BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk biologis senantiasa menjalankan serta mempertahankan kehidupannya. Dalam menjalankan serta mempertahankan kehidupannya, manusia cenderung menjaga kesehatannya dari berbagai penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Kesehatan merupakan bagian penting dari kehidupan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor sosial, faktor budaya, dan ekonomi di samping biologi dan lingkungan (WHO, 1992:16). Bila penyakit sudah diderita maka manusia mencari upaya penyembuhan. Penyembuhan terhadap suatu penyakit di dalam sebuah masyarakat dilakukan dengan cara-cara yang berlaku di dalam masyarakat tersebut atau sesuai dengan kepercayaan masyarakat tersebut. Ketika manusia menghadapi masalahmasalah di dalam hidup, diantaranya sakit, maka manusia tersebut berusaha untuk mencari obat bagi penyembuh penyakit itu. Seorang yang sakit beserta keluarganya akan berusaha mencari obat dengan berbagai cara untuk kesembuhan penyakitnya tersebut (Hastuti, 2006: 1). Bukan hanya pengalaman, faktor sosial budaya dan faktor ekonomi yang mendorong seseorang mencari pengobatan, namun juga organisasi sistem pelayanan kesehatan, baik modern maupun tradisional, sangat menentukan dan berpengaruh terhadap perilaku mencari pengobatan (Lumenta, 1989: 87-88). Secara umum, sistem medis dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: sistem medis ilmiah yang merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan (terutama dalam dunia Barat) dan sistem medis tradisional yang hidup aneka warna kebudayaan-kebudayaan manusia (Kalangie,1976:15). Pengobatan modern adalah pengobatan yang dilakukan secara ilmiah (Samsunjaya, 2007: 1). Pengobatan tradisional merupakan suatu sistem pengobatan yang (pengetahuan) pada pengalaman dan keterampilan turun temurun (Handoko, 2008: xxxii).

2 2 Menurut UU RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pengobatan tradisional diartikan sebagai salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, mencakup cara (metoda), obat dan pengobatanya yang mengacu kepada pengetahuan, dan keterampilan turun temurun baik yang asli maupun yang berasal dari luar Indonesia dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 halaman 2 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, menyatakan bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Di Indonesia, obat dan pengobatan tradisional sudah ada sejak berabadabad yang lalu, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal masyarakat. Hal ini didukung oleh kondisi bangsa Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan beragam suku bangsa serta tersedianya flora dan fauna yang sedemikian banyak jumlahnya. Pengobatan seperti ini merupakan salah satu upaya yang digunakan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Pengobatan tradisional pada saat ini merupakan salah satu pengobatan alternatif yang hingga kini makin diminati oleh masyarakat, terlebih lagi dengan kesadaran untuk kembali ke alam atau Back to Nature (Nafisah, 2000: dalam Lestari, 2004:2). Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional terdapat dan dikenal di Indonesia. Hal ini sesuai dengan keanekaragaman susunan masyarakat yang ada (Agoes, 1992: 61), yaitu : 1. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat: Pengobatan tradisional dengan ramuan asli Indonesia; Pengobatan tradisional dengan ramuan obat Cina; Pengobatan tradisional dengan ramuan obat India. 2. Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan: Pengobatan tradisional atas dasar kepercayaan;

3 3 Pengobatan tradisional atas dasar agama; Pengobatan dengan dasar getaran magnetis. 3. Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan: Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa (Daun Arthemesia vulgaris yang dikeringkan); Pengobatan tradisional urut pijat; Pengobatan tradisional patah tulang; Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras); Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul. 4. Pengobatan tradisional yang telah mendapat pengarahan dan pengaturan pemerintah: Dukun beranak; Tukang gigi tradisional. Melalui praktek-praktek perdukunan yang berbeda satu sama lain, terjadi interaksi yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan sosial, khususnya perubahan sosial dalam bidang kesehatan dan lebih khusus lagi yang menyangkut bagaimana corak praktek-praktek perdukunan dikemudian hari (Sobary, 2003: 141). Menurut Boedhihartono, pengobat tradisional dapat dikelompokkan berdasarkan kekhususannya antara lain: dukun bayi, dukun pijet, dukun sangkal putung (dukun patah tulang), dukun jamu, dukun ramal, dukun pawang, dukun sunat, dukun suwuk dan dukun sembur, dukun jiwa, dukun sihir (dukun pelet, dukun santet, dukun tuji, dukun klenik, dukun tenung), dan dukun susuk (Boedhihartono. et al, 1982: 23-24). Dukun patah tulang merupakan suatu bentuk pengobatan tradisional yang masih cukup banyak dipakai oleh penderita sebagai alternatif terhadap cara pengobatan yang diberikan oleh ilmu kedokteran (Mangunsudirdjo, 1992: 76) Patah tulang menurut ilmu kedokteran adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang, yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang mendadak. Patahan tadi mungkin lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan bagian tipis dari luar tulang, biasanya patahan itu lengkap dan fragmennya bergeser dari posisinya. Kalau kulit di atasnya robek atau

4 4 berhubungan dengan bagian tulang yang patah, disebut patah tulang terbuka yang cenderung mengalami infeksi (Hasan, 2002: 3). Patah tulang pada garis besarnya ada dua jenis, yakni pertama patah tulang tertutup, artinya tulang tidak sampai mencuat keluar menembus jaringan kulit, dan yang kedua patah tulang terbuka, yakni tulang menembus jaringan kulit sehingga tulang yang patah itu terlihat (Machfoedz, 2005: 72). Tujuan umum dari penanganan patah tulang (fraktur) adalah mengusahakan penyembuhan tulang dalam posisi dimana tidak ada kelainan fungsional, dan patah tulang umumnya akan sembuh bila dilakukan reposisi yang adekuat dan fiksasi yang memadai. Cara pengobatan yang diberikan yakni mengusahakan reposisi dengan cara mengurut dan fiksasi dengan karton atau kayu (Mangunsudirdjo, 1992: 82). Pengobatan tradisional patah tulang bukanlah suatu hal yang baru untuk dibahas, seperti yang sudah dilakukan oleh Muhastiningsih dalam penelitiannya mengenai tinjauan terhadap peran serta dukun patah tulang dalam program upaya kesehatan tradisional di desa Cimande, Kecamatan Caringin Bogor, memaparkan bahwa lima belas (100%) dukun patah tulang berjenis kelamin laki-laki. Tiga (20,01%) orang berusia antara 35-44tahun; lima (33,33%) orang berusia antara tahun; dan tujuh (46.66%) orang berusia lebih dari 55 tahun. Tiga belas orang bekerja sebagai petani dan dua orang berdagang. Tiga orang bepengalaman 3-5 tahun menjadi dukun patah tulang, tiga orang berpengalman 6-10 tahun menjadi dukun patah tulang, dan sembilan orang berpengalaman lebih dari 10 tahun menjadi dukun patah tulang. Berdasarkan pendidikan terakhir dukun patah tulang: satu orang tidak sekolah, dua belas orang SD, satu orang SMP, dan satu orang SMA (Muhastingingsih, 1990: 47-48). Pada umumnya kegiatan pelayanan dukun patah tulang didesa Cimande adalah pengobatan patah tulang, kegiatan rujukan dan pemberian nasehat dalam rangka penyembuhan patah tulang. Kegiatan pemberian nasehat yang diberikan kepada pasien sebagian besar adalah menyangkut perawatan patah tulang, pantang makan karena itu peranan dukun dalam menunjang penyuluhan kesehatan tradisional lebih banyak ditujukan kepada upaya peningkatan kesehatan penelitian patah tulang yang selanjutnya memberikan dampak terhadap penurunan angka kesakitan dan kecacatan (Muhastiningsih, 1990: 87).

5 5 Mulyono Notosiswoyo dalam tesisnya yang berjudul Pengobatan Tradisional Patah Tulang Cimande, ia meneliti tentang mengapa dan bagaimana pengobatan tradisional patah tulang dapat bertahan sebagai suatu profesi dan pelayanan pengobatan pada masyarakat Indonesia (1995: 8). Dalam tulisannya, ia menjelaskan bahwa masyarakat masih mempercayai adanya kekuatan supernatural yang dimiliki oleh dukun patah tulang tersebut beserta do a dan minyaknya. Selain itu kharisma yang tadinya dimiliki oleh gurunya atau orang tuanya ikut mendukung pengakuan masyarakat terhadap kemampuan mereka mengobati patah tulang dan sejenisnya (Notosiswoyo, 1995: 130). Purnawati memaparkan dalam penelitiannya mengenai peran serta dukun patah tulang dalam menunjang program upaya kesehatan tradisional di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali, bahwa dari sebelas dukun patah tulang, dua orang berusia tahun, enam orang berusia tahun, dan tiga orang berusia diatas 65 tahun, serta sebelas orang tersebut berpengalaman lebih dari sepuluh tahun menjadi dukun patah tulang (Purnawati, 2000: 71-78). Dari beberapa hasil penelitian tentang pengobat tradisional patah tulang yang dilakukan di Yogyakarta, di Kabupaten Sidoarjo dan Pasuruan, di Kabupaten Minahasa dan di Kabupaten Barru, dapat dikemukakan bahwa jenis kelamin para pengobat tradisional adalah laki-laki dan perempuan. Umur mereka dari 25 tahun sampai 61 tahun. Dengan mengacu pada umur tersebut nampaknya mereka yang melakukan pengobatan tradisional patah tulang bukan hanya mereka yang masih usia produktif, tetapi juga yang sudah usia manula (manusia lanjut usia). Pada umumnya mereka sudah berpraktek cukup lama, rata-rata antara lima sampai dua puluh tahun, meskipun ada yang kurang dari lima tahun, dan ada juga yang sudah berpraktek lebih dari 25 tahun. Profesi sebagai pengobat tradisional patah tulang pada umumnya bukan merupakan satu-satunya profesi yang dijalankannya. Mereka ada juga yang berprofesi lain misalnya sebagai petani, tukang kayu, bahkan ada yang berprofesi sebagai kepala dusun. Tingkat pendidikan mereka cukup bervariasi dari yang berpendidikan sekolah dasar tidak tamat sampai dengan yang berpendidikan tinggi. Namun sebagian besar mereka adalah berpendidikan SD dan SLTP (Notosiswoyo, dkk., 2001: 17).

6 6 Prinsip praktek pengobatan tradisional patah tulang mencakup pemberian sugesti atau penguatan psikis, reposisi, relaksasi, dan fiksasi. Sugesti dilakukan dengan cara memberi minum air yang sudah diberi doa -do a dan dimotivasi. Tetapi adakalanya diberi benda tertentu yang bersifat spiritual. Setelah diketahui jenis patah tulangnya, kemudian dilakukan reposisi dengan cara tekan dan urut menggunakan minyak. Untuk mengetahui apakah tulang yang patah sudah kembali pada posisi semula, pengobat tradisional memanfaatkan getaran panas dan dingin yang dapat dirasakan lewat perabaan tangannya, setelah reposisi dilakukan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot yang tegang, dengan cara membasuh air hangat. Selanjutnya dilakukan fiksasi yang bertujuan agar tulang yang telah direposisi tidak berubah lagi posisinya. Sebelum fiksasi dilakukan pada beberapa bagian sekitar daerah yang cidera diberi minyak ramuan khusus yang bersifat menghangatkan dan ditaburi talk (bedak) untuk menghindari lecet kulit. Alat untuk fiksasi biasanya digunakan bambu atau kayu dengan kapas atau kain bersih/perban. Bagi penderita patah tulang dengan luka terbuka, biasanya langsung dirujuk ke Rumah Sakit setelah dilakukan reposisi (Notosiswoyo, dkk., 2001: 21). Jasa pengobatan pijat urut atau bengkel tulang tradisional kerap menjadi pilihan sebagian masyarakat untuk memperbaiki kasus patah tulang (fraktur) atau penyambungan tulang 1. Salah satu bengkel patah tulang yaitu Yayasan Pengobatan Patah Tulang Guru Singa. Pengobatan tradisional yang didirikan oleh Prof(HC). DR(HC). Ngulih Rusli Guru Singa ini menggunakan metode pengobatan yang menarik 2 yaitu dengan menerapkan teknik Traksi Luar (daya cengkram) lalu dibaluri oleh minyak dan sop khusus ramuan tradisional lalu diimmobilisasi (diistirahatkan) 3. Pengobatan patah tulang Guru Singa berlokasi di daerah Pondok Kelapa Jakarta Timur dengan melibatkan pihak-pihak diantaranya yaitu pengobat, pasien, dan keluarga pasien. Pengobat melakukan pengobatan kepada pasiennya disertai dengan perbincangan mengenai pengobatan maupun bukan pengobatan. Di dalam perbincangan tersebut, adanya informasi yang disampaikan pengobat kepada pasiennya pada saat pengobatan berlangsung

7 7 1.2 Permasalahan Penelitian Proses penyampaian informasi dari ahli kepada pasien mempengaruhi kualitas pelayanan maupun hasil pengobatan (Sciortino, 1999: 74). Suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh disebut sebagai sistem perawatan kesehatan. Fungsi yang terwujudkan dari suatu sistem perawatan kesehatan adalah untuk memobilisasi sumber-sumber daya si pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya, untuk menyertakan mereka dalam mengatasi masalah tersebut (Foster dan Anderson, 1986: 46). Berdasarkan pengamatan awal yang tertulis di paragraf di atas, penulis melihat Pengobatan Patah Tulang Guru Singa sebagai suatu sistem perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan tersebut diminati masyarakat untuk berobat patah tulang yang di dalamnya berisi interaksi antara pihak pengobat dan pihak pasien. Oleh sebab itu penulis ingin mengkaji hal tersebut lebih dalam. Berikut Pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana proses pengobatan di pengobatan patah tulang Guru Singa? 2. Apa yang melatarbelakangi pasien memilih pengobatan di pengobatan patah tulang Guru Singa? 3. Bagaimana interaksi yang terjadi antara pengobat, pasien dan keluarga pasien di pengobat patah tulang Guru Singa? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui proses pengobatan di pengobatan patah tulang Guru Singa 2. Mengetahui latarbelakang pasien memilih pengobatan patah tulang Guru Singa 3. Mengetahui interaksi yang terjadi antara pengobat, pasien dan keluarga pasien di pengobatan patah tulang Guru Singa. 1.4 Signifikansi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis dan akademis. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan sumbangan bagi kajian ilmu sosial khususnya Antropologi medis mengenai pengobatan tradisional patah tulang. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai salah satu pengobatan tradisional patah tulang sebagai suatu sistem perawatan kesehatan yang melibatkan interaksi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatannya.

8 8 1.5 Kerangka Konsep Sistem medis adalah suatu bagian atau unsur yang ada pada setiap kebudayaan. Sistem medis menurut Dunn (1976: 135 dalam Foster dan Anderson, 1986:41) adalah pola-pola dari pranata-pranata sosial dan tradisi-tradisi budaya yang menyangkut prilaku yang sengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku khusus tersebut belum tentu kesehatan yang baik. Saunders (1954: 7 dalam Foster dan Anderson, 1986: 44) menyatakan bahwa sistem medis adalah suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, normanorma, nilai-nilai, ideologi, sikap, adat istiadat, upacara-upacara dan lambanglambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu. Menurut Foster dan Anderson (1986: 45) sistem medis mencakup semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggotaanggota kelompok yang mendukung sistem tersebut. Sistem medis dapat dipecah ke dalam paling sedikit dua kategori besar, yaitu suatu sistem teori penyakit dan sistem perawatan kesehatan. Suatu sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh para dokter. Sebaliknya, suatu sistem perawatan kesehatan memperhatikan cara-cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat orang sakit dan untuk memanfaatkan pengetahuan tentang penyakit untuk menolong si pasien. Suatu sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh. Fungsi yang terwujudkan dari suatu sistem perawatan kesehatan adalah untuk memobilisasi sumber-sumber daya si pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya, untuk menyertakan mereka dalam mengatasi masalah tersebut (Foster dan Anderson, 1986: 46). Keluarga dalam pengertian antropologi adalah satu jenis kelompok kekerabatan, atau kingroup. Antara anggota keluarga terjalin hubungan kekerabatan (kinship). Hukum pertemanan, prinsip solidaritas, saling bantu, saling merasakan, dan seterusnya. Inilah inti dari hubungan kekeluargaan. Semangat kekeluargaan adalah semangat atau nilai dalam hubungan sosial antara sesama

9 9 anggota keluarga; semangat persaudaraan; solidaritas antara sesama kerabat; semangat kolektivisme; dan semangat komunalisme (Marzali, 2005: ). Perilaku untuk meningkatkan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh individu yang bersangkutan, melainkan juga oleh orang lain atau kerabat tempat mereka berinteraksi. Setiap individu sebagai anggota masyarakat tentu mempunyai peranan. Dengan memiliki peranan, maka mereka juga memiliki hakhak tertentu serta mengharapkan bentuk-bentuk tingkah laku tertentu terhadap siapa mereka berinteraksi (Dyson, 1987: 8). Hubungan antara dokter dan pasien, serta antara dokter dan perawat berupa hubungan-hubungan identitas; perilaku yang tepat antara orang-orang dalam berbagai kapasitas ini adalah hubungan peran (identitas berfokus pada kapasitas, peran menjelaskan perilaku yang tepat bagi seorang pelaku dalam kapasitas tertentu) (Keesing, 1992: 74). Peranan dokter dan peranan pasien, seperti halnya peranan-peranan lain, saling melengkapi dan saling tergantung; yang satu membutuhkan yang lainnya. Tanpa pasien tak akan ada peranan dokter, dan sebaliknya, tanpa dokter tidak ada peranan pasien. Namun di luar ketergantungan itu, kedua peranan itu ditandai oleh ciri-ciri yang sangat berbeda, yang dapat dianalisis dalam rangka empat pasang dimensi dasar: terbatasuniversal, permanen-temporer, atasan-bawahan, sukarela-nonsukarela (Foster dan Anderson, 1986: 123). Peranan penyembuh tidak otoriter. Penyembuh boleh menyarankan namun tidak boleh mendikte. Saran pengobatan boleh diikuti hanya apabila ada pengesahan dari anggota yang berpengaruh dalam kelompok sosial si pasien (Clark, 1959: 213 dalam Foster dan Anderson, 1986: 124). Dalam sistem pelayanan perawatan kesehatan, Foster dan Anderson menemukan ciri-ciri persamaan dalam premis-premis profesional, citra diri dan bentuk-bentuk hubungan dengan publik, tanpa memandang asumsi-asumsi kausatif yang mungkin melatar-belakangi sistem tersebut. Dipandang dari perspektif lintas-budaya, para dokter menunjukkan ciri-ciri yang sama dalam hal spesialisasi, seleksi dan pendidikan, perasaan citra keprofesionalan, harapan akan pembayaran, dan keyakinan akan kekuatan mereka (Foster dan Anderson, 1986: 124). Gambaran stereotip dari penyembuh tradisional yaitu orang yang bijaksana dan terampil, yang tidak hanya mengenal pasiennya saja tetapi juga keluarganya,

10 10 yang sadar akan ketegangan-ketegangan pribadi maupun sosial dari kehidupan pasien, yang melihat kesembuhan dari stres antar pribadi sebagai hal yang penting bagi penyembuhan gejala-gejala fisik (Foster dan Anderson, 1986: 294). Sistem perawatan kesehatan mengintegrasikan komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan yang mencakup pengetahuan dan kepercayaan tentang alasan pemilihan, penilaian perawatan, kedudukan dan peranan, kekuasaan, latar interaksi, pranata-pranata, dan jenis-jenis sumber serta praktisi perawat yang tersedia (Kalangie, 1994: 25). Strategi-strategi yang mendasari proses-proses pengambilan keputusan dalam mencari perawatan kesehatan disebut hierarki sarana (pengobatan) dalam praktek penyembuhan (Schwartz 1969 dalam Foster dan Anderson, 1986: 293). Cara-cara bagaimana masyarakat menyusun hierarki sarana pribadi mereka sendiri dan faktor-faktor yang masuk dalam perhitungan mereka banyak memberi penjelasan kepada kita tentang bagaimana bentuk-bentuk pengobatan ilmiah dan pengobatan alternatif baru (dan terutama pengobatan di perkotaan) telah sangat terdesak praktek pengobatan tradisional (Foster dan Anderson, 1986: 293). Perilaku pencarian pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007: ) terdiri dari: (1) tidak bertindak apa-apa atau tidak melakukan kegiatan apaapa (no action); (2) tindakan mengobati sendiri (self treatment); (3) mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy); (4) mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop); (5) mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit dan; (6) mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine). Menurut Notosiswoyo (1995: ) dalam hasil penelitiannya mengenai pengobatan tradisional patah tulang Cimande, pengobatan tradisional patah tulang masih diminati oleh masyarakat (para penderita trauma tulang) karena faktorfaktor berikut:

11 11 (1) faktor sosial, yaitu: a. pasien berada pada posisi yang tidak kuasa, dan penyandang dana atau penabrak pada posisi yang lebih kuasa maka pasien pasrah dibawa berobat kemanapun; b. adanya keterbatasan dalam interaksi sosial sehingga tidak dapat menentukan pilihan tempat pengobatan c. adanya komunikasi yang akrab dengan istilah yang mudah dimengerti oleh pasien dan dukun. (2) faktor budaya, yaitu: a. kedua pihak sama-sama meyakini adanya kekuatan supranatural yang ada pada minyak Cimande dan kemampuan yang dimiliki oleh dukun patah tulang; b. adanya rasa takut diamputasi atau dipotong kalau berobat ke rumah sakit. (3) faktor ekonomi, yaitu: adanya biaya relatif murah dengan pembayaran tanpa uang muka dan dapat dicicil (4) faktor psikologis, yaitu: a. kenyamanan dalam proses pengobatan misalnya dalam pengobatan ini daerah yang patah tidak di gips; b. pasien dapat dikunjungi dan ditunggui setiap waktu sehingga tidak merasa dikucilkan dari keluarganya; c. stereotips negatif terhadap pengobatan rumah sakit (5) alasan kepraktisan, yaitu: pasien langsung dapat segera diobati dan dirawat tanpa melalui prosedur bermacam-macam yang kadang-kadang berbelit. Secara universal ada kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia untuk dapat hidup sebagai manusia, seperti kebutuhan primer, skunder, dan tertier. Manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, yaitu memanfaatkan sumbersumber daya yang ada dalam lingkungan hidupnya, menjadi energi dalam dan bagi kehidupannya dengan menggunakaan kebudayaan (Suparlan, 2004: 220). Kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat adalah perangkat-

12 12 perangkat acuan yang berlaku umum dan menyeluruh untuk menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup para warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Kebudayaan dengan demikian dilihat sebagai perangkat-perangkat pengetahuan dan keyakinan-keyakinan yang dimilki pendukung kebudayaan tersebut. Perangkat-perangkat pengetahun dan keyakinankeyakinan tersebut dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri atas satuan-satuan yang berbeda-beda serta bertingkat-tingkat yang fungsional hubungannya satu sama lainnya secara keseluruhan (Suparlan, 1995: 4). Para ahli perilaku umumnya memandang rumah sakit sebagai suatu masyarakat kecil dengan kebudayaannya sendiri. Rumah sakit sebagaimana dengan masyarakat kecil, dapat dipandang memiliki kebudayaan. Nampak jelas adanya dua subkebudayaan yang dasar, yakni kebudayaan pasien atau penghuni dan kebudayaan profesional atau staf dari semua yang bekerja di sebuah rumah sakit. Berdasarkan model komuniti kecil dengan garis-garis otoritas dan interaksi perananlah maka analisisanalisis tentang rumah-rumah sakit itu dilakukan (Foster dan Anderson, 1986: ). 1.6 Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pada pendekatan kualitatif, peneliti berhubungan dengan yang diteliti, hubungan ini dalam bentuk tinggal bersama atau mengamati informan dalam periode waktu lama, atau kerja sama nyata. Ringkasnya, peneliti berusaha meminimalkan jarak antara dirinya dan yang diteliti (Creswell, 2002: 5). Penelitan kuantitatif menjadi tidak tepat atau dirasa kurang tepat digunakan bila ingin memahami kehidupan sosial secara rinci karena alasan-alasan seperti: (1) kehidupan sosial yang diteliti sangat kompleks; (2) hasil penelitian tidak memuaskan karena banyak hal yang belum dapat dijelaskan oleh hasil penelitian tersebut. Dalam situasi seperti ini maka metode penelitan kualitatif dapat dikatakan lebih memadai untuk diterapkan (Hendrarso, 2006: ).

13 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu membuat sesuatu yang kompleks dapat dimengerti dengan menguraikan menjadi komponen-komponen (Sabarguna, 2006: 71). Penelitian yang bersifat deskriptif, memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu (Tan, 1991: 30). Penulis menjelaskan yang terjadi di Pengobatan Patah Tulang Guru Singa dalam hal proses pengobatan dan interaksi antara pengobat, pasien, dan keluarga pasien, serta menjelaskan pihak-pihak yang berperan dalam hal pengobatan ini Teknik Pengumpulan Data Tiga macam pengumpulan data secara kualitatif yaitu, yang pertama wawancara mendalam dan terbuka, data yang diperoleh terdiri dari pengalaman, pendapat, perasaan, dan pengetahuannya. Kedua adalah pengamatan yang terdiri dari kegiatan, perilaku, tindakan orang-orang. Ketiga yaitu penelaahan terhadap dokumen tertulis (Oetomo, 2005: 186). Tahap awal perkenalan penulis dengan Dana, anak pendiri Pengobatan Patah Tulang Guru Singa (selanjutnya disebut GS) di Pondok Kelapa ini, pada saat penulis mengerjakan Seminar Rencana Penelitian sekitar bulan Oktober Penulis mengutarakan maksud dan tujuan penulis sebagai seorang mahasiswi FISIP UI yang sedang mengerjakan tugas rencana penelitian untuk skripsi. Pada tahap awal ini, penulis bertanya mengenai sejarah GS dan teknik pengobatan untuk mengetahui gambaran umum GS. Pada bulan Februari 2008 penulis datang ke GS memberi tahu bahwa penulis akan membuat skripsi tentang Pengobatan Patah Tulang Guru Singa, penulis berkenalan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan, penulis mewawancarai Dana, penulis mewawancarai pengobat, dan penulis melihat aktivitas di GS seperti pembuatan minyak. Pada November 2008 penulis datang ke GS untuk menggali informasi mengenai GS dari anak Ngulih dan dari pengobat di GS. Pada tanggal 2 Maret 2009 penulis datang ke GS dengan maksud untuk bertanya mengenai rumah kontrakan yang berada di sekitar GS karena penulis hendak melakukan penelitian yang lebih intensif, kemudian anak Ngulih

14 14 menawari kamar miliknya yang sedang tidak ditempati untuk menjadi tempat tinggal sementara penulis melakukan penelitian. Penulis tinggal di salah satu kamar milik anak dari Ngulih dari tanggal 3 Maret 2009 sampai tanggal 29 Maret 2009, dengan maksud meminimalkan jarak antara penulis dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini seperti, pengobat, pasien, keluarga pasien. Pada tahap awal penelitian, penulis berkeliling dari satu ruang perawatan hingga ruang perawatan yang lain bersama para pengobat, pada tahap ini juga penulis berkenalan dengan beberapa pasien dan keluarga pasien. I Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendaptkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada peneliti. Wawancara dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi (Mardalis, 2006: 64) Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara mendalam dengan pengobat, pasien, dan keluarga pasien di GS. Wawancara penulis lakukan kepada Dana, semenjak pendiri pengobatan ini meninggal pada tahun 2007 hingga kini yang menjabat sebagai pimpinan adalah Dana. Selain Dana, penulis mewawancarai Kencana yang juga merupakan anak dari pendiri pengobatan ini. Dana dan Kencana ialah anak dari pendiri pengobatan patah tulang ini yang berada di Jakarta dan bertempat tinggal di wilayah GS yang juga terlibat dalam pengobatan. Informan laininnya yaitu pengobat dengan kriteria sebagai berikut, berjenis kelamin laki-laki (karena semua pengobat di GS adalah laki-laki) dan berpengalaman lebih dari lima tahun (lima tahun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang dikemukakan Notosiswoyo dkk (2001:17) bahwa pada umumnya pengobat sudah berpraktek cukup lama, rata-rata antara lima sampai dua puluh tahun), ini dimaksudkan untuk mengetahui proses pengobatan di GS. Penulis melakukan wawancara dengan Jojon, Banon, Sakeus, dan Yanto yang bertugas sebagai pengobat.

15 15 Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga pasien yang dirawat dibangsal Kambuna Guru Singa, karena ruang perawatan ini termasuk kedalam ruang yang harganya paling terjangkau dan ditempati oleh paling banyak pasien dibanding dengan ruang perawatan yang lain. Kriteria informan yaitu pasien yang mengalami proses pengobatan di GS, pasien yang sudah dirawat inap lebih dari dua minggu, pasien yang dirawat inap di ruang rawat bangsal, ini dimaksudkan untuk melihat interaksi yang terjadi antara pasien dengan pasien serta pasien dengan keluarga pasien yang lainnya. Pasien yang penulis jadikan informan ialah Ynt, Al, Jm, dan Hn. Pada saat penulis mengikuti tim kontrol harian berkeliling ke semua ruang rawat inap, tibalah penulis di ruang rawat Kambuna, salah seorang pengobat menyarankan penulis untuk mewawancarai Hn karena Ia adalah pasien terlama (saat itu) yang dirawat di GS, kemudian penulis memperkenalkan diri kepada Hn sebagai mahasiswi FISIP UI yang sedang belajar melakukan penelitian untuk tugas skripsi. Hn menyambut cukup baik kehadiran penulis, Hn memperkenalkan penulis kepada pasien dan keluarga pasien yang berada di ruang rawat kambuna dengan suara yang cukup lantang. Hn menanyakan ke penulis apa yang dapat Ia bantu, kemudian penulis mengajak Hn berbincang diawali pertanyaan-pertanyaan pembuka seperti sejak kapan dirawat di GS, Hn bercerita bahwa ia hampir empat bulan dirawat di GS. Sikap Hn yang ramah dan terbuka membuat penulis mudah untuk membangun raport (hubungan baik). Dalam perbincangan dengan Hn, penulis mendapatkan informasi bahwa Ia tidak dirawat oleh keluarganya melainkan oleh keluarga pasien lain di Kambuna, diantaranya yaitu istri Jm dan istri Ynt. Hn diangkat atau mengangkat dirinya menjadi Ketua RT karena Ia merupakan pasien terlama, kemudian Ia mengangkat istri Ynt menjadi Ibu Lurah. Penulis mulai berbincang dengan Ynt dan istri pada saat penulis membagikan kue-kue kecil dalam rangka syukuran bertambahnya umur penulis. Ynt dan istri mengajak penulis berbincang diawali dengan menanyakan umur penulis. Setelah itu perbincangan mengenai latar belakang penulis dan ternyata terdapat beberapa rasa kesamaan, diantaranya yaitu Ynt bekerja dibawah naungan UI, Ynt mengaku berasal dari Solo, dan anak Ynt berasal dari Sekolah Dasar yang

16 16 sama dengan penulis, hanya berbeda dua tingkat, bahkan tetangga penulis adalah teman sekelas dari anak Ynt. Adanya rasa kesamaan tersebut membuat penulis tidak terlalu sulit untuk membangun raport dengan Ynt dan keluarga. Tempat tidur Ynt berdekatan dengan tempat tidur Al, kedua tempat tidur ini tersekat oleh papan sehingga Ynt tidak dapat langsung melihat ruang rawat Kambuna yang lebih luas. Ruangan yang tersekat ini terdapat tiga tempat tidur, yaitu tempat tidur Ynt, Al, dan tidak ada yang menempatinya. Jika penulis datang berkunjung dan berbincang dengan Ynt dan istri, secara tidak langsung pun penulis berbincang dengan Al dan istri sehingga raport tidak terlalu sulit untuk dibangun, sedangkan tempat tidur Jm berada didepan tempat tidur Hn, sehingga pembangunan raport antara penulis dengan Jm dan istri hampir sama halnya dengan Al. Penulis melakukan wawancara sambil lalu dengan keluarga atau kerabat pasien untuk mengetahui hal-hal seputar pasien seperti, penyebab kecelakaan, sudah berapa lama dirawat, bertempat tinggal dimana, alasan mengapa pasien dirawat di Guru Singa bukan di tempat pengobatan yang lain, serta mengetahui pengobatan Guru Singa dari siapa dan sejak kapan. Pertanyaan-pertanyaan dalam rangka wawancara sambil lalu itu dimaksudkan untuk mengetahui alasan pasien dibawa ke Guru Singa serta bagaimana keluarga atau kerabat dari pasien tersebut mengetahui pengobatan tradisional Guru Singa ini. Selain pengobat, anak dari pendiri pengobatan, pasien dan keluarga pasien, penulis juga mewawancarai pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan seperti dokter dan perawat, serta penulis mewawancarai pihak-pihak yang mendukung dalam pengobatan ini seperti Padli yang bertugas sebagai petugas administrasi, Imas dan Yanti yang bertugas sebagai petugas dapur, Piter dan Maman yang bertugas sebagai petugas lapangan, serta Icem yang bertugas sebagai penjaga pasien Pengamatan Sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau

17 17 dipahami oleh para warga masyarakat yang ditelitinya. Termasuk dalam pengertian metode pengamatan terlibat adalah wawancara dan mendengarkan serta memahami apa yang didengarnya (Suparlan 1994:6). Penulis melakukan pengamatan lokasi penelitian, kondisi lingkungan fisik GS, serta untuk mendapatkan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui wawancara mendalam seperti untuk melihat apa yang dilakukan oleh para pengobat dalam melakukan pengobatan terhadap para pasiennya, serta untuk melihat kesesuaian antara yang dikatakan dengan yang terjadi di lapangan. Pada pengamatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai proses pengobatan yang dilakukan para pengobat serta interaksi yang terjadi. Penulis melakukan pengamatan tidak hanya di ruang pengobatan, dan ruang perawatan saja, tetapi juga di luar ruangan tersebut seperti di dapur, di lapangan parkir, di warung makan yang berada di wilayah GS. Pengamatan di ruang rawat penulis lakukan pada saat tim pengobat berkeliling dari suatu ruang rawat ke ruang rawat yang lain Tinjauan Pustaka Penulis menggunakan data yang didapatkan dari buku-buku, laporanlaporan hasil penelitian sebelumnya, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, sebagai langkah awal untuk memulai penelitian serta untuk mendapatkan pengetahuan mengenai pengobatan tradisional khususnya pengobatan tradisional patah tulang Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Pengobatan Patah Tulang Guru Singa Jl. Pondok Kelapa Raya Rt.001/02 No.37 Kelurahan Pondok Kopi Jakarta Timur. 1.7 Kendala Penelitian Walaupun penulis tinggal di GS tetapi tidak sepenuhnya waktu penulis habiskan untuk penelitian ini karena pada saat yang bersamaan pula penulis sedang terlibat dalam suatu kegiatan, selain itu penulis terkadang pulang ke rumah tidak menginap di GS. Penulis menyadari berbagai kendala yang penulis temui

18 18 dalam penelitian ini, diantaranya yaitu pada saat penentuan informan. Dana dapat dijadikan informan karena ia adalah anak dari Ngulih sekaligus menjadi pimpinan GS saat ini, akan tetapi Dana kurang dapat menjelaskan jawaban-jawaban yang penulis tanyakan, salah satu contohnya pada saat penulis bertanya mengenai pantangan pasien kemudian Dana memberitahu mengenai dua hal yang harus dipantang pasien, tetapi Dana tidak menjelaskan mengapa dua hal tersebut menjadi pantangan. Informasi dari para pengobat menjelaskan bahwa baik Dana, Kencana, maupun Sri (anak-anak Ngulih) kurang begitu terlibat dalam pengobatan pada saat Ngulih masih hidup, sehingga seperti yang sudah penulis tuliskan di atas yaitu jawaban-jawaban Dana kurang dapat menjelaskan, walaupun begitu Dana tetap dijadikan informan. Kencana juga penulis jadikan informan karena ia merupakan anak Ngulih yang juga menjadi pengobat. Selain Dana dan Kencana, penulis mendapatkan informasi dari para pengobat baik dengan wawancara yang berpedoman maupun wawancara tidak berpedoman. Hanya tiga orang pengobat yang bersedia suaranya direkam saat wawancara, itu pun hanya satu orang yang bersedia meluangkan waktunya untuk wawancara formal dalam arti pengobat tersebut bersedia untuk duduk, diwawancarai dengan pedoman, dan suaranya direkam. Dua orang pengobat lain yang bersedia suaranya direkam sembari melakukan kegiatan seperti dalam pembuatan minyak, itu pun tanpa pedoman. Penulis mendapatkan informasi dari para pengobat yang lain yaitu dengan wawancara tidak berpedoman yang seolah hanya perbincangan biasa. Pada umumnya para pengobat bersikap sangat ramah dan bersahabat akan tetapi untuk penulis wawancarai dengan pedoman dan direkam sangatlah sulit, dengan berbagai alasan yang dikemukakan seperti pasien sedang banyak, pengobat sedang letih, pengobat sedang sakit tenggorokan, dan lain sebagainya. Kendala berikutnya yang penulis alami yaitu pada saat hendak mewawancarai dokter. Dokter pertama yang penulis temui pada awalnya ramah menanggapi penulis, akan tetapi pada saat penulis memperkenalkan diri sebagai mahasiswi FISIP UI yang sedang belajar penelitian untuk tugas skripsi, sikap dokter berubah. Ia beranjak jalan dari tempat penulis menyapanya, kemudian dengan berjalan cukup cepat Ia meminta penulis untuk mewawancarai temannya yang juga dokter di GS dengan alasan Ia disini sebagai dokter pengganti. Sikap

19 19 dokter kedua yang penulis temui tidak jauh berbeda dengan sikap dokter yang pertama, hanya saja pada dokter kedua ini penulis mendapatkan informasi diantaranya yaitu Ia menjadi dokter di GS karena diajak oleh seniornya di Fakultas Kedokteran tempat Ia kuliah. Posisinya pun sama seperti dokter yang pertama yaitu sebagai dokter pengganti, bukan dokter utama di GS sehingga Ia merasa tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan penulis. Dalam perbincangan penulis dengan dokter yang kedua ini penulis tidak diizinkan untuk merekam suaranya, sehingga yang penulis lakukan adalah wawancara tidak berpedoman, ini pun yang dokter ceritakan lebih mengenai kegiatan kesehariannya. Penulis tetap mencoba untuk menemui dokter yang utama, maksudnya ialah bukan dokter pertama dan dokter kedua yang penulis temui karena mereka mengaku sebagai dokter yang menggantikan dokter utama, akan tetapi dokter utama pun sulit untuk ditemui. Dokter datang ke GS pada malam hari sekitar pukul atau bahkan lebih malam dari itu, kedatangan dokter sangat tidak menentu mengakibatkan penulis sulit untuk menemuinya sehingga penulis kurang mendapat informasi mengenai pihak medis ini. Informasi dari pihak-pihak yang terlibat serta yang mendukung dalam pengobatan ini penulis dapatkan dengan wawancara tidak berpedoman. Penulis melakukan perbincangan dengan pihak-pihak tersebut seperti petugas dapur, penjaga pasien, dokter, dan lainnya. Kendala selanjutnya ialah pasien yang penulis jadikan informan. Pasien pertama bersedia diwawancarai dengan pedoman dan suaranya direkam, akan tetapi pada pasien berikutnya penulis melakukan wawancara tidak di rekam sehingga penulis tidak dapat menggunakan kutipan-kutipan dari pembicaraan informan pasien selain dari pasien yang pertama. 1.8 Sistematika penulisan Penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Bab I berisi latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, kerangka konsep, metode penelitian, kendala penelitian dan sistematika penulisan.

20 20 Bab II berisi gambaran umum tentang sejarah pengobatan patah tulang Guru Singa, lokasi pengobatan patah tulang Guru Singa dan pihak-pihak yang mendukung dalam pengobatan patah tulang Guru Singa. Bab III berisi data temuan lapangan tentang proses pengobatan patah tulang Guru Singa mengenai obat yang digunakan, pantangan pasien, pihak yang terlibat dalam pengobatan patah tulang Guru Singa, pengobatan pada pasien rawat jalan, pengobatan pada pasien rawat inap. Bab IV berisi analisis dari hasil pengamatan dan wawancara dengan konsep yang digunakan pada penelitian ini. Bab V berisi kesimpulan tentang penelitian ini.

BAB 4 SISTEM PERAWATAN KESEHATAN PADA PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA

BAB 4 SISTEM PERAWATAN KESEHATAN PADA PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA 68 BAB 4 SISTEM PERAWATAN KESEHATAN PADA PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA 4.1 Pengobatan Patah Tulang Guru Singa Pengobatan patah tulang Guru Singa mencakup pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, sikap,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan masyarakat di Prabumulih kembali pada polapengobatan

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan masyarakat di Prabumulih kembali pada polapengobatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian penting dari kehidupan, sehingga pengobatan terhadap suatu penyakit sangat dibutuhkan. Berbagai macam pengobatan semakin berkembang, baik pengobatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan. Karena hanya dengan kondisi kesehatan yang baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Masalah kesehatan difokuskan pada penyakit yang diderita manusia untuk dilakukannya pengobatan dan penyembuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang kesehatan No. 23

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Undang-undang kesehatan No. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk biologis senantiasa menjalankan dan mempertahankan kehidupannya. Dalam menjalankan serta mempertahankan kehidupannya, manusia

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 PENGAWASAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG TERHADAP PENGOBATAN TRADISIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patut diakui bahwa teknologi kedokteran yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan semakin beranekaragamnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, kebudayaan pada umumnya tumbuh dan berkembang sebagai suatu hal yang diterima oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan, yang dipegang

Lebih terperinci

Bab III Sistem Kesehatan

Bab III Sistem Kesehatan Bab III Sistem Kesehatan Sistem Kesehatan Bagaimana mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik? Apabila Anda membutuhkan pelayanan rumah sakit Berjuang untuk perubahan 45 Ketika petugas kesehatan

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian. Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pada. Masyarakat Dusun V Desa Patumbak. Kabupaten Deli Serdang.

Kuesioner Penelitian. Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pada. Masyarakat Dusun V Desa Patumbak. Kabupaten Deli Serdang. Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Masyarakat Dusun V Desa Patumbak Kabupaten Deli Serdang 2013 Nama Responden : 1. Faktor Internal Responden A. Umur 1. Berapakah umur anda?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi. Masyarakat berperan serta, baik secara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN

KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN Merujuk pasien ke rumah sakit lain, memulangkan pasien ke rumah atau ke tempat keluarga harus berdasarkan status kesehatan pasien dan kebutuhan akan kelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak menyadari bahwa tubuhnya terus berinteraksi dengan sesama lingkungan, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INFORMAN

KARAKTERISTIK INFORMAN KARAKTERISTIK INFORMAN Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien Dalam Upaya Keselamatan Pasien (patient Safety) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan Petunjuk Pengisian : Istilah pertanyaan dibawah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar dalam pohon, dimana akar tersebut dijadikan sebagai penopang dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. akar dalam pohon, dimana akar tersebut dijadikan sebagai penopang dasar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh setiap individu untuk dapat mempertahankan hidupnya. Komunikasi mempunyai peran yang besar dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah salah satu pendukung kebudayaan, dengan kebudayaan yang dimilikinya tidak hanya mampu menyelaraskan diri dengan alam dan lingkungannya. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh. merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh. merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam melakukan aktivitasnya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG A. Identitas Pasien 1. Inisial : Sdr. W 2. Umur : 26 tahun 3. No.CM : 064601

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah

BAB I PENDAHULUAN. ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan berbagai bangsa untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia dimana keadaan dari badan dan jiwa tidak mengalami gangguan sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh manusia, karena kesehatan menentukan segala aktivitas dan kinerja manusia. Pengertian sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang. dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang. dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Dalam hal ini untuk mencegah penyakit, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta ) STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta ) Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong: 2009) mendefinisikan metode

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong: 2009) mendefinisikan metode BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong: 2009) mendefinisikan metode kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam inovasi baru bermunculan dalam dunia kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan semakin mengutamakan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang sering kita dengar dalam dunia kesehatan. Hal ini berarti setiap pasien yang dirawat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan diantaranya adalah milik swasta. 1. dari 6 buah puskesmas, 22 BKIA, 96 dokter praktik dan 3 Rumah Bersalin.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan diantaranya adalah milik swasta. 1. dari 6 buah puskesmas, 22 BKIA, 96 dokter praktik dan 3 Rumah Bersalin. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis rumah sakit swasta di Indonesia telah berkembang sangat pesat. Di kota kota besar hingga ke pelosok daerah bermunculan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kata manfaat diartikan sebagai guna; faedah; untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan. Dan pelayanan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bab III pasal 5 yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis bab III pasal 5 yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satu diantara pelayanan rumah sakit yang baik dapat dilihat dari cara pengelolaan berkas rekam medis pasien yang ada di rumah sakit tersebut. Rekam medis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pelayanan Kesehatan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pelayanan Kesehatan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, dalam hal ini untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit merupakan kondisi yang tidak menyenangkan mengganggu aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. Sakit merupakan kondisi yang tidak menyenangkan mengganggu aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat adalah suatu kondisi tubuh yang lengkap secara jasmani, mental, dan sosial, dan tidak hanya sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai mahluk yang memiliki akal dan pikiran menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai mahluk yang memiliki akal dan pikiran menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk yang memiliki akal dan pikiran menjadikan manusia yang memiliki pengetahuan dan harapan. Hal tersebut didapatkan berdasarkan hasil adaptasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kesehatan reproduksi perempuan sudah menjadi salah satu goal dalam program Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009).

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Klinik Herbal Insani Depok. Bulan Maret 2007. Di atas tanah seluas 280 m 2 dengan luas bangunan

BAB V HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Klinik Herbal Insani Depok. Bulan Maret 2007. Di atas tanah seluas 280 m 2 dengan luas bangunan BAB V HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini terlebih dahulu akan membahas gambaran umum wilayah penelitian, proses penelitian dan hasil penelitian yang mencakup analisa deskriptif (univariat) serta analisa

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan undang-undang nomor 25 tahun 2009?

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan undang-undang nomor 25 tahun 2009? DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apakah pelayanan publik dalam pelaksanaan pelayanan kesehat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah sesuai dengan undang-undang nomor 25 tahun 2009? 2. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai program pembangunan yang diselengarakan oleh pemerintah selama ini, pada

Lebih terperinci

Oleh: Elfrida Situmorang

Oleh: Elfrida Situmorang 23 Oleh: Elfrida Situmorang ELSPPAT memulai pendampingan kelompok perempuan pedesaan dengan pendekatan mikro kredit untuk pengembangan usaha keluarga. Upaya ini dimulai sejak tahun 1999 dari dua kelompok

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Pasien 2.1.1. Definisi Kepuasan Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa senang; perihal (hal yang bersiap puas, kesenangan, kelegaan dan

Lebih terperinci

Tugas Akhir 138 Rumah Sakit Gigi dan Mulut di Semarang BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir 138 Rumah Sakit Gigi dan Mulut di Semarang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) adalah sebuah sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan untuk pelayanan pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti pangan, tempat tinggal dan

Lebih terperinci

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN 1.1 Kesimpulan Pada bab sebelumnya telah diuraikan pembahan mengenai Rumah Sakit Korban Lakalantas Kendal, sehingga dapat disimpulkan berbagai masalah, dan potensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kelurahan Muktiharjo Kidul. memiliki luas wilayah 204,378 ha, dengan batas batas kelurahannya

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kelurahan Muktiharjo Kidul. memiliki luas wilayah 204,378 ha, dengan batas batas kelurahannya 35 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kelurahan Muktiharjo Kidul Muktiharjo Kidul termasuk dalam Kecamatan Pedurungan yang memiliki luas wilayah 204,378 ha, dengan batas batas kelurahannya adalah

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

PANDUAN KOMUNIKASI Kami melayani dengan lebih baik dan profesional

PANDUAN KOMUNIKASI Kami melayani dengan lebih baik dan profesional PANDUAN UGD (Keluarga merasa pasien tidak ditangani) Pasien datang diantar keluarga, pada waktu keluarga pasien mendaftar, dokter dan perawat memeriksa pasien kemudian pasien diberi injeksi obat tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 telah menuntut pemerintah daerah (kabupaten dan kota) untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138) digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah pelayanan dalam bidang kesehatan. Pelayanan bidang kesehatan yang

I. PENDAHULUAN. adalah pelayanan dalam bidang kesehatan. Pelayanan bidang kesehatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan lembaga yang berdiri dan dibentuk untuk melaksanakan roda pemerintahan yang berfungsi untuk melaksanakan kepentingan negara khususnya pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran

BAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada sejarah yang mencatat kapan pertama kali pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan di Indonesia. Dahulu, para ibu umumnya melahirkan tanpa bantuan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman modern sekarang ini kemajuan dunia kesehatan semakin baik.

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman modern sekarang ini kemajuan dunia kesehatan semakin baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman modern sekarang ini kemajuan dunia kesehatan semakin baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya tenaga medis dan tehnologi kesehatan yang diciptakan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

KUESIONER ANALISIS AUDIT KINERJA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

KUESIONER ANALISIS AUDIT KINERJA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KUESIONER ANALISIS AUDIT KINERJA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (STUDI KASUS PADA RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG) KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama : 2. Jenis Kelamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian ibu dan bayi merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat. Setiap tahun di dunia diperkirakan empat juta bayi baru lahir meninggal pada minggu pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1. Manusia itu sendiri merupakan objek pelaku dalam peristiwa sejarah. Demikian juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. No.40 tahun 2004). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. No.40 tahun 2004). Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.1.1 Definisi JKN Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN BPJS DALAM HAL KEPUASAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN BPJS DALAM HAL KEPUASAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN BPJS DALAM HAL KEPUASAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 I. KarakteristikResponden No. Responden : Umur : JenisKelamin

Lebih terperinci

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro 46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pengobatan modern telah berkembang pesat di masa sekarang ini dan telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haruslah bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. haruslah bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau oleh seluruh BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Sebuah rumah sakit di bangun untuk mencapai tujuan memberikan pelayanan bagi orangorang yang menggunakan jasa dibidang kesehatan. Dalam melaksanakan atau menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN. Lia Amalia (e-mail: lia.amalia29@gmail.com)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN. Lia Amalia (e-mail: lia.amalia29@gmail.com) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN Lia Amalia (e-mail: lia.amalia29@gmail.com) Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK: Dalam upaya penurunan

Lebih terperinci

Undang-Undang Dasar 1945, secara berkesinambungan hams dilakukan berbagai. optimal. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1991a), menjelaskan bahwa

Undang-Undang Dasar 1945, secara berkesinambungan hams dilakukan berbagai. optimal. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1991a), menjelaskan bahwa 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan tujuan negara, seperti yang diamanatkan &lam Undang-Undang Dasar 1945, secara berkesinambungan hams dilakukan berbagai kegiatan pembangunan. Salah satu kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kegiatan sehari-hari. Kesehatan telah menjadi suatu kajian ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan tubuh yang sehat, baik secara modern maupun tradisional. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari masa ke masa, perbedaan waktu dan tempat mengelompokan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, 1998). Di Eropa, fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tindak lanjut, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 24 Tahun tentang Badan penyelenggara Jaminan Sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tindak lanjut, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 24 Tahun tentang Badan penyelenggara Jaminan Sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan pelayanan yang tidak diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. untuk menyebut dukun bayi, ma blien merupakan penduduk asli yang sudah sejak

BAB V PENUTUP. untuk menyebut dukun bayi, ma blien merupakan penduduk asli yang sudah sejak BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Ma blien merupakan sebutan yang digunakan masyarakat Aceh Utara untuk menyebut dukun bayi, ma blien merupakan penduduk asli yang sudah sejak lama tinggal di daerah Aceh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya. Ketiga komponen tersebut adalah fisik atau raga, roh atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN (1, 2)

BAB 1 : PENDAHULUAN (1, 2) BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang dibentuk karena tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks karena masyarakat mulai menyadari arti pentingnya kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai program pembangunan yang diselengarakan oleh pemerintah selama ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat ke rumah sakit atau ke balai pengobatan itu sendiri. Hal ini tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat ke rumah sakit atau ke balai pengobatan itu sendiri. Hal ini tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu contoh hak pokok yang dimiliki oleh setiap orang adalah hak atas pelayanan kesehatan. Hal ini tertuang dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28H yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga 1. Pengertian Pengertian sebuah keluarga adalah yang terdiri dari orang orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi yang hidup bersama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terkait, berkesinambungan, dan berlangsung secara bertahap. Tingkat perkembangan individu memicu adanya berbagai

Lebih terperinci

I Love My Job and My Family:

I Love My Job and My Family: I Love My Job and My Family: My Job is My Life & My Family is My Breath Jadilah emas, bukan anak emas Anonymous Mungkin beliau bukanlah seseorang yang telah lama bekerja di Eka Hospital, namun ia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR GASTER, Vol. 7, No. 2 Agustus 2010 (581-592) TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR Rini Suharni, Indarwati

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangungunan kesehatan ini

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangungunan kesehatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci