BAB VI FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR"

Transkripsi

1 186 BAB VI FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR Faktor-faktor yang memengaruhi pengelolaan pembelajaran kimia dalam hal ini dikaitkan dengan empat aspek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam bab sebelumnya adalah (1) guru, (2) kekuasaan, (3) dana, dan (4) pola berpikir. Faktor guru berkaitan dengan aspek perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Sementara itu, faktor kekuasaan, dana, dan pola berpikir berkaitan dengan aspek perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan. 6.1 Faktor Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran Peran guru dalam perencanaan pembelajaran sangat strategis dan menentukan proses dan hasil perencanaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kualitas aspek perencanaan pembelajaran kimia sesuai dengan standar. Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai awal dari sebuah proses pengelolaan sudah memenuhi standar, baik dari segi proses pelaksanaan menyusun rencana pembelajaran maupun produk yang dihasilkan. Penyebab terlaksananya perencanaan yang baik adalah adanya tuntutan kelengkapan administrasi guru dalam rangka menunjang diberlakukan manajemen ISO (International Standardization Organization).

2 187 Hal yang disebutkan di atas didukung oleh pernyataan guru sebagai berikut. Pengelolaan mengarah ke ISO, berusaha mengikuti prosedur-prosedur ISO walaupun belum 100% (wawancara GG2, tanggal 18 Oktober 2011). Informasi yang dikemukakan di atas diperkuat lagi oleh guru lain yang menuturkan sebagai berikut. Pengadministrasian yang khas dari manajemen ISO, kalau dulu kita kan jarang nulis, kalau sekarang apa yang kita kerjakan ditulis dilaporkan setiap kegiatan itu (wawancara GS4, tanggal 5 Januari 2012). Pernyataan di atas menandakan tuntutan pihak sekolah agar guru membuat administrasi yang lengkap dan teratur, mulai dari silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program semesteran, dan program tahunan. Tagihan ini dalam rangka melengkapi administrasi penilaian manajemen ISO. Dengan kondisi seperti itu guru senantiasa harus berbuat maksimal agar dapat memenuhi harapan sekolah dalam rangka tertib administrasi. Di dalam membuat perencanaan pembelajaran, guru mendapatkan sedikit hambatan dalam menentukan ranah kognitif seperti dalam teori taksonomi Bloom. Pernyataan beberapa guru yang mengemukakan ada kesulitan di dalam penentuan ranah kognitif sesuai dengan teori taksonomi Bloom. Hal itu sangat wajar karena kurikulum yang diterapkan dewasa ini adalah kurikulum berbasis kompetensi. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, keberhasilan siswa didasarkan atas kompetensi siswa secara utuh dalam memahami sesuatu sehingga di dalam silabusnya ada istilah standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) dan indikator. Sementara ini, pihak pengambil kebijakan (Diknas) masih

3 188 mengharapkan guru untuk memilah dan mengklasifikasi kemampuan kognisi siswa menjadi tingkat ingatan, pemahaman, analisis, yang diistilahkan dengan C1, C2, C3, dan seterusnya. Model perencanaan yang dikembangkan ini berpikir dualisme atau ambivalen, yaitu menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dan berpijak seperti yang dilakukan pada saat penerapan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum berbasis konten. Hal seperti ini menimbulkan kesulitan guru di lapangan, sementara itu guru tidak memiliki keyakinan dan keberanian untuk berdiskusi lebih mendalam. Guru mengalami kesulitan merencanakan pengembangan dan penilaian karakter siswa dalam perencanaan pembelajaran. Pengembangan dan penilaian karakter siswa diharapkan oleh pihak Diknas dimunculkan dalam perencanaan pembelajaran. Namun, penjelasan dan diskusi yang dilakukan antara guru dan pihak pengawas dan antar guru sendiri masih ada perbedaan persepsi. Pihak Diknas sementara ini belum memberikan konsep yang tegas bagaimana hal tersebut semestinya dilakukan. Dengan situasi seperti itu guru mengembangkan sendiri dalam memasukkan pengembangan dan penilaian karakter siswa di dalam perencanaan pembelajaran. Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran sangat penting dan menentukan, karena guru sebagai pemegang kendali untuk mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kompetensi dan profesionalisme guru sangat menentukan kualitas pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses manajemen yang dilakukan di kelas maupun di laboratorium, dalam upaya mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang

4 189 ingin dicapai adalah pencapaian kompetensi siswa yang telah dituangkan di dalam perencanaan pembelajaran. Kegiatan manajemen kelas adalah proses pemberdayaan sumber daya, baik material, fasilitas, maupun orang di dalam kelas oleh guru sehingga memberikan dukungan terhadap kegiatan pembelajaran. Aktivitas dalam kelas, baik guru maupun siswa, dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Oleh karena itu, lingkungan fisik kelas berupa sarana dan prasarana kelas harus dapat memenuhi dan mendukung interaksi yang terjadi sehingga harmonisasi kehidupan kelas dapat berlangsung dengan baik. Kriteria minimal situasi dalam kelas meliputi aman, estetika, sehat, cukup, bermutu, dan nyaman (Rukmana, 2010). Aspek pelaksanaan proses pembelajaran merupakan muara dari implementasi kurikulum, yaitu bagaimana agar isi atau pesan kurikulum dapat dicerna oleh peserta didik secara tepat dan optimal. Proses pelaksanaan pembelajaran semestinya sesuai dengan perangkat pembelajaran. Hasil penelitian yang dibedah melalui wawancara, dan observasi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tidak dilakukan dengan optimal, tidak sesuai dengan standar. Silabus mata pelajaran kimia mencanangkan kegiatan-kegiatan praktikum untuk menanamkan konsep tertentu. Karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk tidak bisa diabaikan karena merupakan hal yang sangat prinsip. Pelaksanaan praktikum kimia di tempat dilakukan penelitian ternyata sangat minim, jauh dari tuntutan kurikulum, guru mengingkari perencanaan pembelajarannya.

5 190 Dari observasi yang dilakukan dalam pembelajaran praktikum yang dilakukan guru, tampak jelas bahwa keterampilan guru mengelola praktikum dan keterampilan siswa melakukan praktikum sangat rendah. Kondisi ini menandakan intensitas praktikum kimia yang dilakukan sangat minim. Observasi pembelajaran kimia di kelas kalau dilihat dari alur pembelajaran, sudah mengikuti standar, ada pembukaan, kegiatan inti, dan penutup. Di dalam kegiatan inti pembelajaran sesungguhnya, ada banyak peluang untuk melakukan kreasi yang menjadikan pembelajaran tersebut inovatif dan bermakna. Ada beberapa pengembangan informasi dan pendalaman materi yang semestinya dapat dilakukan oleh guru agar pembelajaran menjadi bermakna, tetapi hal itu tidak dilakukan, tidak muncul. Upaya pengaktifkan siswa dilakukan dengan latihan soal secara berkelompok. Berdasarkan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran kimia yang disebutkan di atas, ternyata profesionalisme guru masih rendah. Secara teoretis implementasi kurikulum merupakan operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Implementasi kurikulum merupakan hasil terjemahan guru terhadap kurikulum yang dijabarkan ke dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai rencana tertulis. Mulyasa (2008) mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh dalam implementasi kurikulum, yaitu (1) karakteristik kurikulum, (2) strategi implementasi, dan (3) karakteristik pengguna kurikulum. Karakteristik kurikulum, yaitu mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna di lapangan. Strategi implemetasi, yaitu strategi yang

6 191 digunakan dalam implementasi, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan. Karakteristik pengguna kurikulum meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran. Jadi, dari uraian di atas diketahui faktor guru sangat besar peranannya dalam implementasi kurikulum. Peran guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran sangat menentukan arah perkembangan kecerdasan siswa. Penilaian pembelajaran kimia dilakukan dalam tiga domain yaitu penilaian kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian dalam proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Kualitas aspek penilaian dalam pengelolaan pembelajaran kimia ditemukan bahwa penilaian dalam domain kognitif kualitasnya baik, sedangkan penilaian dalam domain afektif dan psikomotorik kualitasnya rendah. Penilaian domain/ ranah kognitif yang dilakukan cukup bervariasi, dilihat dari bentuk dan jenis penilaian. Guru melakukan penilaian dalam bentuk tes dan nontes. Penilaian dalam bentuk tes dilakukan dalam pembelajaran keseharian sebagai tes harian, ada tes tengah semester, dan tes akhir semester. Penilaian nontes diberikan dalam bentuk tugas-tugas dan pekerjaan rumah sebagai penilaian portofolio, yang dikerjakan dalam buku khusus kumpulan tugas siswa. Hasil penilaian digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan remedi, perbaikan pembelajaran, dan laporan hasil studi peserta didik. Jika dilihat dari sisi bentuk penilaian, program penilaian, jenis alat evaluasi, dan tujuan penilaian dalam

7 192 penilaian ranah kognitif, sudah dilakukan dengan baik sesuai dengan standar. Hal ini didukung oleh orientasi guru mengutamakan ranah kognitif, dan adanya tuntutan agar sukses menghadapi ujian nasional dan lomba akademik. Guru sangat bersemangat untuk menyukseskan siswa di dalam menghadapi ujian nasional dan lomba-lomba akademik. Guru lebih mengutamakan kompetensi siswa dalam ranah kognitif, sehingga orientasi utama yang dilakukan adalah memberikan latihan soal, meningkatkan kualitas soal. Guru menyediakan waktu tambahan pada siswa untuk kegiatan program pengayaan. Program pengayaan menekankan pada pemahaman konsep-konsep dan menjawab soal-soal yang terkait dengan ujian nasional. Hal ini terjadi karena guru merasa malu kalau anak didiknya tidak berhasil menghadapi ujian nasional pada mata pelajaran yang diasuhnya. Pada dewasa ini, yang dianggap sebagai indikator keberhasilan pembelajaran di sekolah menurut pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat adalah apabila siswa berhasil dalam menghadapi ujian nasional. Persepsi yang menganggap keberhasilan pembelajaran jika sukses menghadapi ujian nasional saja, sebagai persepsi yang keliru karena masih ada beberapa indikator lain yang harus diperhatikan. Penilaian domain/ranah afektif dan psikomotorik semestinya dilakukan secara seimbang dengan penilaian ranah kognitif. Berdasarkan penjelasan yang dituangkan di dalam bab V yang terkait dengan penilaian, sesungguhnya dalam perangkat pembelajaran, penilaian ranah afektif dan psikomotorik sudah direncanakan, tetapi belum terealisasi dengan baik ketika proses pembelajaran dilakukan. Penilaian hasil belajar pada tingkat kelas adalah penilaian yang dilakukan oleh guru secara langsung.

8 193 Penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan tingkah laku yang bersangkutan. Dengan demikian, di samping penilaian ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotorik harus diamati kemajuannya. Ranah afektif dan psikomotorik tidak mungkin dapat diketahui kemajuannya hanya dengan tes tertulis, tetapi harus dengan tes perbuatan, bahkan dalam bentuk nontes. Misalnya, dengan mengadakan observasi, wawancara, lembar pendapat, atau yang lain sesuai dengan kepentingan. Dalam upaya merealisasikan kegiatan penilaian ranah afektif dan psikomotorik tersebut, setiap guru dituntut untuk memahami berbagai hal yang berkaitan dengan penilaian agar dalam pelaksanaannya tidak menekankan pada aspek tertentu terutama aspek pengetahuan (intelektual). Mulyasa (2008) menyatakan bahwa kebanyakan guru menilai peserta didik dalam perubahan perilaku pengetahuan, karena tidak memiliki pemahaman serta kurangnya pengalaman dan kemampuan dalam melakukan penilaian dalam aspek sikap dan keterampilan. Ini terjadi karena kebanyakan petunjuk atau pedoman penilaian hasil belajar hanya merujuk pada penilaian perilaku kognitif. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar oleh guru tidak cukup dilakukan dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas. Dalam hal ini penilaian harus dilakukan juga terhadap proses belajar selama pembelajaran berlangsung.

9 194 Aspek-aspek penilaian afektif dan psikomotorik dapat dirumuskan lebih operasional apabila melakukan pembelajaran yang banyak melibatkan gerakan dan sikap. Pembelajaran yang relatif banyak melibatkan aspek gerakan dan sikap dalam pelajaran kimia adalah kegiatan praktikum. Dalam hal kegiatan praktikum memerlukan keterampilan- keterampilan tertentu yang bersifat fisik dan psikis. Jika kegiatan praktikum dalam pembelajaran kimia sangat minim dilakukan, maka akan sangat sulit melihat perkembangan perilaku siswa dalam ranah afektif dan psikomotorik. Kebanyakan guru dalam mengisi nilai afektif yang harus ada dalam rapor siswa dilakukan tanpa data yang akurat. Minimnya intensitas penilaian afektif dan psikomotorik yang dilakukan guru, tidak lepas dari orientasi pikiran dan perhatian dari kepala sekolah dan pengawas yang minim terhadap ranah afektif dan psikomotorik. Sampai pada dewasa ini pemerintah, kepala sekolah, guru, dan masyarakat masih menggunakan indikator kecerdasan intelektual sebagai keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, baik di dalam proses pembelajaran maupun penilaian lebih diutamakan aspek kognitif dibandingkan dengan aspek afektif dan psikomotorik. Dalam hal ini telah terjadi pengebirian pengembangan sikap dan keterampilan. Sehubungan dengan itu, kecenderungan yang terjadi adalah ketidakseimbangan kecerdasan peserta didik. Sementara itu, pendidikan diharapkan menjadikan peserta didik manusia yang utuh, dalam arti memiliki kecerdasan yang seimbang antara intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.

10 Faktor Kekuasaan dalam Pengelolaan Pembelajaran Kekuasaan yang berhubungan dengan pengelolaan pembelajaran yang dimaksud dalam hal ini yaitu pimpinan di sekolah, pengawas, dan pemerintah yaitu pihak Dinas pendidikan. Dalam praktik pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru senantiasa mengikuti kebijakan pimpinan di sekolah. Kebijakan yang diambil oleh pimpinan sekolah bersumber dari tuntutan struktur di atasnya yaitu Diknas yang terkadang disampaikan melalui pengawas sekolah. Tuntutan yang disampaikan oleh pimpinan di Diknas di daerah bersumber dari harapan pimpinan di daerah yakni Bupati atau Gubernur. Peran kekuasaan dalam perencanaan pembelajaran terletak pada tagihan yang di harapkan oleh sekolah agar memenuhi administrasi sekolah untuk kepentingan penerapan manajemen ISO. Pihak pengawas juga menuntut perangkat pembelajaran mulai dari silabus, RPP, dan hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pembelajaran. Sebagai guru wajib melakukan hal tersebut karena bagian dari tugas pokok dan fungsi sebagai pendidik. SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar dalam status RSBI wajib memiliki sertifikat manajemen ISO sebagai salah satu syarat sekolah ketika akan dinilai. Dalam upaya memeroleh sertifikat tersebut, sekolah harus memohon untuk mendapatkan pembinaan oleh sebuah lembaga konsultan tertentu. Di sekolah dibentuk wakil pimpinan sekolah yang khusus menangani kegiatan menuju manajemen ISO. Pihak konsultan memberikan sosialisasi dan pelatihan yang terkait dengan audit internal, dan diberikan format-format yang harus diisi. Lembaga ini berpusat di Jerman,

11 196 memiliki kantor di Jakarta, dan ada kantor cabangnya di Denpasar. Lembaga ini telah diakui sebagai lembaga internasional yang sudah berkualitas. Biaya yang dikeluarkan untuk mendanai pihak konsultan sekitar Rp ,00 (delapan puluh juta rupiah). Dalam waktu sekitar tiga bulan dilakukan pembinaan, kemudian setelah dianggap layak, selanjutnya didatangkan tim audit dari pusat yang merupakan rekan kerja dari lembaga konsultan tersebut. Setelah dilakukan audit dan dilakukan pemantauan selanjutnya diberikan sertifikat manajemen ISO. Fotocopy sertifikat manajemen ISO dapat dilihat pada Lampiran 7. Pelaksanaan audit dilakukan setiap tahun. Jadi, untuk sampai pada perolehan sertifikat manajemen ISO mulai dari sosialisasi, pelatihan, pembinaan, dan audit, ternyata biaya yang diperlukan sampai ratusan juta rupiah. Penerapan model manajemen ISO menekankan pada tertib administrasi dengan seluruh kegiatan menggunakan SOP (standar operasional prosedur). Adanya lembaga internasional yang berperan dalam menentukan mutu pendidikan di SMA yang berstatus RSBI, berarti ada peran pihak asing yang bermain dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dengan biaya yang relatif besar diperuntukkan untuk mendapatkan sertifikat tersebut dapat dikatakan sebagai masuknya pola kerja kapitalis yang cenderung komudikatif. Persyaratan sekolah dengan status RSBI harus memiliki sertifikat manajemen ISO tidak lepas dari aturan yang dibuat oleh struktur yang di atas, berarti ada peran kekuasaan yang berpengaruh. Peran kekuasaan dalam pelaksanaan pembelajaran terlihat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru, dalam melaksanakan proses

12 197 pembelajaran mengikuti arahan dan kebijakan yang ditetapkan oleh sekolah. Sekolah yang berstatus RSBI difavoritkan oleh masyarakat di sekitarnya, dan diunggulkan. Predikat sekolah unggulan di masyarakat karena keberhasilannya di dalam ajang lomba-lomba akademik, seperti olimpiade sains, lomba matematika dan yang sejenisnya. Citra favorit dan unggul yang sudah terbentuk di masyarakat, cenderung dipertahankan oleh sekolah. Usaha yang dilakukan dalam rangka mempertahankan citra tersebut, maka guru ditugaskan menyiapkan siswa untuk mengikuti lombalomba akademik. Siswa yang disiapkan untuk kegiatan lomba, memeroleh bimbingan khusus dalam upaya meningkatkan penguasaan materi ajar, dengan cara latihan membahas soal-soal. Guru, dalam proses pembelajaran melalui kebijakan sekolah menerapkan jam tambahan pada sore hari setelah jam reguler berlangsung. Pembelajaran tambahan ini sebagai proses pemantapan pada mata pelajaran yang diujikan dalam UN, termasuk pelajaran kimia. Hal tersebut di atas sesuai pernyataan guru dari hasil wawancara sebagai berikut. Sebelum kita ditunjuk RSBI untuk lomba-lomba tetap ada pembinaannya, termasuk juga untuk UN juga sudah persiapan. Setelah ditunjuk menjadi RSBI program sebelumnya tetap dilakukan dan malah ditingkatkan, ditambah kegiatan sore pengayaan khusus mata pelajaran MIPA, plus bahasa Inggris karena itu pagunya dari pusat (wawancara GG3, tanggal 18 Oktober 2011). Pandangan Kartono (2009: 85) menyatakan dalam sudut pandang birokrasi pemerintah, guru dilihat sebagai bagian mesin birokrasi pendidikan di tingkat sekolah. Guru dipandang sebagai kepanjangan tangan birokrasi, karena itu sikap dan tingkah lakunya mesti sepenuhnya tunduk pada ketentuan-ketentuan birokrasi. Guru

13 198 diperlakukan ibarat bawahan atau staf, sementara pertimbangan kelayakan profesi kurang diperhatikan. Guru, dalam melaksanakan pembelajaran di kelas juga melakukan permainan kekuasaan, karena ketika di dalam kelas guru memiliki kekuasaan tersendiri dalam menngelola pembelajaran. Permainan kekuasaan yang dilakukan guru dapat ditemukan dari hasil observasi, ternyata guru tidak selalu melaksanakan pembelajaran seperti dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan keyakinannya yang dianggap cocok dan benar. Peran kekuasaan dalam penilaian pembelajaran tidak jauh berbeda dengan peranannya dalam proses pembelajaran. Kebijakan sekolah menuntut agar siswa berhasil dalam menempuh UN dan lomba akademik seperti yang sudah disebutkan di atas. Kebijakan ini dibebankan kepada guru untuk menyukseskannya. Guru sebagai ujung tombak yang berinteraksi langsung dengan siswa, melaksanakan pembelajaran dan penilaian dengan strategi tertentu. Dengan adanya tuntutan tersebut maka guru lebih mengutamakan pada penilaian ranah kognitif. Guru sangat bersemangat untuk menyukseskan siswa di dalam menghadapi ujian nasional dan lomba-lomba akademik. Guru lebih mengutamakan kompetensi siswa dalam ranah kognitif, sehingga orientasi utama yang dilakukan adalah memberikan latihan soal, meningkatkan kualitas soal. Guru menyediakan waktu tambahan pada siswa untuk kegiatan program pengayaan. Program pengayaan menekankan pada pemahaman konsep-konsep dan menjawab soal-soal yang terkait dengan ujian nasional. Hal ini terjadi karena guru merasa malu kalau anak didiknya

14 199 tidak berhasil menghadapi ujian nasional pada mata pelajaran yang diasuhnya. Pada dewasa ini, yang dianggap sebagai indikator keberhasilan pembelajaran di sekolah menurut pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat adalah apabila siswa berhasil dalam menghadapi ujian nasional. Uraian yang disebutkan di atas ditunjang oleh pernyatan guru sebagai berikut. Kalau sebelumnya yang UN pengayaannya kelas XII saja, kalau sekarang semua siswa. Nilai UN di kimia bisa kita pertahankan, kita di tim kimia selalu saling mengisi gitu, misalnya si A ngajar di kelas ini nanti pengayaannya di cros, diajar guru yang lain, sehingga bisa saling melengkapi untuk mengarah ke terbaik (wawancara GG2, tanggal 18 Oktober 2011). Sementara ini ada persepsi yang perlu diluruskan tentang UN yang berkembang dalam dunia pendidikan. Persepsi yang menganggap keberhasilan pembelajaran jika sukses menghadapi ujian nasional saja, sebagai persepsi yang keliru karena masih ada beberapa indikator lain yang harus diperhatikan. Strategi penilaian hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) penilaian hasil belajar tingkat nasional dilakukan oleh pemerintah, (2) penilaian hasil belajar tingkat sekolah yang dilakukan oleh sekolah, (3) penilaian hasil belajar tingkat kelas yang dilakukan oleh guru. Mulyasa (2008: ) menyatakan bahwa UN merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menentukan standar mutu pendidikan (pemetaan). Kebijakan ini berkaitan dengan berbagai aspek yang dinamis, seperti budaya, kondisi sosial ekonomi, bahkan politik dan keamanan sehingga selalu rentan terhadap perbedaan dan kontroversi sejalan dengan perkembangan masyarakat.

15 200 Kebijakan tersebut merupakan keputusan politik atau politik pendidikan, yang menyangkut kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam batas-batas tertentu dapat dipolitisir untuk kepentingan kekuasaan. Peran kekuasaan dalam pengawasan pembelajaran sangat menentukan kinerja guru dalam pengelolaan pembelajaran. Tugas pengawasan pembelajaran dilakukan oleh pimpinan sekolah dan pengawas dari Diknas setempat. Kinerja guru kimia di SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar senantiasa mengikuti arahan dan bimbingan yang dilakukan oleh pimpinan sekolah, dan pengawas dari Diknas. Harapan dan tuntutan yang disampaikan oleh pihak pengawas senantiasa dipatuhi oleh guru. Dengan demikian kinerja dan cara berpikir guru yang berkaitan dengan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh peran pimpinan sekolah dan pengawas dari Diknas. Dalam proses pengawasan selain dilakukan pemantauan, pengawasan, juga harus melakukan supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut. Bentuk-bentuk kegiatan dalam proses pengawasan itu memberikan penilaian terhadap proses pembelajaran, kemudian memberikan masukan tentang hal-hal apa yang perlu diperbaiki dan yang lainnya. Dengan demikian jelas tampak peran pengawas memiliki kekuasaan untuk mengarahkan guru untuk melakukan sesuatu yang diharapkan. Hal tersebut seperti pernyataan yang dikemukakan guru berikut. Kalau misalnya dalam lomba-lomba mata pelajaran tertentu kita tidak masuk final atau kalah dengan sekolah lain, guru-guru dikumpulkan ditanya kenapa dalam lomba kita tidak masuk final atau kalah dengan sekolah lain, dilakukan pengkajian bersama, dikasi pengarahan oleh kepala sekolah (wawancara GS3, tanggal 4 Oktober 2011).

16 201 Kekuasaan pada umumnya bersifat jaringan terstruktur yang dipratikkan dalam sebuah ranah atau ruang tertentu. Menurut Foucault (dalam Barker, 2008) menyatakan adanya hubungan timbal balik yang saling membentuk antara kekuasaan dan pengetahuan, sehingga pengetahuan menjadi tak dapat dipisahkan dari rezim kekuasaan. Tilaar (2003: 87 88) menyatakan bahwa ada kaitan yang erat antara pendidikan dan kekuasaan. Justru karena adanya kekuasaan itulah terjadi proses pendidikan. Kekuasaan dalam pendidikan diharapkan sebagai kekuasaan yang transformatif bukan transmitif. Dalam kekuasaan yang transformatif proses terjadinya hubungan kekuasaan tidak ada bentuk subordinasi antara subjek dengan subjek lain. Kekuasaan transformatif bahkan membangkitkan refleksi, dan refleksi tersebut menimbulkan aksi. Orientasi yang terjadi dalam aksi tersebut merupakan orientasi advokatif. Jadi, dalam pengelolaan pembelajaran tidak bisa lepas dari peran kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud dalam hal ini bertujuan untuk menjadikan guru lebih kompeten dan profesional. 6.3 Faktor Dana dalam Pengelolaan Pembelajaran Dana dalam hal ini termasuk dalam modal ekonomi yang meliputi uang, fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mendukung pengelolaan pembelajaran. Dana atau modal ekonomi memiliki fungsi utama dalam semua aspek pengelolaan pembelajaran baik perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan. Seluruh

17 202 aspek tersebut melibatkan guru, kepala sekolah, pengawas, dan siswa yang memerlukan dana ataupun fasilitas untuk mendukung kegiatannya. Peran dana dalam proses perencanaan pembelajaran yang dilakukan pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar yaitu dalam kegiatan workshop, diskusi dan pencetakan produk berupa perangkat pembelajaran. Guru menyatakan bahwa ada alokasi dana yang diperuntukkan untuk mengadakan workshop di tingkat sekolah, yang dilanjutkan dengan diskusi di tingkat musyawarah guru mata pelajaran, dan adanya insentif yang diberikan kepada guru sebagai imbalan hasil kerja guru berupa perangkat pembelajaran. Pernyataan lain yang terkait dengan faktor insentif dan dana yang mendukung aspek perencanaan pembelajaran seperti petikan wawancara berikut. Ada reward, setiap kerja itu dihargai. Kehadiran dengan pingerprint dihargai juga, ada kehadiran harian ada khusus, makin banyak kerja makin banyak reward- nya. Berpengaruh ini (wawancara GG1, tanggal 18 Oktober 2011). Pernyataan tersebut didukung lagi oleh ungkapan guru lain sebagai berikut....itu dah salah satunya memberikan akses yang maksimum, kalau dulu terbatas. Sekarang disediakan ruang kerja, tersedia komputer, kertas, bukubuku, mengarah ke manajemen mutu sehingga guru itu tinggal mengerjakan apa yang mau dikerjakan. Bahkan, dihargai, dibayar setelah membuat perangkat pembelajaran (wawancara GG3, tanggal 18 Oktober 2011). Berdasarkan pernyataan tersebut di atas bahwa adanya dana (uang) sangat besar memberikan motivasi kerja kepada guru. Ketika guru hadir, kemudian bekerja dan menghasilkan produk berupa perangkat pembelajaran itu dihargai dengan memberikan insentif yang pantas, maka guru lebih semangat dalam melaksanakan tugasnya.

18 203 Peran dana dalam pelaksanaan pembelajaran, tidak jauh berbeda dengan kegiatan lain. Proses pembelajaran tidak bisa lepas dari fasilitas pendukung terlaksananya pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan fasilitas pendukung yang ada di sekolah untuk terlaksananya pembelajaran kimia sangat memadai. Ruang kelas untuk kegiatan belajar mengajar sangat memadai, ruang laboratorium kimia sangat memadai, alat dan bahan kimia cukup memadai, ruang perpustakaan beserta buku pelajaran sangat memadai. Media pendukung pembelajaran berupa alat-alat teknologi informasi sangat memadai dan dapat berfungsi dengan baik. Jadi, sarana dan prasarana pendukung pembelajaran yang ada di sekolah sangat mendukung terlaksananya proses pembelajaran. Faktor pendukung lain yang memungkinkan proses pembelajaran berjalan dengan baik adalah siswa. Siswa yang masuk di sekolah SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar dalam status RSBI adalah siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik. Rasa ingin tahu siswa cukup tinggi, motivasi belajar dan aktivitas belajarnya sangat baik. Siswa memiliki sikap kritis dan berani dalam berargumentasi dan menyampaikan pendapatnya. Dari sisi latar belakang ekonomi siswa cukup baik, yaitu sebagaian besar berada pada level ekonomi keluarga menengah ke atas. Fasilitas belajar yang dimiliki siswa secara individu cukup memadai, lengkap, dan sangat menunjang kegiatan belajarnya. Uraian di atas ditunjang oleh pernyataan guru seperti berikut. Kemudian dari sisi sarana, saya rasa sudah mencukupi, sarana multi media misalnya, kita sebenarnya setiap kelas sudah tersedia alat lcd, kemudian untuk di lab, memang belum lengkap, tapi untuk pembelajaran di SMA sudah cukup memadai. Tenaga perpustakaan sudah ada diambil dari pegawai honor, dan

19 204 sekarang sudah ada tenaga pengelola perpustakaan dari guru bahasa indonesia (wawancara GS 2, tanggal 4 Oktober 2011). Informasi mengenai dana diperkuat lagi oleh tuturan guru lain sebagai berikut. Termasuk melanjutkan program program yang dulu didanai dari pusat, yang terakhir dapat 100 juta, dulu malah sempat dapat 500 juta dari pusat, itu dipakai untuk pengadaan fasilitas (wawancara GG2, tanggal 18 Oktober 2011). Peran dana dalam kegiatan penilaian terletak pada kegiatan ujian dilakukan. Sekolah dalam proses penilaian melaksanakan ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Proses pelaksanaan ujian memerlukan persiapan pembentukan panitia ujian, pembuatan naskah soal, penggandaan soal, yang dilakukan dalam beberapa kali pertemuan untuk bekerja. Dalam pertemuan tersebut diperlukan konsumsi, insentif bagi yang bertugas. Dalam pelaksanaan ujian juga diperlukan konsumsi bagi guru dan pegawai yang bertugas, insentif untuk yang bertugas mengawas, dan pembelian fasilitas lain untuk mendukung terselenggaranya proses ujian. Peran dana dalam pengawasan pembelajaran terletak pada fasilitas yang digunakan oleh kepala sekolah untuk melakukan pengawasan dari ruang kerjanya. Untuk kegiatan pengawasan dari ruang kerja, maka diperlukan kamera cctv di dalam kelas dan layar monitor di ruang kerja kepala sekolah. Pengadaan fasilitas seperti itu jelas memerlukan dana. Berkaitan dengan pengawasan dari luar yaitu dari Diknas sekolah secara langsung tidak mengeluarkan dana paling sekedar konsumsi sebagai cara penerimaaan tamu yang normatif. Uang transport pengawas biasanya diberikan oleh pihak Diknas.

20 205 Jadi, dalam kegiatan pengelolaan pembelajaran secara keseluruhan, keberadaan dana (uang) sangat menentukan kualitas proses. Wacana yang sering muncul di masyarakat mengatakan, bahwa uang memang bukan segalanya, tetapi semua kegiatan memerlukan uang. Dengan demikian faktor dana sangat berpengaruh pada kualitas terselenggaranya program dalam satuan pendidikan. 6.4 Faktor Pola Berpikir dalam Pengelolaan Pembelajaran Pengelolaan pembelajaran berhubungan langsung dengan guru, sementara itu kinerja guru banyak dipengaruhi oleh pimpinan sekolah, pengawas dan penguasa dalam hal ini pihak Diknas. Sasaran pelaksanaan pembelajaran dan penilaian yang dilakukan oleh guru adalah keberhasilan siswa dalam menghadapi ujian nasional dan lomba-lomba akademik. Orientasi berpikir seperti tersebut karena adanya tuntutan dari pihak pimpinan sekolah. Pimpinan sekolah dituntut oleh struktur yang lebih di atas yaitu pemerintah dalam hal ini Diknas melalui pengawas. Pola berpikir guru yang berorientasi agar siswa berhasil UN dan lomba-lomba akademik, mengakibatkan proses pembelajaran mengutamakan latihan soal, dan evaluasi lebih banyak porsinya dalam peniliaian ranah kognitif. Sementara itu, kegiatan praktikum, penilaian ranah afektif dan psikomotorik nyaris terabaikan. Pola berpikir yang dianut adalah pola berpikir pragmatis, ingin memperoleh hasil dengan segera. UN bukan lagi sebagai instrumen pemetaan tetapi sudah menjadi tujuan oleh guru dan sekolah. Ketika pola berpikir pendidik di sekolah lebih mengutamakan UN maka dalam tindakan dan proses pembelajaran mengarahkan untuk hal tersebut. Hal

21 206 ini sejalan dengan konsep yang ada di dalam filsafat pendidikan mengenai gagasan tentang manusia. Gagasan tentang manusia akan menentukan pendidikan macam dan model apa yang akan diterapkan terhadap siswa. Browne (2008) menyatakan bahwa pikiran adalah gaya dan energi, sebuah kekuatan yang kreatif. Setiap segi kehidupan itu dimunculkan oleh pikiran. Ada pikiran yang luhur, hina, rendah, mulia, baik, dan jahat. Semua keberhasilan dan kegagalan merupakan akibat dari pikiran. Jadi, dapat dikatakan bahwa pikiran yang memengaruhi ucapan dan tindakan. Segala sesuatu yang dilakukan tergantung dari apa yang dipikirkan, artinya pola berpikir memengaruhi tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 6.5 Pembahasan Pengelolaan pembelajaran meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan pembelajaran. Kualitas pengelolaan pembelajaran kimia di SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar yang dipaparkan di atas, ternyata ada aspek pengelolaan pembelajaran yang berkualitas baik dan ada aspek pembelajaran kimia yang berkualitas rendah. Faktor-faktor pendukung yang menjadikan berkualitas baik dan faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan berkualitas rendah, telah diuraikan pada uraian sebelumnya. Faktor-faktor tersebut dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang memengaruhi kualitas pengelolaan pembelajaran kimia. Setelah dilakukan pengategorian maka dapat dinyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kualitas pengelolaan pembelajaran kimia adalah (1) guru, (2) pimpinan/ kekuasaan,, (3) dana/modal ekonomi, dan (4) pola berpikir.

22 207 Guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum di sekolah sangat menentukan kualitas proses pembelajaran. Guru di dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting, seperti yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan bahwa bagaimanapun hebatnya kurikulum yang tertulis jika berada di tangan guru yang tidak kompeten, maka kurikulum itu tidak akan bermakna. Peranan guru sangat menentukan untuk tercapainya kurikulum dan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, guru harus kompeten dan profesional. Di samping guru yang menentukan kualitas proses pembelajaran, juga pimpinan sekolah. Pimpinan sekolah wajib memberikan pengarahan, meminta tagihan kepada guru, sesuai dengan tujuan dan orientasi berpikirnya. Pimpinan di sekolah sering berperan sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah dalam hal ini Diknas di daerah (penguasa). Kebijakan yang diberlakukan di sekolah pada umumnya merupakan kebijakan dari pihak Diknas. Pengawas satuan pendidikan juga memegang peran yang strategis dalam menentukan kualitas proses pembelajaran. Pengawas memiliki wewenang untuk melakukan pemantauan, supervisi, dan evaluasi pada guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dalam proses pengawasan tersebut ada kegiatan diskusi, pengarahan, untuk perbaikan pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan seorang pengawas yang kompeten dan profesional. Proses pembelajaran di sekolah selalu memerlukan sarana, prasarana pembelajaran, apalagi materi kimia yang mewajibkan adanya praktikum, tidak boleh lepas dari alat-alat dan bahan kimia. Sarana penunjang pembelajaran ini bisa

23 208 diadakan apabila ada dana yang mendukung. Keadaan dana pada SMA RSBI sesungguhnya sangat memadai untuk keperluan pengelolaan pendidikan dan pembelajaran. Pola berpikir atau paradigma berpikir guru, pimpinan sekolah/penguasa, dan pengawas sangat memengaruhi kualitas pengelolaan pembelajaran. Pola berpikir yang senantiasa teratur mengikuti peraturan yang sudah digariskan dan direncanakan cenderung menghasilkan sesuatu yang lebih berkualitas. Akan tetapi, apabila pola berpikir hanya berorientasi pada satu aspek saja, maka keberhasilan aspek tersebut yang berkualitas baik, sementara aspek-aspek lain terabaikan. Pada dewasa ini guru cenderung mengikuti pola berpikir atau orientasi berpikir struktur yang lebih di atas, walaupun sudah ada pedoman pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan berupa kurikulum. Menurut Mulyasa implemetasi kurikulum dipengaruhi oleh karakteristik kurikulum, strategi implementasi, dan karakteristik pengguna kurikulum. Mars 1998 dalam Mulyasa (2008) mengemukakan tiga faktor yang memengaruhi implemetasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal yang datang dari dalam diri guru sendiri. Dari berbagai faktor tersebut guru merupakan faktor penentu di samping faktor-faktor yang lain (Mulyasa, 2008). Hal senada juga dikemukakan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan, tanpa guru yang kreatif dan dapat diandalkan penguasaan materinya, mustahil suatu sistem pendidikan berikut kurikulum serta muatan kurikulernya dapat mencapai hasil yang diidealkan. Kurikulum memang penting,

24 209 tetapi bisa berhenti sebagai perangkat mati yang masih membutuhkan sosok-sosok guru untuk menerjemahkan dalam praksis pengajaran (Kartono, 2009). Empat faktor yang disebutkan di atas yang berpengaruh dalam pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar, sejalan dengan teori praktik sosial yang dikemukakan oleh Bordieu. Bordieu menyatakan sebuah rumus yang menerangkan mengenai praktik sosial, yaitu (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik (Bordieu, 1984 dalam Harker, 2009). Habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dan realitas sosial. Individu menggunakan habitus dalam berurusan dengan realitas sosial. Habitus merupakan struktur objektif yang terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu yang lain dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam ruang sosial. Habitus diindikasikan oleh skema-skema yang merupakan perwakilan konseptual dari benda-benda dalam realitas sosial. Dalam tingkah laku seseorang, penyesuaian diri sering kali terimpilkasikan melalui sense seseorang pada keberjarakan sosial atau terimplikasikan dalam sikap-sikap tubuh mereka. Oleh sebab itu, tempat dan habitus seseorang membentuk basis persahabatan, cinta, dan hubungan pribadi lainnya dan mengubah kelas-kelas teoretis menjadi kelompokkelompok real. Menjadi jelas bahwa habitus dapat dipandang bekerja pada tingkat bawah sadar. Modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Setiap ranah menuntut individu untuk memiliki modalmodal khusus agar dapat hidup secara baik dan bertahan di dalamnya. Menurut

25 210 Bordieu, definisi modal sangat luas dan mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut yang tak tersentuh. Namun, memiliki signifikansi secara kultural, misalnya prestise, status, dan otoritas yang dirujuk sebagai modal simbolik serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi). Modal budaya dapat mencakup rentangan luas seperti seni, pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa. Modal mesti ada di dalam sebuah ranah agar ranah tersebut dapat memiliki arti (Harker, 2009). Ranah diartikan sebagai jaringan relasi antarposisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Konsepsi ranah yang digunakan Bordieu tidak dipandang sebagai ranah yang berpagar di sekelilingnya, tetapi sebagai ranah kekuatan. Ranah merupakan ranah kekuatan yang secara parsial bersifat otonom dan juga merupakan suatu ranah yang di dalamnya berlangsung perjuangan posisi-posisi. Perjuangan ini dipandang mempertahankan ranah kekuatan. Posisi-posisi ditentukan oleh pembagian modal khusus untuk para aktor yang berlokasi di dalam ranah tersebut. Ketika posisi-posisi dicapai mereka dapat berinteraksi dengan habitus untuk menghasilkan postur berbeda yang memiliki suatu efek tersendiri pada ekonomi pengambilan posisi di dalam ranah tersebut. Praktik merupakan suatu produk dari relasi antara habitus sebagai produk sejarah dan ranah yang juga merupakan produk sejarah. Pada saat bersamaan, habitus dan ranah juga merupakan produk dari medan daya-daya yang ada di masyarakat. Dalam suatu ranah ada pertaruhan kekuatan- kekuatan orang yang memiliki banyak

26 211 modal dan orang yang tidak memiliki modal. Modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Setiap ranah menuntut individu untuk memiliki modal-modal khusus agar dapat hidup secara baik dan bertahan di dalamnya. Di dalam ranah pertarungan sosial selalu terjadi. Mereka yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan kebanyakan individu akan lebih mampu melakukan tindakan mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki modal. Bordieu menggunakan atribut utama tentang praktik, yaitu konsep-konsep tentang otonomi relatif, trajektori personal, dan kelas, dan terutama sifat dasar strategi dan perjuangan posisi-posisi di dalam ranah. Berlandaskan pemikiran praktik sosial Bordieu, kalau mencermati faktorfaktor yang memengaruhi kualitas pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar dalam ststus RSBI adalah merupakan modal-modal yang sudah dimiliki oleh sekolah. Faktor guru, pimpinan sekolah, pengawas dapat diartikan sebagai modal kekuasaan, sementara faktor dana dapat diartikan sebagai modal ekonomi, dan di sisi lain faktor pola berpikir sebagai habitus. Habitus yang dimiliki oleh setiap individu di sekolah berinteraksi dengan berbagai bentuk modal dalam sebuah ranah (sekolah) sehingga praktik sosial dalam hal ini perjuangan posisi atau perjuangan kelas berupa kualitas dapat diraih. Jadi, berkualitas atau kurang berkualitasnya sebuah program sebagai sebuah perjuangan kelas dalam praktik sosial ditentukan oleh adanya modal dan habitus. Dalam konteks pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar dewasa ini, jika dilihat dari aspek modal kekuasaan dan modal

27 212 ekonomi, sesungguhnya sangat memadai untuk meraih posisi dalam perjuangan kelas, menuju predikat berkualitas baik apabila disertai dengan habitus, yakni pola berpikir atau komitmen yang sesuai dengan yang telah digariskan. Pola berpikir guru, pimpinan, dan kekuasaan memiliki komitmen tidak seimbang pada seluruh aspek yang terkait pengelolaan pembelajaran. Di dalam kenyataannya guru, pimpinan sekolah, dan pihak penguasa hanya berkomitmen pada aspek-aspek tertentu sehingga kualitas yang baik hanya pada aspek-aspek tertentu. Oleh karena itu, perlu pola berpikir yang sistemik, menyeluruh, dan berpegang pada hakikat pembelajaran dan pendidikan.

BAB VIII PENUTUP. diunggulkan dibandingkan dengan SMA yang lain di wilayah kabupaten

BAB VIII PENUTUP. diunggulkan dibandingkan dengan SMA yang lain di wilayah kabupaten 267 BAB VIII PENUTUP SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar merupakan sekolah yang diunggulkan dibandingkan dengan SMA yang lain di wilayah kabupaten bersangkutan. Keunggulan sekolah tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

POTRET PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN UNGGULAN DI PROVINSI BALI

POTRET PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN UNGGULAN DI PROVINSI BALI POTRET PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN UNGGULAN DI PROVINSI BALI I Gusti Lanang Wiratma. Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah menengah atas cenderung bersifat monoton dan tidak menghasilkan banyak kemajuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KURIKULUM 2004

KONSEP DASAR KURIKULUM 2004 1 KONSEP DASAR KURIKULUM 2004 Oleh: Bambang Subali UNY Makalah disampaikan pada Kegiatan Workshop Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 2004 di Madrasah Aliayah Bidang Ilmu Sosial dan Bahasa di PPPG Matematika

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor sangat penting dalam pembangunan nasional dimana pembangunan itu sendiri membutuhkan sumber daya

A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor sangat penting dalam pembangunan nasional dimana pembangunan itu sendiri membutuhkan sumber daya A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor sangat penting dalam pembangunan nasional dimana pembangunan itu sendiri membutuhkan sumber daya manusia yang bermutu, sehingga untuk mengetahui kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum menjadi komponen acuan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian dalam bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju kearah kemajuan dan peningkatan. Selain itu pendidikan dapat mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mella Tania K, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mella Tania K, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran seni khususnya seni tari pada saat ini sudah banyak dipelajari diberbagai lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti sekolah negri atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa Indonesia kini menjadi sorotan

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa Indonesia kini menjadi sorotan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa Indonesia kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah kesehatan di masyarakat sesuai tugas-tugas di bidang

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan masalah kesehatan di masyarakat sesuai tugas-tugas di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program studi kebidanan merupakan suatu unit pelaksana teknis di bidang kesehatan yang mencetak lulusan tenaga bidan yang kompetensi dapat membantu memecahkan masalah

Lebih terperinci

OLIMPIADE MATEMATIKA DAN IPA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

OLIMPIADE MATEMATIKA DAN IPA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH OLIMPIADE MATEMATIKA DAN IPA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH Disajikan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SD Jenjang Lanjut di PPPG Matematika, 6 s.d. 19 Agustus 2004 Oleh Wiworo, S.Si., M.M.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki A. Pendahuluan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan meningkatkan pelayanan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu. Apalagi dengan adanya deregulasi

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Tujuan pembelajaran 1. Mahasiswa dapat menyusun silabus mata pelajaran sesuai dengan ketentuan standar isi 2. Mahasiswa dapat menyusun RPP untuk pembelajaran teori Jasa Boga dan Patiseri 3. Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK DAN MAKNA PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR

BAB VII DAMPAK DAN MAKNA PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR 213 BAB VII DAMPAK DAN MAKNA PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR Pembahasan mengenai dampak dan makna dipilah menjadi dua bagian utama, yaitu dampak pengelolaan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Pada Bab I telah dipaparkan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian Pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG

PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG PENGELOLAAN KKG DI GUGUS SULTAN AGUNG DABIN 6 KARANGRAYUNG RINGKASAN TESIS Diajukan kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. 1 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

PERAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR DI GUGUS 1 BARUGA KOTA KENDARI

PERAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR DI GUGUS 1 BARUGA KOTA KENDARI PERAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU SEKOLAH DASAR JURNAL HASIL PENELITIAN SITI MURNI NUR G2G1 015 116 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017 1 PERAN KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber daya penentu keberhasilan pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, kompetensi dan kapabilitas kepala sekolah harus memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor).

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah. Materi yang diajarkan terus mengalami perubahan seiring perkembangan dan perubahan kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan sistem otonomi daerah menuntut pengelolaan lembaga pendidikan dilakukan dengan menggunakan sistem manajemen berbasis sekolah yang implementasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Banyak penggamat pendidikan memberikan penilaian bahwa memasuki abad ke-21 dunia pendidikan Indonesia masih mengalami masalah yang berkaitan dengan rendahnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang buruk dan tidak berkembang akan berpengaruh juga terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makna penting pendidikan ini telah menjadi kesepakatan yang luas dari setiap elemen masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya. Jadi bukan ditentukan oleh canggihnya peralatan atau megahnya gedung, juga tidak tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru salah satu faktor penentu kualitas pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah cita-cita bangsa yang harus terus dilaksanakan untuk menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Mencerdaskan bangsa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Salah satu permasalahan krusial pendidikan Indonesia hingga saat ini

BAB I PEDAHULUAN. Salah satu permasalahan krusial pendidikan Indonesia hingga saat ini BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan krusial pendidikan Indonesia hingga saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam

Lebih terperinci

Lampiran 5 MODEL PENGEMBANGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI KABUPATEN NATUNA

Lampiran 5 MODEL PENGEMBANGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI KABUPATEN NATUNA MODEL PENGEMBANGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI KABUPATEN NATUNA Pengembangan peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Natuna Kepulauan Riau mengacu kepada model pengembangan Pont. Pont (1991) menguraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Efektivitas sebuah sekolah untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Efektivitas sebuah sekolah untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efektivitas sebuah sekolah untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas sangat ditentukan oleh kinerja dari semua unsur yang terlibat dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam kehidupan, terlebih di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan terkait fokus penelitian pertama: Bagaimana implementasi kurikulum 2013 pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti tahap perencanaan di SMAN 1 Ngunut? Setiap kegiatan pasti memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan atau kemunduran suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sarana yang sangat penting dalam berkomunikasi. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Hal ini disebabkan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan melalui pendekatan mata pelajaran untuk kelas tinggi (kelas IV s.d VI).

BAB I PENDAHULUAN. dan melalui pendekatan mata pelajaran untuk kelas tinggi (kelas IV s.d VI). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah dasar merupakan bagian dari tingkat pendidikan dasar memiliki tujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Keterampilan Menulis. Menulis adalah salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan agar peserta didik lebih siap bersaing dalam persaingan global nantinya. Usaha peningkatan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Guru adalah pelaku utama dalam pendidikan, karena guru yang berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Guru adalah pelaku utama dalam pendidikan, karena guru yang berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Guru adalah pelaku utama dalam pendidikan, karena guru yang berinteraksi langsung dengan peserta didik. Dalam proses pembelajaran, guru sangat berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar pendidikan formal yang teroganisasi, sistematis, dan berjenjang.

BAB I PENDAHULUAN. luar pendidikan formal yang teroganisasi, sistematis, dan berjenjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah pesat mengingat perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi dunia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja

BAB I PENDAHULUAN. profesionalnya, dan sebaliknya kinerja yang di bawah standar kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap profesional ingin menunjukkan bahwa kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan. Guru sebagai seorang profesional mempertaruhkan profesi pada kualitas kerjanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sitematis ke arah perubahan tingkah laku menuju kedewasaan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. sitematis ke arah perubahan tingkah laku menuju kedewasaan peserta didik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun sebagian dari kita mengetahui tentang apa itu pendidikan, tetapi terdapat bermacam-macam pengertian tentang pendidikan. Pendidikan atau pengajaran merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan sebuah masyarakat yang memiliki pemikiran, sikap serta tindakan yang mampu mendukung gerak negara

Lebih terperinci

2014 ANALISIS KESIAPAN UJIAN NASIONAL SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

2014 ANALISIS KESIAPAN UJIAN NASIONAL SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini pendidikan menjadi kunci dari perubahan dan perkembangan zaman, karena pendidikan yang menjadi penentu dan tolak ukur dari kemajuan era saat ini. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia, pembentukan pribadi manusia yang berkualitas menjadi keharusan bagi suatu bangsa jika ingin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pusat sumber belajar untuk siswa Sekolah Dasar (SD). SDN ini terletak sangat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pusat sumber belajar untuk siswa Sekolah Dasar (SD). SDN ini terletak sangat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian SDN Se Kecamatan Bokan Kepulauan merupakan salah satu lembaga atau pusat sumber belajar untuk siswa Sekolah Dasar (SD). SDN ini terletak

Lebih terperinci

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE

PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE PERATURAN AKADEMIK SMA NEGERI 1 PARE BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Latar Belakang Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 2005 mengamanatkan; Setiap satuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan, di mana tugas seorang guru bukan hanya memberikan transfer ilmu dan seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa di dunia. Pendidikan diproses

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data dan hasil analisis yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang

Lebih terperinci

Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan

Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan Pemahaman Guru Fisika SMA Kota Medan dalam Mengimplementasikan Standar Evaluasi Pendidikan Alkhafi Maas Siregar 1 dan Rahmansyah 2 1. Jurusan Fisika FMIPA Unimed dan 2. Jurusan Fisika FMIPA Unimed Jln.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada tuntutan tujuan yang semakin canggih, semakin meningkat baik ragam, lebih-lebih kualitasnya (Tilaar, 1997). Di sisi lain, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Manajemen pembelajaran adalah sebuah proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran sehingga akan didapatkan sistem pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perencanaan pengembangan kinerja dosen di IAIN Sulthan Thaha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perencanaan pengembangan kinerja dosen di IAIN Sulthan Thaha 259 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perencanaan Pengembangan Kinerja Dosen Perencanaan pengembangan kinerja dosen di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada prinsipnya telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompetensi menulis merupakan salah satu kompetensi yang digunakan dalam proses pembelajaran, selain kompetensi membaca, kompetensi berbicara, dan kompetensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, kebijakan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, kebijakan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pergeseran paradigma dalam pendidikan yang semula terpusat menjadi desentralisasi membawa konsekuensi dalam pengelolaan, pendidikan khususnya ditingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 Undang- Undang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepita Ferazona, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepita Ferazona, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya pencerdasan, pendewasaan, kemahiran seseorang yang dilakukan perorangan, kelompok dan lembaga (Yamin, 2008). Menurut Syah (2007),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Guru Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan pelajaran, pengelolaan program pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, mengukur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan 86 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan paradigma naturalistik. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

Lebih terperinci

T E S I S. Oleh : SUTADI NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Sistem Pendidikan

T E S I S. Oleh : SUTADI NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Sistem Pendidikan PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, HUBUNGAN ANTAR GURU, DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG T E S I S Oleh : SUTADI NIM : Q 100

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MOTIVASI PEMBELAJARAN KIMIA SISWA KELAS X DI MAN 2 WATES MELALUI SISTEM KONTRAK NILAI

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MOTIVASI PEMBELAJARAN KIMIA SISWA KELAS X DI MAN 2 WATES MELALUI SISTEM KONTRAK NILAI LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MOTIVASI PEMBELAJARAN KIMIA SISWA KELAS X DI MAN 2 WATES MELALUI SISTEM KONTRAK NILAI Oleh: MERRY NIRWANA RINI, M.Pd MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 WATES KULON PROGO YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan bahkan menjadi terbelakang. Dengan demikian pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan pun dan di manapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan (Tjalla, 2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan sistem pendidikan di Indonesia berdampak pada penyusunan kurikulum yang menjadi landasan pengajaran dan penyusunan materi ajar di Indonesia. Semakin sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata-semata bertujuan untuk mencerdaskan. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosok-sosok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci