BAB I PENDAHULUAN. kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga sampai saat ini merupakan sesuatu hal yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga sampai saat ini merupakan sesuatu hal yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan kebijakan yang mendorong independensi Bank Sentral agar peranan kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga sampai saat ini merupakan sesuatu hal yang mendominasi pemikiran para pengambil kebijakan, sedangkan kebijakan fiskal masih dipandang sebagai subordinat untuk menjaga tingkat defisit anggaran agar tidak menimbulkan dampak inflasi. Hal ini didasari oleh pemikiran kaum monetaris pada periode tahun 1970 an yang mengarahkan pada penolakan peranan kebijakan fiskal sebagai alat stabilisasi ekonomi dan penentu tingkat pengerjaan penuh (Tcherneva, 2008). Blanchard, Arricia dan Mauro (2010) mengemukakan bahwa peranan kebijakan fiskal dalam dua dekade terakhir ini dipinggirkan oleh keberadaan kebijakan moneter. Namun demikian menurut Blanchard adanya konsensus di antara bank sentral untuk menjaga kestabilan inflasi, bahkan pada tingkat inflasi yang rendah (sekitar 2%) akan berdampak kepada suku bunga yang rendah dan menuju pada perangkap likuiditas. Ketika terjadi krisis tahun 2008 dan jatuhnya permintaan agregat, banyak bank sentral menurunkan suku bunga sampai hampir menuju nol. Rendahnya suku bunga ini akan mempersempit ruang gerak kebijakan moneter yang menggunakan perangkat suku bunga dalam mempengaruhi perekonomian. Implikasi utama dari hal ini adalah diperlukan keberadaan kebijakan fiskal. Dalam defisit anggaran yang besar, penetapan suku bunga obligasi yang rendah tidak memungkinkan untuk dilakukan, oleh karena itu penetapan suku bunga oleh bank sentral harus memperhatikan bagaimana kebijakan fiskal bereaksi dalam mempengaruhi perekonomian (Blanchard, Arricia dan Mauro, 2010, Tcherneva, 2008 ). 1

2 New Neoclassical Synthesis (NNS) atau Sintesa Neoklasik Baru (SNB) atau juga dikenal dengan nama New Concensus Macroeconomics (NCM) atau Konsensus baru makroekonomika (KBM), yang muncul akhir tahun 1990 an, memberikan sumbangan analisis mengenai peranan kebijakan fiskal dalam menjaga stabilisasi harga (Tcherneva, 2008). Fiscal Theory of The Price Level (FTPL) atau Teori Fiskal Aras Harga (TFAH ), merupakan salah satu pemikiran teoritis yang menyatakan bahwa tingkat harga tidak hanya dijelaskan oleh kuantitas uang dalam suatu perekonomian, tetapi juga oleh pertimbangan kebijakan fiskal (Wickens, 2008: 105, Christiano dan Fitgeralds, 2000). TFAH juga menyatakan bahwa kebijakan anggaran belanja defisit tidak akan menyebabkan inflasi sepanjang dibiayai oleh pinjaman dan akan menimbulkan inflasi jika dibiayai oleh ekspansi moneter (Bildirici, 2005). Aspek yang menarik dari TFAH adalah tingkat harga ditentukan kebijakan fiskal dan bukan oleh kebijakan moneter, secara implisit mengasumsikan tingkat harga fleksibel (Wickens, 2008: 106). Bernanke (2003) menyatakan bahwa kebijakan fiskal sebagai alat stabilisasi pada waktu krisis akan menjadi lebih efektif harus menjalin koordinasi yang kuat dengan kebijakan moneter. Menurut Bernanke peranan bank sentral akan berbeda antara kondisi inflasioner dan deflasioner. Dalam kondisi deflasioner peranan bank sentral seharusnya memfasilitasi kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian. Pada umumnya ekonom-ekonom KBM menyatakan bahwa kebijakan fiskal memainkan peranan penting ketika kebijakan moneter menghadapi rendahnya suku bunga obligasi (Tcherneva, 2008 ), paling tidak kebijakan fiskal menjadi pertimbangan bagi otoritas moneter dalam melakukan kebijakan moneter. Penggunaan TFAH dalam KBM yang menggunakan intertemporal budget contraint (IBC) : B/P = (T -G)/(1+r), B adalah utang pemerintah, P adalah tingkat harga, G adalah pengeluaran pemerintah dan T pajak lump sum dan r tingkat suku bunga memunculkan 2

3 perbedaan pandangan. Pandangan konvensional menyatakan bahwa IBC merupakan kendala bagi pajak dan pengeluaran pemerintah, sehingga kebijakan harus ditetapkan agar sisi sebelah kanan sama dengan sisi sebelah kiri berapapun nilai dari P (P eksogen), yang ber arti kebijakan fiskal mengikuti Ricardian. TFAH memandang IBC adalah ekuilibrium. Ketika ada sesuatu hal yang mengganggu ekuilibrium tersebut, kliring pasar menggerakkan P (P endogen) untuk membentuk ekuilibrium baru. Woodford menamakan hal ini sebagai asumsi non Ricardian yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak menjamin IBC ekuilibrium untuk semua P (Christiano dan Fitgeralds, 2000). Perdebatan berikutnya berkaitan dengan keberadaan adanya hubungan defisit anggaran dengan neraca pembayaran internasional atau yang lebih dikenal dengan defisit kembar ( twin deficits). Paradigma non tradisional memprediksikan bahwa tidak ada hubungan antara anggaran belanja defisit dengan defisit neraca pembayaran internasional. Menurut Ricardian pemotongan pajak sekarang akan diserasikan dengan dengan nilai sekarang ( present value) dari pajak masa depan. Hanya nilai sekarang dari pengeluaran pemerintah yang menjadi persoalan. Dalam kasus ini, tabungan nasional tidak akan berubah dalam kondisi adanya anggaran belanja defisit. Tabungan swasta ( private saving) akan berubah menutup perubahan tabungan pemerintah sehingga tabungan nasional konstan dan dengan demikian anggaran belanja defisit primer tidak menyebabkan neraca pembayaran defisit (Mankiw, 2003: , Adji, 2006 : 259). Pandangan tradisional memprediksikan ketika defisit anggaran belanja meningkat maka defisit neraca transaksi berjalan akan meningkat juga, yang berarti fenomena defisit kembar terjadi. Pandangan tradisional atas utang pemerintah mengasumsikan bahwa ketika pemerintah memotong pajak dan menjalankan kebijakan defisit primer anggaran belanja, maka konsumen menanggapi pendapatan setelah pajak yang lebih tinggi sehingga melakukan pengeluaran 3

4 konsumsi lebih banyak. Kenaikan pengeluaran ini akan mendorong turunnya tingkat tabungan nasional sehingga menaikkan tingkat suku bunga dan mendorong pendanaan investasi dengan meminjam dari luar negeri yang akan menyebabkan defisit neraca pembayaran internasional (neraca transaksi berjalan) memburuk. (Mankiw, 2003: ) yang dapat digambarkan sebagai berikut. Defisit Primer (G naik atau T turun Konsumsi Turun Tabungan Nasional Turun (S = Y- C G) Suku Bunga Naik Modal Asing ke Domestik Naik (Capital inflow meningkat) Apresiasi Mata uang Domestik Defisit Neraca Transaksi Berjalan Naik Gambar 1.1. Mekanisme Transmisi Defisit Primer Terhadap Neraca Transaksi Berjalan Menurut Ricardian. Dalam praktiknya, kebijakan fiskal di Indonesia cepat direaksi oleh masyarakat, khususnya dalam pasar barang. Informasi mengenai akan adanya kenaikan gaji pegawai negeri, 4

5 langsung diantisipasi masyarakat dengan meningkatnya harga-harga barang. Hal yang sama juga terjadi pada saat ini, ketika terjadi pengurangan subsidi BBM juga langsung diantisipasi dengan peningkatan harga hampir pada semua barang. Kebijakan fiskal dalam rangka menggairahkan perekonomian dalam masa pemerintahan setelah krisis ekonomi cukup banyak dilakukan, program bantuan langsung tunai (BLT), dana bantuan operasional sekolah (BOS) merupakan program -program yang didanai oleh anggaran belanja yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapatan masyarakat dan selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat saat ini dan waktu mendatang. Mochtar (2004) menunjukkan bahwa kebijakan fiskal memerankan peranan dominan setelah 1997, meskipun dapat dikatakan dalam skala bentuk yang lemah. Maryatmo (2004) menunjukkan bahwa sedikit atau banyak kebijakan defisit primer anggaran mempengaruhi suku bunga, kurs, dan tingkat harga (inflasi). Maryatmo menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan defisit primer anggaran belanja, karena kebijakan defisit primer anggaran belanja bukan tanpa biaya yang bisa membawa dampak ekonomi. Maryatmo juga menemukan bahwa ada hubungan timbal balik antara kebijakan defisit anggaran dan variabel moneter. Grafik 1.1 dan Grafik 1.2. memperlihatkan sekilas pola hubungan antara defisit primer dengan pertumbuhan ekonomi, defisit primer dengan inflasi tahun 1970 sampai dengan tahun Pola hubungan antara defisit primer dengan pertumbuhan ekonomi tidak memperlihatkan pola yang pasti. Pada kurun waktu tahun 1980 an pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan dan penurunan cukup tajam, namun pada saat terjadi krisis ekonomi, terjadi penurunan yang tajam dari trendnya. Defisit primer mengalami kenaikan yang tajam dari trendnya terjadi pada masa krisis ekonomi. Keeratan hubungan antara defisit primer anggaran belanja dengan pertumbuhan ekonomi riil dapat dilihat dalam Tabel 1.1. yang menunjukkan 5

6 korelasi positif sebesar 0,6, yang berarti juga terjadi korelasi yang cukup erat antara defisit primer anggaran belanja dengan pertumbuhan ekonomi R a s i o D e f i s i t P r i m e r T e r h a d a p P D B R i i l P e r t u m b u h a n E k o n o m i R i i l Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan International Financial Statistic 2010, diolah. Grafik 1.1. : Defisit Primer dan Pertumbuhan Ekonomi Riil Pola grafis antara defisit primer anggaran belanja dengan inflasi di Indonesia dapat dilihat dalam Grafik 1.2. Pengamatan pola grafis sepintas menunjukkan defisit primer tidak mengikuti pergerakan inflasi, hal ini terlihat sampai dengan menjelang krisis ekonomi tahun 1997, pola grafisnya tidak mengikuti pola grafis inflasi yang naik turun. Namun demikian ketika terjadi krisis ekonomi pola grafis defisit primer berlawanan dengan pola grafis inflasi. Setelah tahun 1999, pola grafis defisit primer, kembali seperti pada saat sebelum krisis ekonomi. Keeratan hubungan antara defisit anggaran belanja primer dengan inflasi dapat dilihat dalam Tabel 1.1. yang menunjukkan korelasi negatif sebesar 0,66, yang berarti juga terjadi korelasi yang cukup erat antara defisit primer dengan inflasi. 6

7 R a s i o D e f i s i t P r i m e r T e r h a d a p P D B I N F L A S I Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan International Financial Statistic 2010, diolah. Grafik 1.2. : Defisit Primer dan Inflasi Tabel 1.1. Korelasi Defisit Primer Dengan Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Neraca transaksi berjalan Indonesia Defisit Primer Pertumbuhan Inflasi Neraca transaksi Ekonomi berjalan 0,60-0,66-0,17 Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan International Financial Statistic 2010, diolah s u k u b u n g a d e p o s i t o 3 b u l a n p e r t u m b u h a n e k o n o m i r i i l Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan International Financial Statistic 2010, diolah. Grafik 1.3. : Suku Bunga dan Pertumbuhan Ekonomi Riil Pada Grafik 1.3., pertumbuhan ekonomi riil nampaknya tidak mengikuti pola grafis suku bunga, namun demikian gambaran yang cukup menarik terjadi pada saat krisis ekonomi, ketika 7

8 suku bunga sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi sangat rendah. Pada Grafik 1.4. terlihat adanya pola yang tidak konsisten antara suku bunga dengan inflasi. Pada kurun waktu 1970 sampai dengan 1983, trend suku bunga menunjukkan penurunan, namun pola grafis inflasi menunjukkan ketidakkonsisten yang ditunjukkan dengan naik turunnya inflasi. Setelah tahun 1983 sampai dengan menjelang krisis, suku bunga dan inflasi relatif stabil pergerakannya, bahkan inflasi lebih rendah dari suku bunga. Pada saat krisis ekonomi , inflasi yang tinggi diikuti dengan kenaikan suku bunga. Keeratan hubungan antara suku bunga deposito dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi maupun neraca perdagangan seperti terlihat dalam Tabel 1.2. lebih lemah dibandingkan dengan keeratan hubungan antara variabel defisit primer dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi maupun neraca perdagangan (Tabel 1.1.). Sedangkan keeratan hubungan antara suku bunga deposito dengan defisit primer cukup erat yang ditunjukkan koefisien korelasi -0,53. Tabel 1.2. Korelasi Suku Bunga Dengan Defisit Primer, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Neraca transaksi berjalan Indonesia Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Neraca transaksi berjalan Suku bunga -0,38 0,28 0,06-0,53 Defisit Primer Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan International Financial Statistic 2010, diolah. 8

9 s u k u b u n g a d e p o s i t o 3 b u l a n i n f l a s i Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan International Grafik 1.4. : Suku Bunga dan Inflasi suku bunga Ratio Defisit Primer Terhadap PDB Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2009 ( dan Bank Indonesia, diolah. Grafik 1.5. : Defisit Primer Dan Suku Bunga 1.2. Permasalahan berikut. Dari paparan di muka, terdapat beberapa hal penting untuk dikemukakan sebagai 1) Perbedaan pandangan mengenai pengaruh kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap PDB riil, inflasi dan neraca transaksi berjalan serta mencuatnya aliran pemikiran yang relatif baru KBM yang diperkuat dengan pemikiran TFAH yang menyatakan pentingnya peranan kebijakan fiskal dalam menjaga stabilitas harga. 9

10 2) Secara empiris tidak ada konvergensi dalam literatur mengenai keterkaitan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. 3) Kebijakan ekonomi yang berupa kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan oleh pemerintah (otoritas ekonomi) sangat diharapkan efektif mencapai tujuan akhir kebijakan, yaitu secara internal menciptakan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga dan secara eksternal mampu mempengaruhi kinerja neraca transaksi berjalan Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dapat dikemukakan adalah perlunya dilakukan suatu penelitian empirik di Indonesia dalam kerangka KBM yang diperkuat dengan pemikiran TFAH yang mengakomodasikan peranan kebijakan fiskal dan moneter dalam mempengaruhi harga, PDB riil dan neraca transaksi berjalan. Estimasi model secara empirik ini dilakukan untuk menghasilkan sesuatu gambaran akurat sehingga ke depan kebijakan fiskal dapat dipakai sebagai salah satu alat, khususnya dalam hal stabilisasi harga yang selama ini dipersepsikan menjadi tugas utama otoritas moneter. Berkaitan dengan hal tersebut, sangatlah penting dibangun sebuah model sistem persamaan pengaruh kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja dan kebijakan moneter perubahan suku bunga, harga, PDB riil dan neraca transaksi berjalan dalam suatu penelitian empirik, khususnya bagi perekonomian di Indonesia. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai satu acuan pemerintah dalam melakukan kebijakan ekonomi. Dari berbagai permasalahan ini, beberapa pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut. 1) Apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja mampu meningkatkan PDB riil dalam kerangka pemikiran KBM? 10

11 2) Apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja mampu mempengaruhi suku bunga dalam kerangka KBM? 3) Apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi inflasi dalam kerangka KBM? 4) Apakah kebijakan moneter perubahan suku bunga mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi inflasi dalam kerangka KBM? 5) Dalam wacana pemikiran kebijakan ekonomi internasional, apakah kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja akan meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan dalam kerangka KBM? 1.3. Tujuan Penelitian berikut. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai 1) Menganalisis pengaruh kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap PDB riil, suku bunga, inflasi dan neraca transaksi berjalan dalam kerangka teori KBM dan TFAH. 2) Menganalisis pengaruh perubahan suku bunga terhadap inflasi dalam kerangka teori KBM dan TFAH. 3) Melakukan simulasi pengaruh goncangan atau shock kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap variabel inflasi, neraca transaksi berjalan dan PDB riil. 11

12 1.4. Keaslian Penelitian Pembahasan dalam bagian ini menelusuri temuan-temuan empirik mengenai pengaruh kebijakan fiskal terhadap PDB, inflasi dan suku bunga dan neraca transaksi berjalan atau neraca perdagangan internasional. Tabel 1.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu No Penulis Metode Variabel utama Temuan 1 Morsy (2009) Dynamic Panel estimation Technique. Data negara-negara penghasil minyak terpilih tahunan Thams (2007) Bayesian VAR dengan restriksi tanda. Data kuartalan untuk Jerman dengan Dummy penyatuan jerman sebelum dan sesudah 1991, Spanyol Corsetti, Meier dan Muller (2007) 4 Mukhtar, Zakaria dan Ahmed (2007) Menggunakan pendekatan teoritis Real Bussiness Cycle panel data analisis 19 negara OECD. Persamaan tunggal Kointegrasi dan Granger Causality Test. Data Dependen : ratio neraca transaksi berjalan terhadap PDB. Independen : keseimbangan anggaran belanja, neraca minyak, pendapatan relatif, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, usia ketergantungan. Dependen : rasio jumlah uang beredar ditambah utang periode berikutnya dengan PDB nominal. Independen : rasio total surplus anggaran belanja terhadap PDB, pertumbuhan PDB riil, suku bunga riil.. Dependen : konsumsi, investasi, ekspor netto, term of trade, nilai tukar riil. Independen: pengeluaran pemerintah. Defisit anggaran dan defisit neraca transaksi berjalan sebagai variabel independen dan dependen Keseimbangan neraca transaksi berjalan di negara-negara penghasil minyak ditentukan oleh kebijakan fiskal Rejim kebijakan fiskal di Spanyol mengikuti Non Ricardian. Rejim kebijakan fiskal di Jerman mengikuti Ricardian. Dalam perekonomian lebih terbuka (integrasi perdagangan lebih besar), goncangan anggaran belanja defisit cenderung menurunkan konsumsi dan investasi lebih sedikit dibandingkan dengan perekomian tertutup. Dalam perekonomian terbuka pengaruh goncangan fiskal terhadap neraca perdagangan lebih kecil dibandingkan perekonomian tertutup. Kointegrasi menunjukkan keberadaan hubungan jangka panjang antara defisit anggaran dengan defisit neraca transaksi berjalan, Sedangkan Granger Causality menunjukkan hubungan 12

13 5 Rahutami (2007) 6 Falk, Tenhofen, and Wolff (2006) 7 Funke and Nickel (2006) kuartalan di Pakistan. Persamaan Simultan interaksi sektor moneter dan riil dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia SVAR mengikuti Blanchard dan Perroti (2002). Data Jerman Pooled mean group estimation, panel data tahunan negaranegara G7 tahun Tkacevs (2006) VAR dengan 2 proksi kebijakan fiskal rasio defisit primer terhadap PDB dan rasio utang publik terhadap PDB. Data kuartalan Latvia Dependen suku bunga jangka pendek. Independen : pengeluaran pemerintah. Dependen : pendapatan nasional, investasi, konsumsi. Independen : pengeluaran pemerintah, pajak langsung. Dependen : defisit neraca transaksi berjalan. Independen : pengeluaran pemerintah, konsumsi dan ekspor. Dependen: tingkat harga. Independen :Rasio defisit primer terhadap PDB dan rasio hutang pemerintah. kausal 2 arah antara ke dua defisit tersebut. Kejutan pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan suku bunga jangka pendek. Pengeluaran pemerintah langsung akan meningkatkan output dan konsumsi swasta dengan tingkat signifikansi rendah dan menurunkan tingkat investasi (hanya tanda), meskipun tidak signifikan. Shok pengeluaran yang terantisipasi mempunyai efek yang signifikan terhadap output ketika shok direalisasi, tetapi tidak pada periode antisipasi. Secara ringkas dampak dari shock pengeluaran pemerintah hanya jangka pendek. Pajak langsung mempunyai dampak terhadap output dengan tingkat signifikansi rendah. Pajak langsung mempunyai efek yang kecil terhadap output. Komposisi permintaan sebagai contoh distribusi permintaan pemerintah, permintaan privat dan permintaan ekspor mempunyai dampak terhadap defisit neraca transaksi berjalan. Surplus primer tidak digunakan untuk membayar utang dan dengan demikian anggaran belanja tidak tergantung kepada tingkat utang publik. Rejim fiskal di Latvia adalah non Ricardian yang berarti ada pengaruh tidak langsung kebijakan fiskal terhadap harga. 13

14 9 Chinn and Ito (2005) Panel Data Analysis 19 negara industri dan 70 negara sedang berkembang tahun Dependen : neraca transaksi berjalan. Independen : anggaran belanja pemerintah, tingkat kemajuan pasar finansial, investasi, tabungan. 1% kenaikan budget balance akan menaikkan transaksi neraca berjalan dari 0,10% ke 0,49% bagi negaranegara industri. Lebih majunya pasar finansial akan mengarahkan kepada lebih kecilnya keseimbangan neraca transaksi berjalan. Bagi negara-negara di Asia Timur lebih besarnya pertumbuhan finansial akan menyebabkan lebih tingginya tabungan. Surplusnya neraca transaksi berjalan di Asia lebih disebabkan oleh penekanan investasi bukan kelebihan tabungan. 10 Bildirici (2005) Engel Granger Cointegration. Data Turki Dependen :tingkat harga. Independen : utang domestik. Utang domestik dan tingkat inflasi berkointegrasi. 11 Erceg, Luca and Christopher (2005) DGE Model (SIGMA). Data USA Dependen : neraca perdagangan internasional. Independen : defisit primer. Kenaikan defisit fiskal 1% dari GDP memperburuk neraca perdagangan sebesar 0,2% dari GDP. 12 Mountford and Uhlig (2005) VAR dengan restriksi tanda. Dependen : konsumsi, investasi, pendaptan nasional. Independen : surplus atau defisit anggaran belanja. Kebijakan fiskal menghasilkan stimulan yang lemah terhadap konsumsi, investasi dan pendapatan nasional. 13 Chang (2004) VAR. Data Taiwan Perroti (2004) VAR pada 5 negara OECD. Dependen dan independen: surplus atau defisit anggaran belanja dan defisit dengan neraca perdagangan. dependen : PDB, suku bunga, inflasi. independen : pengeluaran pemerintah, pajak Ditemukan adanya dukungan terhadap proposisi Keynesian untuk keseluruhan periode data. Ketika data dibagi dalam beberapa periode hubungan anggaran defisit dengan neraca perdagangan tidak pasti. Efek dari shock pengeluaran pemerintah dan pemotongan pajak terhadap GDP dan komponennya cenderung lemah sepanjang waktu. Setelah tahun 1980 efeknya hampir negatif khususnya terhadap investasi swasta. Multiplier efek pengeluaran pemerintah lebih besar dari hanya terjadi di USA sebelum periode 1980 an. Tidak ada temuan bahwa pemotongan pajak bekerja 14

15 15 Maryatmo (2004) 16 Fatas dan Mihov (2001) Model persamaan simultan dengan memasukkan asa nalar ke depan (forward) dan metode instrument variabel, TSLS. Data Indonesia VAR untuk mengidentifikasi shock fiskal dengan Cholesky. Dependen : suku bunga jangka pendek dan jangka panjang, penerimaan pemerintah, harga dan kurs. Independen : defisit anggaran. Dependen : konsumsi, pendapatan nasional riil. Independen : pengeluaran pemerintah, pajak. lebih cepat dan efektif dibanding kenaikan pengeluaran pemerintah. Setelah tahun 1980 an ada efek positif pengeluaran pemerintah terhadap suku bunga jangka panjang. Pada keadaan tingkat elastisitas harga yang masuk akal, pengeluaran pemerintah mempunyai efek yang kecil terhadap inflasi. Penurunan variance shok fiskal dan perubahannya memberi konstribusi terhadap penurunan variance GDP. Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian. Defisit anggaran mempengaruhi suku bunga jangka panjang, penerimaan pemerintah mempengaruhi suku bunga jangka pendek, pengeluaran pemerintah mempengaruhi harga dan kurs jangka pendek. Shok pengeluaran pemerintah akan menyebabkan konsumsi dan pendapatan meningkat, sedangkan Shok pajak tidak tentu efeknya terhadap Y, bisa naik atau turun. 17 Hoppner (2001) SVAR. Data Jerman Dependen : PDB. Independen : pengeluaran pemerintah, pajak. Shock kebijakan fiskal didentifikasi sebagai residual struktural yang berhubungan dengan unexpected pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak. Impulse respon digunakan untuk simulasi respon dinamik dari variabel-variabel kunci ekonomi makro akibat adanya shock. Hasilnya GDP menunjukkan respon negatif dari pajak dan positif dari pengeluaran pemerintah. 18 Egwalkide (1997) Model statis dan dinamis ekonomi makro jangka pendek dan PAM. Data di Nigeria. Dependen : neraca pembayaran internasional. Independen : defisit anggaran Defisit anggaran baik yang dibiayai dengan kredit bank sentral atau pinjaman luar negeri akan memperburuk neraca pembayaran. 19 IBBI (2000) dan Woo(1994) Model makro persamaan simultan Dependen : pendapatan nasional, harga suku bunga. Kebijakan defisit anggaran mempengaruhi perekonomian. 15

16 20 Aghevli and khan (1978) Indonesia untuk Woo dan untuk IBBI. Model dinamis simultan PAM. Data kuartalan bagi negara Brazil, Columbia, Republik Dominikan, Thailand. Independen : defisit anggaran. Dependen : jumlah uang beredar, inflasi. Independen : defisit anggaran. Defisit anggaran cenderung menyebabkan peningkatan jumlah uang beredar dan mendorong inflasi. Titik tolak bangunan model kebijakan ekonomi yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan Christiano (2000), Ho (2005) yang mengacu pada TFAH yang memandang harga sebagai variabel endogen dalam bangunan model teoritisnya serta model dasar SNB yang memasukkan tiga persamaan dasar, kurva IS, kurva MP (monetary policy) dan kurva IA (inflation adjustment) (Giese dan Wagner, 2007, Thcerneva, 2008). Penelitian-penelitian mengenai pengaruh kebijakan fiskal terhadap variabel-variabel perekonomian, pada umumnya dilakukan secara terpisah dalam pembentukan modelnya, misalnya pengaruh kebijakan fiskal terhadap PDB riil, pengaruh kebijakan fiskal terhadap neraca transaksi berjalan ataupun pengaruh kebijakan fiskal terhadap harga. Selain itu kerangka bangunan model teoritis menggunakan pendekatan Keynesian Baru maupun Klasik Baru. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini akan berusaha memberikan sumbangan baru terhadap khasanah penelitian di Indonesia dengan membangun model simultan pengaruh kebijakan fiskal anggaran belanja defisit primer terhadap PDB riil, inflasi dan neraca transaksi berjalan dalam kerangka KBM. Metode estimasi akan menggunakan persamaan tunggal dan simultan Seemingly Unrelated regression (SUR), Two Stage Least Squares (TLSL) dan Generalized Method of Moment (GMM). Jika variabel-variabel dalam persamaan terkointegrasi, 16

17 untuk melihat dampak jangka panjangnya model dimodifikasi dalam bentuk Error Correction Model (ECM). berikut. Dengan demikian perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai 1) Penelitian ini dibangun dalam kerangka teoritis KBM yang didasari oleh pondasi teori mikro ( micro foundation) yang dikombinasikan dengan kerangka teoritis TFAH yang menonjolkan peranan kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap perekonomian. 2) Berbeda dengan persamaan penyesuaian inflasi (seperti kurva Phillips) yang dikemukakan Giese dan Wagner (2007) yang bersifat backward looking, penelitian ini membentuk model forward looking Kontribusi Penelitian Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian-penelitian terdahulu sangat sedikit atau boleh dikatakan tidak ada yang menggunakan kerangka teoritis KBM. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa kontribusi. 1) Bagi dunia akademis, penelitian ini dapat menghasilkan bangunan model empirik yang didasarkan pada pemikiran teoritis Konsensus Baru Makroekonomika (KBM) dan kerangka Teori fiskal Aras Harga (TFAH) yang selama ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Bangunan model empirik yang akan dibangun untuk menunjukkan pengaruh 17

18 kebijakan fiskal defisit primer anggaran belanja terhadap PDB riil, inflasi dan neraca transaksi berjalan. 2) Bagi otoritas moneter, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam pengendalian inflasi, sebab pengendalian harga selain dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen moneter, juga dapat menggunakan instrumen fiskal. 3) Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan ekonomi mengenai pentingnya memperhatikan ekspektasi inflasi masyarakat dalam upaya pengendalian inflasi. 18

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN, KETERBATASAN PENELITIAN. menggunakan metode estimasi Metode Momen Umum ( Generalized

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN, KETERBATASAN PENELITIAN. menggunakan metode estimasi Metode Momen Umum ( Generalized BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN, KETERBATASAN PENELITIAN Berdasarkan analisis hasil penelitian yang disajikan dalam Bab IV, model yang menggunakan metode estimasi Metode Momen Umum ( Generalized

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam mempertahankan stabilitas makroekonomi di negara berkembang. Namun, dua kebijakan tersebut menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini 51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN 2.1. Telaah Teoritis Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan terus meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi dari tahun ke tahun. Besar kecilnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, siklus ekonomi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Interaksi kebijakan fiskal dan moneter telah lama menjadi perdebatan di kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal ditetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 85 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi serta menelaah perbedaan pengaruh faktor-faktor tersebut pada masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar tidak diragukan lagi adalah merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perbedaan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian para peneliti dan telah ditelaah secara lebih mendalam di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian para peneliti dan telah ditelaah secara lebih mendalam di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya jumlah uang beredar dalam suatu fungsi produksi menjadi perhatian para peneliti dan telah ditelaah secara lebih mendalam di berbagai literatur selama dua

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan

BAB V PENUTUP. penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan BAB V PENUTUP Sebagai penutup dari skripsi ini, akan disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan disampaikan pula saran yang didasarkan pada hasil kesimpulan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang mampu memproduksi semua apa yang dikonsumsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12.

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12. BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005:07 2014:12. Empat sistem persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini (1993-2012) Indonesia mengalamai dua kali krisis keuangan, yang pertama terjadi pada tahun 1998 yang pada saat itu nilai tukar rupiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter Satuan Acara Perkuliahan 10 Sub Pokok Bahasan: Teori Permintaan Uang Teori Penawaran Uang Keseimbangan Pasar Uang (Kurva LM) Kebijakan Moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terakhir ini digunakan sebagai kounter indikator terhadap ukuranukuran

BAB I PENDAHULUAN. yang terakhir ini digunakan sebagai kounter indikator terhadap ukuranukuran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indikator terakhir keberhasilan pembangunan suatu bangsa adalah ukuran keadilan sosial dan kesinambungan. Tolok ukur pembangunan yang terakhir ini digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat melakukan kontrol langsung atas penawaran uang (Iljas, 1997). Implementasi kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selaku otoritas kebijakan moneter telah berupaya melakukan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selaku otoritas kebijakan moneter telah berupaya melakukan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan fiskal dan moneter adalah bagian integral dari kebijakan makroekonomi yang diharapkan saling berinteraksi secara baik dan saling mendukung guna memberi efek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan. merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan. merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Gross Domestic Product (GDP), Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal Nilai tukar suatu negara menunjukkan harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain(mishkin, 2009:107). Dalam

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gagal bayar (default) sehingga cenderung menuju ketidakstabilan fiskal. Penerapan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gagal bayar (default) sehingga cenderung menuju ketidakstabilan fiskal. Penerapan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berbeda dengan krisis tahun 1997, krisis ekonomi tahun 2010 dan 2012 telah menyebabkan beberapa negara maju termasuk negara-negara yang tergabung dalam masyarakat Uni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia untuk suatu negara dalam otoritas moneter yang digunakan untuk menutupi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian suatu negara merupakan salah satu hal yang penting bagi keberlangsungan negara tersebut. Sebuah negara yang berkembang pasti menghadapi berbagai masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial Tugas Bank Indonesia 1 Kebijakan Moneter 2 Kebijakan Sistem Pembayaran 3 Pengawasan Makroprudensial 4 Keterkaitan Tugas Bank Sentral dengan Sektor Lain 3 SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang menjelaskan bagaimana kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank sentral mempengaruhi aktivitas

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI 1 Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI Tujuan Instruksi Khusus: Mahasiswa dapat memahami hubungan nilai variable permintaan agregat (keynessian), pendapatan nasional keseimbangan dan sistem keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi otoritas kebijakan moneter dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi. Analisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian suatu negara didukung oleh adanya suntikan dana dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKB) ataupun Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak ekonom terutama pelaku pasar keuangan, namun belum terdapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak ekonom terutama pelaku pasar keuangan, namun belum terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, istilah stabilitas sistem keuangan (SSK) telah dikenal oleh banyak ekonom terutama pelaku pasar keuangan, namun belum terdapat definisi baku yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci