Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 8 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Erosi Menurut Brooks dkk (1991) erosi adalah proses hilangnya atau terangkutnya tanah di permukaan. Erosi merupakan kejadian alami yang berlangsung sejak bumi ini terbentuk adapun penyebab utama erosi adalah air dan angin. Erosi dapat terjadi pada kondisi alami, yaitu pada lahan yang tertutup oleh vegetasi asli tanpa campur tangan manusia disebut erosi geologi atau normal. Sedangkan apabila manusia melakukan kegiatannya dan terjadi erosi, dinamakan erosi yang dipercepat. Erosi yang melampaui kecepatan normal, akibat ulah manusia sehingga merusak karena menghilangkan lapisan atas tanah, prosesnya disebut erosi tanah. Erosi oleh air dapat dibagi kedalam empat tipe, yaitu erosi percikan, erosi lembar, erosi alur, dan erosi lembah. Erosi percikan adalah pemindahan tanah akibat percikan butir-butir hujan. Erosi lembar adalah hilangnya tanah secara merata dalam lapisan tipis dari permukaan lahan. Erosi lembar umumnya tidak terjadi sendiri, karena permukaan lahan tidak pernah ada yang benar-benar rata. Permukaan lahan yang dikatakan rata masih terdapat cekungan cekungan kecil yang memungkinkan air terakumulasi. Apabila cekungan penuh maka akan terjadi aliran air dalam alur alur kecil ke lereng di bagian bawah. Penghanyutan tanah melalui proses ini disebut erosi alur. Erosi menjadi permasalahan di lahan pertanian kelerengan curam. Seperti yang diteliti oleh Suryani dkk, kendala utama penanaman kentang dan wortel di daerah penelitiannya adalah bahaya erosi karena ditanam di lereng curam dan jumlah tanah yang hilang melebihi jumlah yang dapat diabaikan. Jumlah tanah hilang akibat penggunaan lahan untuk tanaman kentang mencapai 17, ton/ha/th, sedangkan penggunaan lahan untuk tanaman wortel mencapai 5,2 138,0 ton/ha/th. Tetapi penanaman tanaman di lereng curam tidak selalu menghasilkan erosi yang tinggi. Beberapa hasil penelitian pada lahan usaha tani berbasis kopi menunjukkan hal tersebut. Hasil penelitian Ginting, 1982 seperti yang dikutip Dariah dkk, 2002,

2 9 pada lahan pertanaman kopi umur 16 tahun dengan lereng % menghasilkan aliran permukaan 3,4 % dan 6,3 % dari jumlah curah hujan dan erosinya selama 6 bulan berturut turut sebesar 1,6 dan 1,3 ton/ha. Penelitian Pujianto, 2001 di jember Jawa Timur pada lahan dengan lereng 31 % dan curah hujan mm/th memperlihatkan bahwa erosi yang cukup tinggi sebesar 26 ton untuk tahun pertama dan kedua, pada tahun ketiga dan seterusnya erosi jauh menurun, yakni lebih kecil dari 1 ton/ha. Penelitian Dariah rata rata erosi pada lahan usaha kopi berumur 3 tahun adalah lebih kecil dari 2 ton/ha/th, dengan rata rata aliran permukaan hanya berkisar antara 2,1 2,5 % dari jumlah curah hujan efektif, rata rata total hujan 2700 mm/th (Dariah dkk, 2002). Tabel II.1 Perbandingan Karakteristik Perlakuan Talun Objek No. pengamatan Kelas 1 kemiringan Luas penutupan 2 Tajuk (awalakhir penelitian) Plot 3 Plot 4 Plot 1 Plot 2 Plot 5 (talun (talun (talun (talun (talun bambu campuran campuran) bambu) kebun) muda) muda) 26.5% 27% 26% 30% 30% 85-90% 80-95% 85-90% 50-85% 0-50% 3 Stratifikasi 3 strata 1 strata 1 strata 2 strata 1 strata 4 Seresah Sedang Sedang Banyak Sedikit Tidak ada Tanaman 5 kayu, Semak, Bambu tua, Tanaman Vegetasi tanaman Tanaman bambu tanaman keras, dominan buah - semusim muda kayu semak buahan, semak Sumber: Ramdhani, Ramdhani (2005) melakukan penelitian erosi dan limpasan permukaan pada beberapa tipe talun atau sistem kebun yang ditanam bersamaan dengan pohon di lokasi dengan kemiringan curam. Tabel II.1 menuliskan perbandingan karakteristik masing masing talun.

3 10 Laju limpasan air permukaan suatu DAS dipengaruhi oleh penyebaran dan intensitas curah hujan di DAS yang bersangkutan. Pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap limpasan air permukaan dapat diterangkan bahwa vegetasi dapat memperlambat jalannya limpasan air permukaan dan memperbesar jumlah air yang tertahan diatas permukaan tanah (surface detention), dan dengan demikian, menurunkan laju air larian. Ditinjau dari nilai koefisisen korelasi masing-masing perlakuan, bahwa hubungan curah hujan dengan air limpasan positif dan nyata. Besarnya kerapatan tumbuhan bawah dan seresah juga berpengaruh terhadap besar limpasan air permukaan pada talun campuran, talun bambu dan talun transisi, perlakuan-perlakuan tersebut menghasilkan limpasan air permukaan yang kecil. Erosi pada Sistem-Kebun Talun Hasil analisis memperlihatkan pada kebun talun yang memiliki tingkat kerapatan tajuk yang rendah, limpasan air permukaan dan erosi akan meningkat. Sebaliknya pada talun campuran yang memiliki tajuk yang rapat dan berlapis, limpasan air permukaan dan erosi menurun. Besarnya air lolos tergantung pada besar kecilnya intersepsi. Pada hujan kecil intersepsi menjadi besar, dan dengan demikian air lolos menjadi kecil. Sebaliknya pada curah hujan besar kapasitas intersepsi terlampaui dan air lolos menjadi besar (Rose,1988; Mutchler et al., 1988 dalam Asdak, 1991). Semakin besar air lolos, makin besar tanah yang terpercik. pada proses selanjutnya partikel tanah yang terpercik tersebut mengalir bersama dorongan limpasan air permukaan dari daerah yang lebih atas akan terangkut ke daerah yang lebih rendah dan dikenal dengan proses erosi. Akibat langsung dari erosi adalah hilangnya lapisan atas atau lapisan olah tanah, sedikit demi sedikit, hingga sampai pada lapisan sub soil, yang umumnya memiliki sifat fisik yang lebih buruk dari lapisan permukaan. Berkurangnya unsur hara dalam tanah akibat terangkut pada waktu panen, pencucian dan terangkut pada waktu peristiwa erosi. Apabila erosi berjalan terus-menerus mengikis lapisan

4 11 permukaan tanah, maka dengan sendirinya akan terangkut kompleks liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara tanaman (Suripin, 2001). II.2 Mekanisme terjadinya erosi Menurut Suripin (2001) erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan. Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa centimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tapi untuk lahan miring terjadi dominasi kearah bawah searah lereng. Partikel partikel tanah ini akan menyumbat pori pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel partikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin, 2001). Lahan terbuka yang terhantam hujan deras terus menerus menyebabkan tanah menjadi lemah. Tanah juga mengalami penghancuran oleh proses pelapukan, baik secara mekanis, maupun biokimia. Disamping itu, tanah juga mengalami gangguan oleh pengolahan lahan, dan injakan kaki manusia maupun binatang. Lebih lanjut, aliran air dan angin juga berperan terhadap pelepasan partikel tanah. Semua proses tersebut menyebabkan tanah menjadi gembur sehingga mudah terangkut oleh media pengangkut (Suripin, 2001).

5 12 Erosi air merupakan kegiatan dispersi dan pengangkutan tanah yang mengalir di permukaan. Aliran air dipermukaan ini disebut runoff atau aliran permukaan, yang merupakan bagian dari hujan yang tidak dapat diserap oleh tanah. Dalam proses erosi air terdapat dua tahap utama yaitu pelepasan butir-butir tanah dan pengangkutan butiran tanah yang telah terdispersi. Kekuatan dispersi dan kemampuan pengangkutan tanah oleh air ditentukan oleh kekuatan dispersi dari pukulan butir-butir hujan, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, dan ketahanan tanah terhadap dispersi. Jumlah dan kecepatan aliran permukaan tergantung pada sifat hujan, lereng dan luas areal, serta kemampuan tanah menyerap air ke dalam profil tanah. II.3 Faktor penyebab erosi Secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah dan topografi atau bentuk wilayah, vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia. Faktor iklim yang paling menentukan dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan. Besar kecilnya laju erosi banyak tergantung juga kepada sifat sifat tanah yang dinyatakan sebagai erodibilitas tanah, yaitu kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah tidaknya tanah tersebut tererosi. Tanah yang memiliki nilai erodibilitas tinggi, berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi, sebaliknya bagi tanah dengan erodibilitas rendah, berarti tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi. Erosi potensial dihitung dengan memperhitungkan besarnya erosi dengan melihat dua faktor erosivitas dan erodibilitas tanah, sedangkan faktor lain dianggap satu. Gabriel (1974) dalam Suripin (2001), menyimpulkan : E (tanah yang hilang atau erosi) = f (erosivitas Erodibilitas)...(II.1) II.3.1 Iklim Kehilangan tanah berhubungan dengan hujan melalui kekuatan pelepasan dari tumbukan hujan ke permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusi hujan terhadap limpasan. Hal ini menunjukkan bahwa erosi dapat oleh limpasan dan parit yang mana intensitas hujan merupakan karakteristik hujan yang sangat penting. Penelitian Fournier 1972 yang mengambil sebanyak 183 kejadian hujan

6 13 dalam Morgan, 1986, menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan tanah per kejadian hujan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas hujan (Morgan,1986) Tabel II.2 Hubungan antara intensitas hujan dan kehilangan tanah. Maksimum intensitas hujan 5 menit (mm/jam) Jumlah kejadian hujan Rata-rata erosi per kejadian hujan (kg/m 2 ) Sumber : Morgan, Peran intensitas hujan terhadap kehilangan tanah tidak selalu jelas, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Morgan pada mengambil data dari sepuluh kejadian hujan paling erosif, menghasilkan kesimpulan bahwa kejadian hujan dengan intensitas hujan lebih besar dari 10 mm/jam, dengan tinggi hujan 17.7 mm menghasilkan erosi, begitu juga pada durasi yang panjang dan intensitas rendah dengan tinggi hujan 2.3 mm. Hal tersebut menggambarkan bahwa erosi berhubungan dengan dua tipe kejadian hujan yaitu intensitas hujan dengan durasi pendek dimana kapasitas infiltrasi dari tanah telah melebihi sehingga air melimpasa dan hujan dengan durasi panjang dan intensitas rendah yang dapat menjenuhkan tanah dengan air. Untuk beberapa hal sangat sulit untuk memisahkan efek kedua tipe kejadian hujan terhadap kehilangan tanah (Morgan,1986). Respon dari hasil penelitian Fournier 1972 dari tanah yang berhubungan dengan kehilangan tanah kepada penerimaan hujan dapat ditentukan oleh kondisi meteorologi sebelumnya. Pada awal terjadi hujan yang jatuh pada tanah kering dan dalam jumlah yang kecil menghasilkan limpasan yang kecil pula. Sebagian

7 14 besar dapat disebabkan karena air meresap kedalam tanah. Pada hujan kedua hampir 66 persen hujan menjadi limpasan air permukaan dan kehilangan tanah terjadi hingga tiga kali lipat. Pada kasus ini seberapa dekat kejenuhan tanah dimana tergantung pada berapa banyak hujan jatuh pada hari-hari sebelumnya. Pola kehilangan tanah yang rendah pada awal hujan dan kehilangan tanah yang tinggi pada kejadian hujan kedua merupakan kebalikan. Bagaimanapun antara hujan erosif, hancuran akibat iklim dan hujan ringan dapat menghilangkan permukaan tanah. Sebagian besar material hilang pada limpasan pertama kalinya sedikit terjadi untuk erosi pada kejadian berikutnya (Morgan,1986). Erosivitas hujan merupakan fungsi dari intensitas dan durasi hujan, massa, diameter dan kecepatan air hujan. Untuk menghitung erosivitas diperlukan analisis dari distribusi ukuran butiran hujan. Laws dan Parsons (1943) berdasarkan penelitian di timur Amerika serikat menunjukkan bahwa ukuran butir hujan bervariasi seiring denga intensitas hujan. Penelitian Hudson (1963) di daerah tropis menggambarkan bahwa hubungan ini berlaku bila intensitas hujan lebih dari 100 milimeter perjam. Pada intensitas yang lebih besar ukuran nilai tengah butiran hujan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas, ini mungkin diakibatkan karena turbulensi yang lebih besar membuat ukuran butiran yang lebih besar menjadi tidak stabil. Karena kesulitan dalam penentuan variasi tersebut, maka dimungkinkan untuk menggunakan hubungan umum antara energi kinetik hujan dan intensitas hujan. Berdasarkan pada penelitian Laws dan Parson (1943), Wischmeier dan Smith (1958) menggunakan persamaan : KE = log 10 I...(II.2) Dimana I adalah intensitas hujan (mm jam -1 ) dan KE adalah energi kinetik hujan (J m - 2 mm -1 ). Untuk daerah tropis, Hudson (1965) memberikan persamaan : KE = (II.3) I

8 15 Penghitungan energi kinetik dilakukan dengan mencatat hujan dari alat ukur hujan otomatis yang dianalisis dan kemudian hujan dibagi menjadi rentang waktu yang pendek dan memiliki intensitas yang seragam. Pada tiap periode waktu, dengan mengetahui intensitas hujan, energi kinetik hujan dapat diperkirakan dari persamaan di atas dan kemudian dikalikan dengan jumlah hujan yang didapat, memberikan energi kinetik pada periode waktu tersebut. Jumlah dari nilai energi kinetik dari seluruh periode waktu memberikan total energi kinetik dari hujan (Morgan,1986). Untuk memberikan nilai yang sah sebagai indeks erosi potensial, indeks erosivitas harus secara penting dikorelasikan dengan kehilangan tanah. Wischmeier dan Smith (1958) menemukan bahwa kehilangan tanah oleh percikan, limpasan air permukaan dan erosi parit memiliki hubungan gabungan antara indeks energi kinetik dan intensitas hujan maksimal 30 menit (I 30 ). Indeks ini dikenal sebagai EI 30 terbuka untuk dikritik. Pertama, dengan mendasarkan pada energi kinetik 30 menit, menjadikan itu pendugaan untuk hujan tropis pada intensitas yang tinggi. Kedua, kejadian erosi diasumsikan terjadi pada intensitas hujan yang ringan, dimana Hudson menunjukkan bahwa sebagian besar erosi terjadi disebabkan oleh hujan yang jatuh pada intensitas yang lebih besar dari 25 milimeter perjam. Pernyataan yang memasukkan nilai dari I 30 dalam indeks merupakan usaha untuk memperbaiki nilai intensitas hujan ringan yang melebihi penaksiran, tetapi secara keseluruhan tidak berhasil karena perbandingan intensitas hujan erosif dengan hujan non erosif tidak terkorelasi secara baik dengan I 30. Pada kenyataannya tak ada alasan yang jelas kenapa intensitas 30 menit merupakan parameter yang cocok untuk dipilih. Menurut Stocking dan Ewell (1973) disarankan penggunaannya untuk kondisi tanah yang kosong. Dengan kondisi lahan yang jarang dan padat pelindung tanaman mereka memberikan korelasi yang lebih baik dengan kehilangan tanah menggunakan maksimum intensitas hujan 15 dan 5 menit. Pada modifikasi EI 30, yang didesain untuk mengurangi perkiraan yang berlebih untuk hujan tropis, Wischmeier dan Smith, menentukan nilai maksimum intensitas hujan sebesar 76.2 mm perjam untuk perhitungan energi kinetik per unit hujan dan 63.5 m perjam untuk I 30. sebagai alternatif indeks erosivitas, Hudson (1965)

9 16 menggunakan KE > 25, untuk menghitung hujan tunggal, kemudian menjumlahkan energi kinetik pada penambahan waktu tersebut ketika intensitas hujan sama dengan 25 mm perjam atau lebih besar. Ketika diaplikasikan pada data dari Zimbabwe, korelasi yang lebih baik antara kehilangan tanah dan EI 30. Stocking dan Ewell (1973) menghitung kembali data Hudson dan memberikan informasi terbaru, bahwa EI 30 merupakan indeks terbaik dari semua. Karena mereka menggunakan menghitung EI 30 untuk hujan berjumlah 12.5 mm dan dengan intensitas hujan maksimum 5 menit lebih besar dari 25 mm perjam. Mereka telah menghilangkan keraguan pada indeks EI 30 yang orisinal, bagaimanapun menghasilkan indeks yang secara filosofis mendekati KE > 25. Indeks Hudson memiliki kelebihan untuk kemudahan dan dalam persyaratan data yang dibutuhkan (Morgan,1986). Menurut Suripin 2001, faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Terdapat dua penyebab utama pada tahap pertama dan kedua dari proses terjadinya erosi, yaitu tetesan butiran butiran hujan dan aliran permukaan. Tetesan butiran butiran hujan yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya agregat agregat tanah, diakibatkan oleh tetesan butiran hujan memiliki energi kinetik yang cukup besar. Intensitas hujan yang lebih besar dapat membentuk butiran butiran tetesan hujan yang lebih besar lagi dan mengakibatkan aliran air di permukaan yang lebih banyak. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi tanah meliputi jumlah atau kedalaman hujan, intensitas hujan dan lamanya hujan. Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi. Energi hujan terdiri dari energi kinetik dan potensial. Oleh Morgan fenomena erosi tanah, energi potensial dikonversi menjadi energi kinteik. Sehingga kekuatan erosif hujan hanya dinyatakan dalam energi kinetik saja. Menurut Asdak (1991) besarnya energi kinetik (KE) adalah : KE = ½ mv 2....(II.4)

10 17 Dimana m = massa air dan v = kecepatan air jatuh. Hasil penelitian Williamson 1981 dalam Asdak (1991), menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara lebar ujung penetes daun dan volume air tetesan. Yaitu semakin lebar ujung penetes semakin besar volume tetesan airnya. Hasil yang sama juga diperoleh Astuti (1987) dalam penelitiannya di hutan tanaman di Jatiluhur. Jenis hutan yang diteliti adalah jenis pohon yang banyak digunakan untuk reboisasi dan penghijauan, yaitu mahoni, akasia dan sonokeling. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa erosivitas air lolos tidak dipengaruhi oleh intensitas hujan, karena besar tetesan air lolos rata rata adalah konstan. Sebaliknya, erosivitas air hujan dipengaruhi oleh intensitas hujan melalui persamaan (Lee, 1980) KE = 210,1+ 89 (log i)...(ii.5) Dimana KE = energi kinetik (joules/m 2 ); i = intensitas hujan (cm/jam) II.3.2 Tanah Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran. Partikel partikel tersebut tersusun dalam bentuk matriks yang pori porinya kurang lebih 50%, sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi lagi oleh udara. Dalam kaitannya dengan konservasi tanah dan air, sifat fisik tanah yang berpengaruh meliputi : tekstur, struktur, infiltrasi dan kandungan bahan organik (Suripin, 2001). Menurut Morgan (1986), erodibilitas tanah merupakan ketahanan tanah terhadap pelepasan dan pengangkutan. Erodibilitas bervariasi dengan tekstur tanah, stabilitas agregat, kapasitas infiltrasi dan organik dan kandungan kimia tanah. Peran tekstur tanah pada partikel tanah yang besar menunjukkan sifat yang tahan terhadap transport karena membutuhkan tenaga yang besar untuk membawanya dan partikel yang lebih halus memiliki sifat yang tahan terhadap pelepasan karena sifat kohesifnya. Partikel yang kurang tahan adalah silt dan pasir halus. Tanah dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang erodible, mudah tererosi.

11 18 Penggunaan kandungan liat sebagai indikator erodibilitas secara teori lebih memuaskan karena partikel liat menggabungkan dengan bahan organik untuk membentuk agregat tanah atau gumpalan dan itu adalah stabilitas yang ditentukan oleh ketahanan tanah. Tanah dengan kandungan mineral dasar yang tinggi secara umum lebih stabil karena berkontribusi pada ikatan kimia dari agregat. Menurut Asdak (1991), tekstur tanah berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir atau sand, debu atau silt dan liat atau clay. Tanah dengan dominasi liat memiliki ikatan antar partikel partikel tanah yang kuat, sehingga tidak mudah tererosi. Demikian juga untuk tanah dengan dominasi pasir, kemungkinan untuk terjadinya erois pada jenis tanah ini adalah rendah karena laju infiltrasi di tempat ini besar dengan demikian menurunkan laju air larian. Pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit unsur organik, memberikan kenungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suripin, 2001, tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan, tergantung kepada dua sifat yang dipunyai tanah tersebut, yaitu kapasitas infiltrasi atau kemampuan tanah untuk meresapkan air, diukur dalam satuan milimeter persatuan waktu, permebilitas tanah dari lapisan tanah yang berlainan atau kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan bawah profil tanah. Bilamana kapasitas infiltasi dan permeabilitas besar seperti pada tanah berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap yang dalam, walaupun dengan curah hujan yang lebat kemungkinan untuk terjadi aliran permukaan kecil sekali. Sedangkan tanah tanah bertekstur halus akan menyerap air sangat lambat, sehingga curah huajn yang cukup rendah akan menimbulkan aliran permukaan. Struktur tanah adalah susunan partikel pertikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah. Misalnya pada stuktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar

12 19 dalam meloloskan air larian, dengan demikian menurunkan laju limpasan air permukaan dan memacu pertumbuhan tanaman.asdak (1991) Stuktur tanah yang dikehendaki dalam bidang pertanian umumnya struktur remah, yang mempunyai perbandingan antara bahan padat dengan ruang pori pori relatif seimbang. Keseimbangan perbandingan volume tersebut menyebabkan kandungan air dan udara mencukupi bagi pertumbuhan, dan bahan padanyanya menyebabkan akar dapat cukup kuat bertahan. Tanah yang berstruktru remah memiliki pori pori diantara agregat yang lebih banyak dari pada yang berstuktur gumpal, sehingga perembesan airnya lebih cepat. Karena itu terjadinya aliran permukaan diperkecil. Shear strength atau tahanan geser dari tanah diukur dari kohesifnya dan ketahanan terhadap gaya geser oleh gravitasi, cairan yang bergerak dan beban mekanis. Tahanan ini diturunkan dari tahanan friksi yang bertemu dengan unsur pokok partikel ketika mereka dipaksa bergerak satu dengan yang lainnya atau bergerak dari sambungan posisinya. Untuk tujuan aplikasi shear strength ditunjukan persamaan empiris berikut : τ = c + σ tan φ...(ii.6) Dimana τ adalah tahanan geser, c adalah pengukuran kohesi, σ tegangan normal pada lahan geser dan φ sudut gesekan dalam. Peningkatan pada kandungan air dari tanah, menurunkan tahanan geser dan membuat perubahan sifat. Pada kandungan air yang rendah tanah bersifat sebagai padatan dan mudah patah karena tegangan tetapi meningkatnya kandungan air menjadikannya plastis dan tidak mudah patah oleh aliran air. Dengan pembasahan lebih lanjut, tanah akan mencapai batas cair hingga akan mengalir karena beratnya sendiri. Pada tanah yang jenuh, apabila terdapat saluran untuk mengurangi kejenuhan, maka tanah akan berada di bawah batas plastis dan memiliki tahanan geser yang kuat. Sedangkan bila tidak terjadi pengeringan tanah akan mengalami tekanan, beban padat ini tidak dapat didukung dan tanah menjadi rusak bentuknya (Morgan,1986).

13 20 Berdasarkan kapasitas infiltrasinya dapat dikatakan bahwa kemungkingan terjadinya aliran permukaan pada tanah tanah yang berat lebih besar dibandingkan pada tanah yang berstuktru ringan. Hal ini sesuai dengan Bermanakusumah (1976), bahwa kapasitas infiltrasi tanah ikut menentukan banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah, sebagai aliran permukaan. Jadi semakin besar kapasitas infiltrasi, maka aliran permukaan yang terjadi akan semakin kecil (Suripin, 2001). Kapasitas infiltrasi, maksimum tingkat dimana tanah dapat menyerap air, dipengaruhi oleh ukuran pori, stabilitas pori, dan bentuk dari profil tanah. Tanah dengan agregat yang stabil mempertahankan ruang porinya lebih baik ketika dengan liat mengembang atau mineral mineral yang tidak stabil didalam air menjadikannya mengurangi kapasitas infiltasi tanah. Walaupun kapasitas infiltrasi dapat diukur dengan menggunakan infiltrometer, akan tetapi terkadang kapasitas infiltrasi pada saat hujan lebih rendah daripada uji lapangan (Morgan,1986). Unsur organik terdiri dari sisa tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian, dengan demikian menurunkan potensi terjadinya erosi Asdak (1991). Dalam kaitannya dengan erosi tanah Bennet (1955) dalam Suripin (2001) menyatakan bahwa fungsi bahan organik dalam pencegahan erosi antara lain dapat memperbaiki aerasi tanah dan mempertinggi kapasitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran. Sedangkan Tjwan (1968) menyatakan bahwa peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Selanjutnya Darmawidjaya (1961) menyatakan bahwa peranan bahan organik dalam pengendalian tata air antara lain, memperbaiki peresapan air ke dalam tanah, mengurangi aliran permukaan, mengurangi perbedaan kandungan air dalam tanah dan sungai antara musim hujan dan musim kemarau.

14 21 Menurut Morgan (1986) bahan organik dan kandungan kimia tanah sangat penting karena pengaruhnya terhadap stabilitas agregat. Tanah dengan kurang dari 2 persen organik karbon, sebanding dengan 3.5 persen kandungan organik, dapat dianggap erodible, mudah tererosi. Mayoritas tanah mengandung kurang dari 15 persen kandungan organik dan banyak dari pasari dan lempung berpasir sandy loams memiliki kurang dari 2 persen. Voroney, van Veen dan Paul (1981) menganggap bahwa erodibilitas tanah menurun secara linear dengan meningkatknya kandungan organik pada kisaran 0 hingga 10 persen. Hubungan ini tidak dapat di ekstrapolasi, bagaimanapun karena beberapa jenis tanah dengan kandungan organik yang sangat tinggi, terutama gambut, memiliki nilai yang sangat mudah terodibilitas baik oleh air maupun angin. Juga beberapa jenis tanah dengan kandungan organik rendah menjadi sangat keras dan memiliki kekuatan yang lebih pada keadaan kering (Morgan,1986). Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan pemeabilitas tanah tinggi menaikkan laju infiltrasi dengan demikian menurunkan laju air larian. Banyak usaha untuk menilai secara sederhana indeks erodibilitas yang berdasarkan properti dari tanah yang ditentukan baik dari laboratorium maupun dari lapangan, atau berdasarkan respon tanah terhadap hujan dan angin. Cara yang paling umum digunakan adalah nilai K yang mewakili kehilangan tanah per unit EI 30, sebagai pengukuran di lapangan pada plot tanah kosong, 22 m panjang, dan kemiringan 5 o. Menurut Wischmeier, Johnson dan Cross (1971) perkiraan dari nilai K dapat dibuat dari distribusi ukuran, kandungan organik, struktur dan permeabilitas dari tanah yang diketahui (Morgan,1986). Kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah diukur salah satunya dengan metoda Bouyoucos atau disebut juga metoda clay ratio. Besarnya erodibilitas menurut metoda ini dinyatakan dalam persamaan dibawah ini.

15 22 % pasir + % debu E =...(II.7) % liat Dari persamaan tersebut terlihat bahwa masing masing fraksi ikut berperan terhadap besar kecilnya nilai erodibilitas tanah yang bersangkutan. Menurut Kuron dan Jung (1957) dalam Bermanakusumah (1978) penentuan besarnya nilai erodibilitas suatu jenis tanah dapat dinyatakan oleh: E = B St...(II.8) Dimana B adalah transfortabilitas dan St adalah stabilitas. Transfortabilitas suatu jenis tanah ditentukan oleh tekstur tanah, sedangkan stabilitas ditentukan oleh tekstur dan bahan organik tanah. Untuk menentukan nilai Tranfortabilitas dan nilai Stabilitas, Bermanakusumah (1978) mengemukakan rumus dibawah ini: 1 B = ( U + FS)...(II.9) k ( T + H + Gs As) St = +...(II.10) dimana : k = parameter untuk kandungan batu U = debu (%) Fs = pasir halus (%) T = Liat (%) H = Humus (%) Gs = Pasir kasar (%) As = stabilitas agregat (%) Parameter k ditentukan berdasarkan persentase kandungan batu pada permukaan tanah. Caranya ialah dengan menentukan kandungan batu pada setiap meter persegi permukaan tanah. Daftar nilai k tercantum pada tabel II.3 berikut.

16 23 Tabel II.3 Nilai kandungan batu pada permukaan tanah. Kandungan batu (%) Nilai k >40 4 Sumber: Bermanakusumah, Tabel II.4 Besarnya nilai erodibilitas dari beberapa macam tanah. No. Macam tanah Transfortabilitas (B) Stabilitas (St) Erodibilitas (E) 1. Tanah loam Tanah pasir Tanah kapur Tanah lempung Sumber: Bermanakusumah, Atas dasar rumus rumus diatas maka erodibilitas tanah dapat ditentukan. Penentuan erodibilitas beberapa macam tanah tercantum pada tabel II.4 diatas. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tanah tanah yang banyak mengandung liat paling mudah tererosi. Hal ini disebabkan karena debu dengan ukuran mm sangat mudah dihanyutkan oleh air, cepat penuruan kapasitas infiltrasinya, dan rendah kemantapan strukturnya. Sedangkan tanah pasir akan lebih tahan tererosi, karena tanah pasir kaya akan pori pori yang besar. Tapi tanah pasir mempunyai kemantapan struktur yang rendah. Diantara ketiga jenis tanah yang paling tahan terhadap erosi adalah tanah tanah liat. Hal ini disebabkan karena tanah liat mempunyai kemantapan struktur yang tinggi, dan kapasitas penampungan air yang tinggi pula. Erodibilitas tanah secara memuaskan dideskripksikan dengan nilai K untuk bermacam tanah pertanian di Amerika serikat oleh Wischmeier dan Smith (1978). Ketika nilai K ditentukan dari pengukuran erosi di lapangan, hal ini sah. Kesulitan sulit ketika diusahakan memprediksi nilai dari nomograph, yang mana ini diaplikasikan pada tanah dengan karakteristik sama di Amerika serikat. Korelasi yang mendekati ditemukan oleh Ambar dan Wiersum (1980) pada tanah

17 24 di Jawa Barat, Indonesia. Prediksi yang buruk dapat dihasilkan bila secara mudah mengekstrapolasi nilai dari nomograph. Menurut De Meester dan Jungerius (1978) penaksiran erodibilitas dari tanah liat berdasarkan kerusakan agregat sebagai contoh uji air jatuh, menunjukkan korelasi yang kecil dengan nilai K yang diestimasi dari nomograph. Lindsay dan Gumbs (1982) menemukan nilai K lebih besar pada penaksiran erodibilitas liat dan tanah clay loam di Trinidad (Morgan,1986). Gambar II.1 Nomograph erosi tanah. ( Novotny, 1981) II.3.3 Topografi Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan limpasan air permukaan yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit (Asdak, 1991). Menurut Suripin (2001) secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secara acak, pada lahan

18 25 miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah daripada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, makin panjang lereng cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalan maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variabel lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng. Secara normal kemiringan lahan dan panjang lereng akan meningkatkan kehilangan tanah. Lebih lanjut pada permukaan yang datar, tumbukan hujan akan memercik dan memindahkan butiran tanah secara acak ke sekitarnya, sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih banyak tanah akan dilemparkan ke bawah lereng dibandikan ke atas lereng. Proporsi perbandingan meningkat sebanding dengan meningkatnya kemiringan (Morgan,1986). Hubungan antara erosi dan kemiringan dapat diuraikan sebagai : Q = tan s m è L n...(ii.11) Dengan Qs menggambarkan per unit area θ gradien sudut dan L panjang lereng. Transport tanah oleh hujan, persentase total tanah yang terpercik dan pindah kebawah lereng sebanding dengan persen slope ditambah 50, menurut Ellisen 1944 dalam Morgan, pada kemiringan 10 persen bahwa 75 persen tanah yang terpercik pindah kebawah lereng dan 25 persen keatas lereng (Morgan,1986). Yogama (2007) melakukan penelitian laboratorium dengan hujan buatan dan contoh tanah yang tidak terganggu kemudian disimpan dalam alat catching tray yang berfungsi untuk mengukur erosi percik. Adapun kemiringan dan curah hujan divariasikan sedemikian rupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah curah hujan mengakibatkan jumlah tanah yang terpercik semakin besar dan semakin besar kemiringan dan curah hujan, maka jumlah tanah yang terpercik akan semakin besar.

19 26 Pada kemiringan 30 persen adalah sebesar pada curah hujan pertama. Selanjutnya pada curah hujan kedua, ketiga, keempat dan kelima, masing masing 15.7, , dan dengan rata-rata peningkatan sebesar gram. Peningkatan kemiringan juga jelas terlihat mengakibatkan jumlah tanah terpecik semakin besar. Pada curah hujan /jam adalah sebesar gram. Selanjutnya pada kemiringan 10,20, 30 persen masing masing sebesar 5.117, 8.522, gram dengan rata-rata peningkatan sebesar gram. Semakin besar kemiringan dan curah hujan, maka jumlah tanah yang terpercik akan semakin besar (Yogama, 2007). II.3.4 Vegetasi Pengaruh vegetasi pengaruh penutup tanah terhadap erosimenurut Suripin (2001) adalah sebagai berikut: Vegetasi mampu menangkap atau intersepsi butir air hujan sehingga energi kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Pengaruh intersepsi air hujan oleh tumbuhan penutup pada erosi melalui dua cara yaitu memotong butir air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari dedaunan dan dahan, selain iut menangkap butir hujan dan meminimalkan pengaruh negatif terhadap struktur tanah. Tanaman penutup mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya memotong kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel sedimen. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawahnya. Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Tumbuhan bawah lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan

20 27 program konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman ( tanaman pertanian) diusahakan agar tercipta struktur pelapisan tajuk yang serapat mungkin (Asdak, 1991). Pelindung tanaman mengurangi erosi diteliti oleh Henderson Research Station di Zimbabwe dimana pada periode rata-rata kehilangan tanah tahunan sekitar 4.63 kg/m 2 dibandingkan dengan 0.04 kg/m 2 pada tanah dengan penutup tebal Digitaria. Peran utama dari vegetasi adalah pada intersepsi dari tetesan hujan sehingga energi kinetik dihilangkan oleh tanaman dibandingkan bila langsung ke tanah (Morgan,1986). Efektifitas pelindung tanaman dalam mengurangi erosi bergantung pada ketinggian dan kontinuitas dari kanopi, kerapatan dari pelindung dipermukaan tanah dan kerapatan akar. Ketinggian kanopi sangat penting karena air jatuh dari ketinggian 7 meter dapat melebihi 90 persen dari kecepatan terminal. Lebih lanjut, tetesan hujan yang terintersepsi oleh kanopi dapat bergabung pada daun membentuk tetesan yang lebih besar yang mana lebih erosif. Efek ini diteliti terutama dalam hubungan dengan kanopi hutan, Chapman 1948 dibawah hutan pinus di Amerika serikat, Budiriyanto dan Romdhoni1979 dibawah tegakan hutan Acacia di Indonesia dan Mosley 1982 dibawah hutan di New Zealand, semua menunjukkan bahwa kadang intersepsi oleh kanopi mengurangi volume air hujan yang mencapai permukaan tanah, tetapi tidak secara nyata mengurangi energi kinetik yang mana kadang meningkat bila dibandingkan dengan energi kinetik yang jatuh di tanah terbuka. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah yang besar pada hujan sebagai hasil dari bergabungnya tetesan hujan pada daun-daun (Morgan,1986). Penelitian pada kanopi yang tumbuh lebih rendah lebih sedikit dilakukan. McGregor dan Mutchler 1978 menemukan bahwa kapas mengurangi volume hujan mencapai permukaan tanah tetapi meningkatkan nilai tengah volume ukuran jatuhan dengan tetesan yang lebih besar terekam sebagai tetesan daun dari batas luar tanaman. Jadi ketika energi kinetik dari hujan mengurangi 95 persen dibawah

21 28 kanopi dan 75 persen di keseluruhan, secara lokal meningkatkan antara barisan dimana tetesan-tetesan hujan meningkat. Finney 1984 menunjukkan di penelitian laboratorium bahwa tunas Brussel (dari Family Cabbage), bit gula dan kentang mengurangi volume dari hujan pada permukaan tanah dan energi hujan baik dibawah kanopi maupun dari tetesan-tetesan daun. Tetesan tetesan hujan jatuh secara terus menerus pada tanah yang jenuh di satu titik, dapat menghasilkan lebih banyak pelepasan per unit energi hujan dibanding hujan pada tanah terbuka. Meningkatnya laju pelepasan per unit energi dengan meningkatnya pelindung kanopi dicatat oleh Noble dan Morgan 1983 pada penelitan laboratorium lainnya dibawah tegakan tunas Brussels dimana rata-rata pelepasan tanah pada pelindung kanopi antara 10 hingga 25 persen ternyata sama dengan tanah terbuka.quin dan Laflen 1983 melaporkan bahwa jagung mengurangi energi hujan pada permukaan tanah sekitar 50 persen dibanding di tanah terbuka dan tetesan daun terhitung dapat mencapai 31 persen dibanding energi total yang jatuh. Morgan 1985 menemukan bahwa pelepasan dibawah tegakan jagung dengan 88 persen pelindung kanopi 14 kali lebih besar dibandingkan pada tanah terbuka dengan 100 m/jam dan 2.4 kali lebih besar dengan intensitas 50 mm/jam. Penelitian serupa dibawah tegakan kacang kedelai menunjukkan pengurangan laju pelepasan tanah seiring meningkatnya kanopi, sehingga pada 90 persen pelindung menjadi 0.2 kali pada lahan terbuka dengan intensitas hujan 100m/jam dan 0.6 kali untuk intensitas 50 mm/jam (Morgan,1986). Pelindung tanaman dapat menjadi peran yang penting dalam mengurangi erosi asal saja bagiannya sesuai dengan permukaan tanah. Secara keseluruhan hutan merupakan yang paling efektif tetapi pertumbuhan rumput yang padat dapat sangat efisien. Tanaman pertanian bervariasi sesuai dengan tahap pertumbuhan dan jumlah tanah terbuka terhadap erosi pada masa dewasa. Menurut Fournier 1972, Elwel dan Stocking 1976, untuk perlindungan yang cocok, sekitar 70 persen dari permukaan tanah harus terlindungi, tetapi menurut Shaxon 1981, perlindungan yang memungkinkan dapat dicapai pada perlindungan sekitar 40 persen. Sebagaimana yang disebutkan di depan bahwa pada kondisi tertentu

22 29 perlindung tanaman dapat memperuncing erosi. Ketika menggunakan tanaman sebagai pelindung sebagai pengendalian erosi sangat penting kondisi-kondisi ini secara jelas dimengerti (Morgan,1986). Pengukuran erosi percikan dibawah pohon akasia dan jabon (Anthocephalus Sinensis ) di Jatiluhur (Lembaga ekologi, 1980) dan di talun serta pekarangan (Ambar,1986; Soemarwoto 1984 ) menunjukkan erosi percikan dibawah pohon lebih besar daripada erosi percikan air hujan. Kenaikan erosi disebabkan oleh lebih besarnya volume air lolosan yang mempunyai dua efek yaitu massa air lolosan naik dan kecepatan terminal yang didapatkan oleh tetesan tersebut juga besar, dengan demikian energi kinetik pun makin besar. Percobaan dihutan dengan perlakuan membuang tumbuhan bawah dan seresah menunjukkan bahwa erosi yang terjadi meningkat sebesar 2 hingga 2.5 kali apabila tumbuhan bawah dierosi dan meningkat 40 hingga 140 kali jika tumbuhan bawah dan seresah dibuang. Hal ini menunjukkan dengan jelas peranan perlindungan terhadap erosi terutama dilakukan oleh seresah dan oleh tumbuhan bawah. Tabel II.5 Pengaruh seresah dan tumbuhan penutup tanah terhadap erosi No. Macam penutup tanah Hutan Akasia Hutan Campuran kg/petak * kg/m 2 /th ** 1 Seresah dan penutup tanah Hanya seresah tanpa penutup tanah Tanpa seresah tanpa penutup tanah Sumber : * Lembaga Ekologi, 78/79, ** Coster, 1938, dalam Soemarwotto (1991) Menurut Soemarwotto (1991) erosi itu disebabkan oleh kombinasi tekanan penduduk yang besar dan cara bercocok tanam yang kurang baik. Penghijauan dengan pohon-pohon yang tidak membentuk tajuk yang berlapis dan seresah serta tanpa adanya tumbuhan penutup tanah tidak akan efektif dalam melindungi tanah terhadap erosi bahkan memperbesar. Sistem sawah sangat efektif untuk mencegah erosi, karena dengan dibentuknya petak-petak sawah akan mendorong dibuatnya

23 30 sengkedan untuk sawah. Sistem pekarangan dan talun efektif juga dalam mengurangi erosi. Pekarangan terdapat didalam daerah pemukiman sedangkan talun terdapat di luar pemukiman. II.4 Erosi yang Diijinkan Erosi merupakan proses alamiah yang tidak bisa dihilangkan, khususnya lahanlahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum, yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Hal ini penting dilakukan pada lahan lahan pertanian untuk membatasi tanah yang hilang, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan. Laju kehilangan tanah dapat diukur sedangkan laju pembentukan tanah yang berlangsung sangat lambat tidak mudah ditentukan. Menurut Buol, Hole dan McCracken 1973 dalam Suripin (2001) laju pembentukan tanah di seluruh muka bumi berkisar antara 0,01 sampai 7,7 mm/tahun. Laju yang sangat cepat merupakan perkecualian, karena rata-rata laju pembentukannya adalah 0,2 mm/tahun. Laju pembentukan tanah sebesar 0,1 mm/tahun setara dengan 0.12 kg/m 2 /tahun atau 1.2 ton /ha/tahun. Dalam kaitannya dengan laju erosi, Hudson 1976 menyarankan besarnya erosi maksimum yang masih dibiarkan berkisar antara ton/ha/tahun terutama untuk tanah-tanah di Amerika Serikat. Tanah tanah di Afrika tengah besarnya erosi maksimum yang masih dapat dibiarkan untuk tanah berpasir sebesar 10 ton/ha/tahun, dan untuk tanah liat sebesar 12.5 ton/ha/tahun.

24 31 Tabel II.6 Batas maksimum laju erosi yang dapat diterima untuk berbagai macam kondisi tanah. Kondisi tanah Laju erosi ( kg/m 2 /th) Sumber Skala makro (misal DAS) 0.2 Morgan (1980) Skala meso (misal lahan pertanian) Tanah berlempung tebal dna subur (Mid- West,USA) Wischemeier & Smith 1978 Tanah dangkal yang mudah tererosi Hudson (1971) Smith & Stamey (1965) Tanah berlempung tebal, yang berasal dari Hudson (1971) endapan vulkanik Tanah yang mempunyai kedalaman : 0 25 cm 0.2 Arnoldus (1977) cm cm cm > 150 cm Tanah tropika yang sangat mudah tererosi 2.5 Morgan (1980) Skala Mikro (misal DAS terbangun) 2.5 Morgan (1980) Tanah dangkal diatas batuan Tanah dalam diatas batuan Tanah lapisan dalam padat diatas batuan lunak Homson (1957) Tanah dengan permeabilitas lambat diatas Suwardjo, dkk 1975 batuan lunak Tanah yang permeabel diatas batuan lunak Sumber : Suripin, II.5 Prediksi Erosi Sejumlah metode prediksi erosi lahan dan sedimen yield telah banyak dikembangkan. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dikembangkan oleh Wischeimer dan Smith (1978) merupakan metode yang digunakan untuk memprediksi erosi dari plot penelitian, metode AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model) oleh Young (1989) metode WEPP (Water Erosion Prediction Project) oleh Lane dan Nearing (1989), Metode MMF (Morgan-

25 32 Morgan-Finney) oleh R.P.C. Morgan, D.D.V. Morgan dan Finney (1982). Metode metode yang telah dikembangkan merupakan model empiris (parametrik) yang dikembangkan berdasarkan proses hidrologi dan fisis yang terjadi selama peristiwa erosi dan pengangkutannya dari DAS ke titik yang ditinjau (Suripin, 2001). Wischeimer dan Smith (Foth, 1995) membuat rumus dugaan besarnya erosi sebagai berikut : A = R K L S C P...(II.12) Dimana A adalah besarnya dugaan erosi dihitung per unit area (ton/are), R adalah faktor curah hujan merupakan jumlah unit indeks erosi pada hujan tahunan normal. Indeks erosi adalah suatu ukuran dari gaya mengikis curah hujan tertentu, K adalah faktor erodibilitas tanah yaitu laju erosi per unit indek erosi untuk tanah tertentu dengan pengolahan tanah yang dibajak dan dengan kemiringan 9 persen. L adalah faktor panjang lereng merupakan rasio hilangnya tanah dari panjang lereng lapang terhadap hal yang sama pada 72,6 feet pada tipe dan kemiringan tanah yang sama, S adalah faktor kemiringan lereng yaitu adalah rasio hilangnya tanah pada kemiringan lapang terhadap kemiringan 9 persen dan P adalah faktor tindakan konservasi tanah. II.5.1 Indeks erosivitas hujan (R) Faktor curah hujan merupakan ukuran gaya mengikis curah hujan tertentu. Gaya mengikis yang tersedia dihubungkan dengan kuantitas maupun intensitas curah hujan. Curah hujan atau faktor R adalah jumlah energi kinetik dilipatkan dengan intesitas maksimum dalam waktu 30 menit untuk setiap hujan lebat selama tahun yang bersangkutan. R dihitung dengan rumus : (EI30) R = dan E = log I...(II.13) 100

26 33 Dimana : R = indeks erosivitas hujan; E = energi kinetis hujan (ton m.ha -1 cm hujan -1 ); I = intensitas hujan (cm/jam), dan I 30 = intensitas tertinggi selam 30 menit (cm.jam -1 ). Bols menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di pulau jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun untuk menghitung erosivitas hujan tahunan dalam hubungannya dengan erosi alur dalam jangka lama dari lahan berlereng antara 3-20%, menggunakan rumus : EI 1,21 0,47 0, ,119 (R) (H) (R m) =...(II.14) Dimana : EI 30 = indeks erosivitas hujan bulanan rata-rata; R = curah hujan ratarata bulanan (cm); H = jumlah hari hujan rata-rata bulanan (hari); R m = curah hujan maksimum 24 jam bulanan (cm). Asdak (2001) mengungkapkan rumus yang digunakan oleh Lenvain (1989) untuk menentukan faktor R atau indeks erosivitas yang didasarkan pada kajian erosivitas hujan dengan menggunakan data curah hujan dari beberapa tempat di pulau jawa. 1,36 R = 2,21P...(II.15) Abdurachman (1989) menggunakan data hujan dan data erosi dari sembilan stasiun selama 3 sampai 8 tahun pengamatan menemukan indeks erosivitas hujan yang dihitung dengan rumus : 2,263 0,678 ( Q Pm ) 0,349 ( 40,056 D ) RE =...(II.16) Dimana : RE = rata rata indeks erosivitas hujan (unit /bulan); Q = rata rata jumlah hujan bulanan (cm/bulan); P m = rata rata curah hujan maksimum per hari (cm ) D = rata rata jumlah hari hujan per bulan. Pada tempat tempat tertentu di pulau Jawa untuk mendapatkan nilai R dapat diperoleh dari Peta Erosivitas hujan. Peta tersebut umumnya telah dibuat untuk

27 34 DAS DAS utama di pulau Jawa, antara lain, DAS Cimanuk, DAS Citarum, DAS Brantas (Asdak, 2001). Faktor energi erosifitas atau Rr merupakan jumlah erosi akibat hujan untuk semua hujan selama perioda prediksi. Untuk hujan tunggal Novotny (1981) mendefinisikan sebagai : [( log Xi) Di]I Rr = +...(II.17) Dimana : i= Hyterograph hujan per interval waktu Di = Hujan selama waktu interval (cm) I = Intensitas hujan 30 menit maksimal dari hujan. Xi = Intensitas hujan (cm/hr) Baik erosifitas hujan maupun penghancuran partikel tanah oleh limpasan air permukaan berkontribusi pada kehilangan tanah. Oleh karena itu faktor hujan R harus memasukkan efek dari limpasan air permukaan. R + 1/3 = a Rr b c Q q...(ii.18) Dimana : a dan b = parameter pemberat, weighting parameter (a+b = 1) c = Koefisien persamaan Q = Volume runoff (cm) q = Maksimum runoff rate (cm/hr) Faktor parameter pemberat merupakan perbandingan antara jumlah erosi yang disebabkan hujan dan runoff dalam kondisi satuan. Disarankan bahwa pelepasan partikel tanah oleh runoff dan energi erosivitas hujan dibagi sama (a = b = 0.5). Koefisien persamaan c dalam Satuan Internasional sekitar Dengan mensubtitusi nilai untuk a, b, c kedalam persamaan USLE, maka faktor hujan R menjadi :

28 35 R + 1/3 = 0.5 Rr 7.5 Q q...(ii.19) II.5.2 Erodibilitas tanah (K) Faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi erodibilitas adalah yang mempengaruhi tingkat infiltrasi, permeabilitas dan total kapasitas air; dan yang menahan penghamburan, percikan, kikisan dan gaya mengangkut curah hujan dan aliran permukaan. Percobaan untuk menentukan faktor erodibilitas dilakukan pada tahun 1930 pada 23 petak tanah utama dengan petak 72,6 feet pada kemiringan 9 persen dipertahankan dengan pemberaan, dengan pengolahan seluruhnya menurut panjang lereng, ditentukan dan dibagi menurut faktor curah hujan. Wischmeier (1971) dalam Asdak (2001) mengembangkan persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti disebut dibawah ini: K = 2, ( 12 OM) M 1,14 2,5 (P - 3) + 3,25 (S - 2) +...(II.20) 100 K = erodibilitas tanah ; OM = persen unsur organik ; S = kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy, massive dan lain lain ) ; P = permeabilitas tanah, dan M = persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) (100 - % liat). Tabel II.7 berikut menunjukkan nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah yang telah ditentukan. Nilai erodibilitas tanah dapat diperoleh dengan menggunakan Nomograf dan rumus rumus tertentu. Nomograf erosi tanah ditunjukkan pada Gambar II.1, digunakan untuk menentukan nilai faktor erodibilitas tanah dengan menggunakan 5 parameter tanah. Parameter itu adalah persen lanau + persen pasir halus, yang memiliki fraksi 0.05 hingga 0.1 mm, persen pasir > 0.1 mm, persen bahan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

1/3/2017 PROSES EROSI

1/3/2017 PROSES EROSI PROSES EROSI 1 Mengapa Erosi terjadi? Ini sangat tergantung pada daya kesetimbangan antara air hujan (atau limpasan) dengan tanah. Air hujan dan runoff befungsi sebagai transport. Jika tenaga yang berlaku

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI

PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI BAB I. PENDAHULUAN ; MASALAH EROSI DI INDONESIA DAN SIKLUS HIDROLOGI TIK : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan mengerti mengenai kontrak perkuliahan TPTA dan mengerti masalah yang ditimbulkan erosi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi dan bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement.

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement. PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODA USLE PADA DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DAERAH JALUR LINTAS BENGKULU-KEPAHIANG Yeza Febriani Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan sumber kehidupan manusia dan sebagai pendukung kelangsungan hidup manusia sekaligus merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

2.1.1 Pengertian Erosi Tanah

2.1.1 Pengertian Erosi Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Erosi Tanah 2.1.1 Pengertian Erosi Tanah Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu Tanah (

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada ketinggian antara 500 900 m. dpl, dengan suhu maksimum 30 derajat

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia hidup tergantung dari tanah dan sampai keadaan tertentu tanah yang baik itu juga tergantung dari manusia. Pengelolaan tanah yang kurang baik bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya erosive transport agent seperti air dan angin Pada daerah beriklim tropika. gleytser kurang begitu dominan (Nursa ban, 2006).

TINJAUAN PUSTAKA. adanya erosive transport agent seperti air dan angin Pada daerah beriklim tropika. gleytser kurang begitu dominan (Nursa ban, 2006). TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi menggambarkan pelapukan yang terjadi dipermukaan tanah yang bersifat merusak. Meskipun tidak selamanya erosi yang terjadi dapat menimbulkan kerugian. Pada prinsipnya erosi

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Analisis Hidrologi 1. Curah Hujan Wilayah Curah hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Setelah dilakukan survey diperoleh 13 titik lokasi longsor dengan lokasi disajikan pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) 2.1.1 Data Umum DAS Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi, air juga merupakan kebutuhan dasar manusian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

ISBN BUKU AJAR TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR

ISBN BUKU AJAR TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR ISBN 978 602 9234 02 2 BUKU AJAR TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR D Diissuussuunn oolleehh :: Nurpilihan Bafdal Kharistya Amaru Edy Suryadi PPE EN NE ER RB BIIT T :: JJU ME EN N IIN ND DU USST TR RII PPE

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik (Arsyad, 1989).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi dan Akibatnya 1. Sifat dan Fungsi Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup (Suripin, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup (Suripin, 2002). TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi ini dapat menyebabkan merosotnya

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Kajian Geografi. a. Pengertian Geografi. Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa yang terjadi di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR Harjuni Hasan 1*, Rinto Syahreza Pahlevi 1 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci