V. KONDISI UMUM PERBANKAN SYARIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. KONDISI UMUM PERBANKAN SYARIAH"

Transkripsi

1 84 V. KONDISI UMUM PERBANKAN SYARIAH Analisis deskripsi kondisi umum yang melingkupi pembiayaan perbankan syariah dikelompokkan menjadi dari sisi, yaitu dinamika internal dan eksternal bank. Kondisi dinamika internal menekankan pada perkembangan jumlah dan jaringan perbankan, perkembangan pembiayaan, dana pihak ketiga, pembiayaan bermasalah, sertifikat wadiah, dan laba per aset, sedangkan dinamika eksternal bank menekankan pada perkembangan kondisi indeks produksi industri, kredit bank umum, dan Jakarta Islamic index Dinamika Internal Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Selama periode penelitian, perkembangan jumlah bank syariah yaitu bank umum syariah dan unit usaha syariah menunjukkan peningkatan. Meskipun jumlah bank umum syariah selama lima tahun terakhir hanya bertambah satu bank saja, tetapi unit usaha syariah yang awalnya berjumlah enam bank, pada akhir Juni 2008 menjadi 28 bank, bertambah 22 bank atau meningkat 4.7 kali, sehingga keseluruhan jamlah bank meningkat dari delapan bank menjadi 1 bank, bertambah 2 bank atau meningkat.88 kali lipat. Perkembangan jaringan kantor menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan jumlah bank. Jaringan kantor dalam pengertian ini adalah jumlah kantor pusat, kantor pusat operasional, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas. Jika pada akhir 2002, jaringan kantor bank umum syariah sebanyak 5 kantor, maka posisi akhir Juni 2008 menjadi 405 kantor, bertambah 20 kantor atau meningkat.52 kali lipat, sedangkan unit usaha syariah yang pada akhir 2002 hanya sebanyak 1 kantor,

2 85 pada akhir Juni 2008 menjadi 214 kantor, bertambah 18 kantor atau meningkat. kali lipat. Secara keseluruhan jaringan kantor bank syariah dari 14 kantor bank pada akhir 2002, menjadi 1 kantor bank, bertambah 47 kantor atau meningkat 4.24 kali lipat. Tabel 2 menunjukkan perkembangan jumlah bank dan jaringan kantor selama periode penelitian, dengan nama bank pada Lampiran 1. Tabel 2. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Keterangan Posisi Akhir Jun-08 Bank Umum Syariah (BUS) 2 2 Unit Usaha Syariah (UUS) Jumlah Bank Jaringan Kantor (BUS dan UUS) BUS UUS Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Peningkatan jumlah bank dan jaringan kantor tidak terlepas dari perkembangan peraturan yang menyertai. Perbankan syariah di Indonesia, sesuai Undang-undang No.7 tahun tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. tahun 18, adalah bagian dari sistem perbankan nasional yang menganut sistem perbankan ganda (dual banking system). Sejalan dengan hal tersebut, dengan dikeluarkan Undang-undang No.2 tahun 1 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. tahun 2004, telah memberikan kewenangan penuh ke Bank Indonesia untuk dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan kedua undang-undang tersebut, menjadikan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah semakin diakui secara hukum. Selain undang-undang, beberapa peraturan Bank Indonesia ditetapkan untuk menyempurnakan peraturan yang telah ada dan mendorong terciptanya perbankan nasional yang tangguh dan efisien. Peraturan Bank Indonesia (PBI)

3 8 No. /24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, menyebutkan bahwa modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang kurangnya sebesar tiga triliun rupiah. Tanggal 2 September 2005, PBI No.7/5/PBI/2005 dikeluarkan sebagai penyempurnaan dari No./24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan tujuan untuk lebih mendorong perluasan jaringan perbankan syariah sehingga dapat melayani seluruh lapisan masyarakat. Pokok perubahan ketentuan yang diatur dalam PBI tersebut adalah modal disetor untuk mendirikan bank syariah diturunkan, menjadi sekurang kurangnya adalah satu triliun rupiah. Untuk mengantisipasi kendala jaringan kantor pelayanan bank syariah, pihak Bank Indonesia membuat regulasi tentang pembukaan layanan syariah pada counter-counter unit kovensional bank-bank yang telah mempunyai unit usaha syariah, disebut dengan office channelling, melalui PBI No.8//PBI/200 tanggal 0 Januari 200. Dengan demikian, diharapkan masalah jaringan pelayanan dan keuangan syariah dapat diatasi karena masyarakat dapat dilayani di mana saja saat membutuhkan transaksi bank syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut, layanan syariah dapat dibuka oleh bank umum konvensional yang telah memiliki unit usaha syariah dengan persyaratan, antara lain: 1. Dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang syariah induk. 2. Dengan menggunakan pola kerja sama antara kantor cabang syariah induk dengan kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu.. Dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.

4 87 4. Memiliki pencatatan dan pembukuan terpisah dari kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu dan menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah. 5. Laporan keuangan layanan syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor cabang syariah induknya pada hari yang sama Pembiayaan Perbankan Syariah Gambaran perkembangan posisi pembiayaan perbankan syariah selama periode penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Pada awal penelitian yaitu November 2002, posisi pembiayaan pada Rp 4 miliar, kemudian tengah periode penelitian bulan Juni 2005 berada pada Rp miliar, dan akhir periode penelitian mencapai Rp 4 0 miliar, atau tumbuh.8 kali lipat. 40,000 5,000 4,0 Pembiayaan (Miliar Rupiah) 0,000 25,000 20,000 15,000,000 5,000,4 Juni , Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 1. Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Untuk meninjau lebih dalam perkembangan dan dinamika pembiayaan, maka dapat ditinjau pola pertumbuhan tiap bulannya. Dari pola tersebut diketahui pertumbuhan bulan tertentu dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Gambar 14

5 88 menunjukkan bahwa terjadi dinamika pergerakan tiap bulan, tidak selalu naik, bahkan beberapa kali pembiayaan mengalami penurunan. Selama periode penelitian rata-rata tiap bulan terjadi pertumbuhan pembiayaan sebesar Rp 7 miliar. 2,000 Pertumbuhan Pembiayaan (Miliar Rupiah) 1,500 1, (1,000) rata-rata= (500) Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 14. Perubahan Bulanan Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Jika ditinjau berdasarkan akad pembiayaan yang dilakukan, maka secara rata-rata pembiayaan jual beli murabahah masih mendominasi akad pembiayaan ditunjukkan pada Gambar 15. Istishna, 2.1% Lain-lain,.% Musyarakah,.5% Murabahah, 4.% Mudharabah, 28.80% Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 15. Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad

6 8 Gambar 15 menunjukkan bahwa dominasi akad jual beli murabahah sebesar 4. persen, diikuti oleh pembiayaan bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah masing-masing dengan porsi persen dan.5 persen, selanjutnya jual beli istishna porsinya sebesar 2.1 persen, sedangkan sistem pembiayaan lainnya seperti jual beli salam, sewa menyewa ijarah dan lain-lain porsinya sebesar. persen. Meskipun akad jual beli mendominasi jenis pembiayaan selama periode penelitian, tetapi sebenarnya terjadi pergeseran peningkatan porsi pembiayaan akad bagi hasil, yang diwakili oleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan penurunan porsi pembiayaan akad jual beli yang diwakili oleh pembiayaan murabahah dan istishna. Pangsa Pembiayaan (Persen) Jual Beli Bagi Hasil Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 1. Perkembangan Pangsa Pembiayaan, Jenis Akad Jual Beli dan Bagi Hasil, November 2002 sampai Juni 2008 Dari Gambar 1 terlihat bahwa ketika awal periode penelitian November 2002, porsi pembiayaan akad jual beli mencapai.7 persen, maka pada akhir periode penelitian Juni 2008, porsi akad jual beli turun menjadi 5.17 persen, sebaliknya pada awal penelitian porsi pembiayaan akad bagi hasil masih

7 persen, maka pada akhir periode penelitian, porsi akad jual beli meningkat menjadi 7.05 persen. Jika pembiayaan ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor jasa-jasa menempati porsi terbesar pembiayaan perbankan syariah dengan pangsa persen. Sektor jasa-jasa yang terdiri: listrik, gas dan air; konstruksi; pengangkutan, pergudangan dan komunikasi; jasa dunia usaha; serta jasa sosial masyarakat. Urutan kedua adalah sektor ekonomi lain-lain, yang mencapai persen pada Januari 2007 dan mencapai 24.7 persen pada posisi Juni Urutan ketiga adalah sektor industri dengan pangsa pembiayaan berkisar antara 4 sampai 5 persen. Sektor pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian, hanya menempati urutan keempat dengan pangsa.01 persen rata-rata dari September 200, atau sebesar 2. persen pada posisi Juni Selengkapnya pangsa pembiayaan masing-masing sektor ekonomi ditunjukkan pada Tabel. Tabel. Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi (%) Sektor Ekonomi Jan Juni Des Jan Juni 1. Pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian 2. Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel 7. Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Jasa dunia usaha Jasa sosial / masyarakat Lain-lain Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a.

8 1 Meskipun analisis penelitian hanya dilakukan terhadap pembiayaan perbankan syariah BUS dan UUS, perkembangan pembiayaan dari BPRS juga mendapat perhatian. Selama tiga tahun terakhir periode penelitian pada posisi Juni, rata-rata jumlah pembiayaan BPRS dibandingkan dengan pembiayaan total BUS dan UUS, sebesar. persen Pembiayaan Bermasalah Penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah, secara umum sama dengan yang dilakukan bank umum konvensional, yaitu memperhitungkan faktor CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to market risk). Tahap selanjutnya adalah dilakukan pendekatan kuantitatif dan atau kualitatif berbagai aspek yang mempengaruhi kondisi atau kinerja bank dengan melakukan penilaian terhadap faktor finansial dan faktor manajemen. NPF (Non Performing Financing) adalah salah satu indikator kualitas aset (asset quality). Tujuan rasio NPF adalah mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi bank, semakin tinggi rasio, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Rasio NPF yang digunakan oleh bank umum syariah adalah sebagai berikut: Pembiayaan (KL, D, M) NPF = X 0 persen.... (5.1) Total Pembiayaan KL adalah jumlah pembiayaan yang masuk kategori kurang lancar, D adalah jumlah pembiayaan yang masuk dalam kategori diragukan, dan M adalah jumlah pembiayaan yang masuk dalam kategori macet. Jika bank berada di peringkat pertama, maka kualitas aset sangat baik dengan risiko portofolio yang

9 2 sangat minimal, kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan resiko dari pembiayaan telah: (1) dilaksanakan dengan sangat baik dan sesuai dengan skala usaha bank, sangat mendukung kegiatan operasional yang aman serta sehat, dan (2) didokumentasikan dan diadministrasikan dengan sangat baik. Sebaliknya jka berada di peringkat kelima, maka kualitas aset tidak baik dan diperkirakan kelangsungan hidup bank sulit untuk dapat diselamatkan. Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan resiko dari pembiayaan peringkat kelima adalah: (1) dilaksanakan dengan tidak baik dan atau tidak sesuai dengan skala usaha bank, terdapat kelemahan yang sangat signifikan dan kelangsungan usaha bank sulit untuk dapat diselamatkan, dan atau (2) didokumentasikan dan diadministrasikan dengan tidak baik. Pembiayaan Bermasalahah (Persen) rata-rata 4. Desember Agustus Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 17. Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Selama periode penelitian, posisi pembiayaan akhir bulan mengalami dinamika naik turun. Pada awal penelitian November 2002, posisi Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah sebesar 4.0 persen, dan pada saat akhir periode penelitian NPF berada pada posisi 4.2 persen. Gambar 17

10 menunjukkan bahwa posisi terendah NPF yang pernah dialami adalah Desember 200 pada 2.4 persen, sedangkan tertinggi ketika mencapai. persen pada Agustus 2007, dan jika dihitung secara rata-rata, maka selama periode tersebut pembiayaan bermasalah di perbankan syariah sebesar 4. persen. Catatan kritisnya adalah perkembangan posisi pembiayaan bermasalah yang terjadi selama setahun terakhir di perbankan syariah, seperti pada Tabel 4. Meskipun posisi Juni 2008, sudah berada pada 4.2 persen, tetapi jika ditinjau dalam bulan terakhir penelitian, rata-rata NPF perbankan syariah berada pada posisi 5. persen, artinya lebih tinggi jika disandingkan dengan kondisi Non Performing Loan (NPL) bank umum secara keseluruhan yang berada pada posisi 4.50 persen. Dari bulan terakhir, posisi NPF hanya mengalami lebih rendah dua kali dibandingkan dengan kondisi NPL bank umum. Tabel 4. Posisi Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah dan Bank Umum, Juli 2007 sampai Juni 2008 Akhir Bulan NPF Bank Syariah NPL Bank Umum Juli Agustus September Oktober November Keterangan (%) NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi Desember NPF Lebih rendah Januari NPF Lebih rendah Februari NPF Lebih rendah Maret NPF Lebih tinggi April NPF Lebih tinggi Mei NPF Lebih tinggi Juni NPF Lebih tinggi Rata-Rata NPF Lebih tinggi Bulan Terakhir Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a.

11 Laba per Aset Sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia No./24/DPbS perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah, rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk menghitung peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang, dan rasio pengamatan (observed). Rasio utama merupakan rasio yang memiliki pengaruh kuat (high impact) terhadap tingkat kesehatan bank, rasio penunjang adalah rasio yang berpengaruh secara langsung terhadap rasio utama, dan rasio pengamatan (observed) adalah rasio tambahan yang digunakan dalam analisa dan pertimbangan (judgement). ROA (Return On Asset) merupakan salah satu komponen perhitungan rentabilitas (earning) untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba. Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya. ROA menurut Bank Indonesia masuk kategori rasio penunjang. Formula atau rasio yang digunakan oleh bank umum syariah adalah sebagai berikut: Laba Sebelum Pajak ROA = (5.2) Rata-Rata Total Aset Jika bank berada pada peringkat pertama, maka kemampuan rentabilitas sangat tinggi untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Sebaliknya jika berada di peringkat kelima, maka kemampuan rentabilitas sangat rendah untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Akan tetapi angka ROA yang terpublikasi oleh Bank Indonesia melalui data statistik perbankan syariah secara bulanan baru pada bulan Januari 200, sehingga proksi

12 5 yang digunakan untuk mendekati ROA adalah laba per aset. Laba per aset menunjukkan kemampuan bank mengelola sejumlah aset sehingga menghasilkan keuntungan. Ada dua komponen penting dalam indikator yaitu posisi aset dan laba. Kondisi terbaik adalah ketika terjadi pertambahan aset yang diikuti juga dengan pertambahan keuntungan. Posisi aset menunjukkan kapasitas atau volume usaha yang dijalankan perbankan syariah, karena termasuk aspek permodalan, dana pihak ketiga, kewajiban-kewajiban, piutang, pembiayaan, dan aktiva tetap yang dimiliki. Gambar 18 menunjukkan bahwa selama periode penelitian terjadi pertambahan aset, pada November 2002 hanya Rp 4 15 miliar, menjadi Rp miliar pada akhir Juni 2008, bertambah Rp 8 84 miliar atau mengalami kenaikan. kali lipat.,000 40,000 42,81 Aset (Miliar Rupiah) 5,000 0,000 25,000 20,000 15,000,000 Juni ,74 5, , Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 18. Aset Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Dinamika pertumbuhan bulanan aset perbankan syariah pada Gambar 1, menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tiap bulan sebesar Rp 580 miliar, dan selama periode penelitian terdapat dua kali kenaikan aset dalam jumlah besar,

13 yaitu pada Desember 2005 dan Desember 2007, masing-masing dengan Rp miliar dan Rp 250 miliar. Jika dilakukan tinjauan dua kejadian tersebut, maka pada Desember 2005 kenaikan aset yang terjadi, didominasi oleh kenaikan dana pihak ketiga sebesar Rp 2 04 miliar, terutama dari deposito mudharabah yang mencapai Rp 1 5 miliar, sedangkan dari sisi aktiva terjadi kenaikan penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp 1 miliar.,500,000 Desember 2007 naik,250 Pertumbuhan Aset (Miliar Rupiah) 2,500 2,000 1,500 1, Rata-rata = 580 Desember 2005 naik 2, , ,000 Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 1. Perubahan Aset Bulanan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Kenaikan kedua pada Desember 2007, kenaikan aset yang terjadi masih didominasi oleh kenaikan dana pihak ketiga sebesar Rp 2 52 miliar, tetapi tersebar diantara tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan giro wadiah, sedangkan dari sisi aktiva terjadi kenaikan pembiayaan sebesar Rp 1 44 miliar, dan penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp 1 2 miliar. Dari sisi perkembangan laba, ditunjukkan dengan posisi akhir bulan laba berjalan pada Gambar 20, tampak bahwa laba berjalan mengikuti pola siklus tahunan. Pada awal tahun, bulan Januari merupakan posisi terendah tiap tahun, kemudian meningkat tiap bulan sampai dengan puncaknya pada bulan Desember.

14 7 Selama periode penelitian posisi tertinggi laba tahun berjalan setelah taksiran pajak penghasilan pada bulan Desember 2007 sebesar Rp miliar, sedangkan pada awal penelitian laba baru sebesar Rp miliar Desember Laba Berjalan (Miliar Rupiah) Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 20. Laba Berjalan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Catatan yang perlu diperhatikan adalah struktur pembentuk laba tersebut. Dengan menggunakan data Juni 2008, dari pendapatan operasional sebesar Rp2 582 miliar, 8.1 persen diantaranya berasal dari pendapatan dari penyaluran dana, sisanya sebesar. persen adalah pendapatan operasional lainnya, termasuk fee base income yang hanya sebesar.55 persen. Dari sisi beban operasional sebesar Rp miliar, beban terbesar adalah pos penyusutan, penyisihan, amortisasi, penghapusan, sebesar Rp 48 miliar atau 4.0 persen, kemudian beban tenaga kerja sebesar Rp.2 miliar atau 2.2 persen. Dari dua komponen laba dan aset tersebut, jika digabungkan merupakan indikator rentabilitas. Dari data yang ada rata-rata kemampuan menghasilkan laba perbankan syariah selama periode penelitian adalah 1.2 persen, artinya dari seratus bagian aset mampu menghasilkan keuntungan 1.2. Kemampuan tertinggi

15 8 terjadi pada Februari 2008 dengan laba per aset sebesar 2.21 persen, dan terendah pada bulan Juni 2005 sebesar 0.14 persen, seperti ditunjukkan Gambar Februari rata-rata= Juni Laba peraset (persen) Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 21. Laba per Aset Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Dalam konteks kebijakan moneter, SWBI merupakan instrumen jangka pendek yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk memfasilitasi perbankan syariah dalam rangka menyimpan dana di Bank Indonesia, dana titipan tersebut kemudian disalurkan Bank Indonesia ke pasar uang antar bank syariah sebagai dana yang dapat dimanfaatkan oleh perbankan lain untuk memenuhi kecukupan likuiditas. Sebagai sarana untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki, maka posisi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), dapat menunjukkan kondisi likuiditas perbankan syariah. Pemanfaatan SWBI dapat diinterpretasikan bahwa, dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat untuk sementara belum dapat dimanfaatkan oleh perbankan menjadi pembiayaan kepada masyarakat. Gambar 22 menunjukkan perkembangan posisi SWBI selama periode penelitian. Dari periode tersebut terdapat dua kejadian ekstrim, yaitu kenaikan

16 terbesar sebesar Rp 1 8 miliar pada Desember 2005, dan penurunan terbesar terjadi pada Maret 2008, sebesar Rp miliar. SWBI (Miliar Rupiah) 4,000,500,000 2,500 2,000 1,500 1,000 naik 1,8 Desember ,5 Februari 2008,717 Maret ,15 turun 1, November Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 22. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, November 2002 sampai Juni 2008 Kejadian yang menyertai kenaikan Desember 2005 adalah tambahan dana pihak ketiga sebesar Rp 2 04 miliar, dan tambahan 27 kantor unit usaha syariah baru, sedangkan kejadian yang menyertai penurunan SWBI terbesar pada Maret 2008, karena kemampuan perbankan syariah menyalurkan tambahan pembiayaan sebesar Rp miliar Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun menunjukkan perkembangan yang juga pesat, ditunjukkan pada Gambar 2. Jika pada akhir November 2002 jumlah dana pihak ketiga baru mencapai Rp 2 05 miliar, dan pada tengah periode akhir Juni 2005 mencapai Rp 1 58 miliar, maka pada akhir Juni 2008 telah mencapai Rp 04 miliar, atau bertambah Rp 0 miliar selama periode penelitian.

17 0 Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah) 5,000 0,000 25,000 20,000 15,000,000 5, ,5 Juni ,58, Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 2. Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 Sedangkan jika ditinjau dari pertumbuhan bulanan dana pihak ketiga, selama periode penelitian mengalami dua kali lonjakan besar pertambahan dana pihak ketiga, yaitu pada Desember 2005 dan Desember 2007, dan jika dijadikan rata-rata, maka tiap bulan terjadi pertambahan dana pihak ketiga sebesar Rp 44 miliar, terlihat pada Gambar 24. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah) 2,500 2,000 1,500 1, Rata-rata= 44 Desember ,04 Desember , (500) Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 24. Perubahan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008

18 1 Tabungan Mudharabah, 0.% Giro Wadiah,.% Deposito Mudharabah, 5.5% Sumber : Bank Indonesia, 2002, 200a, 2004, 2005, 200, 2007, 2008a. Gambar 25. Pangsa Dana Pihak Ketiga Rata-Rata, November 2002 sampai Juni 2008 Gambar 25 menunjukkan komposisi dana pihak ketiga selama periode penelitian, di mana deposito mudharabah menempati urutan terbesar dengan porsi rata-rata 5.5 persen, diikuti tabungan mudharabah sebesar 0. persen, dan paling kecil giro wadiah sebesar. persen. Tabel 5. Komposisi Deposito Satu Bulan dan Bulan, Januari 2007 sampai Juni 2008 (%) Komposisi Deposito Mudharabah Jatuh Tempo Bulan Satu bulan bulan Januari Maret Juni September Desember Januari Maret Juni Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a. Tabel 5 menunjukkan perbandingan komposisi deposito jatuh tempo satu bulan dengan jatuh tempo bulan, tampak bahwa deposito satu bulan selalu

19 2 lebih besar dibandingkan dengan bulan, bahkan dalam waktu 18 bulan terakhir komposisi deposito satu bulan meningkat dari 4.4 persen, menjadi.74 persen. Meskipun deposito menempati urutan teratas dalam kontribusi jumlah dana terhadap dana pihak ketiga, tetapi jika ditinjau dari jumlah rekening yang tercatat, maka tabungan yang tercatat sebagai kontributor terbanyak. Dari Tabel dapat diketahui bahwa jumlah rekening tabungan bulan Juni 2008 mencapai rekening, dan terjadi pertambahan rekening selama 18 bulan terakhir dari periode akhir penelitian. Sedangkan jika ditinjau secara rata-rata, tiap rekening tabungan bersaldo Rp 7 48, tiap rekening giro Rp , dan tiap rekening deposito Rp 1 5 1, per posisi akhir Juni Tabel. Jumlah Rekening Dana Pihak Ketiga, Januari 2007 sampai Juni 2008 Bulan Jumlah Rekening Giro Deposito Tabungan Januari Maret Juni September Desember Januari Maret Juni Tambahan Januari 2007-Juni Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a Dinamika Eksternal Indeks Produksi Industri Awal penggunaan Indeks Produksi Industri (IPI) bulanan, merupakan pemenuhan komitmen pemerintah Republik Indonesia yang menjadi anggota International Monetary Fund (IMF) melalui Special Data Dissemination Standard (SDDS). IPI dimaksudkan sebagai sistem pemantauan dini, agar krisis

20 moneter atau ekonomi tidak terulang. Mulai tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei industri besar dan sedang bulanan yang sampelnya terintegrasi dengan survei industri triwulanan. Sejak tahun 2000, data diolah dari 15 perusahaan hasil survei industi bulanan dan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Gambar 2 menunjukkan bahwa selama periode penelitian, IPI pada akhir triwulan searah dengan Produk Domestik Bruto (PDB) harga konstan tahun dasar 2000 yang dipublikasikan tiap triwulan. Dengan alasan tersebut, penelitian menggunakan IPI untuk mendekati PDB yang menggambarkan pertumbuhan sektor riil dengan kurun waktu tiap bulan PDB Harga Konstan Dasar 2000 (Triliun Rupiah) Produk Domestik Bruto Indeks Produksi Industri Indeks Produksi Industri Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 Gambar 2. Produk Domestik Bruto Harga Konstan Dasar 2000 dan Indeks Produksi Industri, Triwulan IV 2002 sampai II 2008 Ditinjau perkembangan posisi IPI pada Gambar 27, terdapat lima kali penurunan IPI, dengan dua kali penurunan tajam yaitu pada Desember 2002 dan November 2004, sedangkan penurunan lain yang cukup berarti juga terjadi pada November 200, November 2005, dan Oktober 200. Kondisi yang melingkupi penurunan IPI pada Desember 2002, adalah kenaikan Indek Harga Konsumen

21 4 (IHK) sebesar 1.85 persen, pada bulan November 2002, yang merupakan kenaikan IHK terbesar dalam sepuluh bulan terakhir. Terjadinya tragedi bom di Bali pada Oktober 2002, ikut mempengaruhi kondisi perekonomian, yang berimbas kepada kinerja sektor sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta industri pengolahan Indek Produksi Industri November November November Oktober Desember Sumber : Badan Pusat Statistik, Gambar 27. Indeks Produksi Industri, November 2002 sampai Juni 2008 Penurunan tajam yang kedua adalah November Kondisi yang terjadi sebelumnya dan berdampak pada penurunan IPI adalah terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika akibat tekanan eksternal berupa ekspektasi kenaikan bunga bank sentral Amerika dan kenaikan harga minyak dunia di atas 40 dolar per barel, akibatnya sektor-sektor yang membutuhkan bahan impor menjadi tertekan, seperti sektor otomotif dan perusahaan minyak. Meskipun IHK pada November 2004 rendah, tetapi dari Indek Harga Pedagang Besar (IHPB) ternyata meningkat cukup tajam. Pada saat itu beberapa perusahaan makanan dan minuman masih menunda kenaikan harga produknya, meskipun mengalami kenaikan harga input.

22 5 Penurunan yang terjadi pada November 200, karena penurunan kinerja beberapa industri, seperti: industri kertas, percetakan dan penerbitan, industri logam dasar, serta industri tekstil, pakaian jadi dan kulit. Terjadinya pelonggaran barang impor menjadikan mengalirnya barang-barang substitusi yang berasal dari impor. Penurunan pada November 2005, diakibatkan peningkatan biaya produksi seiring dengan kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 dan terjadinya depresiasi nilai tukar. Penurunan pada Oktober 200, disebabkan karena penurunan daya beli masyarakat dan perlambatan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta beberapa subsektor industri pengolahan Kredit Bank Umum Perkembangan posisi kredit bank umum selama periode penelitian menunjukkan kenaikan, mulai dari posisi Rp 28 miliar sampai dengan Rp miliar pada posisi Juni 2008, mengalami pertambahan Rp miliar atau meningkat.1 kali lipat, ditunjukkan pada Gambar 28. Kredit Bank Umum (Miliar Rupiah) 1,200,000 1,000, ,000 00, , ,000 0,28 Juni ,02 1,148, Sumber : Bank Indonesia, 2008c. Gambar 28. Kredit Bank Umum, November 2002 sampai Juni 2008

23 Meskipun terlihat tidak terdapat dinamika dalam kredit bank umum, jika ditinjau dengan pertambahan tiap bulan maka terlihat dinamika seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dari dinamika pertumbuhan kredit bulanan, tampak bahwa selama periode penelitian, beberapa kali mengalami kenaikan dan penurunan posisi kredit. Perubahan Kredit (Miliar Rupiah) 0,000 50,000 40,000 0,000 20,000,000 - (20,000) Agustus Mei Januari 2007 (17,4) Juni ,142 (,000) Suku Bunga Kredit (Persen) Sumber : Bank Indonesia, 2008c. Gambar 2. Perubahan Kredit Bank Umum Bulanan dan Suku Bunga Kredit, November 2002 sampai Juni 2008 Terdapat tiga kali posisi kredit mengalami penurunan, yaitu Januari 200, Januari 2008 dan pada Januari 2007, sedangkan kenaikan terbesar terjadi pada Juni Penurunan Januari 200, secara umum selain faktor internal bank, seperti kemampuan menghimpun dana pihak ketiga juga diakibatkan pelemahan daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 dan penurunan kegiatan usaha industri akibat kenaikan biaya produksi. Penurunan Januari 2008, lebih disebabkan perilaku musiman masyarakat yang melakukan pelunasan kredit pada awal tahun, khususnya untuk jenis kredit modal kerja. Demikian pula pada Januari 2008, penurunan Rp 17 4 miliar, disebabkan faktor internal penurunan dana pihak ketiga dan perilaku musiman pelunasan kredit,

24 7 karena pada bulan berikutnya terjadi kenaikan kredit kembali. Apabila dihubungkan antara pertambahan kredit tiap bulan dengan suku bunga kredit yang berlaku, ditunjukkan pada Gambar 2, terdapat tiga periode yang menggambarkan hubungan tersebut. Pertama antara November 2002 sampai Agustus 2005, tingkat bunga kredit cenderung turun dan terjadi pertambahan kredit, periode kedua antara Agustus 2005 sampai Mei 200, tingkat bunga mengalami kenaikan, dan kredit mengalami penurunan, periode ketiga antara Mei 200 sampai Juni 2008, suku bunga kredit mengalami penurunan dan kredit secara rata-rata meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan periode pertama. Jika dianalisis secara sektoral, maka pangsa terbesar kredit bank umum posisi Juni 2008 adalah sektor lain-lain yang mencapai 28.7 persen, diikuti sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 21.0 persen, Sektor pertanian berada pada posisi kelima, dengan porsi sebesar 5.5 persen, di bawah jasa dunia usaha, ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Pangsa Penyaluran Dana Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi (%) Sektor Ekonomi Jan Juni Des Jan Juni 1. Pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi Jasa dunia usaha Jasa sosial / masyarakat Lain-lain Total Sumber : Bank Indonesia, 2008c.

25 8 Jika dibandingkan dengan data pada pembiayaan perbanakan syariah pada periode yang sama, maka terdapat perbedaan porsi utama, karena pada perbankan syariah porsi terbesar adalah sektor jasa dunia usaha dan sektor lain-lain, yang jika keduanya digabung memiliki porsi persen, sedangkan pada bank umum gabungan tiga sektor utama mencapai persen Jakarta Islamic Index Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan 0 saham sebagai bagian dari keseluruhan saham yang tercatat menjadi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indek ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah. JII (Jakarta Islamic Index) adalah indeks yang diumumkan oleh PT. Bursa Efek Jakarta mulai tanggal Juli 2000, melengkapi indeks harga saham yang sudah ada yaitu, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), IHSI (Indeks Harga Saham Individu), Indeks Sektoral dan LQ-. Penetapan JII adalah dalam rangka mengakomodir keinginan sebagian besar investor muslim untuk menanamkan modal dalam bentuk portofolio surat berharga yang lebih Islami serta untuk mengembangkan pasar modal yang sesuai

26 dengan prinsip syariah (Ayatullah, 200). Perusahan yang ikut dalam JII adalah 0 perusahaan yang terpilih melalui proses yang disebut screening process dan telah memenuhi beberapa kriteria tertentu seperti yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan, akad, serta cara pengelolaan perusahaan emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Jenis kegiatan tersebut adalah: (1) perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, (2) lembaga keuangan konvensional termasuk perbankan dan asuransi, () produsen, distributor, pedagang makanan dan minuman yang haram, dan (4) produsen, distributor atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. Selain kriteria tersebut, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII, Bursa Efek Indonesia melakukan tahap-tahap pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu: 1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari bulan (kecuali termasuk dalam kapitalisasi besar). 2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir dengan rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 0 persen.. Memilih 0 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir. 4. Memilih 0 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

27 IHSG Agts 2005 turun 24.8 Mei 200 turun Maret 2008 turun Okt 2007 Naik Jakarta Islamic Index JII IHSG Sumber : Bank Indonesia, 2008c. Gambar 0. Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan, November 2002 sampai Juni 2008 Gambar 0 menunjukkan pergerakan JII memiliki pola yang hampir sama dengan pergerakan IHSG, karena dari bulan periode penelitian hanya tujuh kali saja yang berbeda arah gerakannya, selebihnya ketika IHSG naik maka JII juga naik, demikian pula sebaliknya. Pada November 2002, JII berada pada posisi 2.17 dan IHSG berada pada posisi 0.42, kemudian secara umum menunjukkan terjadi peningkatan dengan ditunjukkan grafik naik sampai pada posisi tertinggi 508. pada Februari Setelah November 2002, JII mengalami penurunan sampai akhir penelitian Juni 2008 pada posisi 40.2, dan IHSG pada posisi Dari pertambahan indeks tiap bulan, dapat diketahui bahwa terdapat empat kali JII mengalami perubahan besar, yaitu kenaikan pada Oktober 2007 sebesar.1, penurunan 0.52 pada Maret 2008, penurunan 24.8 pada Agustus 2005, dan penurunan 24. pada Mei 200. Kenaikan JII pada Oktober 2007 didukung oleh faktor domestik dan faktor eksternal yang membaik. Di sisi mikro, kinerja emiten membaik yang ditunjukkan oleh peningkatan keuntungan cukup besar

28 1 terutama pada triwulan ketiga tahun Ekspektasi peningkatan keuntungan terus berlanjut, khususnya emiten tambang dan pertanian, sehubungan dengan meningkatnya harga komoditas tersebut di pasar internasional. Dari sisi eksternal, peningkatan kinerja pasar modal Indonesia dipengaruhi oleh sentimen positif di bursa saham internasional dan regional yang membaik. Walaupun pasar saham global pada tahun 2007 sempat digoncang oleh dampak subprime mortgage di AS, pecahnya bubble di China, dan peningkatan harga minyak dunia, namun langkah otoritas global dalam menangani krisis tersebut saat itu masih mampu mengembalikan optimisme para pelaku pasar sehingga indeks harga saham kembali meningkat. Penurunan JII pada Maret 2008 sebesar 0.52, disebabkan faktor risiko domestik yang meningkat seperti tekanan inflasi dan faktor risiko fiskal, situasi pasar keuangan global yang masih labil juga memberikan tekanan tersendiri pada kinerja pasar saham. Penurunan indeks sebesar 24.8 pada Agustus 2005, disebabkan karena indeks mengalami tekanan bersamaan dengan kenaikan harga minyak dunia dan tanggapan minor pelaku pasar terhadap asumsi-asumsi APBN tahun 200. Penurunan indeks sebesar 24. pada Mei 200 karena dipicu oleh aksi ambil untung yang dilakukan oleh investor, terkait dengan tren penurunan di bursa regional lainnya. Penurunan indeks bursa regional dipicu perkiraan bahwa Amerika Serikat meneruskan kebijakan peningkatan suku bunga guna menekan inflasi. Koreksi IHSG juga dipicu oleh aksi jual investor asing yang cukup besar dan diikuti oleh investor domestik.

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun Pos-pos Jumlah Modal Inti.

Lampiran 1 Perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun Pos-pos Jumlah Modal Inti. LAMPIRAN 58 Lampiran 1 Perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) 2009-2011 (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun Pos-pos Jumlah Modal Inti 898.031 Modal Pelengkap 420.486 Modal Pelengkap Tambahan 0 2009 Penyertaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah perekonomian agar tumbuh dan berkembang, dan juga sebagai gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan antara pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan antara pihak yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal yang merupakan pasar berbagai macam instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan perhatian yang serius dan bersungguh sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat selama hampir dua dekade terakhir ini di Indonesia. Meskipun demikian, sebenarnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu Negara yaitu sebagai lembaga perantara keuangan. Sistem

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 62 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Sebagaimana disebutkan dalam permasalahan, sangat menarik jika dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan yang bersifat konvensional dan bank yang bersifat syariah. Bank yang bersifat konvensional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik perbankan di Indonesia saat ini menganut dual banking system, yaitu adanya bank konvensional dan bank syariah. Sistem ini di dasarkan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan merosotnya nilai rupiah hingga terjadinya krisis keuangan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Perkembangan Pembiayaan Modal Kerja UMKM Perbankan Syariah di Indonesia Bank syariah menyediakan Pembiayaan Modal Kerja bagi usaha-usaha yang membutuhkan tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang cukup penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Bank yang sehat menunjukkan bahwa bank tersebut mampu menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika Bank Muamalat pertama kali berdiri dan beroperasi tahun Lalu. banking system, yakni sistem konvensional dan syariah.

BAB I PENDAHULUAN. ketika Bank Muamalat pertama kali berdiri dan beroperasi tahun Lalu. banking system, yakni sistem konvensional dan syariah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bisnis perbankan syariah di Indonesia sedang mengalami perkembangan. Seperti diketahui, perbankan syariah di Indonesia mulai muncul pada tahun 1991 ketika Bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian yang lebih terbuka antara negara satu dengan negara yang lain. Perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Landasan Teori 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2012), bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melemahnya nilai tukar rupiah yang terus berubah-ubah menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Melemahnya nilai tukar rupiah yang terus berubah-ubah menjadi masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melemahnya nilai tukar rupiah yang terus berubah-ubah menjadi masalah bagi Indonesia, yaitu memperburuk pemulihan kesehatan ekonomi Indonesia, apalagi sekarang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan perkembangan ekonomi global sangat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Salah satunya perubahan perubahan pada nilai suatu mata uang Rupiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan. Perkembangan perbankan syariah di indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan di masa datang

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan di masa datang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan di masa datang yang berguna untuk mengantisipasi adanya inflasi yang terjadi setiap tahunnya. Investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad) antara bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut McKinsey (2013), perekonomian Indonesia sangat menjanjikan. Saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut McKinsey (2013), perekonomian Indonesia sangat menjanjikan. Saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut McKinsey (2013), perekonomian Indonesia sangat menjanjikan. Saat ini, perekonomian Indonesia berada diurutan keenambelas dan pada 2030, diperkirakan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara. Bank berfungsi sebagai Financial Intermediary, yaitu suatu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan di dunia perbankan yang sangat pesat serta tingkat kompleksitas yang tinggi dapat berpengaruh terhadap performa suatu bank. Kompleksitas usaha perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya adalah sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa-jasa lainnya. Menurut UU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA

No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triandaru dan Totok Budi Santoso, 2009). Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia (LPPSI) Bank Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Triandaru dan Totok Budi Santoso, 2009). Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia (LPPSI) Bank Indonesia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dari pihak yang surplus dan menyalurkan dana kepada pihak yang defisit. Bank yang menjalankan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Bank adalah badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Bank adalah badan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan perekonomian di dunia saat ini tidak terlepas dari dunia perbankan. Hampir seluruh aktivitas perekonomian memanfaatkan perbankan sebagai lembaga keuangan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/21/PBI/2004 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perbankan Syariah Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank yang mencakup kelembagaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar menurut Kasmir (2012), yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pelaku ekonomi yang melakukan kegiatannya melalui jasa perbankan.

Lebih terperinci

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH - 1 - Yth. Direksi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial intermediary artinya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negaranegara barat. Banyak

Lebih terperinci

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007 KINERJA PERBANKAN (per ) R e f A. Sumber Dana Bank A.1. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan sumber utama dana perbankan. Hingga total sumber dana bank umum mencapai Rp1.746,80 triliun atau naik 10,89% dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan dalam perekonomian suatu negara memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting. Perbankan merupakan salah satu sub sistem keuangan yang paling penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. triwulan I dan II 2012, dimana ekonomi tumbuh secara berturut turut sebesar

BAB I PENDAHULUAN. triwulan I dan II 2012, dimana ekonomi tumbuh secara berturut turut sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Perekonomian Indonesia triwulan III 2012 tumbuh solid 6,17%. Pertumbuhan yang tetap berada pada kisaran 6% ini melanjutkan kinerja positif triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat penting dalam proses perekonomian di Indonesia. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga mempunyai peranan dalam hal stabilitas

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, banyak bank konvensional yang bermasalah akibat negative spread, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, selain membuka peluang bisnis yang kian mendunia, pelaku bisnis juga dihadapkan dengan permasalahan yang semakin kompleks dan dinamis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh kepercayaan dari nasabah pun tidak dapat dihindari dalam bank

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh kepercayaan dari nasabah pun tidak dapat dihindari dalam bank BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga lembaga keuangan termasuk dunia perbankan sudah lama memberi warna di perekonomian negara. keberadaan lembaga perantara keuangan yang dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank sebagai salah satu lembaga keuangan merupakan sarana dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat. Bank sebagai lembaga keuangan yang seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis global yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat telah memberikan dampak pada memburuknya kondisi perekonomian global. Pemulihan terhadap kondisi ekonomi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan prinsip bagi hasil dan menghindari unsur-unsur spekulatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan prinsip bagi hasil dan menghindari unsur-unsur spekulatif yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sistem perbankan Islam atau lebih dikenal dengan bank syariah merupakan bank yang kegiatannya tidak menggunakan prinsip berdasarkan bunga, melainkan menggunakan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun. Pengelolaan perekonomian dan sektor usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, peran lembaga keuangan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Menurut SK Menkeu RI No. 792 Tahun 1990, lembaga

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa penghimpunan dana dengan berbagai jenis skema maupun

BAB I PENDAHULUAN. berupa penghimpunan dana dengan berbagai jenis skema maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS MUNGNIYATI STIE TRISAKTI mungniyati@stietrisakti.ac.id PENDAHULUAN K esehatan merupakan aspek yang sangat penting dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perekonomian dunia saat ini tidak dapat dipisahkan dari dunia perbankan. Jika dilihat dari pendanaan, hampir semua aktivitas pendanaan menggunakan perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sebuah negara yang memiliki keuangan yang kuat dan modern, berarti telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini menjadi sangat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan sangat penting peranannya dalam perekonomian suatu negara, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam industri perbankan sendiri, bank memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan ketiga adalah ijarah dan jasa. Bagi hasil terdiri dari mudharabah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan ketiga adalah ijarah dan jasa. Bagi hasil terdiri dari mudharabah dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terus berkembang pesat, dalamwaktu yang relatif singkat, perbankan syariah telah mampu menunjukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan merupakan salah satu instrumen yang penting dalam ekonomi modern, terutama dalam pembangunan suatu negara di bidang ekonomi. Bank memiliki peran sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya I. PENDAHULUAN I.1 latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya surplus neraca pembayaran serta membaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perbankan di Indonesia telah mengalami pasang dan surut. Kestabilan lembaga perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu perekonomian. Kestabilan ini tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bisnis perbankan di Indonesia era tahun 60-an dan 70-an merupakan bisnis yang belum begitu terkenal, di mana bank tidak perlu mencari nasabah tetapi sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan yakni sebagai

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai analisis Kesehatan Bank terhadap Harga Saham pada Perbankan BUMN Go Public periode tahun 2007-2011,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peran perbankan dalam menggerakkan perekonomian suatu negara yang berdampak pada peningkatan pendapatan nasional adalah cermin efektifitas perbankan dalam menjalankan fungsinya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan merosotnya nilai rupiah hingga terjadinya krisis keuangan

Lebih terperinci