KOTA, SISTEM KOTA-KOTA, KOTA DAN WILAYAH BELAKANGNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOTA, SISTEM KOTA-KOTA, KOTA DAN WILAYAH BELAKANGNYA"

Transkripsi

1 Pokok Bahasan 7 KOTA, SISTEM KOTA-KOTA, KOTA DAN WILAYAH BELAKANGNYA TUJUAN INSTRUKSIONAL Tujuan Umum: Peserta mampu menjelaskan peran kota dalam suatu wilayah dan hubungannya dengan wilayah belakangnya Tujuan Khusus: 1. Peserta mampu menjelaskan peran kota dalam suatu sistem pembangunan; 2. Peserta mampu menjelaskan hubungan di dalam kota dan antar kota-kota dalam suatu wilayah; 3. Peserta mampu menjelaskan hubungan antara pusat sebagai inti dengan wilayah belakangnya yang merupakan wilayah yang dipengaruhinya PENDAHULUAN Kota merupakan tempat bergabungnya berbagai hal dan merupakan kumpulan keanekaragaman banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung dalam satu tempat yang sama, yakni kota. Begitu juga dengan kegiatan ekonomi. Begitu banyak kegiatan ekonomi saling melengkapi dan saling bergantung. Kota juga merupakan simbol dari kesejahteraan, kesempatan berusaha dan dominasi terhadap wilayah sekitarnya. Namun kota juga merupakan sumber polusi, kemiskinan dan perjuangan untuk berhasil. Gejala kota yang seperti ini telah terjadi sejak munculnya pusat-pusat permukiman yang kemudian dikenal sebagai kota. Saat ini, apa yang istimewa pada sebuah kota?

2 Pengaruh globalisasi adalah faktor utama yang membuat keadaan berbeda dari masa yang lampau. Globalisasi menyebabkan tekanan pada kota di suatu wilayah menjadi lebih keras daripada sebelumnya (Massey, Allen dan Pile, 1999). Dunia saat ini telah tenggelam dan menyebabkan hanya dua hal yang muncul (Allen, Massey, dan Pryke, 1999). Yang pertama adalah jaringan aktivitas yang sifatnya mendunia. Sebagai contoh, sebuah perusahaan transnasional bisa memiliki jaringan produksi di berbagai negara, berlakunya nilai-nilai global yang berlaku di berbagai belahan dunia, dan juga penggunaan berbagai produk dunia yang diakibatkan oleh promosi yang gencar, seperti minuman Coca Cola dan computer IBM. Yang kedua adalah lebih kerapnya kontak di antara berbagai tempat. Pada saat ini kegiatan di suatu tempat tidak dapat dipisahkan dari kejadian yang berlangsung di tempat yang lain. Peristiwa ditabraknya gedung WTC di New York menghancurkan harga saham di berbagai perusahaan, ledakan bom di kereta bawah tanah Kota London meningaktkan kesibukan seluruh petugas bandar udara di berbagai kota dunia, naiknya harga minyak bumi memperparah keadaan ekonomi negara yang masih sangat bergantung pada pasokan minyak bumi dari luar negeri, dan berbagai kejadian lain. Kedua gejala ini sudah sangat nyata mempengaruhi kota-kota tua seperti London, Tokyo, Singapura, ataupun Jakarta. Di kota-kota tua, percampuran berbagai jenis kegiatan industri, kelompok sosial dan pergerakan manusia, serta barang dan informasi, sudah lama berlangsung dan telah menjadi karakteristik kota-kota tersebut. Namun gejala tersebut saat ini juga mulai nampak di kota-kota lain, yang bukan merupakan pusat pertumbuhan negara, seperti Bristol ataupun Semarang. Mengapa gejala ini juga berpengaruh pada kota-kota menengah? Jaringan aktivitas yang mendunia dan kerapnya kontak dengan tempat-tempat lain merupakan gejala yang muncul. Gejala ini dalam bentuk tingginya perjalanan masuk dan ke luar tempat-tempat tersebut, adanya migrasi, menyebarnya informasi melalui televisi, dan promosi guna meningkatkan pola hidup konsumtif. Dengan kemajuan teknologi, kota-kota menengah tidak dapat terlepas dari pengaruh berbagai media, baik elektronik maupun media cetak. Perjalanan antar tempat juga tidak mengalami kendala lagi. Teknologi transportasi saat ini telah mampu mengatasi jarak fisik antar tempat yang berjauhan. Bahkan komunikasi tidak perlu lagi dilakukan dalam bentuk tatap muka, tetapi secara maya.

3 HUBUNGAN DI DALAM KOTA Hubungan Sosial dan Ekonomi Gambar 7.1. Kehidupan Masyarakat di Kawasan Kumuh tengah Kota Jakarta Apa yang bisa diceritakan dari Gambar 7.1. di atas? Gedung tinggi yang berada di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta merupakan sebuah gedung perkantoran dengan kegiatan jasa sebagai kegiatan utama. Ratusan juta rupiah uang dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang berada di gedung tersebut. Karyawan yang bekerja di gedung tersebut berpenghasilan tinggi, mencapai puluhan juta rupiah. Mereka makan di restoran mahal dengan sajian menu dari berbagai negara, bepergian ke mencanegara dengan menggunakan fasilitas perjalanan terbaik, tinggal di apartemen atau perumahan mewah di seputar Jakarta, serta bergaul hanya dengan teman-teman yang memiliki pola kehidupan yang serupa, baik yang ada di Indonesia maupun di negara lain. Sementara itu di sisi gedung perkantoran tersebut terdapat bangunan sederhana dan tampak kumuh. Mereka yang tinggal di bangunan tersebut hidup dengan penghasilan yang hanya cukup

4 untuk makan, menu makanannyapun sangat sederhana dan hanya berfungsi untuk mengganjal perut. Mereka tidak pernah melakukan perjalanan jauh, tidak juga makan di restoran. Pergaulan mereka hanya seputar teman kerja dan tetangga di sekitar tempat tinggal. Itulah kehidupan perkotaan. Mereka yang dekat di mata belum tentu menjadi teman dekat. Kehidupan yang bersisian tersebut tidak berarti mereka saling kenal, apalagi berteman. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan perkotaan memiliki berbagai bentuk yang bisa saling tidak saling bersinggungan. Gambar 7.2. Kehidupan Dua Kelompok Masyarakat dari Kelas Sosial yang Berbeda Gambar 7.2. juga merupakan gambaran kehidupan di perkotaan. Kedua kelompok sosial masyarakat dalam gambar menampakkan hubungan yang akrab dan sepertinya saling mengenal. Satu kelompok sosial adalah mereka yang berkecukupan dengan kehidupan yang sudah mapan. Sedang kelompok yang satu lagi adalah mereka yang berpenghasilan secukupnya dan tidak punya jaminan apapun bagi hidupnya. Kedua kelompok ini saling tergantung, yang satu membutuhkan yang lain. Tanpa kelompok yang berada, tidak akan tercipta kebutuhan pelayanan seperti yang dilakukan oleh kelompok sosial yang kedua. Sedangkan kelompok sosial yang pertama, walau berkecukupan secara ekonomi, tetapi tidak mungkin melakukan segala sesuatu sendiri. Karena saling membutuhkan inilah maka tercipta keakraban di antara mereka, walaupun sesungguhnya mereka tidak saling mengenal.

5 Dari contoh di atas, sesungguhnya ada tiga kunci suatu kota. 1. As sites of proximity and co-presence 2. As mix of space/times 3. As meeting places Hubungan Secara Fisik Sejak dahulu kala, hubungan antar bagian-bagian sudah dilakukan dengan menggunakan berbagai macam media fisik yang dikenal sebagai jalur. Jalur-jalur yang menjadi penghubung antar ruang di gedung-gedung dibentuk oleh selasar. Selasar ini dibatasi oleh pintu sehingga dapat dikatakan bahwa selasar adalah penghubung antar pintu Antara satu gedung dengan gedung yang lain dihubungkan dengan jalur jalan. Antar bagian kota dihubungkan, selain dengan jalur jalan pejalan kaki atau jalur mobil, dapat juga dihubungkan dengan jalur rel kereta. Penghubung antar bagian di dalam kota dilakukan melalui jalur pergerakan dalam berbagai bentuknya. Jalur-jalur tersebut memungkinkan komunikasi antar bagian di dalam gedung, di dalam kota, bahkan dengan tempat-tempat yang berjauhan. Hubungan fisik ini memudahkan hubungan antara tempat tinggal manusia, tempat bekerjanya, tempat rekreasi dan berbagai tempat dengan karakteristiknya masing-masing. Dengan kemajuan teknologi, hubungan antar tempat tidak harus selalu dilakukan secara fisik. Hubungan antar individu atau antar lembaga dapat dilakukan dengan cara surat menyurat, atau berkomunikasi melalui telepon. Untuk mengetahui keadaan suatu tempat yang jauh, atau bahkan tempat yang kita tidak ketahui keberadaannya, kita dapat mengunjungi World Wide Web (www) yang dilakukan melalui internet. Layanan ini menyajikan halaman-halaman penuh informasi dalam berbagai bentuk seperti narasi, table, gambar, grafik, peta, maupun foto-foto. Informasi ini juga dapat dengan segera diperbaharui saat ada perubahan informasi. Dan untuk mendapatkan informasi tersebut kita tidak perlu mengenal atau berkomunikasi dua arah dengan sumbernya.

6 HUBUNGAN ANTAR KOTA-KOTA HUBUNGAN KOTA DAN DAERAH BELAKANGNYA Dari penjelasan di atas, hubungan di dalam kota, atau antara kota dengan daerah sekitarnya, dapat dipilah dari segi sosial ekonomi dan dari segi fisik. Kedua hal tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Salah satu teori yang dapat menjelaskan hubungan sosial-ekonomi dan fisik yang berkait erat dan saling mempengaruhi adalah Teori Central Place (Central Place Theory). Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil (Knox, 1994). Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan (Hartshorn, 1980). Penelitian Christaller menghasilkan sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai Central Place Theory. Teori ini menjelaskan peran sebuah kota sebagai pusat pelayanan, baik pelayanan barang maupun jasa bagi wilayah sekitarnya (tributary area). Kepusatan Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan. Sebuah pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat permukiman yang mempunyai jumlah penduduk yang persis sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama

7 pentingnya. Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place). Ambang Batas Istilah ekonomi lain yang juga digunakan oleh Christaller adalah ambang batas (threshold). Ambang batas didefinisikan sebagai jumlah minimum kegiatan perdagangan (dalam satuan moneter) yang dibutuhkan oleh seorang wiraswastawan untuk mempertahankan kegiatan bisnisnya. Seorang pelaku bisnis, setidaknya harus mengeluarkan uang untuk membayar biaya tetap kegiatannya (overhead cost), yang antara lain adalah untuk membayar sewa tempat kegiatan. Pembelian yang dilakukan oleh pelanggan, paling sedikit (minimum) dapat memenuhi kebutuhan pembayaran biaya tetap tersebut. Itulah yang disebut sebagai ambang batas. Beberapa barang dibeli secara tetap (rutin) oleh pelanggan, seperti kebutuhan sehari-hari. Untuk barang jenis ini, toko kecil dapat memenuhinya, walaupun jumlah yang disediakan sedikit dan terbatas. Untuk barang-barang yang sering dibeli seperti ini, disebut sebagai low-order goods. Warung di sekitar perumahan, atau toko modern dengan skala kecil, merupakan pusat pelayanan penyediaan low-order goods. Barang-barang yang lebih khusus fungsinya, seperti perlengkapan rumah tangga, asesoris dan onderdil kendaraan, barang elektronik ataupun furnitur rumah tidak mungkin mencapai ambang batasnya jika skala penjualannya hanya sebatas lokasi permukiman. Barang-barang jenis ini tergolong high-order goods, dan membutuhkan ambang batas wilayah yang lebih luas. High-order goods merupakan barang yang dibeli tidak sesering low-order goods dan hanya dibeli oleh mereka yang memiliki penghasilan, kemampuan, dan kebutuhan yang lebih tinggi. Karena itu penyediaan barang jenis ini berada di kota atau pusat yang lebih luas. Tidaklah mudah untuk mengukur ambang batas dan kepusatan. Ambang batas seharusnya diukur dengan menggunakan satuan moneter, tetapi tidak mudah mendapatkan angkanya. Karena itu, untuk mengukur ambang batas digunakanlah jumlah orang yang membutuhkannya.

8 Jangkauan Pelayanan Jangkauan pelayanan suatu pusat dikenal sebagai range of a good. Jangkauannya (range) digambarkan sebagai area pasar (luas jangkauan area yang dilayani) dari satu jenis barang dagangan. Atau dapat juga dianalogikan sebagai asal pembeli, yang diukur dari jarak tempat tinggal pembeli menuju ke pusat pelayanan tempat pelanggan membeli barangnya.. Jangkauan pelayanan dipengaruhi oleh harga barang, biaya transportasi, tingkat kebutuhan terhadap barang yang akan dibeli, selera konsumen, dan kesempatan memilih. Jangkauan pelayanan bagian dalam (inner range of the good) adalah perwujudan secara spasial dari konsep ambang batas, yang bukan merupakan konsep spasial. Ini merupakan bentuk wilayah belakang (hinterland) atau area perdagangan yang dibutuhkan untuk memenuhi ambang batas pembelian. Jangkauan pelayanan bagian luar ada juga yang ideal, yang kemudian dikenal sebagai ideal outer range of the good. Ini merupakan areal perluasan paling luar, yang tidak mendapatkan pelayanan dari pusat manapun. Penduduk di area ini tidak dapat dilayani karena biaya untuk menuju ke pusat pelayanan terlalu tinggi. Area ini mewujudkan adanya keterbatasan geografi dan ekonomi bagi suatu pusat pelayanan. Guna memenuhi kebutuhan, penduduk menciptakan penggantinya, atau hidup dengan tidak bergantung pada barang yang tidak mampu mereka produksi sendiri. Bila ideal outer range of the good kemudian, karena perkembangan teknologi, dapat dilayani oleh suatu pusat, maka area ini menjadi real outer range of the good. Jangkauan pelayanan bagian luar yang nyata (real outer range of the good) adalah perluasan area dari jangkauan pelayanan bagian dalam, yang bisa dilayani tidak hanya oleh satu pusat pelayanan. Bila pusat pelayanan tidak mendapatkan pesaing guna melayani ideal outer range of the good, maka pusat pelayanan tersebut mendapatkan ideal outer rangenya sepenuhnya menjadi bagian dari real outer range of the good. Namun bila terdapat pesaing, maka ideal outer rangenya dilayani secara bersama sehingga real outer rangenya mengecil. Bagian luar ini dilayani secara bersama dan merupakan area perpotongan lebih dari satu pusat pelayanan (perhatikan Gambar 7.3).

9 Keterangan : 1 = Inner range (threshold) 2 = Real outer range 3 = Ideal outer range = Perkampungan Sumber: Hartshorn (1980 ; hal 108) Gambar 7.3. Hubungan Antara range of a good dan batas area perdagangan Asumsi Penelitian Chritaller diawali dengan menetapkan beberapa asumsi, yakni: 1. Asumsi dari sisi lingkungan fisik; Bahwa daerah yang akan menjadi wilayah penelitian merupakan wilayah yang homogen, datar, dan penduduk dapat mencapai semua arah tanpa hambatan. Daerah tersebut mempunyai karakteristik yang sama di semua bagiannya, tidak ada penghalang untuk melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Tidak ada sungai sebagai penghalang, tidak ada bukit yang harus didaki dan akses ke semua tempat sama mudahnya. Biasanya penduduk menyebar secara merata di area dengan karakteristik perdesaan seperti ini.

10 Sumber: Hartshorn (1980 ; hal 109) Gambar 7.4. Persebaran hasil pertanian yang ideal berdasarkan Teori Central Place (membentuk segitiga samasisi) 2. Asumsi dari sisi perilaku pelanggan; Yang pertama adalah bahwa pelanggan hanya akan membeli barang dari pusat yang terdekat dari tempat tinggalnya. Asumsi yang ke dua, bahwa pusat pelayanan selalu dapat memenuhi kebutuhan barang sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Apabila permintaan menurun hingga di bawah ambang batas, maka barang tersebut tidak lagi tersedia. Urutan Perkembangan Pusat Pelayanan Hasil penelitian Christaller menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan penduduk membentuk hirarkhi pelayanan, dengan sebuah pusat utama yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan dengan skala yang lebih rendah. Pembentukan hirararki pusat pelayanan tersebut terdiri dari tiga tahapan. Adapun tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 1. Pemenuhan Kebutuhan Sendiri (Self-Sufficiency). Pada tahapan awal, penduduk yang menempati area terpencil, mulai memenuhi kebutuhannya sendiri dengan cara membuat barang yang dibutuhkan. Selanjutnya, mereka yang memiliki naluri berdagang akan memproduksi barang melebihi kebutuhan keluarganya. Dengan mengembangkan naluri wiraswastanya, kelebihan barang

11 tersebut kemudian dijual pada para tetangga. Biasanya kegiatan ini diawali dengan pembuatan makanan, seperti nasi dan berbagai lauk pauknya. Jangkauan pasar si penjual dapat dianalogikan dengan ideal outer range dan inner range. Area pelayanan ini digambarkan melingkar karena disesuaikan dengan asumsi landscape yang homogen, akses dapat dicapai dari berbagai arah secara mudah. Biasanya tahap awal ini hanya menyediakan barang dan jasa low-order goods, seperti beras, telur, sayuran, sabun dan berbagai kebutuhan dasar sehari-hari. Persebaran pusat pelayanan ini dapat dilihat pada Gambar 7.5 berikut ini Keterangan : = Petani Perorangan (hasil panennya hanya untuk sendiri/self-sufficiency) = Petani Perorangan (hasil panennya dapat dijual) / Pusat Pelayanan = Inner Range of Good (threshold purchasing power) = Ideal OuterRange of Good (maximum extent of trevel) Sumber: Hartshorn (1980 ; hal 111) dan Gambar. : Perkembangan Pusat Pelayanan Tahap I; Perkembangan dari pemenuhan kebutuhan sendiri (self-sufficience) sehingga timbul pusat pelayanan Tahap 2: Berkembangnya Pasar Bebas dan Adanya Area yang Tidak Terlayani. Dengan dimulainya kegiatan jual beli yang diawali oleh seorang petani, maka petani lain akan melakukan hal yang sama. Para petani pengikut ini akan memproduksi barang yang sama untuk memenuhi permintaan penduduk di lokasi yang belum dapat

12 dijangkau oleh penjual pertama. Dengan situasi pasar bebas yang tercipta, maka akan muncul lebih banyak penjual hingga akhirnya seluruh area terlayani. Namun, tidak semua area dapat dilayani oleh pusat-pusat pelayanan yang telah berkembang. Karena bentuk area pelayanan merupakan lingkaran, maka ada area yang tidak dilayani oleh satu pusatpun. Area tersebut kita kenal sebagai interstitial areas. Penduduk di interstitial areas harus memproduksi barang yang dibutuhkannya sendiri karena tidak ada pusat yang bisa melayaninya. Atau, hidup tanpa barang tersebut. Namun dalam perkembangnnya, area yang tidak terlayani ini mengundang penjual baru untuk melayani penduduknya. Penjual yang muncul adalah mereka yang memanfaatkan ideal outer range of the good, dan menjadikannya real outer range bila memperluas jangkauan pelayanan, atau inner range bila muncul dari bagian tengah interstitial areas. Perkembangan pada tahap 2 ini dapat dilihat pada Gambar 7.6 dibawah ini. Keterangan : = Petani Perorangan (Hasil Panennya Dapat Dijual/Pedagang) / Pusat Pelayanan = Inner Range of Good (threshold purchasing power) = Ideal OuterRange of Good (maximum extent of trevel) = Area yang tidak terlayani oleh satu pedagang / pusat pelayanan pun (interstitial area) Sumber: Hartshorn (1980 ; hal 111) dan Gambar 7.6. Perkembangan Pusat Pelayanan Tahap II; Bertambahnya pusat pelayanan dan terdapatnya area yang tidak terlayani

13 Tahap 3: Kompetisi Spatial dan Penciutan Area Pasar Wiraswatawan baru dapat muncul di tengah area. Tindakan ini berakibat pada penciutan area pasar yang telah tecipta sebelumnya. Sepanjang penciutan pasar ini tidak mengganggu ambang batas yang harus dicapai, maka setiap saat dapat memunculkan wiraswastawan baru. Area pasar dapat semakin menciut dengan munculnya penjual baru. Dengan asumsi bahwa pembeli hanya akan datang ke pusat pelayanan yang terdekat, maka tidak ada area pasar yang saling tumpang tindih (overlapping). Namun ada area yang memang bisa diperebutkan oleh dua pusat pelayanan, yakni area yang memiliki jarak yang sama terhadap dua pusat. Dengan tumpang tindihnya area pasar, maka area pelayanan yang semula berupa lingkaran, kemudian mengalami penyesuaian sehingga berbentuk polygon. Bentuk polygon ini mewakili batas outer range of the good. Untuk memudahkan memahaminya, perhatikan Gambar 7.7 berikut ini. Keterangan : = Petani Perorangan (Hasil Panennya Dapat Dijual/Pedagang) / Pusat Pelayanan = Inner Range of Good (threshold purchasing power) = Ideal OuterRange of Good (maximum extent of trevel) = OuterRange of Good Sumber: Hartshorn (1980 ; hal 111) dan Gambar 7.7. Perkembangan Pusat Pelayanan Tahap III; Terjadinya kompetisi yang menyebabkan area pemasaran tertekan menjadi berbentuk

14 Bentuk Geometri Pusat Pelayanan Dengan asumsi bahwa pusat pelayanan berlokasi di puncak-puncak segitiga sama kaki (jarak maksimum yang dicapai) dan pelanggan hanya berbelanja di pusat yang terdekat dengan tempat tinggalnya, maka real outer range of the good akan menciptakan bentuk heksagon. Bentuk segi enam ini tidak menyisakan area yang tidak terlayani, dan tidak membentuk area pelayanan yang saling tumpang tindih (Gambar 7.8). Bentuk segienam ini juga menciptakan jarak yang sama dari setiap bagian untuk menuju ke pusat pelayanannya. Bentuk heksagon inilah yang merupakan daerah belakang dari suatu pusat pelayanan. Keterangan : A. Area perdagangan yang berbentuk lingkaran, dimana terdapat beberapa area yang tidak terlayani B. Area perdagangan yang berbentuk lingkaran, dimana terdapat beberapa area yang saling beririsan (terlayani ganda) C. Area Perdagangan berbentuk segi enam, dimana tidak ada area yang tidak terlanyai maupun area yang terlayani ganda Sumber: Hartshorn (1980 ; hal 111) dan Gambar 7.8. Betuk Hekasagonal yang Terbentuk dari Pertemuan Beberapa Area Perdagangan dari Pusat Perdagangan yang Berbeda

15 KELEMAHAN TEORI CENTRAL PLACE Beberapa ahli telah menyampaikan kritik terhadap Teori Central Place ini, antara lain yaitu (Pacione, 2001): 1. Teori ini tidak dapat diterapkan di semua bentuk permukiman. Walaupun diterapkan bagi pusat pelayanan, namun tidak dapat digunakan pada pusat yang mempunyai kegiatan utama industri manufaktur, yakni kegiatan yang menghasilkan penduduk sekaligus pekerja. 2. Kondisi ekonomi yang dibentuk tidak mempertimbangkan faktor sejarah yang ikut mempengaruhi pola permukimannya. 3. Informasi yang dimiliki penduduk dan berbagai kondisi mental, seperti selera, diabaikan. Dengan demikian asumsi yang digunakan tidak realistis. Pengambilan keputusan yang berkait dengan kegiatan ekonomi tidak dapat mengabaikan unsur informasi walaupun secara umum perilaku ekonomi mengarah pada keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang tertinggi. 4. Asumsi bahwa keadaan penduduk adalah homogen, termasuk tindakan yang mengabaikan kebutuhan individu. 5. Model yang diciptakan oleh Christaller mengabaikan peran pemerintah. Padahal di sisi lain, peran pemerintah saat ini sangat kuat dalam menentukan lokasi berbagai pusat kegiatan, termasuk pusat perdagangan. 6. Teori Central Place merupakan sebuah teori yang statis dan menganggap bahwa pelanggan akan datang pada pusat pelayanan terdekat. Dengan berjalannya waktu, membeli sudah merupakan kegiatan rekreasi, yang dikenal sebagai rekreasi belanja. Rekreasi jenis ini tidak mengabaikan jarak sebagai kendala. Membeli barang dapat dilakukan di tempat yang tidak dekat dengan tempat tinggal karena dilakukan sambil belanja (shopping). Walaupun nampaknya begitu banyak kelemahan pada teori Central Place, namun tidak berarti bahwa teori ini tidak memberikan sumbangan yang berarti untuk memahami pola dan keteraturan keruangan serta hirarkhi pusat pelayanan, baik barang maupun jasa. Teori ini menjadi sulit diterapkan manakala teknologi transportasi sudah demikian maju.

16 REFERENSI Allen, J., D. Massey, M. Pryke Unsettling cities. Open University Press. Routledge. New York. Hartshorn, T.A Interpreting the city: An urban geography. John Wiley & Sons. Canada Knox, P Urbanization, an introduction to urban geography. Prentice Hall International. London. Pacione, M Urban geography, a global perspective. Routledge. London.

TEORI LOKASI : CHRISTALLER. Central place theory

TEORI LOKASI : CHRISTALLER. Central place theory TEORI LOKASI : CHRISTALLER Central place theory Asumsi Wilayah dataran Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah Penduduk memiliki daya beli sama dan tersebar merata Konsumen bertindak rasional sesuai

Lebih terperinci

TEORI LOKASI : CHRISTALLER. Central place theory

TEORI LOKASI : CHRISTALLER. Central place theory TEORI LOKASI : CHRISTALLER Central place theory Asumsi Wilayah dataran Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah Penduduk memiliki daya beli sama dan tersebar merata Konsumen bertindak rasional sesuai

Lebih terperinci

TEORI CHRISTALLER DAN LOSCH dalam kaitannya dengan Central Place

TEORI CHRISTALLER DAN LOSCH dalam kaitannya dengan Central Place T E O R I K E R U A N G A N P e r t e m u a n k e - 5, 1 8 O k t o b e r 2017 TEORI CHRISTALLER DAN LOSCH dalam kaitannya dengan Central Place NI MAH MAHNUNAH U N I V E R S I T A S A M I K O M PERENCANAAN

Lebih terperinci

TEORI LOKASI : CHRISTALLER. Central place theory

TEORI LOKASI : CHRISTALLER. Central place theory TEORI LOKASI : CHRISTALLER Central place theory asumsi Wilayah dataran Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah Penduduk memiliki daya beli sama dan tersebar merata Konsumen bertindak rasional sesuai

Lebih terperinci

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi

Lebih terperinci

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap

Teori lokasi mempelajari pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Analisis pengaruh jarak terhadap TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci

Teori, Konsep, Metode & Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi

Teori, Konsep, Metode & Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi Teori, Konsep, Metode & Teknik Analisis Dasar Geografi Ekonomi TEORI LOKASI Teori Konsentrik Burgess Teori sektor Hommer Hoyt Teori Inti Ganda (multiple nuclei) Harris & Ullman Teori Inti Ganda Numerous

Lebih terperinci

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL

POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL POLA SPASIAL DISTRIBUSI MINIMARKET DI KOTA KOTA KECIL TUGAS INDIVIDU Oleh: MUHAMMAD HANIF IMAADUDDIN (3613100050) JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini sistem informasi yang berbasiskan website sudah mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini sistem informasi yang berbasiskan website sudah mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini sistem informasi yang berbasiskan website sudah mulai berkembang dan banyak dipergunakan oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk makanan yang dijual di pusat-pusat penjualan produk makanan.

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk makanan yang dijual di pusat-pusat penjualan produk makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi saat ini sudah semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya produk-produk

Lebih terperinci

BAB V AKTIVITAS EKONOMI TERSIER DAN KUARTER

BAB V AKTIVITAS EKONOMI TERSIER DAN KUARTER BAB V AKTIVITAS EKONOMI TERSIER DAN KUARTER 5.1. Aktivitas Bidang Transportasi Aktivitas transportasi merupakan salah satu penunjang berbagai aktivitas ekonomi di suatu daerah. Aktivitas transportasi pada

Lebih terperinci

Ketergantungan Lokasi & Keseimbangan Spasial. Adipandang Yudono 2012

Ketergantungan Lokasi & Keseimbangan Spasial. Adipandang Yudono 2012 Ketergantungan Lokasi & Keseimbangan Spasial Adipandang Yudono 2012 Pemahaman Tentang Lokasi Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatankegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia IT (Information Technology) sekarang ini demikian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia IT (Information Technology) sekarang ini demikian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan dunia IT (Information Technology) sekarang ini demikian pesatnya, apalagi di bidang Internet. Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya kalangan pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara

BAB I PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era otonomi daerah, aparat pemerintah di daerah lebih dekat dan secara langsung berhadapan dengan masyarakat serta merupakan perwujudan dan perpanjangan tangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perumahan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan. keluarganya karena fungsi dari rumah tinggal selain sebagai tempat

I. PENDAHULUAN. Perumahan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan. keluarganya karena fungsi dari rumah tinggal selain sebagai tempat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan keluarganya karena fungsi dari rumah tinggal selain sebagai tempat berlindung juga mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

centrality, agglomeration and power

centrality, agglomeration and power (Urban Economic I) Intra-Urban Structure : centrality, agglomeration and power Ken Martina K 1 DAFTAR PUSTAKA Arthur O Sullivan. 2004. Urban b Economics Barlowe, R. 1978. Land Resources Economics. Prentice-Hall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat terjadinya transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar merupakan suatu tempat dimana penjual dan pembeli dapat bertemu untuk melakukan transaksi jual beli barang. Penjual menawarkan barang dagangannya dengan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju karena untuk mempermudah manusia melakukan berbagai. kegiatan dalam kehidupan. Misal kemajuan dalam bidang pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju karena untuk mempermudah manusia melakukan berbagai. kegiatan dalam kehidupan. Misal kemajuan dalam bidang pendidikan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini perkembangan teknologi informasi semakin maju karena untuk mempermudah manusia melakukan berbagai kegiatan dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan tempat tinggal pada saat ini menunjukkan perkembangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan tempat tinggal pada saat ini menunjukkan perkembangan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan tempat tinggal pada saat ini menunjukkan perkembangan yang cukup besar, dimana hal tersebut merupakan salah satu solusi untuk memenuhi tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas konsumen terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: berbelanja, melakukan pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, konsumen

Lebih terperinci

1/22/2011 TEORI LOKASI

1/22/2011 TEORI LOKASI TEORI LOKASI (Tarigan, 2006:77) : Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota

I. PENDAHULUAN. tempat hidup setiap warga kota. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kebutuhan transportasi yang semakin meningkat. Dari fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil, dan Menengah adalah entitas yang memiliki kriteria yakni kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil, dan Menengah adalah entitas yang memiliki kriteria yakni kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Kecil Menengah menurut UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah entitas yang memiliki kriteria yakni kekayaan bersih lebih dari Rp

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendahuluan Pada awalnya pusat perbelanjaan di Indonesia yang di kenal adalah Sarinah. Sarinah yaitu pusat perbelanjaan dan perkantoran modern yang pertama kali dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat¹.

BAB I PENDAHULUAN. : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di selatan dan barat¹. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Untuk mengetahui maksud dari judul diatas, maka perlu diuraikan arti masing masing kata : Klaten : Merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan usaha kecil di Indonesia memang diakui sangat penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan kesempatan kerja; pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses jual beli barang atau jasa pada Word Wide Web Internet atau prose jual beli

BAB I PENDAHULUAN. proses jual beli barang atau jasa pada Word Wide Web Internet atau prose jual beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang E-Commerce merupakan suatu konsep baru yang biasa digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa pada Word Wide Web Internet atau prose jual beli atau pertukaran

Lebih terperinci

Indonesia Property Market Overview 4 th Quarter 2015

Indonesia Property Market Overview 4 th Quarter 2015 Indonesia Property Market Overview 4 th Quarter 2015 Coldwell Banker Commercial Kawasan Bisnis Granadha, 12 th B Floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 50 Jakarta 12930 Indonesia Phone : +62 21 255 39 388 Fax

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Responden pada penelitian ini merupakan konsumen dari

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN

PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN PENGANTAR KAJIAN PERKOTAAN DAN PERUMAHAN Aditya Rizkyandi (06512075) Wahyu Tri H (06512066) Alfan Adhi B (04512068) M. Amruddin Nur Zamzam (07512116) Fathurrahman Oemar (08512162) Downtown holly wood,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pelaku usaha ritel modern telah memberi warna tersendiri bagi

BAB I PENDAHULUAN. para pelaku usaha ritel modern telah memberi warna tersendiri bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri ritel Indonesia kini semakin semarak. Kehadiran para pelaku usaha ritel modern telah memberi warna tersendiri bagi perkembangan industri ritel

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal

GEOGRAFI. Sesi WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2. A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 21 Sesi NGAN WILAYAH, PERWILAYAHAN, DAN PUSAT PERTUMBUHAN : 2 A. METODE PERWILAYAHAN a. Metode Delineasi (Pembatasan) Wilayah Formal Pembatasan wilayah formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam usaha untuk melakukan pembelian, konsumen tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam usaha untuk melakukan pembelian, konsumen tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam usaha untuk melakukan pembelian, konsumen tidak terlepas dari karakteristik produk baik mengenai penampilan, gaya, dan mutu dari produk tersebut. Perusahaan yang

Lebih terperinci

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR Oleh : Lisa Masitoh L2D 097 452 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktivitas perdagangan melalui internet (e-commerce) telah berdampak

I. PENDAHULUAN. Aktivitas perdagangan melalui internet (e-commerce) telah berdampak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas perdagangan melalui internet (e-commerce) telah berdampak signifikan terhadap lingkungan bisnis. Sebagai contoh, secara geografis e- commerce telah mentransformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, kondisi sosial ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, kondisi sosial ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, kondisi sosial ekonomi masyarakat mengalami perubahan terutama nilai-nilai dan cara pandang yang dianut oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Industri Tembakau

Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Industri Tembakau Pekerjaan Jasa Konsultansi Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Industri Tembakau 2.1 Kriteria Penentuan Lokasi Kawasan Industri Secara Umum 2.1.1. Teori Lokasi Industri menurut Alfred Weber Teori lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial (misalnya, Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dll) yang. Tingkat akses internet didominasi oleh situs-situs jejaring

I. PENDAHULUAN. sosial (misalnya, Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dll) yang. Tingkat akses internet didominasi oleh situs-situs jejaring 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Media sosial berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial, untuk itu sudah menjadi naluri manusia untuk saling berhubungan. Media sosial

Lebih terperinci

Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6

Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6 Perencanaan Pengembangan Wilayah - 6 Tetty Harahap, S.T., M.Eng Univ. Indo Global Mandiri Teori-teori lokasi 1. Teori lokasi pertanian (von Thunen dkk.) 2. Teori struktur intern perkotaan (Burgess, dkk.)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Upaya Restoran Ceker Setan dalam melakukan komunikasi pemasaran melalui media social yaitu dengan menggunakan media twitter dan instagram untuk dapat memasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling mencolok dari perkembangan teknologi tersebut adalah gadget dan

BAB I PENDAHULUAN. paling mencolok dari perkembangan teknologi tersebut adalah gadget dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun belakangan ini teknologi jauh lebih canggih dan terus berkembang. Perkembangan teknologi tersebut dapat dirasakan didalam berbagai bidang mulai

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN-II MERANCANG STRATEGI PEMASARAN. Oloan Situmorang, ST, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

KEWIRAUSAHAAN-II MERANCANG STRATEGI PEMASARAN. Oloan Situmorang, ST, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen KEWIRAUSAHAAN-II Modul ke: 10 Fakultas Ekonomi Bisnis MERANCANG STRATEGI PEMASARAN Oloan Situmorang, ST, MM Program Studi Manajemen http://mercubuana.ac.id Pokok Bahasan 1. Makna pemasaran 2. Pengenalan

Lebih terperinci

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR Oleh : AULIA LATIF L2D 002 389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi selalu berkembang, dan perkembangannya setiap hari semakin cepat. Hal tersebut memiliki pengaruh pada perilaku konsumen yang menginginkan informasi

Lebih terperinci

Namun, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai bisnis nasi kuning.

Namun, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai bisnis nasi kuning. Nasi Kuning, Menu Sarapan Jadi Peluang Bisnis Rumahan Menjalankan bisnis dari rumah? Kenapa tidak. Sekarang ini hanya dengan mengandalkan peluang bisnis dari lingkungan sekitar tempat tinggal saja, kita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori UKM Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sekarang ini di Indonesia, banyak bertumbuh dan berkembang industriindustri.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sekarang ini di Indonesia, banyak bertumbuh dan berkembang industriindustri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini di Indonesia, banyak bertumbuh dan berkembang industriindustri. Pertumbuhan dan perkembangan industri tersebut bisa kita rasakan dan lihat saat ini dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

(Diferentiated Marketing)

(Diferentiated Marketing) BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPOT RAWON SETAN DALAM MEMPERTAHANKAN KONSUMEN A. Implementasi Strategi Pemasaran Depot Rawon Setan 1. Analisis Strategi Pemasaran yang Membeda-bedakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar pada pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Kota metropolitan. merupakan gelar yang telah disandang oleh Jakarta sebagai pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. besar pada pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Kota metropolitan. merupakan gelar yang telah disandang oleh Jakarta sebagai pusat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peran yang sangat besar pada pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Kota metropolitan merupakan gelar yang telah disandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha kecil hingga perusahaan yang besar memanfaatkan kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha kecil hingga perusahaan yang besar memanfaatkan kemajuan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan dan pemanfaatan internet sebagai suatu sarana informasi dan komunikasi dapat digunakan sebagai salah satu media bisnis untuk saat ini. Mulai dari pengusaha

Lebih terperinci

Mengidentifikasi Segmen & Target Pasar

Mengidentifikasi Segmen & Target Pasar Mengidentifikasi Segmen & Target Pasar Mengidentifikasi Segmen Pasar Perusahaan tidak dapat berhubungan dengan semua pelanggannya di pasar yang besar, luas dan beragam Perusahaan dapat membagi pasar menjadi

Lebih terperinci

Kegiatan Jual Beli. kompetensi dasar. Peta Konsep. Kata Kunci

Kegiatan Jual Beli. kompetensi dasar. Peta Konsep. Kata Kunci Kegiatan Jual Beli Bab kompetensi dasar Memahami kegiatan jual beli di lingkungan rumah dan sekolah 6 Peta Konsep Pasar Jual Beli Warung Toko Bertujuan memenuhi kebutuhan Kata Kunci Jual Beli Toko di unduh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUMKOTA YOGYAKARTA. Yogyakarta merupakan ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan

IV. GAMBARAN UMUMKOTA YOGYAKARTA. Yogyakarta merupakan ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan A. Demografi IV. GAMBARAN UMUMKOTA YOGYAKARTA Yogyakarta merupakan ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekaligus sebagi pusat pendidikan, pemerintahan dan perekonomian. Menurut Direktoral Jendral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA Fitriani S. Rajabessy 1, Rieneke L.E. Sela 2 & Faizah Mastutie 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG KULIAH KERJA PRAKTEK. mendukung kebutuhan dan aktifitas sehari hari. Sepeda motor merupakan alat

BAB I LATAR BELAKANG KULIAH KERJA PRAKTEK. mendukung kebutuhan dan aktifitas sehari hari. Sepeda motor merupakan alat BAB I LATAR BELAKANG KULIAH KERJA PRAKTEK 1.1. Alasan Pemilihan Bidang atau Objek KKP Saat ini sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang sangat penting, karena dengan memiliki dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

PAPER GEOGRAFI INDUSTRI Implementasi Range Concept Dalam Penentuan Lokasi Industri

PAPER GEOGRAFI INDUSTRI Implementasi Range Concept Dalam Penentuan Lokasi Industri PAPER GEOGRAFI INDUSTRI Implementasi Range Concept Dalam Penentuan Lokasi Industri Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geografi Industri Dosen Pengampu : Singgih Prihadi, S.Pd., M.Pd Disusun Oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS KERUANGAN PASAR BURUNG NGASEM KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS KERUANGAN PASAR BURUNG NGASEM KOTA YOGYAKARTA ANALISIS KERUANGAN PASAR BURUNG NGASEM KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : TRI YULIYANTO NIM.E 100 010 019

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi terutama perkembangan internet telah memberikan banyak dinamika baru dalam kehidupan manusia. Banyak sekali

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROPOSAL USAHA ROTI GORENG BIDANG KEGIATAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROPOSAL USAHA ROTI GORENG BIDANG KEGIATAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROPOSAL USAHA ROTI GORENG BIDANG KEGIATAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN Diusulkan Oleh: Nama Mahasiswa (Ketua) (NIM) Nama Mahasiswa (Wakil Ketua) (NIM) Nama

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH E-COMMERCE

TUGAS KARYA ILMIAH E-COMMERCE TUGAS KARYA ILMIAH E-COMMERCE DISUSUN OLEH: NAMA :EKO WAHYUDI NIM :10.12.5213 KELAS :10-S1-SI-10 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012-2013 ABSTRAK Di era globalisasi

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis pengaruh bauran pemasaran Rumah Makan Bakso Salatiga Bandung terhadap loyalitas konsumen Bakso Salatiga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan masyarakat kelas menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan masyarakat kelas menengah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan masyarakat kelas menengah di Indonesia menumbuhkan minat masyarakat melakukan perjalanan termasuk jasa penerbangan. Daya beli masyarakat semakin

Lebih terperinci

Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya

Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya Sidang Preview 4 Tugas Akhir Redistribusi Lokasi Minimarket di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya Oleh RIANDITA DWI ARTIKASARI 3607 100 021 Dosen Pembimbing: Dr. Ing. Ir. Haryo Sulistyarso Tahun 2011 Program

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN EKOLOGI TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN PASAR UJUNG BERUNG KOTA BANDUNG 1

PENERAPAN PENDEKATAN EKOLOGI TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN PASAR UJUNG BERUNG KOTA BANDUNG 1 PENERAPAN PENDEKATAN EKOLOGI TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN PASAR UJUNG BERUNG KOTA BANDUNG 1 Oleh Anwar Rinjani, Alpa Laeli, Lusy Beliana S, M. Denis Juliansyah, Ulpah Mardiani dan Wilda Yustiadini 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

Kampung Vertikal dan Transportasi Wisata Air Penataan Permukiman Bantaran Kanal Berbasis Komunitas

Kampung Vertikal dan Transportasi Wisata Air Penataan Permukiman Bantaran Kanal Berbasis Komunitas Kampung Vertikal dan Transportasi Wisata Air Penataan Permukiman Bantaran Kanal Berbasis Komunitas Seminar ini akan diselenggarakan pada Sabtu Pon, 26 Okt 2013 Pukul 15.00 16.00 WIB di area Parkir Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aktivitas perdagangan melalui internet (e-commerce) telah berdampak signifikan

I. PENDAHULUAN. Aktivitas perdagangan melalui internet (e-commerce) telah berdampak signifikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas perdagangan melalui internet (e-commerce) telah berdampak signifikan terhadap lingkungan bisnis. Sebagai contoh, secara geografis e-commerce telah mentransformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern mendorong berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern mendorong berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern mendorong berbagai macam perubahan sistem, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti sistem perdagangan, cara bertransaksi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kondisi persaingan dunia bisnis yang semakin ketat

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kondisi persaingan dunia bisnis yang semakin ketat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kondisi persaingan dunia bisnis yang semakin ketat terutama persaingan yang berasal dari perusahaan sejenis, perusahaan semakin dituntut agar bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di negara berkembang, seperti indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang berpotensi untuk dijadikan objek pariwisata. Perkembangan industri pariwisata Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini gaya hidup masyarakat kota semakin kompleks, dapat kita

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini gaya hidup masyarakat kota semakin kompleks, dapat kita I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini gaya hidup masyarakat kota semakin kompleks, dapat kita lihat gaya hidup masyarakat kota yang semakin bervariasi. Sudah merupakan gaya hidup mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kemiskinan. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa indonesia tidak hanya sebatas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari kemiskinan. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa indonesia tidak hanya sebatas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang senantiasa giat meningkatkan perekonomian negara dalam segala bidang guna mensejahterakan masyarakat untuk mencapai kemakmuran dan

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN SEGMEN JALUR KERETA API BANGIL- SURABAYA SEBAGAI DAMPAK LUAPAN LUMPUR DI PORONG. Rofi Budi Hamduwibawa ( )

EVALUASI PERUBAHAN SEGMEN JALUR KERETA API BANGIL- SURABAYA SEBAGAI DAMPAK LUAPAN LUMPUR DI PORONG. Rofi Budi Hamduwibawa ( ) EVALUASI PERUBAHAN SEGMEN JALUR KERETA API BANGIL- SURABAYA SEBAGAI DAMPAK LUAPAN LUMPUR DI PORONG Rofi Budi Hamduwibawa (3107 206 002) Latar Belakang Peranan Surabaya sebagai pusat kegiatan nasional Kemungkinan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN KOTA DI AKSES UTAMA KAWASAN INDUSTRI: Studi kasus SIER, Surabaya. Rully Damayanti Universitas Kristen Petra, Surabaya

PERTUMBUHAN KOTA DI AKSES UTAMA KAWASAN INDUSTRI: Studi kasus SIER, Surabaya. Rully Damayanti Universitas Kristen Petra, Surabaya PERTUMBUHAN KOTA DI AKSES UTAMA KAWASAN INDUSTRI: Studi kasus SIER, Surabaya Rully Damayanti Universitas Kristen Petra, Surabaya rully@petra.ac.id Abstrak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Setelah lebih dari

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan langsung yang terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-COMMERCE MANFAAT DAN KELEMAHAN E-COMMERCE

KARYA ILMIAH E-COMMERCE MANFAAT DAN KELEMAHAN E-COMMERCE KARYA ILMIAH E-COMMERCE MANFAAT DAN KELEMAHAN E-COMMERCE NAMA : Teguh laksana NIM : 10.12.4883 KELAS : S1-SI-07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 / 2012 ABSTRAK

Lebih terperinci

MODEL PENGGUNAAN RUANG KAWASAN WISATA KUTA BALI

MODEL PENGGUNAAN RUANG KAWASAN WISATA KUTA BALI MODEL PENGGUNAAN RUANG KAWASAN WISATA KUTA BALI M.H. Dewi Susilowati, Djamang Ludiro, Tito Latif Indra, Aditya Putra PPGT Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

Lebih terperinci

Kewirausahaan II. Menjalankan Usaha ( Bagian 2 ) Penentuan Lokasi Usaha Studi Kasus : Restoran. Rizal, S.ST., MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI

Kewirausahaan II. Menjalankan Usaha ( Bagian 2 ) Penentuan Lokasi Usaha Studi Kasus : Restoran. Rizal, S.ST., MM. Modul ke: Fakultas EKONOMI Kewirausahaan II Modul ke: Menjalankan Usaha ( Bagian 2 ) Penentuan Lokasi Usaha Studi Kasus : Restoran Fakultas EKONOMI Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Rizal, S.ST., MM. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha di dunia termasuk Indonesia. Persaingan-persaingan yang terjadi terutama berupa

BAB I PENDAHULUAN. usaha di dunia termasuk Indonesia. Persaingan-persaingan yang terjadi terutama berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada dewasa ini sedang mengalami suatu kemajuan yang pesat, hal ini seiring dengan berkembangnya teknologi dan arus informasi yang cepat sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau

PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis eceran merupakan bagian dari saluran distribusi yang memegang peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau perantara antara konsumen dam produsen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pasar merupakan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pasar merupakan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Konsumen dapat memperoleh semua kebutuhannya di pasar, karena pasar menyediakan berbagai kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi industri dalam istilah ekonomi dikategorikan dalam lingkup mikro dan

I. PENDAHULUAN. Definisi industri dalam istilah ekonomi dikategorikan dalam lingkup mikro dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi industri dalam istilah ekonomi dikategorikan dalam lingkup mikro dan makro. Pada lingkup mikro industri didefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaanperusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Pemerintahan Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan kabupaten, dalam perkembangannya dapat menjelma menjadi kota yang makin mempunyai ciri

Lebih terperinci

Bisnis di sekitar kost

Bisnis di sekitar kost Abstraksi Dalam karya ilmiah ini akan di terangkan tentang peluang-peluang bisnis di area tempat kost, bagaimana memulai usaha di lingkungan kost. Dan dalam karya ilmiah ini diharapkan maha siswa dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern pada saat ini teknologi mengalami perkembangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern pada saat ini teknologi mengalami perkembangan yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern pada saat ini teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin bertambah.teknologi memegang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, perencanaan serta penyusunan thesis mengenai business model creation IT Based Restaurant Wa^Port, penulis dapat menarik kesimpulan

Lebih terperinci

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan

TEORI PERANCANGAN KOTA. Pengantar Perancangan Perkotaan TEORI PERANCANGAN KOTA Pengantar Perancangan Perkotaan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Cynthia Puspitasari 9 Mei 2017 Bahasan hari ini: 1. Urban spatial design theory 2. The Image

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepemilikan. Kebutuhan adalah keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar dan

I. PENDAHULUAN. kepemilikan. Kebutuhan adalah keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik kebutuhan yang bersifat biogenetik seperti rasa lapar dan haus maupun kebutuhan yang bersifat psikogenetik,

Lebih terperinci