BAB III PROSES BERKARYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PROSES BERKARYA"

Transkripsi

1 BAB III PROSES BERKARYA 3.1 Gagasan Berkarya Gagasan dasar dalam berkarya adalah menggambarkan berbagai macam jalan kematian, di sini tubuh diolah sebagai media untuk membahas kematian. Sedang kematian adalah batas akhir dari yang wadag, kemudian segala identitas wadag menjadi tidak penting lagi dibicarakan. Wacana yang dimunculkan membicarakan sisi lain realitas ruh yang dirayakan pada kehidupan setelah kematian. Karya-karya kemudian menampilkan gagasan ini dalam bentuk realitas yang baru, namun tetap dikaitkan dengan wacana kehidupan setelah kematian. Wacana senirupa juga dimunculkan dalam kecenderungan visual, antara lain adanya pencampuran gaya yang bersifat eklektik, seolah-olah tidak peduli terhadap kedalaman, tidak terikat oleh konvensi apapun termasuk gaya, corak bahkan estetik, melepaskan selera individualisme yang sempit dalam gagasannya, yang pada akhirnya karya-karya dijadikan alat untuk merepresentasikan persoalan, kontemplatif, membuka multi tafsir, dan sebagainya. Metode ke arah sana, dicoba dengan melihat kematian sebagai korban, entah apa penyebabnya, mungkin bencana alam, kekerasan atau peperangan, yang jelas jasad telah berpisah dengan ruh. Jasad telah mati dan ruh masuk di kehidupan ruh itu sendiri. Tubuh yang menderita, ditinggalkan, dikorbankan dan ruh yang hidup menjadi realitas yang sangat berhubungan dengan kultur namun percaya dengan paradox seperti itu. Metode yang lain, dicoba dengan melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang dirayakan (dalam tradisi). Sangat jelas sekali, yang dirayakan adalah ruhnya, kehidupan setelah kematiannya. Disini segala bentuk metafora mungkin digunakan sebagai simbolisasi nilai estetis dari kematian dan kehidupan yang baru. Untuk mencapai ke sana perlu dikaitkan dengan tema dasar dari karya-karyanya Tematik

2 Tema dasar yang diambil adalah Kematian yang Nirbatas. Kematian itu sendiri adalah batas akhir dari yang wadag, dialami oleh setiap manusia, siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Kematian juga diartikan sebagai terpisahnya ruh dengan jasadnya atau ruh meninggalkan jasadnya yang fana, ruh tetap hidup. Hanya melalui kematian, kemudian ruh kembali ke alam asalnya dan semua itu diyakini sebagai sesuatu yang absurd dan di ranah tradisi selalu dirayakan sebagai peristiwa yang dipenuhi dengan nilai estetis simbolik. Kematian dan kehidupan ruh setelah kematian di tradisi ketimuran dipercaya sebagai sebuah siklus, suatu perjalanan yang selalu berputar. Ada suatu konsekuensi logis dari pemahaman ini, yaitu ada korelasi dari saat hidup dengan kehidupan setelah kematian. Inilah yang menjadi motivasi yang tinggi untuk tetap berjuang dan bertahan dalam segala keadaan di saat hidup karena dipercaya ada kehidupan yang lebih baik setelah kematian. Reinkarnasi adalah salah satu bentuk kepercayaan yang percaya adanya penciptaan baru setelah kematian, dengan segala derajat kualitas hidup sebelum dan setelah kematian. Di dalam agama Kristen, kehidupan setelah kematian ini menjadi penting karena ruh yang pulang ke rumah Bapa di Surga diyakini sebagai saat menerima mahkota kehidupan. Iman dan percaya kepada Tuhan yang teguh disaat hidup di dunia menjadi bekal yang tidak dapat mati dan dibawa terus menghadap tahta-nya yang kudus. Bila semua tugas dan kewajibannya di dunia telah selesai dilakukan dengan tekun, taat dan setia, maka mahkota kehidupan itu kelak diterimanya yaitu saat kematian tiba, hidup menjadi abadi penuh kemuliaan. Kepercayaan Kristen tidak mendoakan bagi yang mati atau meninggal, karena ruhnya telah berpulang dan menjadi urusan Tuhannya, dan jasadnya kembali ke tanah seperti asalnya. Itulah sebabnya kenapa perayaan tentang kematian manusia tidak dijumpai di kepercayaan Kristen. Secara umum, realitas kematian menyadarkan kepada manusia betapa ringkihnya kehidupan manusia, kemudian manusia melihat betapa besarnya kekuasaan Tuhan atas kehidupan ini. Kebesaran ini dijunjung tinggi oleh manusia dengan segala kepercayaannya masing-masing. Ranah tradisi lokal, dengan segala pluralitas

3 kepercayaannya, kemudian merayakan peristiwa kematian dan kehidupan ini melalui segala cara dan tradisi mereka yang kaya nilai estetis simboliknya. Tentang karya yang pernah dicoba dalam proses berkarya pada semester sebelumnya adalah mengangkat problem spiritualitas dalam konteks religi tentang kematian. Mengacu pada adaptasi kaya Hans Holbein berjudul Jesus Christ in His Tomb yang diolah menjadi karya dengan realitas baru berjudul Catatan kaki Tubuh yang Ditinggalkan, Tubuh yang Dikurbankan. Pada karya ini, kematian Jesus di Kayu Salib yang lambungnya ditusuk tombak, yang tangan dan kakinya dipaku, yang tubuhnya menderita deraan dan siksaan, dimunculkan lebih nyata dalam semacam detail yang diperbesar. Pada ibu jari kaki dipasang seperti identitas mayat pada zaman sekarang, ini merepresentasikan bahwa Yesus telah mati disalib dan kematian-nya tetap relevan sampai saat ini, dan ini menjadi catatan kaki yang penting. Jari tengah-nya kurus, berkuku, mengacung tegang seakanakan ingin memberi isyarat kepada seseorang tapi tak seorang pun tahu apa (Goenawan Mohammad, dalam tulisan Tubuh, Melankoli, Proyek ), diungkap dalam detail tangan yang lebih jelas yang bagi penulis dimaksudkan sebagai realitas baru tanda kepada murid-muridnya bahwa Dia akan bangkit dalam tiga hari kemudian. Problem spiritualitas yang dimunculkan dalam karya ini adalah untuk memperjelas bahwa kematian Yesus memang telah terjadi melalui penyaliban tubuh yang ditinggalkan, tubuh yang dikurbankan. Namun kemudian tanda pada jari tengahnya direpresentasikan sebagai tanda akan bangkitnya Yesus di hari ketiga, mengalahkan kematian, pengharapan akan kemenangan-nya.

4 Gambar 3.1 Judul : Catatan Kaki Tubuh yang ditinggalkan, Tubuh yang Dikorbankan Ukuran : 123 x 217 cm Media : Mixed media Charcoal dan Akrilik diatas canvas Tahun : 2007 Perbedaan konsep dengan karya Hans Holbein adalah bahwa pada karya Hans Holbein tubuh yang menjadi korban, dan korban menanggung sakit yang amat sangat. Kemurungan dari karya Hans Holbein ialah bahwa kesendirian seakan-akan menandai kenyataan bahwasanya rasa sakit sang korban tidak bisa dikomunikasikan. Kristus Holbein menampilkan apa yang sebenarnya tragis karena tak terhindarkan. Kebisuan itu, tak terjangkaunya rasa sakit sang korban oleh objektifikasi verbal, kebisuannya yang awal dan akhir, mengingatkan bahwa tubuh bukanlah suatu yang universal namun tubuh senantiasa partikular, Yesus tak dapat digantikan oleh yang lain.

5 Tema Kematian yang Nirbatas, selanjutnya diartikan sebagai berikut : - Merupakan realitas ketubuhan yang menjadi realitas baru setelah batas (kematian) itu dialami, setelah kematian wadag. - Kematian dilihat sebagai konteks, namun yang dibicarakan adalah setelah kematian dialami, yang wadag itu berakhir, yaitu kehidupan setelah kematian tentang ruh dilihat dari sisi fenomena sosial, kultural, tradisi yang sarat dengan problem spiritual, makna simbolis estetis. - Melihat kehidupan setelah kematian menjadi misteri yang diyakini sebagai hidup di alam keabadian, kekekalan yang tidak mempunyai batas. Pengembangan tema Kematian yang Nirbatas yang diwujudkan dalam karya, menempatkan kematian sebagai : - Perjalanan ruh menuju ke alam keabadian ruh. - Penyadaran tentang kosmologi tradisi alam atas, alam tengah dan alam bawah. - Korban (kontradiksi melihat korban) - Bukan akhir dari segalanya, namun ada proses yang berkelanjutan yaitu kehidupan ruh setelah kematian. - Perjalanan yang panjang dari ruh untuk melangkah secara pasti ke alam keabadian ruh. - Tarian ruh yang sakral yang terbebaskan dari belenggu-belenggu gravitasi Konsep Estetik Proses berkarya juga melewati perjalanan yang panjang melewati proses elaborasi, yang intinya merambah persoalan estetik maupun persoalan yang non estetik dan esensinya terus digali, dimunculkan dalam bahasa ungkapan (idiom) seni rupa. Proses tersebut dapat dicapai melalui dua tahap, yaitu : Proses elaborasi topik, tentu melalui kajian-kajian pustaka, diskusi, untuk menghadirkan gambaran-gambaran

6 persoalan yang muncul dan proses berkarya, praktikal, menerjemahkan tema dan konsep ke dalam visual melalui media lukis dengan eksplorasi estetik. Tahap Proses Elaborasi Tahap ini merupakan proses elaborasi yang pada prinsipnya selalu membangun kerjasama atas pemahaman tentang topik yang dihadapi, baik melalui kajian-kajian pustaka, diskusi untuk menghadirkan gambaran-gambaran persoalan yang muncul. Topik yang muncul sangat tergantung pada konteks yang direpresentasikan, misalnya persoalan rupa. Realistik sebagai bahasa ungkapan dalam lukisan yang dibuat untuk menelusuri topik ini, dikaji melalui pustaka dan diskusi, kemudian penulis melihat perkembangan seni rupa dengan segala wacana yang dimunculkan mengenai persoalan bahasa ungkapan rupa realistik itu sendiri. Kecenderungan menampilkan rupa realistik ini merupakan arus besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia yang muncul pada akhir 1970-an dan bertahan sampai kini. Kecenderungan ini tercatat memunculkan wacana yang kuat, yang dalam perkembangan seni rupa Indonesia mempunyai kaitan erat dengan perubahan sosial di Indonesia. Gejala ini sempat menjadi tren, muncul pada akhir tahun 1970-an sebagai akibat keguncangan budaya menghadapi perubahan dunia visual. Pada tahun-tahun sebelumnya, sekitar tahun , dunia visual di Indonesia mengalami pemiskinan. Segala bentuk sensasi visual pada tahun ini ditiadakan. Hingga pada tahun 1965, keadaan seperti ini berakhir dan cukup membawa perubahan besar dengan munculnya kecenderungan melukis realistik pada tahun 1970-an di Yogyakarta. Kecenderungan menampilkan rupa realistik muncul dan meningkat bersamaan dengan masuknya informasi dunia internasional dalam arus besar. Pada tahun 1990-an, rupa realistik yang bisa bertahan lama itu memunculkan berbagai pengamatan dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan estetik, pendekatan sejarah dan juga pada pembacaan masalah sosial budaya yang menekankan pada konteks. Semua itu terlihat pada kecenderungan pelukis-pelukis memilih rupa realistik, kemudian memunculkan wacana foto realisme. Wacana ini berpangkal pada pengamatan yang

7 melihat unsur kesamaan pada kecenderungan lain yang menggunakan rupa realistik sebagai bahasa ungkapan, yaitu penggunaan foto. Gejala ini menunjukkan rupa realistik yang tampil adalah hasil menyalin foto dan bukan menyalin kenyataan, dan dari sisi representasi realitas yang direpresentasikan tidak didasarkan pengalaman emosional dan renungan personal. Dalam wacana foto realisme, representasi ini didasarkan realitas fotografi, yang penekanannya lebih kepada pengetahuan dan pemahaman. Representasi ini mengacu pada deskripsi foto itu sendiri yaitu berita di balik foto dan informasi tentang foto. Dari diskusi-diskusi yang telah dialami selama proses studi di studio dan dalam proses berpameran, kemudian dimunculkan gambaran-gambaran tentang permasalahan yang selanjutnya dielaborasi dengan kajian pustaka untuk mendapatkan pemahaman yang diharapkan. Disadari oleh penulis, paradigma yang ada pada diri penulis tentunya dipengaruhi oleh latar belakang perjalanan dan studi sebelumnya. Penulis mengenal seni gambar dan seni lukis realistik sejak kecil. Banyak sekali drawing yang telah dikerjakan. Penulis mengenal seni lukis secara otodidak, sering melihat pelukis Adam Lay melukis realistik. Drawing yang esensinya adalah garis, dan garis itu kemudian amat berperan dalam studi S1 yang dijalani, yaitu Teknik Arsitektur. Latar belakang ini membawa pengaruh yang kuat terhadap karakter garis yang tajam dalam arsiran garis yang kuat pada karya drawing. Kedua pengalaman ini berpengaruh melahirkan kecenderungan karya yang realistik, tetapi karena belajar secara otodidak maka pernah juga penulis menampilkan kecenderungan-kecenderungan yang lain, karya yang ekspresif, formalis dan juga dekoratif. Kecenderungan mengolah obyek dalam lukisan terjadi melalui proses yang tidak hadir secara tiba-tiba, namun melalui perjalanan panjang yang berujung pada sebuah kontemplasi yang kadang-kadang menegangkan, benturan-benturan, kedalaman selalu digali, dibongkar dan disatukan menjadi energi yang mencuat melalui sapuan-sapuan kuas, coretan charcoal di atas kanvas. Realistik, tetapi ada muatan yang lain di balik realita itu, yaitu olah imajinasi dan rasa untuk menemukan makna di balik semua itu dan diwujudkan dalam permainan ungkapan simbol menjadi realitas baru. Sebuah konteks diolah dan direpresentasikan dalam karya realistik yang baru.

8 Jadi, untuk memahami lukisan realistik yang dibuat hendaknya dibaca sebagai teks yang dimunculkan sebagai realitas baru. Bentuk-bentuk yang dihadirkan bukan lagi sekedar bentuk realistik tetapi wacananya adalah konteks yang direpresentasikan. Bukan lagi sepenuhnya mengungkap realitas kenyataan, tetapi sudah dikembangkan melalui konteks pemahaman realitas yang berorientasi pada perenungan kedalaman konteks itu sendiri, kemudian diolah melalui pikiran, perasaan dan pemahaman yang lebih mendalam. Konteks menjadi penting dan setelah terolah di bidang lukisan mengandung metafora dan analisa simbolik. Penulis menyadari bahwa dalam penjelajahan rupa realistik sebagai idiom atau rupa realistik sebagai permasalahan teks, ruang permasalahan teks menjadi dominan, sementara ruang yang menyajikan persoalan konteks memang menjadi sangat tipis. Ini semua timbul dari kesadaran bahwa di dalam lukisan teks dan konteks tidak dapat dipisahkan. Teks merupakan bahasa ungkapan itu sendiri; ini pemahaman pada umumnya. Tetapi bagi penulis, teks yang dijelajahi adalah rupa realistik itu sendiri. Walaupun dalam era seni kontemporer rupa realistik ini sudah dianggap selesai, tidak mengungkapkan apa-apa, namun penggarapannya bisa diolah melalui tema yang biasanya digarap mati-matian, digali habis-habisan untuk memunculkan realitas baru. Rupa realistik tampil melalui susunan garis dan nuansa atau lindapan dan karena itu tidak sepenuhnya menyalin kenyataan. Namun justru garis dan lindapan ini bisa dibaca sebagai bagan rupa realistik merupakan awal dari teks merasakan, melatih dan menemukan sense of order rupa realistik itu. Kemudian ketika topik kematian menjadi gagasan utama dalam tugas akhir ini maka dalam diskusi selanjutnya dicari gambarangambaran yang kontekstual. Kematian dapat dilihat sebagai perjalanan panjang ruh untuk kembali ke alam keabadian. Kematian dapat dilihat sebagai tari ritual untuk bekal di perjalanan ruh yang dipenuhi simbolisasi kesakralan. Kematian dapat dilihat sebagai korban, dimana masalah tubuh fisik ditelaah menjadi tidak sekedar fenomena fisik, tetapi menjadi fenomena sosial juga, identitas dipersoalkan. Topik kematian ini dibongkar terus-menerus seperti halnya suatu proyek besar bagi seseorang, dikonstruksi dan direkonstruksi, dieksplorasi secara besar-besaran untuk mencapai efek gaya tertentu dan menciptakan cita rasa individualitas tertentu. Gambarangambaran yang dimunculkan kemudian menjadi bahan kontemplasi pribadi. Benturan,

9 konflik dan ketegangan menjadi proses yang sangat menentukan dalam proses elaborasi ini. Olah imajinasi dan rasa dalam mewujudkan makna menjadi tugas yang berat, untuk menjadikan karya sebagai lukisan yang mempersoalkan sesuatu, yang memberi dampak kontemplatif dan sebagainya. Dan pada saatnya, rupa realistik individu yang dipilih untuk merepresentasikan konteks kematian yang digarap. Tahap Proses Berkarya Praktikal - Mengukur potensi kesadaran terhadap skala Disini dialog pribadi terjadi, apakah besar-kecil ukuran kanvas telah sesuai dengan ekspresi perwujudan bentuk karya, pertimbangan apakah karya skala tertentu memberi dampak sensasional atau tidak, menggentarkan atau tidak, mampu terkuasai atau tidak, dan sebagainya. - Memilih dan menentukan media yang akan dipakai Charcoal yang langsung dan ekspresif, tegas dan tidak ragu-ragu dan sangat mendukung kecepatan berkarya. Akrilik sebagai media untuk melembutkan, menghadirkan idiom warna spesifik individual, memberi kesan selesai. - Sketsa - Pewarnaan Pewarnaan bisa berada di awal sebelum sketsa untuk menghimpun atau mengkondisikan diri untuk berkarya karena penulis tidak menunggu mood atau suasana tertentu dalam berkarya. Namun suasana itu diciptakan dengan memulai pembidangan dasar dengan warna-warna tertentu dan datar. Biasanya semangat berkarya kemudian menumpuk dan proses selanjutnya menjadi cepat dan semangat berkarya menjadi konstan. Sementara pewarnaan setelah sketsa selesai dilakukan bertujuan untuk menghadirkan multi respon dari keseluruhan indra yang ada, perasaan yang menyertainya, kelanjutan imajinasi yang tak terbatas, juga dimaksudkan untuk penyelesaian karya. Keseluruhan tahap pendekatan berkarya ini bagi seniman juga

10 merupakan proses berpikir dan bertindak dengan keseluruhan imajinasi rasa dan indra yang dimiliki, bukan hanya menjadikan karya sebagai obyek optis semata. Kecenderungan gaya yang diambil adalah realis ekspresif, tidak seperti realis murni tapi dalam pengertian realis baru yang ekspresif, berasal dari ekspresi subyektif. Penyajian dalam bentuk visual melalui teknik drawing atau lukisan, atau penggabungan keduanya. Teknik ini dipilih karena sudah ditekuni dan dikuasai dalam berbagai media, charcoal, akrilik dan sebagainya. Teknik drawing dan lukisan merupakan media yang sangat individual, sangat subjektif untuk mengungkapkan karakter dan bersifat ekspresif, langsung dan selesai. Sedang penggunaan kanvas sebagai bidang gambar karena sangat tepat dan baik dengan kedua media diatas dan juga tersedia dengan ukuran-ukuran yang fleksibel, kuat dan tahan lama. Tampilan gambar atau lukisan mempunyai gaya realistik ekspresif. Gaya ini tidak hanya sekedar realistik, mimesis, tetapi disajikan secara ekspresif yang artinya sudah diolah secara ekspresif dan dimunculkan dengan penambahan elemen-elemen lain, seperti penggunaan idiom-idiom tertentu, pengolahan warna tertentu yang berbeda dengan yang lazim, penggunaan simbolisasi. Secara keseluruhan lukisan merepresentasikan realitas baru yang mendukung konteksnya. Penggunaan idiom-idiom tertentu yang citraannya seperti asap putih, lembut dan meruang, untuk mengungkapkan misteri kematian itu sendiri dan merepresentasikan drama kematian dalam lukisan. Sebagian besar karya menggunakan citraan manusia atau figuratif karena sangat langsung mewakili esensi ketubuhan manusia, selanjutnya tubuh ini dijadikan media untuk mengungkap tentang kematian dan diwujudkan sebagai realitas baru. Selain itu setiap manusia mengalami kematian, siapa saja, kapan saja dan dimana saja adalah realitas yang dihadapi. Kemudian tema kematian menjadi intens dalam karya-karya tugas akhir ini, melihat konteks kematian dari sisi drama. Drama kematian sebagai perayaan penuh bentuk simbolik estetik mengangkat ritual dan tradisi lokal tentang kematian. Drama kematian sangat berbeda dengan misteri kematian, walau dalam penampilan di dalam karya bisa juga dicampur dengan mengolah bahasa visual yang estetis, misalnya menggunakan bahasa baru (idiom) untuk melihat kematian sebagai drama dan sekaligus sebagai misteri.

11 Drama kematian banyak diolah untuk berjalan bersama dengan misteri kematian yang direpresentasikan dalam lukisan. Kecenderungan menampilkan figur wanita dalam visualisasinya karena alasan estetik untuk lebih menarik dan juga penggambaran ritual tari-menari akan lebih indah bila pelakunya wanita, lebih luwes dan lentur tampilannya yang diharapkan tidak lagi melihat kematian sebagai suatu yang mengerikan tetapi dipenuhi dengan keindahan. Ritual tari-menari ini perlu ditampilkan karena di dalam tarian irama kelembutan dan keluwesan dapat diwujudkan sebagai metafora kematian yang spesifik, sesuatu yang sakral, mistis dan sekaligus indah.

12 Pertimbangan Estetik yang Ditampilkan dalam Lukisan - Lukisan yang dibuat, mampu menampilkan realitas yang baru dari konteks yang diangkat, melalui bahasa idiom, warna, simbolisasi atau bentuk keseluruhan. - Lukisan yang dibuat, bertumpu pada perenungan-perenungan yang panjang dan mendalam, oleh karenanya bersifat subjektif terutama dalam visualisasinya. - Konteks kematian yang diambil tidak menolak pemahaman kedua anggapan sebagai berikut : a. Kematian dianggap sebagai peristiwa yang profan, peristiwa sehari-hari yang bisa dijumpai dalam perjalanan kehidupan. b. Kematian dianggap sebagai suatu peristiwa yang harus dirayakan dengan menumpukan diri pada ritual dan tradisi. Ritual dan tradisi ini merupakan suatu bentuk simbolik estetik yang keberadaannya tidak dapat lagi dianggap sebagai biasa lagi. Terhadap kedua pemahaman atau anggapan tentang kematian tersebut, kemudian dijadikan strategi berkarya yaitu menyetarakan keduanya, menjadikan apropriasi dalam berkarya seni. Sikap yang ditampilkan dalam karya, menampilkan kecenderungan karya kontemporer karena muatan konsep tentang Kematian yang Nirbatas membagi diri dalam berbagai makna. Tampilan gaya pada karya lukisan yang dibuat cenderung mencampur gaya visualisasinya secara eklektik, yang seolah-olah tidak peduli terhadap kedalaman dan lukisan yang dibuat dijadikan alat untuk merepresentasikan persoalan, kontemplatif dan membuka multi tafsir. Tema yang ditampilkan (Kematian yang Nirbatas) diolah dalam kemungkinankemungkinan yang baru, tidak terikat dengan konvensi-konvensi ataupun dogma manapun, termasuk gaya dan teknik, corak bahkan estetiknya. - Karya lukisan tetap diusahakan estetik dan dramatik yang dicapai dengan pengolahan warna, gelap terang, pengolahan gestur dan sebagainya.

13 3.2 Proses Berkarya Proses berkarya yang dimaksud di sini adalah proses pada umumnya untuk menghasilkan karya, dan berangkat setelah tentang tema Kematian yang Nirbatas dengan segala muatan konteksnya dipahami, tinggal eksekusi dalam bentuk visualisasinya. Pertimbangan Komposisi Proses ini mengolah komposisi, yaitu pertimbangan-pertimbangan pengolahan itu mempertimbangkan besar kecilnya gambar sebagai obyek utama dan pendukung dan apa arti ruang negatif yang juga menjadi bagian komposisi. Bagi penulis ruang negatif ini juga berujud sebagai bentuk yang mesti disikapi dan memaknakan apa keberadaannya dalam komposisi. Selain unsur bentuk dari obyeknya yang dipertimbangkan sebagai pembentuk komposisi, juga susunannya, arahnya, kontras gelap terangnya dan juga warnanya. Kecenderungan komposisi mendatar tentu diwujudkan dalam bentuk bidang gambar yang horisontal. Pertimbangan-pertimbangan dalam membuat komposisi pada umumnya menghadirkan aksen sebagai titik perhatian bidang gambar, juga adanya keseimbangan walaupun tidak simetris. Adanya harmonisasi dari keseluruhan komposisi. Walaupun di dalam kecenderungan menampilkan bentuk karya kontemporer, secara intuisi kepekaan harmonisasi dari komposisi tetap perlu dipertimbangkan karena semata alasan estetis dan pertimbangan estetis ini harus dimunculkan selain wacana yang juga harus dapat dibaca. Ada enam karya yang dibuat dalam tugas akhir ini dan pertimbangan komposisi ini salah satu yang harus diperhatikan selain warna yang digunakan. Pertimbangan Warna Dalam mewujudkan karya, warna menjadi elemen penting untuk menghasilkan karya yang individual dan warna ini bagi penulis juga sebagai bentuk dalam karya. Sehingga kehadiran warna tertentu sangat berarti dan juga hadir sebagai komposisi

14 keseluruhan karya. Kecenderungan menampilkan warna hitam dan putih atau warna yang mengesankan gelap dan kesan terang dimaksudkan untuk menghadirkan alam ruh, mengkondisikan kehadiran alam ruh yang sakral, misterius yang mendukung persoalan kematian dan kehidupan ruh. Warna bergerak dari kecenderungan gelap ke terang untuk menghadirkan keheningan dan kontemplatif karya, tetap diusahakan tampil dalam keharmonisan yang estetis. Pada mulanya latar belakang sengaja sebagai bidang yang dipenuhi warna datar dimaksudkan sebagai kecenderungan menampilkan kesan eklektik, tidak mementingkan kedalaman ruang. Wacana keseluruhan dari karyanya yang menjadi lebih penting dari pada pesona warna sebagai daya tarik visual. Pertimbangan Pilihan Visualisasi Karya Menghadirkan tubuh manusia sebagai obyek utama karena tubuh digunakan sebagai simbolisasi, sebagai media untuk membicarakan sekaligus merefleksikan Kematian yang Nirbatas. Pertimbangan lainnya karena semua manusia mengalami kematian, siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Kehidupan dunia ruh akan lebih mudah direpresentasikan secara visual sebagai tubuh manusia yang mungkin dalam pengolahannya mengalami perubahan bentuk, namun gestur dan kesan yang ditampilkan dimaksudkan sebagai ruh yang sudah terbebaskan dari gravitasi. Kecenderungan menampilkan tubuh wanita dalam visualisasinya dan berada dalam gestur menari dimaksudkan untuk alasan estetis, keindahan, kelenturan, kelemahlembutan sekaligus pesona. Tampilan visual tubuh yang mengesankan transparan, overlaping juga usaha untuk memberi kesan wujud tubuh itu adalah ruh yang tidak lagi terikat pada ruang dan waktu, kadang tampil dengan gestur melayang juga merepresentasikan ruh. Secara visual juga terlihat ada bidang-bidang kosong yang seolah disisakan, justru merepresentasikan alam kekosongan itu, alam ruh yang misterius dan sakral. Keputusan-keputusan semua di atas jelas mempertimbangkan penampilan karya yang pasti terlihat dalam tiap karya untuk menghadirkan karya yang estetis, tidak terjebak dengan keindahan bentuk semata namun memunculkan karya sebagai realitas yang baru, realitas dari seniman yang subyektif dan jujur.

BAB IV TINJAUAN KARYA

BAB IV TINJAUAN KARYA BAB IV TINJAUAN KARYA Perjalanan sebuah karya, dimulai ketika seniman mengalami, mencermati sesuatu dan sesuatu itu kemudian dijadikan kontemplasi yang mendalam. Selanjutnya muncul ide atau gagasan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang

Lebih terperinci

Oleh : Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha

Oleh : Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha Oleh : Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha Imaji KEMATIAN YANG NIR BATAS Heru Susanto Program Studi Seni Rupa Murni Fakultas Seni Rupa

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas.

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas. 68 BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya, hal itu diawali dengan adanya dorongan perasaan untuk menciptakan sesuatu yang baru

Lebih terperinci

Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A)

Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A) Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A) Dikenal sebagai seniman perwakilan Indonesia di Venice Biennale 2013, Albert Yonathan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI KARYA

BAB IV DESKRIPSI KARYA BAB IV DESKRIPSI KARYA Secara umum apresiasi terhadap karya cermin dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Pertama, kelompok karya dengan objek positif yaitu karya-karya yang menggambarkan gestur yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni lukis adalah karya seni rupa dua dimensional yang menampilkan citra visual melalui unsur titik, garis, bidang, tekstur, dan warna. Sebagai karya seni murni,

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Sebuah karya seni dapat terlihat dari dorongan perasaan pribadi pelukis. Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya. Hal itu di awali

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis A. Pemilihan Ide Pengkaryaan BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Lingkungan Pribadi Ide Lingkungan Sekitar Kontemplasi Stimulasi Sketsa Karya Proses Berkarya Apresiasi karya Karya Seni Bagan 3.1 Proses

Lebih terperinci

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin terdengar biasa di telinga, sebutan yang sepintas telah biasa didengar di berbagai tempat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan 305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Seni 1. Pengertian Seni Menurut Soedarso (1988: 16-17) bahwa kata seni berasal dari bahasa Sansekerta sani yang berarti pemujaan, palayanan, donasi, permintaan atau mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. keluar dari kegelisahan tersebut. Ide/gagasan itu muncul didorong oleh keinginan

BAB III METODE PENCIPTAAN. keluar dari kegelisahan tersebut. Ide/gagasan itu muncul didorong oleh keinginan 33 BAB III METODE PENCIPTAAN Setiap orang pasti mempunyai kegelisahan terhadap suatu persoalan yang ada didalam dirinya ataupun dilingkungan sekitar, sehingga menumbuhkan gagasan untuk keluar dari kegelisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tema mengenai parodi sebagai bentuk sindiran terhadap situasi zaman, banyak ditemukan sepanjang sejarah dunia seni, dalam hal ini khususnya seni lukis, contohnya Richard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Tema kekerasan terhadap anak (child abuse) akan diwujudkan dalam suatu bentuk karya seni rupa. Perwujudan tema tersebut didukung dengan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik BAB III METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Ide dalam proses penciptaan karya seni dapat diperoleh dari hasil pengalaman pribadi maupun pengamatan lingkungan. Kemudian, melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita berbicara tentang peradaban manusia, tidaklah akan lepas dari persoalan seni dan

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita berbicara tentang peradaban manusia, tidaklah akan lepas dari persoalan seni dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Jika kita berbicara tentang peradaban manusia, tidaklah akan lepas dari persoalan seni dan budaya yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri. Seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara dengan latar belakang budaya yang majemuk. mulai dari kehidupan masyarakat, sampai pada kehidupan budayanya. Terutama pada budaya keseniannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilustrasi merupakan bentuk visual dari teks atau kalimat. Ilustrasi dapat memperjelas teks atau kalimat terutama bagi anak-anak yang belum bisa membaca. Dengan menggambarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dibuat, maka dari penulisan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Ritual Semana

BAB V PENUTUP. dibuat, maka dari penulisan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Ritual Semana BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pemaparan konsep atau gagasan penciptaan yang telah dibuat, maka dari penulisan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Ritual Semana Santa di Larantuka Sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori/Metode Teori membuat Komik. Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah 14 BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/Metode 4.1.1 Teori membuat Komik Dalam bukunya, Scott McCloud mengatakan bahwa komik adalah Gambar-gambar dan lambing-lambang yang terjukstaposisi dalam turutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. cm, karya ke dua berukuran 120 cm X 135 cm, karya ke tiga berukuran 100 cm X

BAB III METODE PENCIPTAAN. cm, karya ke dua berukuran 120 cm X 135 cm, karya ke tiga berukuran 100 cm X BAB III METODE PENCIPTAAN A. Visualisasi Karya Karya lukis ini sebanyak 4 karya. Karya pertama berukuran 125 cm X 140 cm, karya ke dua berukuran 120 cm X 135 cm, karya ke tiga berukuran 100 cm X 50 cm,

Lebih terperinci

KEPEKAAN MERUANG SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN DISAIN INTERIOR. Syaifuddin Zuhri UPN Veteran Jawa Timur

KEPEKAAN MERUANG SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN DISAIN INTERIOR. Syaifuddin Zuhri UPN Veteran Jawa Timur KEPEKAAN MERUANG SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN DISAIN INTERIOR Syaifuddin Zuhri UPN Veteran Jawa Timur Abstrak Disain adalah ungkapan imajinasi seseorang akan sesuatu yang dituangkan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN

III. METODE PENCIPTAAN III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Kucing adalah hewan yang memiliki karakter yang unik dan menarik. Tingkah laku kucing yang ekspresif, dinamis, lincah, dan luwes menjadi daya

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I ) Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/semester Alokasi Waktu : SMP NEGERI 3 KALASAN : Seni Budaya (Seni Rupa) : IX (sembilan) /1 (Satu) : 3 X 40 menit A. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA

Lebih terperinci

III. PROSES PENCIPTAAN

III. PROSES PENCIPTAAN III. PROSES PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Dunia virtual dalam media sosial memang amat menarik untuk dibahas, hal ini pulalah yang membuat penulis melakukan sebuah pengamatan, perenungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Perkembangan dunia kesenirupaan saat ini sudah sangat pesat sekali dengan inovasi bahan dan media dari karya seni rupa yang sudah beragam dan kadang tidak

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN 50 BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN A. Perwujudan Karya Seni Kemajuan yang tengah dialami oleh kaum feminis (perempuan) merupakan suatu titik puncak kejenuhan atas ideologi patriarki, penulis sendiri

Lebih terperinci

DOKUMENTASI KARYA SENI RUPA (KRIYA KERAMIK) BOTOL DAN TEKSTUR

DOKUMENTASI KARYA SENI RUPA (KRIYA KERAMIK) BOTOL DAN TEKSTUR DOKUMENTASI KARYA SENI RUPA (KRIYA KERAMIK) BOTOL DAN TEKSTUR Judul : Botol dan Tekstur Media : Tanah Liat (Keramik) Ukuran : 13 cm, T 35 cm Teknik : Pijat Tahun : 2007 Dibuat Oleh: Nama : B Muria Zuhdi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di

I. PENDAHULUAN. Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di bidang ini fotografer dapat bereksperimen dengan leluasa, menciptakan fotografi seni yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik BAB III METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Gagasan atau ide merupakan hal yang harus dimiliki seorang pencipta karya seni dalam proses penciptaan karya seni. Subjektifitas dari seorang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat 226 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan atas hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti, sampailah pada akhir penelitian ini dengan menarik beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

Elemen Elemen Desain Grafis

Elemen Elemen Desain Grafis Elemen Elemen Desain Grafis Desain grafis sebagai seni dekat dengan apa yang kita sebut sebagai keindahan (estetika). Keindahan sebagai kebutuhan setiap orang, mengandung nilai nilai subyektivisme. Oleh

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB III KONSEP PERANCANGAN A. BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada

Lebih terperinci

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti

BAB III METODE PENELITIAN. analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu kehidupan, bentuk materi maupun non-materi mengalami sebuah siklus perubahan yang natural terjadi dalam segala aspek kehidupan yang mencakup mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Orde post-modern, dalam gagasan estetiknya, tengah melumrahkan atau secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Orde post-modern, dalam gagasan estetiknya, tengah melumrahkan atau secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orde post-modern, dalam gagasan estetiknya, tengah melumrahkan atau secara tegas bahkan memang sedang mempersilahkan agar setiap karya seni hendaknya memiliki atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN 1. Tematik A. Implementasi Teoritis Kehidupan dunia anak-anak yang diangkat oleh penulis ke dalam karya Tugas Akhir seni lukis ini merupakan suatu ketertarikaan penulis terhadap

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian ini adalah lukisan Tetet Cahyati yang bertema Bandung merupakan lukisan ekspresivisme-abstrak yang bersumber gagasan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Raymond Williams dalam Komarudin (2007: 1).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Raymond Williams dalam Komarudin (2007: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat dari pesatnya arus industri dan urbanisasi yang menuju pada modernitas, kebudayaan telah mengalami perubahan perkembangan, serta pergeseran dalam wujud,

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: HOME SWEET HOME Karya: Dwi Retno Sri Ambarwati, MSn

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: HOME SWEET HOME Karya: Dwi Retno Sri Ambarwati, MSn 1 DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: HOME SWEET HOME Karya: Dwi Retno Sri Ambarwati, MSn Judul : Home Sweet Home Ukuran : 100x100 cm Tahun : 2006 Media : Oil on canvas Dipamerkan pada acara Penciptaan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS CRASH

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS CRASH DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS CRASH Jenis Karya Judul Ukuran Media/Teknik Tahuan Pembuatan Pencipta : Lukisan : Crash (Tabrakan) : 60 cm x 80 cm : Cat Akrilik di atas Kanvas : 2007 : Drs. Bambang Prihadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan, kebutuhan, dan keinginan yang beragam. Kebutuhan dan keinginan diperlukan terutama untuk mencapai tujuan hidup seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhiasan adalah salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam ritual masyarakat pramoderen Indonesia, sehingga meskipun hingga kini lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian mengambil tulang rusuknya untuk dijadikan perempuan, seperti yang dituliskan

Lebih terperinci

LUKISAN BASUKI ABDULLAH DAN MAKNANYA

LUKISAN BASUKI ABDULLAH DAN MAKNANYA LUKISAN BASUKI ABDULLAH DAN MAKNANYA 2017 Judul : "Kakak dan Adik" Nama seniman : Basuki Abdullah tahun : 1971 ukuran : 65 x 79 cm. Lukisan Basuki Abdullah yang berjudul Kakak dan Adik (1978) ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA. memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa

BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA. memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA A. Implementasi Teoritis Mengamati anak-anak baik dalam kehidupan dirumah ataupun diluar rumah, memberikan ingatan segar kembali akan pengalaman-pengalaman kita dimasa kecil

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEHIDUPAN DALAM SENI LUKIS A.A. NGURAH PARAMARTHA

EKSPLORASI KEHIDUPAN DALAM SENI LUKIS A.A. NGURAH PARAMARTHA EKSPLORASI KEHIDUPAN DALAM SENI LUKIS A.A. NGURAH PARAMARTHA Oleh: I Wayan Setem Staf Pengajar Program Studi Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar Eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian BAB I A. Latar Belakang Penelitian Tingkat apresiasi masyarakat tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rutinitas dari kegiatan Seni Rupa ditengah masyarakat dan pendidikan Seni

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Hasil penelitian tentang Senirupa Ruang Publik di Yogyakarta relevansinya

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Hasil penelitian tentang Senirupa Ruang Publik di Yogyakarta relevansinya 340 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat Senirupa Ruang Publik (SRP) Yogyakarta Hasil penelitian tentang Senirupa Ruang Publik di Yogyakarta relevansinya dalam Pendidikan Kesenian dapat disimpulkan:

Lebih terperinci

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material.

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material. Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material. Pameran yang dilangsungkan di Galeri Hidayat kali ini menitik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas musik yang dingin, gelap, melankolis, tragis, dan beratmosfir suram. Black

BAB I PENDAHULUAN. khas musik yang dingin, gelap, melankolis, tragis, dan beratmosfir suram. Black BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Black Metal dikenal sebagai salah satu aliran musik yang mempunyai ciri khas musik yang dingin, gelap, melankolis, tragis, dan beratmosfir suram. Black Metal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkarya Tuhan, iman, agama, dan kepercayaan pada saat sekarang ini kembali menjadi satu hal yang penting dan menarik untuk diangkat dalam dunia seni rupa, dibandingkan

Lebih terperinci

pribadi pada masa remaja, tentang kebiasaan berkumpul di kamar tidur salah seorang teman

pribadi pada masa remaja, tentang kebiasaan berkumpul di kamar tidur salah seorang teman DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: THREE GIRLS IN THE BEDROOM Judul : Three Girls in the Bedroom Ukuran : 100x100 cm Tahun : 2006 Media : Oil on canvas Dipamerkan pada acara: Pameran Seni Rupa dengan

Lebih terperinci

BAB III GAGASAN BERKARYA

BAB III GAGASAN BERKARYA BAB III GAGASAN BERKARYA 3.1 Tafsiran Tema Karya untuk Tugas Akhir ini mempunyai tema besar Ibu, Kamu dan Jarak. Sebuah karya yang sangat personal dan dilatar belakangi dari pengalaman personal saya. Tema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan pemberontakan artistik terhadap standar umum seni di akhir abad ke 19 di Perancis. Daripada melukis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik 43 BAB III METODE PENCIPTAAN A. Konsep Berkarya Pada tugas akhir penciptaan berjudul Padi sebagai Sumber Ide Penciptaan Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik secara

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin modern membuat arus globalisasi menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga mengikuti arus globalisasi

Lebih terperinci

EcoReality. Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn

EcoReality. Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn EcoReality Oleh: I Wayan Setem, S.Sn, M.Sn Disampaikan pada Presentasi Proposal Penciptaan, Selasa, 14 Mei 2013, Institut Seni Indonesia Denpasar Denpasar. Latar belakang Proses penciptaan karya seni sering

Lebih terperinci

DISKRIPSI CIPTAAN LUKISAN JALAN KE CANDI

DISKRIPSI CIPTAAN LUKISAN JALAN KE CANDI DISKRIPSI CIPTAAN LUKISAN JALAN KE CANDI DIPAMERKAN PADA PAMERAN SENIRUPA IKATAN KELUARGA ALUMNI SEKOLAH SENI RUPA INDONESIA 20-26 NOVEMBER 2011 DI TAMAN BUDAYA SURAKARTA SK DEKAN : 0614/UN.34.12/KP/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

Apa yang harus dipahami Desainer Grafis?

Apa yang harus dipahami Desainer Grafis? Pertemuan III Apa yang harus dipahami Desainer Grafis? Desainer grafis setidaknya adalah individu menguasai suatu keterampilan dan pemahaman konsep yang luas. Pada lazimnya, desainer bekerja dengan cara

Lebih terperinci

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN BAB 3: TANAMAN POHON Dalam proses belajar menggambar, umumnya dapat dimulai dengan belajar menggambar alam benda yang ada di sekitar kita dan yang paling dekat dan sering di temui adalah tanaman pohon,

Lebih terperinci

Pengamatan Medium Pengafdrukan METODE PENCIPTAAN. terhadap tumbuhan paku sejati (Pteropsida) ini sehingga menghasilkan pemikiran.

Pengamatan Medium Pengafdrukan METODE PENCIPTAAN. terhadap tumbuhan paku sejati (Pteropsida) ini sehingga menghasilkan pemikiran. Proses Sumber Persiapan gagasan Sketsa Pengalaman Ide atau Gagasan Karya Pewarnaan Konsultasi BAB I I I Pengamatan Medium Pengafdrukan METODE PENCIPTAAN Media Teknik massa Pencetakan A. Implementasi Teoritik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Revitalisasi Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND Revitalisasi bagi Kongregasi Aktif Merasul berarti menggambarkan kembali

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

PEMANFAATAN MEDIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR PEMANFAATAN MEDIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Johannes Jefria Gultom Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Media sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar dipilih

Lebih terperinci

KONSEP PERANCANGAN. 1. Ide Desain Ide dari desain mebel yang akan dibuat berangkat dari keinginan desainer untuk memberikan makna terhadap sebuah

KONSEP PERANCANGAN. 1. Ide Desain Ide dari desain mebel yang akan dibuat berangkat dari keinginan desainer untuk memberikan makna terhadap sebuah IV. KONSEP PERANCANGAN Dalam proses perancangan desain kursi ini, digunakan beberapa metode yang merujuk pada sebuah konsep perancangan. Sebuah konsep dalam proses perancangan dirasa sangat perlu agar

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. A. Sumber Pustaka. sangat cemerlang dan sangat indah. Untuk menjadi kupu-kupu yang. Kupu-kupu memiliki banyak jenis dan memiliki

II. KAJIAN PUSTAKA. A. Sumber Pustaka. sangat cemerlang dan sangat indah. Untuk menjadi kupu-kupu yang. Kupu-kupu memiliki banyak jenis dan memiliki II. KAJIAN PUSTAKA A. Sumber Pustaka 1. Rujukan Serangga bersayap sisik ini biasanya memiliki sayap yang sangat cemerlang dan sangat indah. Untuk menjadi kupu-kupu yang bersayap indah, terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Nisa Apriyani, 2014 Objek Burung Hantu Sebagai Ide Gagasan Berkarya Tenun Tapestri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Nisa Apriyani, 2014 Objek Burung Hantu Sebagai Ide Gagasan Berkarya Tenun Tapestri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Objek karya seni sangat bermacam-macam, ini sangat tergantung pada ketertarikan seniman tersebut dalam memilih objek.bukan hal kebetulan bahwa penulis sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tema yang diangkat ini sebenarnya terinspirasi dari buku karangan Lewwis

BAB I PENDAHULUAN. Tema yang diangkat ini sebenarnya terinspirasi dari buku karangan Lewwis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tema yang diangkat ini sebenarnya terinspirasi dari buku karangan Lewwis Carol: Alice in wonderland. Buku ini memiliki kesan yang mendalam dalam memori saya, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

KOMSEP KARYA SENI. Oleh: Zulfi Hendri, S.Pd NIP:

KOMSEP KARYA SENI. Oleh: Zulfi Hendri, S.Pd NIP: KOMSEP KARYA SENI Oleh: Zulfi Hendri, S.Pd NIP: 19750525 200112 1002 JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGRI YOGYAKARTA 2013 0 A. Pendahuluan Saat ini kita dapat melihat

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Motion of Legong PENCIPTA : I Kadek Puriartha, S.Sn., M.Sn PAMERAN : Jalan Menuju Media Kreatif #4 Penguatan Budaya dan Karakter Bangsa Galeri Cipta III

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KELAS I KOMPETENSI INTI 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk konkret yang membangkitkan pesona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS A. Implementasi Teoritis Istilah kata celeng berasal dari sebagian masyarakat Jawa berarti babi liar. Jika dilihat dari namanya saja, sudah nampak bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D. Bab 2 Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi (3D) Peta Materi Pengertian Jenis Karya Berkarya Seni Rupa 3 D Simbol Karya Nilai Estetis Proses Berkarya 32 Kelas X SMA / MA / SMK / MAK Setelah mempelajari Bab 2

Lebih terperinci

DICIPTAKAN OLEH: TJOKORDA UDIANA NINDHIA PEMAYUN

DICIPTAKAN OLEH: TJOKORDA UDIANA NINDHIA PEMAYUN DESKRIPSI PENCIPTAAN KARYA MONUMENTAL SENI PATUNG JUDUL KARYA: P E M B U R U Di publikasikan melalui pameran seni patung dan seni lukis bersama, bertempat di Taman Budaya Bali (Art Centre), Tanggal Pameran:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci