ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG"

Transkripsi

1 ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG Mirsya Ekarina Mulyani*, Dra. Sukesi, M.Si 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Indonesia memiliki beragam varietas beras merah (Oryza sativa). Namun, beras merah belum begitu banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Maka, perlu dilakukan analisis proksimat untuk menentukan kandungan gizi dari beras merah. Beras merah yang diteliti adalah beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong. Kadar proksimat yang diteliti antara lain: kadar lemak kasar, kadar protein kasar serta kadar karbohidrat total. Kadar lemak kasar ditentukan dengan metode ekstraksi soxhletasi menggunakan pelarut petroleum eter. Kadar protein kasar ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sedangkan kadar karbohidrat total ditentukan secara spektrofotometri dengan pereaksi antron-asam sulfat. Hasil penelitian dari lima kali replikasi untuk masing-masing varietas menunjukkan bahwa beras merah varietas Slegreng mengandung kadar air sebesar 4,79%; 2,36% lemak; 9,41% protein serta 79,40% karbohidrat. Beras merah varietas Aek Sibundong mengandung kadar air sebesar 4,72%; 3,04% lemak; 9,66% protein serta 79,97% karbohidrat. Key words : analisis proksimat, beras merah, lemak kasar, protein kasar, karbohidrat total 1. Pendahuluan Beras merupakan makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh warga di dunia, terutama di benua Asia. Walaupun umumnya beras yang dikonsumsi berwarna putih, terdapat juga varietas beras yang memiliki pigmen warna seperti beras merah, beras cokelat dan beras hitam. Beras merah (Oryza sativa) merupakan jenis beras yang memiliki warna merah. Warna merah dari beras merah ditimbulkan oleh pigmen antosianin yang terdapat pada bagian lapisan luarnya (Maekawa, 1998). Beras merah ini banyak terdapat di berbagai daerah di Asia, juga di sebagian Amerika. Namun, di Amerika beras merah dianggap sebagai gulma tanaman padi yang menurunkan nilai jual dari beras putih yang diproduksi (Ahuja et al, 2007). Indonesia memiliki beragam varietas beras merah lokal dengan kandungan gizi masing-masing berbeda sesuai dengan tempat tumbuhnya. Varietas unggul beras merah yang tumbuh di daerah Jawa Timur antara lain adalah: Cempolulut, Slegreng, Sidomuncul, Bondoyudo, Kalimas dan Bogor C-3 (Roesmarkam, Suyamto dan Suyono, 2002). Selain itu, ada juga beras merah varietas unggul lain yang telah dilepas oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yaitu beras merah varietas Aek Sibundong serta Ciherang. Varietas lain yang tumbuh di daerah Jawa Barat yaitu Jembar Beureum dan Cere Beureum di daerah Jawa Barat, Lembah Pasaman di Sumatera Barat serta Gunung Sari di Bali * Corresponding author Phone : mirsya@chem.its.ac.id 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya. (Indrasari, 2006). Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu bahan. Untuk makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu, karbohidrat, protein serta lemak (Hui, 2006). Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan. Faktor lain adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari bahan makanan tersebut. Kadar gizi perlu diketahui karena berhubungan dengan kualitas makanan tersebut. Selain itu, analisis proksimat umumnya tidak mahal dan relatif mudah untuk dilakukan ( Ensminger, 1994). Berdasarkan penelitian oleh Gealy dan Bryant (2009), beberapa jenis beras merah lokal di daerah Amerika Utara memiliki kadar protein antara %, kadar lemak antara 2-3 % serta kadar karbohidrat yang tinggi, yaitu diatas 70%. Kadar protein ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan beras putih pecah kulit yang memiliki kandungan protein sekitar 7%, bahkan beras putih yang telah mengalami proses penggilingan hanya mengandung 5% protein (Heinemann et al, 2005). Selain kandungan gizinya, keunggulan lain yang dimiliki beras merah adalah seratnya yang relatif lebih mudah dicerna dalam usus. Hal ini menyebabkan sisa-sisa makanan tidak tertahan terlalu lama di dalam usus sehingga usus belum sempat menyerap racun-racun yang ikut terbawa dalam makanan. Maka, tubuh akan terhindar dari racun-racun yang potensial menyebabkan kanker. Selain itu, beras merah juga kaya akan vitamin B dan E sehingga tidak mudah menimbulkan

2 kembung saat dikonsumsi. Keunggulan inilah yang membedakan beras merah dari makanan lainnya yang juga mengandung banyak serat (Indrasari, 2006). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kadar proksimat beras merah lokal varietas Slegreng dan Aek Sibundong. Kedua varietas beras merah ini dipilih karena belum banyak diteliti dan termasuk baru dilepas. Kadar proksimat yang diteliti berupa kadar air, kadar lemak kasar, kadar protein kasar dan kadar karbohidrat total. II. Metodologi Penelitian 2.1 Pembuatan Tepung Beras Merah Kering (Horwitz, 2000) Beras merah lokal varietas Slegreng dan Aek Sibundong yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jawa Timur. Beras merah digiling dalam penggiling ball mill hingga diperoleh serbuk beras merah yang halus. Kemudian, serbuk beras merah diayak dengan pengayak berukuran pori 180 μm atau 80 mesh. Selanjutnya, tepung beras merah dihilangkan kadar airnya dengan cara dioven pada suhu 105 C selama 2 jam. Tepung beras merah kering kemudian didinginkan dalam suhu ruang dan ditimbang berat keringnya. Tepung beras merah kering kemudian disimpan dalam desikator untuk analisis selanjutnya. 2.2 Penentuan Kadar Lemak Kasar (Horwitz, 2000) Kadar lemak kasar dalam kedua varietas beras merah dapat ditentukan dengan metode ekstraksi soxhletasi dengan menggunakan pelarut petroleum eter. Tepung beras merah kering ditimbang sebanyak 5 g ram kemudian dibungkus dengan kertas saring kasar dan dimasukkan pada labu reservoir atas pada rangkaian alat soxhlet. Pelarut petroleum eter dimasukkan sebanyak 150 ml kedalam labu bulat yang telah berisi batu didih. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam, kemudian ekstrak lemak yang berada dalam labu bulat dipindahkan kedalam gelas piala yang telah diketahui massanya. Ekstrak lemak ini selanjutnya diuapkan hingga tertinggal endapan lemak di dasar gelas piala. Kemudian gelas piala ditimbang dan diperoleh selisih berat yang merupakan massa lemak dari cuplikan. Replikasi dilakukan lima kali untuk masing-masing varietas. 2.3 Penentuan Kadar Protein Kasar (Horwitz, 2000) Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl. Metode ini terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, distilasi dan titrasi. Mula-mula cuplikan berupa tepung beras merah kering ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl (dapat juga menggunakan tabung reaksi). Kemudian ditambahkan dengan 1 gram CuSO 4 dan ditambah dengan 2,5 ml H 2 SO 4 pekat. Selanjutnya cuplikan didestruksi selama 2 jam pada suhu 100 ºC. Setelah hasil destruksi didinginkan, kemudian dimasukkan kedalam labu bulat yang telah diberi batu didih dan ditambah dengan 50 ml aqua DM serta 15 ml NaOH 50 % w/v dan dilakukan distilasi. Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml HCl 0,02 N; 4 tetes metil merah dan 4 tetes metilen biru hingga volume total mencapai 40 ml. Kemudian larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan larutan H 2 C 2 O 4 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi hijau. Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi dicatat. Replikasi untuk masing-masing cuplikan sebanyak lima kali. 2.4 Penentuan Kadar Karbohidrat Total (Sadasivam dan Manickam, 1996) Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode spektrofotometri visible. Metode ini dilakukan dengan menghidrolisis cuplikan menggunakan asam klorida, baru kemudian direaksikan dengan pereaksi antron-asam sulfat. Kadar karbohidrat total direpresentasikan oleh kadar glukosa dalam cuplikan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan standar glukosa 60 ppm diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 4 ml pereaksi antron-asam sulfat. Kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pendinginan segera dengan air mengalir dan dilanjutkan dengan pencarian panjang gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer Genesys 20. Pembacaan absorbansi dilakukan pada kisaran panjang gelombang nm dengan interval 20 nm. Apabila telah ditemukan kisaran panjang gelombang maksimum, maka pencarian dilanjutkan dengan interval 5 nm pada daerah panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum ditunjukkan dengan absorbansi masimum Pembuatan Kurva Kalibrasi Glukosa Larutan standar glukosa 0;20;40;60;80;100 ppm diambil masing-masing sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 4 ml pereaksi antron-asam sulfat. Kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pendinginan segera dengan air mengalir dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 585 nm.

3 2.4.3 Penentuan Kadar Glukosa dalam Beras Merah Cuplikan berupa tepung beras merah kering yang telah diekstrak lemaknya ditimbang sebanyak 10 mg dan dimasukan kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml HCl 2N dan dipanaskan dalam penangas air mendidih selama ± 3 jam. Selanjutnya, cuplikan yang telah dihidrolisis tersebut didinginkan dan dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml dan ditambah aqua DM hingga tanda batas. Larutan kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah 4 ml pereaksi antron-asam sulfat. Kemudian dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 12 menit. Selanjutnya dilakukan pendinginan segera dengan penangas es dan didiamkan dalam ruang gelap selama 20 menit, baru diukur absorbansi pada panjang gelombang 585 nm. Replikasi dilakukan sebanyak lima kali pada masing-masing varietas. III. Hasil dan pembahasan 3.1 Hasil Penentuan Kadar Air Kadar air dihilangkan dari beras merah dengan cara pengeringan dengan menggunakan oven selama 2 jam pada suhu 105 C (Horwitz, 2000). Suhu ini dipilih karena merupakan suhu dimana air menguap. Kadar air dalam beras merah varietas Slegreng dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Kadar air rata-rata beras merah varietas Slegreng cawan (g) cawan dan beras (g) cawan dan beras setelah oven (g) Selisih (g) beras (g) Kadar Air 1 33,11 41,08 40,70 0,38 7,97 4, ,46 58,31 57,83 0,48 9,85 4, ,99 46,78 46,31 0,47 9,79 4, ,70 55,24 54,79 0,45 9,54 4, ,99 48,03 47,50 0,53 11,04 4,80 Kadar air rata-rata 4,79 0,0570 Berdasarkan Tabel 3.1, kadar air rata-rata beras merah varietas Slegreng dari lima kali replikasi adalah sebesar 4,79% dengan standar deviasi sebesar 0,0570. Menurut Miller (1991), suatu replikasi dapat dikatakan presisi apabila memiliki nilai standar deviasi lebih kecil dari 2,5. Berdasarkan teori tersebut, maka perhitungan kadar air untuk lima kali replikasi dapat dikatakan presisi. Sedangkan untuk kadar air beras merah varietas Aek Sibundong dapat dilihat pada Tabel 3.2: Tabel 3.2 Kadar air beras merah varietas Aek Sibundong cawan (g) cawan dan beras (g) cawan dan beras setelah oven (g) Selisih (g) beras (g) Kadar Air 1 80,11 101,04 100,03 1,01 20,93 4, ,86 57,22 56,79 0,43 9,36 4, ,33 57,11 56,64 0,47 9,78 4, ,86 58,76 58,25 0,51 10,90 4, ,33 58,46 57,94 0,52 11,13 4,67 Kadar air rata-rata 4,72 0,0977 Berdasarkan Tabel 3.2, kadar air beras merah varietas Aek Sibundong rata-rata untuk lima kali replikasi adalah sebesar 4,72%. Nilai standar deviasi sebesar 0,0977 yang menunjukkan bahwa metode yang dilakukan presisi karena standar deviasi lebih kecil dari 2,5 (Miller, 1991). Tingkat kepresisian penentuan kadar air pada beras merah varietas Slegreng lebih baik daripada varietas Aek Sibundong. Menurut penelitian Sompong et al (2011), kadar air beberapa varietas beras merah yang beredar di Thailand, Sri Lanka dan Cina berkisar antara 9,28% hingga 13,12%. Apabila diban-dingkan dengan beras merah lokal varietas Slegreng dan Aek Sibundong yang memiliki kadar air rata-rata 4,79% dan 4,72%; maka kedua varietas beras merah lokal ini memiliki kadar air yang lebih rendah. Kadar air berpengaruh pada stabilitas suatu material pada saat disimpan. Apabila suatu bahan memiliki kadar air yang tinggi, maka ketahanan pada saat penyimpanan rendah sehingga mudah rusak saat disimpan (Nielsen, 2003). Pendekatan statistika berupa uji Analysis of Variance (ANOVA) satu arah dilakukan untu menentukan apakah kadar air dalam kedua varietas beras merah tersebut berbeda. Berdasarkan uji ANOVA, kadar air pada beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong tidak memiliki perbedaan yang signifikan. 3.2 Hasil Penentuan Kadar Lemak Kasar Penentuan kadar lemak kasar dilakukan dengan metode ekstraksi soxhletasi. Metode ini merupakan metode standar AOAC untuk penentuan lemak (Horwitz, 2000). Metode ini didasarkan pada pelarut yang dibiarkan kontak dengan cuplikan berupa beras merah yang telah dibungkus dengan kertas saring. Ekstraksi yang dilakukan adalah semikontinyu, dilakukan selama kurang lebih 6 jam agar kontak antara pelarut dengan cuplikan terjadi berulang-ulang sehingga lemak yang terekstrak maksimal (Wrolstad et al, 2005). Kemudian pelarut diuapkan untuk mendapatkan endapan lemak. Hasil penentuan kadar lemak kasar untuk beras merah varietas Slegreng dapat dilihat pada Tabel 3.3:

4 Tabel 3.3 Kadar lemak kasar beras merah varietas Slegreng gelas cuplikan piala kosong (g) (g) total (g) lemak (g) Kadar lemak kasar 1 5, ,45 107,57 0,12 2,40 2 5, ,94 125,05 0,11 2,20 3 5, ,67 108,78 0,12 2,40 4 5, ,12 123,27 0,13 2,60 5 5, ,73 107,83 0,11 2,20 Kadar lemak kasar rata-rata 2,36 0,1672 Berdasarkan Tabel 3.3, kadar lemak kasar ratarata untuk lima kali replikasi adalah sebesar 2,36% dengan standar deviasi sebesar 0,1672 yang menunjukkan bahwa metode yang dilakukan presisi karena bernilai lebih kecil daripada 2,5 (Miller, 1991). Sedangkan untuk beras merah varietas Aek Sibundong, data perhitungan kadar lemak kasar dapat dilihat pada Tabel 3.4: Tabel 3.4 Kadar lemak kasar beras merah varietas Aek Sibundong gelas cuplikan piala kosong (g) (g) total (g) lemak (g) Kadar lemak kasar 1 5, ,57 103,73 0,16 3,20 2 5, ,99 99,13 0,14 2,80 3 5, ,83 113,00 0,17 3,40 4 5, ,07 121,22 0,15 3,00 5 5, ,98 99,12 0,14 2,80 Kadar lemak kasar rata-rata 3,04 0,2607 Berdasarkan Tabel 3.4, kadar lemak kasar ratarata dalam beras merah varietas Aek Sibundong adalah sebesar 3,04% dengan nilai standar deviasi sebesar 0,2607. Nilai ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan presisi karena bernilai lebih kecil dari 2,5 (Miller, 1991). Tingkat kepresisian analisis kadar lemak kasar pada beras merah varietas Slegreng lebih baik daripada pada beras merah varietas Aek Sibundong karena memiliki nilai standar deviasi yang lebih kecil. Berdasarkan Tabel 3.3 dan Tabel 3.4, kadar lemak kasar beras merah varietas Aek Sibundong (3,04%) lebih besar daripada varietas Slegreng (2,36%). Nilai kadar lemak tersebut hampir sama dengan nilai kadar lemak beras merah dan beras hitam yang terdapat di Jepang pada penelitian Yoshida, Tomiyama dan Mizushina (2010) yaitu sekitar 2,2% hingga 3,7%. Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Gealy dan Bryant (2009), kandungan lemak kasar rata-rata dari sejumlah varietas beras merah yang tumbuh di daerah Amerika Utara adalah sebesar 2,4%. Perbedaan nilai yang tidak terlalu besar ini menunjukkan bahwa kandungan lemak kasar dalam beras merah tidak jauh berbeda walaupun tumbuh di daerah yang berbeda. Pendekatan statistika dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kadar lemak kasar yang signifikan antara beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong. Pengujian yang dilakukan adalah uji ANOVA satu arah. Berdasarkan hasil perhitungan ANOVA, ternyata terdapat perbedaan kadar lemak kasar yang signifikan antara kedua varietas. 3.3 Hasil Penentuan Kadar Protein Kasar Pada penelitian ini, protein kasar ditentukan dengan metode Kjeldahl. Secara umum, metode ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu destruksi, distilasi dan titrasi. Metode ini digunakan secara luas dalam penentuan protein kasar dalam makanan atau material lainnya karena reagen yang digunakan mudah didapatkan (Ensminger, 1994). Tahap awal yang dilakukan adalah destruksi cuplikan dengan menggunakan asam kuat pekat berupa H 2 SO 4 98% dengan katalis CuSO 4 anhidrat. Asam sulfat pekat ditambahkan karena merupakan agen pengoksidasi yang kuat, yang akan bereaksi dengan nitrogen dalam cuplikan dan akan menghasilkan amonium sulfat. Sedangkan CuSO 4 anhidrat berfungsi sebagai katalis untuk menaikkan titik didih dari asam sulfat karena apabila tanpa diberikan katalis, asam sulfat akan mendehidrasi cuplikan yang menghasilkan produk utama berupa karbon (Kenkel, 2003). Reaksi antara nitrogen dalam cuplikan dengan asam sulfat pekat dan dikatalisis oleh CuSO 4 dapat dilihat pada reaksi berikut: N organik + H 2 SO 4 (NH 4 ) 2 SO 4 (aq) + H 2 O (l) + CO 2 (g) + produk samping lain Cuplikan yang telah didestruksi kemudian dipindahkan dalam labu bulat yang telah berisi batu didih lalu ditambah dengan NaOH 50% w/v dan aqua DM yang bertujuan untuk mengubah amonium sulfat menjadi amonium hidroksida dengan reaksi sebagai berikut: (NH 4 ) 2 SO 4 (aq) + 2NaOH(aq) 2NH 3 (g) + Na 2 SO 4 (aq) + 2H 2 O(l) Gas NH 3 yang terbentuk ketika dipanaskan dalam tahap distilasi, kemudian dikondensasi dan ditampung dalam erlenmeyer yang telah berisi HCl 0,02 N, indikator metil merah serta metilen biru. Larutan HCl akan mengubah NH 3 menjadi ion amonium. Reaksi yang terjadi adalah: NH 3 (l) + HCl (aq) NH 4 + (aq) + Cl - (aq)

5 Kemudian, sisa asam yang tidak bereaksi dengan NH 3 akan dititrasi dengan NaOH 0,02 N dengan reaksi: H + (aq) + OH - (aq) H 2 O (l) Indikator yang digunakan adalah indikator campuran antara metil merah (0,2% dalam etanol) dengan metilen biru (0,1% dalam aqua DM) dengan perbandingan 1:1. Indikator ini bekerja berdasarkan perubahan ph, dengan warna merah violet pada kondisi asam dan hijau pada kondisi basa (Lurie, 1975). Transisi warna dari merah violet ke hijau dicapai pada ph sekitar 5,4 dengan warna biru keabu-abuan (Patnaik, 2004). Indikator ini digunakan karena perubahan warnanya mudah diamati untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dicapai apabila larutan berubah warna dari merah violet menjadi hijau. Konsentrasi ion OH - yang dibutuhkan untuk titrasi ekivalen dengan jumlah nitrogen dalam cuplikan. Kadar nitrogen ini kemudian dikonversikan untuk menentukan kadar protein kasar dalam cuplikan. Umumnya, protein mengandung 16% nitrogen sehingga 6,25 gram protein mengandung 1 gram nitrogen. Namun, tidak semua protein mengandung 16% nitrogen sehingga faktor konversi untuk masing-masing bahan yang dianalisis tidak sama (Ensminger, 1994). Untuk beras, Puwastien et al (2009) menggunakan faktor konversi sebesar 5,95. Hasil perhitungan kadar protein kasar untuk beras merah varietas Slegreng dapat dilihat pada Tabel 3.5: Tabel 3.5 Kadar protein kasar beras merah varietas Slegreng m cuplikan (g) V NaOH (ml) Kadar 1 0,1007 5,9 9,47 2 0,1008 6,0 9,28 3 0,1009 6,1 9,08 4 0,1002 5,8 9,71 5 0,1001 5,9 9,53 Kadar protein kasar rata-rata 9,41 0,2421 Berdasarkan Tabel 3.5, kadar protein kasar ratarata dalam beras merah varietas Slegreng adalah sebesar 9,41% dengan standar deviasi sebesar 0,2421. Nilai standar deviasi ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan presisi karena nilainya lebih kecil daripada 2,5 (Miller, 1991). Tabel 3.6 menunjukkan data hasil perhitungan kadar protein kasar untuk beras merah varietas Aek Sibundong. Tabel 3.6 Kadar protein kasar beras merah varietas Aek Sibundong m cuplikan (g) V NaOH (ml) Kadar 1 0,1007 5,8 9,66 2 0,1003 5,9 9,51 3 0,1001 5,7 9,91 4 0,1003 5,7 9,89 5 0,1004 6,0 9,31 Kadar protein kasar rata-rata 9,66 0,2527 Berdasarkan Tabel 3.6, kadar protein kasar ratarata dalam beras merah varietas Aek Sibundong adalah sebesar 9,66% dengan standar deviasi sebesar 0,2527. Nilai standar deviasi ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan presisi karena nilainya lebih kecil daripada 2,5 (Miller, 1991). Tingkat kepresisian untuk analisis beras merah varietas Slegreng lebih baik daripada varietas Aek Sibundong. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gealy dan Bryant (2009), kandungan protein beras merah di Amerika Utara bervariasi dari 9,9% hingga 14,0%. Sedangkan Sompong et al (2011) melaporkan bahwa sejumlah varietas beras merah di daerah Thailand, Sri Lanka dan Cina mengandung protein bervariasi dari 7,16% hingga 10,36%. Kadar protein dalam beras merah relatif lebih tinggi daripada dalam beras putih biasa, walaupun beras tersebut mengalami proses penggilingan minimal (beras pecah kulit/brown rice). Heinemann et al (2005) melaporkan bahwa beras pecah kulit di Brazil mengandung 7,42% protein dan beras putih hanya mengandung sekitar 5,71% protein. Penelitian lain juga dilakukan oleh Puwastien et al (2009) yang menunjukkan bahwa beras pecah kulit di Thailand mengandung protein sebesar 7,92%. Uji ANOVA satu arah dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kadar protein kasar yang signifikan antara beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong. Berdasarkan hasil perhitungan ANOVA, ternyata tidak terdapat perbedaan kadar protein kasar yang signifikan antara kedua varietas. 3.4 Hasil Penentuan Kadar Karbohidrat Total Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Panjang gelombang maksimum didapatkan dari absorbansi maksimum larutan glukosa standar 60 ppm pada rentang panjang gelombang nm dengan interval 20 nm. Apabila telah mendekati absorbansi maksimum, interval diturunkan menjadi 5 nm. Kurva hasil penentuan panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Gambar 3.1:

6 Gambar 3.1 Penentuan panjang gelombang maksimum Berdasarkan kurva diatas, absorbansi maksimum didapat pada panjang gelombang 585 nm. Panjang gelombang ini kemudian dijadikan dasar untuk pembuatan kurva kalibrasi serta penentuan kadar glukosa dalam cuplikan Pembuatan Kurva Kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk menentukan kadar glukosa dalam cuplikan. Konsentrasi glukosa dalam cuplikan dapat ditentukan apabila absorbansi dari larutan standar diketahui. Pada penelitian ini, konsentrasi larutan glukosa standar yang digunakan sebesar 0, 20, 40, 60, 80 serta 100 ppm. Kurva kalibrasi glukosa dibuat dari plot antara konsentrasi glukosa terhadap absorbansi pada panjang gelombang 585 n m. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 3.2: Penentuan Kadar Glukosa dalam Beras merah Kadar karbohidrat total dalam cuplikan dapat ditentukan berdasarkan kadar glukosa dalam cuplikan (Sadasivam dan Manickam, 1996). Prinsip umum dari reaksi ini adalah reaksi hidrolisis karbohidrat dengan asam encer sehingga terbentuk monosakarida. Kemudian, monosakarida tersebut (dalam bentuk glukosa) direaksikan dengan pereaksi antron-asam sulfat sambil dipanaskan. Asam sulfat akan mendehidrasi monosakarida tersebut hingga terbentuk hidroksimetil furfural, yang kemudian bereaksi dengan antron dan membentuk senyawa yang berwarna hijau dan dapat dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 585 nm. Pemilihan panjang gelombang ini, selain karena absorbansi maksimum terjadi pada panjang gelombang ini, interferensi oleh protein juga dapat dihindari (Multon dan Dieter, 1997). Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 3.3: Gambar 3.3 Reaksi hidrolisis karbohidrat diikuti dengan reaksi dengan pereaksi antron-asam sulfat (Robyt, 1998) Gambar 3.2 Kurva kalibrasi glukosa Dari Gambar 3.2, dapat diperoleh persamaan regresi linear: y = 0,00612x 0,005 serta nilai r 2 = 0,998. Nilai r 2 = 0,998 memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kurva kalibrasi karena harga r 2 tersebut terletak pada interval 0,9 < r 2 < 1. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang linear antara data absorbansi dengan konsentrasi, dimana semakin tinggi konsentrasi, absorbasi juga semakin tinggi. Hubungan antara nilai konsentrasi dan absorbansi ditegaskan dengan uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa ada korelasi linear antara nilai konsentrasi dengan absorbansi. Maka, kadar glukosa dapat ditentukan berdasarkan nilai absorbansinya. Reaksi antara glukosa dengan pereaksi antronasam sulfat terjadi dengan baik apabila diikuti dengan pemanasan selama kurang lebih 12 menit dan diikuti dengan pendinginan secara cepat dan kemudian didiamkan selama kurang lebih 20 menit pada ruang yang terlindung dari cahaya. Tujuan pendiaman ini adalah agar warna yang terbentuk semakin kuat dan stabil sebelum dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektro-fotometer (Bailey, 1957). Warna awal dari pereaksi antron-asam sulfat adalah kuning. Setelah ditambahkan dengan larutan glukosa, warnanya berubah menjadi hijau agak kekuningan. Reaksi yang terjadi sangat eksotermis, maka penambahan pereaksi antron-asam sulfat dilakukan sambil didinginkan dengan es. Ketika dipanaskan, warna yang terbentuk semakin jelas. Kemudian dilakukan pendinginan dengan cepat dan penyimpanan dalam ruang gelap. Baru kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 585 nm. Analisis karbohidrat total dilakukan dalam lima kali replikasi untuk masing-masing varietas. Hasil perhitungan kadar karbohidrat total untuk beras

7 merah varietas Slegreng dapat dilihat pada Tabel 3.7: Tabel 3.7 Kadar karbohidrat total beras merah varietas Slegreng Kadar m cuplikan c Absorbansi glukosa Karbohidrat (mg) (ppm) 1 10,5 0,499 82,353 78, ,5 0,499 82,353 78, ,1 0,499 82,353 81, ,3 0,490 80,882 78, ,2 0,495 81,699 80,10 Kadar karbohidrat rata-rata 79,40 1,3870 Berdasarkan Tabel 3.7, kadar karbohidrat total rata-rata lima kali replikasi untuk beras merah varietas Slegreng adalah sebesar 79,40% dengan nilai standar deviasi 1,3870. Nilai standar deviasi ini menunjukkan bahwa metode cukup presisi karena bernilai lebih kecil daripada 2,5 (Miller, 1991). Untuk beras merah varietas Aek Sibundong, kadar karbohidrat masing-masing replikasi dapat dilihat pada Tabel 3.8: Tabel 3.8 Kadar karbohidrat total beras merah varietas Aek Sibundong Kadar m cuplikan c Absorbansi glukosa Karbohidrat (mg) (ppm) 1 10,3 0,494 81,536 79, ,2 0,492 81,209 79, ,3 0,499 82,353 79, ,1 0,495 81,699 80, ,1 0,491 81,046 80,24 Kadar karbohidrat rata-rata 79,97 0,6521 Berdasarkan Tabel 3.8, kadar karbohidrat total rata-rata lima kali replikasi untuk beras merah varietas Aek Sibundong adalah sebesar 79,97% dengan nilai standar deviasi 0,6521. Nilai standar deviasi ini menunjukkan bahwa metode cukup presisi karena bernilai lebih kecil daripada 2,5 (Miller, 1991). Tingkat kepresisian untuk penentuan kadar karbohidrat total dalam beras merah varietas Aek Sibundong lebih presisi apabila dibandingkan dengan varietas Slegreng. Berdasarkan hasil penelitian, kadar karbohidrat total dalam beras merah varietas Slegreng sebesar 79,40% sedangan untuk varietas Aek Sibundong, kadar karbohidrat totalnya sebesar 79,97%. Hasil ini tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan penelitian oleh Sompong et al (2011) mengenai kadar proksimat beberapa varietas beras merah di beberapa negara di Asia. Sompong et al (2011) melaporkan bahwa kadar karbohidrat total beras merah bervariasi, mulai dari 73,73% hingga 79,27%. Uji ANOVA satu arah dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kadar karbohidrat total yang signifikan antara beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong. Berdasarkan hasil perhitungan ANOVA, ternyata tidak terdapat perbedaan kadar karbohidrat total yang signifikan antara kedua varietas. IV. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Beras merah varietas Slegreng mengandung kadar air rata-rata sebesar 4,79%; 2,36% lemak; 9,41% protein serta 79,40% karbohidrat. Sedangkan beras merah varietas Aek Sibundong mengandung kadar air sebesar 4,72%; 3,04% lemak; 9,66% protein serta 79,97% karbohidrat. 2. Nilai standar deviasi untuk penentuan kadar air dalam beras merah varietas Slegreng sebesar 0,0570 dan untuk varietas Aek Sibundong sebesar 0,0977. Pada penentuan kadar lemak kasar, nilai standar deviasi untuk beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong masingmasing sebesar 0,1672 dan 0,2607. Pada penentuan kadar protein kasar, nilai standar deviasi untuk beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong masing-masing sebesar 0,2421 dan 0,2527. Pada penentuan kadar karbohidrat total, nilai standar deviasi untuk beras merah varietas Slegreng dan Aek Sibundong masing-masing sebesar 1,3870 dan 0,6521. Nilai standar deviasi untuk seluruh pengukuran lebih kecil daripada 2,5; maka tingkat kepresisian dari seluruh pengukuran dapat dikatakan baik. 3. Berdasarkan uji ANOVA, kadar air, protein kasar dan kadar karbohidrat total antara kedua varietas beras beras tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan kadar lemak kasar dari kedua varietas tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya. 2. Keluarga tercinta atas segala dukungannya. 3. Ibu Dra. Sukesi, M.Si selaku dosen pembimbing sekaligus dosen wali yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyusunan tugas akhir. 4. Teman-teman yang telah banyak membantu.

8 DAFTAR PUSTAKA Ahuja, Uma, et al, (2007), Red Rices: past, present, and future, Asian Agri-History 11, 4, Hal Bailey, R. W., (1957), The Reaction of Pentoses with Anthrone, Biochem J 68, Hal Ensminger, Audrey, (1994), Foods and Nutrition Encyclopedia Volume 1 2 nd Edition, CRC Press LLC, Boca Raton Gealy, David R., dan Bryant, Rolfe J., (2009), Seed Physicochemical Characteristics of Fieldgrown US Weedy Rice (Oryza sativa) Biotypes: Contrasts with Commercial Cultivars, Journal of Cereal Science 49, Hal Heinemann, R. J. B., et al, (2005), Comparative Study of Nutrient Composition of Commercial Brown, Parboiled and Milled Rice from Brazil, Journal of Food Composition and Analysis 18, Hal Horwitz, William, (2000), Official Methods of Analysis of AOAC International 17 th ed, AOAC International, Gaithersburg Hui, Yiu H., (2006), Handbook of Food Science, Technology, and Engineering Volume 1, Taylor & Francis Group, Boca Raton Indrasari, Siti Dewi, (2006), Padi Aek Sibundong: Pangan fungsional, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28 6, Hal. 1-3 Kenkel, John V., (2003), Analytical Chemistry for Technicians 3 rd Edition, CRC Press LLC, Boca Raton Lurie, J., (1975), Handbook of Analytical Chemistry, Mir Publisher, Moscow Maekawa, M., (1998), Recent information on anthocyanin pigmentation, Rice Genetics Newsletter 13, Hal Miller, J.C, (1991), Statistika untuk Kimia Analitik, Penerbit ITB, Bandung Multon, Jean Louis dan Dieter, Lance, (1997), Analysis of Food Constituens, Wiley VCH, New York Nielsen, S. Suzanne, (2003), Food Analysis 3 rd ed., Kluwer Academic / Plenum Publishers, New York Patnaik, Pradyot, (2004), Dean's Analytical Chemistry Handbook, McGraw-Hill Companies Inc., New York Puwastien, Prapasri, et al, (2009), Development of rice reference material and its use for evaluation of analytical performance of food analysis laboratories, Journal of Food Composition and Analysis 22, Hal Robyt, John F., (1998), Essentials of Carbohydrate Chemistry, Springer-Verlag, New York Roesmarkam, S., Suyamto, dan Suwono, (2002), Varietas Unggul Padi Tahan Tungro, Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Jawa Timur. Sadasivam, S.,dan Manickam, A., (1996), Biochemical Methods, New Age International, New Delhi Sompong, R., et al, (2011), Physicochemical and Antioxidative Properties of Red and Black Rice Varieties from Thailand, China and Sri Lanka, Food Chemistry 124, Hal Wrolstad, Ron E., et al, (2005), Handbook of Food Analytical Chemistry, John Wiley & Sons Inc., Hoboken Yoshida, Hiromi, Tomiyama, Yuka, dan Mizushina, Yoshiyuki, (2010), Lipid Components, Fatty Acids and Triacylglycerol Molecular Species of Black and Red Rices, Food Chemistry 123, Hal

ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG

ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG Mirsya Ekarina Mulyani 1407 100 053 Pembimbing: Dra. Sukesi, M.Si Contents Pendahuluan Latar Belakang Lebih dari setengah

Lebih terperinci

ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (ORYZA SATIVA) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG

ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (ORYZA SATIVA) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (ORYZA SATIVA) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG ANALISIS PROKSIMAT BERAS MERAH (Oryza sativa) VARIETAS SLEGRENG DAN AEK SIBUNDONG Mirsya Ekarina Mulyani 1407 100 053 Pembimbing:

Lebih terperinci

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON SEMINAR HASIL PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON OLEH : FITHROTUL MILLAH NRP : 1406 100 034 Dosen pembimbing : Dra. SUKESI, M. Si. Surabaya, 18 Januari 2010 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. dan Teknologi Pangan, Laboratorium kimia, dan Laboratorium Biomedik Fakultas

METODELOGI PENELITIAN. dan Teknologi Pangan, Laboratorium kimia, dan Laboratorium Biomedik Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan membeli sampel bakso pada beberapa pedagang bakso Malang yang ada di sekitar kampus III Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut : 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2012 dengan tempat penelitian sebagai berikut : 1. Laboratorium Mutu Giling Balai Besar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Umbi bawang dayak segar, simplisia, keripik, metanol, etanol, etilasetat, heksan, air destilata, toluen, H 2 SO 4 pekat, H 2 BO 3 3%, NaOH-5%, Na 2 S 2

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon Proksimat protein lemak abu serat kasar air BETN A ( rebon 0%) 35,85 3,74 15,34 1,94 6,80

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 ml HNO 3. Ditambahkan 3 ml HClO 4

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 ml HNO 3. Ditambahkan 3 ml HClO 4 LAMPIRAN 18 Lampiran 1. Prosedur analisis Cr 2 O 3 Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl Ditambahkan 5 ml HNO 3 Dipanaskan hingga larutan tersisa ± 1 ml Didinginkan Ditambahkan 3 ml HClO

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml - BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Alat alat Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss alat destruksi Kjeldahl 250ml - - alat destilasi uap - - - labu destruksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan yaitu umbi garut kultivar creole berumur 10 bulan yang diperoleh dari kebun percobaan Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zatzat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam pangan dapat diketahui melakukan

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN

STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Jurnal Sains Kimia Vol 10, No.1, 2006: 40 45 STUDI PEMBUATAN PAKAN IKAN DARI CAMPURAN AMPAS TAHU, AMPAS IKAN, DARAH SAPI POTONG, DAN DAUN KELADI YANG DISESUAIKAN DENGAN STANDAR MUTU PAKAN IKAN Emma Zaidar

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto BAB III TEKNIK PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto Selatan, Bone Bolango Gorontalo selama dua bulan, mulai dari Tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Sampel yang digunakan untuk pengukuran ripitabilitas yaitu isolat protein kedelai, kedelai yang ditambahkan dekstrin, dan kacang kedelai, sedangkan untuk pengukuran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air 50 Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air Contoh perhitungan nisbah C/N 30: 55,80 F + 18,30 S = 20,17 F + 44,52 S 55,80 F 20,17 F = 44,52 S 18,30 S 35,63 F = 26,22 S Jika F = 1 Kg, Maka S = =

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan Standar Nasional Indonesia Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog Senyawa nitrogen yang terdapat didalam tumbuhan, sebagian besar adalah protein. Protein terdiri dari 50-55% unsur karbon, 6-8% hidrogen, 20-23% oksigen, 15-18% nitrogen dan 2-4 % sulfur. Protein rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Seluruh bahan kimia yang digunakan memiliki grade analitik. Asam sulfat terkonsentrasi (H 2 SO 4 98%), reagen anthrone, KI, HCl 37%, Na 2 CO 3,

Lebih terperinci

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet Lampiran 1. Prosedur Analisis a. Kadar Air (AOAC, 1995) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sebelum digunakan, cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 100 o C selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

Isolation and Characterization of Rice Bran Protein Using NaOH Solution

Isolation and Characterization of Rice Bran Protein Using NaOH Solution Isolation and Characterization of Rice Bran Protein Using NaOH Solution Akyunul Jannah Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Email: akyunul_jannah2008@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen karena dilakukan percobaan dengan menyimpan kista artemia pada suhu yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci