HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei 2008"

Transkripsi

1 HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei 2008 PENDAHULUAN 01 Perhubungan -- baik sebagai infrastruktur maupun sebagai suatu sektor jasa (jasa transportasi) -- adalah suatu uratnadi utama kegiatan perekonomian yang pada giliran berikutnya akan menentukan tingkat keunggulan daya saing suatu perekonomian. 02 Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sekitar pulau (2002, saat pasang naik, data dari LAPAN) yang tersebar luas, peran dan fungsi seluruh sektor jasa perhubungan menjadi sangat vital. Ketersediaan prasarana dan sarana yang mencukupi dan efektif, serta tumbuhnya industri jasa yang efisien dan berdaya saing tinggi pada setiap sektor perhubungan, baik darat, laut maupun udara, akan menentukan kecepatan pertumbuhan perekonomian Indonesia mengatasi persaingan global yang makin ketat dan berat. Kondisi Dewasa Ini 03 Belum ada suatu kebijakan dasar strategis (grand strategy) pembangunan dan pengembangan industri jasa perhubungan. Kebijakan yang ada masih tersegmentasi. 04 Penerapan pemisahan peran dan fungsi regulator, fasilitator serta operator terutama di pelabuhan dan bandar udara perlu ditata kembali untuk menghindari tumpang tindih. 05 Kondisi infrastruktur perhubungan Indonesia dewasa ini pada setiap sektor jasa transportasi tidak memadai untuk kelancaran arus transportasi penumpang dan barang. 06 Kapasitas dan kualitas prasarana-sarana transportasi masih rendah, dan sementara itu praktik-praktik ekonomi biaya tinggi masih berlangsung di pelabuhan, bandar udara, dan jalan raya. 07 Jaringan multi-moda transportasi belum terkoneksi dengan baik dan optimal satu sama lain. 08 Ketersediaan infrastruktur antar-wilayah perhubungan belum merata, baik secara geografis, potensi ekonomi maupun jumlah populasi. 09 Angkutan laut barang, terutama untuk ekspor-impor masih didominasi mutlak oleh perusahaan pelayaran berbendera asing. Kebijakan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 yang berhubungan dengan sektor perdagangan luar negeri belum efektif. 10 Kebijakan pengembangan industri jasa logistik belum diformulasikan dengan jelas, khususnya untuk pelaksanaan asas kabotase. 11 Tingkat keamanan dan keselamatan transportasi nasional belum memenuhi persyaratan atau standar internasional. Kecelakaan transportasi sering terjadi dalam sektiap sektor. Dunia internasional pun mengkhawatirkan tingkat keselamatan transportasi Indonesia, sehingga, misalnya, Uni Eropa menerapkan larangan terbang terhadap maskapai penerbangan ke wilayahnya. Hasil Rakornas Perhubungan /1

2 Penyelenggaraan Rakornas 12 Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Perhubungan Kadin 2008 diselenggarakan atas dasar latar belakang dan permasalahan di atas dengan tema Menuju Transportasi yang Efektif, Efisien, dan Lancar dalam rangka Memacu Pertumbuhan Perekonomian Nasional Para pembicara dan narasumber adalah unsur-unsur utama dalam sektor perhubungan, baik unsur-unsur regulator, operator, pengawas, pengguna, maupun unsur-unsur berkepentingan (stakeholders) lainnya, yaitu: a. Menko Perekonomian, Dr. Budiono b. Menteri Perhubungan, dibacakan oleh Sekjen Dephub, Harijogi c. Ketua Umum Kadin Indonesia, Mohamad S. Hidayat d. Ketua Komisi VDPR-RI, HA Muqowam e. Dirjen Otonomi Daerah Depdagri, Dr. Sodjuangon Situmorang f. Dirjen Binamarga, Dep. PU, Dr. Ir. A. Hermanto Dardak g. Pakar Perhubungan, Ir. Giri Suseno Hadihardjono h. Dirjen Perhubungan Laut Dephub, i. Dirjen Perhubungan Darat Dephub, Ir. Iskandar Abubakar, MSc j. Dirjen Perhubungan Udara Dephub, k. Dirjen Perkereta-apian Dephub, Wendy Aritenang Yazid l. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depdag, disampaikan oleh Direktur Ekspor dan Impor, Harmen Sembiring m. Ketua Umum INSA, Oentoro Surya n. Ketua Umum Organda, o. Ketua Umum Gapasdap, p. Sekjen INACA, T. Burhanuddin, SE q. Sekjen Gafeksi, Parlagutan Silitonga r. WKU Perhubungan Kadin Sumatera Utara, s. WKU Perhubungan Kadin Sulawesi Selatan, M. Basri Zain, SE t. Masyarakat Transportasi Indonesia - Koordinator Forum Transportasi Perkeretaapian, Djoko Setijowarno u. Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Kornelius Simanjuntak, SH, MH, AAIK v. Asosiasi Broker Asuransi & Reasuransi Indonesia, Sri Hadiah Watie, BSc, SH, AAIK (Hon) w. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, SH x. Paparan Kadin Sumatera Barat (tidak disajikan); dan y. Peserta Rakornas dari unsur-unsur berkepentingan (stakeholders): regulator, operator, pengawas dan pengguna 13 Rakornas dibuka oleh Menko Perekonomian dan dengan sambutan kunci (keynote speech) dari Menteri Perhubungan, serta pembicara dan narasumber terdiri atas semua unsur regulator, operator, pengawas dan pengguna. Dialog berupa tanya jawab berlangsung intensif. Dengan demikian, Rakornas dapat menghasilkan kesimpulan yang berimbang dan objektif sekaligus memiliki perspektif yang lebih mendalam dan lebih jauh jangkauannya ke depan. SAMBUTAN, PAPARAN DAN DIALOG Pentingnya Transportasi Dalam kalimat plastis dan ringkas, pakar perhubungan Giri Suseno, mengungkapkan, bahwa kehidupan akan berhenti jika transportasi tidak beroperasi. Transportasi membantu menghilangkan kesenjangan antara anggota masyarakat dalam hal ekonomi, sosial-budaya, politik dan keamanan. Transportasi juga merupakan salah satu wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan nasional, wahana untuk mensejahterakan Bangsa. Karena itu kebijakan-kebijakan yang menyangkut transportasi Hasil Rakornas Perhubungan /2

3 tidak hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomi/bisnis semata, tetapi didasarkan pada pertimbangan kepentingan Bangsa secara utuh. Untuk itu, pendekatan pembangunan yang digunakan harus bersifat holistik. Infrastruktur Semua pembicaraan, mulai dari sambutan, pembukaan, pemaparan narasumber sampai masukan peserta, menekankan pentingnya ketersediaan, pemerataan ketersediaan serta kualitas infrastruktur selaras dengan faktor-faktor ekonomi, penduduk dan geografis wilayah serta keselamatan dan kenyamanan. Instansi teknis terkait merancang program pembangunan prasarana dan sarana berdasarkan faktor-faktor tersebut. Secara eksplisit ini dicerminkan dalam pembangunan prasarana jalan yang sekarang ini sebarannya belum merata di wilayah Indonesia. Khusus pembangunan prasarana jalan, ada tiga kategori wilayah dalam program pembangunan infratsruktur jalan. Pertama, wilayah telah berkembang yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali. Ketersediaan jalan di wilayah ini berpotensi menjadi bagian dari jaringan jalan raya ASEAN dan Asian Highway. Kedua, wilayah sedang berkembang yang mencakup Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Pembangunan jalan di Kalimantan kelak akan menjadi bagian dari jaringan Pan Borneo Highway dan Asean Highway. Ketiga, wilayah pengembangan baru, yang meliputi Kepulauan maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Prioritas pengembangan prasarana di wilayah ini diarahkan untuk pengembangan jaringan jalan di pusat-pusat pelayanan wilayah dan jaringan penghubung antar-pusat pelayanan serta intermoda dengan angkutan laut. Kondisi dan program pembangunan sarana dan prasarana sektor-sektor lainnya juga mengacu pada faktor-faktor tersebut. Ketidak-cukupan dan rendahnya kinerja infrastruktur, khususnya dalam sektor perhubungan laut, telah menyebabkan banyak perusahaan pelayaran memilih negara ASEAN lainnya sebagai pangkalan utama (home base)-nya. Padahal, jika dilihat dari volume barang, seharusnya mereka berpangkalan di pelabuhan Indonesia. Pada sisi lain, perencanaan pembangunan infrastruktur terkesan belum mengacu kepada pembangunan industri logistik yang berdaya saing tinggi. Keselamatan dan Kenyamanan Transportasi Kondisi sarana dan prasarana yang tidak memadai sehingga kinerjanya sangat rendah, beban biaya yang tinggi termasuk karena kenaikan BBM dan listrik, perizinan yang sangat banyak dan birokratis serta penerapannya yang tidak konsisten dan transparan, menyebabkan pelayanan dalam sektor transportasi tidak efisien, kenyamanan minim, dan tingkat keselamatan rendah. Kecelakaan penerbangan, pelayaran, angkutan jalan raya dan bahkan kereta api, mencerminkan rendahnya tingkat keselamatan dan kenyamanan transportasi di Indonesia. Linkage antarmoda Sering pembangunan infrastruktur tidak memperhatikan linkage antarmoda. Akibatnya keterkaitan antarmoda transportasi menjadi rendah, sehingga biaya distribusi menjadi tinggi; jasa logistik nasional tidak memiliki daya saing. Rendahnya linkage antarmoda juga disebabkan adanya ketimpangan ketersediaan infrastruktur antar-daerah. Pembiayaan Investasi untuk pengembangan jasa transportasi tidak didukung sektor perbankan, dan tingkat bunga saat ini berlaku tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Dalam sektor pelayaran, hal tersebut menjadi kendala untuk mewujudkan asas kabotase. Perpajakan,Retribusi dan Kenaikan Harga BBM dan Listrik Perpajakan dan retribusi dalam sektor jasa transportasi, merupakan beban berat bagi berkembangnya industri transportasi nasional. Pajak kendaraan angkutan umum/massal selayaknya diturunkan untuk mengimbangi kenaikan harga BBM dan listrik. Hasil Rakornas Perhubungan /3

4 KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI KADIN Dari paparan para narasumber serta dialog intensif yang berkembang, Kadin perlu mengembangkan berbagai langkah untuk mendorong tumbuhnya sekor perhubungan atau industri transportasi nasional yang berdaya saing dalam kerangka Indonesia Incorporated. Langkah-langkah tersebut diuraikan secara tabulasi singkat untuk memudahkan penjadwalan dan pengecekan pelaksanaannya. No SUBYEK KETERANGAN 01 Kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan sektor transportasi bukan sekadar pembangunan sektor ekonomi semata, tetapi lebih merupakan pembangunan wahana untuk mempertahankan persatuan dan keutuhan nasional dan wahana untuk mensejahterakan bangsa dengan menghilangkan kesenjangan ekonomi, sosial-budaya, politik dan keamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 02 Kadin harus aktif dan intensif memberikan masukan untuk perumusan peraturan pelaksanaan Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran. 41 pasal dalam UU ini mengamanatkan Peraturan Pemerintah yang disepakati untuk menjadi 8 PP (dengan adanya penggabungan untuk hal-hal yang berkaitan) dan 8 Peraturan Menteri. 03 Strategi utama (grand strategy) pembangunan sarana-prasarana sektor perhubungan harus mengacu pada kelancaran arus logistik, baik dalam perdagangan dalam negeri maupun perdagangan luar negeri (ekspor-impor) 04 Rancangan Peraturan Pemerintah dalam lingkup jasa logistik perlu segera diselesaikan dengan mengacu kepada undang-undang dalam bidang perhubungan serta kepada pewujudan layanan satu atap perdagangan luar negeri (National Single Window) 05 Periizinan ekspor-impor perlu disederhanakan tanpa mengurangi aspek keamanan dan ketahanan ekonomi nasional Seyogyanya filosofi ini menjadi pijakan dasar holistik penetapan kebijakan pembangunan nasional dalam semua sektor ekonomi dan sosial budaya. Setiap PP dan Permen dari UU ini perlu menampung seluruh aspirasi dunia usaha nasional untuk berkembang dengan daya saing yang tinggi. Untuk mengantisipasi kondisi perdagangan internasional, yakni: 1. Persaingan memasuki pasar dunia semakin ketat 2. Pasar dalam negeri menjadi bagian pasar regional melalui FTA 3. Produsen harus mampu tepat harga; tepat kwalitas, tepat deliferi, tepat pasar RPP ini dapat dijadikan blueprint logistik nasional sebelum adanya suatu undangundang yang komprehensif dengan visi yang jauh kedepan dan mengutamakan daya saing nasional. Dewasa ini, sesuai dengan data Tim NSW, terdapat 20 pintu perizinan dengan 178 dokumen perizinan. Hasil Rakornas Perhubungan /4

5 06 Dalam pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor-sektor perhubungan, perlu diperhatikan linkage integrasi antarmoda transportasi 07 Pemerintah harus segera secara konsekuen dan konsisten menerapkan asas kabotase sesuai amanat UU 17/2008 dan Inpres 5/ Asas kabotase juga harus diterapkan dalam sektor penerbangan. Bandar udara yang dapat didarati penerbangan asing harus sebanding dengan bandar udara negara mitra yang terbuka bagi penerbangan nasional Indonesia 09 Pemerintah seyogyanya membatasi jumlah pelabuhan internasional (ocean port), pelabuhan-pelabuhan lainnya dijadikan sebagai pelabuhan feeder. 10 Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, alokasi anggaran pembangunannya sudah harus dinaikkan, setidaknya 6-7% dari APBN 11 Pembangunan dryport dengan dukungan transportasi angkutan barang massal yang efektif dan efisien yaitu kereta api harus dikembangkan. Kebijakan ini diperlukan agar jasa transportasi menjadi kompetitif menghadapi persaingan intrernasional Inpres 5/2005 sudah berusia 3 tahun lebih, tapi langkah konkret pelaksanaannya belum ada Contoh: Jika Thailand hanya membuka 1 bandara bagi perusahaan penerbangan Indonesia, maka bagi penerbangan Thailand juga hanya satu bandara yang dapat didarati perusahaan penerbangannya Kebijakan ini perlu untuk mempercepat keterlaksanaan asas kabotase Saat ini anggaran infrastruktur hanya sekitar 3% APBN, yang berimplikasi rendahnya daya saing, inefisiensi tinggi dan kontribusinya pada PDB rendah. 1. Sebagai angkutan massal yang dapat mengangkut barang dalam jumlah besar yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan prasarana dan sarana angkutan kereta api dari dryport sehingga masuk ke dermaga bongkar-muat pelabuhan. 2. Perlunya dibangun prasarana KA dari dryport hingga masuk dermaga bongkar-muat pelabuhan (tidak double handling lagi), sehingga barang bisa langsung dihandle menggunakan crane langsung ke kapal. 3. Perlunya dibangun prasarana KA (dibangun double track) dari dryport hingga dermaga bongkar-muat pelabuhan dan pengadaan sarana angkutan KA (lokomotif dan gerbong) yang handal untuk mempertinggi pelayanan pengiriman barang. Catatan: Pembangunan transportasi kereta api baru dari kawasan industri ke pelabuhan ekspor-impor, khususnya pelabuhan Tanjung Priok perlu pengkajian dengan matang**), karena pada saat ini kepadatan di areal pelabuhan tidak memungkinkan manuver kereta api lebih cepat. Hasil Rakornas Perhubungan /5

6 12 Perlu dibentuk Komisi Keselamatan Transportasi untuk peningkatan keselamatan transportasi yang optimal 13 Untuk menekan biaya transportasi karena kenaikan BBM, sekaligus untuk menambah dan meremajakan alat angkutan barang dan angkutan umum massal, sebaiknya pemerintah pemerintah menurunkan pajak balik nama alat angkutan umum menjadi 0%. 14 Dalam penentuan tarif penerbangan penumpang, Pemerintah seyogyanya cukup mengatur tarif bawah, sedangkan tarif atas sewajarnya dilepaskan penetapannya kepada setiap perusahaan 15 Untuk meningkatkan daya saing, sudah seharusnya dikembangkan pelayanan online Masalah keselamatan perlu ditingkatkan karena belum menjadi perhatian yang sungguh-sungguh. 1. Penurunan pajak menjadi 0% lebih mudah dan lebih efektif daripada program smartcard BBM, sekaligus lebih merangsang investasi di sektor transportasi. Pendapatan negara dari pajak penjualan kendaraan relatif kecil terhadap pembentukan PDB 2. Efektif untuk meminimalkan beban biaya sosial (social costs) Tarif bawah harus diatur pemerintah untuk menjamin terlaksananya keselamatan penerbangan Umumnya pelayanan saat ini masih manual - o0o - Hasil Rakornas Perhubungan /6

RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG PERHUBUNGAN KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI Jakarta, 12 Mei 2008

RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG PERHUBUNGAN KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI Jakarta, 12 Mei 2008 RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG PERHUBUNGAN KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI Jakarta, 12 Mei 2008 A. LATAR BELAKANG 01. Perhubungan -- baik sebagai infrastruktur maupun sebagai suatu sektor jasa (jasa transportasi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Negara Kepulauan ( Archipelago State Inpres No. 5 Tahun 2005 dan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

PENDAHULUAN Negara Kepulauan ( Archipelago State Inpres No. 5 Tahun 2005 dan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran PENDAHULUAN Negara Kepulauan (Archipelago State) 01. Indonesia adalah negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia, terdiri dari 18.108 pulau (data 2002, saat pasang naik, data dari LAPAN), luas

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan pemberdayaan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Visi dan Misi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanah Datar mengacu pada Visi dan Misi instansi di

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian adalah perusahaan perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia yang termasuk ke dalam sub sektor Transportation. Penentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Pesawat Polonia

Pesawat Polonia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 988 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN TIM KAJIAN NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG SISTEM TRANSPORTASI

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN

AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 71 TAHUN 1999 TENTANG AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 Peta - 1 LOKASI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN 2.1 VISI DAN MISI PRESIDEN Presiden Joko Widodo menetapkan Visi dan Misi pembangunan Tahun 2015-2019 yang secara politik menjadi bagian dari tujuan tercapainya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu Bab I Pendahuluan a. Latar belakang Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu dengan negara lain yang saling ketergantungan sehingga melahirkan adanya perekonomian internasional.

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA RENCANA PROPOSAL Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Seleksi Masuk Program Studi Pasca Sarjana Oleh : SYANNE PANGEMANAN

Lebih terperinci

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG

[ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG [ U.30 ] PENELITIAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA ARUS DISTRIBUSI BARANG PADA TERMINAL PETI KEMAS GEDEBAGE BANDUNG Tim Peneliti : 1. Rosita Sinaga, S.H., M.M. 2. Akhmad Rizal Arifudin,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PENANAMAN MODAL Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang menyediakan jasa transportasi bagi manusia dan barang. Sejalan dengan pembangunan yang semakin pesat dewasa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT TAHUN

RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT TAHUN KONSEP Dikerjakan oleh Bagian Hukum dan Kerjasama : Ely Rusnita Diperiksa oleh Kasubang Peraturan Perundang-undangan : Endy Irawan, SH, MH Terlebih dahulu: 1. Kabag Perencanaan : 2. Kabag Hukum dan Kerjasama

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG TARIF BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI KELAS EKONOMI DI JALAN DENGAN MOBIL BUS UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

Lebih terperinci

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara. b. pemberian bimbingan teknis di bidang peralatan informasi dan komunikasi bandar udara dan peralatan pengamanan bandar udara; c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peralatan informasi dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 20 MEI 2014 PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 1. RPerpres tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian yang integral dalam pembangunan nasional, karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER GENAP 2016/2017 PELAKSANA AKADEMIK MATAKULIAH HUKUM PENGANGKUTAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER GENAP 2016/2017 PELAKSANA AKADEMIK MATAKULIAH HUKUM PENGANGKUTAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL RENCANA SEMESTER GENAP 2016/2017 PELAKSANA AKADEMIK MATAKULIAH HUKUM PENGANGKUTAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Mata Kuliah : Hukum Kode MK : HBI622 Mata Kuliah Prasyarat : - Bobot MK : 2 sks Dosen Pengampu :

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional Perkeretaapian di Indonesia terus berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya (Utomo,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PRE S IDEN REP UBL IK IN DONE SIA LAMPIRAN XI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG NASIONAL

Lebih terperinci

SU Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara

SU Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara SU 2014 03 Studi Basic Design Rancangan Bangun Pesawat Udara Untuk Flying School Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara Jakarta: Badan penelitian dan Pengembangan Perubungan, 2014. 468 Hlm.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ( No.814, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pendelegasian Wewenang. Menteri Kepada Kepala BPTJ. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015 Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015 KAJIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM UPAYA PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi memiliki peranan yang cukup penting dalam peningkatan mobilitas warga, baik dari segi kepentingan umum maupun pelayanan perdagangan barang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta Api merupakan salah satu moda transportasi darat yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. BUTIR-BUTIR SAMBUTAN DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT RAPAT KOORDINASI TEKNIS (RAKORNIS) PERHUBUNGAN DARAT YOGYAKARTA, 14 OKTOBER 2014 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yth. Gubernur Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 REPUBLIK INDONESIA Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 17 Januari 2017 1 OUTLINE (1) Ruang Lingkup Kementerian Desa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t ahun mendatang (2015-2019) mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 km, jalan baru 2.650 km, dan pemeliharaan jalan 46.770 km. Pembangunan

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.

MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANGUNDANG TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS. KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tanggal 1 September 2000) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci