Modul Bimbingan/Panduan Belajar bagi Calon Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul Bimbingan/Panduan Belajar bagi Calon Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi"

Transkripsi

1 Modul Bimbingan/Panduan Belajar bagi Calon Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi DAFTAR ISI Sejarah Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Batasan dan Ruang Lingkup dan Rehabilitasi Filosofi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Penegakan Diagnosis dalam Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Penatalaksanaan dan Intervensi dalam Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Sejarah Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Sejarah Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di dunia Layanan terapi fisik dan rehabilitasi secara formal dimulai tahun 1899 di Inggris dan tahun 1921 di Amerika Serikat. 1,2 Di Amerika Serikat, para spesialis ortopedi merupakan kelompok dokter pertama yang mengenali kebutuhan baru dalam penatalaksanaan kondisi kecacatan, mulai dari fraktur dan dislokasi sampai artritis dan paralisis. Banyaknya jumlah tentara muda yang cacat setelah Perang Dunia I langsung meningkatkan perhatian karena masalah medis dan sosial akibat disabilitas fisik. Dr. Howard A. Rusk menunjukkan bahwa program rehabilitasi lebih penting untuk memulihkan tentara mencapai kebugaran agar dapat kembali bertugas daripada upaya

2 penyembuhan saja. Setelah PD I, para ahli ortopedi dari Amerika Serikat mengevaluasi pekerjaan mereka semasa perang yang meliputi rehabilitasi dan tindakan bedah. Mereka ingin berperan lebih jauh daripada sekedar tindakan bedah dan terlibat dalam kesehatan secara umum, penyuluhan dan rehabilitasi vokasional. Pada tahun 1937, dokter terapi fisik diakui sebagai sebuah spesialisasi kedokteran yang baru. Di Fakultas Kedokteran, bagian ini disebut dengan Department of Physical Medicine.Tahun1938,istilah fisiatri dicetuskan oleh Dr.Frank H.Krusen. Untuk membedakan mereka dari teknisi yang disebut terapis fisis, profesi baru ini disebut fisiatris (physiatrists). Istilah fisiatri baru diterima oleh AMA di tahun Fisiatri atau Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) diterima secara formal sebagai suatu spesialisasi kedokteran pada tahun 1947 dengan didirikannya the American Board of Physical Medicine and Rehabilitation (ABPMR). Sekarang KFR telah diterima sebagai bagian penting dan integral dalam penatalaksanaan penyakit kronik dan disabilitas. Spesialisiasi KFR, sesuai namanya merupakan gabungan antara ilmu kedokteran fisik dan ilmu rehabilitasi. Kedokteran Fisik adalah penggunaan modalitas fisik seperti cahaya, panas, dingin, air, listrik, pijat, manipulasi, latihan dan alat-alat mekanik untuk tujuan diagnostik dan terapeutik seperti terapifisis, terapi okupasional, dan rehabilitasi fisis. Rehabilitasi merupakan penerapan ilmu kedokteran fisik dan teknik untuk membantu pasien mencapai fungsi maksimal dan penyesuaian diri secara fisis, mental, sosial dan vokasional untuk mencapai kehidupan yang lengkap sesuai dengan kemampuan dan disabilitasnya. Sejarah Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Indonesia Layanan Kedokteran Rehabilitasi di Indonesia dikenal sejak tahun 1947, saat Prof. Dr. R. Soeharso mendirikan Pusat Rehabilitasi untuk penyandang disabilitas yang merupakan korban perang kemerdekaan. Oleh karena tuntutan kebutuhan yang meningkat, maka pada tahun 1973, Menteri Kesehatan mendirikan layanan rehabilitasi di RS Dr. Kariadi Semarang sebagai pilot project yang disebut Preventive Rehabilitation Unit (PRU). Keberadaan PRU menunjukkan keberhasilan dalam peningkatan layanan kesehatan, mempersingkat masa perawatan di RS, dan mengurangi beban kerja Pusat Rehabilitasi di Surakarta.

3 Pada masa PELITA II, diterbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. 134/Yan.Kes/SK/IV/1978 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit kelas A, B, dan C harus mengembangkan PRU. Istilah PRU kemudian berubah menjadi Unit Rehabilitasi Medik (URM). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan menaruh perhatian untuk memajukan layanan Kedokteran Rehabilitasi. Sejalan dengan itu, maka dipikirkan perlunya seorang Dokter dengan kemampuan Spesialisasi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi untuk memimpin Unit Rehabilitasi Medik (URM). Dalam rangka meningkatkan layanan Kedokteran Rehabilitasi, Menteri Kesehatan mulai mengirim dokter umum dari Indonesia untuk mengikuti pendidikan menjadi dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Universitas Santo Tomas di Manila, Filipina. Ada sebelas orang dokter Indonesia yang berhasil menjadi spesialis KFR dari Universitas tersebut. Beberapa dokter juga telah dikirim untuk mengikuti pendidikan di Praha dan di Belanda. Setelah kembali dari pendidikan, para dokter yang dikenal dengan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik dengan dukungan beberapa Spesialis yang lain sepakat untuk membentuk Ikatan Dokter Ahli Rehabilitasi Medik Indonesia (IDARI) pada tahun 1982,kemudian memperjuangkan eksistensi adanya Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik serta pendidikan keahliannya di Indonesia yang diakui melalui Surat Keputusan Dirjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16/DIKTI/Kep/1987.Ditunjuk tiga pusat pendidikan, yaitu: Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro. Kemudian mendapat pengakuan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun Nama IDARI mengalami perubahan menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDOSRI). Sejak Kongres Nasional IV diadakan pada tahun 1998 di Jakarta, Ketua PERDOSRI terpilih (alm) Dr. Thamrinsyam, SpRM membentuk Kolegium Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi sesuai instruksi dari IDI dengan tugas mengawal atau mengampu Pendidikan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik. Mulai bulan Juli 2009, berdasarkan Surat No. 006/Kol.IKFRI/12/V/2009 gelar lulusan berubah menjadi Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR). Sesuai dengan hasil Muktamar IDI XXVIII tahun 2009 di Palembang perubahan gelar disetujui oleh IDI yang tertuang dalam Surat Nomor 1177/PB/B/09/2010 tanggal 2 September 2010 tentang Perubahan Gelar SpRM menjadi SpKFR.

4 DAFTAR PUSTAKA 1. Paris SV. A history of manipulative therapy through the ages and up to the current controversy in the United States. J Man Manipulative Ther 2000;8: Chikly BJ. Manual techniques addressing the lymphatic system: origins and development. J Am Osteopath Assoc 2005;105: Wahyuni LK, Tulaar ABM. PERDOSRI. White Book Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. PERDOSRI, Jakarta 2012

5 Batasan dan Ruang Lingkup Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Batasan ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi Definisi KFR telah berkembang sejak istilah fisiatri diperkenalkan Dr.Frank H. Krusen. Menurut beliau, kedokteran fisik adalah penggunaan modalitas fisik dan modalitas lain yang efektif untuk kepentingan diagnosis dan terapeutik, yaitu cahaya, panas, dingin, air, listrik, pijat, manipulasi, olahraga dan alat-alat mekanis. 1 Menurut the American Board of Physical Medicine and Rehabilitation, definisi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR)atau Fisiatri adalah spesialisasi kedokteran yang berkenaan dengan diagnosis, evaluasi, dan penatalaksanaan pasien yang mengalami disfungsi dan disabilitas fisik dan/atau kognitif. 2 Spesialisasi ini meliputi diagnosis dan pengobatan pasien dengan nyeri atau kondisi yang membatasi fungsi, penatalaksanaan ko-morbiditas dan disfungsi lainnya, prosedur injeksi diagnostik dan terapeutik, elektrodiagnosis, serta pencegahan komplikasi disabilitas dari kondisi sekunder. KFR adalah spesialisasi kedokteran yang bekerja dalam ruang lingkup pencegahan, terapi dan rehabilitasi. 3 Fokus utamanya adalah perbaikan fungsi pada orang-orang yang memiliki keterbatasan fungsi karena: Bertambahnya usia; Dapat bertahan hidup setelah mengalami penyakit berat seperti cerebral palsy, stroke, cedera sumsum tulang belakang, trauma multipel, dsb. Menyandang penyakit kronik dan masih aktif bekerja. Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi adalah spesialisasi kedokteran yang mempelajari Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi menerapkan pelayanan rehabilitasi komprehensif berdasarkan pengkajian fungsi untuk menegakkan diagnosis fungsional dan menetapkan terapi berupa intervensi biomedis dan teknis secara teradu yang bertujuan mengoptimalkan fungsi individu yang mengalami atau akan mengalami disabilitas.

6 Batasan rehabilitasi Rehabilitasi adalah penggunaan berbagai upaya untuk mengurangi dampak kondisi disabilitas serta ketunaan dan memampukan kelompok dengan kebutuhan khusus untuk mencapai integrasi sosial yang optimal. Rehabilitasi orang dengan disabilitas merupakan proses yang bertujuan memampukan mereka mencapai dan memelihara tingkat fungsional fisik, sensoris,intelektual, psikologis dan sosial. 4 Definisi ini sangat luas karena mencakup rehabilitasi klinis dan partisipasi sosial yang memerlukan perpaduan antara lingkungan sosial dan kelompok disabilitas, sehingga menghilangkan hambatan sosial dan vokasional dalam berpartisipasi. Rehabilitasi Medik : layanan medis yang bertujuan mengembangkan kemampuan fungsional dan psikologis seorang individu dan mekanisme kompensasinya sehingga ia dapat mencapai kemandirian dan menjalani hidup secara aktif. 5 Rehabilitasi Sosial: usaha penyantunan rehabilitasi cacat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang produktif dan berguna. Rehabilitasi Vokasional: usaha pemulihan penderita cacat untuk dapat bekerja dan berguna secara produktif dan remuneratif. Rehabilitasi Pendidikan:proses pendahuluan ke arah resosialisasi dengan memberikan bantuan khusus sedemikian rupa sehingga mencapai perkembangan potensi seoptimal mungkin. Batasan Hukum: 6,7 Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial. Rehabilitasi medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui tindakan medik agar dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin.

7 Rehabilitasi pendidikan adalah kegiatan pelayanan pendidikan secara utuh dan terpadu melalui proses belajar mengajar agar dapat mengikuti pendidikan secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Rehabilitasi pelatihan adalah kegiatan pelayanan pelatihan secara utuh dan terpadu agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai bakat dan kemampuan. Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental, dan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat. Batasan tim pelayanan rehabilitasi medik Dalam rehabilitasi medik terdapat berbagai komponen layanan yang terkait. Layanan Rehabilitasi Medik (batasan PB PERDOSRI):adalah layanan kesehatan yang diselenggarakan di sarana kesehatan dan meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang mencakup kegiatan layanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan medis, psikososial, edukasional dan vokasional untuk mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Pelayanan Rehabilitasi medik dilaksanakan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memiliki kualifikasi dalam bidang rehabilitasi medik, antara lain dokter/dokter spesialis, fisioterapis, terapis wicara, terapis okupasi,ortotis-prostetis, perawat, pekerja sosial medis dan psikolog. Layanan Fisioterapi (batasan Ikatan Fisioterapis Indonesia): adalah bentuk layanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Layanan Terapi Wicara(batasan Ikatan Ahli Terapi Wicara Indonesia): adalah bentuk layanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan kompensasi/ adaptasi fungsi komunikasi, bicara dan menelan dengan melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik, elektroterapeutis dan mekanis).

8 Layanan Terapi Okupasi(batasan Ikatan Okupasi Terapi Indonesia): adalah bentuk Layanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan/atau mengupayakan kompensasi/ adaptasi untuk aktivitas sehari-hari, produktivitas dan waktu luang melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi. Layanan Ortotis-Prostetis(batasan Ikatan Ortotik-Prostetik Indonesia): adalah salah satu bentuk Layanan keteknisian medik yang ditujukan kepada individu untuk merancang, membuat dan memasang alat bantu guna pemeliharaan dan pemulihan fungsi atau pengganti anggota gerak. Layanan Psikologis Layanan Sosial Medis Layanan Rohaniawan Batasan hendaya, disabilitas dan kecacatan Batasan istilah hendaya, disabilitas, dan kecacatan dibuat pertama kali tahun 1980 oleh World Health Organisation (WHO) dan diterjemahkan sebagai berikut: 11,8 Hendaya (impairment): kehilangan atau ketidaknormalan kondisi psikologis, fisiologis atau struktur anatomi atau fungsi. Disabilitas(disability): segala keterbatasan atau kekurangan kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan oleh hendaya. Kecacatan(handicap):hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh hendaya dan disabilitas, yang membatasi atau pemenuhan peran wajar seseorang sesuai dengan faktor umur, seks, sosial dan budaya. Batasan baru diberikan oleh WHO tahun 1997, sebagai berikut: 9 Hendaya (impairment):kehilangan atau abnormalitas struktur tubuh atau fungsi fisiologis atau psikologis (maknanya sama dengan batasan tahun 1980);

9 Hendaya menggambarkan masalah pada tingkat jaringan dan organ, sedangkan disabilitas mencerminkan masalah pada tingkat manusia dan kecacatan mewakili masalah di tingkat lingkungan dan masyarakat (Gambar 1). 10 Batasan aktifitas dan partisipasi Berdasarkan WHO tahun 1997,batasan aktivitas dan partisipasi adalah sebagai berikut: 9 Aktivitas (activity): sifat dan rentang fungsi pada tingkat individu; Partisipasi(participation): sifat dan sejauh mana keterlibatan seseorang dalam hidup sehubungan dengan hendaya, aktivitas, kondisi kesehatan dan faktor-faktor kontekstual. Batasan difabel Difabel adalah orang yang memiliki keterbatasan fungsional. 11

10 Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari: 6,7 Penyandang cacat fisik; Penyandang cacat mental; Penyandang cacat fisik dan mental Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan bicara. Cacat mental adalah kelainan mental dan/atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit; Cacat fisik dan mental adalah keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus. Ruang Lingkup berdasarkan Terminologi ICF Pada tahun 2001,WHO mengeluarkan klasifikasi yang merupakan model komprehensif bagi fungsi dan disabilitas. Klasifikasi ini disebut International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). 12,13 Model ICF memandang manusia dari berbagai dimensi fungsional dan faktor-faktor lain di tempat manusia tersebut berada (faktor kontekstual). Batasan dan istilah yang dipakai dalam ICF tercantum dalam Tabel 1.

11 Tabel 1 Batasan dan istilah dalam ICF

12 Kondisi kesehatan merupakan istilah payung yang menaungi berbagai istilah penyakit, kelainan, kecederaan dan juga kondisi lain seperti penuaan, stress, anomali kongenital, atau predisposisi genetik. Istilah ini juga mencakup informasi tentang patogenesis dan/atau etiologi. 14 Fungsi tubuh adalah fungsi fisiologis sistem tubuh, termasuk fungsi mental, kognitif dan psikologis. Struktur tubuh adalah bagian-bagian anatomis tubuh seperti organ, anggota gerak dan komponen lain. Kelainan fungsi dan struktur disebut sebagai hendaya, yaitu deviasi bermakna atau kehilangan struktur (misalnya deformitas sendi) dan/atau fungsi (misalnya keterbatasan rentang gerak, kelemahan otot, nyeri dan kelelahan).14 Aktivitas adalah pelaksanaan tugas atau aksi oleh seorang manusia dan mencerminkan perspektif individual atas fungsi. Kesulitan pada tingkat aktivitas disebut sebagai keterbatasan aktivitas (misalnya keterbatasan mobilitas seperti berjalan, naik tangga, memegang atau membawa benda). Partisipasi merupakan keterlibatan individu dalam situasi nyata dan mencerminkan perspektif sosial atas fungsi. Masalah yang dapat dialami seseorang dalam situasi nyata disebut dengan hambatan partisipasi (misalnya hambatan dalam hidup bermasyarakat, rekreasi dan hiburan). 14

13 Faktor-faktor lingkungan mencerminkan latar belakang seseorang dalam situasi kehidupan nyata. Di dalam faktor kontekstual, faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik, sosial dan sikap dalam hal bagaimana orang hidup dan menjalankan kehidupannya. Faktor-faktor ini bersifat eksternal (di luar individu) dan dapat berpengaruh positif atau negatif, yaitu dapat membantu atau menghambat seseorang. 14 Faktor-faktor personal merupakan latar belakang spesifik seseorang dalam situasi kehidupannya yang meliputi berbagai hal di luar kondisi kesehatan, yaitu: gender, usia, ras, kebugaran, gaya hidup, kebiasaan dan latar belakang sosial. 14 Jika dirinci lebih lanjut, maka KFR adalah spesialisasi kedokteran, yang berdasarkan 13 model integratif WHO tentang fungsi manusia (human functioning): menerapkan dan menggabungkan pendekatan ilmu biomedis serta ilmu teknik untuk mengoptimalkan kapasitas seseorang, pendekatan yang dibangun dan memperkuat sumber daya seseorang, memfasilitasi lingkungan yang membantu,dan membangun kinerja dalam interaksinya dengan lingkungan,dan mencakup diagnosis serta terapi kondisi kesehatan, menilai functioning dalam kaitannya dengan kondisi kesehatan, faktor-faktor personal dan lingkungan, termasuk prognosis, potensi untuk mengubah prognosis,identifikasi tujuan jangka panjang, penetapan tujuan program intervensi, penetapan tujuan siklus rehablitasi dan target intervensi, serta evaluasi disabilitas. Melakukan atau menerapkan intervensi biomedis dan teknik untuk mengoptimalkan kapasitas termasuk diagnostik fisik, seperti uji elektro-neurofisiologis, penilaian ketahanan(endurance), force dan koordinasi; modalitas fisik seperti mekanoterapi termasuk pijat,latihan, teknik penguatan dan mobilisasi, panas dan dingin, air dan balneologi, cahaya dan cuaca, arus listrik termasuk stimulasi fungsional elektro-fisiologis; intervensi neuropsikologis; akupuntur, blokade radiks saraf dan infiltrasi lokal; intervensi nutrisional dan farmakologis; teknologi rehabilitasi termasuk di antaranya implan, prostesis dan ortosis, berbagai alat bantu yang sesuai untuk: menstabilkan, memperbaiki atau memulihkan hendaya fungsi tubuh dan struktur termasuk deconditioning; inkontinensia; gangguan tidur dan menelan; instabillitas sendi; minimalisasi nyeri, fatigue dan gejala lain,

14 mencegah hendaya, penyulit medis dan risiko termasuk antara lain depresi, gangguan tidur, ulkus kulit, trombosis, kontraktur sendi dan atrofi otot, osteoporosis dan jatuh, mengkompensasi atas tidak adanya atau hilangnya fungsi tubuh dan struktur termasuk antara lain amputasi; hendaya penglihatan dan pendengaran memimpin dan mengkoordinasikan program intervensi untuk mengoptimalkan kinerja dalam suatu proses multidisiplin, berulang dan menyelesaikan masalah. melakukan menerapkan dan menggabungkan intervensi biomedis dan teknis; serta intervensi psikologis dan perilaku; penyuluhan dan konseling; okupasional dan vokasional; sosial dan suportif; dan lingkungan fisik; memberikan nasihat kepada pasien dan orang-orang yang berhubungan langsung di lingkungannya, penyedia jasa dan pembayar selama perjalanan suatu kondisi kesehatan, selama kesinambungan layanan mulai dari perawatan akut di rumah sakit sampai fasilitas rehabilitasi dan di masyarakat, serta melintasi berbagai sektor termasuk kesehatan, pendidikan dan urusan sosial, menatalaksana rehabilitasi, kesehatan dan jasa multisektoral; memberi informasi dan nasihat kepada publik dan pembuat kebijakan tentang kebijakan dan program yang sesuai di sektor kesehatan dan lintas sektoral yang: o menyediakan fasilitasi lingkungan fisik dan sosial yang lebih besar o menjamin akses ke layanan rehabilitasi sebagai manifestasi hak asasi manusia o memberdayakan spesialis KFR untuk memberikan layanan yang teratur dan efektif dengan tujuan memampukan orang yang mengalami atau akan mengalami disabilitas untuk mencapai dan mempertahankan fungsi optimal dalam interaksinya di lingkungan Secara ringkas, KFR adalah spesialisasi kedokteran yang berdasarkan pengkajian fungsi dan meliputi diagnosis serta terapi kondisi kesehatan, melakukan, menerapkan dan mengkoordinasikan intervensi biomedis, teknis dan lainnya dengan tujuan mengoptimalkan fungsi orang-orang yang mengalami atau akan mengalami disabilitas. 13

15 DAFTAR PUSTAKA 1. Krusen FH. The scope and future of physical medicine and rehabilitation. JAMA 1950:144: American Board of Physical Medicine and Rehabilitation 2. Gutenbrunner C, Meyer T, Melvin J, Stucki G. Towards a conceptual description of physical and rehabilitation medicine. J Rehabil Med 2011;43(9): World Health Organisation. Rehabilitation. Diunduh dari: rehabilitation/en/ 4. Naskah Lengkap dan Hasil Lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia I Mei Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat 7. World Health Organisation (WHO). International Classification of Impairments, Disabilities and Handicaps:a manual of classification relating to the consequences of diseases. Gevena, Switzerland: World Health Organisation, World Health Organisation.International Classification of Impairments, Activities and Participation. Geneva, Switzerland: World Health Organisation, Kirby RL. Impairment, disability and handicap. In: DeLisa JA, Gans BM. Rehabilitation Medicine: Principles and Practice, 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven, 1998.pp Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kelas, A, B, C dan D. Edisi ketiga. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, World Health Organisation:ICF:International Classification of Functioning, Disability and Health. Geneva, Switzerland: World Health Organisation, Stucki G, Melvin J. The International Classification of Functioning.Disability and health: a unifying model for the conceptual description of physical and rehabilitation medicine. J Rehabil Med 2007;39: Gutenbrunner C,Lemoine F,Yelnik A, Joseph PA, de Korvin G, Neumann V, et al. The field of competence of the specialist in physical and rehabilitation medicine (PRM). Ann PhysRehabil Med 2011;54:

16 Filosofi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Konsep dasar :Fungsi, Disabilitas dan Kesehatan Falsafah Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi adalah meningkatkan kemampuan fungsional seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup dengan cara mencegah atau mengurangi hendaya, disabilitas dan kecacatan semaksimal mungkin. Manusia merupakan makhluk aktif yang perkembangannya dipengaruhi oleh aktivitas fungsional. Manusia mampu mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya serta lingkungan fisik dan sosialnya melalui aktivitas fungsional, dengan menggunakan kapasitasnya untuk motivasi intrinsik. Kehidupan manusia mencakup serangkaian proses adaptasi berkelanjutan. Adaptasi merupakan perubahan fungsi yang menyokong kelangsungan hidup dan aktualisasi diri. Faktor biologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengganggu proses adaptasi kapan pun selama siklus hidup. Disfungsi dapat terjadi ketika terdapat gangguan pada proses adaptasi. Aktivitas fungsional dapat membantu proses adaptasi. Pemahaman tentang konsep rehabilitasi memerlukan pemahaman konsep disabilitas terlebih dahulu. Konsep disabilitas telah mengalami perkembangan dalam beberapa dekade terakhir dengan tujuan mendapatkan kerangka kerja konseptual yang menyeluruh baik dari aspek individual maupun aspek sosial. Berbagai model disabilitas telah berkembang dari sejak model individual, model sosial, dan model integratif. Model Individual Model individual ini pertama kali diperkenalkan oleh Nagi (1965). Model ini, yang dikenal dengan Skema Nagi, didasarkan pada model biomedis konvensional (Gambar 2) dan berdasarkan Teori Parson tentang fungsionalisme (1951). Tujuan model individual ini adalah untuk mengembalikan fungsi normal pasien dan peran sosial yang diharapkan dari dirinya. Pada model individual, masalah yang terkait dengan disabilitas timbul akibat penyakit dan cedera yang dialami oleh pasien tersebut.

17 Gambar 2 Model Biomedis Konvensional Pada akhir tahun 1970-an, WHO merancang suatu model yang diterbitkan tahun 1980 dengan nama the International Classification of Impairments, Disabilities, and Handicaps (ICIDH), yang memiliki persamaan yang penting dengan Skema Nagi; keduanya sama-sama linier, lahir dari model biomedis, dan terfokus pada fungsi seorang individu (Gambar 3). Skema sangat terkenal di Amerika Serikat, sedangkan model ICIDH WHO, yang lazim dipakai dalam studi-studi internasional, merupakan model yang paling banyak dipakai dalam ilmu rehabilitasi hingga awal tahun 2000an. Gambar 3 Model Konsepsual Disabilitas menurut ICIDH Dalam upaya untuk lebih memperjelas dimensi dan konsep disabilitas, beberapa peneliti telah merevisi model dari Nagi dan ICIDH. Mereka menambahkan keterbatasan sosial (Jette, 1994); faktor lingkungan, individual, dan risiko (Verbrugge & Jette, 1994); kualitas hidup dan status kesehatan (Ebrahim, 1995; Pope & Rarlov, 1991). Revisi ini menggabungkan tiga area yang berbeda: (1) fungsi fisiologis, (2) kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-

18 hari, dan (3) kemampuan dalam melaksanakan fungsinya di masyarakat (Whiteneck, 1994). Namun, modelnya tetap linier dengan fokus pada proses penyakit dan keterbatasan fungsional yang diakibatkan. Model Sosial Seperti pada model individual, model sosial juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan disabilitas. Tidak seperti model individual, model sosial mengidentifikasi fokus dari masalah disabilitas sebagai hambatan dalam lingkungan fisik/sosial, oleh karena diskriminasi sosial/ lingkungan, prasangka dan stigmatisasi (Hahn, 1993) dan memaksa pasien untuk bergantung pada pelayanan kesehatan/profesional lainnya (DeJong, 1979). Model sosial didasarkan pada teori sosiologi dan psikologi dari disabilitas yang terdahulu, termasuk teori stigma (Goffman, 1963); teori spread (Dembo, 1969); kesadaran masyarakat dan disabilitas (Wright, 1960); dan ketiga tingkat disabilitas (personal, sosial, dan kultural) (Safilios-Rothschild, 1970). Para pakar teori ini, mengusulkan suatu pandangan mengenai disabilitas yang merupakan alternatif dari perspektif medis fungsional yang berlaku yang telah diusulkan oleh Parsons. Pada konstruksi alternatif ini, disabilitas didefinisikan sebagai hasil dari sikap masyarakat, bukan khusus dari suatu individu. Teori-teori ini menggarisbawahi pengaruh pandangan dari pengamat tanpa disabilitas dalam proses konstruksi model disabilitas, persepsi yang membuat disabilitas sebagai suatu pokok pandangan, mengesampingkan hal-hal lain dari individu tersebut (Wright, 1980, p. 275). Sosial model dari disabilitas yang paling sering digunakan dan dijadikan referensi adalah model Independent Living (IL) di US dan Fundamental Principles of Disability oleh Union of the Physically Impaired Against Segregation (UPIAS) (1976) di UK. Kedua model ini sama-sama dibentuk sebagai respon terhadap ketidak cukupan sisi medis dari model individual. Selama tahun 1960-an dan 1970-an disabilitas didefinisikan sebagai gangguan fungsi dari suatu individu, yang mengakibatkan ketergantungan dan semakin membuat individu tersebut menjadi cacat. Pendukung model sosial mengusulkan bahwa individu dengan disabilitas bertukar peran ketergantungan pasien dengan peran independen dari

19 konsumen (DeJong, 1979). Solusi yang diusulkan untuk masalah disabilitas termasuk pemberdayaan, penentuan nasib sendiri, advokasi, konsumen kontrol, dan modifikasi lingkungan seperti perluasan trotoar, pembuatan ramp, dan pelebaran pintu serta loronglorong (Barnes, 2003; DeJong, 1979; Swain et al, 1993). Model Terintegrasi : The International Classification of Functioning, Disability, and Health (ICF) Model ICF sekarang digunakan secara luas di seluruh dunia dan memiliki potensi untuk meningkatkan komunikasi melewati batasan disiplin ilmu dan negara, menyokong perkembangan penelitian, praktik klinis, dan kebijakan sosial. Model ICF merupakan model universal yang ditujukan untuk mengintegrasikan model individu dan sosial untuk semua orang, tanpa memandang usia dan kondisi kesehatan (Gambar 4). ICF menggunakan kategori dalam area kesehatan dan yang berhubungan dengan kesehatan untuk mengklasifikasikan kondisi kesehatan dan yang berhubungan dengan kesehatan. Terdapat dua bagian komponen, masing-masing dilengkapi dengan kode yang mewakili aspek-aspek yang berbeda. Bagian 1, Functioning and Disability, mengandung kode untuk fungsi dan struktur tubuh serta aktivitas dan partisipasi, dan Bagian 2, Contextual Factors, menjelaskan tentang faktor lingkungan dan faktor personal. Di dalam ICF, disabilitas terjadi ketika terdapat disfungsi dari satu atau lebih dari tingkat ini. Tujuan model integratif ICF adalah untuk menggabungkan model individual dan sosial disabilitas. Oleh karena itu, klasifikasi yang dihasilkan tetap didasarkan pada konsep-konsep fungsionalisme dan praktek ilmu kedokteran Barat. Namun, masuknya faktor lingkungan dan personal merupakan suatu perbaikan atas model terdahulu dari ICIDH. Berlawanan dengan model-model awal, ICF lebih menekankan kesehatan dan fungsi dibandingkan disabilitas. Sebelumnya, disabilitas dimulai saat kondisi sehat berakhir. Ketika seseorang memiliki disabilitas, ia akan langsung masuk dalam kategori yang berbeda. Pola pikir seperti ini sekarang sudah ditinggalkan. Fokus kesehatan saat ini lebih ditujukan kepada tingkatannya ketimbang disabilitasnya.

20 Dasar konsep ICF adalah model biopsikososial di mana fungsi dan disabilitas menggambarkan suatu interaksi antara faktor permasalahan kesehatan (kelainan, penyakit, cedera, dan lain-lain) dan kontekstual (lingkungan dan personal). Fungsi terjadi pada tingkat tubuh atau bagian dari tubuh (fungsi tubuh dan struktur), keseluruhan individu (aktivitas), dan keseluruhan individu dalam konteks sosial (partisipasi). Istilah disabilitas mengacu pada disfungsi pada salah satu tingkat tersebut: gangguan pada fungsi atau struktur tubuh, pembatasan aktivitas, atau halangan partisipasi. Salah satu fitur penting dari model tersebut adalah bahwa fungsi dan disabilitas menggambarkan suatu interaksi dari sejumlah faktor, diantaranya kondisi kesehatan, karakteristik individu, dan lingkungan aktivitas fisik dan sosialnya. Karena banyaknya faktor yang memodifikasi fungsi, patologi yang sama di individu yang berbeda dapat menyebabkan bermacam-macam tingkat disabilitas. Sebagai contoh, seorang individu dengan cedera medula spinalis suatu saat dapat kembali berpartisipasi penuh dalam aktivitas hidupnya, termasuk tinggal di rumah dan melanjutkan peran sebagai pasangan hidup, orang tua, dan pencari nafkah. Individu lain dengan cedera yang sama pada medula spinalisnya dapat mengalami keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari, tinggal di fasilitas perawatan, bercerai dari istrinya, jauh dari anak-anak, dan tidak dapat kembali bekerja. Profesional kesehatan memiliki pengaruh kuat terhadap pemahaman dan aplikasi pada fungsi, disabilitas, dan kesehatan. Menerapkan kerangka kerja ICF dalam perencanaan program, spesialis KFR mengevaluasi hubungan antara cedera seseorang, batasan aktivitas, dan hambatan partisipasi, serta mengidentifikasi faktor kontekstual yang bertindak sebagai penghalang atau fasilitator untuk kembali berfungsi. Bersama-sama dengan pasiennya, dokter SpKFR menentukan tujuan terapi dan kemudian bekerja untuk meningkatkan fungsi dan struktur tubuh (mengurangi cedera), mengoptimalkan kapasitas fungsional (mengurangi batasan aktivitas), dan memfasilitasi performa dan partisipasi dalam kehidupan sehari-hari (mengurangi hambatan partisipasi).

21 Gambar 4 Kerangka Konsep Fungsi Manusia berdasarkan ICF Memandang kesehatan dari konteks kualitas hidup memang merupakan karakteristik utama KFR. Walaupun sejarah telah mempengaruhi lingkungan dan modalitas yang digunakan, KFR tetap berkomitmen pada tujuan dasarnya, yaitu menolong orang agar dapat mengatasi tantangan kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit fisik dan emosional, kecelakaan, dan proses penuaan, atau hambatan lingkungan. Area kemampuan fungsional pada manusia normal yang menentukan derajat kualitas hidupnya meliputi kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, aktivitas kerja dan produktif, aktivitas bermain dan mengisi waktu luang, hobi dan hiburan. Keterampilan ini memerlukan proses pembelajaran dan pengalaman praktik yang sesuai dengan peran (seperti misalnya prasekolah, murid, orang tua, pekerja, sukarelawan, atau pensiunan) dan perkembangan individu. Aktivitas kehidupan sehari-hari adalah tugas perawatan diri sendiri, antara lain kebersihan diri, berpakaian, makan, mobilitas, sosialisasi, komunikasi, dan ekspresi seksual. Aktivitas kerja dan produktif meliputi perawatan rumah, merawat orang lain, aktivitas pendidikan, dan kemampuan untuk menjalankan peranan pekerjaan sesuai dengan tahap perkembangan, budaya, dan lingkungan individu. Aktivitas bermain dan hiburan meliputi eksplorasi bermain

22 dan performa bermain atau hiburan dalam aktivitas yang sesuai dengan usia. Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut harus ditunjang oleh berbagai sistem organ, yaitu organ sensorimotor, kardiorespirasi, gastrointestinal, kognitif/integrasi kognitif, dan komponen psikososial/psikologis. Komponen sensorimotor meliputi fungsi sensorik, neuromuskuloskeletal, dan motorik. Fungsi sensorik meliputi kesadaran dan pemrosesan sensorik serta pemrosesan persepsi. Fungsi neuromuskuloskeletal meliputi respons refleks, ruang lingkup gerak sendi, tonus otot, kekuatan otot, ketahanan otot, kontrol postur, serta integritas jaringan lunak. Fungsi motorik meliputi koordinasi motorik kasar, cross midline, lateralisasi, integrasi bilateral, kontrol motorik, praksis, koordinasi motorik halus serta kontrol motorik oral. Komponen kognitif/ integrasi kognitif mengacu pada kemampuan untuk menggunakan fungsi otak yang lebih tinggi. Yang termasuk di dalamnya antara lain tingkat respons terhadap rangsangan, orientasi, mengenali subjek, rentang perhatian, inisiasi aktivitas, penghentian aktivitas, daya ingat, mengurutkan, mengelompokkan, pembentukan konsep, operasi spasial, penyelesaian masalah, pembelajaran, dan generalisasi. Komponen psikososial/ psikologis meliputi kemampuan interaksi sosial dan proses emosional. Di dalam kategori ini antara lain nilai yang dianut, ketertarikan, konsep diri, kinerja peran, pembawaan sosial, kemampuan interpersonal, ekspresi diri, kemampuan adaptasi, manajemen waktu, dan kendali diri. Layanan kedokteran konvensional dan kedokteran rehabilitative Ilmu kedokteran secara keseluruhan telah memberikan banyak kemajuan penting dalam meningkatkan layanan kesehatan. Obat-obatan dan tindakan bedah untuk kondisi medis akut telah berhasil menurunkan angka kematian dan memperpanjang usia harapan hidup. Seiring dengan itu, jumlah pasien yang bertahan hidup dengan menyandang penyakit kronis dan kecacatan akibat kondisi akut menjadi bertambah. Di lain pihak, usia harapan hidup yang meningkat telah menaikkan populasi penduduk lanjut usia dengan beragam kondisi penurunan fungsi kapasitas tubuh.

23 Dari sudut pandang ilmu kedokteran konvensional, penyakit kronis asimptomatik dan penurunan fungsi tubuh yang tidak segera mengancam jiwa mungkin tidak membutuhkan terapi apa pun atau dianggap sudah tidak dapat diobati lagi. Namun, ada hal-hal yang masih dapat dilakukan terhadap pasien sehingga kualitas hidupnya menjadi lebih baik. Masalah utama yang dihadapi KFR sebagai suatu bidang ilmu kedokteran adalah memampukan seseorang untuk berfungsi secara optimal dengan segala keterbatasan akibat suatu proses penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penekanannya bukan pada pemulihan sempurna sampai pada tingkat fungsi sebelum sakit (premorbid), tetapi bagaimana mengoptimalkan kualitas hidup bagi mereka yang tidak dapat mencapai pemulihan sempurna. Rehabilitasi menyeluruh diberikan oleh spesialis KFR yang bertindak sebagai penentu program, fasilitator, pemimpin kelompok dan ahli kedokteran untuk rehabilitasi. Sebagai suatu spesialisasi dalam Ilmu Kedokteran, KFR merupakan spesialisasi baru yang merupakan percabangan dari Ilmu Penyakit Dalam meskipun dalam sejarahnya dipelopori oleh para ahli ortopedi. Dalam memberikan layanan, spesialisasi KFR sedikit banyak memiliki persamaan dengan Kedokteran Keluarga karena mempunyai sifat paradoks antara menjadi spesialis (pemahaman ilmu yang vertikal) dan layanan holistik (pemahaman ilmu yang horisontal). Jika spesialisasi yang berbasis sistem organ bekerja dengan fokus diagnosis etiologi dan terapi kausatif untuk mencapai kesembuhan, jika mungkin, spesialisasi KFR mengambil alih tugas terapeutik untuk mencapai situasi terbaik ketika kesembuhan tidak mungkin diperoleh. Jika upaya kedokteran konvensional tertuju pada pertanyaan penyakit apa?, maka upaya KFR menjawab pertanyaan lalu apa? Tidak seperti para dokter spesialis lainnya yang dapat bekerja secara mandiri, para dokter spesialis KFR berperan sebagai koordinator dan tidak sebagai pemain tunggal. Dalam hubungannya dengan pasien, dokter spesialis KFR lebih berperan sebagai penasehat. Peran pasien menjadi lebih sentral dan aktif. 3 Rehabilitasi Medik bertujuan mengurangi hendaya yang disebabkan oleh penyakit dan mencegah komplikasi penyakit, meningkatkan fungsi, aktivitas dan partisipasi seseorang. Semua kegiatan tersebut harus memperhitungkan konteks individu, budaya dan lingkungan. Dalam praktek, hal ini ditemukan di berbagai fasilitas, mulai dari unit perawatan akut di rumah sakit sampai di fasilitas yang ada di masyarakat. Spesialis KFR menggunakan

24 instrumen penilaian diagnostik dan menyediakan banyak jenis terapi, termasuk farmakologi, intervensi kedokteran fisik, keteknisian medik, pendidikan dan vokasional. Rehabilitasi adalah proses yang berkesinambungan dan terkoordinasi, dimulai sejak mulainya suatu penyakit atau cedera hingga tercapainya peran individu dalam masyarakat sesuai dengan aspirasi dan keinginannya. Jika layanan rehabilitasi dapat mengembalikan kapasitas fungsi tubuh, mereka dapat menjadi lebih mandiri hingga mereka mencapai tingkat penyakit yang hampir terminal. Jika pasienpasien ini dapat menerima layanan dengan kualitas tingkat tinggi baik dalam penatalaksanaan penyakit akutnya maupun layanan rehabilitasi untuk mempertahankan kemandiriannya, kurva kinerja mereka dapat mencapai tingkat yang optimal. Tingkat pertumbuhan dari konsep, pengetahuan, dan aplikasi dari ilmu KFR juga sangat pesat. Konsep ilmu KFR terus berkembang, dan bersamaan dengan itu juga konsep ilmu kedokteran yang komprehensif, sebagai suatu potensi dalam mengembangkan intervensi yang berhasil. Rehabilitasi adalah suatu proses yang kompleks dari pengaplikasian beberapa prosedur secara terpadu untuk dapat mengembalikan kemampuan fungsi yang optimal dari suatu individu baik di rumah maupun di masyarakat dengan menggunakan sisa kemampuan fisik yang ada dengan layak. Merupakan hal yang menggembirakan bahwa ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi telah diakui sebagai salah satu metode yang dapat mengembalikan kapasitas fungsional pasien dengan kecacatan fisik atau penyakit kronik sehingga dapat kembali berpartisipasi di dalam lingkungan rumah dan masyarakat sekitarnya, dan pengakuan tersebut juga telah memberikan pengaruh yang signifikan sehingga ikut memperluas konsep layanan kesehatan yang komprehensif. Saat ini, layanan kesehatan komprehensif telah mencakup tindakan rehabilitasi, untuk menyembuhkan pasien-pasien dengan penyakit atau kecacatan fisik sehingga dapat berfungsi optimal kembali dalam lingkungan sosial normal mereka, serta dapat mempunyai kualitas hidup yang mendekati orang-orang dalam komunitas yang normal, merupakan kemungkinan yang beralasan.

25 Layanan Rehabilitasi Medik bersifat komprehensif dan interdisipliner Layanan Rehabilitasi Medik tidak terbatas pada satu sistem organ. Tujuan layanan Rehabilitasi Medik adalah untuk mengembalikan fungsi pasien seoptimal mungkin sehingga dapat mandiri secara fisik, mental, sosial dan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan pengkajian secara menyeluruh terhadap penyakit dan konsekuensi akibat penyakit tersebut serta bagaimana pengaruh keluarga, lingkungan sosial, tanggung jawab pekerjaan dan keadaan ekonomi, hobi, harapan dan impian terhadap penyakit yang diderita. Oleh karena itu, perawatan pasien dalam Rehabilitasi Medik harus dilakukan secara menyeluruh. Rehabilitasi medik bukan program intervensi yang diberikan di akhir perjalanan suatu penyakit akut atau hanya merupakan program pemulihan atau pemeliharaan saja. 4 Layanan Rehabilitasi Medik dimulai dari tahap promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Ini menunjukkan bahwa titik berat layanan Rehabilitasi Medik adalah pada pencegahan disabilitas yang harus dilakukan sedini mungkin. Namun, jika disabilitas telah terjadi, tetap diupayakan tingkat kemandirian seoptimal mungkin sesuai potensi yang dimiliki pasien. 5 Layanan Rehabilitasi Medik yang komprehensif dan interdisipliner membutuhkan tenaga profesional dari berbagai disiplin ilmu terkait, tidak hanya dari kalangan medis. Pada gambar 5 diperlihatkan cabang-cabang ilmu yang diperlukan dalam layanan Rehabilitasi Medik. 6 Sebagian besar subspesialisasi kedokteran berada dalam cabang ilmu Kedokteran Klinis yang diperlukan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Tim rehabilitasi biasanya terdiri dari dokter spesialis KFR, perawat dengan kekhususan rehabilitasi medik, fisioterapis, terapis okupasi, terapis wicara dan bahasa, psikolog klinik, pekerja sosial, ahli prostetik dan ortotik, serta ahli gizi.7

26 Gambar 5 Berbagai Cabang Ilmu yang terkait dengan Layanan KFR berdasarkan model Integratif ICF DAFTAR PUSTAKA 1.World Health Organisation. International Classification of Functioning, Disability and Health: ICF. Geneva, Switzerland, World Health Organisation, Frank AO, Chamberlain MA. Rehabilitation: an integral part of clinical practice. Occupation Med 2006;56: Levi R. Philosophical practice in rehabilitation medicine grasping the potential for personal maturation in existential ruptures. Philosphical Pract 2010;5(2): National Private Rehabilitation Group (NPRG). Submission to the House of Representative Committee on Ageing, Inquiry into Australian population ageing medical rehabilitation a key to healthy ageing. Sydney: NPRG, 2002.

27 5.Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kelas, A, B, C dan D. Edisi ketiga. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Stucki G, Celio M. Developing human functioning and rehabilitation research. Part II. Interdisciplinary university centers and collaboration networks. J Rehabil Med 2007;39: Neumann V, Gutenbrunner C, Fialka-Moser V, Christodoulou N, Varela E, Giustini A, Delarque A. Interdiscipinary team working in physical and rehabilitation medicine. J Rehabil Med 2009;42:4-8. v

28 Penegakan Diagnosis Dalam Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis riwayat penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik merupakan kunci penegakan diagnosis KFR. Dokter Spesialis KFR tidak hanya menentukan atau mendiagnosis penyakit, tetapi harus juga melakukan penilaian kapasitas fungsional yang diakibatkan oleh penyakit. Diagnosis kapasitas fungsional menjadi dasar perencanaan program penatalaksanaan terapeutik dan tujuan fungsional yang dapat dicapai. 1 Sebagai contoh, pasien mengalami fraktur humerus dengan cedera saraf radialis kiri, diagnosis medis telah jelas ditegakkan. Dalam hal ini kondisi fungsional masih belum jelas dan belum diidentifikasi. Masih ada satu pertanyaan yang harus ditanyakan, yaitu apakah fungsi tangan pasien terganggu? Tangan mana yang biasanya dipakai untuk menulis? Jika jawabannya tangan kiri, maka perlu dilakukan pemeriksaan tambahan, yaitu penilaian kemampuan menulis pasien. Jika pasien tidak mampu menulis, maka kita dapat menegakkan diagnosis kapasitas fungsional pada pasien ini adalah ketidak-mampuan untuk menulis. Perlu dilakukan evaluasi lanjut bahwa ada kemungkinan masih ada fungsi lain yang terganggu. Diagnosis KFR memerlukan evaluasi klinis seperti kekuatan otot, lingkup gerak sendi, fungsi saraf, fungsi kardiovaskular dan respirasi, serta fungsi luhur. Pengkajian fungsi tubuh secara kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara manual atau dengan peralatan khusus. Pemeriksaan ini meliputi tanda-tanda vital, uji fungsi kognisi, uji fungsi komunikasi, uji fungsi menelan, uji fungsi kardiorespirasi, uji sensibilitas, uji integrasi sensori motor, uji fleksibilitas dan lingkup gerak sendi, uji keseimbangan statis dan dinamis, uji kontrol postur, uji fungsi eksekusi gerak, uji kekuatan otot (kekuatan, aktivitas listrik, dan lainnya), uji motorik halus, uji fungsi lokomotor, uji pola jalan, uji dekondisi, uji kemampuan fungsional dan perawatan diri, uji fungsi berkemih, uji fungsi defekasi, evaluasi orthosis, evaluasi prostesis. Pemeriksaan kemampuan fungsional pasien dinilai dengan instrumen baku sesuai dengan fungsi yang ingin kita nilai. Contohnya, untuk menilai aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dapat digunakan Barthel Index, Functional Independence Measurement (FIM), dan lain-lain. Ada sejumlah skala pengukuran yang digunakan untuk menilai aktivitas individu dalam bentuk

29 kuesioner. Parameter sosioekonomi digunakan untuk mengevaluasi masalah partisipasi sosial atau pekerjaan. Pada contoh kasus di atas, pasien tidak mampu menulis menunjukkan hendaya dalam aktivitas dasar dan harus dinilai apakah ketidakmampuannya tersebut menimbulkan hendaya dalam pekerjaan atau partisipasinya dalam kehidupan sosial. 2 Diagnosis dan pengkajian KFR meliputi banyak metode dan dapat melibatkan dokter spesialis lain. Penegakan Diagnosis Evaluasi dan pemeriksaan fisik yang dibantu pemeriksaan penunjang menghasilkan diagnosis KFR dalam bentuk identifikasi adanya hendaya, disabilitas atau kecacatan 3 dan kemampuan aktivitas serta partisipasi. 4 Fungsi dan keterbatasan fungsi merupakan hal penting dalam perawatan akut, subakut dan kronis jangka panjang pasien dengan kondisi disabilitas dan/atau penyakit kronik lainnya. Pada tahun 2001, WHO menerbitkan International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) untuk menyatakan kondisi fungsi dan disabilitas secara menyeluruh yang meliputi taksonomi fungsi manusia, aktivitas dan partisipasi, serta faktor-faktor kontekstual (Tabel 3). 2

30 Tabel 3 Daftar Kategori Karakter Fungsional Manusia menurut ICF Berbagai macam penyakit dan kondisi dalam lingkup layanan rehabilitasi medik adalah: 5 Trauma: cedera otak, cedera medulla spinalis, cedera saraf tepi, cedera olah raga, cedera tulang, cedera sendi, cedera otot, dan cedera tendon dan muskuloskeletal lain, cedera selama penyakit jangka panjang akibat disabling diseases, cedera terkait kerja;

31 Penyakit sistem saraf non-traumatik: stroke, penyakit degeneratif (Parkinson, Alzheimer, dan lain lain), sklerosis multipel, infeksi atau abses susunan saraf pusat (SSP), tumor SSP, paralisis sumsum tulang karena sebab apa pun, konsekuensi kompleks bedah saraf, distrofi muskular dan ganggguan neuromuskular, neuropati perifer (termasuk poliradikulopati Guillain Barre), kompresi saraf, penyakit kongenital (palsi serebral, spina bifida, dan lainnya), penyakit genetik metabolik atau biokimiawi; Nyeri akut atau kronik karena berbagai sebab seperti amputasi, perawatan pasca bedah, polineuropati, penyakit kritis; Kondisi kompleks karena berbagai sebab: sindrom tirah baring (bed rest syndrome), effort deconditioning, gagal multi organ; Penyakit non-traumatik sistem muskuloskeletal: nyeri kronik dan akut pada punggung bawah, leher atau toraks, artropati infektif, penyakit degeneratif dan inflamatorik (mono dan poliartritis), amputasi vaskular, kelainan jaringan lunak termasuk fibromialgia, kelainan ekstremitas yang kompleks (tangan, kaki), osteoporosis, sindrom nyeri kronik terkait kerja, chronic fatigue syndrome; Penyakit kardiovaskular: penyakit jantung iskemik, gagal jantung, penyakit katup jantung, aterosklerosis anggota gerak bawah, miokarditis, tekanan darah tinggi, transplantasi jantung, pasca coronary artery bypass grafting(cabg), pasca percutaneous transluminal coronary angioplasty(ptca); Penyakit sistem limfatik; Penyakit sistem respirasi: asma, penyakit paru obstruktif kronik, fibrosis pulmonal, pneumokoniosis, asbestosis, pasca torakotomi, hipereaktif bronkus, bronkopneumonia; Penyakit endokrin dan metabolik: komplikasi diabetes, komplikasi sindrom metabolik, obesitas; Penyakit sistem genitourinaria: gagal ginjal kronik, kelainan sfingter buli, kelainan genitoseksual; Penyakit infeksi dan imunologis: konsekuensi infeksi HIV, transplantasi sumsum tulang; Kanker, terapi kanker dan konsekuensi fungsionalnya; Penyakit terkait usia; Gangguan tumbuh kembang, deformitas/ malformasi kongenital pada anak, skoliosis, congenital talipes equinovarus(ctev), dan malformasi kogenital lain.

32 DAFTAR PUSTAKA 1. McPeak LA. Physiatric history and examination. In: Braddom RL (editor). Physical Medicine and Rehabilitation, 2nd edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000.pp World Health Organisation. International Classification of Functioning, Disability and Health: ICF. Geneva, Switzerland, World Health Organisation, World Health Organisation.International Classification of Impairments, Disabilities and Handicaps. Geneva, Switzerland: World Health Organisation, World Health Organisation. International Classification of Impairments, Activities and articipation. Geneva: World Health Organisation, Gutenbrunner C, Lemoine F, Yelnik A, Joseph PA, de Korvin G, Neumann V, et al. The field of competence of the specialist in physical and rehabilitation medicine (PRM). Ann PhysRehabil Med 2011;54:

33 Penatalaksanaan dan Intervensi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Menetapkan Tujuan Optimal Layanan rehabilitasi medik adalah suatu proses yang bertujuan mengoptimalkan kemampuan individu untuk mempertahankan dan mencapai tingkat fungsi fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritual 1 untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Dalam hal ini, pasien dan dokter memiliki tujuan yang sama. 2 Tujuan tersebut harus diupayakan bersama sehingga layanan medis tidak berhenti sebatas gejala penyakit berkurang atau hilang. Ukuran terbaik atas nilai suatu layanan kedokteran adalah hasil yang dapat diukur melalui peningkatan perbaikan fungsi dan kualitas hidup seorang pasien. Hasil rehabilitasi harus diukur dari parameter kinerja pasien(patient performance)sepanjang sisa hidupnya. Anderson telah membuat ukuran fungsional tentang luaran rehabilitasi yang dimodifikasi dari Williamson dengan cara mengkaji kinerja pasien di sisa hidupnya seperti tertera dalam Tabel 4. 2 Tabel 4 Skala Luaran Fungsional Rehabilitasi Skala ini dipakai untuk menilai kinerja fungsional pasien dalam kondisi penyakit yang memburuk atau terjadi disabilitas sehingga menurunkan kemandirian pasien sampai meninggal. Namun, dengan rehabilitasi pasien dapat bergerak maju melalui tahapan peningkatan kemandirian sampai tingkat kemampuan fungsional yang optimal. Layanan rehabilitasi yang komprehensif harus dapat berorientasi pada hasil akhir. Layanan dilakukan dengan mengembangkan suatu metode komprehensif melalui bimbingan, edukasi, latihan untuk mendapatkan hasil akhir yang optimal. Walaupun telah tercapai perbaikan selama rawat inap di rumah sakit, aspek-aspek lain dalam kehidupan pasien di rumah dan di masyarakat

34 setelah pulang perlu diperhatikan dan potensi pasien digali lebih jauh apakah dapat mencapai tingkat kemandirian dan kualitas hidup yang lebih tinggi. Tujuan layanan yang komprehensif ini harus mencakup pencapaian fungsional secara optimal bagi setiap individu, baik di rumah maupun di masyarakat, selama hidupnya. Gambar 6 menunjukkan Skala Hasil Akhir Fungsional rehabilitasi berdasarkan kinerja fungsi individu. Dari sejak seseorang lahir, laju peningkatan fungsi sangat pesat pada masa kanak-kanak dan berlanjut hingga mencapai puncaknya pada usia dewasa muda. Jika kesehatan tubuh dapat dipertahankan dan dijaga, fungsi ini dapat bertahan mendekati maksimal hingga lanjut usia, dan meninggalnya seorang individu menjadi titik akhir fungsi. Gambar 6 Kinerja Manusia sebagai Ukuran Kesehatan Selama Hidup. Kinerja Fungsional Orang Normal yang Sehat didapat sejak Usia Kanak-Kanak dan Dipertahankan hingga Mencapai Usia Dewasa. Penurunan kemampuan fungsional pada masa hidup seseorang ketika terjadi disabilitas pada masa dewasa diperlihatkan pada gambar 7. Penyakit secara mendadak dapat menurunkan kapasitas fungsional seorang individu sampai bergantung sepenuhnya pada orang lain. Perawatan medis dapat mempertahankan kelangsungan hidup pasien (kurva A) tetapi pasien bergantung sepenuhnya atau sebagian pada orang lain di sepanjang sisa hidupnya. Jika diberikan perawatan medis dan layanan rehabilitasi yang terbatas, pasien dapat dipulihkan ke tingkat fungsi yang lebih tinggi. Namun jika rehabilitasi tidak diikuti dengan program pemeliharaan yang cukup, dapat terjadi penurunan fungsi secara progresif sampai ke tingkat ketergantungan (Kurva B). Bila layanan rehabilitasi mencakup pelatihan yang cukup serta memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mempertahankan tingkat fungsional di sepanjang hidupnya, maka hasil akhir yang optimal dari program seperti ini ditunjukkan oleh Kurva C.

35 Gambar 7 Kinerja Fungsional Individu Dewasa yang Mengalami Kecacatan dapat Tetap berada pada Tingkat Ketergantungan atau Hanya Pulih Sebagian jika tidak Ditunjang dengan Rehabilitasi yang Adekuat dan Program Pemeliharaan yang Sesuai Kurva hasil fungsional potensial pada anak-anak dengan disabilitas dalam perkembangannya diilustrasikan pada Gambar 8. Anak-anak yang tidak menjalani rehabilitasi tetap menjadi sangat tidak mandiri sampai berpuluh-puluh tahun kemudian dan mengalami ketergantungan total. Pemberian layanan rehabilitasi yang tidak optimal dapat saja meningkatkan kinerja kemamapuan fungsional dalam jangka waktu tertentu, tetapi tetap menjadikan individu tersebut bergantung pada orang lain. Tujuan pemulihan dan pemeliharaan pada anak-anak ini harus mencakup kemandirian hidup, pendidikan, dan produktivitas selama rentang kehidupan normal mereka.2 Gambar 8 Rehabilitasi pada anak-anak dengan kecacatan sangat penting, karena tanpa itu mereka tidak memiliki kesempatan untuk dapat berkembang dan dapat tetap menjadi sangat dependen sepanjang hidupnya selama berpuluh-puluh tahun. 2

36 Kemampuan pasien dan seorang dokter untuk menghilangkan disabilitas pada penyakit kronik bergantung pada kapasitas residual dari pasien untuk adaptasi fisiologis dan psikologis. Kekuatan residual pasien harus dievaluasi dan dilatih untuk menghilangkan disabilitas. Jika suatu penyakit tidak dapat ditangani baik melalui prosedur medis maupun bedah, maka yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi hendayanya. Sebagai contoh, otot yang lemah dapat diperkuat atau gangguan pendengaran dapat dibantu dengan menggunakan alat bantu dengar. Dalam kasus penyakit kronis, penyakit dan hendaya tidak dapat diminimalisasi; jadi, intervensi harus tertuju pada disabilitas dan kecacatan. Kunci keberhasilan suatu program rehabilitasi adalah kemampuan dalam mengidentifikasi kemampuan fungsi yang masih utuh. Saat kemampuan fungsi yang masih utuh dapat digunakan dan diadaptasi pada suatu kondisi yang baru, maka kemandirian secara fungsional dapat dicapai. Tabel 5 Fokus intervensi dan contoh strategi rehabilitasi terkait

37 Kebutuhan rehabilitasi pasien berbeda-beda berdasarkan fase perkembangan penyakit, yaitu fase akut, paska akut, atau kondisi stabil dengan gejala sisa. Kebutuhan pasien selama fase-fase tersebut tercantum dalam Tabel 6. Tabel 6 Kebutuhan rehabilitasi pasien berdasarkan fase penyakit 3

38 Rehabilitasi komprehensif terhadap pasien dengan hendaya fisik dan/atau kognitif mungkin merupakan tugas yang kompleks. Perlu dipertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek psikologis, religius, vokasional, sosial, kebutuhan, keinginan, dan prioritas. 4 Dalam program rehabilitasi, pasien sebagai anggota tim diharapkan berperan penuh dalam program rehabilitasi sejak fase akut. Oleh karena itu, diperlukan orientasi dan penjelasan mengenai proses rehabilitasi. Dokter spesialis KFR selain berpengetahuan dalam bidang perawatan medis untuk penyakit yang mengakibatkan disabilitas atau cedera juga memiliki wawasan pengetahuan tentang keahlian dari profesi lain dalam tim rehabilitasinya. Hal ini merupakan dasar untuk mengidentifikasi aktivitas fungsional mana yang perlu diperbaiki pada seorang pasien dan siapa yang melakukan terapinya. Contoh penetapan tujuan program rehabilitasi diberikan pada gambar 9. Spesialis KFR perlu mengetahui teknik dan intervensi terapeutik dari berbagai disiplin ilmu mana yang perlu diberikan kepada pasien dan mana yang merupakan kontra indikasi. 4 Ada berbagai metode yang digunakan dalam merancang program intervensi yang didasarkan pada diagnosis penyakit, evaluasi keterbatasan fungsi, keterbatasan aktivitas, hambatan partisipasi dan kinerja fungsional pasien. 5 Sebagian besar metode intervensi dilakukan oleh spesialis KFR, tetapi ada juga yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain seperti fisioterapis, terapis okupasi, terapis wicara dan bahasa, perawat rehabilitasi dan lainnya. Tenaga profesional lain dapat berperan sebagai bagian dari pelayanan menyeluruh yang diberikan tim KFR. Berbagai contoh jenis intervensi dalam KFR adalah: Pengobatan medikamentosa yang bertujuan untuk memulihkan struktur dan/atau fungsi tubuh, misalnya: injeksi intraartikular atau peritendon, dry needling, spray and stretch, taping, laser energi rendah, dan lain-lain; Penggunaan modalitas fisik: o kinesioterapi dan terapi latihan o elektroterapi

39 o terapi panas dan dingin o fototerapi (misalnya terapi ultraviolet) o hidroterapi dan balneoterapi o terapi manual/ massage o terapi drainase limfatik manual o dan lain-lain Program rehabilitasi: o Pemberian ortosis (misalnya splint) o Latihan keterampilan aktivitas hidup sehari-hari o Penyesuaian lingkungan kerja dan rumah o Penyuluhan strategi untuk mengatasi hendaya kognitif o Terapi wicara dan bahasa dalam ruang lingkup program KFR yang kompleks; o Penatalaksanaan disfagia; o Intervensi neuropsikologis; o Intervensi psikologis, termasuk; penyuluhan pasien dan keluarganya o Terapi nutrisional; o Pemakaian alat bantu, teknologi alat bantu, prostetik, ortotik, bantuan teknis; o Edukasi pasien, keluarga, profesional o Asuhan keperawatan rehabilitasi Sekalipun penyebab keterbatasan kemampuan aktivitas harian seseorang bersifat sementara (misalnya patah tulang lengan bawah) atau permanen (misalnya paralisis), yang terpenting dari penanganan KFR adalah mengatasi keterbatasan fungsinya. Hal ini terkait dengan filosofi bahwa

40 life itself is defined by occupation. Sudah jelas bahwa penurunan kinerja seringkali disebabkan oleh kondisi fisik, namun hal ini juga dapat disebabkan oleh gangguan emosional atau keadaan lingkungan dengan dampak yang sama besar. Oleh karena itu, kesehatan dan penyakit harus diukur berdasarkan dampaknya terhadap kehidupan. B. Strategi Penatalaksanan KFR Program yang efektif dapat menurunkan biaya layanan. 6 Penatalaksanaan rehabilitatif perlu direncanakan secara khusus bagi setiap individu yang membutuhkan. Ada delapan strategi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan program yang efektif: 7 1. Strategi rehabilitasi yang pertama dan terbaik adalah pencegahan primer. Strategi ini dilakukan juga oleh spesialis lain, bukan hanya KFR. Pencegahan primer merupakan pilihan pertama yang terbaik setelah suatu kondisi akut seperti stroke, cedera medula spinalis, cedera kepala, serangan jantung, luka bakar atau kondisi lain. 2. Strategi kedua adalah mengurangi proses patologis sampai tahap minimum. Disini ditekankan pentingnya penanganan rehabilitasi sedini mungkin untuk mencapai hasil akhir kemampuan fungsional yang optimal. 3. Strategi ketiga, yang dianggap strategi rehabilitasi secara umum, adalah pencegahan terhadap komplikasi sekunder (kadang-kadang disebut sebagai disabilitas sekunder). Strategi ini sering bertabrakan dengan konsep lain, misalnya konsep istirahat di tempat tidur yang diperlukan sebagai pengobatan tetapi di sisi lain perlu mobilisasi awal untuk mencegah komplikasi akibat tirah baring yang lama seperti ulkus kompresi (tekan), dekondisi, kontraktur, kehilangan massa tulang, depresi, dan lain-lain. 4. Strategi keempat, adalah peningkatan fungsi sistem yang terlibat, yang pada dasarnya mencoba untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Contohnya adalah upaya penguatan anggota tubuh yang lemah pada pasien stroke.

41 5. Strategi kelima adalah meningkatkan fungsi dari sistem yang tidak terlibat, misalnya penguatan bagian atas tubuh pada pasien paraplegia akibat stroke. Strategi ini tumpang tindih dengan strategi keenam. 6. Strategi keenam, yakni teknik kompensasi atau yang bersifat kompensasi, misalnya penguatan sisi tubuh yang tidak lumpuh pada pasien stroke. 7. Strategi ketujuh, yaitu intervensi aspek kognitif dan perilaku. Seseorang dengan gangguan persepsi ruang mungkin dapat belajar untuk berbicara tentang dirinya, untuk bergerak, memakai baju atau tugas lainnya. 8. Strategi kedelapan, yaitu adaptasi lingkungan. Ini mungkin bersifat sementara dan digunakan sebelum ketujuh strategi di atas dapat mencapai efek sempurna. Lebih sering digunakan sebagai proses rehabilitasi. WHO dalam World Report on Disability (WRD) menekankan bahwa tujuan program rehabilitasi adalah: 8 Pencegahan kehilangan fungsi; Memperlambat kehilangan fungsi; Memperbaiki atau memulihkan fungsi; Mengkompensasi fungsi yang hilang; Mempertahankan fungsi yang masih ada. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, WRD menekankan bahwa rehabilitasi harus bersifat sukarela dan penyandang disabilitas harus dilibatkan dalam semua aspek pembuatan keputusan selama proses rehabilitasi dan bahwa rehabilitasi membutuhkan kerja tim. Perlu dilakukan penilaian atas diri pasien, termasuk riwayat pribadi, sosial, vokasional dan rekreasional. Demikian pula halnya faktor-faktor risiko yang mendasari disabilitas, baik faktor personal (misalnya genetik, gaya hidup) maupun faktor lingkungan (hambatan arsitektural, kondisi tinggal dan kerja).

42 C. Pencapaian Kualitas Hidup Tertinggi Rehabilitasi yang berhasil di tingkat individu ditunjukkan dengan sejauh mana ia dapat berpartisipasi di masyarakat. Tujuan ini adalah harapan tertinggi yang merupakan alasan dilakukannya program pemulihan rehabilitasi sekaligus juga penghargaan atas kreativitas dan upaya ketika tujuan tersebut tercapai. Oleh karenanya, program rehabilitasi lebih ditujukan kepada penyandang hendaya atau disabilitas yang diharapkan masih dapat mencapai perbaikan fungsi. Tidak dipungkiri bahwa perbaikan fungsi secara fisiologis merupakan hal yang penting pada seorang individu, baik normal maupun cacat, tetapi jika pasien dalam kondisi vegetatif, pemeliharaan fungsi tidak menghasikan kualitas hidup. Berbagai spesialisasi kedokteran memiliki tujuan yang berbeda untuk setiap layanan yang berbeda. Sebagian besar layanan medis sebetulnya hanya mengembalikan sebagian dari kapasitas fungsi yang dimiliki pasien. Tindakan intervensi medis tertentu yang dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan pasien sebenarnya hanya mencapai sebagian dari suatu kehidupan dengan kualitas hidup yang tinggi. Sebagai contoh, tindakan kateterisasi jantung bertujuan mencegah suatu keadaan yang berpotensi fatal dengan memastikan kelangsungan hidup organ jantung. Jika intervensi tersebut tidak diikuti oleh program rehabilitasi yang sesuai, maka layanan tersebut menjadi tidak komprehensif dan kualitas hidup yang baik tidak terpenuhi. Sangat disayangkan bahwa penatalaksanaan penyakit kronis dan disabilitas seperti ini masih sering terjadi. Kualitas hidup seorang individu dikatakan meningkat jika ia dapat berintegrasi secara internal dengan dirinya dan secara eksternal dengan lingkungannya. Hal ini tidak tergantung pada faktor finansial dan sosial mengingat tujuan rehabilitasi adalah pengembalian aset yang ada pada penyandang disabilitas agar berfungsi optimal di tingkat yang sesuai dengan keinginannya, bukan menjamin keberhasilan program rehabilitasi yang berbiaya mahal. Tergantung kondisi medis pasien, keberhasilan suatu tindakan intervensi mungkin hanya berperan kecil dalam membangun kembali kualitas hidup yang baik.

43 Tabel 7 Komponen- komponen yang berkontribusi pada kualitas hidup Sebagai hasil pematangan konsep layanan medis yang komprehensif, sekarang sudah diakui bahwa tujuan layanan KFR adalah untuk memulihkan kualitas hidup seoptimal mungkin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersisa dari pasien. Oleh karena itu, setiap intervensi medis harus bertujuan agar dapat mencapai perbaikan pasien. Hasil akhir, yang dievaluasi dengan menilai perubahan fungsi sebagai akibat intervensi medis, adalah ukuran yang sesungguhnya atas nilai perawatan medis tersebut. Kedua kriteria tersebut, evaluasi berdasarkan hasil akhir dan tujuan terapi untuk mengembalikan kualitas hidup, sama dengan ilmu kedokteran yang komprehensif seperti pada KFR. Contoh latihan memakai kursi roda di bawah ini akan menjelaskan bagaimana intervensi KFR menghasilkan peningkatan kualitas hidup dalam

44 kerangka kerja ICF. Latihan memakai kursi roda akan meningkatkan fungsi dan struktur tubuhkarena mendorong kursi roda secara manual akan melatih kekuatan otot, daya tahan kardiovaskular, dan fungsi respirasi. Peningkatan kebugaran selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan mendorong kursi roda (aktivitas),serta lebih banyak terlibat dalam kehidupan seharihari(partisipasi). Kemampuan menggunakan kursi roda (aktivitas)juga memungkinkan individu untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial, rekreasional, kewarganegaraan, dan pekerjaan (partisipasi).imbal baliknya, partisipasi dapat meningkatkan kemampuan individu untuk menggunakan kursi roda(aktivitas) melalui peningkatan latihan kemampuan, dan dapat meningkatkan kebugaran fisik dan kesejahteraan psikologis (fungsi dan struktur tubuh). Gambar 9 Contoh Intervensi yang mempengaruhi kesehatan dan fungsi pada beberapa tingkatan karena interaksi diantara tingkatan tersebut. Latihan menggerakan kursi roda manual dan menghindari hambatan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menggerakan kursi roda manual secara mandiri di lingkungan dalam dan luar. D. Program Pelayanan KFR Spesialis KFR memiliki peran kompleks mulai dari diagnosis medis, diagnosis fungsional dan sosial sampai menetapkan rencana penatalaksanaan dengan tujuan pencapaian oleh pasien yang berbeda-beda, tergantung kebutuhan pasien, dan menerapkan strategi yang menyeluruh, termasuk peresepan obatobatan, terapi fisik, teknologi rehabilitasi, dan pengawasan tim layanan.

Modul Bimbingan/Panduan Belajar bagi Calon Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Modul Bimbingan/Panduan Belajar bagi Calon Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Modul Bimbingan/Panduan Belajar bagi Calon Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi DAFTAR ISI Sejarah Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Batasan dan Ruang Lingkup dan

Lebih terperinci

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR Departemen Rehabilitasi Medik FKUI/RSCM, Jakarta *Anggota Komite Independen KK-PAK BPJS

Lebih terperinci

REHABILITASI STROKE FASE AKUT

REHABILITASI STROKE FASE AKUT Instalasi Rehabilitasi Medik RS Stroke Nasional Bukittinggi 2017 Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi palsi serebral Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dibidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sehingga dapat terbentuk sumber daya manusia yang produktif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan yang optimal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu kondisi klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB I PENDAHULUAN Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selain kebutuhan primer ( sandang, pangan, papan) ada hal penting yang sangat dibutuhkan oleh kita agar dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari, yaitu kesehatan. Sehat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangan jantung merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia. Banyak data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung menempati posisi pertama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PROYEK Tinjauan Umum : Pusat Rehabilitasi Medik Tema Arsitektur : Healing Architecture

BAB II TINJAUAN PROYEK Tinjauan Umum : Pusat Rehabilitasi Medik Tema Arsitektur : Healing Architecture 2.1. Tinjauan Umum Nama Proyek : Pusat Rehabilitasi Medik Tema Arsitektur : Healing Architecture Sifat Proyek : Fiktif Lokasi Proyek : Jl. Adiyaksa Raya, Jakarta Selaan Batas Barat : Perkantoran, hotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN TERAPI OKUPASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT Disusun oleh : DWI RAHMAWATI NIM : J100 060 001 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Rehabilitasi pada perdarahan otak

Rehabilitasi pada perdarahan otak Rehabilitasi pada perdarahan otak Hal-hal yang timbul akibat perdarahan otak menyebabkan gangguan fungsi dan menjadi masalah pokok pada rehabilitasi medik, adalah : lokomotor, ketrampilan tangan, gangguan

Lebih terperinci

Pembimbing: dr Tumpal Siagian, Sp.S. Allert Benedicto Ieuan Noya (07-110)

Pembimbing: dr Tumpal Siagian, Sp.S. Allert Benedicto Ieuan Noya (07-110) Pembimbing: dr Tumpal Siagian, Sp.S Allert Benedicto Ieuan Noya (07-110) Multiple Sclerosis (MS) Adalah penyebab utama dari kecacatan yang signifikan pada usia dewasa muda sampai menengah dan merupakan

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Fisioterapi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoartritis (OA) lutut adalah suatu kondisi inflamasi, keadaan reumatik kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. Osteoartritis

Lebih terperinci

PERANAN REHABILITASI MEDIK DALAM PELAYANAN PASIEN PENYAKIT KRONIK DI RUMAH SAKIT

PERANAN REHABILITASI MEDIK DALAM PELAYANAN PASIEN PENYAKIT KRONIK DI RUMAH SAKIT dr. Jalalin, Sp.KFR Nama Lengkap / Gelar : dr. Jalalin, Sp. KFR Tempat Tanggal Lahir : Petaling, 7 Februari 959 Alamat : JL. Madang Komp. RSMH No. Palembang Phone : 08-676960 Email : dr.jalalin.sprm@gmail.com

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI Disusun oleh : BAYU ARDIANSYAH NIM : J100 070 006 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang mengalami masa peralihan, dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kesehatan yang optimal, maka diperlukan kemauan dan kemampuan akan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kesehatan yang optimal, maka diperlukan kemauan dan kemampuan akan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam pembangunan akan kesadaran kesehatan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal, maka diperlukan kemauan dan kemampuan akan kesehatan bagi setiap penduduk.

Lebih terperinci

PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG

PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG PERANAN REHABILITASI MEDIK PASCA FRAKTUR RAHANG Marina A. Moeliono, dr.,sprm Dibawakan pada acara Kongres Nasional Persatuan Ahli Bedah Mulut Bandung, 15 17 Januari 2004 Abstrak The mandible is involved

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI HEMIPARESE DEXTRA POST STROKE NON HAEMORAGIK DI RSUP DR.

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI HEMIPARESE DEXTRA POST STROKE NON HAEMORAGIK DI RSUP DR. KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI HEMIPARESE DEXTRA POST STROKE NON HAEMORAGIK DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Oleh : ERMA PUTRI WIJAYANTI J100060055 Diajukan guna melengkapi tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggitingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

REHABILITASI MEDIK. I. Definisi

REHABILITASI MEDIK. I. Definisi REHABILITASI MEDIK I. Definisi Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, definisi rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka atau sakit, atau pemulihan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif. Seiring dengan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, namun banyak orang dalam hidupnya tidak ingin menghabiskan kegiatan yang bersangkutan dengan nilai kesehatan. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab kematian dan kecacatan dari fungsional tubuh manusia setelah penyakit kanker dan jantung. Setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan, fungsi otak secara

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PARAPLEGI KARENA POST OPERASI BURST FRAKTUR VERTEBRA THORAKAL XII FRANKLE A DI RSO Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J10007007 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk memantau dan merespon perubahan yang terjadi di dalam atau luar tubuh atau lingkungan. Sistem saraf juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive),

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit

Lebih terperinci

I. UMUM. menjadi...

I. UMUM. menjadi... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI I. UMUM Anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah. keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh).

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah. keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

Basic of Medical Rehabilitation

Basic of Medical Rehabilitation Basic of Medical Rehabilitation Karena sudah week 5, ini aku mencoba meringkas slide saja ya biar cepat bacanya. Ini kuliahnya malah kaya promo KSM rehabilitasi medik dan spesialisnya wkwkwkwk. Maaf kalau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : / SK / PKM - WB / I Tanggal : Januari 2015 PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak ( GPDO) merupakan penyakit neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang mencakup disegala bidang antara lain : politik, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang mencakup disegala bidang antara lain : politik, ekonomi, sosial BAB I PENDAHULUAN Membangun manusia seutuhnya adalah merupakan tujuan pembangunan nasional yang mencakup disegala bidang antara lain : politik, ekonomi, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN OLEH : DWI ARISUMA J.100.050.039 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hidup dalam masyarakat.pembangunan kesehatan, yaitu: menggerakkan. memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas hidup dalam masyarakat.pembangunan kesehatan, yaitu: menggerakkan. memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan No 23,1992). Oleh karena itu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membesarkan anak tersebut. Perintah kepada kedua orang tua untuk menjaga dan

BAB I PENDAHULUAN. membesarkan anak tersebut. Perintah kepada kedua orang tua untuk menjaga dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu nikmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada kedua orang tua sebagai karunia, rahmat, titipan, dan juga sebagai cobaan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI CLOSE FRAKTUR RAMUS PUBIS DEXTRA DAN SINISTRA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI CLOSE FRAKTUR RAMUS PUBIS DEXTRA DAN SINISTRA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI CLOSE FRAKTUR RAMUS PUBIS DEXTRA DAN SINISTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI BANGSAL MAWAR RSUD. DR. MOEWARDI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN INTRA MEDULLARY NAIL DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Oleh : RIGI RAMDANI J

Oleh : RIGI RAMDANI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : RIGI RAMDANI J 100 070 021

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KEDOKTERAN. dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. (CM-FM), MPd.Ked.

PRINSIP-PRINSIP KEDOKTERAN. dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. (CM-FM), MPd.Ked. PRINSIP-PRINSIP KEDOKTERAN KELUARGA dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. (CM-FM), MPd.Ked. Area Kompetensi (Area of competence) - 4 Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan perawatan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan kesehatan masyarakat dan harapan-harapannya. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dibidang kesehatan adalah penyelenggaran upaya kesehatan mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hidup sehat pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah penyakit neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan sensorik. Kelemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah utama dalam pelayanan kesehatan dan sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit yang ditakuti karena menjadi

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

KARYA TULIS ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN DENGAN METODE PROPIOSEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION (PNF) PADA HEMIPARESE SINISTRA POST STROKE NON HAEMORAGIC STADIUM ACUTE DI BANGSAL CEMPAKA 4 RSUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke sebagaimana pernyataan Iskandar (2004) Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang, dan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plexus Brachialis Injury adalah salah satu plexus saraf somatik yang

BAB I PENDAHULUAN. Plexus Brachialis Injury adalah salah satu plexus saraf somatik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Plexus Brachialis Injury adalah salah satu plexus saraf somatik yang mengatur persarafan motoris kehampir semua otot-otot ekstremits atas dan sebagaian besar kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak (Needlman, 2000). Perkembangan adalah bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak (Needlman, 2000). Perkembangan adalah bertambahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB I. punggung bawah. Nyeri punggung bawah sering menjadi kronis, menetap atau. sehingga tidak boleh dpandang sebelah mata (Muheri, 2010).

BAB I. punggung bawah. Nyeri punggung bawah sering menjadi kronis, menetap atau. sehingga tidak boleh dpandang sebelah mata (Muheri, 2010). BAB I A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama adanya nyeri atau perasaan tidak enak di daerah tulang punggung bawah. Nyeri

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA DESKRIPTOR KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG KEDOKTERAN ( Review 270510) - Draft LEVEL DESKRIPTOR HASIL PEMBELAJARAN (Learning Outcomes) 6 (S1) Mampu memanfaatkan IPTEKS dalam bidang keahliannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang diiringi dengan kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, jasmani (mental) dan spritual serta sosial, yang memungkinkan setiap induvidu dapat hidup secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini semakin banyak ditemukan berbagai penyakit berbahaya yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini tidak mengancam jiwa

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning : BAB I DEFENISI Pelayanan yang diberikan kepada pasien di unit pelayanan kesehatan rumah sakit misalnya haruslah mencakup pelayanan yang komprehensif (bio-psiko-sosial dan spiritual). Disamping itu pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H No.790, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Standar Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian secara global. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke sudah dikenal sejak zaman dahulu, bahkan sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya Pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari upaya pembangunan nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang

Lebih terperinci

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN 7 LAMPIRAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA UNTUK PENDIDIKAN KEDOKTERAN DESKRIPSI UMUM DESKRIPSI KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2017 KEMENSOS. Standar Rehabilitasi Sosial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci