BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. penulisan disertasi. Pertama, diuraikan kajian pustaka yang menunjang penulisan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. penulisan disertasi. Pertama, diuraikan kajian pustaka yang menunjang penulisan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Bab ini memuat empat pokok bahasan untuk kepentingan penelitian dan penulisan disertasi. Pertama, diuraikan kajian pustaka yang menunjang penulisan disertasi. Kedua, dideskripsikan empat konsep dalam penulisan disertasi ini, yaitu representasi, posrealitas, desain gedung pusat pemerintahan, dan Kabupaten Badung. Ketiga, ditetapkan tiga teori kritis yang digunakan dalam penulisan disertasi ini, yaitu teori desain ruang virtual, simulasi, dan dekonstruksi. Keempat, visualisasi model penelitian. Keempat pokok bahasan ini sangat penting dan bermanfaat dalam penelitian dan penulisan disertasi ini. 2.1 Kajian Pustaka Pada subbab ini diuraikan hasil penelusuran pustaka, baik berupa teks, hasil-hasil penelitian, maupun artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan dimensi baru ruang, yang muncul setelah lahirnya teknologi komputer desain dan internet. Teknologi ini dapat melahirkan ruang-ruang semu, virtual, maya, artifisial, bahkan dapat memvisualkan posrealitas. Sebelum teknologi ini berkembang, teori ruang banyak berkaitan degan filosofi alam, kosmologi, antroposentris, dan ruang-ruang arsitektonik yang bersifat fisik. Melalui kegiatan penelusuran pustaka, diharapkan dapat diperoleh berbagai hal, seperti informasi, konsep-konsep, ide-ide yang dapat memberikan inspirasi dan membuka wawasan berpikir. Berdasarkan hal tebut, nantinya dapat ditunjukkan perbedaan penelitian 18

2 19 ini dengan penelitian atau karya-karya tulis ilmiah yang telah ada sebelumnya sehingga dapat diperlihatkan orisinalitas penelitian ini. Penelitian dan penulisan buku berkaitan dengan masalah posrealitas atau hiperrealitas, antara lain telah dilakukan oleh Yasraf Amir Piliang. Berdasarkan pengkajian Piliang dalam buku Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Postmetafisika dijelaskan bahwa posrealitas adalah suatu kondisi terlampauinya prinsip-prinsip realitas, yang diambil alih oleh substitusi-substitusi, yang diciptakan secara artifisial lewat bantuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mutakhir, yang telah menghancurkan asumsi-asumsi konvensional tentang yang nyata atau the real (Piliang, 2009: 53). Baudrillard menyebutkan teknologi ini sebagai teknologi simulasi, yang dibangun oleh dimensi baru ruang, yang disebut ruang simulakrum. Ruang simulakrum adalah ruang virtual, ruang halusinasi yang tercipta oleh data komputer. Ruang dengan realitas virtual mengacu pada realitas yang tercipta di dalam ruang tersebut. Ruang posrealitas sesungguhnya adalah dunia hiperrealitas, sebuah dunia yang melampaui realitas, sebuah ruang halusinasi yang tercipta dari data di dalam komputer, dan dapat menawarkan tingkat pengalaman, persepsi, perasaan, serta emosi yang berbeda dengan dunia nyata (Piliang, 2009: ). Pengkajian Piliang ini sangat bermanfaat dan dapat memberikan pemahaman tentang hakikat posrealitas. Pengkajian ini sangat relevan dengan ketiga rumusan masalah, sangat bermanfaat sebagai acuan berkaitan dengan konsep dan teori, serta pembahasan penelitian ini sehingga diperoleh hasil yang menunjukkan originalitas penelitian ini.

3 20 Dalam disertasinya yang berjudul Layar dalam Multiplisitas Ruang Waktu: Ontologis Desain dengan Pendekatan Filsafat Perbedaan, Piliang antara lain mengungkapkan bahwa layar elektronik komputer dan TV merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan budaya kontemporer. Dalam hal ini, layar dapat dilihat sebagai objek atau media, sedangkan isi layar dapat memperlihatkan citra atau representasi dunia (being image). Layar juga dapat menampakkan perbedaan ruang dan waktu ( Penelitian disertasi Piliang yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Multisiplitas dan Diferensi: Redifinisi Desain, Teknologi dan Humanitas, antara lain mengungkapkan bahwa citra yang ditampilkan oleh layar elektronik bukan hanya sebagai representasi ikonis realitas, melainkan halusiasi, yang dapat dialami sebagai pengalaman yang seakan-akan nyata. Pengalaman citra halusinasi tersebut dibangun di dalam dunia realitas virtual (Piliang, 2008: 291). Lebih lanjut, Piliang mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi informasi-digital telah membentangkan kemungkinan baru wacana desain dan menimbulkan implikasi sangat serius terhadap wacana tentang desain, yaitu transformasi dari ruang ekstensif (di dalam dunia fisik nyata) ke arah waktu intensif (di dalam layar). Sebagaimana diungkapkan oleh Buchanan (dalam Piliang, 2008: 393), bahwa desain sebagai bagian dari seni asitektonik, sifat arsitektonik desain merupakan fungsi dan sifat dari materialitasnya. Dalam perkembangannya, menurut Virilio (dalam Piliang, 2008: 393), materialitas desain saat ini dapat diambil alih oleh imaterialitas desain. Perkembangan realitas kronoskopi, yang dibangun oleh elemen-elemen

4 21 nonmaterial dan virtual telah mengubah secara mendasar etos (karakter) desain. Desain tidak lagi sepenuhnya dalam pengertiannya yang konvensional, bersumber dari elemen material, fisikal, dan spasial (ekstensif). Akan tetapi, desain juga bersumber dari elemen-elemen nonmaterial, nonfisikal dan nonspasial, yang disebut Virilio sebagai elemen intensif. Hasil penelitian dan pengkajian Piliang ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang definisi dan teori baru desain dalam budaya kontemporer. Hal itu penting karena, sebelumnya desain terpaku pada konsep kebaruan, konsep materi, konsep desain, dan humanitas yang bersifat fisik. Pengkajian ini sangat relevan dengan ketiga rumusan masalah. Pengkajian masalah posrealitas yang bersumber dari pemikiran Jean Baudrillard tentang hiperrealitas juga dilakukan oleh Medhy Aginta Hidayat. Di dalam bukunya yang berjudul Menggugat Modernisme: Mengenali Rentang Pemikiran Posmodernisme Jean Baudrillard, Hidayat antara lain menjelaskan bahwa Marshall McLuhan adalah orang yang pertama kali mewacanakan hiperrealitas (Hidayat, 2012: ). Melalui buku The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man (1962) dan Understanding Media: The Extensions of Man (1964), McLuhan meramalkan bahwa peralihan teknologi dari era mekanik ke teknologi elektronik akan membawa peralihan pula pada fungsi teknologi sebagai perpanjangan badan manusia dalam ruang, menuju perpanjangan sistem saraf. Perkembangan teknologi komunikasi dan media, khususnya televisi, komputer, dan internet, menurut McLuhan, memungkinkan manusia hidup di dalam dunia, semacam kampung global atau global village. Batas-batas ruang

5 22 dan waktu seolah lenyap, dilipat dalam sebuah kotak layar kaca televisi, disket, dan internet sehingga kini setiap orang dapat melihat, mendengar, dan mengonsumsi informasi dari segala penjuru dunia. Di balik pandangan optimisnya, McLuhan melupakan dampak dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, sebagai konsekuensi lanjut dari terbangunnya global village. Gagasan inilah yang selanjutnya diambil alih dan dikembangkan oleh Jean Baudrillard. Pandangan McLuhan tentang perpanjangan badan manusia dan global village diangkat oleh Baudrillard ke dalam konteks perkembangan mutakhir dunia Barat, yang dewasa ini disebutkan telah menjelma menjadi hiperreal village. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini tidak saja dapat memperpanjang badan atau pusat sistem saraf manusia, bahkan mampu mereproduksi realitas, menciptakan realitas baru dengan cita-cita buatan, bahkan halusinasi menjadi kenyataan. Realitas yang dihasilkan teknologi baru dapat mengalahkan realitas sesungguhnya. Inilah dunia hiperrealitas. Dalam dunia hiperrealitas, objek-objek asli hasil produksi menjadi satu dengan objek-objek hiperreal hasil reproduksi. Pengkajian Hidayat ini sangat bermanfaat memberikan pemahaman tentang pemikiran Baudrillard menyangkut hiperrealitas, yang dalam desain sering digunakan dengan istilah posrealitas. Pengkajian ini sangat relevan dengan ketiga rumusan masalah. Dalam buku yang diberi judul Cultural Studies: Teori dan Praktek, Chris Barker, antara lain menguraikan kaitan posrealitas dengan budaya posmodern. Barker mengungkapkan bahwa bagi Baudrillard, salah seorang tokoh posmodern, budaya pascamodern tersebut ditandai oleh suatu arus besar simulasi dan tanda

6 23 yang menarik perhatian, suatu hiperrealitas, di mana manusia dibanjiri dengan citra dan informasi. Realitas kini menjadi hiperrealis, yang muncul sehari-hari dalam bidang politik, sosial, sejarah, dan ekonomi, memadukan simulatif hiperrealisme (Barker, 2006: 161). Kini manusia dapat hidup di dalam suatu halusinasi estetis realitas akibat adanya teknologi simulasi yang dapat mengubah pandangan manusia tentang dunia realitas. Produk teknologi simulasi ini dibangun oleh dimensi baru ruang, yang disebut Baudrillard sebagai ruang simulakrum. Perkembangan teknologi simulasi ini telah menggiring masyarakat kontemporer pada sebuah kondisi, di mana realitas telah digantikan oleh simulasi realitas. Pengkajian Barker ini sangat bermanfaat memberikan pemahaman tentang pemikiran Baudrillard menyangkut hiperrealitas dan kaitannya dengan teknologi simulasi dan ruang simulakrum sebagai ruang virtual posrealitas. Pengkajian ini sangat relevan dengan ketiga rumusan masalah serta sangat bermanfaat sebagai acuan berkaitan dengan konsep dan teori dalam penelitian ini. Pengkajian masalah posrealitas berkaitan dengan teknologi desain virtual dilakukan oleh Robshields. Menurut Robshield (2011: 4), pengkajian Baudrillard tentang dunia virtual menjadi penting ketika sesuatu menjadi lebih nyata dari pada kenyataan. Baudrillard mengungkapkan bahwa dunia virtual adalah simulasi. Robshields dalam bukunya yang berjudul Virtual: Sebuah Pengantar Komprehensif menjelaskan bahwa istilah virtual berasal dari bahasa Latin virtus, yang berarti kekuatan, atau ketahanan. Pada abad pertengahan, virtus berubah menjadi virtualis dan dipahami sebagai kebaikan. Istilah kebaikan adalah sebuah kualitas pribadi, kekuatan atau pengaruh operatif yang melekat pada sosok mistis

7 24 atau ketuhanan (Robshields, 2011: 2--8). Pada abad pertengahan telah terjadi kontroversi terhadap istilah virtual, terkait dengan keberadaan nyata Kristus dalam ritual Ekaristi. Apakah kehadiran Kristus itu nyata atau virtual? Dalam buku tersebut, Robshields juga memberikan contoh karya desain ruang virtual pada masa lalu, yang merupakan desain ruang posrealitas. Desain ruang tersebut dibangun oleh para penganut doktrin Virtualisme dalam bentuk desain interior Gereja Barok, yang wujud desainnya melampaui ruang dunia nyata. Contoh lain yang diberikan oleh Robshields adalah patung Pieta, karya Michelangelo. Menurut Robshields (2011: 45), patung Pieta bukan sekadar citra tubuh Yesus atau Bunda Maria yang sebenarnya, melainkan sebuah virtualitas. Michelangelo membuat karya ini dengan menerapkan teori perspektif untuk menciptakan ilusi ruang untuk fantasi dan kontemplasi. Pembahasan Robshields bermanfaat untuk menambah wawasan tentang virtualisme. Contoh desain gereja gaya Barok dan Patung Pieta dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini. Gambar 2.1 Desain Interior Gereja Barok dan Patung Pieta Contoh karya desain ruang virtual abad pertengahan (Sumber: Googel.com)

8 25 Pengkajian masalah dunia virtual terkait degan teknologi simulasi berdasarkan pendapat Baudrillard juga dilakukan oleh Sutinah. Dalam karya tulis tentang Teori Simulasi Jean Baudrillard, Sutinah (2010: 392) menguraikan bahwa dunia realitas virtual yang bersifat tidak aktual, terbentuk oleh data di dalam komputer. Baudrillard menyebut dunia realitas virtual ini sebagai simulasi. Simulasi adalah menciptakan realitas lain di luar realitas faktual dan hal ini disebut hiperrealitas. Dalam pengertian ini, Sutinah menjelaskan bahwa simulasi adalah menciptakan realitas baru atau realitas imajiner yang dianggap real. Jadi, simulasi adalah proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak mempunyai asalusul atau referensi realitasnya sehingga memampukan manusia untuk membuat sesuatu yang bersifat supernatural, ilusi, fantasi, dan khayali menjadi tampak nyata (Sutinah, 2010: 403). Wacana tentang ruang virtual sudah merambah dunia sastra dan filsafat. William Gibson telah menulis novel fiksi ilmiah tentang cyberspace dalam buku Neuromancer. Berkaitan dengan hal ini, Piliang juga telah menulis beberapa buku tentang ruang digital atau ruang virtual, antara lain Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan (2004a), Dunia yang Berlari: Mencari Tuhan-Tuhan Digital (2004b) dan Posrrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Menurut Piliang (2009:158), istilah cyberspace yang dipopulerkan oleh William Gibson adalah istilah untuk menjelaskan ruang halusinasi yang tercipta oleh jaringan data komputer. Piliang mempertegas bahwa istilah cyberspace lebih mengacu pada ruang, sedangkan realitas virtual mengacu pada realitas yang tercipta di dalam ruang tersebut. Jadi, dunia realitas virtual adalah

9 26 dunia yang terbentuk oleh data dan bersifat tidak aktual dalam hakikat dan efeknya. Pengertian cyberspace menurut Mark Slouka dalam Hadi (2005: 14), merupakan ruang halusinasi berupa representasi grafis yang sangat kompleks dari data di dalam sistem pikiran manusia yang diabstraksikan dari bank data setiap komputer. Oleh karena itu, dunia cyberspace bukan merupakan ruang dalam pengertian secara umum atau ruang tiga dmensi (3D), melainkan sebuah metafora, sebuah ruang simbolik (Hadi, 2005: 15). Pengkajian Piliang dan Hadi sangat bermanfaat dalam memberikan pemahaman tentang cyberspace, ruang abstrak di komputer, dan realitas virtual. Pengkajian ini bermanfaat dalam membahas ketiga rumusan masalah dalam penelitian ini. Pengkajian ruang virtual dalam arsitektur telah dilakukan oleh Or Ettlinger dan desain virtual oleh Thomas A. Furness III. Dari buku The Virtual Space Theory yang disusun Or Ettlinger dan dipublikasikan secara online, diperoleh teori tentang ruang virtual dalam arsitektur. Ettlinger menekankan inti teori ruang virtual dalam arsitektur. Teori ruang virtual merupakan prinsip yang diusulkan secara konsisten dan pengertian sistematik tentang ruang virtual, dengan fakta yang berkenaan dengan penggunaan dan kejadian di dalam media visual, seni, dan arsitektur. Teori yang dikemukakan tersebut merupakan pengalaman yang diperoleh dari bidang arsitektur dan komputer ilmiah ( Selanjutnya, berkaitan dengan desain virtual, Thomas A. Furness III, dalam artikel ilmiah Designing in Virtual Space menjelaskan bahwa desain adalah

10 27 penggambaran proses berpikir visual yang tidak memanfaatkan interface (antarmuka) modem desain berbantuan komputer. Idealnya interface desain mendahului konsep tentang ruang virtual, yang menggunakan medium desain ( Furnes III menyimpulkan, bahwa pembuatan desain ruang virtual dapat dikatakan sebagai tipuan tentang keadaan yang dapat dilihat dan disentuh. Ruang virtual disadari dapat memberikan realitas ruang, tetapi ruang dalam pikiran yang dimanipulasi menggunakan pengamatan dan sentuhan seperti interface ( Pengkajian Ettlinger dan Furnes III dapat digunakan dalam konsep, teori dan pembahasan rumusan masalah 1 dan 2, terkait dengan desain ruang virtual dalam penelitian ini. Selain mengkaji masalah ruang bersifat virtual, dalam kajian pustaka ini juga dikaji masalah hakikat ruang secara flosofis. Dalam buku Perencanaan Ruang Luar, Ashihara (1974: 6) berkeyakinan bahwa Lao Tzu adalah peletak dasar konsep mengenai ruang yang diungkapkan berdasarkan prinsip filosofis dan fenomenologis polaritas Yang Ada dan Yang Tak Ada. Bagi Lao Tzu, ruang adalah kekosongan. Untuk menciptakan ruang kosong diperlukan materi untuk membentuknya. Ashihara juga mengungkapkan proses terjadinya ruang, yang terbentuk oleh adanya hubungan antara sebuah objek dan manusia yang melihatnya. Bila ditinjau dari pengertian ruang arsitektural, maka hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh indra pencium, pendengar, dan peraba. Sering pula terjadi bahwa ruang yang sama mempunyai kesan atau suasana yang berbeda karena dipengaruhi oleh cuaca (Ashihara, 1974: 5). Pemaparan Ashihara ini

11 28 terfokus pada konsep ruang dan kaitannya dengan desain ruang luar. Pengkajian Ashihara ini bermanfaat memberikan pengetahuan tentang hakikat ruang dan proses terjadinya ruang. Pengkajian ini berkaitan dengan rumusan masalah ke-2 dan ke-3 serta bermanfaat sebagai acuan konsep dan teori dalam penelitian ini. Kajian pustaka dalam penelitian ini juga membahas penelitian tentang kapan manusia mulai menggambar ruang arsitektur. Dalam buku Desain dan Kebudayaan, Widagdo (2005: 77), antara lain mengemukakan bahwa pada masa Renaisans telah ditemukan teknik menggambar ruang, dengan perspektif. Teori menggambar perspektif merupakan teknik matematis untuk mempresentasikan citra ruang tiga dimensi (3D) di atas bidang dua dimensi (2D). Teori perspektif untuk menggambar ruang berkembang dari teknik menggambar arsitektur yang diperkenalkan oleh Filippo Brunelleschi ( ) pada abad ke-15. Selanjutnya Leon Batista Alberti ( ) menemukan teknik menggambar proyeksi. Teknik menggambar proyeksi ini kemudian dikembangkan Alberti menjadi teknik menggambar perspektif. Ilustrasi penemuan cara menggambar perspektif dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dari hasil penelitian Capra (2007: 283) tentang dokumen-dokumen Leonardo Da Vinci, antara lain diungkapkan bahwa geometri perspektif yang dikembangkan pada masa Renaisans merupakan konsep ilmiah pertama tentang ruang 3D. Dalam buku Sains Leonardo: Menguak Kecerdasan Terbesar Masa Renaisans, Capra menjelaskan bahwa setelah mengkritisi aturan-aturan perspektif Alberti, ditemukanlah oleh Leonardo Da Vinci teori perspektif yang jauh melampaui para seniman terkemuka lainnya dari masa Renaisans awal. Leonardo

12 29 Da Vinci menemukan tiga jenis perspektif, yaitu perspektif linier, perspektif warna, dan perspektif pelenyapan (Capra, 2007: 289). Perspektif linier (lineare) berkaitan dengan sebab pengecilan benda-benda ketika makin jauh dari mata. Perspektif warna (di colore), yaitu cara memvisualkan warna-warna yang bervariasi ketika makin jauh dari mata. Perspektif pelenyapan (di spedizione) mengatur bagaimana objek seharusnya terlihat kurang jelas jika semakin jauh. Gambar 2.2 Penemuan Cara Menggambar Perspektif (Sumber: Googel.com) Dalam buku Virtual: Sebuah Pengantar Komprehensif, Robshields (2011: 45), antara lain juga menyinggung masalah perspektif sebagai salah satu contoh teknologi. Menurut Robshield, perspektif merupakan konvensi untuk

13 30 mewakili adegan dan representasi ditampilkan dalam bentuknya yang hampir nyata. Pengkajian tentang perspektif dari Widagdo, Capra, dan Robshields bermanfaat memberikan pengetahuan, tentang bagaimana ruang bisa digambarkan pada bidang datar (2D) untuk pertama kalinya. Untuk melengkapi masalah teknik menggambar ruang dengan perspektif, kajian ini juga mengangkat kajian Suparyono dan Schaarwachter. Dijelaskan oleh Suparyono (1986: 7) bahwa istilah perspektif berasal dari kata prospettiva dalam bahasa Italia, yang berarti gambar pandangan. Dalam buku Konstruksi Perspektif, Suparyono secara terperinci menguraikan teori menggambar perspektif serta tahapan-tahapan untuk mevisualkan bentuk bangun dan ruang 3D. Aplikasi teori perspektif untuk arsitek dan desainer interior modern, antara lain ditemukan juga pada buku Perspektif untuk Para Arsitek oleh Schaarwachter. Dalam buku tersebut, Schaarwachter (1984: 7) menjelaskan bahwa dalam perkembangan pada abad ke-20, perspektif yang digunakan oleh arsitek dan desainer interior untuk menggambar ruang adalah perspektif linier (garis lurus). Teknik menggambar perspektif ini bersumber pada satu deretan metode yang dapat digunakan untuk membuat gambar prabangunan atau pradesain, ruang, gambar tumbuh-tumbuhan, yang dapat memvisualkan keseimbangan pandangan, yang akan diwujudkan dalam karya arsitektur atau desain. Penelitian tentang kaitan ruang dengan arsitektur telah dilakukan oleh Cornelis van de Ven. Pada buku yang diberi judul Ruang dalam Arsitektur, van de Ven memaparkan perkembangan teori ruang sejak zaman klasik sampai peradaban modern. Istilah ruang yang dalam bahasa Inggris disebut space, menurut van de

14 31 Ven (1991: xvii), berakar dari istilah klasik spatium. Filsuf-filsuf yang pernah mengemukakan teori terkait dengan ruang pada era Yunani kuno adalah Plato, Aristoteles, dan Pythagoras. Teori ruang zaman klasik lebih banyak menafsirkan ruang berdasarkan filosofi alam. Memasuki abad pertengahan, muncul konsep ruang yang didasarkan atas pandangan teologis dan kosmologi. Para cendekiawan mengidentifikasikan ide ruang dengan Tuhan yang hadir di mana-mana sebagai suatu bentuk cahaya sehingga cahaya dan ruang memiliki sifat ilahi. Konsep ruang transendental ini banyak ditemukan pada arsitektur Ghotik, dengan struktur tinggi menjulang pada wujud arsitekturnya, dan cahaya yang menembus bagian atas bangunan. Pada masa Renaisans, para cendekiawan masih banyak membahas ruang jagat raya yang tak terbatas. Newton kemudian mengajukan konsep ruang absolut, yang tidak terdeteksi oleh indra, bersifat homogen, dan tidak terbatas. Konsep ruang absolut ini diangkat sebagai suatu bukti dari keberadaan Tuhan yang diidentifikasikan sebagai ruang absolut. Newton kemudian mengajukan teori baru, yakni konsep ruang sebagai wadah dari semua objek material. Selanjutnya Cartesius mengemukakan konsep ruang baru bahwa ruang memiliki keteraturan geometris, seperti grid dua atau tiga dimensional dan ruang geometrik. Memasuki peradaban modern, Albert Einstein mengajukan teori relativitas menyangkut konsep ruang sebagai medan empat dimensional (ruang dan waktu). Menurut Einstein, ruang adalah sebuah medan (bukan ruang kosong), yang tergantung pada empat parameter, tiga dimensi ruang, dan satu dimensi waktu. Ilmuwan-ilmuwan lain, seperti Gauss, Mach, dan Minkowski turut

15 32 mempersiapkan kemapanan teori relativitas lebih lanjut. Kemudian Jammer menilai analisis struktur ruang oleh Gauss dan Riemann tentang geometri noneuclidian sangat penting sebab mengantarkan kepada konsep ruang lengkung (van de Ven, 1991: 51). Dijelaskan juga oleh van de Ven tentang kaitan ruang dengan arsitektur. Pemikiran ini merupakan konstribusi dari Ecole des Beaux Arts di Paris, khususnya berkaitan dengan ruang sebagai konsep artistik. Pemikiran lain muncul dari kelompok Jugendstil di Jerman tentang arsitektur sebagai seni pembentukan ruang abstrak dan pengalaman ruang. Dijelaskan juga pendapat Theodor Lipps tentang representasi ruang abstrak, sebagai bentuk spasial murni dan tak terwujud dalam materi. Akan tetapi, Lipps sama sekali tidak menyebut mengenai pelingkup ruang (spatial enclosure). Para arsitek Art Nouveau kemudian menjadi katalis bagi penetapan bentuk dari konsep ruang dalam teori arsitektur (van de Ven, 1991: 96). Pengkajian van de Ven ini sangat bermanfaat, khususnya berkaitan dengan konsep dan teori ruang desain arsitektural. Penelitian Imam Santosa dalam Tesis tentang Telaah Kritis Konsep Ruang Arsitektur Interior Bauhaus menguraikan kajian kritis tentang konsep ruang modern. Kajian ini dilakukan pada karya-karya desain ruang modern arsitek interior kelompok Bauhaus Jerman (Santosa, 1994: ii). Pengkajian tentang konsep ruang arsitektur interior Bauhaus yang banyak memberikan pengaruh terhadap gerakan arsitektur interior modern dunia bermanfaat memberikan inspirasi untuk bersikap kritis dalam pembahasan masalah ruang dalam penelitian ini.

16 33 Djauhari Sumintardja (1981: 154) dalam buku Kompendium Sejarah Arsitektur, menguraikan masalah filosofi dan konsep dasar perencanaan ruang dalam karya arsitektur peradaban Timur dan Barat. Sumintardja, antara lain memaparkan konsep dan filosofi ruang arsitektur Barat, dari peradaban Yunani Kuno sampai peradaban modern. Konsep ruang peradaban Timur, selain dibahas ruang arsitektural Nusantara, juga dibahas ruang arsitektural peradaban India Kuno. Dasar-dasar perencanaan ruang dan bangunan pada zaman India Kuno, disebutkan berpedoman pada Vastu Purusha Mandala. Konsep ini memiliki makna bahwa tata ruang merupakan wilayah energi berdasarkan norma yang manusiawi. Konsep ini berpangkal pada sikap badan manusia yang sedang bertapa dan merupakan simbol penertiban keadaan yang kacau. Setiap petak ruang disebut pada dan bentuk denah ruang yang terakhir disebut vimana. Hasil penelitian yang dibukukan ini bermanfaat memberikan pengetahuan tentang konsep ruang arsitektur budaya Timur dan Barat, khususnya terkait dengan perpaduan kearifan lokal konsep ruang budaya Timur dengan konsep ruang modern Barat. Pengkajian konsep dan filosofi ruang arsitektur budaya Timur dan Barat juga dilakukan oleh Mangunwijaya secara lebih komprehensif dan mendalam. Dalam buku Wastu Citra, Mangunwijaya antara lain mengungkapkan bahwa upaya untuk menghayati ruang dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengkaji dan merasakan sesuatu dalam batin, sesuatu yang berkaitan dengan konsep arsitektur yang tidak kasat mata. Merujuk pada pendapat filsuf Marleau-Ponty (Perancis) tentang kaitan tubuh manusia dengan ruang, Mangunwijaya (1988: 5) kemudian membandingkannya dengan arsitektur, sebagai ruang yang ekspresif. Pada ruang

17 34 yang ekspresif akan dijumpai penghayatan arsitektural, penghayatan ruang, beserta pembatas dan pelengkap ruang secara berbudaya. Oleh karena itu, membuat karya arsitektur, artinya berbahasa dengan ruang, gatra (volume), garis, bidang, bahan (material), dan suasana tempat, yang selayaknya dilakukan dengan nurani dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektural yang baik. Mangunwijaya juga mengungkapkan bahwa falsafah ruang budaya Barat berakar dari kebudayaan Yunani, yang dilanjutkan oleh Romawi dan mengalami perkembangan setelah era Renaisans. Pemaparan konsep ruang Barat terkait dengan kosmologi diimbangi dengan kosmologi ruang arsitektur dalam budaya Timur (Mangunwijaya, 1996: 52). Seperti wujud arsitektur meru dan candi di Bali atau Borobudur di Jawa Tengah, sebagai simbol gunung suci, tempat dewa-dewa berstana. Menurut Mangunwijaya (1988: 55), konsep ruang arsitektur dalam arti yang sejati adalah konsep ruang yang diilhami kedalaman jiwa manusia yang peka dimensi kosmologi dan tumbuh dari penghayatan keagamaan. Pemaparan Mangunwijaya yang komprehensif ini sangat bermanfaat sebagai landasan penelitian tentang konsep filosofi ruang arsitektur budaya Timur dan Barat. Dalam makalah tentang Bentuk Pola-Pola Ruang Arsitektur Tradisional (Bali) dengan Manajemen Pengelolaannya, Gelebet (1993: 5) antara lain memaparkan konsep filosofi ruang tradisional Bali yang berkembang dari ajaran tat twam asi yang berarti itu (ia) adalah aku dalam agama Hindu. Inti ajaran tat twam asi adalah menjaga keharmonisan dalam kehidupan, termasuk dunia ciptaan Tuhan ini. Dalam keyakinan Hindu, dunia (alam semesta) diciptakan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Brahma sehingga dunia ini disebut sebagai Brahmanda

18 35 atau Telur Brahma (Parisada Hindu Dharma Pusat, 1968: 21). Dalam kaitannya dengan ruang, ajaran tat twam asi mengandung makna konsep ruang dalam keseimbangan kosmos (balance cosmologi). Dalam hal ini, ruang makro yang di Bali disebut dengan Bhuwana Agung, senantiasa harus seimbang dengan ruang mikro atau Bhuwana Alit. Struktur ruang vertikal tri loka (Bhur-Bwah-Swah) dalam makrokosmos, kemudian dijabarkan ke dalam konsep tri hitakarana. Konsep ini untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan alam lingkungan dan makhluk lainnya. Secara filosofis, tri hitakarana mengandung pengertian sebagai tiga kutub yang menjadikan suatu kehidupan di bumi [Bagus (Ed.), 1986: 24]. Tiga kutub tersebut adalah jiwa (atma), fisik (angga) dan tenaga (kaya). Dalam perancangan ruang, pendekatan konsep Tri hitakarana dilakukan ke dalam perencanaan ruang secara makro (macro planing) dan perencanaan ruang mikro (micro design) menjadi tiga zona ruang, yang disebut dengan tri mandala. Tri mandala terdiri atas utama mandala untuk ruang sakral, madya mandala untuk ruang aktivitas manusia, dan nista mandala merupakan ruang yang bersifat pelayanan atau servis. Pengelompokan ruang ini berlaku dari lingkungan terbesar sampai elemen ruang terkecil. Persilangan dari orientasi ruang yang mengacu ke arah gunung laut dengan ke arah terbit terbenam matahari, kemudian menghasilkan sembilan strata ruang, yang disebut sanga mandala. Dalam suatu perumahan, strata ruang yang paling utama dari utama mandala digunakan sebagai area tempat suci. Pada

19 36 area yang disebut nista dari nista mandala digunakan sebagai tempat pintu masuk rumah tinggal. Hasil pengkajian Gelebet ini bermanfaat memberikan pemahaman dan dapat memperluas wawasan terhadap konsep dan teori ruang tradisional Bali. 2.2 Konsep Penelitian berjudul Representasi Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung merupakan ungkapan kalimat yang terdiri atas beberapa istilah. Istilah-istilah ini perlu dikonsepsikan agar arah penelitian menjadi jelas. Istilah-istilah tersebut adalah representasi, posrealitas, desain gedung pusat pemerintahan, dan Kabupaten Badung Representasi Unsur utama kajian budaya dapat dipahami sebagai studi kebudayaan, yang merupakan praktik pemaknaan representasi. Menurut Barker (2006: 9), representasi adalah aktivitas untuk menampilkan hubungan sosial perwujudan benda budaya yang digunakan oleh manusia sehingga dapat dipahami maknanya melalui teks-teks budaya, seperti nada (suara), bentuk visual (gambar), bangunan arsitektural, dan sebagainya. Representasi dan makna budaya memiliki materialitas, yang melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Semua diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial tertentu. Di dalam representasi menurut Barker (2006: 215), senantiasa terdapat masalah kekuasaan yang mengandung unsur pelibatan dan penyingkiran atau pengabaian.

20 37 Representasi menurut Piliang (2003: 18), merupakan tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda dan simbol. Dunia simbol merepresentasikan sesuatu di luar dirinya (realitas atau dunia). Hubungan antara simbol, tanda, dan dunia realitas bersifat referensial karena tanda merujuk pada realitas yang direpresentasikan. Keberadaan dunia tanda menurut Piliang (2004: 46-47), hanya dimungkinkan bila ada dunia realitas yang direpresentasikannya. Hollier (dalam Ikhwanuddin, 2005: 86) menjelaskan bahwa desain bangunan atau arsitektur pada dasarnya merupakan general locus atau framework dari representasi. Desain arsitektural identik dengan ruang representasi. Desain arsitektural selalu merepresentasikan sesuatu yang lain di luar dirinya, yang membedakannya dengan desain bangunan lainnya. Desain bangunan dapat merepresentasikan sebuah agama, kekuatan politik, peristiwa, dan lain-lain. Selanjutnya Klotz dalam Ikhwanuddin (2005: 87) mengungkapkan bahwa desain bangunan atau arsitektur didefinisikan sebagai representasi dari sesuatu yang lain. Klotz juga menyatakan bahwa desain bangunan atau arsitektur posmodern menggunakan bentuk-bentuk metaforik dan simbolik untuk memperkaya pemaknaan. Metafora merupakan salah satu macam dari analogi bahasa dalam arsitektur yang dikemukakan oleh Charles Jenks. Menurut Jenks (dalam Widagdo, 1993: 9), desain posmodern dapat dikaitkan dengan bahasa sehingga unsur metafor pada bangunan merupakan bagian dari representasinya. Desain posmodern menggunakan analogi bahasa sebagai bagian dari komunikasi desain, untuk menjelaskan maknanya. Charles

21 38 Jenks adalah tokoh arsitek posmodern yang memelopori penerapan analogi antara bahasa dan desain. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah melahirkan teknologi komputer desain tiga dimensi (3D) dengan realitas virtual pada akhir abad ke-20 menyebabkan terjadinya perubahan media representasi desain. Representasi desain tidak lagi hanya bersifat materi atau fisik. Akan tetapi, juga bisa bersifat nonmateri dan nonfisik. Materialitas desain tersebut diambil alih oleh imaterialitas desain melalui teknologi komputer desain 3D dengan realitas virtual. Teknologi ini dapat membantu pembuatan citra simulasi, sebagai citra yang dikonstruksi melalui mekanisme teknologi komputer grafis. Hasil simulasinya adalah berupa ruang-ruang digital, virtual, dan menghasilkan citra gerak dengan durasi waktu artivisial. Citra gerak tersebut oleh Virilio disebut sebagai citra kronoskopi (Piliang, 2008: 393). Realitas kronoskofis yang dibangun oleh elemen-elemen nonmaterial dan virtual telah mengubah secara mendasar karakter desain, yang tidak lagi sepenuhnya bersumber dari elemen-elemen ekstensif (material, fisikal dan spasial), tetapi juga berupa elemen-elemen intensif (nonmaterial, nonfisikal dan nonspasial). Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa represantasi adalah aktivitas untuk menampilkan hubungan sosial perwujudan benda budaya yang digunakan oleh manusia serta memiliki makna yang tervisualisasikan pada wujud benda budaya tersebut, seperti wujud desain arsitektural. Di dalam representasi terdapat unsur kekuasaan untuk menggunakan atau mengabaikan suatu wujud budaya yang tidak sesuai.

22 Posrealitas Posrealitas menurut Piliang (2009: 53), merupakan suatu kondisi terlampauinya prinsip-prinsip realitas, yang diambil alih oleh substitusi-substitusi, yang diciptakan secara artifisial lewat bantuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mutakhir, yang telah menghancurkan asumsi-asumsi konvensional tentang yang nyata atau the real. Ruang posrealitas dapat menawarkan tingkat pengalaman, persepsi, perasaan, dan emosi yang berbeda dengan dunia nyata. Pada tingkat tertentu menurut Piliang (2009: ), ruang posrealitas dapat menghasilkan pengertian atau perasaan (sense) yang mendekati apa yang diperoleh di dunia nyata. Akan tetapi, pada tingkat yang lebih tinggi, ruang posrealitas merupakan pembesaran efek perasaan tersebut, seperti perasaan meruang (sense of space), perasaan menyata (sense of real), perasaan mendiri (sense of the self), perasaan mengomunitas (sense of the community), rasa menavigasi atau sense of power. Perasaan-perasaan yang mendekati apa yang diperoleh di dunia nyata ini dapat diciptakan menggunakan teknologi komputer desain 3D dengan realitas virtual. Teknologi ini dapat menciptakan citra simulasi yang dikonstruksi melalui mekanisme teknologi komputer grafis, menjadi ruang digital yang sifatnya virtual atau semu. Representasi posrealitas dapat diciptakan berupa desain ruang-ruang elektronik yang mengandung unsur gerak atau citra kronoskopi. Menurut Virilio (dalam Piliang, 2008: ), citra kronoskopi merupakan simulasi desain ruang digital yang mengandung unsur gerak sehingga seseorang yang melihat

23 40 desain tersebut dapat mengalami suasana ruang dan waktu secara virtual. Cara kerja walk-trough di dalam program komputer desain juga mampu menghasilkan model virtual, yang memungkinkan seseorang yang melihat desain tersebut mengalami sebuah ruang. Di dalam wacana desain virtual, di dalamnya waktu, durasi, dan temporalitas dunia dapat dimanipulasi. Hal ini menyebabkan seseorang yang melihat desain tersebut mengalami waktu dari sebuah desain secara virtual atau imaterial sebelum desain itu direalisasikan menjadi sebuah produk fisik atau yang bersifat material. Kondisi terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang dapat diciptakan secara artifisial lewat bantuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mutakhir disebut Baudrillard sebagai teknologi simulasi. Simulasi adalah proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak mempunyai asal-usul atau referensi realitasnya sehingga manusia mampu membuat yang supernatural, ilusi, fantasi, dan khayali menjadi tampak nyata (Sutinah, 2010: 403). Teknologi simulasi ini dibangun oleh dimensi baru ruang, yang disebut ruang simulakrum. Ruang simulakrum adalah ruang virtual, ruang halusinasi yang tercipta oleh data komputer. Oleh karena itu, pada hakikatnya ruang simulakrum adalah ruang digital. Ruang posrealitas menurut Baudrillard, sesungguhnya adalah dunia hiperrealitas. Sebuah dunia yang melampaui realitas, sebuah ruang halusinasi yang tercipta dari data di dalam komputer. Berdasarkan teori-teori tentang konsep ruang yang dikemukakan oleh para ahli, Ashihara kemudian merumuskan bahwa ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya hubungan antara sebuah objek dan manusia yang melihatnya

24 41 (Ashihara, 1974: 5). Istilah ruang yang dalam bahasa Inggris disebut space, menurut van de Ven (1991: xvii), berakar dari istilah klasik spatium. Interpretasi ilmiah tentang ruang telah mengalami banyak perubahan dari zaman ke zaman. Pada zaman klasik, para tokoh pemikir menafsirkan ruang berdasarkan filosofi alam. Pada abad pertengahan, konsep ruang banyak didasarkan pada pandangan kosmologi dan pada zaman modern, teori ruang lebih banyak didasarkan pada pandangan antroposentris (Santosa, 1994: ii). Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa ruang posrealitas muncul sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni mutakhir, yang teraplikasikan menjadi komputer desain, dan dapat menciptakan sebuah ruang halusinasi hiperrealitas di dalam komputer. Istilah komputer diambil dari kata computer, yang dalam bahasa Inggris berarti menghitung. Kata computer itu sendiri berasal dari bahasa Latin, computare. Kata com berarti menggabungkan dalam pikiran atau secara mental dan kata putare berarti memikirkan perhitungan atau penggabungan. Jadi, computare berarti memperhitungkan atau menggabungkan bersama-sama (Siauw, 1995: 13). Teknologi komputer ini berkembang dari keinginan manusia menciptakan alat untuk menghitung. Orang Mesopotamia (3000 SM) telah memiliki teknik menghitung dengan cara menempatkan biji-bijian atau kerikil dalam lubanglubang panjang yang mewakili bilangan-bilangan. Mereka menggunakan sebuah batu untuk mewakili sepuluh kerikil. Pada kebudayaan China (2000 SM), juga telah dikenal alat hitung yang disebut suan-pan, yang kemudian dikenal sebagai simpoa. Di Eropa dikenal alat hitung bernama abacus, di Rusia terdapat alat

25 42 hitung tsochottii, dan di Jepang alat hitung tradisionalnya disebut soroban ( Alat hitung tradisional ini baru berkembang menjadi alat hitung mekanik pada abad ke-17, seperti yang dikembangkan oleh Whilhelm Schickar ( ) berupa kalkulator mekanik (calculating clock), Blaise Pascal ( ) dan Gottfried Wilhelm Leibniz ( ) yang menciptakan mesin hitung berupa roda-roda mekanik, Charles P. Babbage ( ) yang telah menciptakan mesin mekanik yang disebut Analytical Machine (Siauw, 1995: 17). Pada awal abad ke-20, teknologi untuk menghitung ini kemudian berkembang menjadi alat hitung elektro mekanik. Teknologi komputer lahir pada pertengahan abad ke-20, setelah berhasil diciptakan Electronic Numerical Integrator and Computer (ENIAC) dan Electronic Discrete Variable Automatic Computer (EDVAC) antara di Universitas Pensylvania (AS). Banyak perusahaan kemudia menugasi teknisinya untuk belajar komputer, kemudian membangun perusahaan komputer sendiri. Pada 1951 berhasil diproduksi Universal Automatic Computer (UNIVAC), yang kemudian digunakan untuk menghitung suara pemilu Presiden AS pada 1952 (Siauw, 1995: 25). Selanjutnya, perkembangan komputer sejak 1950 dibedakan dengan batas generasi dan semakin mutakhir. Komputer yang semula bentuknya besarbesar akibat penggunaan tabung elektron, menjadi semakin kecil setelah menggunakan transistor. Setelah ditemukan IC (Integrated Circuit) bentuk

26 43 komputer pun semakin kecil. Bentuk komputer semakin ramping setelah ditemukan chip, yang menandai lahirnya dunia mikroprosesor (Siauw, 1995: 29). Komputer pribadi atau personal computer (PC) yang muncul pada dekade 1980-an, dan memiliki kemampuan cukup besar untuk menyelesaikan beberapa masalah, tetapi belum mampu membantu pekerjaan bidang keteknikan atau engineering (ITB & Antarindo Sarana, 1996:1). Pekerjaan keteknikan baru bisa dikerjakan dengan komputer setelah muncul Computer Aided Design (CAD). Teknologi komputer CAD mulai dipasarkan pada Desember 1982 oleh perusahaan Auto Desk dari Amerika ( Selain itu, perusahaan Graphisoft di Hongaria juga memproduksi program komputer desain pada 1984 dengan program yang diberi nama ArchiCAD (Sastra, 2005: 1). Revolusi teknologi komputer pada akhir abad ke-20 telah memberikan kemudahan bagi berbagai pekerjaan manusia, antara lain dalam pekerjaan perancangan dan perhitungan biaya (Tesar, 1993: 8). Pada akhir abad ke-20 berhasil diciptakan teknologi komputer desain 3D dengan realitas virtual. Program komputer ini diciptakan oleh perusahaan Auto Desk dari Amerika pada 1990 ( Sejak 2009 program komputer ini kemudian diberi nama 3ds Max ( Perusahaan ArchiCAD dari Hongaria juga menawarkan teknologi komputer dengan realitas virtual (virtual reality). Program ini dapat membantu membuat gambar animasi arsitektur dan interior, dengan hasil tampilan yang detail. Dengan animasi kamera, dapat dilihat pada sisi bangunan atau ruang yang sudah dibuat dengan menggunakan kamera dengan pengaturan tertentu (Sastra, 2005: 227).

27 44 Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan ruang posrealitas adalah ruang yang tercipta setelah memasukkan data teknis ke dalam program komputer desain. Data ini kemudian diolah secara digital sehingga di layar komputer kemudian terlihat visualisasi ruang yang bersifat maya. Dengan semakin mutakhirnya teknologi komputer desain, seseorang yang melihat visualisasi ruang di layar komputer, seakan bisa merasakan ruang. Orang tersebut seakan bisa masuk ke dalam ruang, bergerak, dan berjalan memasuki ruang-ruang maya atau artifisial tersebut. Oleh karena itu, ruang yang tercipta ini disebut sebagai ruang yang melampaui realitas (posrealitas). Terciptanya ruang posrealitas ini telah mengubah interpretasi ruang dari zaman klasik hingga era modern, yang lebih bersifat fisik Desain Gedung Pusat Pemerintahan Desain gedung pusat pemerintahan adalah desain bangunan kantor pusat pemerintahan, yang berkaitan dengan rancang bangun arsitektural. Menurut Suptandar (1985: 4), desain gedung adalah karya arsitek dalam bentuk suatu bangunan. Bentuknya sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Proses perancangannya dipengaruhi oleh unsur-unsur geografi dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang diwujudkan dalam gaya-gaya kontemporer. Istilah desain itu sendiri menurut Yustiono (dalam Sachari, 1986: 22), berasal dari kata dessiner dalam bahasa Perancis, yang berarti menggambar juga berarti perancangan. Dalam pengertian yang luas, ruang lingkup desain tersebut meliputi fenomena benda

28 45 buatan manusia, yang salah satu di antaranya adalah karya arsitektural berupa gedung pusat pemerintahan. Dalam perkembangan seni rupa, desain lahir setelah terjadinya revolusi industri di Eropa pada abad ke-18. Desain lahir sebagai akibat bertemunya seni rupa dengan teknologi, yang membawa nilai-nilai dan parameter baru. Kenyataan sosial ekonomi yang terjadi setelah revolusi industri menyebabkan adanya keinginan untuk mencari ungkapan visual baru dalam seni rupa, yang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, revolusi industri di Eropa menjadi titik tolak dan babak yang paling tegas dari perkembangan sejarah desain modern. Revolusi industri merupakan suatu rangkaian interaksi sistem politik, ekonomi, sains dan teknologi. Revolusi industri menjadi pemicu lahirnya perubahan pada pola kehidupan dan tatanan sosial masyarakat barat. Revolusi industri juga memicu tumbuhnya konsumerisme dan aneka barang hasil industri, yang memerlukan sentuhan desain (Widagdo, 2005: 106). Dalam perkembangannya kemudian, muncullah lima mazhab dalam desain, seperti Art and Craft Movement (1850), Art Nouveau (1890), de Style (1917), International Style (1919), dan posmodernisme yang gejalanya sudah muncul pada akhir 1950-an atau awal Bauhaus di Jerman adalah institusi pertama yang mengajarkan metode desain secara ilmiah (Widagdo, 2005: 181). Bauhaus didirikan oleh Walter Gropius pada 1919 dengan menyatukan cabang-cabang seni rupa, seni lukis, seni patung, seni grafis, dan arsitektur. Bauhaus kemudian memadukan semua ilmu pendukung desain, seni, keterampilan, dan teknik, serta menekankan aspek fungsi dalam desain untuk menghasilkan perancang yang dapat menjawab kenyataan

29 46 sosial dan budaya industri modern. Bauhaus kemudian ditutup oleh direktur terakhirnya, Mies van der Rohe pada 1933 karena ditentang kalangan konservatif dan Nazi Jerman. Tokoh-tokoh Bauhaus kemudian banyak beremigrasi ke Amerika. Mereka kemudian mengembangkan konsep International Style yang mendunia (Widagdo, 2005: 183). Akan tetapi, ide pengembangan International Style yang masuk ke dalam rumpun desain modern, kemudian mendapat kritik. Gerakan yang mengkritisi desain modern inilah yang kemudian melahirkan gerakan posmodern. Menurut Zainudin (dalam Damajani dan Dwinita Larasati, 2010: vi), istilah desain baru digunakan di Indonesia pada akhir tahun 1960-an. Istilah itu digunakan saat dibentuk Design Centre, suatu kepanitiaan nasional untuk mempersiapkan keikutsertaan Indonesia dalam Expo 70 di Osaka, Jepang. Kepanitiaan itu dipercayakan kepada Jurusan Seni Rupa ITB. Menurut Widagdo, tokoh senior desainer interior Indonesia, menyatakan bahwa awal mula kata desain adalah dari kata disegno interno dan kata disegno esterno, yang digunakan oleh Axel von Saldem di Italia pada akhir abad ke-16. Arti kata disegno interno adalah konsep untuk karya yang akan dilaksanakan, sedangkan kata disegno esterno berarti karya yang sudah dilaksanakan. Berdasarkan pengertian awal tersebut, kata desain selalu mengandung penekanan pada dihasilkannya gambar rencana (Sarwono dan Hary Lubis, 2007: 1). Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang dimaksud dengan desain gedung pusat pemerintahan dalam konsep ini adalah karya desain gedung yang dibangun melalui metode desain yang ilmiah, sehingga berhasil diciptakan wujud

30 47 desain yang sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta pengaruh lingkungan dan sosial budaya ke dalam gaya kontemporer, untuk kantor pusat pemerintahan (puspem). Gedung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kantor Puspem Kabupaten Badung. Penekanan aspek fungsi pada desain gedung merupakan pengaruh pemikiran gerakan arsitektur dan desain modern Bauhaus di Jerman Kabupaten Badung Kabupaten Badung merupakan salah satu dari kabupaten yang ada di Provinsi Bali, sebagai kelanjutan dari Daerah Pemerintahan Swapraja Badung yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1 Juli 1938 (Agung, 1989: 677). Pemerintahan swapraja kemudian dihapus oleh pemerintah Republik Indonesia pada 1950 menjadi pemerintahan kabupaten. Pemerintahan Swapraja Badung itu sendiri berasal dari pemerintahan Kerajaan Badung, yang telah dikalahkan oleh kolonial Belanda pada 20 September Berdasarkan hasil penelitian tim peneliti sejarah Bandung (1992: 27), diungkapkan bahwa Kerajaan Badung berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat sejak tahun 1779, pada masa pemerintahan I Gusti Ngurah Sakti Pemecutan di Puri Denpasar. Kerajaan Badung kemudian berakhir setelah kalah dalam perang puputan melawan Belanda, yang lebih dikenal sebagai peristiwa Puputan Badung (Mirsha dkk., 1992: 42). Bagi rakyat Badung, puputan merupakan peristiwa heroik, yang kemudian menjadi inspirasi bagi lahirnya kidung yang dijadikan buku berjudul Puputan Badung: Bandana Pralaya karya A. A. Alit Konta. Dalam

31 48 karya tersebut, antara lain diungkapkan sikap ksatria raja di Puri Denpasar, yang memegang teguh semu (watak) Badung (Konta, 1977: 66). Terjadinya peristiwa Puputan Badung kemudian memicu perdebatan, dari sudut pandang budaya Bali dan Belanda (Creese dkk., (Ed.), 2006: xi). Dalam perkembangan pembangunan pada era kemerdekaan, Denpasar kemudian ditetapkan sebagai Pemerintahan Kota, yang sebelumnya menjadi ibu kota Kabupaten Badung. Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang berlokasi di sudut Jln. Udayana dan Jln. Gajah Mada Denpasar, kemudian digunakan sebagai Kantor Wali Kota Denpasar. Perubahan status Kota Denpasar ini disebabkan oleh perkembangan Kota Denpasar saat menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung dan Provinsi Bali. Kota Denpasar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat meliputi pertumbuhan fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Berdasarkan perkembangan dan pertumbuhan tersebut, Pemerintah Kabupaten Badung kemudian mengusulkan agar Denpasar menjadi Kota Administratif. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 1978, Denpasar kemudian ditetapkan sebagai Kota Administratif. Selanjutnya pada 1980 Pemerintah Kabupaten Badung mengusulkan kembali Kota Administratif Denpasar menjadi Kota Madya Denpasar sebab perkembangan Kota Administratif Denpasar sudah semakin padat dan multifungsi. Dari hasil evaluasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Bali, akhirnya pada 27 Februari 1992 ditetapkanlah Denpasar sebagai Kota Madya Daerah Tingkat II Denpasar. Istilah Kota Madya kemudian tidak digunakan lagi, setelah diberlakukan Undang- Undang Nomor 32, Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya

32 49 Denpasar disebut dengan Pemerintahan Kota Denpasar (Wawancara dengan Agus, Kasubag Peraturan Perundang-undangan Bagian Hukum Setda Kota Denpasar, 13 Februari 2012). Setelah Kota Denpasar menjadi pemerintahan tersendiri, Pemda Badung membangun Kantor Puspem Dharma Praja di Lumintang, Denpasar. Gedung Puspem Badung Dharma Praja di Lumintang kemudian terbakar saat terjadi amuk massa karena masalah politik, pada Oktober Selanjutnya, Puspem Badung dipindahkan sementara ke Kampus Universitas Hindu (Unhi) di Tembau pada awal Tahun berikutnya dipindahkan lagi ke gedung Diklat Badung di Sempidi, sebagai kantor Puspem Badung sementara. Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang baru, kemudian dibangun di sebelah utara gedung Diklat Kabupaten Badung. Dengan berpisahnya Pemerintahan Kota Denpasar dengan Kabupaten Badung, luas wilayah Kabupaten Badung adalah 420,09 km 2. Dalam buku Badung Selayang Pandang yang diterbitkan oleh Humas Badung (2011: 4), diuraikan bahwa sampai akhir April 2011, penduduk Kabupaten Badung berjumlah jiwa, dengan kepadatan 1: 165, 50 jiwa/ km². Penduduknya mayoritas beragama Hindu. Secara administratif, Kabupaten Badung terdiri atas enam kecamatan, yaitu Abiansemal, Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan, Petang dan Mengwi, serta 63 kelurahan ( Setelah berpisah dengan Kota Denpasar, ibu kota Kabupaten Badung kemudian diganti. Nama ibu kota Kabupaten Badung yang baru adalah Mangupura. Nama Mangupura terbentuk dari dua suku kata, yaitu mangu dari

DESAIN RUANG DENGAN CITRA KRONOSKOPI

DESAIN RUANG DENGAN CITRA KRONOSKOPI DESAIN RUANG DENGAN CITRA KRONOSKOPI Oleh I Gede Mugi Raharja Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Perkembangan teknologi komputer desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat empat uraian utama. Pertama, latar belakang. Di

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat empat uraian utama. Pertama, latar belakang. Di BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat empat uraian utama. Pertama, latar belakang. Di dalamnya diuraikan fokus penelitian menyangkut penggunaan teknologi komputer desain tiga dimensi (3D) dengan realitas virtual

Lebih terperinci

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas.

Kata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas. DESAIN DENGAN CITRA SIMULASI, SEBUAH INTEGRASI TEKNOLOGI SECARA ESTETIK Oleh I Gede Mugi Raharja Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Sejak

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang BAB VIII PENUTUP Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang telah disajikan pada Bab V, Bab VI, dan Bab VII. Pada bab ini juga dicantumkan saran yang ditujukan kepada Pemerintah

Lebih terperinci

BAB VI PROSES DEKONSTRUKSI REPRESENTASI POSREALITAS DESAIN GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG

BAB VI PROSES DEKONSTRUKSI REPRESENTASI POSREALITAS DESAIN GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG BAB VI PROSES DEKONSTRUKSI REPRESENTASI POSREALITAS DESAIN GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG Ada dua hal pokok dibahas pada bab ini, yang dijabarkan dalam subbab dekonstruksi ruang dan dekonstruksi

Lebih terperinci

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis 7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis Avant Garde dalam bahasa Perancis berarti "garda terdepan"

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak

Lebih terperinci

BAB V BENTUK REPRESENTASI POSREALITAS DESAIN GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG. Pada bab ini dipaparkan empat hal pokok menyangkut bentuk

BAB V BENTUK REPRESENTASI POSREALITAS DESAIN GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG. Pada bab ini dipaparkan empat hal pokok menyangkut bentuk BAB V BENTUK REPRESENTASI POSREALITAS DESAIN GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG Pada bab ini dipaparkan empat hal pokok menyangkut bentuk representasi posrealitas desain Gedung Pusat Pemerintahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II Neo Vernacular Architecture (Materi pertemuan 8) DOSEN PENGAMPU: ARDIANSYAH, S.T, M.T PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Arsitektur

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn Konsepsi sangamandala menentukan sembilan tingkatan nilai ruang pada sembilan zone bumi atau tata zoning tapak. Sembilan zona ini lahir berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan BAB III TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab III, Tinjauan Pustaka, penulis akan menerangkan tentang penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan dengan pembuatan design 3D interior

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Indonesia memiliki begitu banyak budaya, dari tiap-tiap provinsi memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan ciri khas yang dimiliki. Masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adams, Cindy Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.

DAFTAR PUSTAKA. Adams, Cindy Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. DAFTAR PUSTAKA Adams, Cindy. 1966. Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. Adams, Laurie Schneider. 1996. The Methodologies of Art: An Intruduction. Colorado: Westview Press.

Lebih terperinci

KELAS 7 SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2009/2010

KELAS 7 SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2009/2010 KELAS 7 SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2009/2010 BAGIAN 2 Zaman Prasejarah Perkembangan TIK pada masa prasejarah dapat dilihat pada peninggalan lukisan dan gambar di dinding gua yang menceritakan tentang:

Lebih terperinci

BAHAN PERKULIAHAN DASAR SENI DAN DESAIN (Prodi Pendidikan Tata Busana) Disusun Oleh : Mila Karmila, S.Pd, M.Ds

BAHAN PERKULIAHAN DASAR SENI DAN DESAIN (Prodi Pendidikan Tata Busana) Disusun Oleh : Mila Karmila, S.Pd, M.Ds BAHAN PERKULIAHAN DASAR SENI DAN DESAIN (Prodi Pendidikan Tata Busana) Disusun Oleh : Mila Karmila, S.Pd, M.Ds PRODI PENDIDIKAN TATA BUSANA JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang

Lebih terperinci

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, dunia desain interior juga ikut berkembang dan berubah. Awalnya desain

BAB I PENDAHULUAN. hidup, dunia desain interior juga ikut berkembang dan berubah. Awalnya desain BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi terutama teknologi multimedia dewasa ini telah berkembang semakin pesat sehingga membuat kehidupan manusia sekarang ini menjadi sedemikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu hal yang paling penting bagi sebuah agama adalah tempat ibadah. Dan tempat ibadah tersebut dapat berupa gedung ataupun bangunan yang lain. Sebuah

Lebih terperinci

HOME OF MOVIE. Ekspresi Bentuk BAB III TINJAUAN KHUSUS. Ekspresi Bentuk. III.1 Pengertian Tema. Pengertian Ekspresi, adalah :

HOME OF MOVIE. Ekspresi Bentuk BAB III TINJAUAN KHUSUS. Ekspresi Bentuk. III.1 Pengertian Tema. Pengertian Ekspresi, adalah : BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1 Pengertian Tema Pengertian Ekspresi, adalah : Ungkapan tentang rasa, pikiran, gagasan, cita-cita, fantasi, dan lain-lain. Ekspresi merupakan tanggapan atau rangsangan atas

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal Pengertian Perspektif Menurut Leonardo da Vinci, perspektif adalah sesuatu yang alami yang menampilkan yang datar menjadi relative dan yang relative menjadi datar. Perspektif adalah suatu system matematikal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menguraikan rancangan penelitian. Kedua, menjelaskan pendekatan yang

BAB III METODE PENELITIAN. menguraikan rancangan penelitian. Kedua, menjelaskan pendekatan yang BAB III METODE PENELITIAN Bab ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok bahasan pertama menguraikan rancangan penelitian. Kedua, menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Ketiga, menguraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Diponegoro merupakan salah satu Universitas terkemuka di Indonesia serta termasuk ke dalam lima besar Universitas terbaik seindonesia, terletak di provinsi

Lebih terperinci

Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A)

Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A) Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A) Dikenal sebagai seniman perwakilan Indonesia di Venice Biennale 2013, Albert Yonathan menunjukkan

Lebih terperinci

SEJARAH DESAIN. Gaya Desain Bauhaus Modul IX. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

SEJARAH DESAIN. Gaya Desain Bauhaus Modul IX. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk SEJARAH DESAIN Modul ke: Gaya Desain Bauhaus Modul IX Fakultas Desain dan Seni Kreatif Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Abstract Gaya desain Bauhaus muncul sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan negara-negara lain di dunia, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan BAB III TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab III, Tinjauan Pustaka, penulis akan menerangkan tentang penjelasan-penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan dengan pembuatan design 3D interior

Lebih terperinci

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER Oleh : Ritter Willy Putra 12120210157 Christina Abigail 12120210195 Daniz Puspita 12120210208 Fifiani Lugito 12120210231 Harryanto 12120210370 Fakultas Seni dan Desain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB 1 MENYIAPKAN BIDANG KERJA PENGGAMBARAN

BAB 1 MENYIAPKAN BIDANG KERJA PENGGAMBARAN BAB 1 MENYIAPKAN BIDANG KERJA PENGGAMBARAN 1.1 Teknologi Virtual Building Virtual Building (A Virtual Building Solution) adalah sebuah konsep yang digunakan oleh perusahaan pembuat software ArchiCAD, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman agama, adat, tradisi dan sejarah serta budaya berkesenian yang dalam kehidupan sehari-harinya

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. Ide Perancangan Desain Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berbeda, kebiasaan-kebiasaan ini secara tidak langsung menjadi acuan dalam memilih furnitur yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media, 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Baudrillard mendasarkan diri pada beberapa asumsi hubungan manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media, terutama peran media elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan yang masih dapat terlihat sampai sekarang yang kemudian menjadi warisan budaya.

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

Geometri: Kebebasan Ekspresi Keindahan

Geometri: Kebebasan Ekspresi Keindahan Geometri: Kebebasan Ekspresi Keindahan Novelisa Sondang D. Geometri menjadi salah satu ilmu matematika yang diterapkan dalam dunia arsitektur; juga merupakan salah satu cabang ilmu yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Gereja merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak berabad-abad silam

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang ESTETIKA BENTUK Pengertian Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang Rasa keindahan itu akan muncul apabila terjalin perpaduan yang serasi dari elemen

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada

BAB V PENUTUP. serta merta membuat sosiologi ilmu menggunakan metode-metode filsafat.pada BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah sosiologi ilmu tidak lain adalah sejarah dari pelimpahan warisan metafisika perkemabangan filsafat ilmunya. Terbentang dari tradisi keilmuan China, Yunani, dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dari jaman dahulu komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi dapat memberikan suatu informasi

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA

Lebih terperinci

PENGANTAR APLIKASI KOMPUTER FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA

PENGANTAR APLIKASI KOMPUTER FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA Sebuah perangkat elektronik yang beroperasi dibawah kendali perintah-perintah (software) yang tersimpan di dalam memorinya berfungsi untuk menerima data (input), memanipulasi data tersebut, (proses) dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prio Rionggo, 2014 Proses Penciptaan Desain Poster Dengan Tema Bandung Heritage

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prio Rionggo, 2014 Proses Penciptaan Desain Poster Dengan Tema Bandung Heritage BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain Komunikasi Visual (DKV) yang sebelumnya popular dengan sebutan Desain Grafis selalu melibatkan unsur-unsur seni rupa (visual) dan disiplin komunikasi, Semenjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tema mengenai parodi sebagai bentuk sindiran terhadap situasi zaman, banyak ditemukan sepanjang sejarah dunia seni, dalam hal ini khususnya seni lukis, contohnya Richard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; IDEALISME Arti kata IDEALIS secara umum: 1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; 2. Seseorang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci

Sejarah Komputer & Arsitektur Von Neumann Machine

Sejarah Komputer & Arsitektur Von Neumann Machine Sejarah Komputer & Arsitektur Von Neumann Machine Organisasi Sistem Komputer Priyanto E-mail : priyanto@uny.ac.id Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNY

Lebih terperinci

Pengantar Studi Seni Rupa

Pengantar Studi Seni Rupa PERTEMUAN X Desain? Design (english) Merancang Rancang bangun Designo (itali) = gambar Art & craft perpaduan seni dan ketrampilan Reka bentuk, reka rupa, sketsa ide, pemecahan masalah rupa, berkreasi,

Lebih terperinci

Arsitektur Modern Indonesia (1940-Abad 20) BY: Dian P.E Laksmiyanti, S.T, M.T

Arsitektur Modern Indonesia (1940-Abad 20) BY: Dian P.E Laksmiyanti, S.T, M.T Arsitektur Modern Indonesia (1940-Abad 20) BY: Dian P.E Laksmiyanti, S.T, M.T Arsitektur Awal Kemerdekaan Arsitektur awal kemerdekaan berakar dari usaha pengembalian pemerintah Hindia Belanda setelah Jepang

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat 226 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan atas hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti, sampailah pada akhir penelitian ini dengan menarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan zaman menjadi salah satu faktor munculnya teknologi baru dalam segala bidang. Beberapa teknologi dibuat karena adanya

Lebih terperinci

Kementerian Pendidikan Nasional merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. salah satu langkah yang di

Kementerian Pendidikan Nasional merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. salah satu langkah yang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Proyek Menurut catatan sejarah umat manusia yang sempat terungkap tentang keberadaan dan perkembangan perpustakaan menunjukkan bahwa perpustakaan

Lebih terperinci

SEJARAH DESAIN. Evaluasi Materi Modul 1 s.d 7. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

SEJARAH DESAIN. Evaluasi Materi Modul 1 s.d 7. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk SEJARAH DESAIN Modul ke: Evaluasi Materi Modul 1 s.d 7 Fakultas Desain dan Seni Kreatif Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Abstrak Berbagai Gaya Desain di dunia berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi dalam arsitektur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi dalam arsitektur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Transformasi dalam arsitektur Transformasi dalam arsitektur bukanlah hal baru karena selalu berkait dengan masalah klasik tentang pembentukan citra lingkungan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian kualitatif melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategori, dan deskripsi yang dikembangkan

Lebih terperinci

III. PROSES PENCIPTAAN

III. PROSES PENCIPTAAN III. PROSES PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Dunia virtual dalam media sosial memang amat menarik untuk dibahas, hal ini pulalah yang membuat penulis melakukan sebuah pengamatan, perenungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang : Berkomunikasi, merupakan salah satu aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kelancaran dan keberhasilan sebuah aktivitas komunikasi ditentukan oleh

Lebih terperinci

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami

Lebih terperinci

Apa yang harus dipahami Desainer Grafis?

Apa yang harus dipahami Desainer Grafis? Pertemuan III Apa yang harus dipahami Desainer Grafis? Desainer grafis setidaknya adalah individu menguasai suatu keterampilan dan pemahaman konsep yang luas. Pada lazimnya, desainer bekerja dengan cara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ASET VISUAL DALAM GAME SIMULASI PERTANIAN ORGANIK ASTRO FARMER DENGAN PENDEKATAN SYMBOLIC ANALOGY

PENGEMBANGAN ASET VISUAL DALAM GAME SIMULASI PERTANIAN ORGANIK ASTRO FARMER DENGAN PENDEKATAN SYMBOLIC ANALOGY PENGEMBANGAN ASET VISUAL DALAM GAME SIMULASI PERTANIAN ORGANIK ASTRO FARMER DENGAN PENDEKATAN SYMBOLIC ANALOGY Oleh: Wandah Wibawanto Dosen Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan informasi di era globalisasi ini, komunikasi menjadi sebuah kegiatan penting. Informasi sangat dibutuhkan dalam mendukung

Lebih terperinci

KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM

KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM PERADABAN ISLAM I: TELAAH ATAS PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM Oleh Nurcholish Madjid Dalam kajian modern, agama Islam disebut sebagai agama yang sangat ikonoklastik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab Metode Penelitian ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok

BAB III METODE PENELITIAN. Bab Metode Penelitian ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok BAB III METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian ini terdiri atas delapan pokok bahasan. Pokok bahasan kesatu membicarakan rancangan penelitian; kedua, membicarakan tentang lokasi penelitian; ketiga membicarakan

Lebih terperinci

TINJAUAN DESAIN. Rudi Irawanto

TINJAUAN DESAIN. Rudi Irawanto TINJAUAN DESAIN Rudi Irawanto Apakah TINJAUAN DESAIN itu? Apakah TINJAUAN DESAIN sama dengan SEJARAH DESAIN? Apakah yang disebut dengan DESAIN? Apakah DESAIN sama dengan SENI? Apa sajakah lingkup TINJAUAN

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kaidah estetika dan etika seni grafis (nirmana) Presented By : Anita Iskhayati, S.Kom NIP

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kaidah estetika dan etika seni grafis (nirmana) Presented By : Anita Iskhayati, S.Kom NIP Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kaidah estetika dan etika seni grafis (nirmana) Presented By : Anita Iskhayati, S.Kom NIP. 198311292010012034 Presented By : Anita Iskhayati, S.Kom NIP. 198311292010012034

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan tata ruang sebagai sebuah hasil akulturasi antara budaya dan logika tercermin dalam proses penempatan posisi-posisi bangunan. Dasar budaya adalah faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

JURNAL SENI BUDAYA. Wakil Ketua Penyunting I Wayan Setem. Ketua Penyunting I Gede Arya Sugiartha

JURNAL SENI BUDAYA. Wakil Ketua Penyunting I Wayan Setem. Ketua Penyunting I Gede Arya Sugiartha ISSN 0854-3461 Volume 30, Nomor 2, Mei 2015 JURNAL SENI BUDAYA Jurnal Seni Budaya Mudra merangkum berbagai topik kesenian, baik yang menyangkut konsepsi, gagasan, fenomena maupun kajian. Mudra memang diniatkan

Lebih terperinci

@AssyariAbdullah. Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom.

@AssyariAbdullah. Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom. @AssyariAbdullah Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom. 2 nd Meeting GLOBAL VILLAGE Marshall McLuhan: Understanding Media; The Extension of Man, London: The MIT Press, 1999 Etimologi Global English: Globe;

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

PROSES BERARSITEKTUR DALAM TELAAH ANTROPOLOGI: Revolusi Gaya Arsitektur dalam Evolusi Kebudayaan

PROSES BERARSITEKTUR DALAM TELAAH ANTROPOLOGI: Revolusi Gaya Arsitektur dalam Evolusi Kebudayaan PROSES BERARSITEKTUR DALAM TELAAH ANTROPOLOGI: Revolusi Gaya Arsitektur dalam Evolusi Kebudayaan Mashuri Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Arsitektur- Universitas Tadulako Abstrak Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI Matakuliah : Agama (Islam, Kristen, Khatolik)* Deskripsi :Matakuliah ini mengkaji tentang

Lebih terperinci

BAB II Kaidah Estetika Dan Etika Seni Grafis

BAB II Kaidah Estetika Dan Etika Seni Grafis BAB II Kaidah Estetika Dan Etika Seni Grafis A. Estetika Dalam Grafis Kata estetika berasal dari kata Yunani aesthesis yang berarti perasaan, selera perasaan atau taste. Dalam prosesnya Munro mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki karakteristiknya sendiri. Abrams (Teeuw, 1988: 50) dalam bukunya yang berjudul The Mirror

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Mesir Kuno merupakan salah satu kebudayaan tertua dan paling maju di dunia. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil yang merupakan urat nadi

Lebih terperinci