BAB II LANDASAN TEORI. Sternberg (dalam Florsheim, 2003), mengatakan bahwa love dan romantic

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Sternberg (dalam Florsheim, 2003), mengatakan bahwa love dan romantic"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. ROMANTIC RELATIONSHIP 1. Definisi Romantic Reationship Sternberg (dalam Florsheim, 2003), mengatakan bahwa love dan romantic relationship biasanya dideskripsikan dalam istilah-istilah connectedness, relatedness, bondedness, atau hasrat untuk menjalin hubungan yang intim. Menurut Brehm (dalam Karney, 2007), romantic atau intimate relationship adalah bagaimana seseorang mempersepsikan perubahan hubungan yang resiproksitas, emosional, dan erotis yang sedang terjadi dengan pasangannya. Furman et al (1999) menjelaskan tiga definisi romantic relationship berdasarkan karakteristik-karakteristik dari hubungan tersebut, yaitu: 1. Keromantisan melibatkan suatu hubungan, pola yang berlangsung terus menerus dari asosiasi dan interaksi antara dua individu yang mengakui suatu hubungan dengan yang lainnya. 2. Pada romantic relationship terdapat unsur kesukarelaan dari kedua pasangan untuk mempertahankan suatu hubungan. Sebagian romantic relationship mungkin berakhir dalam ketidakcocokan dengan pasangan mereka. Untuk itu dibutuhkan pengorbanan dari setiap pasangan untuk keberhasilan hubungan romantis mereka. 3. Merupakan beberapa bentuk dari ketertarikan (attraction). Ketertarikan ini khususnya melibatkan komponen seksual. Ketertarikan seksual sering

2 dinyatakan dalam beberapa bentuk perilaku seksual, tapi tidak selalu. Perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh pribadi, religiusitas, dan nilai-nilai budaya. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa romantic relationship merupakan suatu hubungan yang melibatkan hubungan yang emosional, dimana didalamnya terdapat unsur kesukarelaan dan pengorbanan dari kedua pasangan untuk saling menjaga suatu hubungan. Pada romantic relationship juga terdapat beberapa bentuk ketertarikan seksual terhadap pasangannya. Spanier (dalam De Munck, 1998) mendefinisikan romantic relationship sebagai sebuah disposisi umum individu terhadap cinta, perkawinan, keluarga, dan suatu hubungan yang melibatkan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Menurut Baron (2006) dalam romantic relationship individu ingin menyukai dan disukai oleh pasangan, maka perlu adanya kesesuaian untuk saling melengkapi, pujian dan kasih sayang yang ditunjukkan terus menerus. Definisi lain dari romantic relationship juga dikemukakan oleh Albino & Cooper (dalam Florsheim, 2003) sebagai suatu hubungan serius yang akan dialami oleh setiap individu, dimana mereka memiliki perasaan romantis yang kuat terhadap seseorang. Dari definisi beberapa tokoh-tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa romantic relationship merupakan suatu hubungan yang resiprok (disukai dan menyukai) diantara dua individu, dimana dalam suatu hubungan terdapat perasaan romantis yang dimiliki dari kedua individu.

3 2. Elemen-elemen Romantic relationship Terdapat empat elemen penting pada romantic atau intimate relationship yang dikemukakan oleh Prager (1989), yaitu: 1. Afeksi Seseorang merasakan bahwa dirinya diperhatikan, disayang dan dibutuhkan oleh pasangannya. Bila masing-masing individu dapat menjalankan hal tersebut, maka akan meningkatkan keintiman pada pasangan tersebut. 2. Kepercayaan Dengan menaruh kepercayaan kepada pasangan, maka keutuhan hubungan akan mudah terjaga sehingga meningkatkan jalinan intimasi dalam hubungan. 3. Rasa Kebersamaan Dengan rasa kebersamaan, tingkat keintiman hubungan akan meningkat dari hari kehari. 4. Berbagi waktu dan aktivitas Dengan intensnya waktu dan aktivitas bersama maka lama-kelamaan pasangan akan merasa lebih intim dalam menjalin hubungan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat elemen penting dalam romantic atau intimate relationship yang dikemukakan oleh Prager, yaitu elemen afeksi, kepercayaan, rasa kebersamaan, berbagi waktu dan aktivitas.

4 Sedangkan Sternberg (1988) mengemukakan elemen-elemen intimasi sebagai berikut: 1. Keinginan atau hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai. 2. Mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai dan menikmati saatsaat bersama pasangannya. 3. Menghargai orang yang dicintai dengan kesadaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna. 4. Dapat diandalkan saat orang yang dicintai membutuhkan, dan saling berbagi dalam suka dan duka. 5. Saling pengertian satu sama lain. 6. Saling berbagi kepunyaan/ miliknya dengan orang yang dicintai. 7. Menerima dukungan emosional dari orang yang dicintai 8. Berkomunikasi secara intim dengan orang yang dicintai. Kedelapan elemen yang dikemukakan oleh Strenberg merupakan elemenelemen yang mempengaruhi keintiman pada pasangan. Jika kedelapan elemen tersebut terpenuhi oleh setiap pasangan yang terlibat dalam romantic relationship, maka pasangan tersebut akan mencapai kepuasan dalam hubungan yang mereka jalani. 3. Romantic Relationship Satisfaction Kepuasan hubungan (romantic satisfaction) adalah sejauh mana individu puas dengan hubungan romantisnya, yang merupakan indikator kuat dari

5 hubungan jangka panjang dan keberhasilan dalam hubungan yang intim. Selain itu romantic relationship satisfaction juga didefinisikan sebagai suatu konsep psikologis abstrak yang merupakan tingkat kepuasan seseorang yang terlibat dalam hubungan romantis (dalam Anderson & Emmers-Sommer, 2006). Menurut Rusbult (dalam De Munck, 1998) pada model investasi (the investment model), kepuasan didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara outcome value dengan comparison level. Dimana outcome value didefinisikan sebagai perbedaan antara reward (atribut-atribut yang bernilai positif seperti ketertarikan fisik, saling melengkapi kebutuhan-kebutuhan) dan cost (atributatribut yang bernilai negatif seperti tingkah laku yang memalukan, ketidaksetiaan). Sedangkan comparison level didefinisikan sebagai harapanharapan individu dari hubungannya. Menurut teori investment model, fungsi dasar dari comparison level adalah beberapa penilaian subyektif yang diberikan individu dalam mengevaluasi tingkat kepuasan yang dicapainya dalam suatu hubungan. 4. Dimensi-dimensi Romantic Relationship Satisfaction Lawrence, Barry, & Brock (dalam Cuyler & Ackhart, 2009) mengukur tingkat kepuasan hubungan dengan menggunakan dimensi-dimensi dari kualitas hubungan, yaitu: 1. Communication and conflict management (pengelolaan komunikasi dan konflik). Terdiri dari frekuensi dan lamanya percekcokan dan perbedaan pendapat, agresi secara verbal, psikologis dan fisik, menarik diri pada

6 waktu percekcokan terjadi, emosi-emosi dan tingkah laku pada saat sebelum, selama dan sesudah percekcokan, serta strategi pemecahan (resolusi) konflik. 2. Inter- partner support (dukungan antar - pasangan). Terdiri dari empat tipe dukungan ketika salah satu pasangan mengalami hari yang buruk, feeling down, atau memiliki masalah. Tipe-tipe dukungan yang digunakan yaitu, dukungan emosional seperti saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain, memegang tangan, memeluk. Dukungan nyata baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk dari dukungan langsung adalah ketika salah satu pasangan membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah atau membuat situasi menjadi lebih baik, sedangkan bentuk dari dukungan tidak langsung adalah dengan memberikan semangat dan menyediakan waktu bagi pasangan agar ia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dukungan informasional seperti memberikan nasehat, memberikan informasi-informasi kepada pasangan, membantu pasangan memikirkan jalan keluar masalah yang dihadapinya. Serta dukungan penghargaan, yaitu dengan menunjukkan kepercayaan pada kemampuan pasangan untuk menangani sesuatu. 3. Emotional closeness and intimacy (kedekatan emosional dan keintiman). Terdiri dari perasaan bersama pada kedekatan, kehangatan, afeksi, dan saling ketergantungan pada pasangan. 4. Sensuality and sexuality (sensualitas dan seksualitas), sexuality yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak

7 fisik dengan pasangannya. Sedangkan sensuality terdiri dari frekuensi sentuhan, berciuman dan memeluk pasangan. 5. Respect and control (saling menghormati dan kontrol). Penerimaan dan melihat secara positif suatu kejadian ketika salah satu tidak setuju dengan pasangannya, kesesuaian dalam pembuatan keputusan dalam berbagai macam area, dan kepuasan pasangan dalam pembagian tanggung jawab. Kelima dimensi yang dikemukakan oleh Lawrence, Barry, & Brock diatas merupakan dimensi dari kualitas hubungan yang akan digunakan dalam pengukuran tingkat kepuasan hubungan romantis pada pasangan. Kelima dimensi tersebut yaitu, Communication and conflict management, Inter-partner support, Emotional closeness and intimacy, Sensuality and sexuality, Respect and control. 5. Romantic relationship pada Remaja Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah membentuk hubungan yang baru dan lebih matang dengan lawan jenis (Hurlock, 2004). Ketika mereka sudah matang secara seksual, baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan mulai mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya. Sebagian besar remaja mulai terlibat dalam romantic relationship dengan pasangannya, seperti berpacaran, menjalin hubungan percintaan, dan membentuk komitmen yang mendalam (Levesque, dalam Newman, 2006). Sejak masa pubertas, remaja menjadi semakin tertarik dalam romantic relationship, dan mereka menjadi lebih atraktif dengan pasangan romantisnya (Miller & Benson, dalam Florsheim, 2003). Pengalaman dalam menjalin

8 romantic relationship dengan pasangan romantis berbeda dengan pengalaman menjalin romantic relationship dengan keluarga. Kedekatan hubungan seseorang dengan keluarga dan teman dibatasi oleh rasa hormat, hubungan pekerjaan, sekolah, berbagi aktivitas dan berbagi cerita atau nasehat, sedangkan hubungan yang dijalin seseorang dalam romantic relationship lebih didasari oleh komitmen, kepercayaan, kasih sayang dan keintiman yang lebih mendalam (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Menurut Sullivan (dalam Florsheim, 2003) romantic relationship merupakan bagian yang penting dalam tugas perkembangan remaja dan memainkan peranan yang penting dalam proses perkembangan selama masa remaja. Romantic relationship berperan penting dalam serangkaian tugas perkembangan pada masa remaja, yang meliputi: 1. Pengembangan identitas. 2. Transformasi hubungan keluarga. 3. Menjali hubungan dengan teman sebaya. 4. Perkembangan seksualitas. 5. Pencapaian prestasi dan perencanaan karir Duvall dan Miller (1985) menyebutkan romantic relationship sebagai dating, hubungan ini bagi remaja memiliki beberapa fungsi, diantaranya untuk: 1. Sebagai hiburan Melalui dating seseorang akan merasa terhibur jika mereka merasa tertekan. Dengan pengalaman dating seseorang dapat merasakan perasaan

9 senang dan bergairah, karena dirinya dapat berbagi aktivitas, cerita dan perasaan dengan pasangannya. 2. Sebagai kebutuhan untuk menghindari tekanan sosial atau kritik sosial Melalui dating seseorang ingin mengklasifikasikan kepada masyarakat bahwa dirinya normal seperti individu lainnya yang juga berpacaran. 3. Sebagai sarana untuk mencari pasangan Melalui dating seseorang dapat menjalani proses mencari dan berkenalan dengan seseorang yang mereka sukai untuk kemudian dapat dijadikan pasangan hidupnya. 4. Sebagai kebutuhan untuk memperkenalkan dan membiasakan diri pada pasangan. Melalui dating seseorang belajar menyukai, disukai dan belajar diterima oleh pasangannya. 5. Sebagai sarana kesempatan untuk memenuhi kebutuhan seksual Beberapa individu menjalankan dating sebagai sarana untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya seperti keinginan berciuman atau berpelukan. 6. Sebagai sarana bersosialisasi Melalui dating individu dapat menyalurkan kebutuhannya bersosialisasi, karena individu akan mulai berkenalan dengan teman-teman atau lingkungan pasangannya sehingga intensitasnya dalam bersosialisasi meningkat. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dating memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk sebagai hiburan, kebutuhan untuk menghindari tekanan sosial atau kritik sosial, sarana untuk mencari pasangan,

10 kebutuhan untuk memperkenalkan dan membiasakan diri pada pasangan, sarana kesempatan untuk memenuhi kebutuhan seksual, dan sebagai sarana bersosialisasi. Terdapat tipe-tipe hubungan dalam romantic relationship yang dikemukakan oleh Duvall dan Milller (1985), yaitu: 1. Casual dating : pada tipe ini seseorang berkencan dengan beberapa individu pada saat yang sama. 2. Regular dating: pada tipe ini seseorang sudah memilih orang yang benarbenar disukai dan hanya berkencan dengan orang tersebut. 3. Steady dating : tipe ini merupakan periode yang serius karena pada umumnya pasangan lebih rutin dalam berpacaran dan rutin memenuhi kebutuhan pasangannya. Meskipun begitu, masih banyak juga yang akhirnya berpisah. 4. Engagement : pada tipe ini seseorang sudah mantap untuk menjadikan pasangannya sebagai calon pendamping hidupnya. Pada remaja biasanya tipe hubungan yang sering dijumpai adalah casual dating, regular dating dan steady dating. Ada juga remaja yang telah sampai pada tipe hubungan engagement, namun biasanya tipe hubungan ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa.

11 B. BODY IMAGE 1. Definisi Body image Ada beberepa definisi body image yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah menurut Dacey dan Kenny (2001) menyatakan bahwa body image yaitu keyakinan seseorang akan penampilan mereka dihadapan orang lain. Wright (dalam Santrock, 2006) body image individu membangun citranya sendiri mengenai bagaimana kelihatannya bentuk tubuh mereka. Definisi lain dari body image yang dikemukakan oleh oleh Papalia, Olds, dan Feldman (2008) yaitu sebagai suatu gambaran dan evaluasi mengenai penampilan seseorang. Menurut Grogan (1999) body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya. Selain itu Shilder (dalam Grogan, 1999) mengartikan body image sebagai gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri. Menurut Cash & Pruzinsky (2002) body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif. Lebih lanjut Thompson, dkk (2001) menyatakan bahwa body image adalah evaluasi seseorang terhadap ukuran tubuhnya, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik. Dimana evaluasi ini dibagi menjadi tiga area yaitu komponen persepsi, yang secara umum mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsi ukuran (perkiraan terhadap ukuran tubuh), komponen subyektif yang mengarah kepada kepuasan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan, serta komponen perilaku yang memfokuskan kepada

12 penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap penampilan fisiknya sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Evaluasi berbicara tentang apa yang dirasakan individu, seperti kepuasannya terhadap tubuhnya, perhatian dan kecemasan terhadap tubuh, dan sikap berupa penilaian positif atau negatif terhadap tubuh. Cash (2002) mendeskripsikan body image sebagai kumpulan kumulatif dari gambaran, fantasi dan pemahaman tentang tubuh dan bagian-bagian serta fungsi-fungsinya yang merupakan komponen utuh pada gambaran diri dan dasar dari representasi diri. Menurut Fisher (dalam Grogan, 1999) body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang mengenai tubuhnya. Definisi body image lainnya juga dikemukakan oleh Schilder s (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mendefinisikan body image sebagai gambaran dari tubuh individu yang terbentuk dari pemikirannya sendiri yang terdiri dari tiga elemen, yaitu elemen persepsi yang diidentifikasikan dengan estimasi ukuran tubuh, elemen pikiran yang diidentifikasikan dengan evaluasi daya tarik tubuh, dan elemen perasaan yang diidentifikasikan dengan emosi yang terkait dengan bentuk dan ukuran tubuh. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa body image merupakan representasi seseorang mengenai bagaimana penampilan yang terlihat oleh orang lain. Bagaimana seseorang mempersepsikan tubuhnya sendiri, dan bagaimana individu menggambarkan tubuhnya berdasarkan pikirannya sendiri.

13 2. Komponen Body image Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen body image. Salah satunya adalah Cash (2000) yang mengemukakan adanya lima komponen body image, yaitu: a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak menarik, memuaskan atau tidak memuaskan terhadap penampilan secara keseluruhan. b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya. c. Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah (pinggul, bokong, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh. d. Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu menggambarkan kecemasan individu terhadap kegemukan dan kewaspadaan terhadap berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari-hari seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

14 e. Self-Clasified Weight (Pengkategorisasian Terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, seperti kekurangan berat badan atau kelebihan berat badan Dapat disimpulkan bahwa terdapat lima komponen body image yang dikemukakan oleh Cash, diantaranya adalah Appearance Evaluation (evaluasi penampilan), Appearance Orientation (orientasi penampilan), Body Areas Satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), Overweight Preocupation (kecemasan menjadi gemuk), Self-Clasified Weight (persepsi terhadap ukuran tubuh). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan komponen body image yang dikemukakan oleh Cash untuk mengukur tingkat kepuasan body image pada remaja wanita. 3. Faktor faktor yang Mempengaruhi Body Image Menurut Thompson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi body image antara lain: a. Persepsi: berhubungan dengan ketepatan individu dalam mempersepi atau memperkirakan ukuran tubuhnya. Perasaan puas atau tidaknya seorang individu dalam menilai bagian tubuh tertentu berhubungan dengan komponen ini. b. Perkembangan: komponen ini menjelaskan tentang pentingnya pengalaman dimasa kecil dan remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan body image nya. Saat pertama kali menstruasi serta perkembangan

15 seksual sekunder diasosiasikan sebagai kejadian penting terhadap body image. c. Sosiokultural: masyarakat akan menilai apa yang baik dan apa yang tidak, tidak terkecuali dalam kecantikan. Teori feminis menjelaskan bahwa kebanyakan wanita terlalu mengidentifikasikan dirinya dengan tubuhnya, dan hal tersebut menyebabkan mereka mengikuti sosok ideal yang ada dimasyarakat bahwa mereka akan dianggap menarik jika memiliki tubuh yang ideal (Bergner, dkk dalam Thompson, 2001). Menurut Lakoff dan Scherr (dalam Thompson, 2001), media massa juga memberikan pengaruh yang besar dalam menentukan standar tubuh yang menarik. Faktor-faktor lainnya yang juga mempengaruhi body image seseorang, diantaranya adalah: a. Media massa Tiggeman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa media massa yang ada dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai fitur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi body image seseorang. b. Keluarga Menurut teori sosial learning, orangtua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi body image anakanaknya melalui modeling feedback, dan instruksi. Ikeda dan Narwoski (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam

16 gambaran tubuh anak-anak. Orangtua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal. c. Hubungan interpersonal Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan oranglain dan feedback yang diterima ini mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Menurut Dunn & Gokke (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana oranglain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik. Dapat disimpulkan bahwa, terdapat tiga komponen body image yang dikemukakan oleh Thompson, yaitu komponen persepsi, perkembangan, dan sosiokultural. Selain itu juga terdapat faktor media massa, keluarga dan hubungan interpersonal yang juga mempengaruhi body image seseorang. 4. Body image pada Remaja Wanita Masa remaja merupakan masa yang sangat dipengaruhi oleh gambaran tubuh ideal yang secara tidak langsung dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Kebanyakan dari remaja, laki-laki maupun perempuan, mengiginkan bentuk dan

17 ukuran tubuh yang normal pada umumnya. Remaja selalu terokupasi dengan tubuh mereka dan membangun citra mengenai seperti apa tubuh mereka (Santrock, 2007). Remaja peduli dengan bagaimana orang lain melihat tubuhnya, ini merupakan hal penting pada remaja karena kecenderungan mereka terhadap kesadaran diri dan sensivitas pada bayangan mengenai bagaimana penilaian orang lain (Dacey & Kenny, 2001). Remaja sangat memperhatikan perubahan fisik yang dialaminya. Mereka mementingkan penampilan fisik dan pembentukan tubuh sehingga mereka mendapatkan tubuh yang ideal. Proses pembentukan body image yang baru pada masa remaja merupakan bagian penting dari tugas perkembangan body image seseorang. Body image merupakan aspek penting dari perkembangan psikososial dan interpersonal pada remaja (Cash & Pruzinsky, 2002). Remaja sangat memperhatikan penampilan dari tubuh mereka (Dacey & Kenny, 2001). Beberapa peneliti telah menemukan bahwa penilaian remaja pada penampilan fisik mereka merupakan faktor penting pada self-esteem mereka. Fase remaja merupakan periode penting pada perkembangan body image, terutama pada remaja wanita. Masa pubertas merupakan masa paling kritis dimana para remaja merasakan ketidakpuasan akan bentuk tubuhnya. Perkembangan remaja wanita selama tahap pubertas pada fase remaja berhubungan dengan meningkatnya berat tubuh, dan memiliki body image yang lebih negatif, dan memiliki dorongan yang kuat untuk menjadi kurus dan melakukan diet (Cash & Pruzinsky, 2002). Pada masa pubertas ini remaja wanita terlihat lebih tidak puas dan memiliki body image yang negatif dibandingkan

18 dengan remaja laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan meningkatnya body fat pada remaja wanita, sedangkan remaja laki-laki lebih merasa puas akan bentuk tubuhnya karena dimasa inilah otot-oto mereka mulai terlihat. C. REMAJA 1. Definisi Remaja Ada beberapa definisi remaja yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya menurut Papalia (2007) masa remaja adalah transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang didalamnya terdapat peubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Sedangkan Jersild (dalam Cahyadi, 2006) mengungkapkan bahwa masa remaja yaitu suatu periode transisi selama pertumbuhan seseorang dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Berdasarkan definisi yang dikemukakan tokoh-tokoh tesebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang melibatkan aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Menurut monks ( 2000 ) batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu: a. remaja awal : antara usia 12 tahun sampai 15 tahun b. remaja tengah : antara usia 15 tahun sampai 18 tahun c. remaja akhir : antara usia 18 tahun sampai 21 tahun

19 2. Ciri - Ciri Umum Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis (Agustiani, 2006). Menurut Hurlock (2004), ciri-ciri remaja yaitu masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai usia bermasalah dan masa remaja sebagai masa mencari identitas. Masa remaja sebagai periode peralihan, peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock, 2004). Masa remaja sebagai usia bermasalah, dimana masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yang pertama karena selama masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru, sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orangtua dan guru (Hurlock, 2004).

20 Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki maupun perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sekelompoknya dalam segala hal, seperti sebelumnya (Hurlock, 2004). Menurut Monks (2000), terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan yang disertai dengan karakteristiknya, yaitu: a. Remaja awal (12-15 tahun) Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongandorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. b. Remaja madya (15-18 tahun) Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

21 c. Remaja akhir (18-21 tahun) Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian : 1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. Bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya jauh lebih mengganggu remaja daripada anak kecil. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, remaja lebih dinilai melalui penampilan diri yang sesuai dengan kelompok jenis kelaminnya dibandingkan dengan anak-anak, dan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya akan menimbulkan penilaian sosial yang kurang baik (suatu penilaian yang memberi pengaruh buruk dalam dukungan sosial). Kedua, remaja menyadari kenyataan bahwa bila pertumbuhan hampir berakhir pada masa remaja akhir, maka bentuk tubuh akan menetap untuk sepanjang hidupnya. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. Berdasarkan ciri-ciri remaja diatas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan periode yang penting, masa peralihan, masa yang bermasalah dan juga masa pencarian identitas diri dimana pada usia ini menimbulkan ketakutan pada

22 diri remja. Selain itu, usia remaja terbagi atas tiga tahap yaitu, remaja awal, remaja madya dan remaja akhir. 3. Perkembangan pada Remaja Menurut John Hill (dalam Agustiani, 2006), perubahan fundamental remaja meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Ketiga perubahan ini bersifat universal. a. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik (ciri-ciri secara primer dan sekunder) Perubahan ini mengakibatkan remaja harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Perubahan fisik ini juga berpengaruh terhadap self image remaja dan juga menyebabkan perasaan tentang diri pun berubah. Hubungan dengan keluarga ditampilkan remaja dengan menunjukkan kebutuhan akan privacy yang cukup tinggi. b. Perubahan kognitif Perubahan dalam kemampuan berpikir, remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik daripada anak-anak dalam berpikir mengenai situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan terjadi. Remaja telah mampu berpikir tentang konsep-konsep yang abstrak seperti pertemanan, demokrasi, dan moral. c. Perubahan sosial

23 Perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan peranperan baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru. Semua masyarakat membedakan antara individu sebagai anak-anak dan individu yang siap memasuki masa dewasa. Remaja dalam masyarakat dituntut untuk membuat satu pilihan, suatu keputusan tentang apa yang akan dia lakukan bila dewasa. Havighurst (dalam Monks, 2000) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu dapat bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighurst menyebutnya sebagai tugas perkembangan (developmental task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004) adalah: a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karir ekonomi

24 g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku, dan mengembangkan ideologi. D. Pengaruh Body image terhadap Romantic Relationship Satisfaction pada Remaja Wanita Pada masa remaja terjadi keprihatinan akan perubahan fisik yang dialaminya. Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya, kebanyakan remaja prihatin akan daya tarik fisik mereka. Keprihatinan ini timbul karena adanya kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Salah satu tugas perkembangan remaja dalam hubungan sosial adalah menjalin hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Ketika remaja telah matang secara seksual, baik remaja laki-laki maupun perempuan mulai mengembangkan minat terhadap lawan jenisnya. Minat yang baru ini mulai berkembang bila kematangan seksual telah tercapai, bersifat romantis dan disertai keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis (Hurlock, 2004). Cross dan Cross (dalam Hurlock, 2004) menjelaskan bahwa kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi individu. Dukungan sosial, popularitas serta pemilihan teman hidup dan karir dipengaruhi oleh daya tarik seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa body image dan romantic relationship merupakan hal yang penting pada masa remaja dan keduanya termasuk ke dalam tugas perkembangan pada masa remaja. Bagi sebagian remaja, bisa memiliki pacar

25 merupakan prestasi tersendiri karena remaja merasa bisa diterima dan disukai orang lain. Individu yang memiliki body image positif akan menerima lebih banyak ajakan berkencan dibanding yang memiliki body image negatif, karena mereka yang merasa bahwa diri mereka cantik dan keliatan menarik dimata orang lain akan lebih memungkinkan untuk terlibat dalam hubungan yang romantis (de Villiers, 2006). Pernyataan tersebut juga didukung dengan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Rieves & Cash (2002) pada 93 pasangan heteroseksual yaitu, adanya hubungan antara body image dan persepsi mereka mengenai penampilan mereka dengan hubungan romantis mereka dengan pasangan. Penampilan dan body image pada remaja wanita berperan penting dalam menemukan pasangan dan menjalin hubungan romantis dengan pasangan. Menurut Hoyt dan Kogan (dalam de Villiers, 2006), banyak orang yang memiliki body image yang buruk merasa kurang nyaman dengan situasi yang intim. Bagi remaja yang sudah berpacaran pun, body image juga memiliki peranan dalam hubungan romantis mereka, seperti yang diungkap oleh Mark dan Crowther (dalam Thompson, 2001) melalui penelitiannya tentang berpacaran pada remaja. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara body image dalam berpacaran pada remaja wanita. Remaja wanita cenderung berpikir bahwa pasangannya lebih menyukai wanita yang mempunyai tubuh yang langsing, dan memiliki payudara (dada) yang indah (Cash & Pruzinsky, 2002). Penelitian lain yang dilakukan oleh Davison dan McCabe (dalam de Villiers, 2006) pada remaja, menemukan bahwa remaja yang memiliki body image negatif akan mempunyai hubungan romantis yang buruk dengan lawan

26 jenisnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Hoyt dan Kogan (dalam de Villiers, 2006), bahwa wanita yang melihat diri mereka adalah seorang yang menarik kemungkinan besar akan lebih menikmati hubungan romantis mereka dengan pasangannya. Dapat dilihat bahwa penampilan dan body image bagi wanita berperan penting dalam menemukan pasangan dan menjalin hubungan dengan pasangan. Dapat disimpulkan bahwa, remaja yang memiliki body image yang positif, cenderung lebih mudah untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan orang lain dan terutama sekali dengan lawan jenisnya dibandingkan dengan mereka yang memiliki body image yang negatif. E. HIPOTESA Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh body image terhadap tingkat kepuasan romantic relationship. Hal ini berarti semakin positif body image remaja wanita, maka semakin tinggi tingkat romantic relationship satisfaction dengan pasangan romantis mereka. Demikian sebaliknya semakin negatif body image remaja wanita, maka akan semakin rendah tingkat romantic relationship satisfaction dengan pasangan romantisnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Body Image (Citra Tubuh) 2.1.1 Definisi Body Image (Citra Tubuh) Body Image (Citra Tubuh) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Body image pada awalnya diteliti oleh Paul Schilder (1950) yang menggabungkan teori psikologi dan sosiologi. Schilder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai BAB II LANDASAN TEORI II.A. Body Image II.A.1. Definisi Body Image Menurut Davison & McCabe (2005) istilah body image mempunyai pengertian yaitu persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh.

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. BAB II LANDASAN TEORI A. Citra Tubuh 1. Definisi citra tubuh Ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ahli mengenai citra tubuh. Cash (1994) menyatakan bahwa citra tubuh merupakan evaluasi dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan bentuk tubuh satu sama lain seringkali membuat beberapa orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap 7 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap perkembangan khususnya pada tahapan dewasa muda, hubungan romantis, attachment dan tipe attachment. 2.1 Dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 14 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Dewasa Awal 2.1.1 Definisi Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. positif. Artinya penerimaan diri apa adanya (Brewer, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. positif. Artinya penerimaan diri apa adanya (Brewer, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Pengertian kepercayaan diri adalah rasa percaya atau tentang keyakinan terhadap kesanggupannya, juga diperoleh suatu perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body Image Menurut Schilder (dalam Carsini, 2002), body image adalah gambaran mental yang terbentuk tentang tubuh seseorang secara keseluruhan, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepercayaan Diri 2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri adalah keyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan

Lebih terperinci

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Barang siapa yang tidak mau merasakan sakitnya belajar, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya ilmu. Sahabat Waktu hanya memberikan kita kesempatan satu kali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun Surabaya pada bulan Juli-Oktober 2012 pada pelajar SMA dan sederajat yang berusia 15-17 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, BAB II LANDASAN TEORI II.A. Keharmonisan Keluarga II.A.1. Definisi Keharmonisan Keluarga Menurut Gunarsa (2000) keluarga harmonis adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada usia remaja seorang individu mengalami berbagai perubahan, baik perubahan secara fisik, kognitif, maupun psikososial. Perubahan-perubahan tersebut juga berkaitan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan yang paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa pengaruh besar dalam mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai remaja, mahasisiwi merupakan sosok individu yang sedang dalam proses perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahanperubahan tersebut

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. II. 1 Remaja II Definisi Rice (1999) mendefinisikan remaja sebagai: the period of growth from childhood to maturity (h.

2. TINJAUAN PUSTAKA. II. 1 Remaja II Definisi Rice (1999) mendefinisikan remaja sebagai: the period of growth from childhood to maturity (h. 9 2. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penulisan teori dalam bab ini dilakukan menyesuaikan dengan dinamika masalah. Teori yang akan dijelaskan adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. BODY IMAGE 1. Pengertian Body Image Disadari atau tidak manusia akan selalu menilai perasaan dirinya sendiri. Di dalam menilai dirinya sendiri, bangga, puas dan bahagia akan muncul,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini dapat kita lihat adanya kecenderungan masyarakat yang ingin memiliki tubuh ideal.banyak orang yang selalu merasa bahwa bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan seringkali diremehkan orang demi kesenangan sementara.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan seringkali diremehkan orang demi kesenangan sementara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan seringkali diremehkan orang demi kesenangan sementara. Gaya hidup seperti merokok, makan makanan tidak sehat, pola istirahat tidak teratur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global yang terjadi sekarang ini menuntut manusia untuk berusaha sebaik mungkin dalam menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intimacy 1. Pengertian intimacy Menurut Atwater (dalam Yesilaen, 2011) intimacy merupakan kedekatan dengan orang lain, yang ditandai dengan adanya saling berbagi pemikiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab sebelumnya. Teori yang digunakan antara lain, definisi pernikahan, penyesuaian pernikahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan di masa kini. Dengan tampil menarik, wanita akan merasa lebih berharga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 RUSTAM ROSIDI F100 040 101 Diajukan oleh: FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI akhir. Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai harga diri, perilaku konsumtif, dan remaja 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri Menurut Coopersmith (dalam Pohan, 2006) harga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. beralamatkan di Jalan L. A. Sucipto Gang Pesantren II/3 Blimbing Malang.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. beralamatkan di Jalan L. A. Sucipto Gang Pesantren II/3 Blimbing Malang. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP NU Syamsuddin yang beralamatkan di Jalan L. A. Sucipto Gang Pesantren II/3 Blimbing Malang. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perempuan ingin terlihat cantik dan menarik. Hal ini wajar, karena perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci