KAJIAN KEPUSTAKAAN Ternak Marmot Klasifikasi Ternak Marmot

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEPUSTAKAAN Ternak Marmot Klasifikasi Ternak Marmot"

Transkripsi

1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ternak Marmot Klasifikasi Ternak Marmot Menurut Storer dan Usinger (1961), Schober (1999), klasifikasi ilmiah marmot adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Subphylum Class Ordo Subordo Family Subfamily Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Rodentia : Hystricomorpha : Caviidae : Caviinae : Cavia : Cavia porcellus. Marmot merupakan spesies yang hidup yang berasal di daerah pegunungan seperti Alpen di Eropa, Rocky, Himalaya, Everest di Asia, Andes, Sierra Nevada, di Amerika, Kilimanjaro, Sinai di Afrika. Hewan tersebut yang domestifikasi sebagai hewan peliharaan, dan Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biokimia dan kedokteran. Berdasarkan wikipedia (2015), nama Cavia porcellus berasal dari bahasa Latin, Cavia adalah bahasa Latin baru yang diperoleh dari kata

2 10 cabiai, Nama binatang ritual dalam suku Galibi penduduk asli Guyana, Perancis. Cabiai adalah adaptasi dari bahasa Portugis Cavia (Savia) yang diturunkan dari kata tupi sauja yang berarti tikus. Di Indonesia, Tikus belanda sering salah disebut sebagai marmot atau marmut. Sedangkan kata Porcellus yang artinya Little pig atau babi kecil. Cavia porcellus memiliki mantel (rambut) dapat bervariasi dalam warna, panjang, dan tekstur. Bulu rambut marmot dapat bervariasi dalam warna, panjang, dan tekstur. Beberapa warna yang umum adalah putih, hitam, merah, krem, nila, dan coklat, atau beberapa kombinasi dari warna-warna tersebut. karakter badan pendek gemuk dengan kaki pendek. Hewan dewasa panjangnya antara 200 sampai 500 mm. Marmot tidak memunyai ekor eksternal, memunyai empat jari pada kaki depan dan tiga jari belakang serta memunyai kuku yang tajam pada setiap jarinya (Schober, 1999). Marmot adalah hewan yang sangat sosial, yang memilih hidup dalam kelompok yang terdiri dari lima sampai sepuluh ekor. Kadang-kadang kelompokkelompok ini bergabung untuk membentuk satu koloni. Marmot adalah hewan yang menampilkan berbagai suara dengan beberapa tipe vokalisasi yang lantang. Marmot merupakan hewan peliharaan yang baik terutama untuk anak-anak karena tipikalnya tidak menggigit, bahkan ketika ditangani dengan tidak baik (Schober, 1999). Marmot dapat mempelajari jalur kompleks menuju makanan, hewan ini dapat mengingat dengan akurat jalur yang dipelajari untuk jangka waktu berbulan bulan (Wikipedia, 2015) Morfologi Marmot Marmot (Cavia porcellus) merupakan bagian dari ordo Rodentia, digolongkan sebagai hewan pengerat yang memakan tumbuh-tumbuhan dan memiliki gigi pemotong seperti pahat yang berguna untuk memotong dan mengerat (Brotowijoyo, 1993). Hewan pengerat ini tidak berekor (rudiment) dan berjari-jari cakar (pentadactyl). Menurut Radiopoetro (1977) yang menyatakan

3 11 bahwa marmot dapat dibedakan menjadi caput, truncus, dan cauda. Caput dihubungkan dengan truncus oleh leher (cervix). Truncus dibagi menjadi thoraks dan abdomen, bagian thoraks terdapat ekstrimitas anterior (kaki depan) dengan empat digiti, sedangkan bagian abdomen terdapat ekstrimitas posterior (kaki belakang) dengan tiga digiti, namun cauda tumbuh rudiment. Rongga badan terdiri atas cavum obdimis yang dindingnya dilapisi pleura dan cavum pericardii yang dindingnya dilapisi pericardium. Antara cavum torachis dan cavum abdominis ada selaput diafragma. Hewan ini memunyai satu incisivus pada tiap bedah rahang, berbentuk padat, dan dapat tumbuh terus, tidak ada dentes canini, serta jumlah dentes premolars dan dentes molars ialah variabel. Lengan bawah dapat berpronasi dan bersupinasi (Radiopoetro, 1977). Tubuh mamalia berbentuk bilateral simetri dengan tulang berbeda. Rahangnya terdapat gigi yang bentuk dan besarnya tiap individu berbeda. Kaki teradaptasi untuk berjalan, memanjat dan menggali tanah, serta berenang. Marmut mempunyai jantung yang terdiri dari empat ruang dengan sekat yang sempurna, lengkung aorta hanya terdapat pada sebelah kiri saja. Ukuran paru-paru sedikit besar, kompak dan kenyal yang terdapat pada rongga dada (Djuhanda, 1982). Marmot memiliki lambung yang bagian caecum-nya berkembang lebih baik dari semua mamalia yang ada dalam satu spesies, jumlahnya kira-kira mencapai tiga ribu jenis (Jasin, 1989). Marmot memiliki jantung empat-ruang, yakni dua atrium dan dua ventrikel dengan sekat pemisah yang sudah sempurna. Paru-paru hewan ini terdiri dari tujuh lobi. Hewan ini memiliki diafragma yang merupakan pembatas rongga dada dan perut (Kimball, 1991). Marmot memiliki tubuh pendek gemuk dengan kaki pendek, kuat dengan kaki dan telinga yang pendek. Marmot biasanya tinggal di lubang-lubang dalam tanah atau dalam sarang diantara rumput tinggi. Habitat hidup marmot adalah wilayah berbatu-batu savana, tepi hutan, dan daerah berlumpur. Selain itu marmot hidup di dalam lubang yang digali sendiri atau di dalam lubang yang ditinggalkan

4 12 oleh hewan lain. Badan marmut gemuk, pendek, dan mudah menyimpan panas dengan baik pada suhu rendah dari pada suhu tinggi (Brotowijoyo, 1993). Tubuh Cavia porcellus diselimuti oleh rambut-rambut. Kulitnya mengandung bermacam-macam kelenjar, didalam alveolus yang bentuk dan besarnya berbeda-beda. Kaki beradaptasi untuk berjalan, memanjat, menggali tanah. Jari kaki mempunyai cakar, kuku dan telapak. Jantung terbagi menjadi empat ruang dengan sekat-sekat yang sempurna. Lengkung aorta hanya satu yaitu sebelah kiri. Paru-paru besar dan terdapat pada rongga dada. Sekat rongga tubuh disebut diafragma terletak antara rongga dada dan rongga perut (Djuhanda, 1982). Hidupnya membentuk kelompok kecil tetapi ada juga yang membentuk kelompok besar. Badan marmut gemuk, pendek mudah menyimpan panas dengan baik, tetapi pelepasannya kurang baik sehingga marmut dapat bertahan baik dalam suhu rendah (Hildreband, 1974) Reproduksi Marmot Sistem urogenitalia pada marmut meliputi sistem ekskresi atau urinaria dan sistem genitalia. Sistem ekskresi pada marmot pada marmut terdiri atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan uretra. Sistem genitalia marmot (cavia porcellus) jantan dibangun oleh sepasang testis yang bentuknya bulat telur berwarna putih, terletak dalam rongga perut. Epididimis terdiri dari caput, corpus, dan cauda epididimis glandula accecoris dari sistem genitalia jantan terdiri glandula vesiculosa, glandula prostata, dan glandula bulbo uretra (Djuhanda, 1982). Ductus defferens berupa saluran berjalan di sebelah dorsal dari kantung urine dan bermuara pada ductus spermaticus yang terdapat pada batang penis (Storer dan Usinger, 1961). Organ reproduksi mamalia, marmot betina berupa ovarium yang berbetuk pipih, tetapi berbentuk bulat, panjang, benjolan pada tepinya pada fase reproduksi. Ovarium berada sangat dekat pada suatu lubang berbentuk seperti corong (oesteum) di ujung distal tbae uterina (oviductus yaitu saluran telur) pada tepi

5 13 lubang oesteum terdapat jumbai disebut fimbria. Oviductus di dekat ujung oesteum yang mengalami dilatasi disebut ampula, setelah melewati bagian ini, apalagi setelah mencapai uterus, telur sudah tidak dapat dibuahi oleh spermatozoa. Oviductus mamalia selain sebagai jalan sel telur menuju ke uterus juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pembuahan. Uterus berfungsi sebagai tempat berlangsungnya perkembangan embrio (memberi tempat, melindungi dan memberi nutrisi serta membantu ekresi) (Soeminto, 2000). Pemeliharaan marmot relatif mudah, tahan pada kondisi lingkungan yang terbatas. Pada awal reproduksi, marmot harus mengandalkan ketersediaan pakan dan kondisi cuaca untuk mempertahankan upaya reproduksi. Pada marmot dewasa, bagian yang menarik adalah cara hewan ini untuk menarik lawan jenisnya, yaitu dengan cara menyebarkan bau yang dihasilkan dari kelenjar yang terdapat pada lekuk pirenium letaknya posterior dari penis atau vulva, peristiwa disebut hedonik (Jasin, 1989). Membrana nictitans terdapat pada sudut mata. Lubang telinga luar dengan daun telinga. Struktur kelenjar susu terletak di lipatan paha, alat-alat kelamin luar, dan tungkai terdapat pada badannya. Tungkai depan berjari tiga dan tungkai belakang berjari empat (Pratigno, 1982). Marmot betina mampu bereproduksi setidaknya menguntungkan, jenis kelamin memengaruhi umur pertama kali birahi. Kemampuan reproduksi dapat dikawinkan sepanjang tahun, litter size 4-5 ekor, lama bunting hari, dewasa kelamin hari, dapat dikawinkan kembali 6-20 jam setelah beranak. Betina lebih cepat mencapai dewasa kelamin dan mengalami pubertas pada bobot hidup gram (umur 2-3 bulan) sedangkan marmot jantan lebih lambat dewasa kelamin dan mengalami pubertas pada bobot hidup gram (umur 3-4 bulan), akan tetapi marmot mulai dikawinkan pada bobot hidup 400 gram baik pada jantan dan betina (Smith dan Mangkoewidjodjo, 1988).

6 Pencernaan Marmot Saluran pencernaan pada marmot merupakan sistem pencernaan yang cukup sederhana. Sistem pencernaan marmut terdiri dari Traches Digestivus yaitu esophagus, ventriculus, duodenum, intestinum tenue, coecum, taenia, haustra, incisura, intestinum crassum, rectum, dan anus oesophagus, gastrum, duodenum, jejunum, ileum, caecum, colon dan rectum. Dan Pencernaan marmut dibantu oleh kelenjar-kelenjar pencernaan yang terdiri dari hepar (hati) dan pancreas Glandula Digestoria yang terdiri dari hepar, vesic fellea, pancreas, ductus choleclochus, ductus hepaticus, dan ductus cysticus. Mulut pada marmut merupakan bagian paling depan dari saluran pencernaan. Oesophagus terletak dibagian dorsal dari trachea, melewati rongga dada, kemudian menembus diafragma menuju lambung. Lambung terletak dibelakang diafragma disebelah kiri dari rongga abdomen. Permukaan yang cembung dan lebar disebut curvatura mayor sedang yang cekung sempit disebut curvatura minor. Lambung dipegang oleh selaput mesentrium yang disebut omantum. Pacreas dan limpa melekat pada selaput ini. Usus terletak sesudah lambung, dapat dibedakan atas usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, illeum yang batas-batasnya tidak dapat dibedakan. Lambung dengan duodenum dihubungkan dengan lubang yang disebut pylorus. Kelenjar pencernaan pancreas bermuara pada duodenum. Usus kasar terdiri dari caenum, colon, dan rectum serta berakhir pada anus (Djuhanda, 1982). Menurut Herman (2002), kebutuhan ransum marmot yang diperinci oleh NRC (1998) mencangkup energi, asam amino, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Ransum tersebut memunyai komposisi lebih dari 18 % protein, 3 kkal/gram energi dapat dicerna, 19% serat kasar, 0,8-1,0% kalsium,dan 0,4-0,7% fosfor. Vitamin C dibutuhkan 200 mg per kilogram ransum. Marmot memakan sebagian besar jenis sayuran, tetapi mereka memilih sayur-sayuran berdaun hijau seperti pucuk wortel dan selada. Seperti halnya manusia, marmot kekurangan

7 15 kemampuan untuk menyintesis vitamin C, karena itu mereka harus mendapatkan banyak vitamin C dalam dietnya karena apabila kekurangan marmot akan mengalami penyakit kulit (Schober, 1999) Potensi Marmot Marmot merupakan hewan dari kelas mamalia yang berdarah panas (homoioterm). Marmot memiliki potensi sebagai penghasil daging yang baik, didukung oleh kelebihan biologisnya seperti umur dewasa yang pendek rata-rata 62 hari, lama bunting rata-rata 68 hari, lama produksi ekonomis 1-2 tahun, kawin sesudah beranak 6 sampai 20 jam, dan memiliki litter size 4-5 ekor. Selain sebagai penghasil daging marmot juga dijadikan sebagai hewan peliharaan, hewan percobaan dan penghasil pelt. Marmot mempunyai suhu tubuh tetap, tidak terpengaruh terhadap lingkungan luar dimana mereka dapat mempertahankan suhu tubuhnya karena didukung oleh rambut yang tumbuh diseluruh tubuhnya. Marmot biasanya tinggal di lubang-lubang dalam tanah atau dalam sarang diantara rumput tinggi. Suhu yang idel bagi marmot adalah 18 0 C, sampai 25 0 C, dan kelembaban antara 40% sampai 70%. Pada suhu diatas 30 0 C, jika dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan hipertensi dan kematian (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Marmot dapat mempelajari jalur kompleks menuju makanan, hewan ini dapat menggigit dengan akurat jalur yang dipelajari untuk jangka waktu berbulan bulan (Wikipedia, 2015). Marmot dapat menjadi peliharaan yang baik terutama untuk anak-anak karena tipikal tidak menggigit, bahkan ketika dihandel dengan tidak baik (Schober, 1999). Hidupnya membentuk kelompok kecil tetapi juga kadang membentuk kelompok besar. Badan marmut gemuk, pendek, dan mudah menyimpan panas dengan baik pada suhu rendah dari pada suhu tinggi (Brotowijoyo, 1993).

8 Litter Deskripsi Litter Di sisi lain industri penggergajian kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji. Serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara maksimal. Umumnya serbuk gergaji dibuang ke sungai atau dibakar. Karena itu, serbuk gergaji sering mencemari lingkungan. Untuk memindahkannya pun industri penggergajian kayu harus mengeluarkan sejumlah biaya. Di Jawa Barat banyak dijumpai usaha penggergajian kayu Albizia. Industri penggergajian kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji karena bahan yang menyerap air, cepat kering, tidak berdebu, empuk, murah, mudah didapat. Serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara maksimal. Umumnya serbuk gergaji dibuang ke sungai dan dibakar. Karena itu, serbuk gergaji jika tidak dimanfaatkan dengan baik dapat mencemari lingkungan serta penangannya tentu memerlukan wadah pengumpulan dan penempatan yang tersaji. Serbuk gergaji kayu yang memiliki kandungan karbon tinggi dan baik untuk dimanfaatkan, tapi serbuk gergaji ketika dilakukan perendaman dalam waktu mengandung nitrogen. Serbuk gergajian kayu yang mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin, dan bahan-bahan anorganik dalam jumlah sekitar 15-30% berat kering bahan (Susanto. 1998) Fungsi Litter Penggunaan Litter serbuk gergaji sebagai penghangat serta mengurangi kelembaban lantai bagi ternak marmot, pemanfaatan serbuk gergaji sehingga mampu mengatasi masalah polusi lingkungan. Hasilnya pun bisa dimanfaatkan untuk memupuk tanaman sayuran, bunga, rumput.selain itu, pengomposan memberi peluang kepada peternak marmot untuk memperoleh tambahan pendapatan dari yang tadinya kotoran marmot hanya dibuang saja. Juga, masalah indsustri penggergajian kayu terpecahkan maka fungsi litter akan mempunyai efek

9 17 terhadap: kelembaban dan temperaturdi luar maupun di dalam kandang, bobot ayam, jumlah udara dalam kandang, konsumsi air, stress marmot, penyakit dan perkembangan jamur di dalam kandang (North dan Bell, 1990) Bahan Litter Didalam usaha peternakan marmot hubungan dengan hal tersebut perlu dicoba penggunaan berbagai bahan litter yang berasal dari limbah pertanian dan industri yang banyak tersedia dan harganya murah, diantaranya serutan kayu, serbuk gergajian kayu, sekam padi dan jerami padi. Bahan litter yang berbeda jenisnya akan berbeda pula ukuran partikel litter, berat partikel litter, daya konduksi termal dan dayaserapnya terhadap air. Lebih lanjut perbedaan-perbedaan tersebut menjadikan keadaan oksigen, debu, suhu dan kelembaban di dalam kandang akan bervariasi pula bila menggunakan bahan litter yang berbeda, dan akhirnya akan berpengaruhterhadap kondisi internal litter tersebut. Untuk mengatasi hal di atas, peternak biasanya memberikan litter pada lantai kandang. Pengaturan litter yang baikakan menghasilkan pertumbuhan tubuh ternak yang normal. Bahan litter yang sering digunakan antara lain serbuk gergaji, bongkol jagung yang telah dicacah, sekam, potongan jerami kering, dan kulit kacang (Sujono, 1993) Cara Penggunaan Litter Serbuk gergaji sangat cocok dijadikan sebagai litter kandang ternak marmot karena daya serapnya tinggi dan strukturnya yang halus dan padat. Harga serbuk gergaji memang lebih mahal sedikit daripada sekam dan jerami tetapi kualitas budidaya ternak marmot ini sangat bergantung pada penggunaan litter. Berbeda dengan jerami daya serapnya terhadap air sangat buruk bila dibandingkan dengan serbuk gergaji. Jika marmot sering berada di litter yang basah bisa dipastikan pertumbuhan akan lambat dan mudah terserang penyakit scabies. Oleh karena itu lebih baik menggunakan serbuk gergaji sebagai litter kandang ternak marmot. Ketika umur marmot sudah seminggu maka sebaiknya tempat pakan dan

10 18 air minum tidak lagi bersentuhan dengan litter, sebaiknya menggunakan peralatan kandang terutama untuk tempat minum, hal ini dapat mengurangi air tumpah. Kesimpulannya; litter sebaiknya tebal dan selalu kering sehingga kandang akan lebih segar karena tngkat amonia yang rendah Limbah Kandang Marmot Deskripsi Limbah Kandang Marmot Limbah merupakan bahan sisa dari suatu kegiatan yang sudah tidak dipakai atau diperlukan. Bahan atau material berlebih yang dihasilkan dari suatu proses (Merkel, 1981). Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solidwaste), limbah cair (liquid waste), dan limbah gas (gaseous waste). Limbah ternak adalah bahan yang tidak tercerna oleh proses metabolisme hewan dan dikeluarkan sebagai feses dan urin (Merkel, 1981). Menurut Soehadji (2002) Limbah peternakan merupakan hasil dari proses produksi peternakan yang mempunyai nilai guna dan merupakan semua bawaan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair, dan gas. Limbah kandang peternakan marmot meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Limbah kandang peternakan marmot baik kotoran maupun urin serta sisa pakan saat ini banyak yang dibuang langsung ke lingkungan. Bahan buangan yang dihasilkan dari usaha peternakan dengan segala aktifitasnya didalamnya, termasuk segala aktifitas orang yang mengelolanya, sedangkan limbah ternak adalah bahan buangan yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme ternak yang sebagian besar berupa feses dan urine (Sihombing, 2000). Limbah peternakan dapat menghasilkan amonia dan dapat menjadi sumber pencemaran dan berpotensi

11 19 menyebabkan eutrofikasi pada sungai dan danau, ditandai dengan konsentrasi tinggi nutrisi yang menciptakan ketidakseimbangan ekologis dalam sistem perairan yang mendukung tingkat pertumbuhan yang tinggi pada alga dan tanaman air (Burton dan Turner, 2003) Produksi Limbah Marmot Limbah didefinisikan sebagai bahan sisa dari proses produksi yang memiliki nilai rendah (Merkel, 1981). Semua kotoran yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan baik berupa padat, cairan, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji,1992). Sebagai sumber energi untuk kehidupan bakteri diperlukan media yang kaya akan nutrisi, nutrisi yang dimaksud disini adalah unsur karbon seperti karbohidirat yang terdapat dalam media tumbuh tersebut. Jumlah unsur yang media atau substrat sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bakteri, sehingga pada akhirnya akan mempengarui produk akhir yang dihasilkan dari proses fermentasi oleh bakteri tersebut (John Fry, 1973). Dalam sistem peternakan marmot selain hasil utama yang diperoleh juga dihasilkan limbah berupa feses, urin, dan sisa hijauan pakan. Selama ini banyak peternak yang membiarkan limbah tersebut menumpuk begitu saja di bawah kandang atau di lahan yang ada disamping kandang. Dengan perlakuan seperti itu apabila total limbah yang dihasilkan dalam jumlah besar, maka akan membuat proses penguraian menjadi tidak terkendali. Penguraian tersebut dikenal dengan istilah pembusukan. Pembusukan ini nantinya akan berpeluang menimbulkan masalah yakni pencemaran lingkungan. Untuk mencegah masalah tersebut perlu dilakukan penanganan yang benar yaitu dengan cara pengolahan.limbah ternak mempunyai dua fungsi utama yaitu menyediakan zat-zat nutrisi dan bahan-bahan organik (Simpson, 1986). Menurut Sihombing (2001) menyatakan bahwa limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media kultur.jumlah limbah yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan tergantung dari jenis ternak dan sistem peternakan digunakan (Merkel, 1981).

12 Nisbah C/N Nisbah C/N merupakan hasil perbandingan antara karbon atau karbohidrat dan nitrogen yang terkandung didalam suatu bahan (Nan dkk, 2005). Karbon dan nitrogen adalah dua unsur yang paling penting dalam pengomposan,membentuk substrat bahan organik, sebagai sumber energi mikroorganisme dalam melakukan aktivitas perombakan.perbandingan antara karbon dan nitrogen pada suatu bahan organik. Nisbah dekomposisi bahan organik pada prinsipnya sangat tergantung dari nisbah C/N yang ada pada fermentasi. Sebagai bahan yang di fermentasi, kandungan karbon sangat berpengaruh pada pelepasan CO 2, sementara nitrogen digunakan dalam sistem, dan fermentasi akan terus berlangsung yang menyebabkan nisbah C/N menjadi lebih kecil (Bewick, 1980). C/N termasuk faktor penting selama fermentasi bahan organik (Merkel, 1979). Karbon yang terkandung dalam substrat adalah sumber energi dan berkontribusi terhadap biomassa populasi mikroba. Nitrogen, merupakan konstituen dari protein dan materi genetik, sangat penting untuk pertumbuhan Ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme berupa karbon dan nitrogen sehingga nilai nisbah C/N perlu ditentukan agar dapat memenuhi kebutuhan perkembangbiakan mikroorganisme. Nisbah C/N yang disyaratkan pada proses fermentasi mikroorganisme perombakan akan beraktivitas optimal agar berjalan baik mempunyai kisaran (CSIRO, 1979). Nisbah C/N yang optimal bagi kehidupan mikroorganisme adalah 30 (Nan dkk, 2005). Demikian juga, apabila jumlah unsur nitrogen terlalu banyak (Nisbah C/N rendah) maka carbon akan segera habis dan diproses fermentasi berhenti dan akan terbentuk amonia yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Untuk itu imbangan nisbah C/N di dalam limbah ternak sebagai bahan dasar penghasil gasbio sangatlah penting (Bryant, 1976). Nisbah C/N yang diperlukan bakteri dalam mendekomposisi senyawa organik untuk menghasilkan gasbio berkisar antara (Haug, 1980).

13 21 Nisbah C/N dari masing-masing limbah ternak berbeda, akhirnya produksi gasbio yang dihasilkan juga akan berbeda. Rasio C/N adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas kompos. Rasio ini digunakan untuk mengetahui apakah kompos cukup matang atau belum. Rasio C/N ini juga diatur di dalam SNI atau KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N kompos yang diijinkan adalah 10 20, sedangkan di dalam KepMenTan rasio C/N kompos yang diijinkan berkisar antara 20. Rasio C/N kompos yang sudah cukup matang berdasarkan literatur berkisar antara Kisaran nisbah C/N untuk fermentasi adalah (Yuwono, 2006). C/N rasio yang terlalu tinggi akan menyebabkan laju pemgomposan berjalan lambat. Apabila terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme sehingga proses pengomposan terhambat (Merkel, 1981). Pada dasarnya semua mikrroganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Rasio C:N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C:N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor) (Alexander, 1994). Rasio C:N tergantung dari kontaminan yang ingin didegradasi, bakteri serta jenis nitrogen yang digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C:N optimum pada proses biodegradasi adalah 100:10 (Shewfelt et, al, 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot pada Tabel 3. Data hasil pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot disajikan Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Pada Hewan

Sistem Pencernaan Pada Hewan Sistem Pencernaan Pada Hewan Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. pada hewan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Itik Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai alat pemenuh kebutuhan konsumsi namun juga berpotensi

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi ransum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keunggulan antara lain karena pertumbuhannya yang cepat, konversi ransum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Babi Ternak babi adalah ternak monogastrik penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kerbau dan Sapi di Indonesia Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak kerbau tersebar merata di seluruh pulau di Indonesia dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang dikontrol agar bahan organik menjadi stabil. Proses pengomposan sama seperti dekomposisi alami kecuali ditingkatkan dan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kandungan N-NH 4 Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami padi terhadap kandungan N vermicompost dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang umum dipelihara dan digunakan sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya diperlihara untuk diambil tenaga, daging,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ternak ayam yang pertumbuhan badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, yaitu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu akan sangat bijaksana apabila bahan buangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan hijauan unggul yang digunakan sebagai pakan ternak. Produksi rumput gajah (Pannisetum purpureum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Nisbah C/N Campuran Feses Sapi Perah dan Jerami Padi terhadap Kandungan N Pupuk Organik Cair (POC) Kandungan unsur N pada pupuk organik cair hasil pengomposan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cacing tanah merupakan hewan yang cepat berkembangbiak, mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga dapat berkesinambungan ketersediaannya

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi merupakan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hamli (2015) salah satu jenis tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah tanaman berspora yang bersifat biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Jamur merupakan organisme tidak berkhlorofil. Terdapat empat macam sifat hidup

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan bahan-bahan yang mengandung satu atau lebih zat senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Selain dibutuhkan oleh tanaman pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci