BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Industri Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangunan dan perekayasaan industri yakni kelompok industri hulu (kelompok industri dasar), kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi (UU RI No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian). Istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbedabeda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. 10

2 Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai berikut: 1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada apa yang akan dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan baku yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil kehutanan. b. Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan industri kain. c. Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata. 2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:

3 a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan. b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan. c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik. d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

4 3. Klasifikasi industri berdasarkan produksi yang dihasilkan Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung. Misalnya: industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan minuman. b. Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri baja, dan industri tekstil. c. Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata. 4. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng, industri gula, industri kopi, industri teh, dan industri makanan.

5 b. Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis. c. Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya: industri perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata, industri transportasi, industri seni dan hiburan. 5. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen. b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya. c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).

6 d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan. e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi. 6. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja. b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler. 7. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:

7 a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan industri percetakan. b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri minuman. 8. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata, dan industri makanan dan minuman. b. Industri dengan Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan, dan industri pertambangan. c. Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri transportasi, dan industri kertas. 9. Klasifikasi industri berdasarkan subjek pengelola Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri makanan ringan, dan industri kerajinan.

8 b. Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri pertambangan, industri perminyakan, dan industri transportasi. 10. Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri makanan ringan. b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri mainan anakanak. c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau internasional.

9 Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan Industri Pengolahan Kayu Sektor industri pengolahan terbagi menjadi beberapa golongan yakni industri makanan dan minuman, pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kulit, kayu, percetakan, pengilangan minyak, dll. Industri Pengolahan Kayu mencakup industri kayu gergajian (sawmill), kayu lapis (plywood), bubur kertas (pulp), moulding, korek api dan chopstick. Industri sawmill, plywood dan pulp merupakan industri kayu hulu. Industri-industri tersebut tidak hanya mengolah produk-produk yang siap dipasarkan, tetapi juga mengolah kayu bulat menjadi produk-produk yang dibutuhkan sebagai bahan baku bagi industri-industri hilir seperti moulding dan mebel. Di mana industri hilir ini mengolah bahan baku tersebut menjadi barang jadi. Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah industri yang langsung mengolah kayu (industri pengolahan kayu hulu) seperti industri kayu gergajian, pulp dan kayu lapis. Di Sumatera Utara industri korek api dan chopstick juga langsung memasok kayu bulat. Sedangkan industri pengolahan kayu hilir seperti moulding dan mebel (furniture) mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri hilir sangat ditentukan oleh industri pengolahan kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis kayu yang banyak digunakan adalah kayu Meranti, Pinus dan Karet.

10 Indonesia seringkali disebut sebagai negara mega-biodiversity karena memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, di antaranya jenis tumbuhan termasuk 4000 jenis pohon. Dari 4000 jenis sekitar 400 jenis dianggap sebagai kayu perdagangan, namun yang sudah teridentifikasi dengan baik sebanyak 365 jenis yang kemudian dikelompokkan menjadi 120 kelompok jenis kayu perdagangan (Kartasujana dan Martawijaya,1979). Kerusakan akan lebih cepat lagi jika dipakai atau dipasang di tempat terbuka tanpa naungan, terutama jika berhubungan dengan tanah lembab. Sebab pada dasarnya kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya tidak tahan terhadap perubahan suhu, udara, kelembaban, dan air. Di pihak lain, kayu juga dihadapkan pada beragam jenis jasad atau Organisme Perusak Kayu (OPK) yang siap mengancam, seperti bakteri, jamur pewarna dan buluk, jamur pelapuk (brown rots dan white rots), jamur pelunak (soft rot), rayap kayu kering, rayap tanah, bubuk kayu kering dan binatang laut penggerek kayu (Wilkinson,1979). Ancaman OPK ada di mana-mana, sejak pohon masih dalam status tegakan, angkutan, proses pengolahan sampai produk kayu dalam pemakaian. Ancaman tersebut bisa disebabkan oleh salah satu atau kombinasi diantara OPK tersebut di atas. Misalnya, kayu yang tahan terhadap jamur, belum tentu tahan terhadap serangga atau sebaliknya. Daya tahan terhadap OPK inilah yang dimaksud dengan keawetan kayu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keawetan kayu, antara lain zat ekstaktif yang terdapat dalam kayu, umur pohon, posisi pada bagian batang, tempat di mana kayu itu digunakan dan jenis OPK yang menyerangnya (Martawijaya, 1996).

11 Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan (preventive), berperan untuk meminimalkan atau meniadakan kemungkinan terjadi cacat yang disebabkan OPK, bukan pengobatan (curative) yang diilakukan dalam rangka pengendalian mutu atau kualitas, mencakup kualitas bahan baku dan produk serta memperpanjang umur pakai kayu. Biasanya penggunaan pengawet kayu mengacu pada penggunaan pestisida (bahan kimia pengawet) yang dimasukkan ke dalam kayu (Barly,1990). Dalam hal ini, persyaratan bagi bahan pengawet kayu antara lain harus memiliki sifat efikasi terhadap OPK, mampu menembus ke dalam kayu dan tidak mudah luntur atau terikat di dalam kayu, tetapi beberapa jenis bahan pengawet larut air bersifat korosif (Kadir dan Barly, 1974). Istilah bahan pengawet kayu sekarang termasuk bahan kimia atau kombinasi bahan yang dapat mencegah kerusakan kayu terhadap satu atau kombinasi antara; pelapukan (decay), serangga (termite), binatang laut (marine borer), api (fire), cuaca (weathering), penyerapan air dan reaksi kimia (Anonim, 1976) Faktor Pendukung dan Penghambat Pembangunan Industri Menurut beberapa ahli geografi ekonomi seperti Renner, Alexander, dan Robinson perkembangan suatu industri ditentukan oleh faktor pokok dan faktor tambahan. Yang termasuk faktor pokok adalah bahan mentah modal, tenaga kerja, sumber tenaga, transportasi dan pemasaran.

12 Berikut adalah faktor pokok yang menetukan perkembangan industri. 1. Faktor faktor pendukung pembangunan industri. Apabila semua faktor tersebut dapat terpenuhi, kegiatan industri dapat berjalan lancar tanpa hambatan. Bagi Indonesia, terdapat banyak faktor yang dapat mendukung pembangunan industri. Faktor-faktor berupa kekayaan negara, antara lain sebagai berikut: (a) Bahan mentah (bahan baku), (b) modal, (c) tenaga kerja, (d) sumber tenaga, (e) transformasi, (f) pemasaran hasil industri, (g) pemerintahan yang stabil, (h) kondisi perekonomian: 1. pendapatan perkapita, 2. saluran distribusi, (i) kemajuan teknologi, (j) semangat rakyat untuk membangun, (k) iklim yang baik dan (l) kebudayaan. 2. Faktor faktor penghambat pembangunan industri. a. Modal yang kurang. b. Terbatasnya tenaga ahli dan tenaga terampil. c. Pemasaran yang kurang lancar. d. Kualitas barang Dampak Pembangunan Industri 1. Dampak Positif a. Mengurangi ketergantungan akan hasil industri dari negara lain. b. Menambah pemasukan devisa negara c. Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat

13 d. Perbaikan dan pengembangan sarana umum e. Berkembangnya sektor informal 2. Dampak Negatif a. Berkurangnya lahan pertanian b. Pencemaran lingkungan c. Perubahan cara hidup 2.5. Faktor Produksi dalam Pembangunan Ekonomi Tanah Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabriknya hasilhasil pertanian yaitu tempat di mana produksi berjalan dan darimana hasil produksi itu keluar. Oleh sebab itu tanah sebagai unsur produksi mempunyai kedudukan paling penting dewasa ini, hal ini terbukti bahwa besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah masih lebih besar dibandingkan dengan faktor produksi lainnya. Tanah sebagai unsur produksi biasanya terdiri dari barang ekonomi yang diberikan oleh alam yang meliputi permukaan tanah, air dan segala yang terkandung berada di dalamnya. Menurut David Ricardo menunjukkan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah adalah disebabkan perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi sewa tanah. Dengan berkembangnya penduduk maka nilai tanah akan terus naik karena tanah adalah satu-satunya faktor produksi yang tidak dapat dibuat oleh manusia (Mubyarto, 1977).

14 Modal Pengertian modal diartikan sebagai tabungan masyarakat yang setiap saat dapat digunakan untuk membeli saham perusahaan atau obligasi pemerintah ataupun yang dipinjamkan kepada orang lain. Modal dinyatakan nilainya dalam bentuk uang yang merupakan sebagai alat pengukur nilai dari modal tersebut. Pengertian ekonomi modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Karena modal menghasilkan barang-barang baru atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan maka akan menciptakan dorongan dan minat untuk menyisihkan kekayaannya maupun hasil produksi dengan maksud yang produktif dan tidak untuk maksud keperluan yang konsumtif. Modal dapat diciptakan untuk menahan diri dalam bentuk konsumsi, dengan tujuan pendapatannya akan dapat lebih besar lagi di masa yang akan datang. Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana bila pembentukan modal berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil akan tetap berusaha meningkatkan modalnya Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan resources, tepatnya human resources atau sumber daya manusia yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap perkembangan

15 ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Pengertian tenaga kerja dalam ( adalah: setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU Pokok Ketenagakerjaan No.14 Tahun 1969). Dalam hubungan ini maka pembinaan tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan. Pengertian bekerja menurut indikator ketenagakerjaan adalah: Jika telah melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit satu jam secara tidak terputus selama satu minggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja yang tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi. Menurut BPS (2001) membagi tenaga kerja (employed) atas 3 (tiga) macam, yaitu: a. Tenaga kerja penuh (full employed), adalah tenaga kerja yang mempunyai jumlah jam kerja 35 jam dalam seminggu dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan uraian tugas. b. Tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja < 35 jam dalam seminggu. c. Tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja 1 jam per minggu.

16 Simanjuntak (1998) menyatakan tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari dan: (1) golongan yang bekerja, (2) golongan yang menganggur atau mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari: (1) golongan bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga kelompok dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu kelompok ini sering juga dinamakan potential labor force. Menurut Sukirno (2000), golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara tahun. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat Bahan Baku Bahan baku merupakan bahan dasar yang dibutuhkan dalam proses pengolahan/industri. Dalam industri pengolahan kayu, bahan baku yang dipakai tentunya adalah kayu. Kayu yang merupakan hasil hutan dari kekayaan alam merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang jadi dengan menggunakan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus maupun kayu yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan yang

17 merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri bakar (Dumanauw J.F, 1990). Produk paling penting dari pengolahan kayu secara kimia adalah pulp. Kimia kayu dan komponen-komponennya tidak dapat dipisahkan dari strukturnya. Kayu tidak hanya merupakan senyawa kimia, atau jaringan anatomi, atau bahan tetapi merupakan gabungan dari ketiganya. Kesemuanya ini merupakan hasil hubungan yang erat dari komponen-komponen kimia yang membentuk unsur-unsur ultra struktur, yang kemudian bergabung menjadi suatu sistem yang berderajat tinggi yang membentuk dinding sel yang akhirnya membentuk jaringan kayu (Fengel. D, 1995) Selama periode prasejarah dan sesudahnya kayu tidak hanya digunakan untuk bahan bangunan tetapi juga semakin penting sebagai bahan mentah kimia untuk pembuatan arang (digunakan dalam peleburan besi), getah (digunakan untuk mengawetkan dan melapisi lambung kapal), dan kalium (digunakan dalam pembuatan gelas dan sebagai bahan pemucat kain dan tekstil kapas). Namun di sisi lain kayu merupakan bahan dasar yang sangat modern. Kubah-kubah kayu yang besar dan perabot rumah yang indah membuktikan kegunaan dan keindahannya. Bahkan dalam bentuk alih seperti kayu lapis, papan partikel dan papan serat, kayu telah menjadi bahan bangunan yang berharga. Disamping itu, kayu merupakan bahan dasar pulp dan kertas, serat, film, aditif dan banyak produk lainnya.

18 Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet: 1. Kelas awet I (sangat awet), missal: kayu sonokeling dan jati. 2. Kelas awet II (awet), missal: kayu merbau dan mahoni. 3. Kelas awet III (kurang awet), missal: kayu karet dan pinus. 4. Kelas awet IV (tidak awet), missal: kayu sengon. 5. Kelas V (sangat tidak awet) Kesempatan Kerja Kesempatan kerja dapat diartikan sebagai kesempatan berusaha atas semua pekerjaan yang tersedia pada lapangan kerja di mana tenaga kerja tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan keterbatasan penambahan jumlah kesempatan kerja akibat keterbatasan peningkatan jumlah investasi dan penempatan tenaga kerja yang diciptakan, maka akan menimbulkan kerawanan pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka langkah-langkah untuk memperluas kesempatan kerja adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, untuk itu diambil kebijaksanaan menyeluruh dan terpadu dalam memperluas kesempatan kerja yang menyangkut kepada pengarahan investasi dan pembangunan yang berorientasi kepada perluasan kesempatan kerja, pendidikan dan ketarmpilan yang menunjang pembangunan dan dapat terserap oleh lapangan kerja yang tersedia (Kamaluddin Rustian, 1983).

19 2.6. Pengembangan Wilayah Pengertian pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang tercakup dalam sektor pemerintah maupun dalam masyarakat, dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya adalah bersifat meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui produkproduk maupun melalui berbagai jenis kegiatan yang membawa pengaruh peningkatan kawasan. Peningkatan pada kawasan dapat pula diartikan sebaga peristiwa pengembangan wilayah pada wilayah yang bersangkutan sehingga keseluruhan usaha yang menjurus pada perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses berkembangnya wilayah (Purnomosidi, 1981 dalam Parluhutan, 2001). Hartshone dalam Hanafiah (1992) memformulasikan pengertian wilayah sebagai berikut: Suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain. Unit area ini adalah merupakan objek konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah akan mempunyai watak dari pada mosaik dari tiap-tiap bagian yang memiliki kesamaan. Wilayah merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu unit kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang, sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek lain seperti aspek biologi, ekonomi, sosial dan budaya (Wibowo, 2004).

20 Menurut Miraza (2005), pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan effeciency agar potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Sasaran pembangunan harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional. Di mana tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional yang umumnya terdiri atas: a. Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat. b. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup. c. Pemerataan pendapatan. d. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antar daerah. e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso,1994). Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di mana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh elemen masyarakat Indonesia. Suryana (2000) mengatakan bahwa pembangunan diartikan sebagai suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa, dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan dan pemberantasan

21 kemiskinan. Oleh sebab itu pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan sebagai konsep statis, di mana pembangunan adalah suatu orientasi-orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir. Berdasarkan uraian diatas, maka wilayah pembangunan hendaknya sesuai dengan wilayah administratif dan juga mempunyai ciri wilayah modal. Dalam praktek, apabila membahas mengenai perencanaan pembangunan daerah, pengertian daerah administratif paling banyak digunakan karena alasan kemudahan koordinasi dan tersedianya data untuk perencanaan. Wilayah pengembangan dipakai untuk wilayah yang berdasarkan homogneity dan bertujuan lebih banyak untuk analisis informasi dalam wilayah itu guna keperluan pengembangan. Batas wilayah tidak terikat pada batas administratif dan tidak perlu mempunyai pusat. Misalnya satu propinsi mungkin mempunyai wilayah pengembangan seperti wilayah pantai timur, wilayah pantai barat, wilayah pegunungan dan wilayah kepulauan yang masingmasing mempunyai ciri geografis, fauna dan flora yang sama. Jadi dapat dilihat bahwa pembangunan ekonomi adalah merupakan suatu proses, di mana dengan proses itu akan terlihat adanya perubahan yang besar dalam struktur sosial, sikap mental yang telah terbiasa, pertumbuhan ekonomi serta pemberantasan kemiskinan dan pengangguran, pemberantasan letimpangan dalam pendapatan perkapita melalui perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan dan juga dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap orang lain serta mengangkat kesadaran akan harga diri.

22 Menurut Sirojuzilam (2005), kenyataannya banyak fenomena yang timbul dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi wilayah. Masalah utama dalam pembangunan wilayah adalah ketimpangan ruang (wilayah). Artinya ketimpangan juga terjadi antar daerah, karena itu pemerataan pembangunan berarti juga suatu usaha dalam menyeimbangkan kemampuan wilayah untuk berkembang. Mengurangi kesenjangan wilayah (Regional Imbalances) adalah salah satu tema pokok dalam pembangunan wilayah (Regional Development). Masalah pokok yang dihadapi sekarang adalah bukan ada atau tidaknya kesenjangan wilayah, namun bagaimana pembangunan wilayah dapat dikonsepsikan dalam perspektif jangka panjang. Dalam konteks perkembangan sosial ekonomi dunia dewasa ini, maka arah yang dituju dalam pembangunan wilayah jangka panjang adalah wilayah harus mandiri dan cukup memiliki daya saing sehingga mampu berintegrasi ke dalam sistem perekonomian nasional maupun global. Salah satu upaya yang sangat strategis adalah memobilisasi seluruh kelembagaan pembangunan di wilayah serta menciptakan interaksi yang erat melalui networking diantara kelembagaan tersebut dengan tujuan menciptakan kemampuan dan kemandirian ekonomi wilayah (lokal). Unsur-unsur strategis dalam networking untuk pembangunan ekonomi wilayah meliputi perguruan tinggi setempat, asosiasi industri, lembaga peneliti, pengusaha menengah dan kecil, lembaga keuangan dan perbankan, serta tentu saja pemerintah daerah sendiri. Kegiatan riset terapan dalam teknologi untuk meningkatkan kualitas industri dan produk jasa unggulan, serta hasilnya harus terbuka bagi para penguasaha

23 lokal (Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah) Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan Julius Eben Ezer Ginting (2006) tentang pengaruh Industri Produk Turunan Crude Palm Oil (CPO) terhadap Pengembangan Wilayah Propinsi Sumatera Utara menghasilkan beberapa kesimpulan: (1) Industri Pengolahan produk turunan CPO di Propinsi Sumatera Utara ada sebnayak 34 industri dengan kapasitas terpasang kg/jam dan menggunakan teknologi mesin, (2) Variabel jumlah bahan baku, investasi, kapasitas produksi dan teknologi berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi produk turunan CPO, namun variabel tenaga kerja tidak emmberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat produksi produk turunan CPO, (3) Variabel bahan baku berpengaruh signifikan positif namun variabel investasi dan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap kapasitas produksi industri turunan CPO, (4) Variabel investasi berpengaruh signifikan positif namun variabel produksi produk turunan CPO tidak berpengaruh terhadap Pengembangan Wilayah Sumatera Utara. Sedangkan Penelitian yang dilakukan Immanuel (2007) tentang Analisis Peran Industri Pertenunan terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Pematang Siantar, menghasilkan beberapa kesimpulan: (1) Bahwa ternyata hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel modal investasi, variabel tenaga kerja dan variabel pengalaman berusaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan

24 pengusaha industri pertenunan di Kota Pematang Siantar, (2) Bahwa Industri Pertenunan di Kota Pematang Siantar berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja, nilai investasi dan mampu menggerakkan kegiatan ekonomi (multiplier effect) seperti menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi lainnya. Penelitian yang dilakukan Bangun (2008) tentang Peranan dan Pengaruh Industri Tikar Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: (1) Faktor Produksi yang berperan dalam peningkatan produksi adalah modal, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi, (2) Bahwa korelasi antara lama usaha dan tingkat pendidikan dengan pendapatan pengrajin tidak berpengaruh signifikan, sedangkan modal berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pengrajin, (3) Sumber bahan baku dan meningkatnya pendapatan masyarakat menjadi indikator penting dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Pantai Cermin Kerangka Pemikiran Pada hakikatnya pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan jangka panjang untuk merubah struktur ekonomi yang tidak seimbang. Pembangunan sektor industri diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, pembangunan infrastruktur. Tujuan dari penelitian ini adalah

25 untuk melihat pengaruh industri pengolahan kayu terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai. Investasi Jumlah Tenaga Kerja Nilai B h B k Industri Pengolahan Kayu Nilai Produksi Investasi Pengembangan Wilayah Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian 2.9.Hipotesis Penelitian a. Investasi, jumlah tenaga dan nilai bahan baku berpengaruh positif terhadap nilai produksi industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai.

26 b. Nilai produksi dan investasi berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) GEOGRAFI ANALISIS LOKASI INDUSTRI 1. Pengertian industri: Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah

Lebih terperinci

1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku 2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku 2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja Industry *) Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut,

Lebih terperinci

Macam-macam Industri dan Klasifikasi Industri

Macam-macam Industri dan Klasifikasi Industri Macam-macam Industri dan Klasifikasi Industri A. Macam-macam Industri 1. Industri Berat Industri alat-alat berat Industri mesin Industri percetakan 2. Industri Ringan Obat-obatan Industri makanan dan industri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perindustrian Industri adalah bidang yang menggunakan keterampilan dan ketekunan kerja, serta penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau kelompok yang memiliki usia yang sama. Sedangkan menurut. Alwi (2005) profil adalah pandangan mengenai seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau kelompok yang memiliki usia yang sama. Sedangkan menurut. Alwi (2005) profil adalah pandangan mengenai seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Ada berbagai pendapat dari para ahli tentang hakikat profil. Profil menurut Mulyani (1983) adalah pandangan sisi, garis besar, atau biografi dari diri seseorang atau kelompok

Lebih terperinci

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar KLASIFIKASI INDUSTRI Industri adalah suatu usaha atau kegiatan yang melakukan proses atau aktivitas yang mengubah dari sesuatu atau bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi berupa barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri 1. Pengertian Industri Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting agar pekerjaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting agar pekerjaan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengawasan 2. 1. 1 Pengertian Pengawasan Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting agar pekerjaan maupun tugas yang dibebankan kepada aparat pelaksana terlaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian dari hutan tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah penulis dalam ilmu yang. penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan

2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah penulis dalam ilmu yang. penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan 2. Untuk memperkaya wawasan ilmiah penulis dalam ilmu yang penulis tekuni serta mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual. 3. Menambahkan dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada,

Lebih terperinci

Manajemen Industri Perikanan

Manajemen Industri Perikanan Manajemen Industri Perikanan A. Definisi dan pengertian industri Perikanan. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI : STUDI KASUS PADA INDUSTRI SAWARGI DIAJUKKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA PELAJARAN GEOGARAFI

ANALISIS INDUSTRI : STUDI KASUS PADA INDUSTRI SAWARGI DIAJUKKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA PELAJARAN GEOGARAFI ANALISIS INDUSTRI : STUDI KASUS PADA INDUSTRI SAWARGI DIAJUKKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA PELAJARAN GEOGARAFI Oleh : Agung Purnomo Hadi, Dida Latipah, Fathurrahman, Marina Trozi Dahliyana, Mesa

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA I. PENDAHULUAN Sumberdaya yang potensinya tinggi dan sudah diakui keberadaannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Sebagai dasar pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan landasan teoritis dan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Sebagai dasar pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan landasan teoritis dan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Industri Sebagai dasar pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan landasan teoritis dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KEBUTUHAN TENAGA KERJA INDUSTRI BERDASARKAN KLASIFIKASI KETENAGA KERJAAN Oleh : Ahmad Darmawi

SOSIOLOGI KEBUTUHAN TENAGA KERJA INDUSTRI BERDASARKAN KLASIFIKASI KETENAGA KERJAAN Oleh : Ahmad Darmawi SOSIOLOGI KEBUTUHAN TENAGA KERJA INDUSTRI BERDASARKAN KLASIFIKASI KETENAGA KERJAAN Oleh : Ahmad Darmawi A. Pendahuluan Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan dari pembangunan ekonomi suatu negara

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pembangunan (Bintarto, 1991: 30). pendekatannya. Bintarto dan Surastopo Hadisumarmo ( 1991: 12-24),

BAB II KAJIAN TEORI. pembangunan (Bintarto, 1991: 30). pendekatannya. Bintarto dan Surastopo Hadisumarmo ( 1991: 12-24), BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejalagejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia tidak sekedar terfokus pada peran pemerintah, banyak sektor yang mempunyai peran dalam kemajuan perekonomian di Indonesia. Proses

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Sebagian besar para petani yang tinggal di daerah pedesaan nyatanya tidak hanya melakukan pekerjaan di bidang

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia. Selain memiliki sifat yang awet dan kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan. tempe/ tahu, dan industri makanan ringan.

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan. tempe/ tahu, dan industri makanan ringan. II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Industri Rumah Tangga Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi: a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang

Lebih terperinci

2. Berikut negara-negara yang memiliki piramida penduduk stasioner adalah. A. Indonesia B. Swedia C. India D. Amerika Serikat E.

2. Berikut negara-negara yang memiliki piramida penduduk stasioner adalah. A. Indonesia B. Swedia C. India D. Amerika Serikat E. TRY OUT UJIAN NASIONAL 032 GEOGRAFI SMA/MA Petunjuk : 1. Berdoalah sebelum dan sesudah mengerjakan soal! 2. Sebelum mengerjakan soal, tulislah identitas anda pada Lembar Jawaban yang telah disediakan 3.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Beberapa defenisi dari UMKM memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan sumbernya (Hubeis, 2009; Tambunan, 2009)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Dewasa ini perhatian para ahli ekonomi terhadap masalah pembangunan ekonomi di setiap negara sangat besar sekali, karena

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG

BAB III TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG BAB III TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG D. Pengertian Industri Dalam Negeri Istilah industri sering diidentikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha.

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi. Namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia, yang notabene adalah negara agraris. Hal ini dikarenakan sektor pertanian menyumbang pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Macklin (2009), pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3274 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Ulviani (2010) yang berjudul : Analisis Pengaruh Nilai Output dan Tingkat Upah

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA Oleh : Azwar Harahap Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KODE KETERANGAN 000 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA 011 PERTANIAN TANAMAN PANGAN, TANAMAN PERKEBUNAN, DAN HORTIKULTURA 012 PETERNAKAN 013 KOMBINASI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUDUS A. Keadaan Geografi Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, terletak diantara 4 Kabupaten yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan II Tahun 2015

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan II Tahun 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan II Tahun 2015 No. 54/08/64/TH XVIII, 3 Agustus 2015 Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Landasan teori merupakan konsepsional bagi penulis mengenai cara yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang akan diteliti. Untuk lebih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO Judul : Dampak Pertumbuhan Industri Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Sidoarjo SKPD : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo Kerjasama Dengan : - Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Geografi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. pendapat para ahli yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian. Geografi II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Industri Sebagai dasar pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan landasan teoritis dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Triwulan III Tahun 2015

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Triwulan III Tahun 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 72/11/64/TH XVIII, 2 November 2015 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Triwulan III Tahun

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS

BAB II URAIAN TEORETIS BAB II URAIAN TEORETIS 2.1 INDUSTRI 2.1.1 Pengertian Industri Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 11 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dalam seminar dan lokakarya yang diadakan tahun 1988 / 1989 di Semarang, para ahli geografi Indonesia sepakat untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Perusahaan Perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia diklasifikasikan kedalam sembilan sektor industri yang telah ditetapkan oleh JASICA (

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan dilalui oleh garis khatulistiwa, sehingga Negara Indonesia memiliki iklim tropis. Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri dan Indusri Kerajinan Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, pengertian industri adalah sebagai berikut. Industri adalah suatu kegiatan ekonomi mengolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator perkembangan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. indikator perkembangan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor industri suatu negara dapat dijadikan salah satu indikator perkembangan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang telah berlangsung di negara maju menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI Dr. KARDOYO, M.Pd. AHMAD NURKHIN, S.Pd. M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN 7 IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : ANALISIS POTENSI EKONOMI DESA Waktu : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit). Tujuan : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement No.440, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Restrukturisasi Mesin. Peralatan Industri Kecil Indis PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-IND/PER/3/2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PELAKU PELAKU EKONOMI

PELAKU PELAKU EKONOMI PELAKU PELAKU EKONOMI Pertemuan 5 Page 1 PENGERTIAN Pelaku ekonomi merupakan pihakpihak yang melakukan kegiatan ekonomi untuk memecahkan masalah ekonomi Kegiatan ekonomi: Konsumsi Produksi Distribusi Page

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci