGKATAN α : alpha A : adenine BLAST : basic local alignment search tool bp : base pair C : cytosine cm : centimeter DNA : deoxyribonucleic acid dntp : deoxythymidine triphosphate EDTA : ethylenediaminetetra-acetic acid g : gram G : guanine GH : growth hormone H e : expected heterozygosity H o : observed heterozygosity kda : kilodalton kg : kilogram ma : milliamphere MAS : marker assisted selection MEGA : molecular evolutionary genetic analysis mg : milligram ml : milliliter mm : millimolar μl : microliter n : number nm : nanometer PCR : polymerase chain reaction ph : logarithm of reciprocal of hydrogen ion concentration PIC : polymorphic informative content pmol : picomole QTL : quantitative trait loci RFLP : restriction fragment length polymorphism RNAse : ribonuclease SE : standard error T : thymine Taq : thermos aquaticus TBE : tris-borac acid-edta TE : tris-edta UV : ultraviolet

16 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan... Manfaat... TINJAUAN PUSTAKA... Sumber Daya Genetik Ternak Lokal... Sapi Pesisir Sumatera Barat... Hormon Pertumbuhan... Gen Hormon Pertumbuhan... Penciri Genetik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP)... Analisis Sekuens DNA... Gen Kandidat (Candidate Gene)... MAS (Marker Assisted Selection)... BAHAN DAN METODE... Tempat dan Waktu... Bahan dan Alat... Metode Penelitian... Penarikan Sampel Data Penelitian... Pengambilan Data Sifat Kuantitatif... Pengambilan Sampel Darah... Isolasi DNA Total... Amplifikasi Gen GH Menggunakan Mesin PCR... Analisis Penciri PCR-RFLP... Elektroforesis DNA Total, Produk PCR, dan PCR-RFLP... Sekuens Fragmen Gen GH MspI dan AluI... Peubah yang Diamati... Analisis Data... HASIL DAN PEMBAHASAN... Amplifikasi Gen Hornom Pertumbuhan... Polimorfisme Gen Hormon Pertumbuhan... Frekuensi Genotipe dan Alel Fragmen Gen GH MspI dan AluI... Keseimbangan Gen dalam Populasi... ix xi xiii

17 Pendugaan Nilai Heterozigositas... Pendugaan Nilai PIC... Sekuens Gen Hormon Pertumbuhan... Homologi dan Deteksi Mutasi Gen GH... Jarak Genetik dan Pohon Genetik Sekuens Fragmen Gen GH... Hubungan Polimorfisme Gen GH dengan Sifat Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh... Program Pengembangan Sumber Daya Genetik Sapi Pesisir... SIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

18 DAFTAR TABEL Halaman 1 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dewasa (3-6 tahun) sapi 11 pesisir, sapi bali, dan sapi ongole... 2 Bobot badan dewasa (3-6 tahun) sapi pesisir dan bangsa sapi kecil lainnya (mini cattle) di dunia Beberapa tipe enzim pemotong yang digunakan dalam analisis RFLP 22 4 Jumlah ternak sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental yang digunakan dalam penelitian Sekuens primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen GH pada sapi pesisir, sapi bali, sapi simmental, dan sapi limousin Kondisi mesin PCR yang dijalankan untuk mengamplifikasi gen GH pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Frekuensi genotipe fragmen gen GH MspI pada sapi pesisir berdasarkan asal, jenis kelamin, dan kelompok umur Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen GH MspI pada sapi pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Padang Pariaman Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen GH MspI pada sapi bali, sapi simmental, dan sapi limousin Distribusi frekuensi alel (-) fragmen gen GH MspI berdasarkan bangsa, jumlah individu, asal bangsa, dan tipe bangsa Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen GH AluI pada sapi pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Padang Pariaman Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen GH AluI pada sapi bali, sapi simmental, dan sapi simousin Distribusi frekuensi alel fragmen gen GH AluI pada beberapa bangsa sapi berpunuk, tidak berpunuk, dan silangannya Nilai heterozigositas pengamatan (H o ) dan heterozigositas harapan (H e ) fragmen gen GH MspI Nilai heterozigositas pengamatan (H o ) dan heterozigositas harapan (H e ) fragmen gen GH AluI Nilai heterozigositas pengamatan (H o ) dan heterozigositas harapan (H e ) gabungan fragmen gen GH MspI dan AluI Pendugaan nilai polymorphic informative content (PIC) pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Mutasi basa nukleotida pada fragmen gen GH MspI dan AluI Jarak genetik gabungan fragmen gen GH MspI (intron 3 parsial dan exon 4 parsial) dan AluI (intron 4 parsial dan exon 5 parsial) Bobot badan dan ukuran tubuh dengan genotipe berbeda untuk fragmen gen GH MspI pada sapi pesisir Bobot badan dan ukuran tubuh dengan genotipe berbeda untuk fragmen gen GH MspI pada sapi limousin

19 22 Bobot badan dan ukuran tubuh dengan genotipe berbeda untuk fragmen gen GH MspI pada sapi simmental Bobot badan dan ukuran tubuh dengan genotipe berbeda untuk fragmen gen GH AluI pada sapi limousin Bobot badan dan ukuran tubuh dengan genotipe berbeda untuk fragmen gen GH AluI pada sapi simmental Hubungan genotipe fragmen gen GH MspI dengan sifat produksi pada sapi pedaging Hubungan genotipe fragmen gen GH AluI dengan sifat produksi pada sapi pedaging... 66

20 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Tipe-tipe sapi domestikasi yang terdapat di Asia, Afrika, dan Eropa Rute penyebaran sapi di Asia, Afrika, dan Eropa Performa sapi pesisir Sumatera Barat Representasi diagram pengaturan sekresi hormon pertumbuhan dan kerjanya pada ternak domestik Lintasan transduksi sinyal yang diaktifkan oleh hormon pertumbuhan Mekanisme kerja hormon pertumbuhan dalam pengaturan pertumbuhan otot dan tulang Sekuens gen hormon pertumbuhan (bgh) pada sapi Bos taurus yang diakses di GenBank Rekonstruksi struktur gen GH berdasarkan sekuens gen GH di GenBank a Lokasi pengambilan sampel sapi pesisir di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatrea Barat b Lokasi pengambilan sampel sapi simmental dan limousin di BIB Singosari Malang, Jawa Timur, serta sapi bali di P3 Bali, Pulau Bali Fragmen gen GH MspI didasarkan pada sekuens gen GH di GenBank Fragmen gen GH AluI didasarkan pada sekuens gen GH di GenBank Posisi fragmen gen GH MspI dan AluI serta situs pemotong enzimnya Hasil elektroforesis produk PCR fragmen gen GH MspI Hasil elektroforesis produk PCR fragmen gen GH AluI Genotipe hasil pemotongan produk PCR fragmen gen GH dengan enzim MspI Genotipe hasil pemotongan produk PCR fragmen gen GH dengan enzim AluI Proporsi genotipe fragmen gen GH MspI pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Proporsi alel fragmen gen GH MspI pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Distribusi alel (+) dan (-) fragmen gen GH MspI di dunia Proporsi genotipe fragmen gen GH AluI pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental... 52

21 22 Proporsi alel fragmen gen GH AluI pada sapi pesisir, sapi bali, 52 sapi limousin, dan sapi simmental Dendrogram pohon genetik berdasarkan fragmen gabungan gen GH MspI (intron 3 parsial dan exon 4 parsial) dan AluI (intron 4 parsial dan exon 5 parsial) Alignment sekuens fragmen gabungan gen GH MspI (intron 3 parsial dan exon 4 parsial) dan AluI(intron 4 parsial dan exon 5 parsial) pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Variasi warna bulu utama sapi pesisir Sumatera Barat... 69

22 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sekuens gen hormon pertumbuhan (bgh) yang di akses di GenBank No Komposisi bahan pereaksi yang digunakan dalam isolasi DNA total sampel darah Proporsi genotipe fragmen gen GH MspI dan AluI pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Hasil uji χ 2 keseimbangan Hardy-Weinberg (p 2 +2pq+q 2 ) fragmen genotipe gen GH MspI dan AluI pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Sekuens fragmen gen GH MspI dan AluI pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental Alignment sekuens fragmen gen GH MspI dan AluI dengan gen GH di GenBank Hasil uji t antara genotipe dan bobot badan serta ukuran tubuh fragmen gen GH MspI dan AluI Ringkasan uji t genotipe fragmen gen GH MspI dan AluI terhadap bobot badan dan ukuran tubuh

23 PENDAHULUAN Latar Belakang Bukti awal menunjukkan bahwa domestikasi sapi pertama kali ditemukan di Turki (Perkins 1969) dengan dua spesies utama ternak sapi di dunia, yaitu tipe berpunuk (Zebu) dan tidak berpunuk (Taurin). Tipe berpunuk termasuk dalam spesies Bos indicus yang tersebar di wilayah Asia dan Afrika Selatan, sedangkan tipe tidak berpunuk (Taurine) termasuk dalam spesies Bos taurus yang tersebar di wilayah Eropa, dan Afrika Barat. Berdasarkan penyebaran tipe sapi yang ada di Asia, Afrika dan Eropa, ternyata Indonesia memiliki tipe ternak sapi yang berbeda dan tidak termasuk dalam tipe Zebu maupun Taurine, tetapi ternak sapinya termasuk spesies liar, yaitu Bos [Bibos] banteng dan bangsa sapi silangan. Spesies Bos [Bibos] banteng yang sudah didomestikasi dikenal sebagai sapi bali (MacHugh 1996) yang termasuk dalam spesies Bos javanicus atau Bos sondaicus (Talib et al. 2002). Sapi bali sebagai salah satu ternak asli sekarang ini merupakan salah satu aset dunia (Noor et al. 2000). Selain itu, juga terdapat beberapa ternak lokal lainnya yang belum dieksplorasi walaupun tidak sepopuler sapi bali, yaitu diantaranya adalah sapi pesisir di Sumatera Barat. Sapi pesisir Sumatera Barat merupakan salah satu sumber daya genetik ternal lokal (DGLS 2003; Martojo 2003) yang memiliki keunikan yang tidak dimiliki bangsa sapi lainnya, yaitu memiliki penampilan (fenotipe) dengan bentuk dan ukuran tubuh paling kecil dibandingkan dengan sapi lainnya, seperti bangsa sapi bali, sapi madura dan sapi aceh (Saladin 1983). Oleh karena itu, sapi pesisir merupakan bangsa sapi terkecil kedua di dunia setelah sapi dwarf west afrika shorthorn dari wilayah pantai Afrika Barat dan termasuk ke dalam kelompok sapi kecil (mini cattle) (Sarbaini 2004). Sapi pesisir memiliki pola warna bulu tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), cokelat (19,96%), hitam (10,91%), dan putih (9,26%) (Sarbaini 2004). Selain itu, sapi pesisir juga dikenal bertemperamen jinak sehingga mudah dikendalikan dalam pemeliharaan. Karakteristik lain adalah berpunuk kecil sampai sedang, tanduk pendek dan mengarah ke luar, seperti tanduk kambing (Saladin, 1983).

24 2 Wilayah sentra populasi sapi pesisir yang dianggap masih terjaga kemurniannya adalah Kabupaten Pesisir Selatan. Hal ini demikian karena sapi pesisir yang terdapat di kabupaten lain, seperti di Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Agam mengalami program persilangan yang sangat intensif sehingga memperlihatkan penampilan bobot badan dan ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan sapi pesisir yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan (Sarbaini 2004). Tantangan yang dihadapi terkait dengan upaya menjaga, mempertahankan, dan mengembangkan sumber daya genetik sapi pesisir khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan adalah pelaksanaan program persilangan dengan sapi impor yang terus digalakkan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Selain itu, tekanan terhadap populasi karena permintaan yang cukup tinggi akan sapi pesisir dari provinsi lain (Bengkulu, Riau, Jambi, dan Sumatera Utara) masih tinggi, yaitu sebesar 12% (9.065 ekor per tahun) dan dari Provinsi Sumatera Barat sendiri sebesar 3,3% (2.493 ekor per tahun). Hal ini mengakibatkan terkurasnya sumber daya genetik sapi pesisir setiap tahunnya, padahal total populasinya diperkirakan hanya sebesar ekor pada tahun 2002 (BPS, Dinas Peternakan Kabupaten Pesisir Selatan 2002). Jika hal ini berlangsung terus menerus, kecenderungan yang sama akan terjadi seperti pada sumber daya genetik ternak asli dunia yang diperkirakan 30% telah dikategorikan menuju kepunahan (FAO 1995). Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi laju kepunahan, khususnya pada ternak lokal Indonesia, yang harus dilakukan salah satunya adalah upaya karakterisasi keanekaragaman genetik pada ternak asli atau ternak lokal tersebut. Karakteristik genetik yang dapat dieksplorasi untuk tujuan analisis keragaman dan keterkaitannya dengan sifat produksi dapat dilakukan melalui analisis mendalam pada gen strukturalnya atau bagian lain yang berperan penting bagi pertumbuhan ternak. Salah satu gen yang diduga dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan, khususnya pada bangsa sapi pesisir sebagai bangsa sapi mini atau terkecil kedua di dunia adalah gen hormon pertumbuhan (growth hormone) atau GH. Gen GH memiliki ukuran panjang sekuens nukleotida sebesar 2856 pasang basa atau base pair (bp) yang terdiri atas lima exon dan dipisahkan oleh empat intron (Gordon et al. 1983) dan terletak di kromosom 19 pada posisi 19q26-qter (Woychick et al. 1982; Hediger et al. 1990). Salah satu penciri

25 3 molekuler yang digunakan untuk melakukan karakterisasi dan identifikasi gen-gen yang mengkode sifat-sifat penting adalah penciri molekuler Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP) (Tambasco et al. 2003; Machado et al. 2003) yang dikombinasikan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan data PCR-RFLP, gen GH telah diketahui bahwa memiliki keragaman yang tinggi (Cowan et al. 1989) dan polimorfisme untuk enzim pemotong MspI yang terletak pada intron tiga (Zhang et al. 1992) dan enzim pemotong AluI pada exon lima (Lucy et al. 1993). Keragaman gen GH tersebut ditunjukkan dengan adanya polimorfisme pada situs-situs tertentu yang mungkin saja terkait erat dengan ekspresi gen GH pada sifat produksi dan reproduksi. Jika polimorfisme gen GH tersebut terkait dengan sifat-sifat produksi, hal itu dapat dijadikan sebagai alat Marker Assisted Selection (MAS). Adanya studi mendalam terhadap keterkaitan polimorfisme gen GH dengan sifat produksi, telah dapat dimanfaatkan untuk mempelajari keragaman genetik dan struktur populasi pada ternak (Liron et al. 2002), mendeteksi hubungan kekerabatan berdasarkan jarak genetik (genetic distance) (Kemenes et al. 1999) serta seleksi yang berkaitan dengan ciri bangsa spesifik (Regitano et al. 1999). Sifat morfologi dan ukuran tubuh yang spesifik pada sapi pesisir menarik untuk dikaji dikaitkan dengan keberadaan dan keragaman gen GH yang dimilikinya. Peran gen GH dalam penampilan (performans) pada ternak sapi sangat jelas pengaruhnya (Breier 1999) sehingga dugaan adanya perbedaan keragaman gen GH antara sapi pesisir Sumatera Barat khususnya, juga sapi bali, dan sapi impor (sapi limousin dan simmental) menarik untuk dikaji. Apakah memang terdapat perbedaan keragaman pada gen GH-nya atau hanya merupakan ragam dari variasi lingkungan yang terjadi. Informasi ini penting untuk diketahui dalam rangka melengkapi kerangka kerja (framework) genetika molekuler pada tingkat regional maupun pada tingkat benua untuk penggunaan pada saat ini maupun masa yang akan datang.

26 4 Atas dasar pemikiran tersebut di atas, diharapkan dapat diperoleh strategi yang tepat dalam mengelola sapi pesisir secara berkelanjutan dengan penampilan (fenotipe) sekarang ini atau ada hal lain yang dapat dieksplorasi agar nilai tambah yang dimilikinya dapat lebih ditingkatkan. Tujuan Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) polimorfisme fragmen gen hormon pertumbuhan (GH) MspI dan AluI, (2) sekuens nukleotida spesifik gen GH MspI dan AluI dan (3) hubungan polimorfisme (genotipe) fragmen gen GH MspI dan AluI terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh pada sapi pesisir Sumatera Barat. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi dasar dalam upaya perbaikan mutu genetik, strategi pengembangan, dan penentuan kebijakan mengenai pemanfaatan secara berkelanjutan khususnya pada sapi pesisir Sumatara Barat dan umumnya ternak lokal di Indonesia.

27 Kerangka Pemikiran Penelitian 5 Persilangan Pemotongan Data Molekuler Terbatas SAPI PESISIR Ancaman pada Erosi Genetik (Keunikan) Pemecahan Masalah Fenotipe Genotipe Gen GH PCR-RFLP Sekuensing Sifat Produksi Polimorfisme Sekuens Unik Prospek Pemanfaatan Marker Assisted Selection Strategi Pemuliaan dan Pemanfaatan Secara Berkelanjutan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

28 TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) ternak asli, (2) ternak yang telah beradaptasi dan (3) ternak impor (Sarbaini, 2004). Menurut MacHugh (1996), sapi domestikasi yang terdapat di Asia khususnya di Indonesia merupakan sapi yang termasuk dalam spesies Bos bibos dan sapi silangan (crossbred) yang berbeda dari sapi domestikasi yang terdapat di Afrika dan Eropa, meskipun diduga bahwa pola penyebarannya berasal dari wilayah India (Bos indicus) yang merupakan tipe sapi berpunuk (Zebu) (Gambar 2 dan 3). Gambar 2 Tipe-tipe sapi domestikasi yang terdapat di Asia, Afrika, dan Eropa (MacHugh 1996). Pada Gambar 2 tampak bahwa penyebaran sapi yang secara tertutup (warna hijau) terkait dengan spesies Bos (Bibos) seperti banteng, gaur, dan kouprey (MacHugh 1996). Hasil domestikasi spesies liar Bos (Bibos) banteng adalah sapi bali (Bos sondaicus) atau (Bos javanicus) (Talib et al. 2002) yang sekarang telah menjadi salah satu bangsa ternak asli Indonesia (DGLS 2003; Martojo 2003).

29 7 Gambar 3 Rute penyebaran sapi di Asia, Afrika, dan Eropa (MacHugh 1996). Keanekaragaman ternak bangsa sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi ongole (Bos indicus) atau zebu yang dimulai pada awal abad ke-20 memegang peranan penting dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Ongole murni pertama kali dibawa ke Pulau Sumba yang kemudian disebut sebagai sumba ongole (SO) dan selanjutnya dibawa ke tempat-tempat lain di Indonesia untuk disilangkan dengan sapi asli jawa dan membentuk peranakan ongole (PO) dan sapi madura (Utoyo 2002). Proses perkembangan sapi di Indonesia telah menghasilkan sumber daya genetik ternak yang lebih beragam, yaitu mulai dari sapi asli seperti sapi bali, juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi pesisir, sapi aceh, sapi madura, sapi sumba ongole (SO) dan sapi peranakan ongole (PO) (Utoyo 2002; Martojo 2003). Secara terminologi, sumber daya genetik ternak adalah semua yang termasuk dalam spesies, bangsa, dan strain (galur) ternak yang secara ekonomi, ilmiah, dan budaya penting bagi umat manusia baik dalam bentuk makanan maupun produksi (FAO 1999). Departemen Pertanian (2006) pula menyatakan bahwa sumber daya genetik ternak adalah substansi yang terdapat dalam bentuk individu suatu populasi rumpun ternak secara genetik unik, terbentuk dalam

30 8 proses domestikasi dari masing-masing spesies yang memiliki nilai potensial serta dapat dimanfaatkan dan dikembangkan baik untuk menciptakan rumpun atau galur unggul. Sumber daya genetik ternak merupakan kerangka dasar acuan (building block) bagi pertanian dan pengembangan verietas dan bangsa hewan ternak untuk masa yang akan datang. Berlimpahnya keanekaragaman bangsa ternak asli yang mampu beradaptasi secara lokal dapat menyelamatkan petani dalam menghadapi iklim yang sulit dan wilayah yang marjinal. Sumber daya genetik ternak lokal dapat dimanfaatkan dengan biaya (input) minimum dan memegang peranan penting dalam budaya masyarakat pedesaan (FAO 2001). Keanekaragaman genetik ternak khususnya ternak lokal paling tidak memiliki manfaat, yaitu (1) keberlanjutan dan peningkatan produksi pangan, (2) memaksimalkan produktivitas lahan dan sumber daya pertanian, (3) pencapaian pertanian berkelanjutan, dan (4) pemenuhan keanekaragaman baik yang telah maupun yang akan diketahui manfaatnya bagi kehidupan sosial masyarakat. Ketersediaan keanekaragaman genetik ternak khususnya ternak sapi akan memberikan keberhasilan dalam strategi pemuliaan untuk masa yang akan datang (FAO-AAAS 1994). Soebandriyo dan Setiadi (2003) menyatakan bahwa keragaman genetik pada ternak penting dalam rangka pembentukan rumpun ternak modern dan akan terus berlanjut sampai masa yang akan datang. Selanjutnya dinyatakan bahwa punahnya keragaman plasma nutfah ternak tidak akan dapat diganti meskipun dengan kamajuan bioteknologi paling tidak sampai saat ini. Oleh karena itu, pelestarian sumber daya genetik ternak perlu dilakukan. Departemen Pertanian (DEPTAN 2006) menyatakan bahwa pelestarian sumber daya genetik ternak adalah semua kegiatan untuk mempertahankan keanekaragaman sumber daya genetik ternak baik secara in-situ maupun ex-situ. Pelestarian terhadap sumber daya genetik ternak asli atau ternak lokal sangat penting karena merupakan bagian dari komponen keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhan pangan, pertanian, dan perkembangan sosial masyarakat di masa yang akan datang. Beberapa alasan pelestarian sumber daya genetik ternak Indonesia penting dilakukan, yaitu (1) lebih dari 60% bangsa

31 9 ternak di dunia berada di negara berkembang, (2) konservasi ternak asli atau ternak lokal tidak menarik bagi petani, (3) secara umum tidak ada program pemantauan yang sistematis dan tidak tersedianya informasi deskriptif dasar sebagian sumber daya genetik ternak yang ada, dan (4) sedikit sekali bangsabangsa ternak asli maupun ternak lokal yang telah digunakan dan dikembangkan secara aktif (FAO 2001). Sapi pesisir sebagai salah satu sumber daya genetik ternak lokal dan menjadi aset (plasma nutfah) nasional berperan sangat penting sebagai sumber daging bagi masyarakat Kota Padang dan sekitarnya, juga bagi masyarakat pesisir terutama masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan. Selain berperan sebagai sumber daging, sapi pesisir juga sangat populer untuk kebutuhan hewan kurban terutama pada hari raya Idul Adha karena harganya yang relatif murah. Keunggulan sapi pesisir lainnya adalah dapat hidup pada kondisi lingkungan yang marjinal dengan pola manajemen ekstensif dan memiliki efesiensi reproduksi yang tinggi, meskipun berpenampilan kecil (mini cattle), sehingga menjadi salah satu bangsa sapi unggulan atau sapi khas Sumatera Barat (Saladin 1983). Sapi Pesisir Sumatera Barat Sapi di Sumatera Barat, menurut catatan sejarah terdiri atas sapi lokal, sapi zebu dan sapi eropa (Merkens 1926). Sejak tahun 1907 telah dimasukkan sapi-sapi zebu (Ongole dan Hissar) untuk meningkatkan mutu genetik sapi lokal. Setelah kemerdekaan, kembali dimasukkan sapi ongole di Sumatera Barat dalam rangka Program Ongolisasi. Terbatasnya sarana perhubungan di bagian selatan Sumatera Barat terutama di Kabupaten Pesisir Selatan, Program Ongolisasi tidak berjalan sebaik di daerah bagian utara dan tengah, seperti di Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Tanah Datar. Oleh karena itu, sejak zaman penjajahan Belanda masih terdapat sapi asli di Kabupaten Pesisir Selatan yang tidak terkontaminasi oleh Program Ongolisasi (Saladin 1983). Ciri-ciri sapi lokal Sumatera Barat adalah tubuh kecil, badan pendek, dan kaki kecil (Merkens 1926). Sapi pesisir memiliki pola warna bulu tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), cokelat (19,96%), hitam (10,91%), dan putih (9,26%) (Sarbaini 2004).

32 10 Selain itu, sapi pesisir juga dikenal bertemperamen jinak sehingga mudah dikendalikan dalam pemeliharaan. Karakteristik lain adalah berpunuk kecil sampai sedang, tanduk pendek dan mengarah ke luar, seperti tanduk kambing (Saladin 1983) (Gambar 4). Sumber : Sarbaini (2004) Gambar 4 Performa sapi pesisir Sumatera Barat. Sapi lokal jantan Sumatera Barat memiliki rataan tinggi pundak 115 cm dan sapi betina 105 cm (Merkens 1926), sedangkan Saladin (1983) mendapatkan rataan tinggi pundak umur 4 tahun 114 cm dan betina 109 cm. Demikian pula Sarbaini (2004) mendapatkan rataan tinggi pundak pada sapi pesisir jantan dewasa pada setiap subpopulasi sapi pesisir, yaitu di daerah Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kabupaten Agam masing-masing 99,9 cm, 108,7 cm, dan 101,8 cm, sedangkan ukuran betinanya masing-masing 99,2 cm, 108,2 cm, dan 101,7 cm. Dibandingkan dengan sapi bali dan sapi ongole, sapi pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil baik pada jantan maupun pada betina (Saladin 1983) (Tabel 1). Hal yang sama juga ditemukan oleh Sarbaini (2004) bahwa bobot badan sapi pesisir lebih rendah dibandingkan dengan sapi madura, sapi bali, sapi aceh, dan peranakan ongole (PO) pada umur 0,5-1,0 tahun baik jantan maupun betina.

33 11 Tabel 1 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dewasa (3-6 tahun) sapi pesisir, sapi bali, dan sapi ongole Peubah Berdasarkan Jenis Kelamin Sapi Pesisir **1-2 Sapi Pesisir * Sapi Bali * Sapi Ongole * Jantan : Bobot badan (kg) 162,2 203,1 294,5 395,6 510,0 Tinggi pundak (cm) 99,9 108,7 110,2 126,0 135,0 Panjang badan (cm) 112,2 119,3 114,8 132,0 133,0 Lingkar dada (cm) 124,2 142,3 142,0 193,0 169,0 Betina : Bobot badan (kg) 149,1 199,9 256,5 302,5 420,0 Tinggi pundak (cm) 99,2 108,2 110,0 115,0 122,0 Panjang badan (cm) 109,4 118,3 117,0 120,0 132,0 Lingkar dada (cm) 125,5 140,1 138,0 168,0 162,0 Sumber : Sarbaini (2004)**, 1= Kabupaten Pesisir Selatan, 2= Kabupaten Padang Pariaman Saladin (1983)* Berdasarkan kajian molekuler terhadap sapi pesisir dengan menggunakan penciri DNA mikrosatelit yang terdiri atas enam lokus, yaitu lokus BM2113, ETH225, ILSTS006, HEL09, ETH03, dan INRA037 diperoleh keragaman yang tinggi pada subpopulasi Pesisir Selatan maupun Padang Pariaman dengan rataan nili heterozigositas masing-masing 0,85731 dan 0, Meskipun tingkat heterozigositas relatif sama, baik di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Padang Pariaman, bobot badan dan ukuran tubuh sapi pesisir di Kabupaten Padang Pariaman lebih besar dibandingkan di Kabupaten Pesisir Selatan (Tabel 1) (Sarbaini 2004). Sapi pesisir bagi masyarakat Sumatera Barat disebut sapi lokal Sumatera Barat dengan nama I Jawi Ratuih dan II Bantiang Ratuih yang artinya sapi yang beranak setiap tahun dan murah harganya karena ukuran badannya yang kecil (Saladin 1983). Sapi pesisir Sumatera Barat khususnya sapi pesisir selatan yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu sapi terkecil kedua di dunia setelah sapi dwarf west afrika shorthorn yang berasal dari Wilayah Pantai Afrika Barat berdasarkan bobot badannya (Tabel 2) (Sarbaini 2004).

34 Tabel 2 Bobot badan dewasa (3-6 tahun) sapi pesisir dan bangsa sapi kecil lainnya (mini cattle) di dunia Bangsa Sapi Bobot badan (kg) Jantan Betina Sapi Pesisir Mini cattle : Bonsai Brahman (Meksiko) Dwarf West Africa Shorthorn (Afrika Barat) Murutu (Nigeria) Rodope (Eropa Bagian Tenggara) Kedah Kelantan (Malaysia) Hill Cattle (Nepal) Yellow Cattle (Barat Daya dan Selatan Cina) Cheju Hanwoo (Korea) Sumber: Sarbaini (2004) Menurut publikasi International Miniature Breeders Society (IMBS) ( kategori sapi mini (full miniature) memiliki ukuran tinggi pundak kurang dari 42 inch (106,68 cm), sedangkan kategori ukuran sedang (mid size miniature) 42 inch (106,68 cm) sampai dengan 48 inch (121,92 cm). Berdasarkan kategori tersebut, sapi pesisir yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, termasuk dalam kelompok sapi mini full miniature dengan tinggi pundak sapi jantan dewasa 99,9 cm dan betina 99,2 cm. Adapun sapi pesisir yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman termasuk kelompok sapi mini mid size miniature dengan tinggi pundak sapi jantan dewasa 108,7 cm dan betina 108,2 cm (Sarbaini 2004). 12 Hormon Pertumbuhan Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan suatu proses deposisi, pemindahan substansi sel-sel, serta peningkatan ukuran dan jumlah pada tingkat dan titik berbeda dalam suatu waktu tertentu. Pertumbuhan secara efektif dikontrol oleh hormon dan salah satu hormon yang penting dalam mengatur proses pertumbuhan adalah hormon pertumbuhan (growth hormone). Chung et al. (2000) menyatakan bahwa hormon pertumbuhan (GH) bersama-sama dengan hormon insulin-like growth factor-1 (IGF-1) berperan

35 13 sangat penting dalam mengatur pertumbuhan kelenjar susu dan produksi susu, metabolisme, laktasi, dan komposisi tubuh. Proses sintesis dan pelepasan hormon pertumbuhan atau somatotropin dikontrol oleh dua macam hormon yang terdapat di hipotalamus (Gambar 5), yaitu Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) yang berfungsi sebagai penggertak (stimulator) dan Somatotropin Releasing-Inhibitory Factor (SRIF) atau somatostatin sebagai penghambat (inhibitor) (Anderson et al. 2004). Kedua hormon tersebut disekresikan oleh neuron sekretoris dalam hipotalamus dan masuk ke dalam pembuluh darah portal pituitari (Hartman 2000). Neurotransmiter dan neuropeptida mengontrol sekresi somatotropin secara langsung pada bagian somatotrop atau secara tidak langsung melalui jalur hipotalamus (Franklin dan Ferry 2006). Reis et al. (2001) menyatakan bahwa hormon pertumbuhan pada kelompok bovine (bgh) adalah hormon peptida (protein) yang secara alami dihasilkan oleh somatotropes, subclass dari sel hipofisa acidophilic yang terletak dalam kelenjar hipofisa bagian depan. Hormon pertumbuhan pada sapi memiliki ukuran sebesar 22 kilo Dalton (kda) (Vukasinovic et al. 1999; Dybus 2002) yang disusun oleh asam amino sebagai produk dari gen hormon pertumbuhan pada kelompok bovine (Gordon et al. 1983). Hormon pertumbuhan adalah hormon peptida yang reseptornya terdapat di permukaan sel, superfamili dari reseptor sitokinin. Ikatan antara hormon pertumbuhan dengan reseptornya mengakibatkan terjadinya aktivasi enzim forforilasi yang dilakukan oleh enzim kinase dengan cara menambah gugus fosfat. Hal ini menyebabkan timbulnya reaksi intrasel yang dapat berpengaruh pada metabolisme dan fungsi sel (Granner 2003). Pengikatan hormon pertumbuhan akan menyebabkan dimerisasi dua buah reseptor hormon pertumbuhan (GHR). Pengikatan hormon pertumbuhan dengan reseptornya mengakibatkan terjadinya aktivasi enzim tirosin kinase JAK 2 (Janus-family Tyrosine Kinase 2) yang berikatan dengan GHR, sehingga terjadi fosforilasi reseptor dengan JAK 2 pada residu tirosil. Kejadian ini menimbulkan aktivasi sejumlah lintasan pembentukan sinyal, salah satunya fosforilasi protein STAT (Signal Transduser and Activator of Transcription) dan transkripsi gen (Gambar 6).

36 14 Nutrisi Somatomedin Stres (+) Androgen (+) T4/T3 +/- Hipotalamus NA/A + 5TH +/- Asetilkolin + Prostaglandin +/-? + GRF TRH SRIF -?? Kelenjar Hipofisa Hormon Pertumbuhan +/- Metabolisme Lemak Lipolisis Lipogenesis Trigliserida Disimpan? Hati +? Pertumbuhan Tulang rawan Otot + Somatomedin + Pelepasan Hormon Insulin Glukokortikoid T4/T3 +? + Produksi Susu Laktosa Lemak Keterangan : TRH = thyrotrophin releasing hormone, GRF = growth hormone releasing factor, SRIF = somatostatin inhibitory releasing factor, T3 = triiodothyronine, T4 = thyroxine, NA = non adrenaline, A = adrenaline, 5HT = 5-hydroxytryptamine, = meningkat, = menurun. Gambar 5 Representasi diagram pengaturan sekresi hormon pertumbuhan dan kerjanya pada ternak domestik (Lawrence dan Fowler 2002).

37 15 Gambar 6 Lintasan transduksi sinyal yang diaktifkan oleh hormon pertumbuhan (Granner 2003). Menurut Hartman (2000) target utama hormon pertumbuhan adalah hati. Hormon pertumbuhan di dalam permukaan sel hati akan mengatur dan mengubah reaksi biokimia yang berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh dan bekerja pada sel-sel target melalui ikatan reseptor hormon pertumbuhan. Hati akan memproduksi insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dengan aktivasi tirosin kinase yang memiliki potensi untuk mengatur metabolisme dengan mempercepat pengangkutan asam amino melalui membran sel ke dalam sitoplasma. Meningkatnya konsentrasi asam amino di dalam sel akan meningkatkan kecepatan sintesis protein dan berdampak pada peningkatan jumlah sel sehingga mempercepat laju pertumbuhan jaringan di berbagai bagian tubuh.

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN PADA SAPI PESISIR SUMATERA BARAT J A K A R I A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan Amplifikasi fragmen gen hormon pertumbuhan (GH) yang dilakukan pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental menunjukkan adanya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi dari Bos

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI

DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI α : alpha A : adenine ADG : average daily gain AFLP : amplified fragment length polymorphism AI : artificial insemination (inseminasi buatan) Bentuk alternatif dari

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA SKRIPSI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA Oleh: Astri Muliani 11081201226 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA TESIS POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA NI LUH MADE IKA YULITA SARI HADIPRATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS POLIMORFISME

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT

KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT MOHD. AGUS NASHRI ABDULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA Nurgiartiningsih, V. M. A Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60 BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya menyebar di Sumatera Barat dan sebagai plasma nutfah Indonesia dan komoditas unggulan spesifik wilayah

Lebih terperinci

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO BAB 6 Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO Dalam usaha pertenakan, sifat pertumbuhan selalu menjadi perhatian utama dalam pemuliaan sebagai penentu nilai ekonomi. Dengan perkembangan biologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi merupakan anggota famili bovidae yang muncul pada era Pleistosen. Ternak sapi berasal dari keturunan aurok liar (Bos primigenius) (Mannen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen

PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen PROSPEK SAPI PESISIR SEBAGAI TERNAK LOKAL YANG MENJANJIKAN Shari Asmairicen sharli asmayricen Balai Pengkajian Teknologii Pertanian Aceh Jl. Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung. Banda Aceh Telf : (0651)

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan.

PENDAHULUAN. sapi Jebres, sapi pesisir, sapi peranakan ongole, dan sapi Pasundan. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sapi lokal merupakan alternatif kebijakan yang sangat memungkinkan untuk dapat meningkatkan produksi dan ketersediaan daging nasional. Ketidak cukupan daging

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU AZMI 1), GUNAWAN 1) dan EDWARD SUHARNAS 3) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2) Universitas Bengkulu ABSTRAK Kerbau

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Evaluasi Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan (GH) pada Sapi Pesisir Sumatera Barat Menggunakan Penciri PCR-RFLP

Evaluasi Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan (GH) pada Sapi Pesisir Sumatera Barat Menggunakan Penciri PCR-RFLP Media Peternakan, April 007, hlm. 1-10 ISSN 016-047 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/005 Vol. 30 No. 1 Evaluasi Keragaman Genetik Gen Hormon Pertumbuhan (GH) pada Sapi Pesisir Sumatera Barat Menggunakan

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang

Lebih terperinci

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura

Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

Lebih terperinci