Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 1 of 22. Silabus (GBPP) SAP. Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) SEMESTER GANJIL 2012/2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 1 of 22. Silabus (GBPP) SAP. Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) SEMESTER GANJIL 2012/2013"

Transkripsi

1 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 1 of 22 Silabus (GBPP) SAP Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) SEMESTER GANJIL 2012/2013

2 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 2 of 22 Silabus (GBPP)

3 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 3 of 22 SILABUS / GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN (GBPP) Judul matakuliah : Pengendalian Hayati Kode matakuliah/sks : AGT 414 / 3 (2 1) Dosen pengasuh : 1. Prof. Dr. F.X. Susilo (Penanggungjawab) 2. Ir. Nur Yasin, M.S. 3. Ir. Solikhin, M.P. Semester : Ganjil 2012 / 2013 Pertemuan : Senin, (Pr, LHPT) Rabu, (Kl, A3) Deskripsi singkat : Matakuliah yang ditawarkan setahun sekali ini (setiap semester ganjil) merupakan matakuliah pilihan bagi Program Studi Agroteknologi (AET/AGT) Fakultas Pertanian UNILA. Prasyarat yang diperlukan adalah lulus matakuliah Entomologi Pertanian, Ilmu Hama Tumbuhan atau atas izin khusus dari dosen penanggungjawab. Matakuliah Pengendalian Hayati membekali mahasiswa dengan ilmu pengetahuan lanjut tentang pengendalian hama, khususnya yang menggunakan musuh alami. Pokok-pokok bahasan dalam matakuliah ini mencakup (1) Konsep Pengendalian Hayati, (2) Sejarah Pengendalian Hayati, (3) Dasar-dasar Bioekologi Pengendalian Hayati, (4) Metode Pengendalian Hayati, dan (5) Pengenalan Agens Pengendalian Hayati. Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat terbantu dalam mengeksplorasi pendekatan pengendalian hayati sebagai disiplin ilmu yang dipelajari di kelas dan laboratorium tetapi juga dapat digunakan untuk mengembangkan riset ilmiah. Materi kuliah disampaikan dalam bentuk kuliah dan praktikum Untuk itu telah disediakan buku ajar khusus dan beberapa pustaka yang relevan. Materi-materi disampaikan dengan metode ceramah, diskusi, simulasi, dan pengamatan spesimen. Prestasi mahasiswa dalam kuliah dan praktikum dievaluasi melalui ujian, tugas terstruktur, keaktifan, dan kehadiran. Tujuan Umum Matakuliah: Setelah lulus dari matakuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memperdebatkan berbagai konsep pengendalian hayati, menceritakan kembali peristiwa-peristiwa bersejarah pengendalian hayati, menguasai dasar-dasar bioekologi pengendalian hayati, menguasai metode-metode pengendalian hayati, dan mampu mengidentifikasi agens pengendalian hayati. Garis besar program perkuliahan: Program-program perkuliahan secara garis besar diringkaskan pada Tabel 1.

4 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 4 of 22 Tabel 1. Silabus (garis besar program) perkuliahan Pengendalian Hayati (AGT 414) Tujuan Instruksional Khusus / Sasaran Pembelajaran 1. a. Membedakan 3 (tiga) makna pengendalian hayati (PH) b. Membuat diagram peran musuh alami dalam pengendalian hama 2. Membandingkan makna PH dan pengendalian alami 3. Membandingkan makna PH konvensional dan PH kontemporer 4. Mengenali dua indikator PH 1. Menuliskan kembali peristiwa PH hama jeruk di Cina 2. Menjelaskan bagaimana orang Eropa setelah era Renesans memahami fenomena parasitasi hama 3. Menuliskan kembali secara berurutan kegiatan PH terhadap kutu jeruk di California pada Abad ke Menyimpulkan rahasia keberhasilan PH wereng tebu di Hawaii pada awal Abad ke Menuliskan kembali peristiwa PH gulma klamath di California selama Perang Dunia II 6. Menuliskan kembali peristiwa PH ngengat kelapa di Fiji pada awal Abad ke Menuliskan kembali sejarah penggunaan musuh alami dalam pengendalian hama di Indonesia. 1. Menjelaskan hubungan antara populasi, sistem trofi, dan PH 2. Mengidentifikasi faktor-faktor pengendali populasi dalam ekosistem 3. Menjelaskan makna density-dependence 4. Menjelaskan mekanisme terjadinya hama eksotik dan hama aseli 5. Menjelaskan hubungan antara biodiversitas dan PH Pokok Bahasan dan Sub-pokok Bahasan Konsep PH 1. Makna PH 2. PH versus pengendalian alami 3. PH konvensional versus kontemporer 4. Indikator-indikator PH Sejarah PH 1. Penggunaan Predator di Cina 2. Pengamatan Parasitoid dan PH Pasca Renesans di Eropa 3. PH Kutu Jeruk di California 4. PH Wereng Tebu di Hawaii 5. PH Gulma Klamath di California 6. PH Ngengat Kelapa di Fiji 7. Program-program PH di Indonesia Dasar-dasar Bioekologi PH 1. Populasi dalam Ekosistem 2. Faktor-faktor Pengendali Populasi 3. Mekanisme Terjadinya Hama Eksotik dan Hama Aseli 4. Biodiversitas versus PH Estimasi Waktu (menit) Sumber Kepustakaan 3 x 100 Susilo (2007): hlm x 100 Susilo (2007): hlm x 100 Susilo (2007): hlm

5 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 5 of Membedakan teknik introduksi, augmentasi, dan konservasi musuh alami 2. Menghitung tanggap numerik dan tanggap fungsional predator (dan parasitoid) 3. Menghitung efisiensi penularan dan daya infeksi Entomopatogen 4. Membandingkan dua metode eksklusi musuh alami Metode PH 1. Teknik-teknik PH 2. Kuantifikasi Aktivitas Musuh Alami 4 x 100 Susilo (2007): hlm Membandingkan predator dan parasitoid 2. Membandingkan tiga sistem reproduksi Hymenoptera parasitik 3. Mengidentifikasi taksa dan karakter laba-laba dan tungau predator 4. Mengidentifikasi taksa dan karakter serangga-serangga predator dan parasitoid Pengenalan Agen PH 1. Predator dan Parasitoid 2. Sistem Reproduksi Hymenoptera Parasitik 3. Laba-laba dan Tungau Predator 4. Serangga-serangga Predator dan Parasitoid 4 x 100 Susilo (2007): hlm Buku Rujukan Pokok: Susilo, F.X Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta. Penilaian: Nilai Akhir (NA) = 70% Nilai Kuliah (UTS, UAS dan kuis) + 30% Nilai Praktikum (termasuk tugas)

6 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 6 of 22 Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

7 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 7 of 22 SAP I Konsep Pengendalian Hayati Konvensional versus Kontemporer Konsep Pengendalian Hayati Pengendalian Hayati Konvensional dan Pengendalian Hayati Kontemporer Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep PH Konvensional dan PH Kontemporer Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu 1) Membandingkan definisi PH Konvensional versus PH Kontemporer 2) Menuliskan nama tokoh-tokoh PH Konvensional 3) Menuliskan nama tokoh-tokoh PH Kontemporer 4) Menjelaskan makna istilah bastard definition untuk PH Kontemporer 5) Menuliskan empat butir pendapat Garcia et al. tentang pengendalian hayati versus bioteknologi. 1) Dosen membuka pertemuan 2) Dosen menyampaikan beberapa contoh cara pengendalian hama dan menanyakan kepada mahasiswa apakah cara-cara tersebut termasuk ke dalam PH atau tidak. Mahasiswa menyimak pertanyaan tersebut dan menjawab berdasar pengalaman dan pengetahuannya masing-masing. 3) Dosen merespons jawaban-jawaban mahasiswa dan mengarahkan bahasan pada konsep PH konvensional versus PH kontemporer. 4) Dosen menuliskan nama-nama tokoh pengendalian hayati konvensional. 5) Dosen menuliskan nama-nama tokoh pengendalian hayati konemporer. 6) Dosen menjelaskan makna istilah bastard definition untuk PH kontemporer. 7) Dosen menyampaikan pendapat Garcia et al. (1988) ttg PH versus bioteknologi. 8) Dosen merangkum seluruh materi kuliah. 9) Dosen menutup pertemuan.

8 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 8 of 22 SAP II Konsep Pengendalian Hayati versus Pengendalian Alami Konsep Pengendalian Hayati Pengendalian Hayati (PH) versus Pengendalian Alami (PA) Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu membandingkan konsep PH dan PA Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Membedakan konsep PH versus konsep PA 2) Mengidentifikasi persamaan konsep PH dan konsep PA 3) Membuat bagan atau diagram ketercakupan PH atas PA, dan sebaliknya 1) Dosen membuka pertemuan 2) Dosen menyatakan bahwa selain ada konsep pengendalian hayati (PH) ada juga konsep pengendalian alamai (PA). Kemudian dosen menanyakan kepada mahasiswa apakah PH sama dengan PA. Mahasiswa menyimak pertanyaan tersebut dan menjawab berdasar pengalaman dan pengetahuannya masing-masing. 3) Dosen merespons jawaban-jawaban mahasiswa dan mengarahkan bahasan pada konsep PA. 4) Dosen menuliskan fenomena-fenomena di alam di mana hama terkendali oleh faktor-faktor abiotik dan biotik (termasuk musuh alami) kemudian menanyakan kepada mahasiswa manakah dari fenomena-fenomena tersebut yang termasuk PH atau PA. Mahasiswa menyimak pertanyaan tersebut dan menjawab berdasar pengalaman dan pengetahuannya masing-masing. 5) Dosen merespons jawaban-jawaban mahasiswa dan menguatakan jawabanjawaban tersebut. 6) Dosen menjelaskan perbedaan makna istilah biological natural control versus non-biological natural control dan menunjukkan posisi masing-masing pada konteks PH atau PA. 7) Dosen merangkum seluruh materi kuliah. 8) Dosen menutup pertemuan.

9 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 9 of 22 SAP III Indikator Pengendalian Hayati Konsep Pengendalian Hayati Indikator Pengendalian Hayati Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dua indikator PH, yaitu density dependence dan self sustenance Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menjelaskan konsep density dependence. 2) Membedakan konsep density dependence dan konsep density independence. 3) Menjelaskan konsep self sustenance 1) Dosen membuka pertemuan 2) Dosen mengulas kembali secara singkat perbedaan antara konsep PH Konvensional versus PH Kontemporer dan menekankan fokus bahasan pada PH Konvensional. 3) Dosen menanyakan kepada mahasiswa bagaimana kira-kira cara menentukan apakah suatu kasus pengendalian hama tergolong PH atau tidak. Mahasiswa menyimak pertanyaan tersebut dan menjawab berdasar pengalaman dan pengetahuannya sejauh ini. 4) Dosen merespons jawaban-jawaban mahasiswa dan mengarahkan bahasan / jawaban tersebut pada konteks indikator PH, yaitu density dependence dan selfsustenance.. 5) Dosen menjelaskan konsep density dependence 6) Dosen menjelaskan konsep self-sustenance. 7) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menekankan bahwa suatu kasus pengendalian hama dapat digolongkan kasus PH jika memenuhi syarat density depedence dan self-sustenance. 8) Dosen menutup pertemuan.

10 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 10 of 22 SAP IV Kasus Pengendalian Hayati Hama Jeruk di Cina Menggunakan Semut Sejarah Pengendalian Hayati Pengendalian Hayati Hama Jeruk di Cina Menggunakan Semut Rangrang Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu memetik hikmah dari kasus pengendalian hayati hama jeruk di Cina. Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu Menjelaskan tiga cara penggunaan semut rangrang untuk mengendalikan hama jeruk di Cina. Menjelaskan keunggulan dan kelemahan penggunaan semut rangrang dalam pengendalian hama jeruk. Menjelaskan bahwa semut rangrang memenuhi syarat sebagai musuh alami yang self-sustenance dan density dependent. Menjelaskan bahwa penggunaan semut rangrang lebih baik daripada penggunaan insektisida kimia. 2) Dosen menjelaskan tiga cara penggunaan semut rangrang untuk mengendalikan hama jeruk di Cina. 3) Dosen menjelaskan keunggulan dan kelemahan penggunaan semut rangrang dalam pengendalian hama jeruk. 4) Dosen menjelaskan bahwa semut rangrang memenuhi syarat sebagai musuh alami yang self-sustaining dan density dependent. 5) Menjelaskan bahwa penggunaan semut rangrang di Cina lebih baik daripada penggunaan insektisida kimia. 6) Dosen merangkum seluruh materi kuliah. 7) Dosen menutup pertemuan.

11 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 11 of 22 SAP V Kasus Pengendalian Hayati Kutu Jeruk di California (PH Klasik) Sejarah Pengendalian Hayati Pengendalian Hayati Kutu Jeruk di California Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu memetik hikmah dari kasus pengendalian hayati kutu jeruk di California. Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: Menjelaskan dua alasan mengapa kasus PH hama kutu jeruk California itu disebut juga PH klasik. Menjelaskan mekanisme terjadinya hama kutu jeruk di California tersebut. Menjelaskan kronologi peristiwa dalam kasus PH hama kutu jeruk California. 2) Dosen menjelaskan dua alasan mengapa kasus PH hama kutu jeruk California itu disebut juga PH klasik. 3) Dosen menjelaskan mekanisme terjadinya hama kutu jeruk di California tersebut. 4) Dosen menayangkan kurva dan menjelaskan kronologi peristiwa dalam kasus PH hama kutu jeruk California. Mahasiswa menyimak, mencatat, dan menyalin kurva yang ditayangkan dosen. 5) Dosen merangkum seluruh materi kuliah. 6) Dosen menutup pertemuan.

12 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 12 of 22 SAP VI Kasus Pengendalian Hayati Ngengat Kelapa di Fiji Sejarah Pengendalian Hayati Pengendalian Hayati Ngengat Kelapa di Fiji Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu memetik hikmah dari kasus pengendalian hayati ngengat kelapa di Fiji. Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menceritakan kembali kasus pengendalian hayati ngengat kelapa di Fiji 1920-an. 2) Menjelaskan faktor-faktor penentu keberhasilan PH ngengat kelapa di Fiji. 2) Dosen menjelaskan mekanisme terjadinya hama ngengat kelapa di Fiji. 3) Dosen menjelaskan upaya-upaya pemerintah Fiji untuk mengatasi masalah tersebut. 4) Dosen menjelaskan secara secara kronologis tiga ekspedisi pencarian musuh alami ngengat kelapa Fiji. Mahasiswa menyimak, mencatat, dan menyalin kurva yang ditayangkan dosen. 5) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi faktor-faktor penentu keberhasilan PH ngengat kelapa Fiji. 6) Dosen menutup pertemuan.

13 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 13 of 22 SAP VII Bioekologi Pengendalian Hayati Bioekologi Pengendalian Hayati 2. Sub-pokok Bahasan : Pengendalian populasi dalam ekosistem pertanian 3. Tujuan Pembelajaran (TP) : Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pengendalian hayati dalam agroekosistem. 4. Sasaran Pembelajaran (SP) : Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menjelaskan sifat dan ciri populasi dalam agroekosistem 2) Menjelaskan konsep rantai makanan dan jaring makanan dalam agroekosistem 3) Menjelaskan mekanisme mekanisme pengendalian hayati hama dalam agroekosistem 2) Dosen menjelaskan komponen-komponen agroekosistem. 3) Dosen menjelaskan sifat dan ciri populasi hama tanaman di agroekosistem. 4) Dosen menjelaskan konsep rantai makanan dan jaring makanan di agroekosistem. Mahasiswa menyimak, mencatat, dan menyalin kurva yang ditayangkan dosen. 5) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi fungsi musuh alami (predator, parasitoid, entomopatogen) sebagai agen pengendali hama (herbivora) di agroekosistem. 6) Dosen menutup pertemuan.

14 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 14 of 22 SAP VIII Mekanisme Terjadinya Hama (Resurjensi) di Agroekosistem Bioekologi Pengendalian Hayati 2. Sub-pokok Bahasan : Mekanisme Terjadinya Hama 3. Tujuan Pembelajaran (TP) : Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu memahami mekanisme terjadinya hama dan resurjensi hama di agroekosistem 4. Sasaran Pembelajaran (SP) : Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menjelaskan akibat aplikasi insektisida (intensif) terhadap kekuatan asosiasi antarpopulasi tiga kelompok arthropoda (hama, musuh alami, pesaing) pada agroekosistem monokultur 2) Menjelaskan akibat aplikasi insektisida (intensif) terhadap kekuatan asosiasi antarpopulasi tiga kelompok arthropoda (hama, musuh alami, pesaing) pada agroekosistem polikultur 3) Menjelaskan mekanisme terjadinya hama (resurjensi) di agroekosistem monokultur 4) Menjelaskan mekanisme terjadinya hama (resurjensi) di agroekosistem polikultur 2) Dosen menjelaskan interelasi antara tumbuhan, hama (herbivora), musuh alami (nir-herbivora), dan pesaing hama (herbivora nir-hama). 3) Dosen mengilustrasikan kasus-kasus hama yang justru terjadi setelah aplikasi insektisida (resurjensi). 4) Dosen menjelaskan dampak aplikasi insektisida terhadap interelasi antartiga populasi atau sub-populasi serangga di agroekosistem (hama-musuh alami, hamapesaing, dan musuh alami-pesaing). Mahasiswa menyimak, mencatat, dan menanggapi pernyataan dosen bila diperlukan. 5) Dosen mengaitkan naik-turunnya interelasi antartiga populasi serangga di agroekosistem dengan potensi terjadinya ledakan hama di ekosistem tersebut. 6) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi bahwa hama dapat mengalami ledakan populasi melalui jalur persaingan (kompetisi) atau jalur permakanan (trofi). 7) Dosen menutup pertemuan.

15 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 15 of 22 SAP IX Metode Pengendalian Hayati Metode Pengendalian Hayati Teknik Pengendalian Hayati Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu membedakan tiga teknik pengendalian hayati, yaitu introduksi, augmentasi, dan konservasi Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Mengidentifikasi perbedaan tiga teknik pengendalian hayati, yaitu introduksi, augmentasi, dan konservasi 2) Mengidentifikasi situasi dan kondisi yang melatarbelakangi penggunaan masingmasing dari ketiga teknik pengendalian hayati tersebut. 2) Dosen mengulas kembali (rekonstruksi) tiga kasus pengendalian hayati: pengendalian kutujeruk California, pengendalian hama jeruk di Cina menggunakan semut rangrang, dan pengendalian penggerek batang di perkebunan-perkebunan tebu. 3) Dosen menanyakan kepada mahasiswa apakah mahasiswa dapat menunjukkan perbedaan cara / teknik penggunaan musuh alami pada masing-masing dari ketiga kasus pengendalian hayati tsb. Mahasiswa menyimak, mencatat, dan menjawab pertanyaan dosen. 4) Dosen mengafirmasi / mengoreksi jawaban mahasiswa dan menekankan adanya tiga perbedaan cara / teknik pengendalian hayati, yaitu introduksi (pada kasus pertama), augmentasi (pada kasus kedua), dan konservasi (pada kasus ketiga). 5) Dosen menjelaskan situasi dan kondisi yang melatarbelakangi penggunaan masingmasing dari ketiga teknik pengendalian hayati tersebut. 6) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi bahwa pengendalian hayati dapat dilakukan dengan cara introduksi, augmentasi, atau konservasi musuh alami. 7) Dosen menutup pertemuan.

16 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 16 of 22 SAP X Metode Kuantifikasi Aktivitas Musuh Alami (Predator dan Parasitoid) Metode Pengendalian Hayati Kuantifikasi Aktivitas Musuh Alami (Predator dan Parasitoid) Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu menguantifikasi aktivitas predator dan parasitoid Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menjelaskan perbedaan konsep tanggap fungsional versus tanggap numerik predator 2) Menghitung persentase parasitasi parasitoid 2) Dosen mengulas kembali (rekonstruksi) dua indikator pengendalian hayati, yaitu density dependence dan self-sustenance. 3) Dosen menanyakan kepada mahasiswa apakah mahasiswa dapat menjelaskan / mengira-ngira bagaimana cara mengukur atau menguantifikasi kedua konsep tersebut. Mahasiswa menyimak, mencatat, dan menjawab pertanyaan dosen. 4) Dosen mengafirmasi / mengoreksi jawaban mahasiswa dan menekankan bahwa density dependence dapat diukur dengan analisis tanggap fungsional sedangkan self-sustenance dapat diukur dengan menganalisis tanggap numerik predator (musuh alami). 5) Dosen menjelaskan konsep tanggap fungsional dan tanggap numerik predator. 6) Dosen menjelaskan cara menghitung persentase parasitasi parasitoid. 7) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi bahwa kinerja pengendalian hayati (musuh alami) dapat diukur atau dikuantifikasi dengan menganalisis kurva tanggap fungsional / tanggap numerik dan menghitung persen parasitasi. 8) Dosen menutup pertemuan.

17 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 17 of 22 SAP XI Metode Kuantifikasi Aktivitas Musuh Alami (Entomopatogen) Metode Pengendalian Hayati Kuantifikasi Aktivitas Musuh Alami (Entomopatogen) Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu menguantifikasi aktivitas entomopatogen Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Menghitung efisiensi penularan (daya tular) entomopatogen 2) Menghitung daya infeksi entomopatogen 2) Dosen menjelaskan model patosistem serangga hama dan komponenkomponennya. 3) Dosen menjelaskan teori penjangkitan penyakit dan peluruhan penyakit serangga hama. 4) Dosen menjelaskan kaitan antara penjangkitan penyakit dan daya tular entomopatogen serta antara peluruhan penyakit dan daya infeksi entomopatogen 5) Dosen menjelaskan cara menghitung daya tular dan daya infeksi entomopatogen 6) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi bahwa aktivitas entomopatogen dapat dihitung / dikuantifikasi berdasar efisiensi penularannya dan/atau daya infeksinya pada serangga hama (inang). 7) Dosen menutup pertemuan.

18 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 18 of 22 SAP XII Metode Eksklusi Musuh Alami Metode Pengendalian Hayati Eksklusi Musuh Alami Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu membedakan dua cara menguantifikasi aktivitas musuh alami, yaitu melalui teknik eksklusi kimiawi dan mekanis Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu mengenali perbedaan pada studi eksklusi kimiawi dan eksklusi mekanis 2) Dosen menjelaskan bahwa ada cara lain dalam menguantifikasi aktivitas musuh alami; di antaranya adalah eksperimen menggunakan pendekatan eksklusi musuh alami. 3) Dosen menjelaskan metode eksklusi kimiawi. 4) Dosen menjelaskan metode eksklusi mekanis 5) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi bahwa aktivitas musuh alami dapat juga dihitung / dikuantifikasi secara eksperimental menggunakan metode eksklusi kimiawi atau eksklusi mekanis. 6) Dosen menutup pertemuan.

19 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 19 of 22 SAP XIII Identifikasi Predator dan Parasitoid Pengenalan Agen Pengendalian Hayati (Musuh Alami) Predator dan Parasitoid Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu membedakan sifat-sifat predator versus parasitoid Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1) Membedakan sifat-sifat (karakter) predator versus parasitoid 2) Membedakan berbagai golongan (serangga) parasitoid dan parasitisme 2) Dosen mengulas kembali (merekonstruksi) pengertian musuh alami (agen hayati) dalam konteks pengendalian hayati konvensional, khususnya predator dan parasitoid. 4) Dosen menjelaskan secara rinci perbedaan sifat predator versus parasitoid. 5) Dosen menjelaskan adanya berbagai sifat dan golongan parasitoid (parasitisme), sebagai berikut. parasitoid primer versus parasitoid sekunder (hiperparasitoid) endoparasitoid versus ektoparasitoid parasitoid soliter versus parasitoid gregarius superparasitisme versus parasitisme ganda parasitoid telur/larva/pupa parasitoid soliter versus parasitoid greg 6) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi: Adanya sifat dan karakter yang berbeda antara predator dan parasitoid. Ada berbagai golongan parasitoid (tipe parasitisme). 7) Dosen menutup pertemuan.

20 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 20 of 22 SAP XIV Sistem Reproduksi Hymenoptera Parasitik Pengenalan Agen Pengendalian Hayati (Musuh Alami) Sistem Reproduksi Hymenoptera Parasitik Setelah menyelesaikan pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan sistem reproduksi pada serangga Hymenoptera parasitik Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan perbedaan dan persamaan antatiga sistem reproduksi pada Hymenoptera parasitik. 2) Dosen mengulas kembali (merekonstruksi) pengertian tentang parasitoid dan Mengingatkan kembali bahwa salah satu kelompok parasitoid adalah serangga dari ordo Hymenoptera. 3) Dosen menjelaskan bahwa Hymenoptera memiliki sistem reproduksi umum yang disebut sistem haplodiploidi, di mana ovum yang terbuahi akan berkembang menjadi zuriat betina (diploid) sedangkan ovum yang tidak terbuahi akan berkembang menjadi zuariat jantan (haploid). 4) Dosen menjelaskan bahwa efektivitas parasitasi ditentukan oleh kemampuan tetua parasitoid untuk menghasilkan zuriat betina. 4) Dosen menjelaskan bahwa sistem reproduksi haplodiploidi pada Hymenoptera parasitik dapat mengambil salah satu dari tiga bentuk (tipe), yaitu: arrhenotoky deuterotoky thelyotoky 6) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggarisbawahi adanya tiga tipe (sistem) reproduksi Hymenoptera parasitik. 7) Dosen menutup pertemuan.

21 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 21 of 22 SAP XV Identifikasi Ordo Arthropoda Musuh Alami Identifikasi (Pengenalan) Musuh Alami Identifikasi Ordo-ordo Arthropoda Musuh Alami Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi berbagai ordo arthropoda musuh alami. Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu mengenali sifat dan ciri berbagai ordo Arachnida dan Serangga musuh alami. 2) Dosen mengulas kembali (merekonstruksi) pengertian tentang predator dan parasitoid (serangga parasitik). 3) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Araneae (laba-laba). 4) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Acari predator. 5) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Odonata. 6) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Dermaptera predator. 7) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Orthoptera predator. 8) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Coleoptera predator. 9) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Hemiptera predator. 10) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri Diptera predator dan parasitik. 11) Dosen menjelaskan tentang sifat dan ciri predator dan parasitik. 12) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggaribawahi nama-nama ordo Arachnida dan Serangga musuh alami. 13) Dosen menutup pertemuan.

22 Silabus Matakuliah Pengendalian Hayati (AGT 414) Page 22 of 22 SAP XVI Identifikasi Famili Capung (Odonata) Identifikasi (Pengenalan) Musuh Alami Identifikasi Famili Capung Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi berbagai famili capung. Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu mengenali sifat dan ciri berbagai famili capung. 2) Dosen mengulas kembali (merekonstruksi) kasus bahwa capung merupakan salah satu kelompok serangga yang seluruh anggotanya berperilaku sebagai predator. 3) Dosen menjelaskan tentang morfologi umum capung. 4) Dosen menjelaskan tentang morfologi kepala capung. 5) Dosen menjelaskan tentang morfologi sayap capung. 6) Dosen menjelaskan tentang morfologi abdomen capung. 7) Dosen merangkum seluruh materi kuliah dan menggaribawahi bahwa: pengenalan atas famili-famili capung dapat dilakukan berdasar morfologi kepala, sayap dan abdomennya. pengenalan atas famili-famili arthropoda musuh alami lainnya juga dapat dilakukan berdasar kekhasan morfologi tubuh masing-masing. 8) Dosen menutup pertemuan.

Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Kontrak Pembelajaran. Oleh: Prof. Dr. F.X. Susilo (PJ Matakuliah)

Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Kontrak Pembelajaran. Oleh: Prof. Dr. F.X. Susilo (PJ Matakuliah) GBPP Matakuliah Statistika Pertanian (AGT 212) Page 1 of 10 Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Kontrak Pembelajaran Matakuliah Statistika Pertanian (AGT 212) Kelas D SEMESTER GENAP 2011/2012 Oleh:

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2016/2017

KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2016/2017 KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2016/2017 Dosen Pengasuh Kuliah : 1. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. (PJ) 2. Ir. Indriyati 3. Ir. Dad Resiworo, M.S. Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2012/2013

KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2012/2013 KONTRAK PERKULIAHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN (AGT 216) SEMESTER GANJIL 2012/2013 Dosen Pengasuh Kuliah : 1. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc. (PJ) 2. Ir. Indriyati 3. Ir. Dad Resiworo, M.S. Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar

Lebih terperinci

BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009

BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) Oleh : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 Hak Cipta 2009 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis Pengendalian Hayati Merupakan salah satu cara pengendalian hama yang tertua dan salah satu yang paling efektif. Catatan sejarah: tahun 300-an (abad keempat) petani di Kwantung, Cina, telah memanfaatkan

Lebih terperinci

(biologically based tactics) Modul 1. Pengendalian Hayati Untuk Pengelolaan Hama Kegiatan Belajar 1

(biologically based tactics) Modul 1. Pengendalian Hayati Untuk Pengelolaan Hama Kegiatan Belajar 1 xi M Tinjauan Mata Kuliah ata Kuliah Pengendalian Hayati ini merupakan suatu kuliah yang berisi prinsip-prinsip dan konsep dasar pengendalian hayati sebagai salah satu taktik pengendalian hama berbasis

Lebih terperinci

Musuh Alami. Pengendalian Hayati

Musuh Alami. Pengendalian Hayati Musuh Alami Dr. Akhmad Rizali Pengendalian Hayati Pengunaan musuh alami untuk mengendalikan hama Murah, efektif, permanen dan tidak berdampak negatif bagi lingkungan Aspek Memanfaatkan musuh alami yang

Lebih terperinci

KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH BIOKONTROL

KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH BIOKONTROL KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH BIOKONTROL Kode MK: PAB 516 Program Studi / Magister biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Pengajar / Pengampu : Drs. Mochamad Hadi, M.Si Rully

Lebih terperinci

Kuliah: 2 jam tatap muka terjadwal, 2-4 jam kegiatan terstruktur, 2-4 jam kegiatan mandiri

Kuliah: 2 jam tatap muka terjadwal, 2-4 jam kegiatan terstruktur, 2-4 jam kegiatan mandiri FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG SEMESTER GENAP 2011/2012 SILABUS MATA KULIAH METODE ILMIAH AGT 314 Informasi Umum: Kredit : 3 (2-1) sks Kuliah: 2 jam tatap muka terjadwal, 2-4 jam kegiatan terstruktur,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (PNH 2800) SKS 3 (2/1)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (PNH 2800) SKS 3 (2/1) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (PNH 2800) SKS 3 (2/1) Oleh : SURYANTI, SP., M.P. JURUSAN HAMA & PENYAKIT TUMBUHAN FAKYULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PROFESI KETEKNIKAN TPT-1011 OLEH :

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PROFESI KETEKNIKAN TPT-1011 OLEH : RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PROFESI KETEKNIKAN TPT-1011 OLEH : Dr. Ir. Saiful Rochdyanto, MS Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng. PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

SILABUS & KONTRAK PEMBELAJARAN

SILABUS & KONTRAK PEMBELAJARAN Silabus Matakuliah Entomologi Pertanian - Sem. Ganjil 2017-2018 Page 1 of 12 SILABUS & KONTRAK PEMBELAJARAN Mata Kuliah Kode Mata Kuliah/ sks : HPT616202 / 3 (2-1) Dosen PJ. : Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

Baik, berikut adalah penjelasa prinsip bagaimana mengendalikan hama secara alami, Istilah ilmiahnya adalah Pengendalian Hayati.

Baik, berikut adalah penjelasa prinsip bagaimana mengendalikan hama secara alami, Istilah ilmiahnya adalah Pengendalian Hayati. Prinsip Pengendalian Hama Dengan Musuh Alami Hmm, pagi tadi saya melihat tayangan televisi yang menginspirasi, apa? Yaitu cara para petani untuk membasmi dan meanggulangi hama tanaman pertanian dengan

Lebih terperinci

: SMK NEGERI 4 TEBING TINGGI SILABUS DAN PENILAIAN

: SMK NEGERI 4 TEBING TINGGI SILABUS DAN PENILAIAN NAMA SEKOLAH MATA PELAJARAN KELAS / SEMESTER STANDAR KOMPETENSI KODE KOMPETENSI : SMK NEGERI 4 TEBING TINGGI : Mengairi : X / Genap :. Mengairi : 19 x 45 menit : 104KK SILABUS DAN PENILAIAN KOMPETENSI.1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TEKNIK PENULISAN ILMIAH (KMA 107)

TEKNIK PENULISAN ILMIAH (KMA 107) GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) dan SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) TEKNIK PENULISAN ILMIAH (KMA 107) Disusun Oleh: Yuli Darni, S.T.,M.T. Heri Rustamaji, S.T., M.Eng. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

STANDARD OPERATING PROCEDURE PERKULIAHAN

STANDARD OPERATING PROCEDURE PERKULIAHAN JUDUL PERKULIAHAN 01 Agustus PERKULIAHAN JUDUL PERKULIAHAN 01 Agustus A. TUJUAN 1. Memberikan penjelasan kepada dosen, asisten mahasiswa, dan mahasiswa tentang penyelenggaraan proses perkuliahan yang berkualitas

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

Perencanaan Pembelajaran Bahasa Perancis PR 502

Perencanaan Pembelajaran Bahasa Perancis PR 502 No.: FPBS/FM-7.1/07 SILABUS Pembelajaran Bahasa Perancis PR 502 Dr. Tri Indri Hardini, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA PERANCIS FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2011

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH S I L A B U S

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH S I L A B U S UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAERAH S I L A B U S Mata Kuliah : PERENCANAAN PENGAJARAN Kode Mata Kuliah : DAE DR502 SKS : 2 SKS Dosen Penanggung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

OUTLINE MATA KULIAH BIOLOGI DASAR

OUTLINE MATA KULIAH BIOLOGI DASAR OUTLINE MATA KULIAH BIOLOGI DASAR Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Dosen Pengampu: Bayu Sandika, S.Si., M.Si. INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN JEMBER 2016 A. Informasi Umum Matakuliah : Biologi

Lebih terperinci

ENTOMOLOGI. Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Staf Pengajar: Kompetensi Lulusan S2. Kompetensi Lulusan S3

ENTOMOLOGI. Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Staf Pengajar: Kompetensi Lulusan S2. Kompetensi Lulusan S3 Meraih masa depan berkualitas bersama Sekolah Pascasarjana IPB ENTOMOLOGI Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Pudjianto Staf Pengajar: Ali Nurmansyah Hermanu Triwidodo Sugeng Santoso Aunu Rauf Idham

Lebih terperinci

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Laboratorium Entomologi Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Kode Mata Kuliah : DA Dosen Koordinator: Ruth Hutagalung

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Kode Mata Kuliah : DA Dosen Koordinator: Ruth Hutagalung SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Mata Kuliah : Komunikasi Bisnis Kode Mata Kuliah : DA 20-020 Program Studi : DIII/ Akuntansi SKS : 2 SKS Dosen Koordinator: Ruth Hutagalung 1 No. Reg. : 83050 2 SATUAN ACARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

PROSEDUR PROSES PERKULIAHAN SPMI - UBD

PROSEDUR PROSES PERKULIAHAN SPMI - UBD PROSEDUR PROSES PERKULIAHAN SPMI - UBD SPMI UBD Universitas Buddhi Dharma Jl. Imam Bonjol No. 41 Karawaci, Tangerang Telp. (021) 5517853, Fax. (021) 5586820 Home page : http://buddhidharma.ac.id Disetujui

Lebih terperinci

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN

PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN Ketua Program studi/koordinator Mayor: drh., MS., Ph.D. Pengajar: DR.drh. Ahmad Arif Amin DR.drh., MSi DR.drh. Elok Budi Retnani, MSi drh. Fadjar Satrija, MSc., Ph.D.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

POTENSI DAN PENGENDALIAN SERANGGA HAMA KELAPA SAWIT DI LAMPUNG

POTENSI DAN PENGENDALIAN SERANGGA HAMA KELAPA SAWIT DI LAMPUNG KODE KEGIATAN: I.24 POTENSI DAN PENGENDALIAN SERANGGA HAMA KELAPA SAWIT DI LAMPUNG Peneliti Utama: Prof. Dr. Woro Anggraitoningsih Anggota: Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, Dr. Hari Sutrisno, Drs. Awit Suwito

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

ii Pengendalian Hayati

ii Pengendalian Hayati Daftar Isi i ii Pengendalian Hayati Daftar Isi iii PENGENDALIAN HAYATI: Dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman Oleh : F.X. Susilo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2007 Hak Cipta 2007 pada penulis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroekosistem Perkebunan Kopi Agroekosistem perkebunan merupakan ekosistem binaan yang proses pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) PERTEMUAN KE : I (Pertama) 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian administrasi 2. Mahasiswa dapat menjelaskan unsur-unsur administrasi 3. Mahasiswa dapat menjelaskan penggolongan administrasi 4. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya issu hangat yang banyak dibicarakan dalam beberapa tahun belakangan ini, yaitu berkaitan dengan spesies eksotik invasif. Perhatian banyak

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. PARASITOLOGI BIO 452 (3 SKS) Semester VI

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER. PARASITOLOGI BIO 452 (3 SKS) Semester VI RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PARASITOLOGI BIO 452 (3 SKS) Semester VI PENGAMPU MATA KULIAH : Dr. Mairawita, M.Si Prof. Dr. Dahelmi, M.S Dr. Henny Herwina, MS PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Mata Kuliah : Komunikasi Bisnis Kode Mata Kuliah : SM 20-021 SKS : 2 SKS Dosen Koordinator: Ruth Hutagalung No Reg : 83050 1 SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Mata Kuliah : Komunikasi

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN DAN SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN DAN SATUAN ACARA PEMBELAJARAN GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN DAN SATUAN ACARA PEMBELAJARAN Mata kuliah: ENTOMOLOGI (PAB 206) Oleh: Drs. Udi Tarwotjo, MP FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN DAN PENULISAN LAPORAN ILMIAH (3 : 2-1)

METODE PENELITIAN DAN PENULISAN LAPORAN ILMIAH (3 : 2-1) METODE PENELITIAN DAN PENULISAN LAPORAN ILMIAH (3 : 2-1) DESKRIPSI MATA KULIAH : Matakuliah yang mempelajari tentang pengertian dan filosofi, serta bagaimana merancang, melaksanakan, serta melaporkan hasil.

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut.

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut. ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini memberikan dasar pengetahuan tentang serangga dan manusia. Selain itu, juga memberikan pengetahuan tentang struktur, anatomi, dan perkembangan serangga, serta siklus

Lebih terperinci

ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN MATA KULIAH DASAR-DASAR AGRONOMI AGH 200

ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN MATA KULIAH DASAR-DASAR AGRONOMI AGH 200 ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN MATA KULIAH DASAR-DASAR AGRONOMI AGH 200 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ANALISIS INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan globalisasi perdagangan buah dan sayur segar. Salah satu kendala yang dihadapi petani buah dan sayur

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROSEDUR PERKULIAHAN

OPERASIONAL PROSEDUR PERKULIAHAN STIE MURA Jalan Jendral Besar H. M. Soeharto Km 13 Kelurahan Lubuk Kupang Kecamatan Lubuklinggau Selatan I Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan DOKUMEN STANDAR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR JUDUL PERKULIAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang mendominasi kehidupan di bumi jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 2005). Secara antroposentris serangga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Memahami Konsep Perkembangan OPT DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Oleh: Tim Dosen HPT Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013 Memahami Konsep OPT Memahami Konsep Perkembangan OPT 1 Batasan/definisi

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

SILABUS MATAKULIAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

SILABUS MATAKULIAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG SILABUS MATAKULIAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG A. Identitas Matakuliah Matakuliah/Kode : Belajar dan Pembelajaran Bahasa Bobot : 2 SKS Semester : 6 Jenjang : S-1 Dosen : Drs. H. Sudjianto, M.Hum.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN PERKULIAHAAN DAN PRAKTIKUM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN PERKULIAHAAN DAN PRAKTIKUM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING PELAKSANAAN PERKULIAHAAN DAN PRAKTIKUM Disiapkan oleh, Diperiksa oleh, Disahkan oleh, Muchlis, S.Kom., M.Si Ketua Tim Standar Proses Pembelajaran Yeni Yuliana, S.Sos.I.,

Lebih terperinci

COCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA

COCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA COCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA Rahma dan Salim Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado ABSTRAK Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami baik yang diperkenalkan ataupun

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

FORMAT PENYUSUNAN RPKPS

FORMAT PENYUSUNAN RPKPS RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN YOGYAKARTA 2011 2 HALAMAN PENGESAHAN RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

Lebih terperinci

SILABUS DAN SAP MATA KULIAH STATISTIKA TERAPAN (AGT6224) BOBOT: 3 (2/1) SKS SIFAT: WAJIB SEMESTER GENAP (SMT III)

SILABUS DAN SAP MATA KULIAH STATISTIKA TERAPAN (AGT6224) BOBOT: 3 (2/1) SKS SIFAT: WAJIB SEMESTER GENAP (SMT III) 1 SILABUS DAN SAP MATA KULIAH STATISTIKA TERAPAN (AGT6224) BOBOT: 3 (2/1) SKS SIFAT: WAJIB SEMESTER GENAP (SMT III) PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO TAHUN AJARAN 2014/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik

Lebih terperinci

Pengendalian Hama KULIAH ILMU HAMA HUTAN CHAPTER. Dr.Ir.Musyafa Ir.Subyanto, MS. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

Pengendalian Hama KULIAH ILMU HAMA HUTAN CHAPTER. Dr.Ir.Musyafa Ir.Subyanto, MS. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada KULIAH ILMU HAMA HUTAN CHAPTER 5 Pengendalian Hama Dr.Ir.Musyafa Ir.Subyanto, MS JURUSAN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2006 V. PENGENDALIAN HAMA Tujuan: menghindari

Lebih terperinci

Pengendalian Hama dengan Varietas Tahan

Pengendalian Hama dengan Varietas Tahan KISI-KISI KULIAH PENGENDALIAN HAMA 2015 CATATAN: Kisi-kisi ini dapat digunakan untuk panduan belajar Ujian 1 oleh mahasiswa FP Unila yang pada saat ini mengikuti kuliah Pengendalian Hama Tanaman 2015 yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAYATI DALAM PERLINDUNGAN TANAMAN

PENGENDALIAN HAYATI DALAM PERLINDUNGAN TANAMAN PENGENDALIAN HAYATI DALAM PERLINDUNGAN TANAMAN Pengendalian hayati: Penggunaan musuh alami, baik yg diperkenalkan /dimanipulasi, untuk mengendalikan serangga hama. Pengembangan varietas baru yg tahan thd

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROSEDUR

OPERASIONAL PROSEDUR STIE MURA Jalan Jendral Besar H. M. Soeharo Km 13 Kelurahan Lubuk Kupang Kecamatan Lubuklinggau Selatan I Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan DOKUMEN STANDAR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR JUDUL MONITORING

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHANBATU GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Judul Mata Kuliah : Manajemen Pemasaran Kode/ SKS : MKKB206 / 3 SKS Deskripsi Singkat : Matakuliah manajemen pemasaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. JUDUL... i. PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERUNTUKKAN... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. JUDUL... i. PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERUNTUKKAN... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI JUDUL... i PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERUNTUKKAN... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vi PENGHARGAAN... ix DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Konsep Dasar Biologi Untuk SD Kompetensi Umum : Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep dasar-dasar biologi di sekolah

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) DAN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) : Teknologi Pemprosesan Polimer

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) DAN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) : Teknologi Pemprosesan Polimer GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) DAN SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Mata Kuliah Dosen Pengasuh : Teknologi Pemprosesan Polimer : Yuli Darni, ST., MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR Disiapkan oleh, Diperiksa oleh, Disahkan oleh, Muchlis, S.Kom., M.Si Yeni Yuliana, S.Sos.I., M.Pd.I Ariansyah, S.Kom., M.Kom Ketua Tim Standar Proses Pembelajaran Ketua Penjaminan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ILMU HAMA HUTAN (KTB 316)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ILMU HAMA HUTAN (KTB 316) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ILMU HAMA HUTAN (KTB 316) Oleh: Ir. Subyanto, MS. FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2004 I. Nama mata kuliah : Ilmu Hama Hutan (Entomologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS FORMULIR KONTRAK PERKULIAHAN PROGRAM STUDI DIII PERPAJAKAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS FORMULIR KONTRAK PERKULIAHAN PROGRAM STUDI DIII PERPAJAKAN Mata Kuliah : Lab. PPN dan SKS : 2 Semester : 4 Kode MK : EBA512046 I. DESKRIPSI Mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang membahas dan menyelesaikan tentang kasus-kasus Pajak Pertambahan Nilai. Dalam

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH IDENTITAS MATA KULIAH 1. Mata kuliah : Acarologi 2. Kode / SKS : BIO 3153 / SKS 2-1 3. Semester : III 4. Jurusan / Program studi : Biologi 5. Jumlah jam pertemuan : 14 16 kali per semester 6. Dosen : Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK. Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS

AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK. Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK MENUNJANG PERTANIAN BERKELANJUTAN Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS RISET UNGGULAN TERAPAN Memadukan pengetahuan

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

SILABUS PENDIDIKAN MATEMATIKA I (GD 301/ 3 SKS)

SILABUS PENDIDIKAN MATEMATIKA I (GD 301/ 3 SKS) SILABUS PENDIDIKAN MATEMATIKA I (GD 301/ 3 SKS) SEMESTER GENAP (3) Disusun oleh : Drs. Yusuf Suryana, M.Pd. 195807051986031004 PROGRAM STUDI S-1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN 1. Pengaruh factor fisik terhadap OPT 2. Pengaruh factor biotic terhadap OPT 3. Pengaruh factor edafik terhadap OPT LINGKUNGAN MANUSIA 1. Masukan energi berupa a. Pupuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAB 1 INFORMASI UMUM

BAB 1 INFORMASI UMUM DAFTAR ISI PENGANTAR BAB 1 INFORMASI UMUM BAB 2 KOMPETENSI DAN SUBKOMPETENSI 1. Kompetensi (Capaian Pembelajaran) 2. Subkompetensi (Kemampuan pada Akhir Tahap Pembelajaran) 3. Bagan Alir Capaian Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci