INDUSTRIALISASI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUSTRIALISASI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 1 INDUSTRIALISASI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEWI VIVI VANADIANI I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 3 ABSTRACT DEWI VIVI VANADIANI, Industrialization in Rural Areas and Structural Changes in Farming Community in Pasawahan Village, Cicurug District, Sukabumi, West Java. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN This research focused on industrialization in rural areas and structural changes in farming community. This research was conducted by using qualitative and quantitative method at Pasawahan Village, Cicurug District, Sukabumi, on April Respondent in this research were individual that works in agricultural field. Respondent was chosen by using stratified random sampling based on land tenure. The purpose of this research are: (1) Analyze the relation of industry in rural areas and changes in working relation, (2) Analyze the relation of industry in rural areas and changes in types of livelihood, (3) Analyze the relation of industry in rural areas and changes in social mobility, (4) Analyze the relation of industry in rural areas and changes in social relations. Industrial development aimed to improving welfare of the community. In the implementation, industry in rural areas causes social change in the structural aspect of farming community. Land conversion, land commercialization, and labor absorption which indicates the process of industrial development in rural areas, related to changes in structural aspect of farming community in working relation, types of livelihood, social mobility, and social relations. Keywords: Industry in rural areas, land conversion, land commercialization, labor absorption, structural change

3 4 RINGKASAN DEWI VIVI VANADIANI, Industrialisasi di Pedesaan dan Perubahan Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (dibawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN) Industrialisasi pedesaan muncul sebagai pemikiran alternatif guna menjawab kebutuhan pengembangan ekonomi pedesaan, didasarkan pada transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa. Idealnya, industrialisasi pedesaan adalah industri yang memiliki kepekaan pada pengelolaan lingkungan, berorientasi padat karya dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang. Namun temuan di lapang menunjukkan bahwa desa hanya menjadi wahana produksi bagi industri. Berbagai hal yang melekat pada fungsi industri di pedesaan, pada pelaksanaannya tidak serta merta terwujud. Proses industrialisasi di pedesaan yang masih menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian masyarakatnya, berperan pada terjadinya perubahan dalam aspek struktural masyarakat petani. Perubahan yang diakibatkan oleh industri di pedesaan terutama dilekatkan pada sifat ekspansif industri yang cenderung melakukan perluasan kawasan. Industri di pedesaan berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan. Lahan sebagai objek utama dalam mengatur tata ruang mempunyai kegunaan ganda, yaitu sebagai aset yang memiliki nilai jual serta pemanfaatan lahan untuk berbagai tujuan lain. Perubahan pada sebagian besar lahan pertanian ke non pertanian, menyebabkan perubahan pada pemilikan dan penggunaan lahan yang dapat mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Bersamaan dengan pengaruhnya pada pertanian, industri di pedesaan menjadi jalan bagi terjadinya komersialisasi lahan di kalangan masyarakat desa. Lebih lanjut, industri menjadi sektor bagi terserapnya tenaga kerja desa dan menjadi peluang bagi masyarakat dalam memanfaatkan situasi hadirnya pencari kerja di pedesaan. Penelitian Industrialisasi di Pedesaan dan Perubahan Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat merupakan suatu upaya untuk melihat perubahan struktur yang terjadi pada masyarakat petani yang dihubungkan dengan masuknya industri di pedesaan. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani. Selanjutnya pertanyaan tersebut diturunkan menjadi beberapa pertanyaan mendasar, yaitu: 1. Bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada hubungan kerja pertanian? 2. Bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata pencaharian? 3. Bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada mobilitas sosial? 4. Bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada pola relasi sosial?

4 Penelitian dilakukan di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Desa Pasawahan merupakan salah satu daerah pertanian yang mengalami proses pembangunan pedesaan melalui industrialisasi. Industrialisasi ditunjukkan dengan berdirinya kawasan industri skala besar di pedesaan. Hadirnya industri di lingkungan masyarakat petani menjadi faktor eksternal yang dapat mempengaruhi aspek-aspek struktural masyarakat petani. Atas pertimbangan tersebut, maka hubungan adanya industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di pedesaan dapat ditemukan. Penelitian dilakukan dengan menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kuantitatif diterapkan dengan kuesioner sebagai teknik pengumpulan data yang utama. Untuk memperkuat data hasil kuesioner tersebut dilakukan pula observasi dan wawancara pada responden penelitian, dimana kedua teknik tersebut merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Selain itu dilakukan penelusuran dokumen dan kajian literatur dengan menganalisis hasil penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh industri pedesaan terhadap perubahan masyarakat desa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui responden dan informan mengenai berbagai peristiwa atau hal yang menyangkut proses perubahan struktur dalam masyarakat petani setelah adanya industri di pedesaan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan kajian literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik stratified random sampling. Sampel penelitian dipilih dari kerangka sampling penelitian yang disusun berdasarkan penguasaan lahan pertanian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan unit pengamatan kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan basis industri di pedesaan yang menandai proses modernisasi desa, dalam pelaksanaannya telah menyebabkan perubahan pada aspek struktural masyarakat petani. Perubahan pada hubungan kerja pertanian ditunjukkan oleh berubahnya sistem upah, bentuk dan sifat hubungan kerja yang dilekatkan pada berubahnya sejumlah lahan pertanian ke non pertanian. Perubahan pada jenis mata pencaharian masyarakat petani ditunjukkan oleh adanya diversifikasi mata pencaharian di luar sektor pertanian. Hal ini merupakan tindakan logis mengingat kebutuhan hidup masyarakat petani yang semakin kompleks sementara kesempatan kerja yang ditawarkan pertanian tidak lagi mampu menyerap kelebihan tenaga kerja di pedesaan, terutama dengan semakin berkurangnya lahan garapan pertanian dan dengan semakin terpusatnya lahan pada sekelompok kecil orang. Perubahan pada mobilitas sosial ditunjukkan oleh berubahnya kedudukan seseorang dalam status sosialnya yang dilekatkan pada fungsi lahan yang telah mengalami perubahan akibat aktivitas konversi dan komersialisasi lahan. Perubahan penggunaan lahan di kalangan masyarakat telah mengantarkan sebagian besar petani pada kondisi berlahan sempit dan pada banyak kasus menyebabkan bertambahnya jumlah petani tak berlahan (tunakisma) di pedesaan. Kondisi demikian secara tidak langsung berpengaruh terhadap posisi tawar petani dalam aktivitas pertanian. Terakhir, perubahan pada pola relasi sosial yang lebih ditunjukkan oleh bertambahnya kelompok sosial di pedesaan dengan semakin berkembangnya desa setelah industri masuk. Perubahan pola relasi sosial dihubungkan dengan penyerapan tenaga kerja yang berkaitan dengan masuknya pendatang dalam jumlah besar dan kemudian menetap di pedesaan. 5

5 2 INDUSTRIALISASI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEWI VIVI VANADIANI I Skripsi Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL INDUSTRIALISASI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMENUHI SYARAT KELULUSAN MATA KULIAH TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA TULISAN INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Agustus 2011 Dewi Vivi Vanadiani I

7 7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Sukabumi pada tanggal 7 Desember 1988, merupakan putri pertama dari pasangan Hendi Suhendi dan Ai Suaidah. Menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Cisitu I Bandung ( ), pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Tarakan ( ) dan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tarakan ( ). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Minat yang dalam pada dunia seni dituangkan penulis dengan mengikuti UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman pada tahun 2008 hingga tahun 2009, dalam kurun waktu itu pula penulis ikut berpartisipasi dalam kegiatankegiatan kemahasiswaan dan kesenian yang digelar di IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis juga aktif mengikuti pelatihan maupun seminar. Pada bulan Juni hingga Agustus 2010 penulis menjadi salah satu mahasiswa yang menjalankan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan, atas kerjasama Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dan PT Arutmin Indonesia. Penulis juga pernah tercatat menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Perubahan Sosial pada tahun Man jadda wajada, kalimat singkat berbahasa arab yang bermakna siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil, yang senantiasa diselipkan dalam nasihat orang tua, menjadi kalimat yang memotivasi penulis dalam menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa. Kalimat ini pula yang senantiasa menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8 8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Industrialisasi di Pedesaan dan Perubahan Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi ini ditujukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengembangan industri di pedesaan yang ditandai dengan adanya komersialisasi lahan, konversi lahan, dan penyerapan tenaga kerja, berhubungan dengan perubahan struktur dalam masyarakat petani di pedesaan. Melalui penelitian ini, diharapkan perubahan struktur masyarakat petani yang meliputi perubahan dalam hubungan kerja, jenis mata pencaharian, mobilitas sosial, dan pola relasi sosial dapat diperoleh secara menyeluruh. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2011 Dewi Vivi Vanadiani

9 9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Industrialisasi di Pedesaan dan Perubahan Struktur Masyarakat Petani di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik melalui tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dan senantiasa memberi masukan-masukan yang begitu berarti selama penulisan skripsi. 2. Bapak Dr. Ir. Saharuddin, MS selaku dosen penguji utama atas kesediaan menguji dan berbagai masukan yang diberikan pada penulis bagi penyempurnaan penulisan skripsi. 3. Bapak Iman K. Nawiredja, SP, MSi selaku dosen penguji wakil departemen atas kesediaan menguji dan masukan yang diberikan pada penulis bagi penyempurnaan penulisan skripsi. 4. Ayahanda Hendi Suhendi, Ibunda Ai Suaidah dan adikku Hany Raihanatu Qalbi yang senantiasa memberikan motivasi dan kasih sayang yang begitu besar pada penulis. 5. Ma rifatu Rodiah sebagai rekan satu bimbingan dan sahabat yang senantiasa menjadi teman berdiskusi penulis selama penyusunan skripsi. 6. Sahabat-sahabatku tersayang yang ikut bersemangat mendukung penulis dengan berbagai hal dan keceriaan: Anggi, Didi, Rahmawati, Yuvita, Wina, Yoshinta, Vitadesy, Citra, Dewinta, Ayu, Rahayu dan Ami. 7. Teman-teman di KPM 44 atas keceriaan dan kebersamaan selama berjuang menempuh pendidikan di KPM IPB. Terima kasih untuk dukungan tanpa syarat.

10 10 8. Semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca terutama dalam memahami hubungan industri dan perubahan struktur masyarakat petani di pedesaan. Bogor, Agustus 2011 Dewi Vivi Vanadiani

11 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian 5 BAB II PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Konsep Perubahan Sosial Modernisasi dan Perubahan Sosial Konsep Industrialisasi Konsep Industrialisasi Pedesaan Industrialisasi sebagai Proses Pembangunan Desa Aspek Struktural Masyarakat Desa Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional 20 BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data 26 BAB IV PROFIL DESA Aspek Geografis Aspek Demografis Aspek Fisik Struktur Sosial Masyarakat Desa Pasawahan Kultur Masyarakat Desa Pasawahan 35

12 ii 4.6.Deskripsi Industri Pedesaan di Desa Pasawahan Adaptasi Ekologi Masyarakat Desa Pasawahan Karakteristik Responden Ikhtisar 43 BAB V HUBUNGAN INDUSTRI DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI Industri di Pedesaan dan Perubahan Hubungan Kerja Pertanian Komersialisasi Lahan dan Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Pengembangan Industri dan Perubahan Hubungan Kerja Pertanian Industri di Pedesaan dan Perubahan Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Petani Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian Pengembangan Industri dan Perubahan Jenis Mata Pencaharian Industri di Pedesaan dan Perubahan Mobilitas Sosial Masyarakat Petani Industri di Pedesaan dan Perubahan Pola Relasi Sosial Ikhtisar 57 BAB VI INDUSTRI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI 61 BAB VII PENUTUP Kesimpulan Saran 65 DAFTAR PUSTAKA 67 LAMPIRAN 69

13 iii DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Halaman Luas Wilayah menurut Jenis Penggunaan di Desa Pasawahan, Jarak dan Waktu Tempuh menurut Tujuan dengan Kendaraan dan Tanpa Kendaraan dari Desa Pasawahan, Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Desa Pasawahan, Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan di Desa Pasawahan, Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Pasawahan, Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Pasawahan, Jumlah dan Persentase Responden menurut Kelompok Usia, Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendidikan, Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendapatan, Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Kesejahteraan, Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden menurut Penguasaan Lahan, Tabel 12 Jumlah Responden yang Menilai Ketersediaan Tenaga Kerja Menurut Kesempatan Kerja pada Sektor Pertanian dan Non Pertanian,

14 iv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 2 Piramida Penduduk menurut Usia dan Jenis Kelamin di Desa Pasawahan Gambar 3 Gambar 4 Sebaran Responden menurut Perubahan Luas Pemilikan Lahan Pertanian Sebaran Responden menurut Sumber Pemilikan Lahan Pertanian Gambar 5 Perubahan Sistem Upah dalam Hubungan Kerja Pertanian Gambar 6 Dasar Pelapisan Sosial dalam Masyarakat Gambar 7 Sebaran Responden menurut Perubahan Pemilikan dan Penguasaan Lahan Sebelum dan Sesudah Pengembangan Industri... 56

15 v DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1 Denah Desa Pasawahan Lampiran 2 Kerangka Sampling Penelitian menurut Penguasaan Lahan Lampiran 3 Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam... 74

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan strategi dalam mengatasi berbagai masalah aktual daerah seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kependudukan. Permasalahan daerah tersebut umumnya banyak ditemukan di pedesaan, karena sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan. Pada hakikatnya pembangunan adalah suatu upaya untuk mengembangkan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan dapat meningkatkan pendapatan dan pada akhirnya akan menciptakan kesejahteraan masyarakat (Sulistio 2004). Melalui pembangunan, desa didorong untuk bertransformasi menjadi penyangga perekonomian bangsa. Pusat aktivitas ekonomi sedikit demi sedikit bergerak dari kota ke desa. Salah satu strategi yang dijalankan adalah melalui industrialisasi. Dalam konteks pembangunan desa, industri dipandang menjadi solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan kemiskinan, keterbelakangan dan kependudukan. Pengembangan industri pedesaan ditentukan oleh berbagai pertimbangan seperti ketersediaan lokasi, sumberdaya dan akses. Hal ini yang menyebabkan tidak semua industri dibangun di setiap pedesaan. Konsep industrialisasi pedesaan diperkenalkan sebagai pemikiran alternatif untuk menjawab kebutuhan pengembangan ekonomi pedesaan. Industrialisasi pedesaan ditandai oleh kepekaan pada pengelolaan lingkungan, orientasi padat karya dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang (sustainable). Landasan pengembangannya didasarkan pada model transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa 1. Industrialisasi pedesaan seringkali mempunyai dua pengertian yang secara konseptual berbeda (Moehtadi dikutip Waluyo 2009). Pertama, industri di pedesaan (industry in rural areas), yaitu pembangunan pabrik-pabrik yang mengambil lokasi di kawasan pedesaan. Jika pengertian ini diambil, pedesaan 1 Konsep industrialisasi pedesaan merupakan pemikiran yang ditawarkan oleh Prof. Sarbini Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan salah satu pemikir besar ekonomi kerakyatan Indonesia.

17 2 hanyalah merupakan wahana untuk memproduksi barang dan jasa dengan investor pihak lain yang dapat saja berasal dari luar pedesaan tersebut. Kedua, industri yang mengandalkan kekuatan utama berupa sumberdaya yang ada di pedesaan (industry of rural areas), baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Merujuk pada pengertian ini maka industri merupakan kekuatan yang datang dari dalam pedesaan itu sendiri (indigineous industry). Pengembangan industri di pedesaan berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan. Lahan sebagai objek utama dalam mengatur tata ruang mempunyai kegunaan ganda, yaitu sebagai aset yang memiliki nilai jual serta pemanfaatan lahan untuk berbagai tujuan. Dalam perekonomian, lahan bersama faktor produksi lain menentukan pola penggunaan lahan (Reksohadiprodjo 1997). Pola penggunaan lahan menyebabkan perubahan fungsi lahan. Oleh karena pedesaan identik dengan sektor pertanian, maka pengembangan industri di pedesaan membutuhkan dan memanfaatkan lahan pertanian sebagai kawasan industri. Perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi industri menyebabkan perubahan pada pemilikan dan tata guna lahan pertanian. Hal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Bersamaan dengan pengaruhnya pada aktivitas pertanian, industri di kawasan pedesaan dapat menjadi sektor bagi terserapnya tenaga kerja desa dan menjadi peluang bagi masyarakat dalam memanfaatkan situasi hadirnya para pencari kerja di pedesaan yang selanjutnya diikuti oleh terjadinya komersialisasi lahan. Pembangunan desa dalam bentuk industri dapat dilihat sumber bagi terjadinya perubahan sosial. Proses perubahan tersebut berkaitan dengan faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan desa. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah modernisasi. Menurut Schoorl (1982) modernisasi adalah suatu proses transformasi, suatu proses perubahan masyarakat dalam aspek-aspeknya. Modernisasi ditandai oleh pergantian teknik produksi dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern. Modernisasi akan menghasilkan suatu pola perkembangan pembangunan dengan mendifusikan secara aktif segala sesuatu yang diperlukan dalam pembangunan, terutama nilai-nilai modern, teknologi, keahlian, dan modal. Dengan demikian industrialisasi merupakan aspek dari paham modernisasi yang menjadi rujukan utama dalam proses pembangunan.

18 3 Dari uraian tersebut, di satu sisi industri menjadi solusi bagi penyelesaian permasalahan ekonomi desa, namun di sisi lain pengembangan industri yang mengubah fungsi lahan pertanian ke non pertanian berpengaruh pada aktivitas pertanian di pedesaan. Pengembangan industri tidak hanya mengubah fungsi dan tata guna lahan pertanian di pedesaan, tetapi juga membawa perubahan pada struktur masyarakat petani. Sehubungan dengan pengembangan industri di pedesaan, penulis bermaksud melakukan suatu penelitian terhadap masyarakat petani di Desa Pasawahan. Desa Pasawahan merupakan daerah pertanian yang mengalami proses pembangunan pedesaan melalui industrialisasi. Industrialisasi di pedesaan ditunjukkan dengan berdirinya kawasan industri skala besar di Desa Pasawahan. Desa ini secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi yang dikenal sebagai salah satu sentra industri di Provinsi Jawa Barat. Adapun konsep industrialisasi yang tepat menggambarkan proses pengembangan industri di Desa Pasawahan adalah industrialisasi yang menempatkan pedesaan sebagai wahana untuk memproduksi barang dan jasa. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan pada hubungan antara keberadaan industri di pedesaan terutama dikaitkan dengan adanya konversi lahan, komersialisasi lahan dan penyerapan tenaga kerja yang melekat pada proses industri di pedesaan, dan perubahan sosial pada masyarakat petani akibat pengembangan industri tersebut. Melalui penelitian ini, hendak dilihat bagaimana pengembangan industri di pedesaan berpengaruh pada masyarakat petani ditinjau dari dimensi struktural yang meliputi perubahan pada hubungan kerja pertanian, jenis mata pencaharian, mobilitas sosial dan relasi sosial masyarakat. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka penelitian ini hendak diarahkan pada bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di Desa Pasawahan? 1.2. Masalah Penelitian Segera setelah suatu alternatif baru dipilih, kemungkinan terjadi perubahan pada masyarakat. Pemilihan alternatif baru dapat berakibat pada pemilihan tatanan hidup yang baru pula. Industrialisasi yang dijalankan sebagai bentuk pembangunan desa, merupakan sektor yang berbeda dari pertanian yang biasa

19 4 dijalankan oleh masyarakat desa. Sektor ini tidak hanya membuka kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat desa secara umum, tetapi juga turut mengubah penggunaan lahan yang menjadi faktor utama kegiatan pertanian yang banyak dijalankan oleh masyarakat petani di pedesaan. Kegiatan pertanian ini berkaitan dengan hubungan kerja pertanian, sementara hubungan kerja pertanian berkaitan erat dengan penguasaan lahan. Uraian ini kemudian mengarahkan pada pertanyaan penelitian bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada hubungan kerja pertanian? Potensi yang terdapat di pedesaan, baik sumberdaya berupa lahan maupun manusia memberikan peluang bagi investor untuk membangun perindustrian. Hal ini, di satu sisi bersinergi dengan keinginan masyarakat desa untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang dilekatkan pada fungsi industri di pedesaan, namun di sisi lain berpengaruh pada masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada pertanian. Industri yang bersifat ekspansif menyebabkan terjadinya perluasan kawasan industri. Berkurangnya lahan pertanian yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, akan diikuti oleh diversifikasi mata pencaharian di kalangan penduduk desa. Bersamaan dengan pengembangan industri, tercipta pula kesempatan untuk mengembangkan usaha di luar pertanian, termasuk di sektor industri melalui penyerapan tenaga kerja. Uraian ini kemudian mengarahkan pada pertanyaan penelitian bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata pencaharian? Fungsi lahan yang kompleks, tidak hanya sebagai media tanam atau sumberdaya pertanian, namun juga menentukan posisi seseorang dalam pelapisan sosial terutama pada desa yang menjadikan pemilikan lahan sebagai dasar pelapisan sosial. Secara sederhana, semakin besar lahan yang dimiliki semakin tinggi strata sosialnya. Perubahan pada pemilikan lahan yang diakibatkan oleh komersialisasi lahan pertanian mempengaruhi kedudukan seseorang dalam lapisan sosialnya. Hal ini kemudian dapat menyebabkan pergerakan kedudukan seseorang dari lapisan sosial yang satu ke lainnya. Sehingga mengarahkan pada pertanyaan penelitian bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada mobilitas sosial?

20 5 Pengembangan industri di pedesaan tidak hanya menyebabkan terjadinya perubahan lahan karena aktivitas konversi dan komersialisasinya, namun juga menjadi faktor penarik bagi hadirnya pendatang dari luar desa. Akibatnya desa tidak hanya semakin ramai oleh pendatang yang menetap, namun menjadi lebih terbuka pada berbagai perubahan. Semakin berkembangnya desa, memungkinkan masyarakat untuk melakukan interaksi yang lebih luas. Hal ini kemudian mengarahkan pada pertanyaan penelitian selanjutnya, yaitu bagaimana hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada pola relasi sosial? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di Desa Pasawahan. Tujuan umum dari penelitian ini akan dijawab melalui tujuan-tujuan khusus penelitian, yaitu: 1. Menganalisis hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada hubungan kerja pertanian. 2. Menganalisis hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata pencaharian. 3. Menganalisis hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada mobilitas sosial. 4. Menganalisis hubungan industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani pada pola relasi sosial Kegunaan Penelitian Temuan yang dihasilkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi para pihak yang menaruh perhatian pada studi perubahan sosial dalam masyarakat petani di pedesaan. Secara akademis, praktis, dan sosial penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi: 1. Peneliti yang ingin mengkaji perubahan sosial pada masyarakat petani terutama dalam kaitannya dengan pembangunan desa melalui industrialisasi.

21 6 2. Kalangan akademisi, dalam usaha menambah khazanah literatur khususnya tentang pengaruh industri di pedesaan terhadap perubahan struktur masyarakat petani di pedesaan. 3. Pembuat kebijakan, dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat merugikan masyarakat petani dari pembangunan desa yang dilakukan. 4. Masyarakat, dalam memberikan informasi mengenai pengaruh industri terhadap kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat desa.

22 7 BAB II PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka Konsep Perubahan Sosial Menurut Sztompka (2004) masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan di tingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka 2004). Perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern (Samuel Koenig dikutip Soekanto 2006). Perubahan sosial dapat pula diartikan sebagai perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompokkelompok dalam masyarakat (Selo Soemardjan dikutip Soekanto 2006). Tekanan definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya. Menurut Himes dan Moore dikutip Soelaiman (1998), perubahan sosial mempunyai tiga dimensi, yaitu: dimensi struktural, kultural dan interaksional. 1. Dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk struktural masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial. Perubahan tersebut meliputi:

23 8 a. Bertambah dan berkurangnya kadar peranan b. Menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan c. Adanya peningkatan atau penurunan sejumlah peranan atau pengkategorian peranan d. Terjadinya pergeseran dari wadah atau kategori peranan e. Terjadinya modifikasi saluran komunikasi di antara peranan-peranan atau kategori peranan f. Terjadinya perubahan dari sejumlah tipe dan daya guna fungsi sebagai akibat dari struktur 2. Dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat. Perubahan tersebut meliputi: a. Inovasi kebudayaan b. Difusi c. Integrasi 3. Dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam masyarakat. Perubahan tersebut meliputi: a. Perubahan dalam frekuensi b. Perubahan dalam jarak sosial c. Perubahan perantara d. Perubahan dari aturan atau pola-pola e. Perubahan dalam bentuk interaksi Sebagai sebuah proses, perubahan sosial membutuhkan saluran-saluran perubahan (avenue or channel of change), yaitu saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembagalembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi titik tolak, bergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu masa tertentu. Terdapat beberapa perspektif yang menjelaskan penyebab suatu perubahan, di antaranya adalah perspektif materialistik dan idealistik (Salim 2002). Perspektif materialistik adalah perspektif yang digagas oleh Karl Marx. Pada dasarnya perspektif ini menyoroti perubahan moda produksi sehingga melahirkan perubahan pada berbagai aspek. Sumber perubahan disebabkan oleh

24 9 faktor material. Perspektif ini bertumpu pada pemikiran Marx yang menyatakan bahwa kekuatan produksi berperan penting dalam membentuk masyarakat dan perubahan sosial. Perspektif ini melihat bahwa bentuk pembagian kelas-kelas ekonomi merupakan dasar anatomi suatu masyarakat. Perubahan dalam pandangan Marx bersifat otodinamis, terus-menerus dan berasal dari dalam. Perubahan didorong oleh kontradiksi endemik, penindasan dan ketegangan dalam struktur. Sejalan dengan pandangan dinamis Marx, model kesatuan sosial (sistem sosial) dibangun dalam gerakan sosial internal yang konstan yaitu perubahan yang digerakkan oleh kekuatan dari dalam sistem sosial itu sendiri. Marx melihat bahwa proses ini akan berlanjut hingga menuju pada suatu keadaan yang sempurna. Pada kondisi tertentu, kekuatan material pada masyarakat akan mengalami konflik dengan hubungan produksi yang ada. Marx melihat moda produksi kapitalis bersifat labil dan pada akhirnya akan hilang. Hal ini disebabkan pola hubungan antara kaum kapitalis modal dan kaum buruh bercirikan pertentangan akibat eksploitasi besar-besaran oleh kaum kapitalis. Selanjutnya adalah perspektif idealistik, yang menjelaskan faktor utama perubahan sosial ada pada ide. Perspektif idealistik digagas oleh Max Weber. Berbeda dengan perspektif materialistik yang memandang bahwa faktor material menyebabkan perubahan sosial, perspektif idealistik melihat perubahan sosial disebabkan oleh faktor non material seperti ide, nilai dan ideologi. Ide merujuk pada pengetahuan dan kepercayaan, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu yang pantas dan tidak, sedangkan ideologi merujuk pada serangkaian kepercayaan dan nilai yang digunakan untuk membenarkan tindakan masyarakat Modernisasi dan Perubahan Sosial Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan teknologi sebagai peningkatan pengetahuan. Menurut Schoorl (1982), modernisasi adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan oleh negaranegara berkembang dan dapat dilakukan jika bersentuhan dengan negara-negara

25 10 maju. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa modernisasi itu adalah sesuatu yang baik. Perubahan sosial atau budaya yang berlangsung di masyarakat dapat merupakan dampak dari modernisasi. Schoorl (1982) melihat modernisasi sebagai suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspekaspeknya. Dalam bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan ekonomi sebagai aksen utama. Tujuan akhir dari modernisasi adalah terwujudnya masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan struktur masyarakat. Secara lebih jelas, Schoorl (1982) menyebutkan proses pertumbuhan struktur sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Proses ini kemudian dilanjutkan hingga pembentukan stratifikasi dan hierarki. Usaha modernisasi untuk mengubah cara produksi masyarakat berkembang sebenarnya merupakan usaha untuk mengubah cara produksi prakapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju yang telah menerapkannya. Prosesnya mencakup proses yang sangat luas yang batasannya tidak dapat ditetapkan secara mutlak. Modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional dalam arti teknologi atau organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis (Soekanto 2006). Dampak sosial muncul ketika aktivitas modernisasi seperti proyek, program atau kebijakan yang berasal dari luar diterapkan dalam suatu masyarakat. Aktivitas tersebut mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem masyarakat. Pengaruhnya bisa positif atau negatif. Hal ini hanya dapat diuji dari nilai, norma, aspirasi dan kebiasaan masyarakat yang bersangkutan (Hadi dalam Waluyo 2009) Konsep Industrialisasi Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/ atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Pengertian industri sendiri sangatlah luas, yaitu menyangkut

26 11 semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Oleh karena kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Adapun istilah industrialisasi dalam suatu masyarakat berarti adanya pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern, dalam segi ekonomi, industrialisasi berarti munculnya kompleks industri yang besar dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana produksi, diusahakan secara massal (Dharmawan dikutip Soesilowati 1988). Industrialisasi merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi (Riedel dikutip Tambunan 2001). Akibat-akibat yang disebabkan oleh industrialisasi dapat dibedakan ke dalam tiga segi (Moore dikutip Soesilowati 1988), yaitu organisasi produksi, struktur ekonomi, dan struktur ekologi-demografi. Penjelasan singkat mengenai ketiganya adalah sebagai berikut: 1. Organisasi produksi; dari sudut organisasi produksi, akibat industrialisasi dapat dilihat dalam hubungan kerja dan organisasi unit-unit produksi. 2. Struktur ekonomi; dari sudut struktur ekonomi, akibat industrialisasi dapat dilihat dari jenis pekerjaan, tabungan, serta distribusi dan konsumsi. Perubahan juga terjadi pada aktivitas pertanian ke non pertanian. 3. Struktur ekologi-demografi; dari sudut struktur ekologi-demografi, akibat industrialisasi lebih ditekankan pada perubahan ukuran dan pertumbuhan penduduk Konsep Industrialisasi Pedesaan Industrialisasi pedesaan adalah kata kunci dari ekonomi kerakyatan. Dengan industrialisasi, kualitas dan produktivitas terjaga, sehingga desa mampu bersaing di dalam sistem ekonomi yang modern. Konsep industrialisasi pedesaan diperkenalkan sebagai pemikiran alternatif untuk menjawab kebutuhan

27 12 pengembangan ekonomi desa, khususnya sejak terjadi kegagalan transformasi ekonomi di zaman revolusi hijau. Landasan pengembangan industrialisasi pedesaan didasarkan pada model transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa. Industrialisasi desa ditandai oleh kepekaan pada pengelolaan lingkungan, orientasi padat karya dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang (sustainable) 2. Industri pedesaan adalah suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern. Industri pedesaan dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini, industrialisasi pedesaan melalui mekanisme pasar dapat mengakumulasi dan mengalihkan modal dari sektor pertanian ke sektor industri. Industrialisasi dapat pula meningkatkan penyerapan angkatan kerja yang senantiasa bertambah di pedesaan 3. Industrialisasi pedesaan menampilkan peranan penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial. Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi pedesaan bertujuan menganekaragamkan peningkatan pendapatan dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan Industrialisasi sebagai Proses Pembangunan Desa Pembangunan merupakan proses perubahan yang disengaja dan direncanakan. Secara lengkap, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang dikehendaki. Modernisasi sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni mengingat artinya sebagai proses penerapan 2 Konsep ini merupakan pemikiran yang dikemukakan oleh Profesor Sarbini Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan salah satu pemikir besar ekonomi kerakyatan Indonesia. 3 Definisi dan penjelasan mengenai industrialisasi pedesaan ini merupakan hasil simposium industrialisasi pedesaan yang dilakukan pada tahun 1990 di Institut Pertanian Bogor, yang disunting oleh Mangara Tambunan dan Sayogyo.

28 13 pengetahuan dan teknologi modern pada berbagai segi kehidupan masyarakat. Sehingga, pembangunan didefinisikan pula sebagai usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan perubahan sosial melalui modernisasi (Raharjo 2004). Berbagai program pembangunan dirumuskan untuk mendorong masyarakat dari berbagai ketertinggalan. Untuk memajukan desa, proses modernisasi biasa tidaklah cukup. Modernisasi harus direncanakan, dipacu dan diakselerasikan sedemikian rupa sehingga segera dapat mengantarkan masyarakat desa pada kemajuan. Karenanya konsep pembangunan mengandung pengertian semacam ini. Mengikuti pemikiran bahwa pembangunan nasional adalah agregasi pembangunan lokal, baik pemerintah pusat dan daerah secara beragam membangun basis-basis industri dalam ekonomi lokal melalui proses industrialisasi. Salah satu kebijakan dalam pembangunan adalah dengan menempatkan industri di pedesaan dan kota-kota kecil, yang dikenal sebagai program industrialisasi pedesaan. Hal ini didukung dengan terumuskannya UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah. Melalui UU No. 32 Tahun 2004 daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk menjalankan kekuasaan ekonominya. Tambunan (2010) mengatakan bahwa industrialisasi adalah kunci pembangunan ekonomi lokal. Alasan lain menyebutkan bahwa proses industrialisasi dibutuhkan untuk mentransformasi masyarakat tradisional berbasis pedesaan ke arah masyarakat industri yang maju dan modern. Dalam pengembangan kawasan industri, akan dijumpai beberapa permasalahan baik yang bersifat strategik, manajerial dan teknikal. Permasalahan strategik berkaitan dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan perlu dibangunnya kawasan industri, peran maupun fungsi yang diharapkan dari kawasan industri dimasa yang akan datang sekaligus dampak jangka panjang pengembangan industri. Permasalahan manajerial berkaitan dengan aspek penataan ruang dan pengarahan lokasi industri yang meliputi aspek perencanaan wilayah suatu daerah dan penyediaan sarana internal. Sementara permasalahan teknikal berkaitan dengan bagaimana tata letak, luas lahan yang disediakan untuk industri besar, sedang maupun kecil (Nugroho dikutip Waluyo 2009). Ketiga permasalahan tersebut, akan berkaitan dengan penggunaan sumberdaya berupa lahan yang

29 14 sebelumnya telah memiliki fungsi lain, dan pengubahan fungsinya akan mempengaruhi kondisi dan kualitas seluruh ekosistem di lokasi terkait Aspek Struktural Masyarakat Desa Aspek struktural merupakan bagian dalam kehidupan masyarakat desa yang menyangkut hubungan antar individu dan pola hubungan termasuk di dalamnya mengenai status dan peranan, kekuasaan, otoritas, hubungan antar status, integrasi dan sebagainya. Pembahasan mengenai struktur tidak hanya menyangkut aspek sosial, melainkan juga mencakup aspek fisik dan biologis. Struktur dipahami sebagai susunan. Sedangkan struktur sosial diartikan sebagai pola yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial (Fairchild dikutip Rahardjo 2004). Dalam rumusan ini telah tercakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan yang ada antara anggota dalam suatu kelompok maupun antar kelompok. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek dalam struktur masyarakat tersebut. a. Hubungan Kerja Hubungan kerja merupakan bagian dari kelembagaan pertanian. Kelembagaan sendiri memiliki definisi yang beragam. Salah satunya, kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan (rule) yang dianut oleh masyarakat dalam melakukan transaksi dengan pihak lainnya (Hayami dan Ruttan dikutip Susilowati 2005). Kelembagaan pedesaan secara sederhana mengacu pada aktivitas atau praktek-praktek tradisional dalam kehidupan sehari-hari di pedesaan, seperti bagi hasil, pemasaran hasil pertanian, hubungan ketenagakerjaan, dan organisasi-organisasi yang dibentuk pemerintah. Kelembagaan pedesaan dapat berupa kelembagaan-kelembagaan penguasaan tanah, hubungan kerja dan perkreditan (Kasryono dikutip Radandima 2003). Hubungan kerja pertanian erat kaitannya dengan penguasaan tanah. Kelembagaan penguasaan tanah merupakan tatacara atau aturan yang dianut dan dijadikan pegangan oleh masyarakat dalam mengadakan transaksi. Dalam kelembagaan ada pemisahan yang jelas antara hak dan kewajiban bagi setiap individu atau kelompok yang berhubungan. Keberadaan lembaga di setiap daerah ditentukan oleh keadaan sumberdaya, lingkungan dan norma-norma yang berlaku

30 15 di masyarakat (Radandima 2003). Oleh karena tanah merupakan modal utama dalam kegiatan pertanian, maka muncul suatu kelembagaan yang mengatur transaksi kegiatan ekonomi tanah. Kelembagaan penguasaaan tanah yang umumnya dilakukan masyarakat di desa-desa Jawa adalah sebagai berikut (Wiradi dan Makali 1984): 1. Sistem gadai, merupakan bentuk kelembagaan penguasaan tanah dimana pemilik menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai atau dengan bentuk pembayaran berupa sekian kuintal gabah atau sekian gram emas perhiasan atau sekian ekor kerbau atau sapi, dengan ketentuan pemilik tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebus, maka hak pengusahaan tanahnya ada pada pemegang gadai. Pengembalian tanah dilakukan setelah tanah selesai dipanen. 2. Sistem sewa adalah penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang lain, sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama oleh pemilik dan penyewa. 3. Sistem bagi hasil adalah penyerahan sementara hak atas tanah kepada orang lain untuk diusahakan, dengan penggarap akan menanggung beban tenaga kerja seluruhnya dan menerima sebagian dari hasil tanahnya. Hubungan kerja dalam pertanian meliputi semua bentuk hubungan kerja antara pemilik tanah tersebut (White dikutip Radandima 2003). Hubungan kerja tersebut menyangkut mekanisme yang mengatur pembagian keuntungan di antara pengusaha tani dan pekerja. Dalam hubungan kerja pertanian ditentukan sistem upah yang akan dipakai, besar dan bentuk upah, jam kerja per hari kerja, satuan kegiatan, upah per hari kerja, dan upah per satuan kegiatan (Wiradi dan Makali 1984). Menurut Harton dan Hunt dikutip Radandima (2003), kelembagaan hubungan kerja pertanian sebagian besar muncul dari kehidupan bersama dan merupakan hal yang tidak direncanakan. Adanya faktor-faktor eksternal dari luar yang mempengaruhi kegiatan pertanian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam kelembagaan pertanian, termasuk pada hubungan kerja. Menurut Sinaga dikutip Radandima (2003) perubahan hubungan kerja antara lain disebabkan oleh dua pengaruh, yaitu: (1) marker forces, yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja; (2)

31 16 institutional forces, yaitu pengaruh berbagai kekuatan lain di dalam masyarakat yang bukan ekonomi murni. Perubahan hubungan kerja dapat berupa perubahan dalam sistem upah dan bentuk-bentuk hubungan kerja, yang meliputi sistem upah harian, sistem upah borongan maupun sistem sambatan dan perubahan dalam ketenagakerjaan pertanian di desa. b. Mobilitas Sosial Gerak sosial atau mobility social adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial (Young dan Mack dikutip Soekanto 2006). Mobilitas sosial dapat pula didefinisikan sebagai gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya (Horton dikutip Soekanto 2006). Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua macam, yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal (Sorokin dikutip Soekanto 2006). Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Terdapat dua jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking). Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu: (1) masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, dimana kedudukan tersebut telah ada; (2) pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu: (1) turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah; (2) turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Menurut Sorokin seperti dikutip Soekanto (2006), gerak sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat. Proses gerak sosial vertikal melalui saluran disebut social circulation. Saluran-saluran bagi terjadinya gerak sosial dapat berupa lembaga keagamaan, pendidikan, organisasi politik, dan ekonomi.

32 17 c. Interaksi Sosial Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahanperubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada (Gillin dan Gillin dikutip Soekanto 2006). Salah satu bentuk dari proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu. Suatu interaksi sosial akan terjadi apabila dua syarat berikut terpenuhi. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Bersifat positif jika mengarah pada suatu kerja sama, dan bersifat negatif jika mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar orang-perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok, dan antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Sedangkan komunikasi, menunjukkan adanya pemberian arti dari pada perilaku orang lain. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan orang tersebut. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan, bahkan dapat berbentuk pertentangan dan pertikaian. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial itu tidak perlu merupakan suatu kontinuitas. Gillin dan Gillin seperti dikutip oleh Soekanto (2006) membagi bentuk interaksi sosial sebagai proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif. Proses asosiatif adalah proses yang mendekatkan atau mempersatukan, terdiri atas kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Sedangkan proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan (disosiatif) terdiri atas persaingan, kontravensi dan konflik Kerangka Pemikiran Tujuan akhir setiap pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup manusia. Melihat kondisi obyektif masyarakat yang

33 18 sebagian besar tinggal di pedesaan, maka arah pembangunan secara bertahap ditujukkan kepada masyarakat pedesaan agar mereka dapat menikmati secara langsung hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai termasuk dalam sektor industri. Pengembangan industri menjadi salah satu alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan aktual yang terdapat di desa dan pada akhirnya menempatkan desa sebagai penyangga ekonomi bangsa. Dikaitkan dengan perubahan sosial, maka pembangunan desa dalam bentuk industrialisasi merupakan sumber bagi terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat desa. Lahan dan tenaga kerja merupakan input utama dalam proses produksi industri yang dapat ditemukan di pedesaan. Dalam kaitannya dengan input produksi lahan, pengembangan industri mengharuskan terjadinya konversi atau alihfungsi lahan dari kegiatan pertanian ke non pertanian. Konversi lahan menjadi aktivitas utama yang menandai berdirinya industri di kawasan pedesaan. Akibat lebih lanjut adalah terkonsentrasinya penguasaan lahan di tangan petani lapisan atas serta pemilik modal. Lahan tidak hanya diubah menjadi kawasan industri, namun setelahnya diikuti pula oleh berubahnya lahan menjadi unit usaha lain di pedesaan. Selain konversi lahan, timbul pula gejala komersialisasi lahan yang meluas cepat di daerah pedesaan. Lahan yang semula menjadi faktor penghasil komoditas pertanian berubah menjadi komoditas itu sendiri. Semakin sempit lahan garapan untuk bertani dan semakin terpusatnya penguasaan lahan di kalangan petani lapisan atas dan pemilik modal, mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Dalam kaitannya dengan tenaga kerja, pengembangan industri di pedesaan menjadi jalan bagi masuknya para pekerja pendatang dari luar desa. Menurut Schneider (1993) salah satu akibat yang terpenting dari timbulnya industrialisasi adalah terbentuknya komunitas-komunitas baru, atau perubahan serta pertumbuhan yang cepat dari komunitas yang sudah ada. Masuknya para pekerja pendatang dalam jumlah yang banyak dan menetap di desa, pada akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan komunitas di sekitar industri. Kehadiran para pendatang ini kemudian akan mempengaruhi proses sosial, terutama pada relasi sosial yang terjadi di kalangan masyarakat desa.

34 19 Proses industrialisasi pada masyarakat agraris merupakan perubahan yang membawa pengaruh yang besar pada masyarakat (Soekanto 2006). Berbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh, misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan-hubungan keluarga, stratifikasi masyarakat dan keluarga. Ditinjau dari perspektif yang melatarbelakangi terjadinya perubahan oleh adanya industri di pedesaan, maka perubahan sosial yang terjadi berawal dari pemilikan modal yang merupakan sumber perubahan dalam perspektif materialistik. Modal yang dimaksud adalah lahan. Lahan berperan sebagai modal utama bagi sektor pertanian, disaat yang sama lahan menjadi input produksi bagi sektor industri. Dengan demikian perubahan pada dimensi struktur masyarakat petani berasal dari sesuatu yang bersifat material. Industrialisasi di Kawasan Pedesaan Komersialisasi lahan Konversi lahan Penyerapan tenaga kerja Perubahan Dimensi Struktur Hubungan kerja pertanian Jenis mata pencaharian Mobilitas sosial Relasi sosial Keterangan: : Menghasilkan/ Menyebabkan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 1 menunjukkan bagaimana pengembangan industri di kawasan pedesaan yang ditandai oleh terjadinya konversi lahan, komersialisasi lahan dan penyerapan tenaga kerja, menyebabkan perubahan pada aspek struktur masyarakat desa. Perubahan terjadi karena industri yang cenderung bersifat ekspansif mempengaruhi masyarakat petani di pedesaan, dimana lahan menjadi modal utama kegiatannya. Industri di pedesaan juga memberi harapan pada masyarakat desa untuk memanfaatkan keberadaan industri dengan bekerja di industri atau dengan memanfaatkan peluang ekonomi lain dari adanya industri.

35 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada hubungan kerja pertanian. 2. Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata pencaharian. 3. Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada mobilitas sosial. 4. Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada relasi sosial Definisi Operasional Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang akan dianalisis: 1. Komersialisasi lahan adalah suatu proses menjadikan lahan sebagai komoditas ekonomi atau barang dagangan. Sementara tingkat komersialisasi lahan menunjukkan laju pengalihan kepemilikan lahan dari satu orang ke orang lainnya yang dilakukan atas dasar ekonomi. Tingkat komersialisasi lahan dikategorikan menjadi: i. Tinggi : Pemilikan atau penguasaan lahan responden diperoleh dari hasil jual beli. ii. Rendah: Pemilikan atau penguasaan lahan responden diperoleh dari hasil warisan. 2. Konversi lahan adalah perubahan fungsi peruntukkan lahan. Sementara tingkat konversi lahan menunjukkan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dari waktu ke waktu. Konversi lahan berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan pertanian. Tingkat konversi lahan dikategorikan menjadi: i. Tinggi: Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian sejak berkembangnya industri hingga saat ini (dalam kurun waktu 10 tahun) meningkat.

36 21 ii. Rendah: Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian sejak berkembangnya industri hingga saat ini (dalam kurun waktu 10 tahun) menurun. 3. Penyerapan tenaga kerja (TK) adalah kesempatan kerja yang diberikan sektor industri pada masyarakat, serta sejauh mana masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan kerja tersebut. Tingkat penyerapan tenaga kerja dikategorikan menjadi: i. Tinggi: a. Ketersediaan TK untuk usaha non pertanian lebih tinggi dari ketersediaan TK untuk usaha pertanian. b. Peluang kesempatan kerja di sektor non pertanian lebih tinggi dari peluang kerja di sektor pertanian. c. Permintaan dan penawaran TK di sektor non pertanian lebih tinggi dari permintaan dan penawaran TK di sektor pertanian. ii. Rendah: a. Ketersediaan TK untuk usaha non pertanian lebih rendah dari ketersediaan TK untuk usaha pertanian. b. Peluang kesempatan kerja di sektor non pertanian lebih rendah dari peluang kerja di sektor pertanian. c. Permintaan dan penawaran TK di sektor non pertanian lebih rendah dari permintaan dan penawaran TK di sektor pertanian. 4. Perubahan hubungan pertanian berkaitan dengan penguasaan lahan pertanian oleh responden. Perubahan hubungan kerja dikategorikan menjadi: i. Tinggi: a. Ada perubahan dalam sistem upah pertanian: (a1) gotong-royong ke upah borongan, (a2) gotong-royong ke upah harian, (a3) upah borongan ke upah harian, dan (a4) upah harian ke upah borongan. b. Ada perubahan penguasaan lahan: (b1) sistem gadai ke sewa, (b2) sistem gadai ke bagi hasil, (b3) sewa ke bagi hasil, (b4) sewa ke gadai, (b5) bagi hasil ke sewa, dan (b6) bagi hasil ke gadai. c. Ada perubahan sifat hubungan kerja dari dasar keluarga ke dasar ekonomi.

37 22 ii. Rendah: a. Tidak ada perubahan dalam sistem upah pertanian: (a1) gotong-royong ke upah borongan, (a2) gotong-royong ke upah harian, (a3) upah borongan ke upah harian, dan (a4) upah harian ke upah borongan. d. Tidak ada perubahan penguasaan lahan: (b1) sistem gadai ke sewa, (b2) sistem gadai ke bagi hasil, (b3) sewa ke bagi hasil, (b4) sewa ke gadai, (b5) bagi hasil ke sewa, dan (b6) bagi hasil ke gadai. b. Tidak ada perubahan sifat hubungan kerja dari dasar keluarga ke dasar ekonomi. 5. Perubahan jenis mata pencaharian dilihat dari ada atau tidak adanya diversifikasi mata pencaharian di luar pertanian pada rumahtangga responden. Perubahan diversifikasi yang dimaksud berkaitan dengan peluang ekonomi dari adanya industri. Perubahan jenis mata pencaharian dikategorikan menjadi: i. Tinggi: Sumber pendapatan responden berasal dari kegiatan pertanian dan kegiatan di luar pertanian, termasuk pendapatan yang berasal dari anggota keluarga yang tinggal bersama responden. ii. Rendah: Sumber pendapatan responden hanya berasal dari kegiatan pertanian. 6. Perubahan mobilitas sosial dilihat dari pergerakan individu dalam lapisan sosialnya. Perubahan mobilitas sosial berkaitan dengan simbol-simbol yang menjadi dasar dalam pelapisan sosial yang turut dipengaruhi oleh pengembangan industri di pedesaan. Perubahan mobilitas sosial dikategorikan menjadi: i. Tinggi: a. Ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang tinggi ke kedudukan yang lebih rendah. b. Ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi.

38 23 ii. Rendah: a. Tidak ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang tinggi ke kedudukan yang lebih rendah. b. Tidak ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. 7. Perubahan relasi sosial dilihat dari hubungan-hubungan sosial yang berlangsung antara responden dalam masyarakat, dengan sesama masyarakat desa maupun dengan pendatang dari luar desa. Perubahan relasi sosial dilihat dari perubahan frekuensi interaksi, kuat lemahnya interaksi, dan kecenderungan arah hubungan sosial yang terbentuk.

39 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Lampiran 1). Sebelum menentukan lokasi penelitian, dilakukan penjajagan dan telaah melalui internet. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Desa Pasawahan merupakan salah satu daerah pertanian yang mengalami proses pembangunan pedesaan melalui industrialisasi. Industrialisasi di pedesaan ditunjukkan dengan berdirinya kawasan industri skala besar di Desa Pasawahan. Hadirnya industri di lingkungan masyarakat petani menjadi faktor eksternal yang dapat mempengaruhi aspek-aspek struktural masyarakat petani. Atas pertimbangan tersebut, maka hubungan adanya industri di pedesaan dan perubahan struktur masyarakat petani di pedesaan dapat ditemukan. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan April Setelah dilakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data serta penulisan draft skripsi pada bulan Mei hingga Agustus Teknik Pemilihan Responden dan Informan Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel probability sampling dalam bentuk stratified random sampling. Pengambilan sampel dalam bentuk stratified random sampling dipilih karena populasi yang akan diteliti bersifat heterogen, sehingga populasi yang bersangkutan harus dibagi ke dalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam, dan dari setiap lapisan kemudian diambil sampel secara acak (Singarimbun dan Effendi 1989). Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan unit pengamatan kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian. Oleh karena unit pengamatan adalah individu yang bekerja di bidang pertanian, maka dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisanlapisan dilihat dari luas lahan yang dimiliki atau luas lahan yang digarap.

40 25 Sebelum menentukan sampel penelitian, disusun terlebih dahulu kerangka sampling yaitu daftar dari semua unsur sampling dalam populasi. Kerangka sampling berisi daftar nama calon responden yang disusun berdasarkan luas penguasaan lahan pertanian (Lampiran 2). Dari kerangka sampling tersebut, ditentukan jumlah responden pada lapisan bawah, sedang dan atas berdasarkan penguasaan lahan pertanian. Jumlah responden yang terpilih pada setiap lapisan harus dapat mewakili keseluruhan responden dari setiap lapisannya. Dalam penelitian ini dipilih 30 orang responden yang tersebar dalam lapisan bawah, sedang dan atas. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive dan snowball. Informan penelitian dipilih atas beberapa pertimbangan, yaitu: (1) mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayatinya; (2) mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan yang diteliti; (3) mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi; (4) mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri; (5) mereka yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber (Sugiyono 2011). Pemilihan informan awal sebagai sumber data telah direncanakan sebelum penelitian dilakukan. Informan awal yang dipilih adalah orang yang dapat membukakan pintu untuk mengenali keseluruhan medan secara luas. Proses penggalian informasi dari informan penelitian dihentikan ketika data yang diperoleh sudah jenuh dan sudah mencukupi Teknik Pengumpulan Data Dalam pelaksanaannya, penelitian ini menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pada tahap awal digunakan metode kualitatif untuk menemukan hipotesis, selanjutnya digunakan metode kuantitatif untuk menguji hipotesis (Sugiyono 2011). Dalam penelitian kuantitatif, teknik pengumpulan data yang utama adalah kuesioner dengan data yang diperoleh berupa data kuantitatif. Untuk memperkuat data hasil kuesioner tersebut dilakukan observasi dan wawancara pada responden penelitian, dimana kedua teknik tersebut merupakan

41 26 teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Kombinasi ini diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian yang tidak memungkinkan hanya menggunakan salah satu metode penelitian, karena setiap metode penelitian memiliki keunggulan dan kekurangan. Selain itu dilakukan penelusuran dokumen dan kajian literatur dengan menganalisis hasil penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh industri pedesaan terhadap perubahan masyarakat desa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data berupa informasi mengenai berbagai peristiwa atau hal yang menyangkut proses perubahan struktural dalam masyarakat petani setelah adanya industri di pedesaan. Data primer diperoleh melalui responden dan informan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan kajian literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, artikel, tesis dan karya ilmiah lainya Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan terhadap data-data baik data yang berasal dari temuan kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif yang terkumpul, baik data primer maupun sekunder, diolah dengan tahapan reduksi data, penyajian data, analisis data, penarikan kesimpulan, meningkatkan keabsahan hasil, dan narasi hasil analisis (Bungin 2003). Sedangkan untuk data kuantitatif yang terkumpul melalui kuesioner dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono 2011). Data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi silang, tabel distribusi frekuensi, diagram batang, dan diagram lingkaran dengan bantuan Microsoft Excel 2007.

42 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian Selatan berbatasan dengan Desa Tenjolaya, bagian Timur berbatasan dengan Desa Tenjoayu dan bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Desa Pasawahan memiliki enam wilayah Rukun Warga (RW) yang tersebar di tujuh kampung. RW 01 berada di Kampung Pasawahan, RW 02 berada di Kampung Cimelati, RW 03 berada di Kampung Cibuntu dan Cikurutug, RW 04 berada di Kampung Cibuntu, RW 05 berada di Kampung Selaawi dan Pancawati, serta RW 06 yang berada di Kampung Sindang Palay. Luas wilayah Desa Pasawahan adalah 625 Ha yang terbagi berdasarkan penggunaannya menjadi: Tabel 1 Luas Wilayah menurut Jenis Penggunaan di Desa Pasawahan, 2010 No Jenis Penggunaan Luas (Ha) 1 Pemukiman 75,5 2 Persawahan 86,1 3 Industri 30 4 Pemakaman 2,5 5 Perkantoran 0,1 6 Lainnya 431 Total Luas 625 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010 Meskipun data monografi desa tidak menyajikan luas penggunaan tanah berdasarkan status tanah, namun dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan, tanah hak guna bangunan atas tanah hak milik di Desa Pasawahan termasuk luas. Hal ini terlihat dari banyaknya sebaran tanah yang dimiliki penduduk yang berasal dari dalam dan luar desa. Umumnya pemilik tanah luas adalah orang-orang yang berasal dari kota. Mereka membangun vila untuk ditempati atau untuk disewakan. Sementara penduduk lokal umumnya membangun rumah kontrakan, warung, dan kios-kios kecil. Selain tanah hak guna bangunan, sebaran tanah guntai juga

43 28 banyak ditemukan di Desa Pasawahan. Hal ini menunjukkan pesatnya komersialisasi tanah di kalangan masyarakat desa. Pada umumnya tanah yang terdapat di Desa Pasawahan adalah tanah dengan tekstur subur berwarna coklat dengan tingkat kemiringan tanah sebesar 45 derajat. Secara topografi daerah ini terbagi menjadi dataran rendah dan dataran tinggi yang mencakup 60 persen dari wilayah Desa Pasawahan, dataran berbukit yang mencakup 35 persen dari wilayah Desa Pasawahan, dan lereng gunung yang mencakup 5 persen dari wilayah Desa Pasawahan. Orbitasi wilayah Desa Pasawahan disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa lokasi desa relatif dekat dengan ibukota Kecamatan Cicurug. Kondisi jalan yang tergolong baik dan ketersediaan kendaraan umum dalam jumlah banyak memudahkan akses penduduk menuju pusat kecamatan, kabupaten dan provinsi. Tabel 2 Jarak dan Waktu Tempuh menurut Tujuan dengan Kendaraan dan Tanpa Kendaraan dari Desa Pasawahan, 2010 Tujuan (dari Desa Waktu Tempuh (Jam) Jarak (km) Pasawahan) Dengan Kendaraan Tanpa Kendaraan Pusat Kecamatan 2,5 0,15 1 Pusat Kabupaten Pusat Provinsi Sumber: Profil Desa Pasawahan, Aspek Demografis Desa Pasawahan terdiri atas enam RW yang tersebar dalam tujuh kampung. Tiap kampung dihuni oleh penduduk yang beragam baik penduduk asli maupun pendatang. Penduduk pendatang umumnya berasal dari daerah Tasikmalaya, Cianjur, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang bekerja di sektor industri dan menetap di Desa Pasawahan. Jumlah pendatang di setiap kampung berbeda-beda, namun penduduk asli masih menjadi mayoritas di setiap kampung. Pendatang terbanyak terdapat di Kampung Pasawahan dan Kampung Selaawi, karena dua kampung ini berbatasan langsung dengan kawasan industri dimana mayoritas pendatang bekerja.

44 29 Jumlah penduduk Desa Pasawahan pada tahun 2010 tercatat sebanyak 8678 jiwa, yang terdiri atas 4328 jiwa penduduk laki-laki dan 4350 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2176 dan kepadatan penduduk sebesar 1000 jiwa/km. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Desa Pasawahan, 2010 Kelompok Usia (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa) Persentase (%) , , , , , , , , , , , , , , , ,1 Jumlah ,0 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010 Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin secara diagram dapat pula digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Melalui piramida penduduk, riwayat penduduk daerah yang bersangkutan dapat diamati. Dengan melihat proporsi penduduk laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur pada Gambar 2 diperoleh gambaran mengenai perkembangan penduduk pada masa lalu dan perkembangan penduduk pada masa yang akan datang. Hal ini penting dalam melihat potensi tenaga kerja serta gambaran kebutuhan akan tambahan kesempatan kerja yang harus diciptakan.

45 30 Penyajian penduduk Desa Pasawahan menurut usia dan jenis kelamin dalam bentuk piramida penduduk dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini: Perempuan Laki-laki Gambar 2 Piramida Penduduk menurut Komposisi Umur dan Jenis Kelamin di Desa Pasawahan, 2010 Sumber: Diolah dari Tabel 3 Dari piramida penduduk pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa komposisi penduduk Desa Pasawahan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah kelompok usia produktif dengan usia berkisar tahun berjumlah 5914 jiwa atau sekitar 68,15 persen. Bagian kedua adalah kelompok usia non produktif yaitu penduduk dengan usia 0-14 tahun sampai dengan 65 tahun ke atas yang berjumlah 2764 jiwa atau sekitar 31,85 persen. Besarnya populasi penduduk yang masuk dalam kelompok usia produktif memberikan peluang ekonomi yang sangat baik bagi daerah, terutama jika diarahkan pada kegiatan ekonomi yang produktif. Hingga saat ini mayoritas masyarakat di Desa Pasawahan bekerja sebagai petani khususnya petani penggarap, sedangkan petani asli atau petani yang memiliki lahan dan mengarap lahannya, semakin berkurang jumlahnya. Seiring dengan perkembangan wilayah terutama sejak adanya pembebasan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, pekerjaan masyarakat menjadi beragam. Perkembangan wilayah ini menjadi peluang bagi investor untuk menanamkan

46 31 modalnya di Desa Pasawahan, terutama di bidang industri. Konversi lahan dari pertanian menjadi kawasan industri, kawasan vila, dan taman rekreasi mendorong semakin beragamnya pekerjaan masyarakat di Desa Pasawahan. Distribusi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan di Desa Pasawahan, 2010 No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani penggarap tanah ,4 2 Buruh tani ,0 3 Pengrajin industri kecil 7 0,4 4 Buruh industri ,8 5 Buruh bangunan 18 1,0 6 Buruh pertambangan 5 0,3 7 Buruh perkebunan besar/ kecil 50 3,0 8 Pedagang 68 4,0 9 ABRI 6 0,3 10 Pensiunan (PEGNEG/ ABRI) 28 1,6 11 Peternak 3 0,2 Jumlah ,0 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010 Sementara jumlah penduduk menurut mata pencaharian dibedakan menjadi bidang pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, dan bidang non pertanian. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Pasawahan, 2010 No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Pertanian ,8 2 Non Pertanian ,2 Jumlah ,0 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010

47 32 Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar penduduk Desa Pasawahan tidak menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, diikuti oleh penduduk yang lulus SLTP, lulus SLTA, lulus SD, lulus akademi, dan lulus perguruan tinggi. Tingginya persentase penduduk yang tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar diduga merupakan gejala yang umum terjadi pada penduduk pedesaan, yang umumnya juga disebabkan oleh keterbatasan keuangan dan fasilitas pendidikan. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 6 berikut ini: Tabel 6 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Pasawahan, 2010 No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Belum sekolah ,4 2 Tidak tamat SD ,0 3 Tamat SD 381 6,1 4 Tamat SLTP ,6 5 Tamat SLTA ,8 6 Tamat Akademi 63 1,0 7 Tamat Perguruan Tinggi 5 0,1 Jumlah ,0 Sumber: Profil Desa Pasawahan, Aspek Fisik Keadaan jalan dan sarana transportasi yang memadai memudahkan penduduk dalam melakukan mobilitas dari desa menuju ke luar desa atau sebaliknya. Secara umum kondisi jalan di desa relatif baik, teratur dan beraspal. Kondisi jalan yang berlubang dan tidak terpelihara hanya dijumpai di beberapa titik jalan, umumnya jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan-kendaraan berat. Terdapat tujuh pabrik yang berproduksi di Desa Pasawahan yang tergolong ke dalam industri skala sedang dan besar. Ketujuh unit industri tersebut, ada yang letaknya menyebar dan ada pula yang berdekatan membentuk satu kawasan industri terutama pada industri skala besar. Bangunan industri skala besar terletak dalam satu lokasi yang berbatasan dengan Kampung Pasawahan dan Kampung Selaawi. Dari pemukiman warga, dapat dilihat dengan jelas bangunanbangunan kokoh milik industri berdiri.

48 33 Selain menjadi kawasan industri, Desa Pasawahan juga menjadi salah satu kawasan wisata alam. Potensi wisata alam tersebut menyebabkan banyak ditemuinya bangunan-bangunan vila di kiri dan kanan jalan, yang tersebar dari Kampung Pasawahan hingga Kampung Cikurutug yang terletak di ujung desa. Vila-vila yang tersebar tersebut umumnya diapit oleh lahan persawahan atau pemukiman warga. Dengan ramainya desa karena industri dan wisata alam, maka Desa Pasawahan pun semakin terbuka dengan dunia luar. Semakin sering desa dikunjungi oleh orang-orang dari kota, penjabat kecamatan, penjabat kabupaten, dan mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Beberapa sarana umum yang terdapat di Desa Pasawahan terdiri atas sarana pendidikan mulai dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK (Taman Kanak-Kanak), SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) hingga SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), sarana ibadah berupa masjid dan mushola, sarana rekreasi berupa taman dan pemandian, sarana pertunjukkan kebudayaan, penginapan dan sarana kesehatan umum. Belum tersedianya sarana umum berupa pasar tradisional dan pasar modern, tidak menjadi penghambat bagi masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jarak yang tidak begitu jauh ke pusat keramaian di Kecamatan Cicurug memudahkan masyarakat untuk melakukan mobilisasi Struktur Sosial Masyarakat Desa Pasawahan Dalam struktur masyarakat Desa Pasawahan terdapat beberapa kelompok sosial, yaitu masyarakat pertanian atau masyarakat yang bekerja di sektor pertanian dan masyarakat non pertanian atau masyarakat yang bekerja diluar sektor pertanian. Pada masyarakat pertanian, terdapat dua kelompok sosial yang memiliki perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada akses masyarakat pertanian terhadap faktor produksi utama dalam pertanian, yaitu lahan. Kelompok sosial dalam masyarakat pertanian yang terbentuk di Desa Pasawahan adalah kelompok petani penggarap atau buruh tani dan kelompok petani asli. Petani penggarap adalah petani yang tidak memiliki lahan yang mengerjakan sawah milik orang lain. Mereka bertanggung jawab dalam mengolah sawah mulai dari menanam hingga memanen padi, termasuk mencari kerbau

49 34 untuk membajak, merawat sawah, dan mencari buruh tani untuk mengerjakan sawah. Sedangkan petani asli adalah petani yang memiliki lahan dan mengerjakan lahannya. Petani pemilik lahan juga dapat menjadi pengusaha tani, artinya mereka tidak ikut mengerjakan lahan tetapi menyerahkan lahannya pada petani penggarap untuk dikerjakan. Saat ini jumlah petani asli di Desa Pasawahan semakin sedikit, karena banyaknya lahan yang dibeli oleh orang-orang kota. Sedangkan lahan yang dimiliki oleh penduduk lokal tidak seluas lahan yang dimiliki orang-orang kota, yakni sekitar 1,2 hektar sementara orang kota memiliki lahan sekitar 3 sampai 4 hektar per orangnya. Lahan yang dimiliki orang-orang kota dikerjakan oleh petani lokal yang bekerja sebagai petani penggarap atau buruh tani. Pada masyarakat pertanian, stratifikasi sosial lebih ditentukan oleh kepemilikan lahan. Mengacu pada stratifikasi sosial tersebut, maka petani penggarap atau buruh tani menempati posisi bawah dalam lapisan sosial, sedangkan petani asli dan pemilik lahan menempati posisi atas dalam lapisan sosial. Pemilik lahan yang menempati posisi atas dalam lapisan sosial memiliki kendali dan kekuasaan dalam mempekerjakan lahan miliknya, termasuk bagi hasil panen yang diperoleh. Mengacu pada perbedaan lapisan sosial tersebut, terlihat adanya kelompok yang menempati posisi penguasa dan pengabdi dimana petani penggarap atau buruh tani menjadi abdi dari pemilik lahan. Pada masyarakat non pertanian, stratifikasi sosial lebih ditentukan oleh pekerjaan, kekayaan dan garis keturunan. Masyarakat lokal atau pendatang yang bekerja dan menempati posisi penting di industri dipandang lebih terhormat dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja sebagai buruh industri, begitu pula dengan masyarakat yang tergolong ke dalam kalangan menengah ke atas. Sementara penentuan lapisan sosial berdasarkan garis keturunan hanya berlaku di beberapa kampung, dimana keluarga yang berasal dari garis keturunan orang berpengaruh berada. Dalam hubungan sosial, tidak terdapat perbedaan yang besar antara masyarakat pertanian dan masyarakat non pertanian. Hubungan sosial yang terjadi dalam masyarakat desa didasarkan pada hubungan kekerabatan, hubungan pekerjaan, kedekatan tempat tinggal, dan kepentingan bersama. Interaksi antara satu warga dengan warga lainnya tidak begitu sering dilakukan, terutama antar

50 35 warga yang berbeda kampung. Hal ini disebabkan oleh padat dan beratnya aktivitas masyarakat dalam pekerjaan, khususnya bagi mereka yang bekerja sebagai buruh industri atau bekerja sebagai penggarap dan buruh tani. Hubungan sosial yang lebih luas terjadi hanya pada saat-saat tertentu, seperti dalam kegiatankegiatan kemasyarakatan Kultur Masyarakat Desa Pasawahan Sebagaimana desa pada umumnya, kehidupan masyarakat di Desa Pasawahan masih diwarnai oleh nilai-nilai budaya. Pada sebagian besar penduduk Pasawahan, nilai-nilai dan norma budaya yang terwujud dan dijadikan pedoman bertindak adalah nilai atau norma budaya orang Sunda. Hal ini terlihat dari istilah yang digunakan untuk menyebut orang tua dan kerabat di antara mereka. Nilai budaya Sunda juga terlihat dalam upacara-upacara keagamaan seperti pengajian dan perayaan hari besar Islam, pelaksanaan khitanan, perkawinan, kematian dan selamatan rumah. Meski demikian, terdapat pula beberapa kegiatan tradisional yang telah hilang dalam masyarakat desa. Dalam hal penggunaan bahasa untuk berkomunikasi, tidak lagi dibatasi pada penggunaan bahasa Sunda sebagai bahasa utama. Kini masyarakat desa dari berbagai kalangan usia telah terbiasa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sekalipun dalam beberapa hal nilai budaya orang Sunda masih bertahan namun saat ini sistem kekerabatan dalam wujud pola pemukiman telah berubah, dimana satu keluarga besar tidak selalu tinggal di sekitar kediaman kerabat-kerabat mereka. Berkaitan dengan pengembangan industri di Desa Pasawahan, menyebabkan perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat desa. Perubahan tersebut terjadi karena adanya nilai-nilai modern yang hadir bersamaan dengan pengembangan industri. Kini desa menjadi lebih terbuka pada hal-hal baru. Sarana dan prasarana yang disediakan guna memudahkan kegiatan industri, memberi kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat desa untuk berinteraksi dengan kehidupan di luar desa. Kehadiran pendatang yang bekerja di sektor industri dan kemudian menetap di desa, menjadi jalan bagi terbentuknya interaksi sosial antara

51 36 penduduk lokal dan pendatang. Dari interaksi ini terjadi proses penerimaan halhal baru pada masyarakat desa Deskripsi Industri Pedesaan di Desa Pasawahan Industri merupakan motor penggerak yang menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern. Banyak kebutuhan utama manusia hanya bisa dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan industri. Salah satu pusat kegiatan industri di Jawa Barat adalah Sukabumi. Sebagai bagian dari Sukabumi, maka daerah Cicurug turut menjadi sasaran bagi pengembangan kawasan industri. Dengan wilayah seluas 625 Ha pengembangan kawasan industri di Kecamatan Cicurug dipusatkan di beberapa titik desa. Berdasarkan data sekunder pemerintahan Kecamatan Cicurug terdapat dua kawasan industri skala besar di daerah Cicurug, yaitu Desa Benda dan Desa Pasawahan. Kedua desa ini memang tidak berbatasan langsung namun masih berada dalam satu jalur lintasan. Untuk kepentingan penelitian, maka pembahasan difokuskan pada pengembangan industri skala besar di Desa Pasawahan. Keberadaan kawasan industri di Desa Pasawahan bermula sejak terjadinya pembebasan lahan di akhir tahun 1990-an oleh investor yang sebagian besar berasal dari luar negeri. Penetapan Desa Pasawahan sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam kawasan industri cukup beralasan, karena dalam merencanakan suatu kawasan industri, suatu wilayah harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti upah tenaga kerja yang relatif rendah, ketersediaan listrik, air, sarana telekomunikasi, jalan dan saluran pembuangan, maupun faktor wilayah pada daerah 4 seperti berada pada posisi jalur jalan besar antara Sukabumi-Bogor-Jakarta. Pembebasan lahan oleh pihak swasta, pertama kali dilakukan oleh investor asing atas nama PT. Indolakto, sebuah industri yang bergerak dalam bidang minuman olahan. Berdirinya perusahaan industri milik PT. Indolakto di awal tahun 2000-an, menjadi langkah awal berkembangnya industri-industri serupa di Desa Pasawahan. Hingga saat ini terdapat tujuh perusahaan industri skala sedang 4 Kriteria kawasan industri menurut Diperindagkop.

52 37 dan besar yang bergerak dalam bidang pengolahan minuman ringan yang berproduksi di Kawasan Industri Indolakto Desa Pasawahan. Seluruh perusahaan industri skala besar yang berproduksi di Kawasan Industri Indolakto adalah industri yang berorientasi padat modal. Adapun keberadaan industri skala besar di Desa Pasawahan tidak didasarkan oleh ketersediaan bahan baku sebagai sarana produksi, tetapi lebih didasarkan pada lokasi yang strategis dan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi yang tergolong rendah dari daerah lain di sekitar Jakarta. Dengan demikian, desa hanya menjadi penyedia lokasi dan tenaga kerja sementara sumber bahan baku diimpor dari daerah lain. Pemasaran produk hasil produksi perusahaan industri dipasarkan secara nasional. Industri di pedesaan dapat dilihat sebagai salah satu saluran bagi terjadinya perubahan dalam masyarakat pedesaan. Pengembangan industri berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan dalam jumlah yang luas, oleh karena Desa Pasawahan merupakan salah satu daerah pertanian di Kecamatan Cicurug, maka pengembangan industri di pedesaan akan bersentuhan langsung dengan pemanfaatan fungsi lahan pertanian sebagai lokasi bagi kawasan industri. Dalam sudut pandang pemerintah, industri pedesaan merupakan institusi yang dipercaya dapat menjembatani kesenjangan transformasi ekonomi dengan transformasi sosial yang terjadi di tengah pedesaan. Sejalan dengan tujuan pembangunan industri yang termuat dalam pasal 3 UU No. 5 Tahun 1984, bahwa industri bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan keikutsertaan masyarakat terutama golongan lemah, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan penerimaan devisa sehingga dapat menunjang stabilitas nasional. Mengacu pada undang-undang tersebut, maka pengembangan industri terutama di daerah pedesaan diharapkan akan mampu memenuhi tujuan pembangunan industri tersebut. Dalam prosesnya, program pembangunan di daerah pedesaan melalui industrialisasi seperti yang berlangsung di Desa Pasawahan tidak lantas menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Hal ini dikarenakan adanya standardisasi keterampilan dan pendidikan yang belum sepenuhnya dimiliki masyarakat desa.

53 Adaptasi Ekologi Masyarakat Desa Pasawahan Desa Pasawahan secara etimologis berasal dari kata sawah. Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal desa ini merupakan daerah dengan kegiatan utama berpusat pada kegiatan pertanian, khususnya pertanian tanaman padi sawah. Dari 625 hektar luas lahan Desa Pasawahan, sekitar 350 hektar digunakan sebagai lahan pertanian tanaman padi sawah. Sejak dilakukannya pembebasan lahan oleh pihak swasta maupun pemerintah, luas lahan pertanian pun semakin berkurang. Pembebasan lahan mulai dilakukan sejak 1990-an awal dan puncaknya terjadi pada awal tahun an, beberapa tahun setelah krisis moneter terjadi. Dari 350 hektar lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertanian, pada tahun 2010 hanya tersisa sekitar 86 hektar lahan pertanian. Menanggapi perubahan peruntukkan lahan tersebut, maka masyarakat lokal dihadapkan pada pentingnya adaptasi. Upaya adaptasi yang dilakukan oleh penduduk Desa Pasawahan dapat dilihat sebagai upaya penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan sumberdaya yang terjadi, agar mereka dapat terus memperoleh dan menggunakan sumberdaya yang ada, serta untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul pada lingkungan di sekitar mereka. Ada dua bentuk strategi adaptasi yang dikembangkan oleh penduduk Desa Pasawahan untuk menanggapi tekanan lingkungan agar mereka dapat bertahan pada lingkungan yang bersangkutan, yaitu diversifikasi mata pencaharian dalam arti pengalihan mata pencaharian ke bentuk lain yang dianggap sesuai dengan perubahanperubahan yang terjadi, dan upaya mempertahankan mata pencaharian semula. Pembangunan kawasan industri di Desa Pasawahan membutuhkan lahan yang cukup luas. Letak kampung yang dianggap berpotensi dalam arti memiliki sejumlah lahan yang luas dan berada dekat dengan jalan raya, menjadi sasaran pendirian lokasi industri. Kebutuhan industri terhadap daerah di sekitarnya menyebabkan sejumlah masyarakat yang memiliki lahan yang cukup luas dan umumnya berupa lahan pertanian, menjual lahannya pada pihak perusahaan dengan atau tanpa paksaan. Bagi mereka yang memutuskan untuk menjual lahan pertaniannya, dana yang diperoleh biasanya dimanfaatkan untuk mendirikan unit usaha lain seperti warung atau kontrakan, ada pula yang menggunakan dananya

54 39 dengan membeli lahan pertanian di daerah-daerah pinggiran desa. Oleh karena itu, saat ini banyak dijumpai lahan-lahan pertanian berukuran sempit di pojok-pojok desa. Bagi masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan pertanian namun menggantungkan hidupnya pada pertanian, perubahan kepemilikan lahan dari masyarakat lokal ke pihak lain (investor atau orang kota) sangat mempengaruhi kelangsungan mata pencaharian mereka. Sebagian dari masyarakat tersebut ada yang memilih untuk beralih ke mata pencaharian di luar pertanian, ada pula yang mencoba tetap bertahan pada mata pencaharian semula. Sejauh ini pengembangan industri di Desa Pasawahan tidak begitu berpengaruh pada menurunnya kualitas lingkungan, karena pencemaran oleh limbah pabrik hampir tidak pernah terjadi. Hal ini didukung oleh sistem pengolahan limbah pabrik dengan menggunakan peralatan canggih yang dioperasikan oleh tenaga ahli Karakteristik Responden Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan unit pengamatan kepala keluarga atau anggota keluarga yang bekerja dalam bidang pertanian. Pemilihan individu yang bekerja dalam bidang pertanian sebagai sampel dalam penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan antara lain: pertama, perubahan yang terjadi di Desa Pasawahan sangat berkaitan dengan perubahan penggunaan dan pemilikan lahan akibat berkembangnya industri. Oleh karena itu, peneliti menganggap penting untuk melihat perubahan tersebut karena sangat berhubungan dengan kelangsungan hidup para petani yang pada umumnya menyandarkan pemenuhan kebutuhan hidupnya pada penggunaan lahan pertanian. Kedua, adanya perubahan dalam penggunaan dan pemilikan lahan juga terkait dengan perubahan dalam hubungan kerja dan jenis mata pencaharian lain yang menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidup petani, yang secara tidak langsung berkaitan dengan kepentingan ekonomi dan sosial penduduknya. Untuk menentukan responden penelitian, terlebih dahulu disusun kerangka sampling yang berisi daftar nama petani berdasarkan penguasaan lahan pertanian.

55 40 Oleh karena pengembangan industri di Desa Pasawahan berbatasan dengan dua kampung yaitu Kampung Pasawahan dan Kampung Selaawi, maka data kerangka sampling disusun berdasarkan jumlah petani yang berkegiatan di dua kampung tersebut. Data kerangka sampling diperoleh dari dokumen Kelompok Tani Muktijaya I dan Muktijaya II Desa Pasawahan. Penguasaan lahan oleh petani dibagi menjadi tiga kategori, yaitu penguasaan lahan sempit ( > 0,25 hektar), penguasaan lahan sedang (0,25-0,50 hektar), dan penguasaan lahan luas ( < 0,50 hektar). Dari kerangka sampling yang telah disusun, ditemukan bahwa persentase penguasaan lahan sempit mencapai 80,95 persen atau dikuasai sekitar 68 orang petani, penguasaan lahan sedang sebesar 8,33 persen atau dikuasai sekitar 7 orang petani, dan penguasaan lahan luas sebesar 10, 72 persen atau dikuasai sekitar 9 orang petani. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 orang yang dipilih berdasarkan persentase responden pada setiap kategori penguasaan lahan pertanian. Responden yang mewakili penguasaan lahan sempit berjumlah 24 orang, penguasaan lahan sedang diwakili oleh 2 orang responden, dan penguasaan lahan luas diwakili oleh 4 orang responden. Penentuan responden ditentukan berdasarkan teknik stratified random sampling agar data yang diperoleh dari responden mampu mewakili keseluruhan individu dalam setiap kategori penguasaan lahan pertanian. Dengan teknik penarikan sampel tersebut, diperoleh distribusi umur responden dengan usia terendah 47 tahun dan usia tertinggi 98 tahun. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur tidak menyebar merata, bahkan dalam beberapa golongan umur tidak terdapat responden penelitan. Dengan rentang usia 5 tahun, maka diperoleh distribusi umur sebagaimana tercantum dalam Tabel 7, dimana persentase responden terbesar berada dalam kelompok usia tahun (33,3 persen), sedangkan persentase terendah berada dalam kelompok usia tahun (3,3 persen). Dari Tabel 7 dapat dilihat adanya fenomena aging farmer dalam struktur tenaga kerja pertanian di Desa Pasawahan. Tenaga kerja muda cenderung lebih memilih bekerja di luar pertanian, terutama para pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih baik. Sementara tenaga kerja tua yang hingga saat

56 41 ini masih bekerja di sektor pertanian, umumnya telah menggeluti pertanian sejak usia muda. Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden menurut Kelompok Usia, 2011 Kelompok Jumlah Usia (Jiwa) Persentase (%) , , , , , , ,3 Jumlah ,0 Sumber: Data diolah, 2011 Salah satu indikator kualitas tenaga kerja adalah tingkat pendidikan. Data yang diperoleh di lapang menunjukkan bahwa tenaga kerja pertanian di Desa Pasawahan yang menjadi responden penelitian, didominasi oleh angkatan kerja dengan latar belakang pendidikan SMP. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang responden, sekitar 50,0 persen responden menyelesaikan pendidikan hingga tamat SMP, 33,3 persen responden menyelesaikan pendidikan hingga tamat SD, 10 persen responden tidak menyelesaikan pendidikan SD dan hanya 6,7 persen responden yang menyelesaikan pendidikannya hingga tamat SMA. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan, disajikan pada Tabel 8 berikut ini: Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendidikan, 2011 No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak sekolah 0 0,0 2 Tidak tamat SD 2 10,00 3 Tamat SD 10 33,3 4 Tamat SMP 15 50,0 5 Tamat SMA 2 6,7 6 Tamat Akademik 0 0,0 Jumlah ,0 Sumber: Data diolah, 2011

57 42 Tabel 8 menunjukkan adanya peningkatan kualitas tenaga kerja di pertanian. Kualifikasi tamatan SD yang umum menjadi ciri dominan tenaga kerja di pertanian mulai meningkat menjadi tamatan SMP. Namun demikian, kesempatan untuk memasuki sektor pekerjaan di luar pertanian (sektor formal) termasuk sulit, mengingat pendidikan terakhir yang ditempuh hanya sebatas pendidikan di tingkat SMP. Sementara tingkat pendidikan SMA hanya diwakili oleh sebagian kecil responden dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas. Berdasarkan tingkat pendapatan, sebagian besar responden yaitu sekitar 70,0 persen responden memiliki pendapatan total dibawah Rp ,-. Sekitar 26,7 persen responden memiliki pendapatan dalam rentang Rp ,- hingga Rp ,-, dan hanya 3,3 persen responden yang memiliki pendapatan diatas Rp ,-. Distribusi responden menurut tingkat pendapatan disajikan pada Tabel 9 berikut ini: Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendapatan, 2011 No Tingkat Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < Rp , ,0 2 Rp ,- Rp ,- 8 26,7 3 > Rp ,- 1 3,3 Jumlah ,0 Sumber: Data diolah, 2011 Data pendapatan responden diperoleh dari pengeluaran dan pemasukan rumahtangga selama satu bulan. Sebagian besar responden memiliki lebih dari satu sumber pendapatan. Kondisi ini dikarenakan oleh relatif rendahnya tingkat pendapatan yang diberikan oleh masing-masing kegiatan yang dilakukan. Besarnya pendapatan yang diperoleh setiap bulannya tidak selalu sama. Ada kalanya pendapatan yang diperoleh lebih tinggi atau lebih rendah dari pendapatan biasanya. Untuk mengetahui taraf hidup responden, selain data mengenai tingkat pendapatan, diajukan pula beberapa pertanyaan terkait dengan kondisi fisik rumah, status rumah, sumber air, dan bahan bakar untuk keperluan rumahtangga responden. Hal tersebut menjadi poin penting yang perlu diketahui dalam menilai taraf hidup responden.

58 43 10 berikut ini: Distribusi responden menurut tingkat kesejahteraan disajikan pada Tabel Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Kesejahteraan, 2011 No Tingkat Kesejahteraan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Semakin menurun 5 16,7 2 Tidak ada perubahan 21 70,0 3 Semakin meningkat 4 13,3 Jumlah ,0 Sumber: Data diolah, 2011 Tabel 10 menunjukkan penilaian responden terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga mereka pada saat ini dan tahun-tahun sebelumnya. Sekitar 70 persen responden mengatakan tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesejahteraan rumahtangga di saat ini dan tahun-tahun sebelumnya, sekitar 16,7 persen responden mengatakan adanya penurunan dalam tingkat kesejahteraan rumahtangga saat ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sementara hanya sekitar 13,3 persen responden yang mengatakan ada peningkatan dalam tingkat kesejahteraan rumahtangganya. Tingkat kesejahteraan responden sangat berkaitan dengan iklim usaha di sektor pertanian, terutama pada saat harga benih meningkat atau menurun, hasil panen baik atau buruk, upah yang disediakan bagi buruh dan luasan lahan pertanian yang dikerjakan. Selain iklim usaha di sektor pertanian, adanya anggota rumahtangga yang bekerja di sektor industri turut berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga, melalui tambahan penghasilan yang diberikan pada keluarga Ikhtisar Perkembangan Desa Pasawahan tidak lepas dari peran industri di kawasan pedesaan, begitu pula halnya dengan proses pengembangan industri yang terlaksana berkat dukungan aspek fisik desa berupa lahan yang luas dan strategis. Industri menyebabkan sejumlah perubahan pada kondisi fisik desa, seperti terbentuknya pemukiman baru, penambahan sarana dan prasarana penunjang yang

59 44 berkaitan dengan pengembangan wilayah, dan munculnya sentra ekonomi baru yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Berdasarkan data monografi desa, penggunaan lahan terluas berada pada kegiatan persawahan. Pada kenyataannya, banyak lahan untuk kegiatan persawahan yang telah dialihfungsikan bagi kegiatan lain seperti industri. Dalam pandangan masyarakat desa, adanya industri akan mendatangkan keuntungan. Dengan banyaknya pekerja pendatang yang menetap di desa, maka kesempatan untuk mengembangkan usaha pun besar, disamping itu industri dapat menjadi lapangan pekerjaan bagi sejumlah besar penduduk usia produktif. Namun dalam pelaksanaannya, industri di pedesaan tak sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan oleh masyarakat desa. Adanya industri juga memungkinkan masyarakat untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, baik dengan sesama masyarakat desa maupun dengan pendatang. Menanggapi arus perubahan yang diakibatkan oleh adanya industri, sebagian masyarakat mengembangkan diversifikasi mata pencaharian. Upaya diversifikasi mata pencaharian ini dilakukan oleh masyarakat umum maupun masyarakat pertanian. Pada masyarakat pertanian, diversifikasi mata pencaharian dilakukan sebagai bentuk adaptasi atas berkurangnya lahan pertanian yang tersedia. Akibatnya jumlah petani asli berkurang, sementara jumlah petani penggarap bertambah. Pemilikan lahan pertanian luas yang semula didominasi oleh masyarakat desa, kini mulai digantikan oleh orang-orang asal kota.

60 45 BAB V HUBUNGAN INDUSTRI DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI 5.1. Industri di Pedesaan dan Perubahan Hubungan Kerja Pertanian Komersialisasi Lahan dan Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Lahan berperan sebagai faktor produksi pertanian yang sangat vital, juga merupakan faktor penting bagi pengembangan industri. Perubahan pemilikan dan penggunaan lahan menjadi salah satu hal yang diakibatkan oleh pengembangan industri di Desa Pasawahan. Penggunaan lahan desa yang semula didominasi oleh pertanian, dalam kurun waktu 10 tahun telah berkurang menjadi 70 hektar. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang informan penelitian: Alih fungsi lahan di desa ini memang disebabkan oleh pesatnya pembangunan desa. Kalau dulu begitu ngelihat desa warnanya hijau oleh sawah, sekarang sawah-sawah sudah semakin berkurang luas dan jumlahnya. Tapi industri bukan cuma satusatunya yang jadi penyebab lahan sawah berkurang, vila-vila yang banyak dimiliki oleh orang kota juga menyebabkan banyak sawah yang beralih fungsi. (Bapak JND, 40 tahun, Pamong Desa). Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dapat dilihat dari penggunaan lahan oleh pembeli dan penggunaan sisa lahan yang dimiliki responden. Hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan bahwa penggunaan lahan oleh pembeli (investor maupun orang kota), sebagian besar digunakan untuk memperluas kawasan industri, membangun vila atau penginapan, dan hanya sebagian kecil pembeli yang tetap mempertahankan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian. Penggunaan sisa lahan oleh responden cenderung tetap berada pada kegiatan pertanian, yaitu sekitar 30 orang responden (100 persen). Dari 30 orang responden tersebut, sekitar 4 orang atau 13,33 persen responden juga menggunakan lahan sisa yang dimiliki untuk membangun rumah kontrakan dan warung. Kecenderungan responden untuk tetap menggunakan lahan bagi kegiatan pertanian merupakan upaya mempertahankan mata pencaharian di sektor pertanian yang telah turun-temurun digeluti. Sementara bagi responden yang juga menggunakan lahan untuk kegiatan non pertanian (membangun rumah kontrakan

61 46 dan warung), merupakan tindakan logis sebagai respon terhadap perkembangan desa yang mendorong mereka untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mahal. Aspek lain yang berkaitan dengan konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah perubahan pemilikan lahan termasuk luas lahan yang dimiliki dan sumber pemilikan lahan. Berdasarkan wawancara dan pengamatan, rata-rata pemilikan lahan oleh penduduk desa khususnya lahan pertanian berada dalam kategori pemilikan lahan sempit ( < 0,25 hektar). Hasil penelitian menunjukkan sekitar 80,95 persen atau 24 orang responden menguasai lahan dibawah 0,25 hektar, sekitar 8,33 persen atau 2 orang responden menguasai lahan antara 0,25-0,50 hektar, dan hanya 10,72 persen atau 4 orang responden menguasai lahan diatas 0,50 hektar. Selain meningkatnya pemilikan lahan sempit oleh penduduk desa, terjadi pula perubahan luas lahan yang dimiliki responden sebelum dan sesudah pengembangan industri. Berikut disajikan diagram batang untuk menggambarkan perubahan luas pemilikan lahan pertanian. Persentase Responden 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% 6,7% Tetap luas 3,3% Tetap sedang 13,3% 13,3% Tetap sempit Tak bertanah 6,7% Sedang ke luas 26,7% Sedang ke sempit 10,0% 20,0% Sedang Sempit ke tak ke tak bertanah bertanah Gambar 3 Sebaran Responden menurut Perubahan Luas Pemilikan Lahan Pertanian Dari diagram tersebut, terlihat adanya perubahan yang cukup besar dalam hal luas pemilikan lahan pertanian oleh responden. Perubahan luas pemilikan

62 47 lahan yang umum terjadi adalah perubahan pemilikan lahan sedang ke pemilikan lahan sempit (26,7 persen responden), menyusul kemudian perubahan pemilikan lahan sempit ke tidak memiliki lahan (20,0 persen). Perubahan pada luas pemilikan lahan menjadi salah satu akibat yang tidak bisa dihindarkan dari adanya pengembangan kawasan industri di pedesaan. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang informan penelitian: Sekarang jumlah petani yang punya lahan luas bisa dihitung jari neng. Di kampung ini aja cuma ada dua orang yang punya lahan di atas satu hektar. Kebanyakan petani cuma punya lahan sempit, termasuk Bapak. Dulu sih Bapak juga punya lahan yang termasuk sedang, sekarang mah udah Bapak jual ke orang kota. (Bapak USN, 58 tahun, Petani). Dari diagram tersebut, dapat pula dilihat kecilnya persentase responden yang masih memiliki lahan pertanian yang tergolong luas ( > 0,50 hektar) yakni sekitar 6,7 persen. Responden tersebut umumnya adalah responden yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini lahan pertanian luas yang terdapat di Desa Pasawahan hanya terkonsentrasi pada sejumlah kecil penduduk. Selain pemilikan lahan yang terkonsentrasi hanya pada sekelompok kecil penduduk, pemilikan lahan guntai di Desa Pasawahan juga terbilang cukup tinggi. Dari hasil wawancara, pemilikan lahan luas di pedesaan selain terkonsentrasi pada sejumlah penduduk lokal, juga telah banyak didominasi oleh orang-orang dari luar desa baik mereka yang terhubung langsung dengan kegiatan industri maupun penduduk asal kota. Dalam aspek sumber pemilikan lahan pertanian, sekitar 23,3 persen responden memperoleh lahan pertanian dari hasil warisan, sekitar 30,0 persen memperoleh lahan dari hasil beli, sekitar 33,3 persen memperoleh lahan dari warisan dan dari hasil beli, sementara 13,3 persen responden lainnya tidak memiliki lahan pertanian sejak awal. Berikut disajikan diagram lingkaran untuk menggambarkan pola pemilikan lahan pada responden berdasarkan sumber perolehannya.

63 48 13,3% 23,3% Warisan orang tua Hasil beli 33,3% 30,0% Warisan dan hasil beli Tidak memiliki lahan Gambar 4 Sebaran Responden menurut Sumber Pemilikan Lahan Pertanian Perkembangan desa yang ditandai oleh pembangunan fisik terutama disebabkan oleh hadirnya industri di pedesaan, menyebabkan terjadinya perubahan pada pola pemilikan lahan di kalangan penduduk asli. Lahan yang dimiliki penduduk umumnya diperoleh dari hasil jual beli, sementara lahan dari hasil warisan dapat dikatakan luasnya sangat sempit. Jual beli lahan di antara penduduk asli dan orang luar desa semakin meningkat jumlahnya. Motif ekonomi menjadi salah satu faktor yang mendorong penduduk asli menjual lahan miliknya ke orang luar desa. Dari pemaparan tersebut dapat dilihat terjadinya proses komersialisasi lahan, dimana pada awalnya lahan adalah alat untuk menghasilkan komoditas pertanian, saat ini ada kecenderungan bahwa lahan adalah komoditas untuk mendapatkan keuntungan Pengembangan Industri dan Perubahan Hubungan Kerja Pertanian Hubungan kerja pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi bentuk, sifat dan sistem upah dalam hubungan kerja pertanian. Hubungan kerja pertanian yang berkembang berkaitan dengan pemilikan lahan pertanian di Desa Pasawahan. Sebagaimana diketahui, lahan merupakan faktor produksi vital dalam kegiatan pertanian. Konversi lahan pertanian ke non pertanian sebagai salah satu akibat pengembangan industri, mengubah pemilikan dan penggunaan lahan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hubungan kerja pertanian. Sebelum memasuki pembahasan mengenai hubungan kerja yang berkembang akibat

64 49 industrialisasi di kawasan pedesaan, disajikan data responden berdasarkan luas penguasaan lahan pertanian. Tabel 11 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Penguasaan Lahan, 2011 Luas Penguasaan Lahan Jumlah Responden Persentase (%) Luas ( > 0,50 Ha) 4 13 Sedang (0,25-0,50 Ha) 2 7 Sempit ( < 0,25 Ha) Jumlah Sumber: Data diolah, 2011 Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa penguasaan atau pemilikan lahan pertanian yang banyak dijumpai di Desa Pasawahan adalah penguasaan atau pemilikan lahan sempit. Diduga perubahan dalam penguasaan atau pemilikan lahan pertanian akibat komersialisasi dan konversi lahan, berhubungan dengan perubahan hubungan kerja pertanian khususnya pada bentuk, sifat dan sistem upah dalam hubungan kerja pertanian. Hal tersebut menjadi salah satu rumusan masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini. Dari hasil penelitian, adanya komersialisasi dan konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap kegiatan pertanian. Namun, pengaruh tersebut tidak lantas mengubah keseluruhan bagian dalam hubungan kerja pertanian yang berlaku di Desa Pasawahan. Pada bentuk hubungan kerja, sejak awal hingga saat ini, sistem bagi hasil yang dikenal dengan istilah maparo adalah bentuk hubungan kerja yang umum dijalankan antara petani pengusaha dan petani penggarap. Pemilikan lahan yang cenderung menyempit dan distribusi lahan diantara petani yang kian timpang, tidak lantas menjadi penyebab berkembangnya sistem bagi hasil yang dijalankan oleh petani. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang informan penelitian: Dari dulu sampai sekarang, hubungan kerja yang ada di desa ini memang bagi hasil, maparo lah istilah petani sini mah. Kalau kita ngegarap lahan 1 hektar, setengah hektar buat yang punya lahan setengah hektar buat petani yang ngegarap. Yang punya lahan mah enak tinggal nerima bersih, kalau yang ngegarap mah kan diputer lagi hasilnya buat usaha tani berikutnya. (Bapak USN, 58 tahun, Petani).

65 50 Hal yang berbeda dari sistem bagi hasil sebelumnya terletak pada pelaku yang terlibat dalam kegiatan pertanian. Jika sebelumnya peran penguasa dalam kegiatan pertanian didominasi oleh penduduk asli, saat ini terdapat kecenderungan pergeseran peran penguasa dari penduduk asli ke orang kota. Hal ini disebabkan oleh peningkatan komersialisasi lahan dari waktu ke waktu yang mengubah pemilikan lahan pertanian dari penduduk asli ke orang kota. Sekalipun sistem bagi hasil telah lama diterapkan, namun para petani terutama petani penggarap, mengaku jika sistem ini belum sepenuhnya dirasakan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Sementara dalam sistem upah, telah terjadi perubahan bersamaan dengan berkurangnya lahan pertanian di desa. Untuk menggambarkan perubahan sistem upah dalam hubungan kerja pertanian yang berlaku di Desa Pasawahan, disajikan diagram batang sebagai berikut: Persentase Responden 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0% 100,0% 63,3% 36,7% 0,0% 0,0% 0,0% gotong-royong upah borongan upah harian Sistem Upah sebelum industri sesudah industri Gambar 5 Perubahan Sistem Upah dalam Hubungan Kerja Pertanian Jika semula sistem upah yang banyak dijalankan adalah upah borongan, saat ini upah borongan telah mulai ditinggalkan dan berubah menjadi upah harian, sementara sistem gotong-royong sejak awal tidak pernah dijalankan oleh petani di Desa Pasawahan. Sekalipun upah borongan memiliki banyak kelebihan dan keuntungan, ditinjau dari keefektifan dan keefisienan dalam kegiatan pertanian, namun saat ini petani lebih memilih untuk menjalankan sistem upah harian. Hal

66 51 ini tampak berbalikan dengan perubahan sistem upah yang umum terjadi di desadesa pertanian, dimana sistem upah harian digantikan oleh upah borongan. Berubahnya sistem upah dalam pertanian disebabkan oleh ketersediaan lahan yang semakin sempit, biaya saprotan dan upah buruh tani yang mahal, serta tenaga kerja pertanian (buruh tani) yang jumlahnya berkurang. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang informan penelitian: Sekarang sudah jarang lagi ada upah borongan. Sekarang mah banyakan petani milih upah harian. Tahun-tahun yang lalu Bapak juga pernah pakai borongan, nyewa traktor ini itu, tapi yah sekarang mah lahannya juga dikit, udah gitu susah nyari orang buat buruh tani. (Bapak UDN, 52 tahun, Petani) Hal lain yang berkaitan dengan berubahnya struktur pemilikan lahan dan pola hubungan kerja pertanian adalah perubahan pada sifat hubungan kerja. Di tingkat petani, terjadi pergeseran pola hubungan kerja dari berbagai bentuk sosial kebersamaan ke hubungan yang lebih individual dan komersial. Sejalan dengan berkembangnya sistem ekonomi uang di pedesaan, sifat hubungan kerja yang semula didasarkan pada nilai kekeluargaan telah hilang dan berubah menjadi hubungan atas dasar ekonomi Industri di Pedesaan dan Perubahan Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Petani Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian Bagi masyarakat desa yang tidak terikat langsung dengan kegiatan pertanian, alihfungsi lahan pertanian bukanlah persoalan yang perlu dikhawatirkan, terutama bagi tenaga kerja muda desa. Bagi tenaga kerja muda desa, bekerja di sektor industri jauh lebih menguntungkan daripada bekerja di sektor pertanian. Penghasilan yang tidak menentu, hasil pertanian yang bergantung pada cuaca, dan pekerjaan yang berat menjadi alasan tenaga kerja muda desa untuk lebih memilih sektor industri daripada pertanian. Dalam keluarga petani misalnya, terdapat kecenderungan pola mata pencaharian yang hampir sama, dimana anak atau anggota keluarga bekerja di sektor industri baik industri yang berada di dalam desa maupun industri di luar Desa Pasawahan. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang informan penelitian:

67 52 Kebanyakan petani disini, anak atau anggota keluarganya ikut kerja di pabrik. Alhamdulillah buat nambah-nambah belanja sehari-hari. Da sekarang mah, anak-anak udah pada gak mau kerja di sawah. Pada pengen kerja di pabrik. (Bapak YYD, 73 tahun, Petani). Kesempatan kerja yang ada sangat penting dan berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja yang melimpah di pedesaan, begitu halnya bagi masyarakat di Desa Pasawahan. Tenaga kerja yang dimaksud dibedakan menjadi tenaga kerja untuk usaha pertanian dan tenaga kerja untuk usaha non pertanian. Pembedaan tenaga kerja usaha pertanian dan non pertanian dilakukan untuk melihat bagaimana peluang yang diberikan oleh masing-masing sektor usaha tersebut pada masyarakat desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini terdapat kecenderungan berkurangnya ketersediaan tenaga kerja untuk usaha pertanian, dan terdapat kecenderungan bertambahnya ketersediaan tenaga kerja untuk usaha non pertanian. Berikut disajikan data mengenai ketersediaan tenaga kerja dalam kaitannya dengan kesempatan kerja di pedesaan berdasarkan sektor usahanya. Tabel 12 Jumlah Responden yang Menilai Ketersediaan Tenaga Kerja Menurut Kesempatan Kerja pada Sektor Pertanian dan Non Pertanian, 2011 Kesempatan Kerja Ketersediaan Tenaga Kerja pada Sektor Menurun Tetap Meningkat Pertanian 26 (86,7%) 4 (13,3%) 0 (0%) Non pertanian 0 (0%) 0 (0%) 30 (100%) Sumber: Data diolah, 2011 Tabel 12 menunjukkan penilaian responden mengenai kecenderungan kondisi ketenagakerjaan pedesaan dikaitkan dengan peluang kesempatan kerja di sektor pertanian dan non pertanian. Menurunnya kesempatan kerja di sektor pertanian terjadi karena banyaknya lahan yang telah dikonversi untuk kegiatan non pertanian, sementara lahan pertanian yang masih tersedia tidak cukup menampung kelebihan jumlah tenaga kerja pertanian. Sebaran lahan pertanian sempit yang terdapat di desa mendorong masyarakat untuk menekuni pekerjaan di luar pertanian, akibatnya ketersediaan tenaga kerja untuk usaha pertanian menurun.

68 53 Menurunnya kesempatan kerja di sektor pertanian yang diikuti oleh menurunnya ketersediaan tenaga kerja pertanian, berbalikan dengan kesempatan kerja dan ketersediaan tenaga kerja di sektor non pertanian yang dinilai meningkat. Responden menilai ada kecenderungan perubahan tenaga kerja dari pertanian ke non pertanian, terutama dikaitkan dengan adanya industri di kawasan pedesaan. Namun, pada kenyataannya tidak mudah bagi tenaga kerja desa untuk terlibat dalam sektor industri yang berada di Desa Pasawahan. Hal ini dikarenakan industri yang berkembang adalah industri padat modal yang menjadikan tingkat pendidikan sebagai salah satu syarat perekrutannya, sementara tingkat pendidikan tenaga kerja desa umumnya masih tergolong rendah. Kesempatan kerja di sektor non pertanian seperti industri juga menjadi peluang bagi pendatang untuk terlibat didalamnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja di desa yang disebabkan oleh masuknya para pekerja pendatang akan mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan desa. Pengembangan industri yang menyebabkan terkonversinya sejumlah lahan pertanian, mengurangi kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja yang tidak terserap oleh sektor pertanian dan non pertanian di desa, menyebabkan terjadinya surplus tenaga kerja di pedesaan Pengembangan Industri dan Perubahan Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sebelum industri memasuki Desa Pasawahan, sektor pertanian merupakan basis utama perekonomian masyarakat daerah ini. Sebagian besar penduduknya terlibat dalam pertanian karena kondisi alam, sosial, ekonomi dan budayanya sangat mendukung berjalannya sektor ini. Ketersediaan lahan pertanian yang masih luas, pekerjaan yang relatif homogen, serta rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan menyebabkan sebagian besar penduduk desa lebih terpusat di bidang pertanian. Meskipun ada sebagian kecil penduduk yang bekerja pada sektor non pertanian, tetapi umumnya masih terlibat dalam usaha pertanian karena memiliki lahan yang digarap oleh orang lain. Masuknya industri ke daerah pedesaan, mengubah jenis mata pencaharian penduduk yang semula didominasi oleh peran sektor pertanian ke sektor non pertanian, terutama perdagangan dan jasa. Perubahan pola mata pencaharian

69 54 tersebut sangatlah beralasan, karena proses perkembangan desa telah mengubah faktor produksi utama dalam pertanian, yaitu lahan. Pergeseran pemilikan dan penggunaan lahan, serta munculnya sejumlah kesempatan usaha non pertanian akibat perkembangan desa, menyebabkan sebagian penduduk desa mencoba beralih mengembangkan usaha di luar sektor pertanian. Ada yang memilih untuk terlibat langsung dalam kegiatan industri di pedesaan dengan menjadi buruh industri, ada pula yang memanfaatkan kehadiran tenaga kerja industri dari luar desa dengan mendirikan rumah kontrakan, warung makan atau warung kebutuhan rumahtangga, dan menyediakan jasa transportasi (ojeg) bagi tenaga kerja industri. Peluang ekonomi dari adanya industri, pada pelaksanaannya hanya dapat dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat desa dari kalangan menengah ke atas, termasuk petani berlahan luas. Pada petani berlahan luas misalnya, peluang ekonomi dari adanya industri dimanfaatkan dengan menjual sebagian lahan ke penduduk desa lainnya atau penduduk dari luar desa. Keuntungan yang didapat dari hasil penjualan lahan digunakan untuk mengembangkan usaha lain, seperti mendirikan rumah kontrakan, warung, warnet dan lainnya. Sedangkan masyarakat dari kalangan menengah ke bawah lebih mengandalkan fisik dan jasa, dalam memanfaatkan peluang ekonomi dari adanya industri Industri di Pedesaan dan Perubahan Mobilitas Sosial Masyarakat Petani Mobilitas sosial yang terjadi di Desa Pasawahan tidak dapat dipisahkan dari konsep pelapisan sosial dalam masyarakat. Pembahasan mengenai pelapisan sosial sendiri mencakup pembahasan mengenai simbol-simbol tertentu. Setiap masyarakat memiliki simbol-simbol yang dianggap berharga dan bernilai yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk pelapisan sosial. Selama masih ada sesuatu yang dianggap berharga dan bernilai, selama itu pula masih terdapat pelapisan sosial dalam masyarakat. Untuk mengetahui simbol-simbol yang berperan dalam menentukan status sosial seseorang di Desa Pasawahan, diajukan beberapa simbol yang umum dijadikan dasar pelapisan sosial di masyarakat desa. Untuk menggambarkan dasar

70 55 pelapisan sosial yang menentukan status sosial seseorang dalam masyarakat di Desa Pasawahan, disajikan diagram lingkaran berikut ini: 10% 10% 0% pemilikan tanah/lahan kedudukan/jabatan pendidikan 23% 57% pekerjaan gelar kemasyarakatan/ keagamaan Gambar 6 Dasar Pelapisan Sosial dalam Masyarakat Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa penetapan pelapisan sosial di Desa Pasawahan lebih ditentukan oleh pemilikan tanah atau lahan dibandingkan dengan simbol-simbol lainnya. Bagi sebagian besar masyarakat desa fungsi lahan tidak hanya sebatas media bercocok tanam, namun lahan juga dapat menjadi instrumen dalam menentukan status sosial seseorang dalam masyarakat. Kompleksnya fungsi lahan dalam pengertiannya sebagai media tanam dan instrumen untuk membentuk pelapisan sosial, akan dipengaruhi oleh meningkatnya kepadatan fisik, dalam hal ini disebabkan oleh pengembangan kawasan industri, dan menyempitnya rata-rata luas pemilikan dan penguasaan lahan dalam rumah tangga petani. Konversi dan komersialisasi lahan yang didasarkan pada fungsi ekonomi lahan sebagai sumberdaya produktif, pada akhirnya akan mengubah pemilikan dan penguasaan lahan oleh masyarakat. Akibatnya kedudukan seseorang dalam pelapisan sosial berubah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pergerakan kedudukan seseorang dalam pelapisan sosial yang didasarkan pada pemilikan dan penguasaan lahan. Untuk lebih jelasnya akan disajikan diagram batang yang menggambarkan perpindahan status seseorang berdasarkan pemilikan dan penguasaan lahan.

71 56 Persentase Responden 50,0% 45,0% 40,0% 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% 6,7% 13,3% 46,7% 3,3% 33,3% 40,0% 13,3% 43,3% luas sedang sempit tak bertanah sebelum sesudah Pemilikan dan Penguasaan Lahan Gambar 7 Sebaran Responden menurut Perubahan Pemilikan dan Penguasaan Lahan Sebelum dan Sesudah Pengembangan Industri Dari Gambar 7 dapat dilihat perubahan pada pemilikan dan penguasaan lahan pertanian sebelum dan sesudah adanya industri. Perubahan pemilikan dan penguasaan lahan pertanian di kalangan masyarakat menyebabkan terjadinya perpindahan kedudukan atau status sosial seseorang dari lapisan pemilik lahan luas ke sedang, sedang ke sempit, bahkan pada beberapa masyarakat perubahan pemilikan dan penguasaan lahan menyebabkan perpindahan kedudukan ke lapisan tak bertanah. Perpindahan kedudukan dalam pelapisan sosial terutama disebabkan oleh konversi dan komersialisasi lahan yang banyak terjadi di kalangan masyarakat khususnya petani. Namun demikian, perpindahan status dalam pelapisan sosial yang terjadi di Desa Pasawahan tidak selalu ditunjukkan oleh perpindahan ke status yang lebih rendah. Pada sejumlah masyarakat, komersialisasi lahan justru menjadi jalan untuk menambah luas pemilikan dan penguasaan lahan. Tidak hanya itu, komersialisasi lahan juga menjadi peluang bagi penduduk dari luar desa untuk memiliki lahan dalam jumlah yang cukup luas. Sehingga pemilikan dan penguasaan lahan luas saat ini tidak hanya berada di kalangan masyarakat desa, namun juga mulai banyak didominasi oleh penduduk dari luar desa.

72 Industri di Pedesaan dan Perubahan Pola Relasi Sosial Pengembangan industri yang ditandai oleh adanya konversi lahan, komersialisasi lahan dan penyerapan tenaga kerja, pada prosesnya tidak begitu berpengaruh terhadap terjadinya perubahan dalam relasi sosial masyarakat. Relasi sosial antar sesama masyarakat desa, dilihat dari segi frekuensi sering tidaknya berinteraksi serta kuat lemahnya interaksi yang terjadi tidak menunjukkan pola yang berbeda jauh dari relasi sosial yang terjadi sebelumnya. Perubahan dalam relasi sosial yang terjadi lebih mengarah pada pertambahan kelompok-kelompok sosial baru yang terlibat di dalamnya. Terutama dengan masuknya pekerja pendatang dalam jumlah banyak dan menetap di desa. Masuknya pekerja pendatang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan komunitas baru di kawasan pedesaan. Perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat desa dan pendatang ini kemudian mempengaruhi proses sosial di antara kedua pihak. Proses-proses yang terjadi didalamnya lebih mengarah pada proses asosiatif dalam bentuk kerjasama. Sekalipun pendatang lebih banyak terserap di sektor industri daripada masyarakat desa, namun proses-proses sosial yang mengarah pada proses disosiatif jarang terjadi bahkan tidak ditemukan. Sebab hadirnya pendatang menjadi sumber pemasukan bagi masyarakat desa, terutama dikaitkan dengan terjadinya distribusi uang antara pendatang dan masyarakat desa, melalui sektor usaha yang dijalankan penduduk lokal. Sementara relasi sosial yang terjadi dalam masyarakat desa, bisa dikatakan tidak begitu mengalami banyak perubahan Ikhtisar Kebijakan dari luar yang diterapkan dalam suatu masyarakat akan mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem masyarakat, begitu halnya dengan industrialisasi di kawasan Desa Pasawahan. Perubahan dalam hubungan kerja pertanian merupakan bentuk perubahan sosial pada aspek struktural, sebab perubahan yang terjadi menyangkut perubahan dalam kelembagaan. Hubungan kerja merupakan bagian dari kelembagaan pertanian, yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Uraian di atas menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi

73 58 pada hubungan kerja pertanian, disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang berasal dari pengembangan industri. Hal ini terutama dikaitkan dengan konversi dan komersialisasi lahan. Pengembangan industri di pedesaan yang ditandai oleh terjadinya konversi dan komersialisasi lahan, menyebabkan terjadinya perubahan aspek pemilikan dan penggunaan lahan. Perubahan dalam aspek pemilikan lahan ditandai oleh bergesernya penguasaan lahan oleh sebagian besar penduduk ke penguasaan oleh sekelompok kecil penduduk. Pergeseran penguasaan lahan terjadi antara sesama penduduk asli maupun antara penduduk asli dan pendatang, dari penguasaan lahan luas ke penguasaan sedang dan sempit, serta dari pemilikan atas dasar warisan ke pemilikan atas dasar jual beli. Perubahan dalam penggunaan lahan ditandai oleh berubahnya penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian ke non pertanian. Dalam kaitannya dengan pengembangan industri pedesaan, perubahan penggunaan lahan dimulai dengan berdirinya satu kawasan industri di Kampung Pasawahan, dimana sejumlah lahan pertanian produktif berada di sana. Perubahan penggunaan lahan tersebut pada akhirnya mengubah lahan pertanian dalam jumlah yang lebih luas. Bertambahnya permintaan lahan, di satu sisi menjadi kesempatan bagi penduduk asli berlahan luas untuk menjual sebagian lahannya, namun di sisi lain mengancam keberlangsungan mata pencaharian penduduk yang bergantung langsung pada pertanian. Peningkatan permintaan lahan, tidak hanya mengubah penggunaan lahan pertanian ke non pertanian, namun juga mengubah sumber pemilikan lahan dari pemilikan atas dasar warisan ke pemilikan atas dasar jual beli. Konversi dan komersialisasi lahan pertanian yang menandai proses pengembangan industri, yang menyebabkan perubahan pada penguasaan dan pemilikan lahan serta perubahan pada penggunaan lahan, berhubungan dengan terjadinya perubahan dalam hubungan kerja pertanian terutama dikaitkan dengan perubahan dalam sistem upah, bentuk dan sifat hubungan kerja. Perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata pencaharian ditunjukkan oleh bergesernya atau berkurangnya peranan sektor pertanian, dan bertambahnya peranan sektor non pertanian bagi masyarakat petani maupun masyarakat desa secara umum. Konversi dan komersialisasi lahan serta

74 59 terbukanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian yang menandai pengembangan industri di kawasan pedesaan berhubungan terhadap perubahan jenis mata pencaharian masyarakat. Pengembangan industri di pedesaan mempengaruhi pola pemilikan lahan, hubungan kerja dan kesempatan kerja. Sifat industri yang ekspansif ditandai dengan tingginya tingkat konversi lahan pertanian ke non pertanian, menyebabkan kesempatan kerja di sektor pertanian saat ini semakin berkurang. Hal ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya diversifikasi mata pencaharian di luar sektor pertanian. Bagi masyarakat agraris, industrialisasi di kawasan pedesaan memberikan harapan-harapan kepada mereka untuk memanfaatkan keberadaan industri. Begitu pula halnya dengan masyarakat di Desa Pasawahan. Selain mengubah pola pemilikan dan penggunaan lahan karena aktivitas konversi dan komersialisasi lahan, industri juga memberikan peluang kerja bagi masyarakat desa, meskipun peluang kerja yang ditawarkan belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh sebagian besar tenaga kerja pedesaan. Keterbatasan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi salah satu kendala. Selain peluang kerja, industri juga memungkinkan terbentuknya peluang ekonomi lain bagi masyarakat, salah satunya melalui pengembangan usaha di luar pertanian. Hal ini dilakukan sebagai bentuk respon masyarakat terhadap berkembangnya desa dan sebagai tindakan logis atas kebutuhan hidup yang semakin kompleks. Mobilitas sosial merupakan perpindahan status dalam lapisan sosial. Untuk melihat terjadinya mobilitas sosial pada masyarakat perlu diketahui simbol yang dijadikan dasar pelapisan sosial dalam masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilikan dan penguasaan lahan adalah simbol yang mendasari pembentukan lapisan sosial pada masyarakat di Desa Pasawahan. Hal ini terutama dikaitkan dengan fungsi lahan yang kompleks bagi masyarakat, tidak hanya sebagai media tanam, namun juga sebagai instrumen pembentuk lapisan sosial. Sebagai faktor produksi utama dalam pertanian, konversi dan komersialisasi lahan baik yang terjadi karena hubungannya langsung dengan pengembangan industri maupun tidak, akan menggeser kedudukan seseorang dalam lapisan sosialnya. Pergeseran atau perpindahan kedudukan ini

75 60 menunjukkan terjadinya mobilitas sosial dalam masyarakat. Dikaitkan dengan tipe gerakannya, maka mobilitas sosial yang terjadi di Desa Pasawahan lebih mengarah pada mobilitas sosial vertikal, baik mobilitas sosial yang meningkat maupun mobilitas sosial yang menurun. Sebab pergerakan individu terjadi dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikal yang meningkat terjadi pada individu yang semula menempati lapisan penguasaan lahan sempit atau sedang ke penguasaan lahan luas. Berbalikan dengan mobilitas sosial menurun yang terjadi pada individu yang semula menempati lapisan lahan luas atau sedang ke penguasaan lahan sempit. Mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat. Pada penelitian ini, mobilitas sosial di kalangan masyarakat Desa Pasawahan secara tidak langsung terjadi melalui konversi dan komersialisasi lahan yang menandai pengembangan industri di pedesaan. Relasi sosial merupakan awal dari berlangsungnya suatu peristiwa sosial. Proses relasi sosial yang berlangsung di Desa Pasawahan, tidak mengalami perubahan yang besar terutama dikaitkan dengan pengembangan basis industri di pedesaan yang dicirikan oleh konversi lahan, komersialisasi lahan dan penyerapan tenaga kerja. Perubahan dalam relasi sosial lebih ditunjukkan pada bertambahnya individu yang terlibat di dalam prosesnya. Aktivitas konversi dan komersialisasi lahan yang menandai terjadinya industrialisasi di kawasan pedesaan, tidak lantas menyebabkan perubahan dalam proses sosial yang berlangsung di kalangan masyarakat. Adapun penyerapan tenaga kerja yang menjadi jalan bagi masuknya pendatang di pedesaan, dapat dilihat sebagai salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan komunitas baru dalam masyarakat. Kehadiran pendatang terutama disebabkan oleh fungsi industri sebagai sektor ekonomi di pedesaan, menjadi jalan bagi terbentuknya komunitas baru di pedesaan. Komunitas baru yang berasal dari tenaga kerja pendatang ini, mengakibatkan terjadinya perubahan dalam struktur sosial dikaitkan dengan pertambahan jumlah dan komposisi manusianya. Adapun proses-proses sosial yang berlangsung diantara masyarakat lokal dan pendatang lebih mengarah pada proses sosial yang mendekatkan.

76 61 BAB VI INDUSTRI DI PEDESAAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR MASYARAKAT PETANI Sebagai sebuah proses, perubahan sosial membutuhkan saluran-saluran perubahan. Pada penelitian ini perubahan pada masyarakat petani terjadi melalui proses industri di kawasan pedesaan. Dalam hubungannya dengan perkembangan Desa Pasawahan, pengembangan industri telah mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Alihfungsi lahan pertanian karena aktivitas konversi dan komersialisasi lahan, serta penyerapan tenaga kerja untuk sektor non pertanian yang melekat pada proses industrialisasi di pedesaan, menjadi salah satu sumber bagi terjadinya perubahan pada masyarakat desa khususnya pada masyarakat petani. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat petani karena adanya industri di pedesaan, dilihat dari kerangka perubahan sosial merupakan perubahan yang mengacu pada dimensi struktur. Pengembangan industri di pedesaan dapat dilihat dari perubahan pemilikan dan penggunaan aset produksi utama bagi masyarakat pertanian berupa lahan. Perubahan tersebut tidak dapat dihindarkan dalam proses industrialisasi karena menyangkut input utama dalam produksi industri. Dari uraian tersebut tampak bahwa perubahan yang terjadi dalam masyarakat petani berpijak pada perspektif materialistik, dimana sumber perubahan berasal dari sesuatu yang bersifat material yaitu modal berupa lahan. Pembangunan kawasan industri yang kemudian diikuti oleh perkembangan desa telah mengubah sejumlah fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Industri juga menjadi faktor penarik bagi terserapnya tenaga kerja dari luar pedesaan. Sehingga tidak hanya kondisi fisik desa saja yang berubah, namun kondisi sosial desa ikut berubah karena adanya komunitas baru yang bermukim di pedesaan. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya diikuti oleh perubahan hubungan kerja dalam pertanian, jenis mata pencaharian masyarakat petani, dan perubahan pada struktur sosial masyarakat tani yang meliputi mobilitas sosial dan relasi sosial. Pertumbuhan basis industri di pedesaan yang menandai proses modernisasi desa, dalam pelaksanaannya telah menyebabkan perubahan pada aspek struktural masyarakat. Merujuk pada akibat-akibat yang disebabkan oleh industrialisasi,

77 62 maka perubahan struktur yang terjadi pada masyarakat Desa Pasawahan merupakan suatu kesatuan dari perubahan struktur ekonomi dilihat dari perubahan jenis mata pencaharian dan perubahan aktivitas pertanian, serta perubahan struktur sosial dilihat dari perubahan pada mobilitas sosial dan relasi sosial (Moore dikutip Soesilowati 1988). Perubahan pada hubungan kerja pertanian ditunjukkan oleh berubahnya sistem upah, bentuk dan sifat hubungan kerja yang perubahannya dilekatkan pada berubahnya sejumlah lahan pertanian ke non pertanian. Perubahan pada jenis mata pencaharian masyarakat petani ditunjukkan oleh adanya diversifikasi mata pencaharian di luar sektor pertanian. Hal ini merupakan tindakan logis mengingat kebutuhan hidup masyarakat petani yang semakin kompleks sementara kesempatan kerja yang ditawarkan pertanian tidak lagi mampu menyerap kelebihan tenaga kerja di pedesaan, terutama dengan semakin berkurangnya lahan garapan pertanian dan dengan semakin terpusatnya lahan pada sekelompok kecil orang. Perubahan pada mobilitas sosial ditunjukkan oleh berubahnya kedudukan seseorang dalam status sosialnya yang dilekatkan pada fungsi lahan yang telah mengalami perubahan akibat aktivitas konversi dan komersialisasi lahan. Perubahan penggunaan lahan di kalangan masyarakat telah mengantarkan sebagian besar petani pada kondisi berlahan sempit dan pada banyak kasus menyebabkan bertambahnya jumlah petani tak berlahan (tunakisma) di pedesaan. Kondisi demikian secara tidak langsung berpengaruh terhadap posisi tawar petani dalam aktivitas pertanian. Terakhir, perubahan pada pola relasi sosial yang lebih ditunjukkan oleh bertambahnya kelompok sosial di pedesaan dengan semakin berkembangnya desa setelah industri masuk. Proses lain yang melekat pada adanya industri di pedesaan selain konversi dan komersialisasi lahan adalah penyerapan tenaga kerja yang berkaitan dengan masuknya pendatang dalam jumlah besar dan kemudian menetap di pedesaan. Pengembangan industri di pedesaan yang idealnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang didasarkan kepekaan pada lingkungan, orientasi padat karya dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang, pada kenyataannya hanya mejadikan desa sebagai wahana memproduksi barang dan jasa yang diperuntukkan bagi masyarakat kota. Kekuatan dan potensi

78 63 yang dimiliki desa tidak dimaksimalkan sebagaimana mestinya. Berbagai persoalan aktual desa ternyata belum seluruhnya dapat diatasi oleh adanya industri di pedesaan. Berpijak pada uraian tersebut, konsep industrialisasi pedesaan yang sesungguhnya dengan kenyataan di lapang tidak berjalan seiringan, atau dengan perkataan lain kenyataan di lapang bertolak belakang dengan apa yang seharusnya dilakukan.

79 64 BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Industri di pedesaan menjadi salah satu sumber bagi perubahan struktur masyarakat petani di Desa Pasawahan. Perubahan pada struktur masyarakat petani terjadi karena industri yang bersifat ekspansif mempengaruhi masyarakat desa yang sebagian besar bergantung pada pertanian dengan lahan sebagai modal utama kegiatannya. Konversi lahan, komersialisasi lahan dan tenaga kerja menjadi ciri utama yang menandai berdirinya industri di pedesaan, yang kemudian berperan dalam memunculkan perubahan-perubahan dalam masyarakat petani. Perubahan struktur dalam masyarakat petani yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi perubahan pada hubungan kerja pertanian, jenis mata pencaharian masyarakat petani, mobilitas sosial, dan relasi sosial. 1. Perubahan hubungan kerja pertanian disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang berasal dari pengembangan industri berupa konversi dan komersialisasi lahan, menyebabkan terjadinya perubahan aspek pemilikan dan penggunaan lahan. Perubahan dalam aspek pemilikan lahan ditunjukkan oleh bergesernya penguasaan lahan oleh sebagian besar penduduk ke penguasaan oleh sekelompok kecil penduduk, dari penguasaan lahan luas ke penguasaan lahan sedang dan sempit, serta dari pemilikan atas dasar warisan ke pemilikan atas dasar jual beli. Sementara perubahan dalam penggunaan lahan ditunjukkan oleh berubahnya sebagian besar lahan untuk kegiatan pertanian ke non pertanian. Perubahan yang disebabkan oleh konversi dan komersialisasi oleh adanya idnsutri di pedesaa berhubungan dengan perubahan dalam hubungan kerja pertanian yakni perubahan dalam sistem upah dan sifat hubungan kerja. Hal ini dikarenakan aktivitas utama dalam kegiatan pertanian sangat ditentukan oleh ketersediaan lahan, dimana pada saat yang bersamaan lahan menjadi modal produksi bagi pengembangan kawasan industri. 2. Perubahan jenis mata pencaharian ditunjukkan oleh berkurangnya peranan sektor pertanian dan bertambahnya peranan sektor non pertanian dalam akitivitas ekonomi masyarakat petani secara khusus dan masyarakat

80 65 keseluruhan secara umum. Konversi, komersialisasi lahan dan adanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian akibat pengembangan industri di pedesaan berhubungan dengan perubahan jenis mata pencaharian masyarakat. Sifat industri yang ekspansif ditandai dengan tingginya tingkat konversi lahan pertanian ke non pertanian, menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian, sementara kesempatan mengembangkan usaha di sektor non pertanian bertambah. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya diversifikasi mata pencaharian di luar pertanian di kalangan masyarakat. 3. Perubahan pada mobilitas sosial dikaitkan dengan kompleksnya fungsi lahan bagi masyarakat, dalam pengertiannya sebagai media tanam dan instrumen pembentuk lapisan sosial. Konversi dan komersialisasi lahan yang terjadi karena hubungannya langsung dengan pengembangan industri, telah menggeser kedudukan masyarakat dalam lapisan sosialnya. Pergerakan kedudukan seseorang dalam lapisan sosialnya ditunjukkan oleh bergesernya penguasaan dan pemilikan lahan semula (dari sempit, sedang dan luas) ke penguasaan dan pemilikan lahan yang baru (menjadi luas, sedang dan sempit). 4. Pengembangan industri yang ditandai oleh konversi dan komersialisasi lahan serta penyerapan tenaga kerja tidak begitu berpengaruh terhadap terjadinya perubahan dalam relasi sosial antar individu dalam masyarakat. Relasi sosial antara sesama masyarakat desa tidak menunjukkan pola yang berbeda jauh dari relasi sosial yang terjadi sebelumnya. Perubahan dalam relasi sosial yang terjadi setelah perkembangan desa melalui industrialisasi lebih mengarah pada pertambahan kelompok-kelompok sosial baru yang terlibat di dalamnya. Terutama dengan masuknya pendatang dalam jumlah banyak dan menetap di desa. Masuknya pendatang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan komunitas baru di kawasan pedesaan Saran 1. Bagi pemerintah a. Dalam merumuskan kebijakan perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam, sehingga perubahan yang terjadi akibat pembangunan industri di pedesaan tidak menimbulkan akibat yang merugikan masyarakat setempat.

81 66 b. Perlunya penyiapan sumberdaya manusia setempat yang nantinya akan dipekerjakan di industri yang terdapat di pedesaan secara lebih lengkap, dengan demikian kualitas tenaga kerja yang tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan industri, sehingga tidak terjadi penumpukkan tenaga kerja yang tidak terserap di sektor usaha pertanian maupun di sektor usaha non pertanian di pedesaan. 2. Bagi masyarakat a. Perlu menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan industri akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat setempat, karena industri menyebabkan perubahan pada kondisi fisik desa terutama dikaitkan dengan ketersediaan lahan, dan menjadi faktor penarik bagi pendatang untuk bekerja di dalamnya.

82 67 DAFTAR PUSTAKA Bungin B Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta [ID]: PT Raja Grafindo Persada. Radandima N Perubahan Kelembagaan Pertanian di Kawasan Irigasi Kambaniru: Studi Kasus di Desa Mauliru, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 120 hal. Raharjo Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. 238 hal. Reksohadiprodjo S, Karseno AR Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta [ID]: BPFE. 160 hal. Salim A Perubahan Sosial. Yogyakarta [ID]: Tiara Wacana. 318 hal. Schoorl JW Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara- Negara Sedang Berkembang. Jakarta [ID]: PT Gramedia. 323 hal. Schneider EV Sosiologi Industri. Edisi Ke-2. Jakarta [ID]: Aksara Persada. Singarimbun M, Effendi S Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: Pustaka LP3ES. 265 hal. Soesilowati ES Dampak Industri PT Krakatau Steel Terhadap Masyarakat Pedesaan di Daerah Cilegon. [tesis]. [Internet]. [dikutip Februari 2011]. [Universitas Indonesia]. Dapat diunduh dari: uipp-gdl-s endangsris t6795a.pdf Susilowati SH Gejala Pergeseran Kelembagaan Upah pada Pertanian Padi Sawah. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 23 (1): Soekanto S Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Revisi. Jakarta [ID]: PT Raja Grafindo Persada. 404 hal. Soelaiman MM Dinamika Masyarakat Transisi. Jogjakarta [ID]: Pustaka Pelajar. 195 hal.

83 68 Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung [ID]: Penerbit Alfabeta. 334 hal. Sulistio T Mencari Ekonomi Pro Pasar Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi, dan Konglomerat Lokal. Jakarta [ID]: The Investor. 297 hal. Sztompka P Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta [ID]: Penerbit Prenada. 383 hal. Tambunan M Menggagas Perubahan Pendekatan Pembangunan Menggerakkan Kekuatan Lokal dalam Globalisasi Ekonomi. Yogyakarta [ID]: Graha Ilmu. 428 hal. Tambunan TTH Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang: Kasus Indonesia. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia. 142 hal. Waluyo Kajian Lokasi Kawasan Industri Besar dan Persebarannya di Kota Salatiga. [skripsi]. [Internet]. [dikutip Februari 2011]. [Universitas Muhammadiyah Surakata]. Dapat diunduh dari: Wiradi G, Makali Penguasaan Tanah dan Kelembagaan. Karsyono F, editor. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta [ID]: Yayasan Obor Indonesia. Hal:

84 LAMPIRAN 69

85 70 Lampiran 1 Denah Desa Pasawahan Sumber:

BAB II PENDEKATAN TEORETIS

BAB II PENDEKATAN TEORETIS 7 BAB II PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Perubahan Sosial Menurut Sztompka (2004) masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan salah satu pemikir besar ekonomi kerakyatan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan salah satu pemikir besar ekonomi kerakyatan Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan strategi dalam mengatasi berbagai masalah aktual daerah seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kependudukan. Permasalahan daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat transisi dan menuju masyarakat modern. Perubahan itu mengakibatkan

Lebih terperinci

Lecture Paper. Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. No. 11, Vol. I, 2012 SOSIOLOGI UMUM: PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN

Lecture Paper. Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. No. 11, Vol. I, 2012 SOSIOLOGI UMUM: PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN Lecture Paper Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat No. 11, Vol. I, 2012 SOSIOLOGI UMUM: PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN Oleh: Fredian Tonny Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN (PERSISTENCE) MASYARAKAT TANI (Studi Kasus: Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses

BAB I PENDAHULUAN. 1992:78). Dalam pengertian lain industrialisasi merupakan transformasi proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi adalah proses segala hal yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (SR. Parker, 1992:78).

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA 1. Hakekat Perubahan Sosial yang Terjadi di Masyarakat Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat, baik perubahan

Lebih terperinci

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi Oleh: Nabiela Rizki Alifa I34110099 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

LEONARD DHARMAWAN A

LEONARD DHARMAWAN A ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, dan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari hubungan dengan sesama manusia lainnya, yang dalam hidupnya antara satu dengan yang lain selalu berinteraksi

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Pitirim Sorokin Sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09

Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 Matakuliah : O0042 Pengantar Sosiologi Tahun : Ganjil 2007/2008 PERUBAHAN SOSIAL DAN MODERNITAS PERTEMUAN 09 1. Pengertian Perubahan Sosial Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu upaya pemerintah dalam memacu proses industrialisasi pertanian adalah dengan introduksi sistem pertanian yang mampu mendorong produksi dan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM MENGAKUMULASI MODAL

STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM MENGAKUMULASI MODAL STRATEGI EKONOMI PETANI LAPISAN ATAS DALAM MENGAKUMULASI MODAL (Studi Kasus di Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) FAHROZI HARDI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan Perubahan social Menurut Gillin dan Gillin perubahan social adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena peeubahan-perubahan kondisi geografis, kebuadayaan

Lebih terperinci

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL Mobilitas Sosial PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL Mobilitas social dapat diartikan juga sebagai gerak social atau dalam katagori lain dapat disebut sebagai perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

ARTANTI YULAIKA IRIANI A

ARTANTI YULAIKA IRIANI A DISTRIBUSI KEPEMILIKAN LAHAN PERTANIAN DAN SISTEM TENURIAL DI DESA-KOTA (Kasus Desa Cibatok 1, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) ARTANTI YULAIKA IRIANI A14204004 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian tentang masyarakat nelayan pedesaan merupakan salah satu kajian ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat dengan kebudayaan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga pembangunan industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga pembangunan industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan industri merupakan suatu kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Sehingga pembangunan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL (KPM 330)

PERUBAHAN SOSIAL (KPM 330) PERUBAHAN SOSIAL (KPM 330) Koordinator Matakuliah Perubahan Sosial Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Website: http://skpm.fema.ipb.ac.id/

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI Oleh : Heri Budianto, S. Sos. M.Si.

MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI Oleh : Heri Budianto, S. Sos. M.Si. Pertemuan 8 MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI Oleh : Heri Budianto, S. Sos. M.Si. POKOK BAHASAN Komunikasi dan Perubahan Sosial DESKRIPSI Pokok bahasan komunikasi dan perubahan sosial menjelaskan mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan masyarakat (community development) Pengembangan masyarakat (community development) adalah salah satu kegiatan yang menjadi bagian dari program corporate social responsibility

Lebih terperinci

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: Intan Kusumawardani A14204040 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A

ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. Oleh : Cecep Cahliana A ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga) Oleh : Cecep Cahliana A14304043 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya

BAB II KERANGKA TEORI. upahan pasca panen. Peluang kerja adalah suatu keadaan dimana adanya BAB II KERANGKA TEORI 2.1.Adopsi Teknologi Pertanian Dalam hal adopsi penerapan teknologi traktor, yang dilakukan oleh kelompok tani mengakibatkan sempitnya peluang kerja bagi para buruh tani/tenaga upahan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan)

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) GARDA EMAS (Studi Kasus UMKM Penghasil Sandal Di Kecamatan Bogor Selatan) Oleh BUDI LENORA A14304055 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AKTIVITAS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN INDUSTRI DI KECAMATAN KALIWUNGU TUGAS AKHIR. Oleh: YOWALDI L2D

IDENTIFIKASI AKTIVITAS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN INDUSTRI DI KECAMATAN KALIWUNGU TUGAS AKHIR. Oleh: YOWALDI L2D IDENTIFIKASI AKTIVITAS SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT AKIBAT KEBERADAAN INDUSTRI DI KECAMATAN KALIWUNGU TUGAS AKHIR Oleh: YOWALDI L2D 098 476 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si.

Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si. Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Daru Retnowati, M.Si. Pertemuan ke-1 Kingsley Davis (1960); perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat Mac Iver (1937); perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde Baru, maka akan kita peroleh suatu gambaran perkembangan yang taat asas. Maksudnya, produk unggulan

Lebih terperinci

Kondisi Ekonomi Pembangunan di Indonesia. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Kondisi Ekonomi Pembangunan di Indonesia. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Kondisi Ekonomi Pembangunan di Indonesia Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Permasalahan Pembangunan Ekonomi - Pendekatan perekonomian : Pendekatan Makro - Masalah dalam perekonomian : rendahnya pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN SANITASI AIR BERSIH MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN

SKRIPSI ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN SANITASI AIR BERSIH MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN SKRIPSI ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN SANITASI AIR BERSIH MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN DI KECAMATAN RAWANG KABUPATEN ASAHAN OLEH WIDURI ANNISYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Permasalahan Pembangunan Ekonomi - Pendekatan perekonomian : Pendekatan Makro - Masalah dalam perekonomian : rendahnya pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

ANALISIS STRES KERJA KARYAWAN PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR. Oleh ELIS SUSANTI H

ANALISIS STRES KERJA KARYAWAN PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR. Oleh ELIS SUSANTI H ANALISIS STRES KERJA KARYAWAN PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG BOGOR Oleh ELIS SUSANTI H24104069 s DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Transmigrasi Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil keputusan, guna tercapainya keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja,

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta )

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta ) SKRIPSI SETYO UTOMO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Pengantar o Manusia adalah mahluk dinamis yang setiap saat selalu mengalami perubahan o Perubahan nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat)

HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) HUBUNGAN TERPAAN MEDIA TELEVISI DENGAN BELAJAR KOGNITIF PADA ANAK (Kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat) Oleh : VIORA TORIZA I34063121 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

Komunikasi dan Proses Perubahan Sosial

Komunikasi dan Proses Perubahan Sosial Modul ke: Komunikasi dan Proses Perubahan Sosial Fakultas ILKOM Desiana E. Pramesti, M.Si. Program Studi Periklanan www.mercubuana.ac.id Abstract Media massa berlaku sebagai agen pembawa perubahan sosial

Lebih terperinci

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Masyarakat tidak dapat dibayangkan dalam suatu keadaan yang tetap dan diam, melainkan suatu proses yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PEKERJA OLEH DILA VINDAYANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PEKERJA OLEH DILA VINDAYANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PEKERJA OLEH DILA VINDAYANI H14104123 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI (Kasus Kawasan Irigasi Teknis Cigamea, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA PUTRI TERHADAP CITRA PEREMPUAN CANTIK DALAM IKLAN KOSMETIK DI TELEVISI DENGAN PENGGUNAAN PRODUK KOSMETIK OLEH REMAJA PUTRI (Kasus: SMUN 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di Indonesia merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh penduduk dalam memperoleh penghasilan. Menurut hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah

Lebih terperinci

3. Berbagai Pergeseran Pekerjaan Pertanyaan Diskusi

3. Berbagai Pergeseran Pekerjaan Pertanyaan Diskusi SOSIOLOGI PERTANIAN: Pasca Revolusi Hijau di Pedesaan Jawa Timur Lambang Triyono Lab. Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email : dl@ub.ac.id Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

Perubahan Sosial dan Pembangunan. Kuliah PLSBT

Perubahan Sosial dan Pembangunan. Kuliah PLSBT Perubahan Sosial dan Pembangunan Kuliah PLSBT Pengertian Perubahan Sosial Perubahan segala aspek kehidupan, tidak hanya dialami, dihayati, dan dirasakan oleh anggota masyarakat melainkan telah diakui serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Kemasyarakatan Menurut Selo Soemarjan (1964), istilah lembaga kemasyarakatan sebagai terjemahan dari Social Institution, istilah lembaga kecuali menunjukkan kepada

Lebih terperinci

ANALISIS VALUE ADDED TINGKAT PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA USAHA PENGUPASAN BAWANG MERAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI HENDRICK FIRMANDO NADAPDAP

ANALISIS VALUE ADDED TINGKAT PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA USAHA PENGUPASAN BAWANG MERAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI HENDRICK FIRMANDO NADAPDAP ANALISIS VALUE ADDED TINGKAT PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA USAHA PENGUPASAN BAWANG MERAH DI KOTA MEDAN SKRIPSI HENDRICK FIRMANDO NADAPDAP 080304003 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Oleh, Nurin Fajrina Pada Tahun 2015 ABSTRAK. program pengelolaan hasil laut yang diberikan PT.Petrokimia kepada ibu-ibu nelayan di

Oleh, Nurin Fajrina Pada Tahun 2015 ABSTRAK. program pengelolaan hasil laut yang diberikan PT.Petrokimia kepada ibu-ibu nelayan di PROSES PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM KEMITRAAN PENGELOLAAN HASIL LAUT ( STUDI PADA PELAKSANAAN CSR PT.PETROKIMIA GRESIK DI KELURAHAN LUMPUR, KECAMATAN GRESIK, KABUPATEN GRESIK) Oleh, Nurin Fajrina

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya industri-industri besar maupun kecil di Indonesia. Pembangunan sektor-sektor industri ini muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci