Reformasi Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reformasi Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik"

Transkripsi

1 Reformasi Birokrasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik Pengantar Studi tentang birokrasi dan praktik birokrasi pemerintahan di Indonesia selama ini mengalami tingkat fluktuatif yang tinggi sesuai dengan perkembangan, perubahan, dan setting politik yang terjadi. Ketika zaman orde baru, birokrasi diarahkan sebagai alat negara (the tool of state) untuk mempertahankan kekuasaan dan layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima terhadap maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Implikasi lebih lanjut, wajah birokrasi pemerintah pada masa itu lebih sebagai abdi negara dari pada sebagai pelayan masyarakat (public service).[1] Pergeseran dari alat negara ke pelayan masyarakat sampai saat ini belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Akuntabilitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi di semua level birokrasi merupakan salah satu indikator keberhasilan reformasi birokrasi. Bila diamati secara seksama, reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasi utama adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi. Secara umum dapat dikatakan reformasi birokrasi di Indonesia yang sudah dilakukan selama ini belum berhasil. Studi Birokrasi Ciri birokrasi menurut Weber[2] adalah, Pertama, berbagai aktivitas reguler yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang didistribusikan dengan suatu cara yang baku sebagai kewajiban-kewajiban resmi. Kedua, organisasi kantor-kantor mengikuti prinsip hierarki, yaitu setiap kantor yang lebih rendah berada di bawah kontrol dan pengawasan kantor yang lebih tinggi. Ketiga, operasi-operasi birokratis diselenggarakan melalui suatu sistem kaidah-kaidah abstrak yang konsisten dan terdiri atas penerapan kaidah-kaidah ini terhadap kasus-kasus spesifik. Keempat, pejabat yang ideal menjalankan kantornya berdasarkan impersonalitas formalistik tanpa kebancian atau kegairahan dan kerenanya tanpa antusiasme atau afeksi. Birokrasi pemerintahan seringkali diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat, yaitu suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah pejabat. Di dalamnya terdapat yurisdiksi dimana setiap pejabat memiliki official duties. Mereka bekerja pada tatanan hierarki dengan kompetensinya masing-masing. Pada 1992, terdapat koreksi terhadap paradigma birokrasi modern Weber yang hirarkis. Disarankan untuk berubah menjadi birokrasi yang memperhatikan partisipasi, kerja tim dan kontrol rekan kerja (peer group), bukan lagi dominasi oleh kontrol atasan.[3] Paradigma birokrasi yang baru antara lain: Catalytic government: steering rather than rowing. Pemerintah sebagai katalis, lebih baik menyetir daripada mendayung. Pemerintah dan birokrasinya disarankan untuk melepaskan bidang-bidang atau pekerjaan yang sekiranya sudah dapat dikerjakan oleh masyarakat sendiri; Community-owned government: empowering rather than serving. Pemerintah adalah milik masyarakat: lebih baik memberdayakan daripada melayani. Pemerintah dipilih oleh wakil masyarakat, karenanya menjadi milik masyarakat. Pemerintah akan bertindak lebih utama jika memberikan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mengurus masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan masyarakat tergantung terhadap pemerintah; Competitive government: injecting competition into service delivery. Pemerintahan yang kompetitif adalah pemerintahan yang memasukan semangat kompetisi di dalam birokrasinya. Pemerintah perlu menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.

2 Sementara Hegel[4] berpendapat bahwa birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general. Di lain sisi Karl Marx[5] memandang birokrasi dalam kerangka perjuangan kelas, krisis kapitalisme, dan pengembangan komunisme. Walaupun Karl Marx dapat menerima pemikiran Hegel, tetapi Marx berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya. Dengan kata lain, birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut. Birokrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Atau dalam definisi lain birokrasi adalah cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan yang banyak liku-likunya. Good governance sering diartikan sebagai indikator terealisasikannya reformasi birokrasi dengan terpenuhinya prinsip-prinsip seperti, partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi, kepedulian kepada stakeholder, berorientasi kepada konsesnsus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis. Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Buruknya pelayanan publik di Indonesia antara lain disebabkan ketiadaan perangkat hukum yang mengatur standarisasi pelayanan publik yang harus dipenuhi. Hambatan dalam reformasi birokrasi juga datang dari organisasi birokrasi itu sendiri yang rata-rata cenderung menunjukkan perilaku yang korup. Dengan kata lain, korupsi menghambat birokrasi untuk melakukan pelayanan publik. Celakanya, korupsi bukan hanya dilakukan oleh aparat birokrasi saja tetapi juga oleh masyarakat (internal dan eksternal). Birokrasi merupakan institusi yang menggerakkan pembangunan, tanpa peran birokrasi, nampaknya pembangunan akan mengalami stagnasi dan mungkin kehilangan arah. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi internal melalui reformasi birokrasi di berbagai bidang strategi seperti proses rekrutmen pegawai yang ketat, perbaikan kesejahteraan, mekanisme kerja yang transparan, adanya reward merit system (memberikan penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system (hubungan kerja yang kolutif, diskriminatif) belum mampu membuat konstruksi birokrasi yang berorientasi kepada pelayanan publik secara efektif dan efisien. Konteks reformasi didefinisikan sebagai perubahan radikal untuk perbaikan di berbagai bidang dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan demikian reformasi birokrasi adalah perubahan radikal dalam bidang sistem pemerintahan. Susunan birokrasi pemerintah bukan hanya diisi oleh para birokrat karier tertapi juga pejabat politik. Menurut teori liberal, birokrasi pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan umum. Dengan demikian birokrasi pemerintah itu bukan hanya diisi oleh para birokrat, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik.[6] Demikian pula sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pemimpin politik dari partai politik tertentu saja melainkan ada juga pemimpin birokrasi karier professional. Ketika keinginan memasukkan pejabat politik dalam birokrasi pemerintah itu timbul, maka timbul pula suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya. Pertanyaan ini harus dijernihkan dengan jawaban yang tepat. Hubungan antara pejabat politik (political leadership) dan birokrasi merupakan suatu hubungan yang konstan (tetap) antara fungsi kontrol dan dominasi.[7] Dalam hubungan seperti ini maka akan senantiasa timbul persoalan, siapa mengontrol siapa dan siapa pula yang menguasai, memimpin dan mendominasi siapa. Persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan klasik sebagai perwujudan dikotomi politik dan administrasi. Sehingga karenanya, kemudian timbul dua bentuk alternatif solusi yang utama, yakni apakah birokrasi sebagai subordinasi dari politik (bureaucratic ascendancy)

3 atau birokrasi sejajar dengan politik (bureaucratic sublation atau attempt at co-equality with the executive). Bentuk solusi executive ascendancy diturunkan dari suatu anggapan bahwa kepemimpinan pejabat politik itu didasarkan atas kepercayaannya bahwa supremasi mandat yang diperoleh oleh kepemimpinan politik itu didasarkan atas kepercayaan bahwa supremasi mandat yang diperoleh oleh kepemimpinan politik itu berasal dari Tuhan atau berasal dari rakyat atau berasal dari public interst. Supremasi mandat ini dilegitimasikan melalui pemilihan, atau kekerasan, atau penerimaan secara de facto oleh rakyat. Dalam model sistem liberal, kontrol berjalan dari otoritas tertinggi rakyat melalui perwakilannya (political leadership) kepada birokrasi. Kekuasaan untuk melakuakn kontrol seperti ini yang diperoleh dari rakyat acapkali disebut sebagai overhead democracy.[8] Dominasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi ini, sebenarnya dipacu oleh dikotomi antara politik dan administrasi yang merupakan suatu doktrin yang pengaruhnya dimulai sejak penemuan administrasi negara sebagai suatu ilmu.[9] Pemikiran tentang supremasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu timbul dari perbedaan fungsi antara politik dan administrasi, dan adanya asumsi tentang superioritas fungsi-fungsi politik atas administrasi. Slogan klasik pernah juga ditawarkan bahwa manakala fungsi politik berakhir maka fungsi administrasi itu mulai (when politic end, administration begin).[10] Dikotomi antara politik dan administrasi ini juga diakibatkan karena adanya kesalahan perubahan referensi dari fungsi ke struktur, dari perbedaan antara pembuatan kebijakan (policy making) dan pelaksanaan (implementation), antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi.[11] Adapun bureaucratic sublation didasarkan atas anggapan bahwa birokrasi pemerintah sesuatu negara itu bukanlah hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana. Weber sendiri mengenalkan bahwa birokrasi yang riil itu mempunyai kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan yang dilimpahkan oleh pejabat politik. Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa sejarah birokrasi di Indonesia memiliki penilaian yang buruk, khususnya semasa orde baru dimana birokrasi menjadi mesin politik. Efeknya, masyarakat harus membayar biaya yang mahal untuk satu jenis layanan, ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab. Hal tersebut merupakan fakta empiris rusaknya layanan birokrasi. Pejabat politik yang mengisi birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrat tidak dapat dibedakan. Kewenangan besar dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi. Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada melayani masyarakat. Akhirnya, birokrasi lebih dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat. Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi politisasi birokrasi. Pada zaman orde baru, birokrasi menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan. Zaman pasca reformasi pun para pejabat politik yang kini menjabat dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan budaya tersebut dengan mengaburkan antara pejabat karier dengan non karier. Sikap mental seperti ini dapat membawa birokrasi pemerintahan Indonesia kembali kepada kondisi birokrasi pemerintahan pada masa orde baru.

4 Partisipasi Publik Partisipasi publik dalam layanan birokrasi bukanlah merupakan hal baru. Di negara yang menerapkan demokrasi akan selalu melibatkan partisipasi publik dalam pembangunan termasuk pada pembangunan good governance. Konsep good governance masih relatif baru di Indonesia, padahal konsep ini telah diaplikasikan sejak 1960-an oleh negara-negara maju dengan sistem demokrasi yang dikembangkan oleh Bank Dunia sekitar tahun 80-an. Usaha dalam meningkatkan pelayanan publik melalui good governance di Indonesia telah melibatkan stakeholders. Tetapi kenyataan nya, masih terjadi gap dan ada sendi-sendi yang tak terjamah oleh publik dalam memberikan masukan untuk menentukan kebijakan dalam pemerintahan. Kalau kita mau melihat fungsi sesungguhnya bahwa kebijakan publik harus selalu mengajak publik untuk bersama-sama menentukan arah kebijakan, sehingga akan melahirkan suatu kebijakan yang adil dan demokratis. Pembuat kebijakan di negara-negara yang demokratis menawarkan akan pentingnya keterbukaan dan keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah kebijakan dan pembangunan di suatu negara. Proses tersebut akan memunculkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan. Dengan demikian akan terbentuk keselarasan dalam membuat kebijakan dan akhirnya akan melahirkan suatu keputusan bersama dan adil dari pemerintah untuk rakyatnya. Keterlibatan masyarakat dalam membuat kebijakan merupakan faktor utama dalam good governance. Hal ini akan memberikan manfaat yang besar terhadap kepentingan publik, diantara nya: meningkatkan kualitas kebijakan yang dibuat dan sebagai sumber bahan masukan terhadap pemerintah sebelum memutuskan kebijakan, terjadinya interaksi antara pemerintah dan rakyat dalam menentukan arah tujuan pembangunan, dan meningkatnya akuntabilitas serta transparansi yang mana akan meningkatnya keterwakilan rakyat dan kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam membuat kebijakan. Rakyat harus ditempatkan sebagai aktor vital dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini diasumsikan bahwa dengan meningkatnya keterlibatan publik dalam membantu menentukan atau membuat suatu kebijakan akan memaksa pemerintah untuk selalu memberikan kebijakan publik yang responsive. Dengan demikian akan melahirkan legitimasi pemerintah dimata rakyat bahwa pemerintah lebih terbuka dan bertanggung jawab dalam menjawab permasalahan sosial. Dengan demikian akan terkikis birokrasi yang berbelit dan selalu akan memberikan efisiensi dan efektifitas dalam pelayanan publik. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam proses pelayanan publik bisa seperti apa yang di kemukakan oleh Tony Bovaird dan Elke Loffler[12], yakni partisipasi rakyat dalam membuat kebijakan digambarkan dengan ladder of participation atau tangga partisipasi dimana rakyat di posisikan sebagai anak tangga terbawah yang senantiasa mengetahui masalah sosial yang sesungguhnya. Tanpa memberdayakan dan konsultasi di anak tangga terbawah, maka pemerintah tidak akan pernah tahu apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh rakyat. Apabila komunikasi di tingkat bawah telah diperkuat maka akan terjadi dialog antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah akan lebih efektif dan efisien dalam membuat kebijakan. Meskipun saat ini banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di segala bidang, namun masih ada keterbatasan dalam membawa aspirasi rakyat, sehingga tidak terbentuk sinergi yang nyata antara rakyat dan pemerintah. Tidak dapat kita pungkiri, dalam beberapa hal rakyat tidak dapat dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan, tetapi harus disadari dalam membuat suatu kebijakan yang sifatnya untuk publik, sudah seharusnya pemerintah melibatkan masyarakat. Pemberdayaan civil society merupakan alat ampuh dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan pada masa mendatang, keterlibatan ini akan selalu memberikan dampak yang positif terhadap

5 keputusan dan kebijakan yang akan diambil atau yang akan di implementasikan karena terjadinya sinergi antara pembuat kebijakan dan masyarakat. Tantangan Birokrasi Secara mendasar, birokrasi Indonesia masih terkesan sulit untuk direformasi. Beberapa persoalan birokrasi antara lain, Pertama, mentalitas mayoritas aparat birokrasi (baik pusat atau daerah) belum berorientasi pada pelayanan publik. Kondisi ini disebabkan masih kuatnya mentalitas aparat publik yang lama, sementara aparat publik yang baru belum mampu mengubah budaya kerja di unit kerjanya. Kedua, pemerintah pusat terkesan belum ikhlas memberikan keleluasaan pada birokrat di daerah dalam upaya memacu perkembangan daerahnya. Pada kasus ini, pemerintah pusat selalu memonitor dan mensupervisi setiap perda-perda di tingkat daerah. Ketiga, birokrasi sering macet karena berhadapan dengan benang kusut politik. Birokrasi tidak akan bisa bekerja dalam situasi politik yang kurang kondusif. Dalam kondisi demikian, banyak produk politik yang terasa aneh dan menjadikan birokrasi sebagai kambing hitam dalam penyelenggaraan urusan publik. Keempat, birokrasi kurang berfungsi karena pernyataan visi dan misi yang tidak konsisten. Hal ini diperparah dengan daerah yang kurang mampu membuat prioritas dalam mengeksplorasi potensi daerah. Akibatnya birokrasi kurang terfokus dalam memberikan pelayanan publik. Kelima, kepemimpinan birokrat yang lemah. Birokrasi di era reformasi cenderung lentur seiring dengan demokratisasi dalam masyarakat. Dengan demikian gaya kepemimpinan tetap berperan di sini. Kepemimpinan para birokrat kita selama ini masih menggunakan konsep lama, kurang fleksibel. Akibatnya, mesin birokrasi juga kurang berfungsi dengan baik. Keenam, birokrat di daerah masih berorientasi ke dalam (jago kandang) sehingga belum terbuka untuk bersaing dengan daerah lain melalui inovasi, sehingga memiliki nilai tambah. Problem birokrasi seperti ini akan menghambat kemajuan, baik di pusat atau di daerah. Persaingan dengan mengedepankan potensi yang dimiliki daerah menjadi pemicu dan pemacu bagi konstituen asing agar bersedia berinvestasi di daerahnya. Selama ini calon investor masih mengeluhkan regulasi dan birokrasi dalam hal perizinan yang dinilai amat merepotkan. Catatan Akhir Pelayanan publik yang baik dan masyarakat mendapatkan kepuasan dari pelayanan tersebut merupakan kata kunci dan tantangan birokrasi. Dewasa ini, birokrasi berhadapan dengan mekanisme pasar yang bersifat terbuka. Fenomena ini merupakan tuntutan jaman dalam era persaingan bebas. Setiap daerah perlu mencontoh reformasi birokrasi yang dilakukan oleh daerah-daerah yang telah berhasil sehingga tidak perlu lagi bicara tentang konsep reformasi birokrasi. Persoalannya tidak berada pada konsep lagi, tetapi sudah pada tindakan riil untuk melakukan reformasi atau tidak. Reformasi birokrasi harus tetap berorientasi kepada demokratisasi. Birokrasi harus tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi lokal sehingga birokrasi akan mengakar kuat. Seiring dengan itu, demokratisasi yang terus berproses di tengah masyarakat harus menjadi orientasi birokrasi yang akan dibentuk. Dengan demikian, birokrasi berjalan seiring dengan benih demokrasi di daerah. Dengan menguatnya demokrasi di daerah serta kemampuan dalam menjalankan birokrasi yang ada, maka pada level yang lebih besar akan menggerakkan birokrasi yang ada di pemerintah pusat. Bila ini terjadi dengan cepat, maka kewenangan pusat di daerah pun akan mengecil karena daerah telah menjalankan fungsi birokrasi dengan baik. Untuk mempercepat reformasi birokrasi dan kelihatan hasilnya, maka birokrasi harus bekerja dengan skala prioritas, ukuran yang jelas, serta mengikuti tahapan yang telah ditetapkan.

6 Referensi Albrow, Martin Birokrasi. (terj. M. Rusli Karim dan Totok Daryanto), Yogyakarta: Tiara Wacana. Bovaird, Tony & Loffler, Elke Public Management and Governance. New York: McGraw Hill. Carino, Ledivina V Bureaucracy for Democracy, the Dynamics of Executive Bureaucracy Interaction During Governmental Transitions. College of Public Administration: University of the Philippines. Fredickson, George The Spirit of Public Administration. San Fransisco: Jossey Bass. Hill, Larry B. (edts) The State of Public Bureaucrac. New York: ME Sharpe, Inc. Armonk. Jackson, Karl D Bureaucratic Polity: A Theoritical Framework for The Analysis of Power and Communications in Indonesia., dalam Lucian W. Pye (eds). Political Power and Communications in Indonesia. Berkley: University of California Press. Kirwan, Kent A Woodrow Wilson and the Study of Publcic Administration- Respond to Van Riper, in Administration and Society, 18., pp Osborne, David & Gaebler, Ted Mewirausahakan Birokrasi, (terjemahan) Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Redford, Emmette S Democrcay in the Administrative State. New York: Oxford University Press. Weber, Max The Theory of Social and Economic Organization., (translated by Talcott Parsons). New York: The Free Press. Wilson, Woodrow The Study of Public Administration in Political Science Quarterly, 2 June 1987., pp [1] Karl D. Jackson Bureaucratic Polity: A Theoritical Framework for The Analysis of Power and Communications in Indonesia, dalam Lucian W. Pye (eds). Political Power and Communications in Indonesia. Berkley: University of California Press., pp Dalam pemahaman Jackson dan Pye, birokrasi politik (bureaucratic politics), diterjemahkan sebagai suatu bentuk segala upaya pemerintah yang berkuasa untuk memanfaatkan instrumen birokrasi sebagai alat untuk mengatasi disfungsionalitas maupun resiko-resiko yang dapat membahayakan kelangsungan sebuah sistem. Dalam konteks ini, sistem yang dimaksud adalah sistem politik yang dikembangkan dan dibangun oleh pemerintah pada masa orde baru untuk mempertahankan kekuasaannya melalui berbagai macam cara. Lebih lanjut Jackson dan Pye mengatakan bahwa, sentralisasi kekuasaan maupun otoritarianisme yang merupakan ciri pokok pemerintahan orde baru telah mendorong lahirnya sebuah birokrasi politik yang kaku, tidak transparan, jauh dari demoktratis dan tidak berpihak pada rakyat sehingga menyuburkan praktek-praktek KKN. Birokrasi menjadi alat kekuasaan untuk mempertahankan kepentingan politik tertentu. Mengingat begitu kuatnya, peran dan posisi birokrasi pada masa itu dalam segala sendi kehidupan di masyarakat. [2] Max Weber The Theory of Social and Economic Organization., (translated by Talcott Parsons). New York: The Free Press. [3] David Osborne & Ted Gaebler Reinventing Government., pp. ix. Buku ini dialibahasakan ke dalam bahasa Indonesia: David Osborne dan Ted Gaebler Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. [4] Ibid [5] Ibid [6] Ledivina V. Carino Bureaucracy for Democracy, the Dynamics of Executive Bureaucracy Interaction During Governmental Transitions. College of Public Administration: University of the Philippines. [7] Ibid [8] Emmette S. Redford Democrcay in the Administrative State. New York: Oxford University Press. [9] Woodrow Wilson The study of Public Administration in Political Science Quarterly, 2 June 1887., pp [10] Ibid

7 [11] Kent A. Kirwan Woodrow Wilson and the Study of Publcic Administration- Respond to Van Riper, in Administration and Society, 18., pp [12] Tony Bovaird & Elke Loffler Public Management and Governance. New York: McGraw Hill

PEMBARUAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI (Sebuah Era Perubahan)

PEMBARUAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI (Sebuah Era Perubahan) RUANG UTAMA PEMBARUAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI (Sebuah Era Perubahan) Irawati Abstract Public administration is the way in which the policy of a state or country is put into practice through its government.

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK DALAM REFORMASI Oleh : Mislan, S.Sos. ( Staf Pengadilan Tinggi Agama Pontianak )

PELAYANAN PUBLIK DALAM REFORMASI Oleh : Mislan, S.Sos. ( Staf Pengadilan Tinggi Agama Pontianak ) PELAYANAN PUBLIK DALAM REFORMASI Oleh : Mislan, S.Sos. ( Staf Pengadilan Tinggi Agama Pontianak ) A. Pelayanan Publik Perbaikan kualitas pelayanan pemerintah untuk publik senantiasa menjadi tuntutan. Proses

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Reformasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia

Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia Eko Prasojo Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia Format Reformasi Birokrasi di Indonesia Mampukah Kita Bernegara? Negara Kepentingan KORUPSI MENJADI PENYAKIT Tiga Sumber Penyakit Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara ( 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara ( boundary-less world) memberikan peluang sekaligus tantangan bagi seluruh negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA

BIROKRASI. Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA BIROKRASI Andhyka Muttaqin, S.AP, MPA Beberapa Istilah Secara etimologi, kita mengenal sbb: Biro + krasi = Meja + kekuasaan Demo + krasi = Rakyat + kekuasaan Tekno+ krasi = Cendikiawan + kekuasaan Aristo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA MATA UJI : BIROKRASI INDONESIA JURUSAN/ CAWU : ILMU PEMERINTAHAN/ V HARI/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. Hal tersebut ditandai dengan adanya perkembangan dan perubahan budaya sosial, meningkatnya persaingan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, negara sebagai penjamin kehidupan masyarakat harus mampu menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar

BAB I PENDAHULUAN. prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Reformasi dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

oleh: DR. IR. IRWANDI IDRIS, M.Si

oleh: DR. IR. IRWANDI IDRIS, M.Si oleh: DR. IR. IRWANDI IDRIS, M.Si Latar Belakang Mengapa perlu dilakukan Reformasi Birokrasi? Birokrasi dipandang sudah kurang efektif sebagai instrumen penyelenggara pemerintahan. Birokrasi saat ini Reforms

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada masa awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 14 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Good Governance : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI GUNA MENGEFEKTIFKAN KINERJA PEMERINTAH DI INDONESIA

REFORMASI BIROKRASI GUNA MENGEFEKTIFKAN KINERJA PEMERINTAH DI INDONESIA REFORMASI BIROKRASI GUNA MENGEFEKTIFKAN KINERJA PEMERINTAH DI INDONESIA Yustinus Farid Setyobudi Dosen Tetap Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIPOL UNRIKA A. Pendahuluan Sejak lahir sampai sekarang, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada era Orde Baru, pemerintah daerah tidak mempunyai kemandirian untuk berkembang. Semua kebijakan pemerintah daerah dikontrol oleh pemerintah pusat. Reformasi diawal

Lebih terperinci

Good Governance. Etika Bisnis

Good Governance. Etika Bisnis Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya negara dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita negara serta menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan keuangan negara merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan perekonomian suatu negara, karena berkaitan erat dengan mampu dan tidaknya negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis harga minyak yang sempat melonjak hingga lebih dari 120 dolar

BAB I PENDAHULUAN. Krisis harga minyak yang sempat melonjak hingga lebih dari 120 dolar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis harga minyak yang sempat melonjak hingga lebih dari 120 dolar Amerika bahkan rencana kenaikan harga BBM, krisis pangan dan berbagai bencana alam, serta

Lebih terperinci

KONTRAK PEMBELAJARAN. I. Identitas Mata Kuliah. : Dra. Sri Yuliani, M.Si Dra. Retno Suryawati, M.Si

KONTRAK PEMBELAJARAN. I. Identitas Mata Kuliah. : Dra. Sri Yuliani, M.Si Dra. Retno Suryawati, M.Si KONTRAK PEMBELAJARAN I. Identitas Mata Kuliah Program Studi Mata Kuliah Semester / SKS Dosen : Ilmu Administrasi : Teori Administrasi : V / 3 SKS : Dra. Sri Yuliani, M.Si Dra. Retno Suryawati, M.Si II.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kependudukan Banyak hal yang terkait bilamana kita akan membahas topik kependudukan terlebih pada wilayah administrasi kependudukan dengan berbagai hal yang melekat di dalamnya

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI Jakarta, 11 Agustus 2015 Disampaikan pada acara : Rapat kerja Tengah Tahun Lembaga Penyiaran RRI Tahun 2015 Esensi Reformasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme

BAB I PENDAHULUAN. baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON BAB IV ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 4.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan Kecamatan Bandung Kulon sebagai Satuan

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH Modul ke: GOOD GOVERNANCE Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik Fakultas FAKULTAS www.mercubuana.ac.id RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi Pengertian Istilah good governance lahir sejak berakhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government)

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (STRUKTUR, KUALIFIKASI APARATUR, DAN REMUNERASI) Muryanto Amin 1

PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (STRUKTUR, KUALIFIKASI APARATUR, DAN REMUNERASI) Muryanto Amin 1 PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (STRUKTUR, KUALIFIKASI APARATUR, DAN REMUNERASI) Muryanto Amin 1 Pendahuluan Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah merupakan titik reformasi keuangan daerah.

Lebih terperinci

pada masa sekarang ini. Masyarakat masih memandang kinerja dari birokrasi publik pada

pada masa sekarang ini. Masyarakat masih memandang kinerja dari birokrasi publik pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kinerja suatu birokrasi publik merupakan suatu isu yang sangat aktual yang terjadi pada masa sekarang ini. Masyarakat masih memandang kinerja dari birokrasi publik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007

GOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government) menjadi kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin populer pada era tahun 2000-an. Pemerintahan yang baik diperkenalkan

Lebih terperinci

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan PENERAPAN KONSEP GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA Oleh ARISMAN Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI A. Latar Belakang Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi

Lebih terperinci

yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti. Dalam FGD peserta dipilih dari para pejabat politik maupun karier di lingkungan birokrasi, para

yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti. Dalam FGD peserta dipilih dari para pejabat politik maupun karier di lingkungan birokrasi, para Executive Summary Perdebatan tentang hubungan antara politik dan birokrasi telah mempunyai sejarah panjang dan kembali menghangat terjadinya reformasi politik pada akhir tahun 90 an yang telah merubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah berlangsung lama dan mendapat pembenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Publik (Negara)

Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Publik (Negara) Kuliah 3 Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Publik (Negara) Marlan Hutahaean 1 Administrasi Publik Sebelum Wilson Pemikir Pandangan Confucius Plato, The Laws Niccolo Machiavelli, The Prince De Montesquieu,

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA

PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA BOLON KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR Oleh : Drs. Sugiyanto, MSi. Dosen Kopertis Wilayah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance), sehingga seorang pemimpin

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance), sehingga seorang pemimpin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia diwarnai oleh ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah. Hal ini sudah menjadi kebutuhan khusus dari masyarakat

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019 PENGADILAN AGAMA KOTABUMI Jl. Letjend. Alamsyah Ratu Perwira Negara No. 138 Kelurahan Kelapa Tujuh Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara - 34513 Telp/Fax.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke IV. GAMBARAN UMUM A. Jurusan Ilmu Pemerintahan Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke governance pada dekade 90-an memberi andil dalam perubahan domain Ilmu Pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya dan mutlak terpenuhi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat dari pada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perekonomian suatu bangsa menuntut penyelenggara negara untuk lebih profesional dalam memfasilitasi dan melayani warga negaranya. Birokrasi yang berbelit

Lebih terperinci

REINVENTING GOVERNMENT DAN PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH. Annisa Citra Fatikha 1

REINVENTING GOVERNMENT DAN PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH. Annisa Citra Fatikha 1 90 REINVENTING GOVERNMENT DAN PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH 1 Abstract Decentralization and region autonomy demand local government in United State of Republic Indonesia to become more independent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, terjadi perubahan paradigma pelayanan administrasi publik. Pada era 80-an

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, terjadi perubahan paradigma pelayanan administrasi publik. Pada era 80-an BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Masalah Konsep good governance muncul karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Pemahaman

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, muncul banyak tekanan dari publik yang menghendaki agar Pemerintah maupun swasta dapat menghapuskan praktek-praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas (accountability) merupakan salah satu prinsip atau asas dari paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain

Lebih terperinci

OLEH : DR. SURANTO DOSEN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN UMY

OLEH : DR. SURANTO DOSEN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN UMY OLEH : DR. SURANTO DOSEN JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN UMY SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS EVALUASI PILKADA SERENTAK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 09 APRIL 2016 Pemilu merupakan salah satu amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, peranan Negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (Government) menjadi

Lebih terperinci

PEMBENAHAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH

PEMBENAHAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH PEMBENAHAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH Oleh Wayan Gede Suacana Sampai dengan saat ini persoalan kompleks partikularisme dan maladministrasi masih membelit birokrasi kita, tidak terkecuali aparatur pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya otonomi daerah yang memberikan suatu kewenangan dan peluang yang sangat luas bagi daerah untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. ekonomi, sosial, budaya maupun politik mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan persaingan yang timbul

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. 127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan umum yaitu secara garis besar, Badan Penanaman Modal dan Perizinan

Lebih terperinci

dipersyaratkan untuk terselenggaranya tata kelola pemerintahan secara efektif dan efisien serta mampu mendorong terciptanya daya saing daerah pada tin

dipersyaratkan untuk terselenggaranya tata kelola pemerintahan secara efektif dan efisien serta mampu mendorong terciptanya daya saing daerah pada tin BAB IV VISI, MISI, NILAI DASAR DAN STRATEGI A. V i S i RPJMD Tahun 2009-2014 Kabupaten Polewali Mandar merupakan penjabaran dari naskah visi, misi dan program prioritas pembangunan Bupati dan Wakil Bupati

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Telah ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2007 dan Keputusan Walikota Bandung Nomor 250 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok,

Lebih terperinci

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada hierarki dan jenjang jabatan. Dalam tataran praktek, birokrasi seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pada hierarki dan jenjang jabatan. Dalam tataran praktek, birokrasi seringkali BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Birokrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis 79 BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa: 1. Partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh signifikan

Lebih terperinci

Paradigma New Public Management Paradigma New Public Service

Paradigma New Public Management Paradigma New Public Service TOPIK : Paradigma Governance : Paradigma New Public Management Paradigma New Public Service Governance = Proses atau fungsi kepemerintahan yang melibatkan peran banyak aktor di lingkup negara, bisnis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Good Governance muncul sebagai kritikan atas dominasi lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi politik yang bergulir sejak Tahun 1998 merupakan upaya untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu pemerintahan yang berkeadilan,

Lebih terperinci

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI Ari Wibowo, M.Pd LATAR BELAKANG Reformasi 1998 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi PRINSIP GOOD GOVERNANCE Partisipasi Masyarakat

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOVERNANCE DI DAERAH Oleh Wayan Gede Suacana Reformasi birokrasi akan bisa meningkatkan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel sehingga dapat mengurangi praktik-praktik

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN OLEH:

REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN OLEH: REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI SYARAT PENEGAKAN DAN PEMBERANTASAN KKN OLEH: ERRY RIANA HARDJAPAMEKAS Reformasi Birokrasi: Tantangan dan Peluang Erry Riyana Hardjapamekas 1 Kondisi Birokrasi Indonesia Mencermati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana

Lebih terperinci

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia sebelum era reformasi dapat dinilai kurang pesat. Pada waktu itu, akuntansi sektor publik kurang mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang berkualitas dan terus meningkat dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang berkualitas dan terus meningkat dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah sebagai daerah yang otonom mempunyai kebebasan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya untuk mendapatkan pelayanan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi, yang ditandai antara lain dengan adanya percepatan arus informasi menuntut adanya sumber daya manusia yang mampu menganalisa informasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan ketatanegaraan yang didasarkan pada pemerintahan yang demokratis dan berlandaskan hukum (rule of law). Sebelum reformasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin membuka kesempatan yang cukup luas bagi daerah untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja Instansi Pemerintah merupakan gambaran mengenai pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia sejak 1998 silam telah berpengaruh positif pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan perundang-undangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya dikehidupan sehari-hari sangat akrab dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya dikehidupan sehari-hari sangat akrab dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat pada umumnya dikehidupan sehari-hari sangat akrab dengan keberadaan organisasi sektor publik di sekitar lingkungannya. Adapun institusi pemerintah

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya sebatas pemenuhan kebutuhan barang pokok seperti sandang, pangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya sebatas pemenuhan kebutuhan barang pokok seperti sandang, pangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, kebutuhan masyarakat indonesia tidak hanya sebatas pemenuhan kebutuhan barang pokok seperti sandang, pangan dan papan, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda,

Lebih terperinci