Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal"

Transkripsi

1 Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal

2

3 Kodifikasi Peraturan Perbankan Indonesia Aset Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal Tim Penyusun Ramlan Ginting Siti Astiyah Gantiah Wuryandani Wahyu Yuwana Hidayat Komala Dewi Wirza Ayu Novriana Indri Triyana Ristia Icha Pramesi Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia Telp: Fax.: Hak Cipta 2013, Bank Indonesia 2013

4 DAFTAR ISI Paragraf Halaman Daftar Isi Rekam Jejak Regulasi Batas Maksimum Pemberian Kredit Rekam Jejak Regulasi Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal Dasar Hukum Regulasi Terkait Regulasi Bank Indonesia Hal. i v Hal. vi Hal. vii Hal. viii Hal. viii x Hal. x Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum Ketentuan Umum Par. 1 3 Hal. 1 6 BMPK Kepada Pihak Terkait Par Hal BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait Par Hal Perhitungan BMPK Par Hal Kredit Par. 13 Hal Surat Berharga Par Hal Derivatif Kredit (Credit Derivative) Par. 18 Hal Tagihan Akseptasi Par. 19 Hal Transaksi Rekening Administratif Par. 20 Hal. 29 Transaksi Derivatif Par. 21 Hal Penyertaan Par. 22 Hal Pelampauan BMPK Par. 23 Hal Penyelesaian Pelanggaran dan Pelampauan BMPK Par Hal Pengecualian Par Hal Pelaporan Par. 44 Hal. 49 Ketentuan Lain Par Hal Sanksi Par Hal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat Ketentuan Umum Par Hal Dasar Perhitungan BMPK Par. 52 Hal. 59 BMPK Kepada Pihak Terkait Par Hal BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait Par Hal Pelampauan BMPK Par. 59 Hal Penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan Par Hal Pengecualian Par Hal Tata Cara Penyampaian Laporan BMPK dan Koreksi Laporan BMPK Par Hal Ketentuan Lain Par Hal Sanksi Par. 74 Hal Keadaan Memaksa (Force Majeure) Par. 75 Hal i

5 Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Ketentuan Umum Par Hal Dasar Perhitungan BMPD Par. 79 Hal BMPD Kepada Pihak Terkait Par Hal BMPD Kepada Pihak Tidak Terkait Par Hal Pelampauan BMPD Par. 86 Hal Penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPK Par Hal Pengecualian Par Hal Tatacara Penyampaian Laporan BMPD dan Koreksi Laporan BMPD Par Hal Ketentuan Lain Par Hal Sanksi Par. 104 Hal Keadaan Memaksa (Force Majeure) Par. 105 Hal. 108 Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal Ketentuan Umum Par.106 Hal Ruang lingkup dan Persyaratan Penyertaan Modal Par Hal Tata Cara Pengajuan dan Persetujuan Penyertaan Modal Par Hal Pelampauan Batasan Penyertaan Modal Sesuai BUKU Par. 121 Hal Divestasi Penyertaan Modal dan Penyertaan Modal Sementara Par Hal Penyertaan Modal oleh Perusahaan Anak Par Hal Alamat Pelaporan Par.129 Hal. 121 Perlakuan Akuntansi dan Kualitas Penyertaan Modal dan Par Hal. 121 Penyertaan Modal Sementara Transparansi dan Pengelolaan Penyertaan Modal dan Penyertaan Par Hal Modal Sementara Lain-Lain Par Hal Sanksi Par. 138 Hal. 123 Ketentuan Peralihan Par. 139 Hal. 123 Lampiran Hal Lampiran 1 : Pengendali Bank Hal. 124 Lampiran 2 : Pengendali Bank Secara Bersama-sama Hal. 125 Lampiran 3 : Perusahaan yang Dikendalikan Bank Hal. 126 Lampiran 4 : Pengendali Lain Hal. 127 Lampiran 5 : Perusahaan Afiliasi Hal. 128 Lampiran 6 : Kontrak Investasi Kolektif Hal. 129 Lampiran 7 : Peminjam-Peminjam dalam Satu Pengendalian Hal. 130 Lampiran 8 : Hubungan Kepengurusan Hal. 131 Lampiran 9 : Contoh Perhitungan BMPK Peminjam Bukan Pihak Hal. 132 Terkait Lampiran 10 : Pembelian Tagihan/Kredit Hal. 133 Lampiran 11 : Transaksi Repo Hal. 134 Lampiran 12 : Transaksi Efek Beragun Aset Hal Lampiran 13 : Contoh Transaksi Reksadana Hal. 137 Lampiran 14 : Credit Default Swap Hal. 138 Lampiran 15 : Total Return Swap Hal. 139 ii

6 Lampiran 16 : Contoh Perhitungan Potential Future Credit Exposure Hal Lampiran 17 : Contoh Perhitungan Potential Future Credit Hal Exposure untuk Transaksi yang Dilengkapi Perjanjian Saling Hapus Lampiran 18 : Contoh Perhitungan BMPK Penyediaan Dana yang Hal Dijamin Prime Bank Lampiran 19 : Contoh Penyediaan Dana Kepada Anak Perusahaan Hal Lampiran 20 : Contoh Penyediaan BMPK secara Konsolidasi Hal Lampiran 21 : Contoh Penyediaan Dana Kepada BUMN Hal Lampiran 22 : Contoh Pengelompokan Peminjam Dalam Beberapa Hal Kelompok Peminjam Lampiran 23 : Contoh Kelompok Peminjam Karena Terdapat Hal Penjaminan Lampiran 24 : Pedoman Penyusunan Laporan Batas Maksimum Hal Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat Halaman Judul Hal 158 Bab I Penjelasan Umum Hal Bab II Laporan BMPK Hal II.1.1 Laporan Penyediaan Dana Pihak Terkait Hal. 161 II.1.2 Penjelasan LaporanPenyediaan Dana Pihak Terkait Hal II.2.1 Laporan Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal. 167 II.2.2 Penjelasan Laporan Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal II..3.1 Laporan Pelampauan BMPK Hal. 172 II.3.2 Penjelasan Laporan Pelampauan BMPK Hal Lampiran 25 : Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan Batas Hal Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat Halaman Judul Hal. 178 Bab I Pendahuluan Hal Konfigurasi S/W dan H/W Minimum Hal Penjelasan Umum Hal Struktur Menu Sistem Hal Masukan dan Keluaran Hal Bab II Instalasi Hal Pada Komputer yang Sudah Ter-install Aplikasi Laporan Bulanan Hal Versi Backup Data Hal Uninstall Aplikasi yang Ada Hal Instalasi Aplikasi Versi Hal Me-restore Data yang telah Di-backup Hal Pada Komputer yang Belum Ada Aplikasi Laporan Bulanan Hal Bab III Petunjuk Teknis Hal Menggunakan Aplikasi Laporan Berkala Pertama Kali Hal Inisialisasi Data Pokok Hal Login ke Sistem Hal Pembuatan Otoritas Pemakai Hal Mengubah Password Hal Inisialisasi Data Laporan Hal iii

7 3.2. Sistem Hal Login Hal Logout Hal Keluar Hal. 209 Bab IV Laporan BMPK Hal Data Entry Hal Entry Kelompok Debitur Hal Penyediaan Dana Pihak Terkait Hal Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal Pelampauan BMPK Hal Laporan Hal Penyediaan Dana Pihak Terkait Hal Pelanggaran BMPK Pihak Tidak Terkait Hal Pelampauan BMPK Hal Validasi Hal File Kirim Hal Export Hal Struktur Data Export Hal Import Hal Back-Up Hal Restore Hal. 236 Lampiran 26 : Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan Batas Hal Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat Halaman Judul Hal. 237 Bab I Pendahuluan Hal Konfigurasi Minimal Hal. 238 Bab II Instalasi Hal Pra-instalasi Hal Menjalankan Internet Explorer Hal Halaman Utama BPR Hal Bab III Petunjuk Teknis Hal Halaman Upload Hal Halaman Tabel Referensi Hal Halaman Laporan Hal Halaman Helpdesk Hal Halaman Berita Hal Halaman Teguran Hal Halaman Log Hal. 261 Lampiran 27 : Pedoman Penyusunan Laporan Batas Maksimum Hal Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Halaman Judul Hal. 262 Kata Pengantar Hal. 263 Penjelasan Umum Hal. 264 Bab 1 Laporan Pelanggaran Batas Maksimum Penyaluran Dana Hal (BMPD) Pihak Terkait 1.1 Formulir 1 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Terkait Hal. 265 iv

8 1.2 Rincian Formulir 1 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Terkait Hal Penjelasan Formulir 1 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Hal Terkait Bab 2 Laporan Penyaluran Dana Dan Pelampauan Batas Maksimum Hal Penyaluran Dana (BMPD) Pihak Terkait 2.1 Formulir 2 Laporan Penyaluran Dana dan Pelampauan Hal. 273 BMPD Pihak Terkait 2.2 Rincian Formulir 2 Laporan Penyaluran Dana dan Hal Pelampauan BMPD Pihak Terkait 2.3 Penjelasan Formulir 2 Laporan Penyaluran Dana dan Hal Pelampauan BMPD Pihak Terkait Bab 3 Laporan Pelanggaran Batas Maksimum Penyaluran Dana Hal (BMPD) Pihak Tidak Terkait 3.1 Formulir 3 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Terkait Hal Rincian Formulir 3 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Hal Terkait 3.3 Penjelasan Formulir 3 Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Hal Terkait Bab 4 Laporan Pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana Hal (BMPD) Pihak Tidak Terkait 4.1 Formulir 4 Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Terkait Hal Rincian Formulir 4 Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Hal Terkait 4.3 Penjelasan Formulir 4 Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Hal Terkait v

9 Rekam Jejak Regulasi Batas Maksimum Pemberian Kredit SE 13/17/DPbs 2011 Pasal 1,2,8,12,23(1) huruf d, 24(4), 30,37,40,40A,40B,40C 8/13/PBI/2006 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah - UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat & Daerah - 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Resiko Bank Umum - 5/10/PBI/2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal - 28/119/KEP/DIR 1995 tentang Transaksi Derivatif SE 11/21/DKBU /13/PBI/2009 Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR 13/5/PBI/2011 Batas Maksimum Penyaluran Dana BPR Syariah SE 7/14/DPNP /3/PBI/2005 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum 2/5/PBI/2000 Penyediaan Dana oleh Bank yang Dijamin Bank Lain 2/16/PBI/2000 Batas Minimum Pemberian Kredit Bank Umum 31/177/KEP/DIR/1998 Batas Minimum Pemberian Kredit Bank Umum Pasal 15(3),15A,15B SE 31/16/UPPB 31/61/KEP/DIR/1998 Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR 28/63/KEP/DIR/1995 BMPK u/ Perusahaan yang Sahamnya Diperdagangkan Di Bursa Efek SE 28/3 BPPP Batas Maksimum Pemberian Kredit Untuk Perusahaan yang Sahamnya Diperdagangkan di Bursa Efek 21/50/KEP/DIR/1988 BMPK Kepada Debitur/ Debitur Grup 26/21/KEP/DIR/1993 Batas Minimum Pemberian Kredit Bank Umum 25/97/KEP/DIR/1992 Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank 21/51/KEP/DIR/1988 Pemberian Kredit Kepada Pengurus/ Pemegang Saham SE 26/8 BPPP Batas Maksimum Pemberian Kredit SE 25/1 BPPP Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank SE 26/3 BPPP Batas Maksimum Pemberian Kredit Keterangan : Diubah Dicabut Terkait PBI/KEP DIR Masih Berlaku PBI/KEP DIR Tidak Berlaku SE Masih Berlaku SE Tidak Berlaku Regulasi Terkait vi

10 Rekam Jejak Regulasi Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal - 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank - 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia - 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana - 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum - 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank - 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum - 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum - 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK - 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum - 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik - 32/37/KEP/DIR/1999 tentang Kantor Cabang Bank Asing - 31/51/KEP/DIR/1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum - Peraturan Otoritas Perusahaan Anak tentang Penyertaan Modal 15/11/PBI/2013 Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal 5/10/PBI/2003 Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal Ps 10 ayat (2) 31/147/KEP/DIR/1998 Kualitas Aktiva Produktif Keterangan : Diubah Terkait Dicabut PBI/KEP DIR Masih Berlaku PBI/KEP DIR Tidak Berlaku Regulasi Terkait 23/66/KEP/DIR/1991 Penyertaan Pada Bank dan Lembaga Keuangan Lain diluar Negeri vii

11 Dasar Hukum : - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 tahun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang - Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Regulasi Terkait : - Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 UU tentang Pemerintah Daerah - Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang Perubahan Pertama atas 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/14/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (berlaku juga untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 tentang Perubahan Ketiga atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum - Peraturan Perbankan Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (berlaku juga untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) - Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum viii

12 - Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat - Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Pertama atas Nomor 7/2/PBI/2005 atas Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/50/PBI/2005 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Resiko Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank - Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/37/KEP/DIR/1999 tentang Kantor Cabang Bank Asing - Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/51/KEP/DIR/1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum - Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR/1995 tentang Transaksi Derivatif - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/28/DPNP 2013 perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/23/DPNP 2013 perihal Transfer Dana - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP 2013 perihal Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/4/DPNP 2013 perihal Kepemilikan Saham Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/2/DPNP 2013 perihal Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/37/DPNP 2012 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/35/DPNP 2012 perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP 2012 perihal Perubahan atas SE 11/10/DASP 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 5/21/DPNP 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/18/DPbS 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/34/DPbS 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/16/DPbS 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/35/DPbS 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/11/DPbS 2011 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/10/DPbS 2011 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan unit Usaha Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP 2009 perihal Uang Elektronik - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/35/DPbS 2008 perihal Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS 2008 perihal Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS 2005 perihal Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan tertentu dari Bank yang disampaikan kepada Bank Indonesia - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP 2005 perihal Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 32/7/UPPB 1999 perihal Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum - Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 21 tentang Akuntansi Ekuitas ix

13 - Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Penurunan - Peraturan Otoritas Perusahaan Anak tentang Penyertaan Modal Regulasi Bank Indonesia : - Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana BPR Syariah - Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR - Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum - Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/10 /PBI/2003 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/17/DPbS 2011 perihal Batas Maksimum Penyaluran Dana BPR Syariah - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/21/DKBU 2009 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/14/DPNP 2005 perihal Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum x

14 Perbankan Aset Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum BAB I Ketentuan Umum 1 Pasal 1 8/13/PBI/ Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing. 2. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disebut dengan BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal Bank. 3. Penyediaan Dana adalah penanaman dana Bank dalam bentuk: a. kredit; b. surat berharga; c. penempatan; d. surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali; e. tagihan akseptasi; f. derivatif kredit (credit derivative); g. transaksi rekening administratif; h. tagihan derivatif; i. potential future credit exposure; j. penyertaan modal; k. penyertaan modal sementara; l. bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan huruf a sampai dengan huruf k. 4. Modal adalah: a. modal inti dan modal pelengkap bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia; atau b. dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri (Net Head Office Fund), bagi kantor cabang bank asing, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 5. Pihak Terkait adalah perseorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau keuangan. 6. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank pada saat pemberian Penyediaan Dana. 7. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank pada saat tanggal laporan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud pada angka Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: a. cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah 1

15 yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 9. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. 10. Penempatan adalah penanaman dana Bank pada bank lain, dalam bentuk giro, interbank call money, deposito berjangka, sertifikat deposito, kredit, dan penanaman dana lainnya yang sejenis. 11. Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali adalah pembelian Surat Berharga dari pihak lain yang dilengkapi dengan perjanjian untuk menjual kembali kepada pihak lain tersebut pada akhir periode dengan harga atau imbalan yang telah disepakati sebelumnya (reverse repurchase agreement). 12. Tagihan Akseptasi adalah tagihan yang timbul sebagai akibat akseptasi yang dilakukan terhadap wesel berjangka. 13. Tagihan Derivatif adalah tagihan karena potensi keuntungan dari suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar transaksi derivatif pada tanggal laporan), termasuk potensi keuntungan karena mark to market dari transaksi spot yang masih berjalan. 14. Potential Future Credit Exposure adalah seluruh potensi keuntungan dari suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif selama umur kontrak, yang ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai nosional perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut. 15. Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada bank atau perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan lainnya. 16. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal oleh Bank pada perusahaan peminjam untuk mengatasi kegagalan kredit (debt to equity swap), termasuk penanaman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan peminjam. 17. Transaksi Rekening Administratif adalah kewajiban komitmen dan kontinjensi yang antara lain meliputi penerbitan jaminan, letter of credit (L/C), stand-by letter of credit (SBLC), dan atau kewajiban komitmen dan kontinjensi lain, kecuali fasilitas Kredit yang belum ditarik. 18. Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh Penyediaan Dana dari Bank, termasuk: a. debitur, untuk Penyediaan Dana berupa Kredit; b. penerbit Surat Berharga, pihak yang menjual Surat Berharga, manajer investasi kontrak investasi kolektif, dan atau reference entity, untuk 2

16 Penyediaan Dana berupa Surat Berharga; c. pihak yang mengalihkan risiko kredit (protection buyer) dan atau reference entity, untuk Penyediaan Dana berupa derivatif kredit (credit derivatives); d. pemohon (applicant), untuk Penyediaan Dana berupa jaminan (guarantee), letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), atau instrumen serupa lainnya; e. pihak tempat Bank melakukan Penyertaan Modal (investee), untuk Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal; f. Bank atau debitur, untuk Penyediaan Dana berupa tagihan akseptasi; g. pihak lawan transaksi (counterparty), untuk Penyediaan Dana berupa Penempatan dan transaksi derivatif; h. pihak lain yang wajib melunasi tagihan kepada Bank. 19. Reference Entity adalah pihak yang berutang atau mempunyai kewajiban membayar (obligor) dari aset yang yang mendasari (underlying reference asset), termasuk: a. penerbit dari Surat Berharga yang ditetapkan sebagai aset yang mendasari (underlying reference asset); b. pihak yang berkewajiban untuk melunasi piutang dari kredit atau tagihan yang dialihkan dan ditetapkan sebagai aset yang mendasari (underlying reference asset). 20. Komisaris: a. bagi perusahaan berbentuk hukum perseroan terbatas adalah Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; b. bagi perusahaan berbentuk hukum perusahaan daerah adalah Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; c. bagi perusahaan berbentuk hukum koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, termasuk pejabat yang ditunjuk untuk melakukan fungsi pengawasan sebagaimana Komisaris. 21. Direksi: a. bagi perusahaan berbentuk hukum perseroan terbatas adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; b. bagi perusahaan berbentuk hukum perusahaan daerah adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; c. bagi perusahaan berbentuk hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, termasuk pejabat yang mempunyai wewenang sebagaimana Direksi. 22. Pejabat Eksekutif adalah Pejabat yang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional Bank atau perusahaan, termasuk kepala satuan kerja audit intern, akuntansi, dan manajemen risiko Bank. 2 Pasal 2 8/13/PBI/2006 Ayat (1) (1) Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam memberikan Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan 3

17 Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar penerapan manajemen risiko, khususnya kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank dilaksanakan secara wajar (arm s length basis), disesuaikan dengan kemampuan permodalan Bank, dan tidak terkonsentrasi secara signifikan kepada Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu. Yang dimaksud dengan pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank termasuk pejabat atau pegawai Bank beserta keluarganya. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi II Penerapan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko ini antara lain dilakukan dengan menetapkan batas (limit) Penyediaan Dana. Penetapan batas (limit) Penyediaan Dana tersebut harus dilakukan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko Bank, yaitu dengan mempertimbangkan besaran, jenis, jangka waktu Penyediaan Dana maupun dampak Penyediaan Dana terhadap kebijakan dan strategi diversifikasi portofolio Bank secara menyeluruh. Selain penetapan limit terhadap eksposur kepada pihak tertentu, maka untuk keperluan internal, Bank dapat menetapkan limit berdasarkan area geografis (geographic limits) dan sektor industri tertentu (certain industries). Analisa dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko tersebut dilakukan antara lain dengan cara mengukur risiko kredit terhadap sekumpulan Penyediaan Dana (pools of provision of funds) yang memiliki karakteristik yang serupa, dari sisi besaran, jenis, dan atau jangka waktu. Risiko kredit tersebut diukur antara lain berdasarkan data historis tingkat kegagalan (historical default rate) dan perpindahan kualitas Penyediaan Dana (credit rating migration) selama periode tertentu. Analisa terhadap risiko konsentrasi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam suatu batas (limit) maksimum Penyediaan Dana yang dapat diberikan untuk Peminjam. Batas (limit) maksimum Penyediaan Dana tersebut pada umumnya ditentukan berdasarkan kerugian maksimum dari Penyediaan Dana yang dapat ditolerir oleh permodalan Bank (maximum loss rate as percentage of capital). Selain melakukan analisa terhadap konsentrasi Penyediaan Dana kepada Peminjam dan sekumpulan Penyediaan Dana sebagaimana dijelaskan diatas, Bank juga harus melakukan analisa terhadap alokasi yang ditetapkan untuk masing-masing komponen portofolio Penyediaan Dana. Hal ini dimaksudkan agar Bank dapat memiliki komposisi portofolio yang optimum dari struktur neraca Bank secara keseluruhan. Dalam menentukan alokasi tersebut, Bank harus mempertimbangkan korelasi risiko antara komponen portofolio Penyediaan Dana maupun tingkat volatilitas dari masing-masing komponen portofolio. 4

18 Pasal 2 8/13/PBI/2006 Ayat (2) (6) (2) Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank wajib memiliki pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank. (3) Pedoman kebijakan dan prosedur tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang mencakup: a. standar dan kriteria untuk melakukan seleksi dan penilaian kelayakan Peminjam dan kelompok Peminjam; Dalam melakukan seleksi dan penilaian kelayakan, Bank harus memastikan tersedianya informasi yang cukup antara lain mencakup data dan informasi mengenai pemegang saham, kepengurusan, struktur kelompok usaha, dan kondisi keuangan dari Peminjam dan atau kelompok Peminjam. b. standar dan kriteria untuk penetapan batas (limit) Penyediaan Dana; Batas (limit) Penyediaan Dana ditetapkan paling tinggi sesuai dengan batas yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini. Limit Penyediaan Dana ditetapkan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil risiko Bank. Analisis dampak pada struktur neraca dan profil risiko Bank dilakukan dengan mempertimbangkan besar, jenis, jangka waktu, dan diversifikasi portofolio Penyediaan Dana secara keseluruhan sehingga dapat mencegah portofolio Penyediaan Dana terkonsentrasi pada satu Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu. c. sistem informasi manajemen Penyediaan Dana; Sistem informasi manajemen harus dapat memungkinkan pengurus Bank secara tepat waktu mengidentifikasi antara lain konsentrasi Penyediaan Dana, khususnya kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank. Selain itu, sistem informasi manajemen harus mencakup tersedianya sistem pelaporan kepada pengurus Bank mengenai Penyediaan Dana yang melampaui atau diperkirakan akan melampaui limit Penyediaan Dana. d. sistem pemantauan terhadap Penyediaan Dana; dan Sistem pemantauan terhadap Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait, eksposur besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank antara lain mencakup: 1. kepatuhan terhadap limit; 2. kecukupan agunan dibandingkan Penyediaan Dana; 3. identifikasi kualitas Penyediaan Dana. 5

19 e. penetapan langkah pengendalian untuk mengatasi konsentrasi Penyediaan Dana. Langkah pengendalian sebagaimana dimaksud dalam huruf ini antara lain mencakup: 1. penambahan modal dalam rangka mengatasi peningkatan eksposur risiko; 2. sindikasi; 3. sekuritisasi aset. (4) Pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling kurang sama atau lebih berhati-hati (prudent) dibandingkan dengan kebijakan dan prosedur pelaksanaan manajemen risiko kredit secara umum. (5) Pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dikaji ulang secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Frekuensi kaji ulang dapat ditingkatkan intensitasnya sesuai dengan perkembangan konsentrasi risiko Penyediaan Dana. (6) Pedoman kebijakan dan prosedur tentang Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan, prosedur, dan penetapan risiko kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 3 Pasal 3 7/3/PBI/2005 Bank dilarang: a. membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya Pelanggaran BMPK; dan Pengaturan pada huruf ini mencakup bentuk perikatan atau perjanjian atau persyaratan yang ditetapkan untuk Penyediaan Dana yang tercatat di neraca maupun rekening administratif. b. memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK. Kewajiban pemenuhan ketentuan pada huruf ini berlaku untuk setiap saat pemberian Penyediaan Dana. BAB II 4 Pasal 4 7/3/PBI/2005 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.B BMPK Kepada Pihak Terkait Seluruh portofolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Yang dimaksud dengan Modal Bank adalah: 1. untuk Bank yang berkantor pusat di Indonesia adalah modal inti dan modal pelengkap; 2. untuk Unit Usaha Syariah dari Bank yang melakukan kegiatan usaha konvensional adalah modal inti dan modal pelengkap yang dihitung 6

20 secara konsolidasi dari unit yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan unit usaha syariah Bank. 3. untuk kantor cabang bank asing adalah dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri atau yang dikenal dengan Net Head Office Funds. Modal sebagaimana dimaksud diatas tidak termasuk modal pelengkap tambahan dan tidak dikurangi penyertaan. Penempatan yang dilakukan kantor cabang bank asing pada kantor-kantor cabang dan kantor pusatnya di luar negeri merupakan komponen pengurang Net Head Office Funds. bbgi kantor cabang bank asing, penempatan pada kantor-kantor cabang dan kantor pusatnya diluar negeri tidak termasuk Penyediaan Dana dalam perhitungan BMPK. Adapun Penyediaan Dana dari kantor cabang bank asing kepada Pihak Terkait dengan kantor pusat dari kantor cabang bank asing tersebut, termasuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Untuk menentukan jumlah modal dalam perhitungan pelanggaran BMPK, modal yang digunakan adalah posisi modal bulan terakhir sebelum realisasi Penyediaan Dana. 5 Pasal 5 7/3/PBI/2005 (1) Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait yang bertentangan dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku. Yang dimaksud dengan prosedur umum Penyediaan Dana adalah prosedur yang diterapkan di Bank tersebut dan berlaku sama untuk semua nasabah Peminjam serta tetap memberikan keuntungan yang wajar bagi Bank. Termasuk dalam pengertian prosedur umum yang berlaku adalah penggunaan nilai pasar (market value) dalam analisis Penyediaan Dana. (2) Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait tanpa persetujuan dewan Komisaris Bank. (3) Bank dilarang membeli aktiva berkualitas rendah dari Pihak Terkait. Yang dimaksud dengan aktiva berkualitas rendah adalah aktiva yang: 1. mempunyai status non-accrual yaitu aktiva yang pembayaran pokok dan atau bunganya telah menunggak lebih dari 90 (sembilan puluh) hari; dan atau 2. persyaratannya telah dinegosiasi ulang sebagai akibat penurunan kondisi keuangan pemilik aktiva. (4) Apabila kualitas Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait menurun menjadi kurang lancar, diragukan, atau macet, Bank wajib mengambil langkahlangkah penyelesaian untuk memperbaiki antara lain dengan cara: a. pelunasan kredit selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak turunnya kualitas Penyediaan Dana; dan atau Pelunasan antara lain dapat dilakukan dengan cara menjual Kredit tersebut kepada pihak lain. b. melakukan restrukturisasi kredit sejak turunnya kualitas Penyediaan Dana. Restrukturisasi Kredit dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 7

21 6 Pasal 6 7/3/PBI/2005 (1) Penyediaan Dana kepada Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait yang disalurkan dan atau digunakan untuk keuntungan Pihak Terkait digolongkan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. (2) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait yang menerima Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan sebagai Pihak Terkait. 7 Pasal 7 7/3/PBI/ Pasal 8 8/13/PBI/2006 Dalam hal Bank akan memberikan Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan Modal yang mengakibatkan pihak tempat Bank melakukan Penyertaan Modal (investee) menjadi Pihak Terkait, Bank wajib memastikan: a. rencana Penyediaan Dana tersebut tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini); b. Penyediaan Dana yang akan dan telah diberikan kepada investee tersebut setelah ditambah dengan seluruh portfolio Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait yang telah ada tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini); c. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (Paragraf 5 Kodifikasi ini)dipenuhi. (1) Pihak Terkait meliputi: a. perseorangan atau perusahaan/badan yang merupakan pengendali Bank; b. perusahaan/badan dimana Bank bertindak sebagai pengendali; c. perseorangan atau perusahaan/badan lain yang bertindak sebagai pengendali dari perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf b; d. perusahaan dimana: 1) perseorangan dan atau perusahaan/badan sebagaimana dimaksud pada huruf a bertindak sebagai pengendali; 2) perseorangan dan atau perusahaan/badan sebagaimana dimaksud pada huruf c bertindak sebagai pengendali; e. Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif Bank; f. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal: 1) dari perseorangan yang merupakan pengendali Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2) dari Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif pada Bank sebagaimana dimaksud pada huruf e. Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua baik horisontal maupun vertikal adalah pihak-pihak sebagai berikut: 1. orang tua kandung/tiri/angkat; 2. saudara kandung/tiri/angkat; 3. anak kandung/tiri/angkat; 4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat; 5. cucu kandung/tiri/angkat; 6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua; 7. suami atau istri; 8. mertua atau besan; 9. suami atau istri dari anak kandung/tiri/angkat; 8

22 10. kakek atau nenek dari suami atau istri; 11. suami atau istri dari cucu kandung/tiri /angkat; 12. saudara kandung /tiri/angkat dari suami atau istri beserta suami atau istrinya dari saudara yang bersangkutan. g. Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif pada perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan atau huruf d; h. perusahaan/badan yang Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutifnya merupakan: 1) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif pada Bank; Yang dimaksud dengan Direksi Bank hanyalah Direksi Bank yang dapat menjadi anggota dewan Komisaris pada perusahaan anak yang dikendalikan oleh Bank tersebut yang tidak termasuk sebagai rangkap jabatan dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Good Corporate Governance. 2) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan/badan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b; i. Perusahaan/badan yang 50% (lima puluh perseratus) atau lebih Komisaris dan Direksinya merupakan Komisaris, Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan/badan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan atau huruf d; Jumlah 50% (lima puluh perseratus) atau lebih dihitung dari jumlah kumulatif Komisaris dan/atau Direksi. j. perusahaan/badan dimana: 1) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank sebagaimana dimaksud pada huruf e bertindak sebagai pengendali; 2) Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan atau huruf d, bertindak sebagai pengendali; k. perusahaan/badan yang memiliki hubungan keuangan dengan Bank dan atau pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i dan atau huruf j; Hubungan keuangan dilihat dari beberapa faktor sebagai berikut: 1. terdapat bantuan keuangan dari Bank dan atau Pihak Terkait atau bantuan keuangan kepada Bank dan atau Pihak Terkait lainnya dengan persyaratan yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan pihak yang memberikan bantuan keuangan mempunyai kemampuan untuk menentukan (controlling influence) kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan keuangan. Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah kebijakan yang menyangkut penetapan arah dan tujuan pelaksanaan usaha yang berdampak signifikan; dan atau 9

23 2. terdapat keterkaitan rantai bisnis yang signifikan dalam operasional usaha Bank atau pihak terkait dengan perusahaan/ badan lain sehingga terdapat ketergantungan antara satu pihak dengan pihak lainnya yang mengakibatkan : a. salah satu pihak tidak mampu dengan mudah mengalihkan transaksi bisnis tersebut kepada pihak lain; dan b. ketidakmampuan dengan mudah mengalihkan transaksi bisnis tersebut menyebabkan cash flow salah satu pihak akan mengalami gangguan yang signifikan sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. l. kontrak investasi kolektif dimana Bank dan atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i dan atau huruf j memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham pada manajer investasi kontrak investasi kolektif tersebut; m. Peminjam berupa perseorangan atau perusahaan/badan bukan bank yang memberikan jaminan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l; Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang diterbitkan oleh satu pihak untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). n. Peminjam yang diberikan jaminan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l; Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang diterbitkan oleh satu pihak untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). o. Bank lain yang memberikan jaminan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l sepanjang terdapat counterguarantee dari Bank dan atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf l kepada bank lain tersebut. p. Perusahaan/badan lain yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf f. Yang dimaksud dengan kepentingan adalah apabilan terdapat pengendalian dari hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan keuangan. (2) Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c adalah apabila perseorangan atau perusahaan/badan secara langsung atau tidak langsung: Yang dimaksud dengan memiliki secara tidak langsung saham adalah memiliki atau mengendalikan saham secara bersama-sama atau melalui 10

24 pihak lain, termasuk: 1. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak lain yang hak suaranya dapat digunakan atau dikendalikan pengendali; 2. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak yang dikendalikan oleh pengendali; 3. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak terafiliasi dari pengendali; 4. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh anak perusahaan dari perusahaan/badan yang dikendalikan oleh pengendali; 5. saham Bank atau perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihakpihak yang bertindak untuk dan atas nama pengendali (saham nominee) berdasarkan atau tidak berdasarkan perjanjian tertentu; 6. saham Bank atau perusahaan/badan lain dimiliki oleh pihak lain yang pemindahtangannya memerlukan persetujuan dari pengendali; 7. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki Bank melalui perusahaan/badan yang dikendalikan oleh Bank secara berjenjang sampai dengan perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary); 8. saham Bank atau perusahaan/badan lain selain saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 7 yang dikendalikan oleh Bank atau pengendali. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi dari pengendali sebagaimana dimaksud dalam angka 3 adalah: a. Komisaris, Direksi, atau yang setara atau kuasanya, pejabat, atau karyawan perusahaan pengendali; b. pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan perusahaan pengendali, khusus bagi perusahaan yang berbentuk hukum koperasi; c. pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan pengendali, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lain yang terbukti dikendalikan oleh pengendali; d. pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan pengendali baik karena perkawinan maupun karena keturunan sampai dengan derajat kedua baik secara horisontal maupun vertikal, termasuk besan; e. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan pengendali, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, dan keluarga pengurus. Yang dimaksud dengan saham adalah semua jenis saham yang memiliki hak suara. a. memiliki secara sendiri atau bersama-sama 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain; b. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan atau mengendalikan secara sendiri atau bersama-sama 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain; 11

25 c. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank atau perusahaan/badan lain (acting in concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki dan atau mengendalikan 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain; d. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan Bank atau perusahaan/badan (acting in concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain tersebut, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan atau mengendalikan secara bersama-sama 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain; e. memiliki kewenangan dan atau kemampuan untuk menyetujui, mengangkat dan atau memberhentikan anggota Komisaris dan atau Direksi Bank atau perusahaan/badan lain; f. memiliki kemampuan untuk menentukan (controlling influence) kebijakan strategis Bank atau perusahaan/badan lain; Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah kebijakan yang menyangkut penetapan arah dan tujuan pelaksanaan usaha yang berdampak signifikan. g. mengendalikan 1 (satu) atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki dan atau mengendalikan secara bersama-sama 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank atau perusahaan/badan lain; h. melakukan pengendalian terhadap pengendali sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf g. (3) Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf j adalah apabila perseorangan atau perusahaan/badan secara langsung atau tidak langsung: Yang dimaksud dengan memiliki secara tidak langsung saham adalah memiliki atau mengendalikan saham secara bersama-sama atau melalui pihak lain, termasuk: 1. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak lain yang hak suaranya dapat digunakan atau dikendalikan pengendali; 2. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak yang dikendalikan oleh pengendali; 3. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak terafiliasi dari pengendali; 4. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh anak perusahaan dari perusahaan/badan yang dikendalikan oleh pengendali; 5. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bertindak untuk dan atas nama pengendali (saham nominee) berdasarkan atau tidak berdasarkan perjanjian tertentu; 6. saham perusahaan/badan lain dimiliki oleh pihak lain yang pemindahtangannya memerlukan persetujuan dari pengendali; 12

26 7. saham perusahaan/badan lain yang dimiliki melalui perusahaan/badan yang dikendalikan pengendali secara berjenjang sampai dengan perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary); 8. saham perusahaan/badan lain selain saham sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 7 yang dikendalikan oleh pengendali. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi dari pengendali sebagaimana dimaksud pada angka 3 adalah: 1. Komisaris, Direksi, atau yang setara atau kuasanya, pejabat, atau karyawan perusahaan pengendali; 2. pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan perusahaan pengendali, khusus bagi perusahaan yang berbentuk hukum koperasi; 3. pihak yang memberikan jasa kepada perusahaan pengendali, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lain yang terbukti dikendalikan oleh pengendali; 4. pihak yang mempunyai hubungan keluarga dengan pengendali baik karena perkawinan maupun karena keturunan sampai dengan derajat kedua baik secara horisontal maupun vertikal, termasuk besan; 5. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan pengendali, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, dan keluarga pengurus. Yang dimaksud dengan saham adalah semua jenis saham yang memiliki hak suara. a. memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan lain dan porsi kepemilikan tersebut merupakan porsi yang terbesar; b. memiliki secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan lain; c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan atau mengendalikan saham perusahaan/badan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b; d. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan perusahaan/badan lain (acting in concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki dan atau mengendalikan saham perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b; e. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan perusahaan/badan (acting in concert), dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain tersebut, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan pihak-pihak tersebut memiliki dan atau mengendalikan secara bersama-sama saham perusahaan/badan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b; 13

27 f. memiliki kewenangan dan atau kemampuan untuk menyetujui, mengangkat dan atau memberhentikan anggota Komisaris dan atau Direksi perusahaan/badan lain; g. memiliki kemampuan untuk menentukan (controlling influence) kebijakan strategis perusahaan/badan lain. Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah kebijakan yang menyangkut penetapan arah dan tujuan pelaksanaan usaha yang berdampak signifikan. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi III.A No. 1 (4) Konsepsi dasar penentuan Pihak Terkait dan kelompok Peminjam menggunakan unsur pengendalian baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai faktor penentu. Unsur pengendalian dapat dianalisa berdasarkan hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan. Adapun cara-cara perseorangan atau perusahaan/badan melakukan pengendalian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian tersebut antara lain melalui kepemilikan saham secara langsung, hak opsi, maupun acting in concert. Walaupun tidak memiliki saham, pengendalian juga dapat dilakukan melalui kemampuan dalam penentuan kepengurusan maupun kemampuan dalam menentukan kebijakan operasional atau kebijakan keuangan Bank. A. Kepemilikan Saham. Hubungan pengendalian antara lain dapat timbul sebagai akibat kepemilikan saham suatu pihak, baik itu berbentuk perseorangan atau perusahaan/badan terhadap suatu perusahaan/badan. Kepemilikan ini dijabarkan dalam bentuk kepemilikan saham yang memiliki hak suara pada suatu perusahaan/badan. Dalam menentukan kepemilikan saham, termasuk didalamnya kepemilikan saham secara bersamasama atau melalui pihak lain, seperti saham dari Pihak Terkait/anggota kelompok lainnya ataupun saham dari keluarganya. - Pihak Terkait dengan Bank a. Pengendali Bank Berdasarkan Kepemilikan Saham Suatu pihak dianggap mempunyai hubungan pengendalian dengan Bank apabila pihak tersebut memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Bank. Apabila pihak yang menjadi pengendali Bank dikendalikan oleh pihak lain, baik berbentuk perseorangan atau perusahaan/badan, maka pengendali dari pengendali ditetapkan pula sebagai pengendali Bank. Dalam menentukan pengendali dari pengendali tersebut tidak ada batas jenjang tertentu, sehingga penentuan pengendali dari pengendali hendaknya ditelusuri sampai dengan pengendali akhir. Apabila pengendali Bank adalah perorangan, maka pihak yang mempunyai hubungan keluarga baik vertikal maupun horisontal dari perseorangan tersebut juga merupakan pengendali Bank. Adapun pihak-pihak yang mempunyai hubungan keluarga dimaksud termasuk suami atau istri dari saudara kandung/tiri/angkat perseorangan yang bersangkutan. Pengendalian terhadap Bank sebagaimana dijelaskan diatas dapat dicontohkan dengan struktur kepemilikan sebagaimana 14

28 digambarkan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2 (Lampiran 1 dan 2 Kodifikasi ini). b. Perusahaan/Badan Dimana Bank Bertindak Sebagai Pengendali Suatu perusahaan/badan dianggap dibawah pengendalian Bank apabila Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan tersebut. Sebagaimana dalam menentukan pengendali dari pengendali Bank, tidak ada batas jenjang tertentu untuk menentukan perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank. Penelusuran perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank dilakukan sampai dengan perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary). Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 3 (Lampiran 3 Kodifikasi ini). c. Pengendali Lain Dari Perusahaan/Badan Yang Dibawah Pengendalian Bank Pengendali lain dari perusahaan/badan yang dibawah pengendalian Bank dengan kepemilikian 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham, dianggap sebagai Pihak Terkait. Hal ini antara lain dicontohkan pada Lampiran 4 (Lampiran 4 Kodifikasi ini). d. Perusahaan/Badan Dibawah Pengendalian Pihak-Pihak Dalam Huruf a dan Huruf c Perusahaan/badan lain yang dikendalikan oleh pengendali Bank serta perusahaan/badan yang dikendalikan oleh pengendali lain dari anak perusahaan Bank juga ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Dalam menentukan parameter pengendalian dari sisi kepemilikan saham, persentase yang digunakan adalah sebesar: 1) 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dan porsi kepemilikan tersebut merupakan porsi terbesar; atau 2) 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih kepemilikan atas saham perusahaan/badan tersebut. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 5 (Lampiran 5 Kodifikasi ini). e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Kontrak investasi kolektif secara umum didefinisikan sebagai suatu kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang efek dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Dalam konteks BMPK, manajer investasi KIK ditetapkan sebagai subjek untuk menentukan hubungan pengendalian. Apabila Bank dan atau Pihak Terkait dengan Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham pada suatu manajer investasi KIK maka penanaman dana pada KIK yang dikelola manajer investasi tersebut dan atau Penyediaan Dana kepada manajer investasi tersebut ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 6 (Lampiran 6 Kodifikasi ini). 15

29 SE 7/14/DPNP Apabila Pemda memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih pada 2005 suatu Bank maka Pemda tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait Romawi VII.B dengan Bank. Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pinjaman daerah dapat bersumber dari lembaga keuangan Bank. Dalam memberikan Penyediaan Dana kepada Pemda bank wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian serta mematuhi ketentuan mengenai persyaratan Pinjaman Daerah, antara lain; 1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi dari 75% (tujuh puluh lima perseratus) penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada tahun sebelumnya; 2. Pemda memiliki rasio kemampuan daerah minimum sesuai yang telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku; 3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah; 4. Telah tercantum dan dianggarkan dalam APBD pada tahun yang bersangkutan; 5. Telah disetujui oleh DPRD; dan 6. Dilengkapi dengan surat otorisasi kepala daerah. Dalam pengelompokan Peminjam, dapat dikemukakan bahwa Pemerintah Daerah, antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II, mempunyai independensi yang antara lain dituangkan dalam bentuk penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah masing-masing, termasuk pengelolaan kekayaan dan APBD yang terpisah, sehingga antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II serta antara masing-masing Pemda Tingkat II, tidak ditetapkan sebagai kelompok Peminjam. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi III. B No.1 B. Kepengurusan Hubungan pengendalian dapat timbul sebagai akibat hubungan kepengurusan. - Pihak Terkait. a. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif Bank beserta keluarganya ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Adapun yang dimaksud dengan keluarga disini termasuk suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkatnya. Hal ini antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini) dalam bentuk garis putus-putus yang melingkari Bank. b. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait termasuk juga sebagai Pihak Terkait. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini) dalam bentuk garis putus-putus yang melingkari pengendali Bank dan pihak-pihak yang dikendalikan oleh Bank. c. Perusahaan/badan dimana Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait memiliki pengendalian, maka perusahaan/badan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Hal ini dapat dicontohkan dalam Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini). 16

30 d. Apabila Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait merangkap jabatan pada suatu perusahaan/badan lain, maka perusahaan/badan tersebut ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait. e. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari keluarga Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank termasuk dalam pengertian Pihak Terkait. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan dimana keluarga dari Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank bertindak sebagai Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Selain itu, keluarga dari pengendali perseorangan Bank merupakan Pihak Terkait dengan Bank. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dimana keluarga dari pengendali tersebut bertindak sebagai Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif juga merupakan Pihak Terkait dengan Bank. Hal-hal tersebut diatas antara lain dicontohkan dalam Lampiran 8 (Lampiran 8 Kodifikasi ini). SE 7/14/DPNP 2005 Romawi III. C C. Keuangan. Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan beberapa unsur sebagai berikut: 1) Ketergantungan keuangan (financial interdependence) Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak lain yang mengakibatkan kesehatan keuangan pihak tersebut dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak-pihak tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat menyebabkan ketergantungan keuangan antara lain adalah ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan atau ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana dari pihak tertentu. Analisa ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara 1 (satu) pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak tersebut dapat digolongkan kedalam satu kelompok Peminjam apabila cash flow dari satu pihak akan terganggu secara signifikan akibat gangguan cash flow dari pihak lain, sehingga secara signifikan mempengaruhi kemampuan masing-masing pihak dalam membayar kewajibannya kepada Bank. 2) Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko 17

31 keuangan dari pihak yang dijamin. Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal guarantee, corporate guarantee, dan atau aval. Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk Pihak Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka keseluruhan pihak yang mempunyai hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan atau penjaminan yang diberikan dalam berbagai bentuk seperti; performance bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula dalam pengertian hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas adalah hubungan penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh perusahaan asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik itu Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain. 9 Pasal 9 7/3/PBI/ Pasal 10 7/3/PBI/2005 (1) Kantor pusat dan kantor cabang lainnya dari kantor cabang bank asing tidak termasuk dalam pengertian Pihak Terkait dengan kantor cabang bank asing tersebut. (2) Pihak Terkait dengan kantor pusat dari kantor cabang bank asing termasuk dalam pengertian Pihak Terkait dengan kantor cabang bank asing tersebut. (1) Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait dengan Bank. Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan penyusunan daftar rincian Pihak Terkait memuat diagram struktur kelompok usaha (corporate tree). SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VII.C (2) Daftar rincian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia: a. untuk pertama kali paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia ini; dan b. 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun apabila terdapat perubahan masing-masing untuk posisi Juni dan posisi Desember, paling lambat pada bulan berikutnya. (3) Bank Indonesia dapat sewaktu-waktu meminta Bank menyampaikan daftar rincian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait dengan Bank serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia, yaitu: 1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110,bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau 18

32 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia. Daftar rincian Pihak Terkait tersebut ditandatangani oleh Direksi Bank. Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan penyusunan daftar rincian Pihak Terkait juga memuat diagram struktur kelompok usaha (corporate tree) dari Pihak Terkait dengan Bank. Dalam menyusun daftar rincian Pihak Terkait ini Bank mencantumkan semua pihak-pihak yang termasuk dalam definisi Pihak Terkait, baik pihakpihak yang mempunyai eksposur secara langsung atau tidak langsung, maupun tidak mempunyai eksposur pada Bank. Namun demikian, khusus untuk keluarga dari Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif, yang dicantumkan pada daftar rincian Pihak Terkait hanya pihak-pihak keluarga dimana Bank memiliki eksposur, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB III 11 Pasal 11 7/3/PBI/2005 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.A 12 Pasal 12 8/13/PBI/2006 Ayat (1) BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait (1) Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank. (2) Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank. (3) Dalam hal pada satu kelompok Peminjam terdapat pelanggaran terhadap BMPK kelompok Peminjam serta pelanggaran terhadap salah satu Peminjam yang merupakan anggota kelompok Peminjam tersebut, maka perhitungan pelanggaran hanya terhadap kelompok Peminjam, namun action plan penyelesaian pelanggaran hendaknya dilakukan untuk kedua pelanggaran BMPK tersebut. Contoh perhitungan BMPK untuk kelompok Peminjam dapat digambarkan dalam Lampiran 9 (Lampiran 9 Kodifikasi ini). (1) Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 11 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila Peminjam mempunyai hubungan pengendalian dengan Peminjam lain baik melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan atau keuangan, yang meliputi: a. Peminjam merupakan pengendali Peminjam lain; b. 1 (satu) pihak yang sama merupakan pengendali dari beberapa Peminjam (common ownership); Contoh: Perusahaan A dan perusahaan B mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank dan masing-masing perusahaan tersebut 25 % (dua puluh lima perseratus) atau lebih sahamnya dimiliki oleh perusahaan C. Oleh karena itu, perusahaan A dan perusahaan B dikelompokkan dalam 1 (satu) kelompok Peminjam. Dalam hal perusahaan C merupakan Peminjam pada Bank maka perusahaan A, perusahaan B, dan perusahaan C dikelompokkan dalam 1 (satu) kelompok Peminjam. 19

33 c. Peminjam memiliki hubungan keuangan dengan Peminjam lain; Hubungan keuangan dapat dianalisa berdasarkan beberapa faktor sebagai berikut: 1. terdapat bantuan keuangan dari Peminjam kepada Peminjam lain dengan persyaratan yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga menyebabkan pihak yang memberikan bantuan keuangan mempunyai kemampuan untuk menentukan (controlling influence) kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan keuangan. Yang dimaksud dengan kebijakan strategis adalah kebijakan yang menyangkut penetapan arah dan tujuan pelaksanaan usaha yang berdampak signifikan; dan atau 2. terdapat keterkaitan rantai bisnis yang signifikan dalam operasional usaha Peminjam dengan Peminjam lain sehingga terdapat ketergantungan antara satu pihak dengan pihak lainnya yang mengakibatkan : a. salah satu pihak tidak mampu dengan mudah mengalihkan transaksi bisnis tersebut kepada pihak lain; dan b. ketidakmampuan dengan mudah mengalihkan transaksi bisnis tersebut menyebabkan cash flow salah satu pihak akan mengalami gangguan yang signifikan sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. d. Peminjam menerbitkan jaminan (guarantee) untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban Peminjam lain dalam hal Peminjam lain tersebut gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi) kepada Bank; Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang diterbitkan oleh satu pihak untuk mengambil alih dan atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). SE 7/14/DPNP 2005 Romawi III.A No. 2 e. Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam menjadi Direksi dan atau Komisaris pada Peminjam lain. (2) Dari sisi kepemilikan saham, untuk menentukan hubungan pengendalian antara 1 (satu) Peminjam dengan Peminjam lain adalah sebagai berikut: a. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki saham sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham Peminjam lain dan porsi kepemilikan tersebut adalah porsi terbesar; atau b. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih saham Peminjam lain. Apabila 1 (satu) Peminjam memiliki saham Peminjam lain dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a atau huruf b, maka kedua Peminjam tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. Penggolongan kelompok Peminjam berlaku pula apabila 1 (satu) pihak yang sama menjadi pengendali beberapa Peminjam, yaitu apabila pihak tersebut memiliki saham di beberapa Peminjam dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a dan atau huruf b. Hal 20

34 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi III.B No. 2 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi III.C ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 7 (Lampiran 7 Kodifikasi ini). (3) Unsur dasar penentu hubungan pengendalian melalui kepengurusan antara beberapa Peminjam bukan Pihak Terkait, secara umum sama dengan Pihak Terkait. Dalam hal Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam juga mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank, maka eksposur Penyediaan Dana baik kepada Peminjam serta kepada Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam tersebut diperhitungkan sebagai satu kesatuan dan Peminjam beserta Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam ditetapkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. Sebagaimana halnya dengan perlakuan untuk Pihak Terkait apabila terdapat beberapa perusahaan yang Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutifnya merupakan pihak yang sama, maka perusahaan-perusahaan tersebut ditetapkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. (4) Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan beberapa unsur sebagai berikut: 1) Ketergantungan keuangan (financial interdependence) Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak lain yang mengakibatkan kesehatan keuangan pihak tersebut dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak-pihak tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan (financial interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat menyebabkan ketergantungan keuangan antara lain adalah ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan atau ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana dari pihak tertentu. Analisa ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara 1 (satu) pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak tersebut dapat digolongkan kedalam satu kelompok Peminjam apabila cash flow dari satu pihak akan terganggu secara signifikan akibat gangguan cash flow dari pihak lain, sehingga secara signifikan mempengaruhi kemampuan masing-masing pihak dalam membayar kewajibannya kepada Bank. 2) Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko keuangan dari pihak yang dijamin. Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal guarantee, corporate guarantee, dan atau aval. Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk Pihak Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka keseluruhan pihak yang mempunyai 21

35 Pasal 12 8/13/PBI/2006 Ayat (2) hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan atau penjaminan yang diberikan dalam berbagai bentuk seperti; performance bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula dalam pengertian hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas adalah hubungan penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh perusahaan asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik itu Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain (5) Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b adalah pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (3). BAB IV Bagian Pertama 13 Pasal 13 7/3/PBI/2005 Ayat (1) SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 1 Pasal 13 7/3/PBI/2005 Ayat (2) (5) Perhitungan BMPK Kredit (1) Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada debitur. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Termasuk dalam pengertian Kredit adalah: a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai eksposur terhadap Peminjam atau debitur Kredit tersebut. Sementara itu untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Kredit dihitung berdasarkan baki debet. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 10 (Lampiran 10 Kodifikasi ini). (2) BMPK untuk Kredit dihitung berdasarkan baki debet. (3) Debitur untuk pengambilalihan tagihan dalam rangka anjak piutang atau pembelian kredit dengan persyaratan tanpa janji untuk membeli kembali (without recourse) adalah pihak yang berkewajiban untuk melunasi piutang. Contoh: Bank mengambil alih tagihan dari PT. Z terhadap PT X without recourse sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah), maka BMPK Bank ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada PT. X. (4) Debitur untuk pengambilalihan dalam rangka anjak piutang atau pembelian kredit dengan persyaratan janji untuk membeli kembali (with recourse) adalah pihak yang menjual tagihan/kredit. 22

36 Contoh: Bank mengambil alih tagihan dari PT. Z terhadap PT X with recourse sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah), maka BMPK Bank ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada PT. Z. (5) Baki debet untuk pengambilalihan dalam rangka anjak piutang atau pembelian kredit dihitung berdasarkan harga beli. Bagian Kedua 14 Pasal 14 7/3/PBI/2005 Surat Berharga Penyediaan Dana berupa Surat Berharga oleh Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 15 Pasal 15 7/3/PBI/2005 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 2 (1) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit Surat Berharga tersebut, kecuali ditetapkan tersendiri. (2) BMPK untuk pembelian Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan harga beli, kecuali ditetapkan tersendiri. (3) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai eksposur terhadap penerbit Surat Berharga tersebut. Sementara itu untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Surat Berharga dihitung berdasarkan harga beli Surat Berharga. Kecuali ditetapkan tersendiri kedua pengaturan diatas berlaku untuk Surat Berharga secara umum. 16 Pasal 16 7/3/PBI/2005 (1) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada pihak yang menjual Surat Berharga. Contoh: Bank membeli surat berharga PT. X yang dimiliki Bank Z dengan janji akan dijual kembali. BMPK untuk Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali tersebut ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Bank Z sebagai penjual. Sedangkan Bank Z tetap memiliki Penyediaan Dana surat berharga kepada PT. X sebagai penerbit surat berharga. Selanjutnya apabila pada tanggal jatuh tempo transaksi repo Bank Z tidak dapat melunasi tagihan repo maka Bank akan memiliki Penyediaan Dana surat berharga kepada PT. X. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 2a (2) BMPK untuk Surat Berharga yang Dibeli dengan Janji Dijual Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan harga beli. (3) Pembelian Surat Berharga secara repo bagi reverse party, ditetapkan sebagai Penyediaan Dana terhadap pemilik Surat Berharga yang dijual secara repo (repo party). Sementara itu, bagi repo party, Surat Berharga yang direpokan tetap diperhitungkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit Surat Berharga (issuer). Lampiran 11 (Lampiran 11 Kodifikasi ini) merupakan contoh umum mekanisme transaksi Surat Berharga secara repo. 23

37 17 Pasal 17 7/3/PBI/2005 Ayat (1) (1) Penyediaan Dana berupa Surat Berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) ditetapkan sebagai berikut: a. untuk Surat Berharga yang pembayaran kewajibannya terkait langsung dengan aset yang mendasari (pass through) dan tidak dapat dibeli kembali (non redemption) oleh penerbit ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity; b. untuk Surat Berharga yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada: 1) penerbit; dan 2) Reference Entity. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No.2b Yang dimaksud dengan Surat Berharga yang dihubungkan/dijamin dengan aset tertentu yang mendasari (underlying reference asset) adalah bentuk Surat Berharga dimana harga/nilai dari Surat Berharga tersebut ditentukan antara lain berdasarkan harga/nilai dari suatu instrumen tertentu yang ditetapkan sebagai instrumen dasar seperti reksadana atau efek beragun aset. Pengaturan untuk Surat Berharga sebagaimana dimaksud diatas dapat dibagi 2 sebagai berikut: 1) Pass-Through dan Non-Redemption Yang dimaksud dengan pass-through adalah apabila pembayaran kewajiban Surat Berharga sepenuhnya terkait langsung dengan aset/instrumen yang mendasari penerbitan Surat Berharga, yaitu apabila pembayaran pokok dan bunga Surat Berharga tersebut sepenuhnya berasal dan merupakan penerusan dari pembayaran pokok dan bunga aset/instrumen yang mendasari. Sementara itu yang dimaksud dengan non-redemption adalah apabila: a. Surat Berharga tersebut tidak dapat dicairkan kepada penerbit sebelum Surat Berharga jatuh tempo; b. pada saat jatuh tempo, pembayaran/pencairan Surat Berharga tersebut sepenuhnya bergantung pada kualitas aset/instrumen yang mendasari Surat Berharga tersebut. Risiko atas terjadinya wanprestasi pembayaran dari aset/instrumen yang mendasari yang menyebabkan terjadinya wanprestasi pembayaran Surat Berharga, sepenuhnya diambil alih oleh pembeli Surat Berharga tersebut; dan c. tidak dapat dibeli kembali oleh Penerbit Surat Berharga. Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari (underlying reference asset) dan memenuhi kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity. Sementara itu, BMPK untuk masing-masing Reference Entity tersebut dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi aset/instrumen dasar dari masing-masing Reference Entity terhadap Surat Berharga secara keseluruhan. Lampiran 12 (Lampiran 12 Kodifikasi ini) merupakan contoh transaksi efek beragun aset. 2) Non-Pass Through dan atau Redemption Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari (underlying reference asset) 24

38 dan tidak memenuhi kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana dijelaskan pada angka 1) diatas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana baik kepada Reference Entity maupun kepada penerbit dari Surat Berharga tersebut. Lampiran 13 (Lampiran 13 Kodifikasi ini) merupakan contoh transaksi reksadana. Pasal 17 7/3/PBI/2005 Ayat (2) (3) (2) BMPK untuk Surat Berharga kepada Reference Entity sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b angka 2) dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari (underlying reference asset) dari masing-masing Reference Entity. Contoh : Bank melakukan investasi di reksadana yang diterbitkan oleh PT.A dengan harga beli sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah) yang portofolionya terdiri dari: 1. Obligasi PT. X sebesar 60% (enam puluh perseratus); 2. Obligasi PT. Y sebesar 40% (empat puluh perseratus). BMPK untuk portofolio reksadana kepada PT. X dan PT. Y dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi asset dasar (reference asset) dari masing-masing PT. X yaitu sebesar 60% (enam puluh perseratus) x Rp (seratus lima puluh juta rupiah) dan PT Y yaitu sebesar 40% (empat pulu perseratus) x Rp (seratus lima puluh juta rupiah). (3) BMPK untuk Surat Berharga kepada penerbit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1) dihitung berdasarkan harga beli. Contoh: Bank melakukan investasi di reksadana yang diterbitkan oleh PT.A dengan harga beli sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah) yang portofolionya terdiri dari: 1) Obligasi PT. X sebesar 60% (enam puluh perseratus); 2) Obligasi PT. Y sebesar 40% (empat puluh perseratus). BMPK untuk portofolio reksadana kepada PT. A adalah sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah). Bagian Ketiga 18 Pasal 18 7/3/PBI/2005 Derivatif Kredit (Credit Derivative) Penyediaan Dana berupa derivatif kredit (credit derivative) ditetapkan sebagai berikut: Jaminan/perlindungan dalam rangka derivatif kredit (credit derivative) tidak mengurangi eksposur Penyediaan Dana bagi pihak yang mengalihkan risiko (protection buyer). a. untuk derivatif kredit (credit derivative) berupa credit default swap atau instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity. Contoh: Bank A mengambil alih risiko kredit (protection seller) portofolio aset keuangan dari Bank B dalam bentuk credit default swap. Credit default swap oleh Bank A kepada portofolio aset keuangan Bank B ditetapkan 25

39 sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity portofolio aset keuangan tersebut. b. untuk derivatif kredit (credit derivative) berupa total rate of return swap atau instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity. Contoh: Bank A melakukan pembayaran kepada Bank B sejumlah bunga tertentu ditambah kompensasi kerugian dari portofolio kredit yang dimiliki Bank B yang telah ditetapkan sebagai aset yang mendasari (underlying reference asset). Sementara itu, atas pembayaran dari Bank A tersebut, Bank B membayarkan bunga yang diperoleh dari aset yang mendasari (underlying reference asset) kepada Bank A. Penyediaan Dana Bank A dalam transaksi total rate of return swap ini ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada Reference Entity dari portofolio kredit yang dimiliki Bank B tersebut. c. untuk derivatif kredit (credit derivative) berupa credit linked notes atau instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada: 1) Reference Entity; dan 2) penerbit credit linked notes. Contoh: Penerbit credit linked notes adalah pihak yang mengalihkan risiko kredit (protection buyer). Bank A membeli credit linked notes dari Bank B, dimana aset yang mendasari (underlying reference asset) dari credit linked notes tersebut terdiri dari aset keuangan yang dimiliki Bank B. Pembelian credit linked notes tersebut oleh Bank A diperhitungkan dalam BMPK sebagai Penyediaan Dana kepada: 1. Bank B selaku penerbit credit linked notes; dan 2. Reference Entity dari aset yang mendasari (underlying reference aset) credit linked notes. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 3 d. untuk derivatif kredit (credit derivative) selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, BMPK ditetapkan sesuai dengan risiko kredit yang melekat dari masing-masing instrumen derivatif kredit (credit derivative). e. BMPK untuk derivatif kredit ditetapkan sesuai dengan risiko kredit yang melekat pada masing- masing instrumen derivatif kredit. Berikut adalah contoh-contoh transaksi derivatif kredit. a) Credit Default Swap Dalam credit default swap, pihak yang mengambil alih risiko/investor (protection seller) hanya memberikan pembayaran kepada pihak yang mengalihkan risiko (protection buyer) apabila terjadi suatu credit event pada reference asset. Sementara itu, protection buyer hanya melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan protection seller dalam bentuk premi. Mekanisme transaksi credit default swap sebagaimana dijelaskan diatas antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 14 (Lampiran 14 Kodifikasi ini). 26

40 Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadi credit event dapat dilakukan sebagai berikut: 1) sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan pengiriman fisik (physical delivery) dari reference asset; 2) dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada saat terjadi credit event; atau 3) jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya. Bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset, jaminan yang diberikan atas reference asset merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh protection seller dalam hal terjadi credit event pada reference asset, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian transaksi credit default swap dimaksud. b) Total (rate of) Return Swap Lampiran 15 (Lampiran 15 Kodifikasi ini) merupakan contoh transaksi total (rate of) return swap. Dalam contoh tersebut diatas, protection buyer menukarkan (swap) pendapatan (return) yang diterima dari reference aset ditambah dengan margin tertentu (termasuk kenaikan nilai reference asset), kepada protection seller. Sebagai gantinya, protection seller akan memberi pembayaran dalam jumlah tertentu kepada protection buyer ditambah dengan kompensasi atas turunnya nilai dari reference asset. Dengan pola transaksi total (rate of) return swap sebagaimana dijelaskan diatas, maka protection seller mengambil alih keseluruhan risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference asset selama periode transaksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset, jaminan yang diberikan atas kerugian nilai dari reference asset merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh protection seller, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian transaksi total (rate of) return) swap dimaksud. c) Credit Linked Notes Credit linked notes atau CLN merupakan Surat Berharga yang diterbitkan oleh protection buyer yang akan dibayarkan sebesar nilai par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan tidak terjadi credit event terhadap reference aset sampai dengan Surat Berharga tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi credit event maka pemegang CLN mencairkan CLN tersebut kepada penerbit CLN (dengan nilai antara lain sebesar selisih antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari reference asset pada saat terjadi credit event). 27

41 Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi antara obligasi dan credit default swap, sehingga sebagaimana halnya credit default swap, hanya risiko kredit dari reference asset yang dijamin. Namun terdapat perbedaan antara CLN dan credit default swap atau total (rate of) return swap yaitu dalam hal CLN, pihak pembeli CLN atau protection seller membeli/melakukan pembayaran dimuka sebesar nilai reference asset yang mendasari CLN. Berdasarkan hal tersebut diatas maka eksposur yang timbul dari pembelian CLN ditetapkan sebagai eksposur kepada 2 (dua) pihak, yaitu: 1) sebagai eksposur kepada penerbit CLN; dan 2) sebagai eksposur kepada reference entity, dan masing-masing eksposur tersebut ditetapkan sebagai subjek BMPK. BMPK kepada penerbit untuk pembelian CLN dihitung sebagaimana halnya pembelian Surat Berharga pada umumnya, yaitu sebesar harga beli. Sementara itu, BMPK terhadap reference entity diperlakukan sebagaimana halnya jaminan yang diberikan kepada reference entity dan dihitung secara proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari. d) Lainnya Untuk derivatif kredit yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan ketiga bentuk yang telah dijelaskan pada huruf a. sampai dengan huruf c., maka BMPK untuk derivatif kredit tersebut ditetapkan berdasarkan risiko kredit yang melekat serta besarnya risiko yang dialihkan/diambil alih dari instrumen derivatif kredit tersebut. Dalam hal Bank akan melakukan Penyediaan Dana dalam bentuk pembelian derivatif kredit, Bank hendaknya mengacu pula pada Peraturan Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan risiko produk dan aktivitas baru. Sehubungan dengan itu, sepanjang Penyediaan Dana dalam bentuk derivatif kredit cukup signifikan dan mempengaruhi profil risiko Bank, Bank harus melaporkannya kepada Bank Indonesia. Bagian Keempat 19 Pasal 19 7/3/PBI/2005 Tagihan Akseptasi (1) Penyediaan Dana berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada: a. bank apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah bank lain; dan atau b. debitur (applicant) apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah debitur. (2) BMPK untuk Tagihan Akseptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebesar nilai wesel yang diaksep. Yang dimaksud dengan nilai wesel yang diaksep adalah nilai bruto tagihan terhadap debitur (applicant) atau pihak yang menjamin. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 4 (3) Penyediaan Dana berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi tersebut. Untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain without recourse, pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi tersebut adalah bank 28

42 yang mengaksep tagihan tersebut. Sementara itu, untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain dengan syarat with recourse atau tagihan akseptasi yang tidak diaksep oleh bank, maka pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi dalam kaitannya dengan perhitungan BMPK adalah nasabah tersebut atau pihak lain yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi. Adapun BMPK, untuk Tagihan Akseptasi tersebut dihitung sebesar nilai wesel yang diaksep yaitu sebesar nilai bruto tagihan terhadap pihak yang menjamin. Bagian Kelima 20 Pasal 20 7/3/PBI/2005 Transaksi Rekening Administratif (1) Penyediaan Dana untuk Transaksi Rekening Administratif berupa jaminan (guarantee), letter of credit (L/C), standby letter of credit (SBLC), atau instrumen serupa lainnya ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada pemohon (applicant). (2) BMPK untuk Transaksi Rekening Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebesar nilai yang telah diterbitkan (outstanding). (3) Jaminan untuk Peminjam dan atau Kelompok Peminjam yang diterima Bank dari bank lain dan atau pihak lain tidak diperhitungkan sebagai pengurang Penyediaan Dana. Bank lain yang memberikan jaminan tetap memperhitungkan jaminan kepada pihak penerima jaminan dalam Transaksi Rekening Administratif. Bagian Keenam 21 Pasal 21 7/3/PBI/2005 Transaksi Derivatif (1) Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang berkaitan dengan suku bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada pihak lawan (counterparty). Yang dimaksud transaksi derivatif yang berkaitan dengan suku bunga atau valuta asing adalah: a. kontrak suku bunga seperti single currency interest rate swaps, forward rate agreements dan instrumen serupa lainnya; b. kontrak valuta asing seperti cross currency swap, cross currency interest rate swap, forward foreign exchange contracts, dan instrumen serupa lainnya. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, transaksi derivatif yang diperkenankan adalah transaksi yang berkaitan dengan suku bunga atau valuta asing. Sementara itu transaksi derivatif yang berkaitan dengan saham hanya dapat dilakukan atas izin Bank Indonesia atau dalam rangka Penyertaan Modal atau Penyertaan Modal Sementara sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (2) BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif. (3) Risiko kredit transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari Tagihan Derivatif ditambah Potential Future Credit Exposure. (4) Dalam menghitung nilai risiko kredit transaksi derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank dapat melakukan saling hapus (set-off) 29

43 sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. merupakan instrumen sejenis; b. memiliki transaksi yang mendasari (underlying transaction) yang sejenis; Yang dimaksud dengan transaksi yang mendasari (underlying transaction) yang sejenis antara lain adalah suku bunga dengan suku bunga, dan nilai tukar dengan nilai tukar. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 6a SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 6b c. memiliki valuta yang sama; d. dilakukan dengan pihak lawan (counterparty) yang sama; e. mempunyai jangka waktu yang sama; dan f. diatur dalam perjanjian para pihak (netting agreement) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang didasari oleh suku bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak lawan transaksi (counterparty). Contoh transaksi derivatif tersebut di atas antara lain seperti single currency interest rate swap, forward rate agreements, cross currency swap, cross currency interest rate swap, forward foreign exchange contracts atau instrumen serupa lainnya. Tidak termasuk dalam pengertian transaksi derivatif disini adalah transaksi derivatif berupa derivatif kredit. (6) BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana tersebut diatas dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif tersebut. Risiko kredit transaksi derivatif adalah penjumlahan dari: 1) Tagihan derivatif yaitu jumlah positif potensi keuntungan suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang diperoleh dari proses mark to market dari perjanjian/kontrak transaksi derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai wajar transaksi derivatif); dan Potential Future Credit Exposure yaitu seluruh potensi keuntungan suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif selama umur perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai nosional perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut. Besarnya persentase tertentu yang ditetapkan sebagai faktor konversi untuk menentukan jumlah Potential Future Credit Exposure ditentukan berdasarkan jangka waktu dan faktor yang mendasari perjanjian/kontrak transaksi derivatif sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini. 30

44 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 6c SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 6d SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 6e Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai nosional dari suatu perjanjian/kontrak adalah nilai nosional efektif yang digunakan/ditetapkan untuk menentukan jumlah arus pembayaran antara para pihak yang terlibat dalam transaksi. (7) Jangka waktu untuk menghitung Potential Future Credit Exposure adalah jangka waktu perjanjian/kontrak transaksi derivatif, kecuali ditetapkan tersendiri sebagai berikut: 1) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang secara otomatis kembali menjadi 0 (nol) (automatically reset to zero) setelah pembayaran, jangka waktu yang digunakan adalah sisa jangka waktu sampai dengan pembayaran berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima perseratus) walaupun periode reset kurang dari 1 (satu) tahun; 2) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang melakukan penyesuaian tingkat bunga (interest rate adjustment), jangka waktu yang digunakan adalah sisa jangka waktu sampai dengan penyesuaian tingkat bunga berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang ditetapkan serendahrendahnya 0.5% (nol koma lima perseratus) walaupun periode penyesuaian tingkat bunga kurang dari 1 (satu) tahun; 3) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang didasarkan pada suatu instrumen referensi yang mempunyai jangka waktu, jangka waktu yang digunakan adalah jangka waktu dari instrumen referensi tersebut. (8) Dalam hal transaksi derivatif merupakan transaksi yang berbasis nilai tukar, maka Potential Future Credit Exposure dihitung dengan menggunakan kurs yang telah diperjanjikan dalam transaksi. Lampiran 16 (Lampiran 16 Kodifikasi ini) merupakan contoh perhitungan Potential Future Credit Exposure. (9) Perhitungan risiko kredit beberapa transaksi derivatif yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus antara pihak yang melakukan transaksi (bilateral netting agreement), dilakukan dengan menghitung eksposur bersih (net exposures) dari masing-masing transaksi tersebut, baik untuk komponen Potential Future Credit Exposure maupun komponen tagihan derivatif. Perhitungan eksposur bersih untuk komponen Potential Future Credit Exposure dalam menentukan risiko kredit transaksi derivatif dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: A net = [0,4 x A gross + (0,6 x NGR x A gross)] dimana: 1) A net adalah eksposur bersih (net exposure) Potential Future Credit Exposure (adjusted sum Potential Future Credit Exposure); 2) A gross adalah jumlah seluruh eksposur kotor (gross exposure) Potential Future Credit Exposure dari masing-masing transaksi derivatif; dan 3) NGR adalah rasio eksposur bersih terhadap eksposur kotor (net to gross ratio) 31

45 Sementara itu, untuk menghitung eksposur bersih tagihan derivatif untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus dilakukan dengan menjumlahkan jumlah positif dan jumlah negatif nilai mark to market dari transaksi-transaki yang dilengkapi dengan perjanjian saling hapus tersebut. Apabila hasil penjumlahan tersebut adalah negatif, maka nilai yang digunakan adalah 0 (nol). Lampiran 17 (Lampiran 17 Kodifikasi ini) merupakan contoh perhitungan Potential Credit Exposure untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus. Bagian Ketujuh 22 Pasal 22 7/3/PBI/2005 Penyertaan (1) Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai Penyediaan Dana kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan Modal (investee). (2) BMPK untuk Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan harga perolehan. Yang dimaksud harga perolehan dalam ayat ini adalah harga beli ditambah biaya lain yang dikeluarkan pertama kali pada saat Penyertaan Modal dilakukan. Perhitungan harga perolehan untuk Penyertaan Modal berupa penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi (convertible bond) dengan opsi saham (equity option) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham adalah sebesar nilai saham atau penyertaan yang akan dimiliki. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV.C No. 7 (3) Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai eksposur kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan (investee). Definisi Penyertaan Modal adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada bank atau perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan lainnya. Adapun jumlah Penyediaan Dana dalam bentuk penyertaan saham adalah sebesar harga perolehan, yakni seluruh biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyertaan. Untuk penanaman dalam bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options), yang diperhitungkan adalah sebesar nilai saham atau penyertaan yang akan diperoleh Bank apabila surat konversi utang (convertible bonds) dikonversi menjadi saham. Untuk jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham seperti transaksi opsi saham, Penyediaan Dana yang diperhitungkan dalam BMPK adalah sebesar nilai keseluruhan saham yang akan dimiliki apabila opsi tersebut di-exercise. Adapun transaksi opsi saham yang termasuk dalam Penyertaan adalah opsi saham dimana Bank memiliki pengendalian berdasarkan 2 faktor sebagai berikut: a. Faktor Potential Voting Rights yakni yang dilihat berdasarkan 1) hak atas keuntungan/laba yang diperoleh investee, 32

46 2) risiko dalam menanggung kerugian investee dan atau 3) hak untuk menggunakan hak suara atau mengurangi hak suara pemegang saham lain; serta b. Faktor waktu kepemilikan (presently exercisable) atas Potential Voting Rights yakni apakah hak ataupun risiko sebagaimana dijelaskan pada huruf a telah berada/dapat digunakan investor pada saat transaksi opsi saham dilakukan. Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah opsi saham dapat diexercise sewaktu-waktu (exercise at any time); atau apakah transaksi opsi saham distruktur sedemikian rupa sehingga opsi tersebut wajib di-exercise (mandatory exercise), misalnya penetapan strike price opsi yang sedemikian rupa sehingga mengharuskan opsi diexercise pada saat jatuh tempo atau perpanjangan terus menerus dari opsi yang mengindikasikan keinginan dari pihak pemegang opsi untuk meng-exercise opsi tersebut. Adapun kemampuan keuangan (financial capability) dari Bank untuk dapat menggunakan hak tersebut tidak mempengaruhi penilaian faktor waktu kepemilikan sebagaimana dijelaskan diatas. Dalam melakukan transaksi opsi saham, Bank hendaknya mengacu pada Transaksi Derivatif. Sesuai ketentuan tersebut, transaksi derivatif yang diperkenankan adalah transaksi derivatif yang didasarkan atas suku bunga dan nilai tukar. Sementara itu, transaksi derivatif atas dasar saham hanya diperkenankan apabila transaksi tersebut memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan BMPK dan ketentuan prinsip kehatihatian dalam kegiatan penyertaan modal. Adapun transaksi derivatif atas dasar saham yang diperuntukan untuk jual beli saham, yaitu transaksi yang tidak memenuhi persyaratan dalam kedua ketentuan diatas, tidak diperkenankan. BAB V 23 Pasal 23 8/13/PBI/2006 Pelampauan BMPK (1) Penyediaan Dana oleh Bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. penurunan Modal Bank; b. perubahan nilai tukar; c. perubahan nilai wajar; Termasuk dalam perubahan nilai wajar antara lain adalah perubahan nilai dalam pencatatan penyertaan dengan metode ekuitas (equity method) yang telah lebih dari 1 (satu) tahun atau pencatatan Surat Berharga yang dimiliki dengan menggunakan nilai pasar (mark to market). d. penggabungan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam; e. perubahan ketentuan. Termasuk dalam perubahan ketentuan adalah perubahan pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam. 33

47 (2) Penentuan Peminjam dalam perhitungan Pelampauan BMPK dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 22 (Paragraf 13 sampai dengan Paragraf 22 Kodifikasi ini). (3) Pelampauan BMPK dihitung berdasarkan nilai yang tercatat pada tanggal laporan. Nilai yang tercatat pada tanggal laporan adalah sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Kuangan yang berlaku terhadap masing-masing instrumen. Khusus untuk Transaksi Derivatif, nilai tercatat pada tanggal laporan termasuk nilai Potential Future Credit Exposure. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi IV SE 7/14/DPNP 2005 Romawi V (4) Bank dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK, apabila terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada saat pemberian Penyediaan Dana. Bank dinyatakan melakukan pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada tanggal laporan. (5) Penyediaan Dana oleh Bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank dengan persentase BMPK yang diperkenankan yang disebabkan oleh penurunan Modal Bank, perubahan nilai tukar, perubahan nilai wajar, penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam, dan atau perubahan ketentuan. Perhitungan Pelampauan BMPK didasarkan pada nilai tercatat pada tanggal laporan (carrying value) dari penyediaan dana yang dicatat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Untuk transaksi derivatif, nilai tercatat pada tanggal laporan termasuk Potential Future Credit Exposure yang telah ditetapkan untuk transaksi tersebut. A. Penurunan Modal Bank Yang dimaksud dengan penurunan Modal Bank dalam kaitannya dengan Pelampauan BMPK adalah penurunan modal inti dan atau modal pelengkap atau NHOF, yang mengakibatkan Modal Bank, sebagai faktor penyebut untuk perhitungan BMPK, menjadi lebih kecil. B. Perubahan Nilai Tukar dan atau Nilai Wajar Perubahan nilai tukar dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai tercatat Penyediaan Dana dalam bentuk valuta asing, sehingga dapat mengakibatkan Pelampauan BMPK. Sesuai standar akuntansi keuangan, penyesuaian atas nilai tukar hanya dilakukan untuk akunakun dalam bentuk monetary asset, sehingga penyertaan modal dalam valuta asing tidak disesuaikan dengan kurs pada tanggal laporan. Yang dimaksud dengan perubahan nilai wajar adalah perubahan nilai sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku, misalnya pencatatan Surat Berharga sesuai nilai pasar dan pencatatan penyertaan dengan menggunakan equity method. Peningkatan jumlah penyertaan akibat equity method yang belum melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, tidak diperhitungkan sebagai pelampauan BMPK. Penyertaan yang dikonsolidasi dan menghasilkan goodwill, dapat diamortisasi dalam 34

48 jangka waktu tertentu. Sejalan dengan itu, maka nilai penyertaan dalam laporan keuangan bank secara individual juga dianggap mengalami penurunan nilai (impairement) sebesar amortisasi goodwill tersebut. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian atas penurunan nilai penyertaan dan mengurangi nilai tercatat pada laporan keuangan bank secara individual. Untuk transaksi derivatif yang dinilai kembali (repricing), komponen Potential Future Credit Exposure dihitung kembali pada waktu dilakukannya penilaian kembali. C. Penggabungan Usaha dan atau Perubahan Struktur Kepengurusan Penggabungan usaha, baik dalam bentuk akuisisi, merger, atau perubahan struktur kepemilikan lainnya, dan atau perubahan struktur kepengurusan baik yang dilakukan oleh Bank penyedia dana maupun oleh Peminjam dapat mengakibatkan berubahnya pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam. Sehubungan dengan itu, sebagai akibat terjadinya penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan tersebut, Bank harus mengevaluasi ulang jumlah eksposur yang dimilikinya atas Peminjam berkaitan dengan batasan (limit) tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum untuk Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam. BAB VI 24 Pasal 24 8/13/PBI/2006 Penyelesaian Pelanggaran dan Pelampauan BMPK (1) Bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK. (2) Action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian. (3) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai berikut: a. untuk Pelanggaran BMPK, paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. b. untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, huruf b, dan huruf c (Paragraf 23 Kodifikasi ini) ditetapkan paling lambat 9 (sembilan) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. c. untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf d, ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. d. untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf e, ditetapkan paling lambat 18 (delapan belas) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 (Paragraf 25 Kodifikasi ini) ayat (3). (4) Dalam hal jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinilai tidak mungkin dicapai, Bank atas dasar persetujuan Bank Indonesia dapat menetapkan jangka waktu penyelesaian action plan yang berbeda dengan jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 35

49 25 Pasal 25 7/3/PBI/2005 (1) Action plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) harus diterima Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya Pelanggaran BMPK. (2) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d harus diterima Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan. Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh penggabungan usaha, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan sejak disahkannya akta penggabungan usaha oleh instansi yang berwenang. (3) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 (Paragraf 23 Kodifikasi ini) huruf e harus diterima Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya ketentuan baru. 26 Pasal 26 7/3/PBI/2005 BAB VII 27 Pasal 27 7/3/PBI/2005 (1) Bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan masing-masing untuk Pelanggaran BMPK dan Pelampauan BMPK. (2) Laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah realisasi action plan. Pengecualian (1) Ketentuan BMPK dikecualikan untuk: a. pembelian Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan atau Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. b. bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila: 1. manfaat yang diperoleh Bank penyedia dana dari jaminan tidak berkurang secara substansial walaupun terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali Bank; dan 2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti: a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuann wanprestasi (notification of default); 36

50 b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara dilakukannya saling hapus (set-off) terlebih dahulu dengan kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak penjamin. 2) harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian; 3) mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan 4) tidak dijamin kembali (counter guarantee) oleh Bank penyedia dana atau bank yang bukan prime bank. c. bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh: 1) agunan dalam bentuk agunan tunai berupa giro, deposito, tabungan, setoran jaminan dan atau emas; Dalam hal agunan tunai berupa emas maka nilai agunan ditentukan berdasarkan harga pasar (market value). 2) agunan berupa Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan atau Bank Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: Termasuk dalam pengertian Penyediaan Dana yang dijamin agunan Surat Berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dan atau Bank Indonesia adalah Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali (reverse repurchase agreement). Dalam hal agunan berupa Surat Utang Negara (SUN) maka nilai agunan ditentukan berdasarkan nilai pasar (market value) SUN tersebut atau dalam hal tidak tersedia nilai pasar ditentukan berdasarkan nilai wajar (fair value). a) agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan dari pemilik agunan untuk keuntungan Bank penerima agunan, termasuk pencairan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok/bunga; b) bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila: 1. manfaat yang diperoleh Bank Penyedia Dana dari jaminan tidak berkurang secara substansial walaupun terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali Bank; dan 2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti: a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan wanprestasi (notification of default); 37

51 b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara dilakukannya saling hapus (setoff) terlebih dahulu dengan kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak penjamin. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VI.A 28 Pasal 28 7/3/PBI/2005 c) jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; d) memiliki pengikatan hukum yang kuat (legally enforceable) sebagai agunan, bebas dari segala bentuk perikatan lain, bebas dari sengketa, tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, termasuk tujuan penjaminan yang jelas; e) untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1), disimpan atau ditatausahakan pada Bank penyedia dana atau pada prime bank. (2) Bank wajib mengajukan klaim terhadap jaminan atau agunan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak Peminjam wanprestasi (event of default). (3) Peminjam dianggap wanprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila: a. terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh hari); b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya pada saat Penyediaan Dana jatuh tempo; atau c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi. (4) Penyediaan Dana yang dijamin oleh agunan tunai dikecualikan dari ketentuan BMPK. Latar belakang penggunaan agunan tunai sebagai agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK adalah bahwa agunan tunai bersifat sangat likuid, mudah dicairkan, dan mempunyai nilai yang relatif tetap. Oleh karena itu, risiko Penyediaan Dana yang dijamin agunan tunai tersebut dapat dimitigasi secara menyeluruh. Apabila fungsi mitigasi tersebut tidak dapat dipenuhi oleh agunan tunai yang diberikan, antara lain disebabkan bahwa agunan tunai berasal dari Penyediaan Dana yang diberikan Bank penyedia dana, maka agunan tunai tersebut tidak dapat diakui sebagai agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK. Agunan yang memenuhi syarat agunan tunai sesuai ketentuan tersebut diatas adalah agunan tunai yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan termasuk jangka waktu pemblokiran yang paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana serta jangka waktu pengajuan klaim. Sehubungan dengan itu agunan tunai tersebut adalah agunan yang digunakan untuk menjamin Penyediaan Dana yang bersifat sebagai utang piutang dan tidak termasuk Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan. Prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 (Paragraf 27 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c angka 2) huruf e) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki peringkat investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat 38

52 paling kurang: 1) BBB- berdasarkan penilaian Standard & Poors; 2) Baa3 berdasarkan penilaian Moody s; 3) BBB- berdasarkan penilaian Fitch; atau 4) peringkat investasi setara dengan angka 1), angka 2), dan atau angka 3) berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,berdasarkan penilaian terhadap prospek usaha jangka panjang (long term outlook) bank tersebut; dan b. memiliki total aset yang termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia berdasarkan informasi yang tercantum dalam banker s almanac. 29 Pasal 29 7/3/PBI/2005 Ketentuan BMPK dikecualikan untuk Penempatan sepanjang Penempatan tersebut termasuk dalam cakupan yang dijamin dan memenuhi syarat program penjaminan Pemerintah serta Bank tempat Penempatan memenuhi persyaratan program penjaminan Pemerintah. Program penjaminan Pemerintah yang berlaku adalah yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Program Penjaminan atau Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. 30 Pasal 30 8/13/PBI/2006 (1) Dalam hal program penjaminan Pemerintah tidak meliputi Penempatan maka Penempatan merupakan komponen Penyediaan Dana yang diperhitungkan dalam BMPK. Yang dimaksud program penjaminan Pemerintah tidak meliputi Penempatan termasuk apabila Penempatan tidak memenuhi syarat untuk dijamin berdasarkan program penjaminan Pemerintah. Program penjaminan Pemerintah mengacu kepada peraturan perundangundangan tentang Lembaga Penjamin Simpanan. (2) Dalam hal Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah, maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari dikecualikan dari ketentuan BMPK. Yang dimaksud dengan manajemen likuiditas adalah kegiatan yang dilakukan Bank untuk mengelola risiko likuiditas (liquidity risk) dan mengoptimalkan likuiditas yang tersedia. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VI.C (3) Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah, maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari dikecualikan dari BMPK. Pengaturan ini berlaku untuk counterparty Bank yang merupakan Bank lain di Indonesia baik yang merupakan peserta program penjaminan Pemerintah ataupun tidak. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang dimaksud dalam pengaturan ini adalah PUAB di Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 39

53 31 Pasal 31 7/3/PBI/2005 (1) Penyertaan Modal kepada bank lain di Indonesia dikecualikan dari ketentuan BMPK sepanjang Bank melakukan konsolidasi dengan bank penerima Penyertaan Modal (investee). Yang dimaksud dengan bank lain di Indonesia adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat. Yang dimaksud dengan konsolidasi pada ayat ini adalah konsolidasi laporan keuangan dan konsolidasi dalam pelaksanaan prinsip kehatihatian yang antara lain mencakup kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank. (2) Pengecualian Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyertaan Modal yang dilakukan mengakibatkan Bank wajib melakukan konsolidasi laporan keuangan dengan investee; Kewajiban melakukan konsolidasi sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. b. Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee secara individual maupun secara konsolidasi; dan Penerapan pengawasan Bank dan investee meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank. c. Penyertaan Modal memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain adalah Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Kegiatan Penyertaan Modal. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VI.D (3) Penyediaan Dana selain Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada investee merupakan komponen Penyediaan Dana yang diperhitungkan dalam BMPK. (4) Penyertaan Modal kepada bank lain di Indonesia dapat dikecualikan dari BMPK sepanjang memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi untuk pengecualian Penyertaan Modal tersebut adalah Bank dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee secara individual maupun konsolidasi. Adapun penerapan pengawasan secara konsolidasi tersebut meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank. Rasio-rasio yang diperhatikan dalam penetapan pengawasan khusus dan pengawasan intensif, antara lain mencakup giro wajib minimum, rasio kredit bermasalah terhadap total kredit, dan penilaian tingkat kesehatan. Penerapan pengawasan secara individual 40

54 maupun secara konsolidasi sebagaimana dimaksud diatas diilustrasikan dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20 (Lampiran 19 dan 20 Kodifikasi ini). 32 Pasal 32 7/3/PBI/ Pasal 33 7/3/PBI/2005 Pengambilalihan (negosiasi) wesel ekspor berjangka dikecualikan dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. wesel ekspor berjangka diterbitkan atas dasar Letter of Credit (L/C) berjangka (Usance L/C) yang sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang berlaku; dan b. telah diaksep oleh prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (Paragraf 28 Kodifikasi ini). (1) Bagian Penyediaan Dana kepada Peminjam yang dijamin oleh prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (Paragraf 28 Kodifikasi ini) dikecualikan dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) sepanjang jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berbentuk standby letter of credit yang diterbitkan sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) atau International Standby Practices (ISP) yang berlaku; b. bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila: 1. manfaat yang diperoleh Bank penyedia dana dari jaminan tidak berkurang secara substansial walaupun terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali Bank; dan 2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti: a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan wanprestasi (notification of default); b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara dilakukannya saling hapus (set-off) terlebih dahulu dengan kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak penjamin. c. harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian; d. mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan e. tidak dijamin kembali (counter guarantee) oleh Bank penyedia dana atau bank yang bukan prime bank. (2) Pengecualian dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling tinggi: a. 90% (sembilan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait; b. 80% (delapan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait; dan 41

55 c. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait. (3) Bank wajib mengajukan klaim terhadap jaminan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak Peminjam wanprestasi (event of default). (4) Peminjam dianggap wanprestasi (event of default) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila: a. terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh) hari; b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya pada saat Penyediaan Dana jatuh tempo; atau c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi (event of default). 34 Pasal 34 7/3/PBI/2005 SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VI.B Penempatan pada setiap prime bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (Paragraf 28 Kodifikasi ini) tidak diperhitungkan dalam Batas Maksimum Pemberian Kredit dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal Bank. Penempatan kepada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam BMPK dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal Bank. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 18 (Lampiran 18 Kodifikasi ini). 35 Pasal 35 7/3/PBI/2005 (1) Bagian Penyediaan Dana kepada Peminjam yang dijamin oleh lembaga pembangunan multilateral dikecualikan dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) sepanjang jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. penyediaan Dana bertujuan untuk pembiayaan di Indonesia; b. penjamin merupakan lembaga pembangunan multilateral yang ditetapkan Bank Indonesia; dan Yang dimaksud dengan lembaga pembangunan multilateral dalam huruf ini adalah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), Inter-American Development Bank, Asian Development Bank (ADB), International Finance Corporation (IFC), European Investment Bank (EIB), Islamic Development Bank (IDB), Council of Europe Social Development Fund (Council of Europe Resettlement Fund), Nordic Investment Bank, European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), European Investment Fund, Inter-American Investment Corporation, dan Africa Development Bank (AfDB), serta lembaga pembangunan multilateral lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. jaminan yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); 42

56 Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila: 1. manfaat yang diperoleh Bank penyedia dana dari jaminan tidak berkurang secara substansial (berdasarkan asas materialitas) walaupun terjadi kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali Bank; dan 2. tidak memuat persyaratan prosedural, seperti: a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan wanprestasi (notification of default); b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good faith) oleh Bank penyedia dana; dan atau c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara dilakukannya saling hapus (set-off) terlebih dahulu dengan kewajiban Bank penyedia dana kepada pihak penjamin. 2) harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diajukan klaim, termasuk pencairan sebagian; 3) mempunyai jangka waktu paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan 4) tidak dijamin kembali (counter guarantee) Bank penyedia dana atau bank yang bukan prime bank. (2) Pengecualian dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling tinggi: a. 90% (sembilan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait; b. 80% (delapan puluh perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait; atau c. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari Modal Bank untuk Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan merupakan Pihak Terkait. (3) Bank wajib mengajukan klaim terhadap jaminan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak Peminjam wanprestasi (event of default). (4) Peminjam dianggap wanprestasi (event of default) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila: a. terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya selama 90 (sembilan puluh) hari; b. tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya pada saat Penyediaan Dana jatuh tempo; atau c. tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi (event of default). 36 Pasal 36 7/3/PBI/2005 (1) Penyertaan Modal Sementara untuk mengatasi kegagalan Kredit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku dikecualikan dari perhitungan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 11 (Paragraf 4 dan Paragraf 11 Kodifikasi ini) dan ketentuan Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini). 43

57 (2) Dalam hal terdapat Penyediaan Dana baru yang diberikan terhadap perusahaan dimana Bank melakukan Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Penyediaan Dana baru tersebut diperhitungkan dalam BMPK. Dalam hal Penyertaan Modal Sementara untuk mengatasi kegagalan Kredit dilakukan kepada pihak yang bukan merupakan Pihak Terkait, BMPK untuk Penyediaan Dana baru ditetapkan sebagai BMPK untuk pihak yang bukan merupakan Pihak Terkait. 37 Pasal 37 8/13/PBI/2006 (1) Penggolongan kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 12 Kodifikasi ini) dikecualikan untuk pemberian Kredit kepada nasabah (end user) melalui lembaga pembiayaan dengan metode penerusan (channeling) sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Bank melakukan pengawasan terhadap penilaian kelayakan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan terhadap nasabah (end-user); b. Bank memiliki risiko langsung atas Penyediaan Dana yang disalurkan kepada nasabah (end-user); Yang dimaksud dengan memiliki risiko langsung adalah apabila kualitas Penyediaan Dana yang disalurkan Bank kepada nasabah (enduser) dengan metode penerusan (channeling) melalui lembaga pembiayaan mencerminkan secara langsung risiko terkini dari masingmasing nasabah (end user). c. perjanjian Kredit dilakukan antara nasabah (end-user) dengan Bank atau dengan pihak yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama Bank; Agunan yang diberikan nasabah diikat untuk kepentingan Bank sehingga Bank dapat secara langsung melakukan eksekusi agunan dalam hal terjadi wanprestasi. d. pembayaran dari nasabah (end-user) untuk keuntungan Bank; dan Tidak termasuk pembayaran dari nasabah (end-user) untuk keuntungan Bank adalah spread yang timbul dari perbedaan tingkat bunga yang diterima bank dan lembaga pembiayaan yang merupakan jasa bagi lembaga pembiayaan dalam melakukan pengelolaan kredit. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VII. A e. lembaga pembiayaan tidak menjamin untuk mengambil alih atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban nasabah (end-user) dalam hal nasabah tersebut gagal memenuhi kewajibannya kepada Bank. (2) Dalam pengelompokan Peminjam, terdapat kemungkinan dimana beberapa kelompok Peminjam memiliki pengendalian terhadap 1 (satu) Peminjam. Dalam perhitungan BMPK, eksposur yang dimiliki Bank terhadap Peminjam ditambahkan kedalam eksposur masing-masing kelompok Peminjam tersebut, dan Peminjam tersebut ditetapkan sebagai anggota masing-masing kelompok Peminjam tersebut di atas. Perhitungan BMPK dan pengelompokan Peminjam sebagaimana dimaksud di atas dapat 44

58 dicontohkan dalam Lampiran 22 dan Lampiran 23 (Lampiran 22 dan Lampiran 23 Kodifikasi ini). Apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan, maka eksposur BMPK bagi Peminjam di atas dihitung secara proporsional untuk masing-masing kelompok Peminjam berdasarkan proporsi penjaminan yang diterima atas Penyediaan Dana Bank kepada Peminjam. Sementara itu, bentuk jaminan yang diakui untuk menghitung BMPK secara proporsional sebagaimana dijelaskan di atas adalah jaminan berupa corporate guarantee. Apabila jaminan yang diterima berbentuk selain corporate guarantee, maka BMPK tidak dihitung secara proporsional. Pengelompokan Peminjam karena adanya jaminan sebagaimana dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 23 (Lampiran 23 Kodifikasi ini). 38 Pasal 38 7/3/PBI/2005 Pemberian Kredit dengan pola kemitraan inti-plasma dimana perusahaan inti menjamin Kredit kepada plasma dikecualikan dari pengertian kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 12 Kodifikasi ini) sepanjang: a. Kredit diberikan dengan pola kemitraan; Yang dimaksud dengan pola kemitraan adalah pola pengembangan dengan menggunakan perusahaan inti yang membantu membimbing perusahaan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan. b. perusahaan inti bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank; c. plasma bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi dengan inti; d. plasma memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan inti sebagai bagian dari produksi perusahaan inti; dan e. perjanjian Kredit dengan plasma dilakukan oleh Bank secara langsung dengan plasma. 39 Pasal 39 7/3/PBI/2005 Kredit kepada Pejabat Eksekutif Bank dikecualikan sebagai pemberian Kredit kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 8 (Paragraf 4 dan Paragraf 8 Kodifikasi ini) sepanjang diberikan dalam rangka kesejahteraan sumber daya manusia Bank yang didasarkan pada kebijakan tunjangan dan fasilitas jabatan serta diberikan secara wajar. Yang dimaksud dengan diberikan secara wajar antara lain : 1. berdasarkan kemampuan untuk mengembalikan Kredit yang diterima; 2. tatacara penilaian pemberian Kredit dilakukan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian yang setara dengan pemberian Kredit kepada pihakpihak yang bukan merupakan Pejabat Eksekutif Bank; 3. tidak ada perlakuan khusus antar Pejabat Eksekutif Bank dalam pemberian Kredit; dan 4. tatacara pemberian Kredit diatur dalam peraturan kepegawaian yang berlaku umum. 45

59 40 Pasal 40 8/13/PBI/2006 Ayat (1) (1) Penyediaan Dana Bank kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk tujuan pembangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank. Yang dimaksud dengan BUMN dalam Paragraf ini adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan Penyediaan Dana kepada BUMN untuk tujuan pembangunan antara lain adalah Penyediaan Dana untuk: 1. pengadaan pangan; 2. pengadaan rumah sangat sederhana; 3. pengadaan/penyediaan/pengelolaan minyak dan gas bumi serta sumber alam pengganti energi lainnya yang setara; 4. pengadaan/pengolahan komoditi yang berorientasi ekspor; 5. pengadaan/penyediaan/pengelolaan air; 6. pengadaan/penyediaan/pengelolaan listrik; 7. pengadaan infrastruktur penunjang transportasi darat, laut, dan udara berupa pembangunan jalan, jembatan, rel kereta api, pelabuhan laut dan bandar udara. SE 7/14/DPNP 2005 Romawi VI. E Pasal 40 8/13/PBI/2006 Ayat (2) Perhitungan Penyediaan Dana kepada 1 (satu) BUMN didasarkan pada keseluruhan Penyediaan Dana yang telah diterima BUMN tersebut, baik untuk tujuan sebagaimana dicantumkan pada angka 1 sampai dengan angka 6 diatas, maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu Penyediaan Dana yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung kepada BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN tersebut. Hal ini dapat diilustrasikan pada Lampiran 21 (Lampiran 21 Kodifikasi ini). Batasan 30% (tiga puluh perseratus) diberlakukan apabila antara Bank dengan BUMN yang menerima Penyediaan Dana tidak mempunyai hubungan pengendalian. Dalam hal terdapat hubungan pengendalian, selain karena adanya kepemilikan pemerintah, maka BMPK untuk BUMN tersebut mengikuti BMPK untuk Pihak Terkait dengan Bank. (2) Hubungan antara Bank yang berbentuk BUMN atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan Peminjam yang berbentuk BUMN dan atau BUMD dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) sepanjang hubungan tersebut sematamata disebabkan karena kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Yang dimaksud dengan BUMD dalam ayat ini adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam perundangundangan yang berlaku. Termasuk sebagai perusahaan BUMN adalah Bank BUMN yang direstrukturisasi sehingga menjadi bagian dari suatu bank holding company yang merupakan BUMN. 46

60 SE 7/14/DPNP Pengecualian dari pengertian Pihak Terkait tersebut juga diberlakukan 2005 untuk Bank non-bumn/bumd yang terdapat kepemilikan saham Romawi VI. F Pemerintah Indonesia melalui PPA dengan jumlah 10% atau lebih, sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Dengan demikian apabila antara Bank dengan BUMN/BUMD tersebut antara lain memiliki hubungan kepengurusan, maka penyediaan dana kepada BUMN/BUMD tersebut diperhitungkan BMPK kepada Pihak Terkait. Pasal 40 8/13/PBI/2006 Ayat (3) (3) Perusahaan-perusahaan BUMN dan atau BUMD tidak diperlakukan sebagai kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 12 Kodifikasi ini) sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Yang dimaksud dengan BUMD dalam ayat ini adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam perundangundangan yang berlaku. Termasuk sebagai perusahaan BUMN adalah Bank BUMN yang direstrukturisasi sehingga menjadi bagian dari suatu bank holding company yang merupakan BUMN. 41 Pasal 40A 8/13/PBI/2006 Penyediaan Dana kepada perusahaan/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf b yang dikendalikan oleh Bank melalui dana pensiun Bank yang bersangkutan, dikecualikan dari perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini) sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Hubungan pengendalian antara Bank dengan perusahaan/badan yang dikendalikan oleh dana pensiun Bank tersebut semata-mata disebabkan adanya kepemilikan dana pensiun terhadap perusahaan/badan tersebut; dan Sebagai contoh Bank A mengendalikan dana pensiun B. Perusahaaperusahaan yang dimiliki oleh dana pensiun B bukan merupakan pihak terkait Bank A sepanjang: 1. tidak terdapat pengendalian lain secara langsung dari Bank A; dan atau 2. tidak terdapat pengendalian dari dana pensiun B selain kepemilikan. Yang dimaksud dengan dana pensiun adalah dana pensiun sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Penyediaan Dana diberikan dengan persyaratan yang wajar (arm s length) dan sesuai dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku. 42 Pasal 40B 8/13/PBI/2006 (1) Penyediaan Dana kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam: a. Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c; b. Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini)ayat (1) huruf d angka 2); c. Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf g, huruf j angka 2), huruf k sampai dengan huruf o, hanya untuk pihak-pihak sebagaimana 47

61 dimaksud pada Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c dan huruf d angka 2, dikecualikan dari perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 4 sepanjang memenuhi persyaratan tertentu (2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Hubungan pengendalian antara Bank dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf c dan atau Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf d angka 2) sematamata disebabkan oleh hubungan kepemilikan; b. Penyediaan Dana diberikan dengan persyaratan yang wajar (arm s length) dan sesuai dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku; dan c. Penyediaan Dana diberikan oleh Bank pada saat Bank tidak ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia. Termasuk dalam pengertian pemberian Penyediaan Dana oleh Bank ada lah perpanjangan jangka waktu Penyediaan Dana. (3) Bank yang tidak ditempatkan dalam pengawasan intensif Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. memiliki peringkat komposit dalam penilaian tingkat kesehatan paling kurang 3; b. tidak memiliki permasalahan aktual dan atau potensial terhadap keseluruhan risiko (composite risks); c. tidak memiliki pelanggaran dan atau pelampauan BMPK; d. tidak memiliki pelanggaran posisi devisa neto; e. memiliki rasio giro wajib minimum sama dengan atau lebih besar dari rasio yang ditetapkan; f. memiliki rasio kredit bermasalah terhadap total kredit secara neto kurang dari 5% (lima perseratus); dan g. tidak memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar. Penjelasan masing-masing kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 7 mengacu pada ketentuan yang berlaku mengenai tindak lanjut pengawasan dan penetapan status Bank. 43 Pasal 40C 8/13/PBI/2006 (1) Penyediaan Dana kepada perusahaan/badan dimana Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutifnya merupakan: a. Komisaris pada Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf e; dan atau b. keluarga Komisaris Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (Paragraf 8 Kodifikasi ini) ayat (1) huruf f angka 2, dikecualikan dari perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (Paragraf 4 Kodifikasi ini) sepanjang memenuhi persyaratan tertentu. (2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Komisaris pada Bank merupakan Komisaris Independen; 48

62 Yang dimaksud dengan Komisaris Independen adalah Komisaris Independen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. b. Penyediaan Dana diberikan dengan persyaratan yang wajar (arm s length) dan sesuai dengan prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku; c. Komisaris Independen tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan untuk Penyediaan Dana tersebut; dan d. Tidak terdapat hubungan pengendalian lainnya. BAB VIII 44 Pasal 41 7/3/PBI/2005 Pelaporan (1) Bank wajib menyampaikan laporan secara berkala dan benar kepada Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit. (2) Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk sanksi pelaporan, mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Laporan Berkala Bank Umum. (3) Bank wajib menyesuaikan penyusunan Laporan Berkala Bank Umum untuk laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia ini. Termasuk yang disesuaikan antara lain definisi Penyediaan Dana, BMPK untuk Kelompok Peminjam, BMPK untuk Kredit yang dijamin oleh lembaga pembangunan multilateral. BAB IX 45 Pasal 42 7/3/PBI/2005 Ketentuan Lain (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap pelaksanaan ketentuan BMPK oleh Bank. Yang dimaksud dengan pelaksanaan ketentuan BMPK antara lain adalah perhitungan Penyediaan Dana, perhitungan Modal, penentuan kelompok Peminjam dan atau penentuan Pihak Terkait. (2) Bank wajib melakukan koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan Bank kepada Bank Indonesia dan laporan publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Koreksi terhadap laporan kepada Bank Indonesia dan laporan publikasi dilakukan paling kurang untuk periode berikutnya sejak ditetapkannya koreksi Bank Indonesia. 46 Pasal 43 7/3/PBI/2005 (1) Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini berlaku pula bagi Penyediaan Dana oleh Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. (2) Definisi Penyediaan Dana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini bagi Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan 49

63 prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah Bank konvensional, disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. BAB X 47 Pasal 44 7/3/PBI/2005 Sanksi (1) Bank yang melakukan Pelanggaran BMPK dan atau Pelampauan BMPK dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (2) Bank yang menyampaikan action plan untuk Pelanggaran BMPK setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 25 (Paragraf 25 Kodifikasi ini) ayat (1) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. (3) Bank yang belum menyampaikan action plan untuk Pelanggaran BMPK setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (2), dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). (4) Bank yang menyampaikan action plan untuk Pelampauan BMPK setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 25 (Paragraf 25 Kodifikasi ini) ayat (2) atau ayat (3) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. (5) Bank yang belum menyampaikan action plan untuk Pelampauan BMPK setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (4), dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). (6) Bank yang menyampaikan laporan pelaksanaan action plan setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 26 (Paragraf 26 Kodifikasi ini) ayat (2) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas waktu tersebut, dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. (7) Bank yang belum menyampaikan laporan pelaksanaan action plan setelah batas akhir waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (6), dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). (8) Bank yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 2 Kodifikasi ini) ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 3 (Paragraf 3 Kodifikasi ini), Pasal 5 (Paragraf 5 Kodifikasi ini)ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 7 (Paragraf 7 Kodifikasi ini), Pasal 10 (Paragraf 10 Kodifikasi ini) ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu. 50

64 (9) Bank yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK sesuai dengan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 24 Kodifikasi ini) dan atau tidak melakukan atau tidak melaksanakan langkah penyelesaian sesuai koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 (Paragraf 45 Kodifikasi ini) ayat (2), setelah diberi peringatan 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 1 (satu) minggu untuk setiap teguran, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa: a. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan untuk ekspansi Penyediaan Dana; dan atau c. larangan untuk turut serta dalam rangka kegiatan kliring. (10) Bank yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), terhadap Dewan Komisaris, Direksi, pegawai Bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50, dan Pasal 50 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun Pasal 45 7/3/PBI/2005 (1) Bank yang menyampaikan daftar rincian Pihak Terkait setelah batas akhir waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 (Paragraf 10 Kodifikasi ini) ayat (2) sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan. (2) Bank yang belum menyampaikan daftar rincian Pihak Terkait setelah batas akhir waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (seratus juta rupiah). BAB I 49 Pasal 1 11/13/PBI/2009 Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disebut BPR, adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 51

65 3. Batas Maksimum Pemberian Kredit yang selanjutnya disebut dengan BMPK adalah persentase maksimum realisasi penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal BPR. 4. Penyediaan Dana adalah penanaman dana BPR dalam bentuk: a. kredit, dan/atau b. penempatan dana antar bank. 5. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara BPR dengan pihak lain yang mewajibkan pihak Peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 6. Penempatan Dana Antar Bank adalah penanaman dana BPR pada Bank lain, dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, kredit yang diberikan dan penanaman dana lainnya yang sejenis. 7. Modal adalah modal inti dan modal pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum BPR. 8. Pihak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPR. 9. Pihak Tidak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang tidak mempunyai hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPR. 10. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan. 11. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud pada angka Peminjam adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh Penyediaan Dana dari BPR berupa Kredit. 13. Direksi: a. bagi BPR berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. bagi BPR berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; c. bagi BPR berbentuk hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 14. Dewan Komisaris: a. bagi BPR berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. bagi BPR berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; 52

66 c. bagi BPR berbentuk hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 50 Pasal 2 11/13/PBI/2009 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi I No Pasal 3 11/13/PBI/2009 BPR wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam membuat Perjanjian Kredit antara BPR dan Peminjam yang mencantumkan Penyediaan Dana. BPR dalam menyediakan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran portofolio penyediaan dana yang diberikan agar risiko penyediaan dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu. (1) BPR dilarang membuat Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 50 Kodifikasi ini) apabila Perjanjian Kredit tersebut mewajibkan BPR untuk menyediakan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK. (2) BPR dilarang memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPK. Kewajiban pemenuhan ketentuan pada ayat ini berlaku untuk setiap saat pemberian/realisasi Penyediaan Dana. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi III (3) BPR dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK apabila terdapat selisih lebih antara persentase penyediaan dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPR dengan BMPK yang diperkenankan. BPR tetap dinilai melanggar BMPK selama pelanggaran BMPK tersebut belum diselesaikan. (4) Modal BPR yang digunakan dalam perhitungan BMPK adalah jumlah Modal Inti dan Modal Pelengkap sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum BPR pada posisi bulan terakhir sebelum realisasi penyediaan dana. (5) Dalam hal terdapat pelanggaran BMPK berupa penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait maka pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan penjumlahan pelanggaran atas pemberian kredit kepada masing-masing Peminjam dan pelanggaran pemberian kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. Contoh Perhitungan BMPK: Contoh 1: Kredit dengan angsuran yang ditarik sekaligus BPR X memberikan fasilitas kredit dengan pembayaran angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang penarikannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : per akhir Juni 2009 sebesar Rp1.500 juta dan per akhir Juli 2009 sebesar Rp1.400 juta b. BMPK Pihak Tidak Terkait : 20% c. bulan Juli 2009 sebesar Rp300 juta (= 20% x Rp1.500 juta) d. bulan Agustus 2009 sebesar Rp280 juta (= 20% x Rp1.400 juta) e. Fasilitas Kredit : Rp 400 juta f. Jangka Waktu : 18 (delapan belas bulan) g. Tanggal Akad Kredit : 15 Juli 2009 h. Realisasi Kredit : Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 15 Juli

67 i. Baki Debet : - per akhir Juli 2009 sebesar Rp 375 juta - per akhir Agustus 2009 sebesar RP 350 juta Perhitungan Pelanggaran BMPK 1) Bulan Juli 2009 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi/pencairan kredit debitur A yaitu sebesar Rp400 juta terhadap modal BPR per akhir Juni 2009 sebesar Rp1.500 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (400 juta / juta x 100%) 20% = 6,67% Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 6,67%. 2) Bulan Agustus 2009 Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Agustus 2009 yaitu sebesar Rp350 juta terhadap modal BPR per akhir Juli 2009 sebesar Rp1.400 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (350 juta / juta x 100%) 20% = 5,00% Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 5,00%. Contoh 2: Kredit yang pencairannya dilakukan secara bertahap BPR Y memberikan fasilitas kredit kepada debitur B (Pihak Terkait) yang pencairannya dilakukan secara bertahap dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : - per akhir Juli 2009 sebesar Rp2.000 juta - per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta b. BMPK Pihak Terkait : 10% - bulan Agustus 2009 sebesar Rp200 juta (= 10% x Rp2.000 juta) - bulan September 2009 sebesar Rp150 juta (= 10% x Rp1.500 juta) c. Fasilitas kredit : Rp 200 juta d. Jangka waktu : 24 (dua puluh empat bulan) e. Tanggal akad kredit : 10 Agustus 2009 f. Realisasi kredit : Pencairan Kredit secara bertahap - Pencairan tahap I, tanggal 10 Agustus 2009 : Rp 100juta - Pencairan tahap II, tanggal 10 September 2009 : Rp 100juta Perhitungan BMPK 1) Bulan Agustus 2009 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi/pencairan kredit debitur B tahap I sebesar Rp100 juta terhadap modal BPR per akhir Juli 2009 sebesar Rp2.000 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut: (100 juta / juta x 100%) 10% = -5% Tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan September 2009 Dengan adanya realisasi/pencairan kredit debitur B tahap II sebesar Rp100 juta sehingga baki debet menjadi sebesar Rp200 juta maka persentase atas baki debet tersebut terhadap modal BPR per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Terkait (10%), diperoleh hasil sebagai berikut: (200 juta / juta x 100%) 10% = 3,33% Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 3,33%. 54

68 Contoh 3: Kredit dengan fasilitas rekening koran BPR Y memberikan fasilitas kredit rekening koran kepada debitur C (Pihak Tidak Terkait) dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : per akhir Agustus 2009 sebesar Rp 1.800juta b. BMPK Pihak Tidak Terkait : 20% atau sebesar Rp 360juta (=20% x RP 1.800juta) c. Fasilitas kredit : Rp 400juta d. Jangka waktu : 12 (dua belas) bulan e. Tanggal akad kredit : 5 September 2009 f. Realisasi baki debet pada bulan September 2009: Tanggal Penarikan Penyetoran Saldo Debet 8 September 2009 Rp ,- Rp ,- 15 September 2009 Rp ,- Rp ,- 28 September 2009 Rp ,- Rp ,- 29 September 2009 Rp ,- Rp ,- Perhitungan BMPK Perhitungan BMPK didasarkan pada persentase atas baki debet tertinggi pada bulan yang bersangkutan (September 2009) yaitu sebesar Rp400 juta terhadap modal BPR per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.800 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), dengan perhitungan sebagai berikut: (400 juta / juta x 100%) 20% = 2,22% Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 2,22%. Contoh 4: Pemberian kredit yang secara individu Peminjam tidak melebihi BMPK namun secara kelompok Peminjam melebihi BMPK BPR X memberikan fasilitas kredit kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) dan debitur PT B (PT B menjamin kredit yang diberikan oleh BPR X kepada debitur A) yang pencairannya dilakuk an secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : per akhir September 2009 sebesar Rp 3.000juta b. BMPK Pihak Tidak Terkait: - Individu Peminjam : 20% atau sebesar Rp 600juta (=20% x Rp 3.000juta) - Kelompok Peminjam : 30% atau sebesar Rp 900juta (=30% x Rp 3.000juta) c. Fasilitas krdit : debitur A sebesar Rp 500juta dan debitur PT B sebesar Rp 600juta d. Jangka waktu : masing-masing 24 (dua puluh empat) bulan e. Tanggal akad kredit : debitur A, tanggal 15 Oktober 2009 dan debitur PT B, tanggal 20 Oktober 2009 f. Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus debitur A, tanggal 15 Oktober 2009 dan debitur PT B, tanggal 20 Oktober

69 Perhitungan BMPK 1) BMPK Individu Peminjam a) Pemberian kredit BPR X kepada debitur A sebesar R p500 juta tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (500 juta / juta x 100%) 20% = -3,34% b) Pemberian kredit BPR X kepada debitur PT B sebesa r Rp600 juta tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (600 juta / juta x 100%) 20% = 0% 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur A dan PT B memenuhi kriteria kelompok Peminjam maka perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan baki debet kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.100 juta (Rp500 juta + Rp600 juta). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut: (1.100 juta / juta x 100%) 30% = 6,67% Terdapat Pelanggaran BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 6,6,7% Berdasarkan perhitungan angka 1) dan angka 2) diatas, pemberian kredit kepada masing-masing Peminjam yaitu debitur A dan PT B tidak melanggar BMPK namun secara kelompok Peminjam melanggar BMPK sebesar 6,67%. Contoh 5: Pemberian Kredit dan Penempatan dana pada BPR lain yang secara individu Peminjam melebihi BMPK namun secara kelompok Peminjam tidak melebihi BMPK BPR Y menempatkan dananya pada BPR Z dan member ikan fasilitas kredit kepada debitur PT A (Pihak Tidak Terkait yang memiliki saham BPR Z sebesar 40%) dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : per akhir Oktober 2009 sebesar Rp5.000 juta b. BMPK Pihak Tidak Terkait: - Individu Peminjam : 20% atau sebesar Rp1.000 juta (= 20% x Rp5.000 juta) - Kelompok Peminjam : 30% atau sebesar Rp1.500 juta (= 30% x Rp5.000 juta) g. Penyediaan Dana BPR Y pada BPR Z berupa: - Deposito : Rp500 juta, jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 November Februari 2010) - Kredit : Rp700 juta d. BPR Y memberikan kredit kepada debitur PT A sebes ar Rp800 juta e. Jangka waktu : 36 (tiga puluh enam) bulan f. Tanggal akad kredit : - BPR Z, tanggal 4 November 2009 dan debitur PT A, tanggal 11 November 2009 g. Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus BPR Z pada tanggal 4 November 2009 debitur PT A pada tanggal 11 November 2009 Perhitungan BMPK: (1) BMPK Individu Peminjam Penempatan dana BPR Y pada BPR Z berupa deposito sebesar Rp500 juta dan kredit sebesar Rp700 juta, sehingga jumlah 56

70 penempatan dana sebesar Rp1.200 juta. BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain yaitu sebesar 20%. Perhitungan BMPK Penempatan Dana Antar Bank tersebut sebagai berikut: (1.200 juta / juta x 100%) 20% = 4,00% Pemberian kredit BPR Y kepada debitur PT A sebesa r Rp800 juta tidak melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (800 ta / juta x 100%) 20% = -4,00% (2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur PT A dan BPR Z memenuhi kriteri a kelompok Peminjam maka perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam. Berdasarkan perhitungan, BMPK kelompok Peminjam tidak melanggar BMPK karena secara keseluruhan jumlah baki debet dalam bentuk kredit masing-masing kepada debitur PT A Rp700 juta dan BPR Z Rp800 juta yaitu sebesar Rp1.500 juta, tidak melebihi BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu paling tinggi 30%, dengan perhitungan sebagai berikut: (1.500 juta / juta x 100%) 30% = 0,00% Berdasarkan perhitungan diatas, maka: a. Penempatan dana BPR Y pada BPR Z melanggar BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sebesar 4,00%. b. Pemberian kredit BPR Y kepada debitur PT A tidak melanggar BMPK. c. Pemberian kredit kepada BPR Z dan debitur PT A se bagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait juga tidak melanggar BMPK. Contoh 6: Pemberian Kredit yang secara individu dan kelompok Peminjam melebihi BMPK BPR B memberikan fasilitas kredit kepada debitur Pihak Tidak Terkait PT X dan PT Y. PT X dan PT Y dimiliki oleh Sdr. S dengan kepemilikan saham pada masing-masing PT tersebut 50%. Pencairan kredit dilakukan sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : per akhir November 2009 sebesar Rp4.000 juta b. BMPK Pihak Tidak Terkait: - Individu Peminjam : 20% atau sebesar Rp800 juta (= 20% x Rp4.000 juta) - Kelompok Peminjam : 30% atau sebesar Rp1.200 juta (= 30% x Rp4.000 juta) c. Fasilitas kredit : - debitur PT X sebesar Rp1.000 juta dan - debitur PT Y sebesar Rp900 juta d. Jangka waktu : masing-masing 48 (empat puluh delapan) bulan e. Tanggal akad kredit : - debitur PT X, tanggal 7 Desember debitur PT Y, tanggal 15 Desember 2009 f. Realisasi kredit : Pencairan dilakukan sekaligus debitur PT X, tanggal 7 Desember 2009, debitur PT Y, tanggal 15 Desember

71 Perhitungan BMPK 1) BMPK Individu Peminjam Pemberian kredit BPR B kepada debitur PT X sebesar Rp1.000 juta melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (1.000 juta / juta x 100%) 20% = 5,00% Pemberian kredit BPR B kepada debitur PT Y sebesa r Rp900 juta melanggar BMPK dengan perhitungan sebagai berikut: (900 juta / juta x 100%) 20% = 2,50% 2) BMPK Kelompok Peminjam Mengingat debitur PT X dan PT Y memenuhi kriteria kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait maka perhitungan BMPK juga dihitung berdasarkan kelompok Peminjam yaitu sebesar Rp1.900 juta (Rp1.000 juta + Rp900 juta). BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait yaitu 30%. Perhitungan BMPK kelompok Peminjam tersebut sebagai berikut: (1.900 juta / juta x 100%) 30% = 17,50% Berdasarkan perhitungan diatas, maka - Pemberian kredit BPR B kepada debitur PT X secara individu melanggar BMPK sebesar 5%. - Pemberian kredit BPR B kepada debitur PT Y secara individu melanggar BMPK sebesar 2,5%. - Pemberian kredit BPR B kepada debitur PT X dan PT Y sebagai kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait melanggar BMPK kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 17,50%. Dengan demikian persentase jumlah keseluruhan pelanggaran BMPK yang dilakukan oleh BPR B adalah 25%. Contoh 7: Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dalam bentuk deposito BPR Y menempatkan dananya dalam bentuk deposito p ada BPR Z dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR Y : - per akhir Agustus 2009 sebesar Rp juta - per akhir September 2009 sebesar Rp5.000 juta b. BMPK Penempatan Dana pada BPR lain : 20% - bulan September 2009 sebesar Rp980 juta (= 20% x Rp4.900 juta) - bulan Oktober 2009 sebesar Rp1.000 juta (= 20% x Rp5.000 juta) c. Penyediaan Dana BPR Y pada BPR Z berupa: - Deposito I : Rp700 juta dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan (10 Juli Oktober 2009) - Deposito II: Rp500 juta dengan jangka waktu 1 (satu) bulan (2 Oktober November 2009) Perhitungan BMPK 1) Bulan September 2009 Berdasarkan persentase atas jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam bilyet deposito I sebesar Rp700 juta terhadap modal BPR per akhir Agustus 2009 sebesar Rp4.900 juta dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait 58

72 (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (700 juta / juta x 100%) 20% = -5,71% Tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan Oktober 2009 Dengan adanya penempatan deposito II sebesar Rp500 juta pada tanggal 2 Oktober 2009 maka jumlah seluruh penempatan deposito pada BPR Z pada tanggal tersebut menjadi sebesar Rp1.200 juta. Dengan demikian persentase atas nominal Penempatan Dana Antar Bank tersebut terhadap modal BPR per akhir September 2009 sebesar Rp5.000 juta dikurangi dengan persentase BMPK Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (1.200 juta / juta x 100%) 20% = 4,00% Terdapat pelanggaran BMPK sebesar 4,00%. Berdasarkan contoh perhitungan sebagaimana dimaksud pada angka 4 contoh 1, 3, 4, 5 dan 6 maka selain melanggar BMPK, BPR juga melanggar Paragraf 3 ayat (1) PBI No.11/13/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 tentang BMPK BPR yang menyatakan bahwa BPR dilarang membuat Perjanjian Kredit yang mewajibkan BPR untuk menyediakan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK. BAB II 52 Pasal 4 11/13/PBI/2009 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi II No. 1 3 BAB III 53 Pasal 5 11/13/PBI/ Pasal 6 11/13/PBI/2009 Dasar Perhitungan BMPK (1) BMPK untuk Kredit dihitung berdasarkan baki debet Kredit. (2) BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain dihitung berdasarkan nominal Penempatan Dana Antar Bank. (3) Perhitungan BMPK untuk Kredit dilakukan berdasarkan baki debet seluruh kredit yang diterima oleh debitur yang bersangkutan, termasuk pemberian kredit atas nama debitur lain yang digunakan untuk keuntungan debitur yang bersangkutan. Untuk kredit dalam bentuk rekening koran, perhitungan BMPK dilakukan berdasarkan baki debet tertinggi pada bulan laporan. (4) BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan. (5) BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito Perhitungan BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPR yang sama. BMPK Kepada Pihak Terkait Penyediaan Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal BPR. Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada Pihak Terkait wajib memperoleh persetujuan dari 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris BPR. 59

73 Persetujuan anggota Dewan Komisaris dimaksudkan sebagai pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan oleh Komisaris atas tindakan kepengurusan oleh Direksi dan tidak menghilangkan tanggung jawab Direksi sebagai pemutus. 55 Pasal 7 11/13/PBI/2009 Pihak Terkait meliputi: a. pemegang saham yang memiliki saham 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor; b. anggota Dewan Komisaris; c. anggota Direksi; d. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal, dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c; Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal, adalah pihak-pihak sebagai berikut: 1. orang tua kandung/tiri/angkat; 2. saudara kandung/tiri/angkat; 3. anak kandung/tiri/angkat; 4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat; 5. cucu kandung/tiri/angkat; 6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua; 7. suami atau isteri; 8. mertua; 9. besan; 10. suami atau isteri dari anak kandung/tiri/angkat; 11. kakek atau nenek dari suami atau isteri; 12. suami atau isteri dari cucu kandung/tiri/angkat; 13. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau isteri beserta suami atau isteri dari saudara yang bersangkutan. e. Pejabat Eksekutif; Yang dimaksud dengan Pejabat Eksekutif adalah Pejabat Eksekutif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPR. f. Perusahaan-perusahaan bukan Bank yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yang kepemilikannya baik individual maupun keseluruhan sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari modal disetor perusahaan; g. BPR lain yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yang kepemilikannya secara individual sebesar 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor pada BPR lain tersebut; Yang dimaksud dengan BPR lain termasuk pula Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. h. BPR lain yang: 1. anggota Dewan Komisarisnya merupakan anggota Dewan Komisaris BPR; dan 60

74 2. rangkap jabatan pada BPR lain dimaksud merupakan 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksinya. Ketentuan huruf h memperhatikan ketentuan pembatasan rangkapjabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPR. Contoh: BPR A menyediakan dana kepada BPR B. BPR A mempunyai 2 (dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Kedua Komisaris BPR A tersebut menjabat sebagai Komisaris pada BPR B yang mempunyai 2 (dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Mengingat 2 (dua) orang Komisaris pada BPR B memenuhi asas mayoritas sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksi BPR B maka BPR B tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPR A, sehingga penyediaan dana BPR A kepada BPR B paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). i. Perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksinya merupakan anggota Dewan Komisaris BPR; Ketentuan huruf i memperhatikan ketentuan pembatasan rangkap jabatan sebagaimana sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPR. Contoh: BPR C menyediakan dana kepada PT D. BPR C mempunyai 2 (dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Salah satu Komisaris BPR C tersebut menjabat sebagai Komisaris pada PT D yang mempunyai 1 (satu) orang Direktur dan 1 (satu) orang Komisaris. Mengingat 1 (satu) orang Komisaris pada PT D tersebut memenuhi asas mayoritas sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksi PT D maka PT D tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPR C, sehingga penyediaan dana BPR C kepada PT D paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). j. Peminjam yang diberikan jaminan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i. Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang menjamin untuk mengambil alih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). 56 Pasal 8 11/13/PBI/2009 Penyediaan Dana kepada pihak-pihak selain yang dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 55 Kodifikasi ini) dapat dikategorikan sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait apabila penyediaan dana tersebut digunakan untuk keuntungan Pihak Terkait. 61

75 BAB IV BMPK Kepada Pihak Tidak Terkait 57 Pasal 9 11/13/PBI/2009 (1) Penyediaan Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR. Yang dimaksud dengan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPR lain adalah penempatan dana dalam bentuk Tabungan, Deposito dan Kredit yang Diberikan. (2) Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPR. (3) Penyediaan Dana dalam bentuk Kredit kepada 1 (satu) kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPR. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi II No Pasal 10 11/13/PBI/2009 Perhitungan BMPK untuk penyediaan dana dalam bentuk kredit kepada satu atau lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait dihitung berdasarkan pemberian kredit kepada masing-masing Peminjam dan pemberian kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait. BMPK pemberian kredit kepada satu kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari modal BPR. Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu kelompok Peminjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3) apabila Peminjam mempunyai keterkaitan dengan Peminjam lain baik melalui hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan dan/atau hubungan keuangan, yang meliputi: (1) perusahaan-perusahaan yang masing-masing 25% (dua puluh lima persen) atau lebih modal disetornya dimiliki oleh suatu perusahaan/badan atau perorangan atau secara bersama oleh suatu keluarga; Yang dimaksud dengan suatu keluarga adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, isteri dan anak kandung/tiri/angkat; suami dan isteri; suami dan anak kandung/tiri/angkat; atau isteri dan anak kandung/tiri/angkat. Contoh: 1. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki oleh 1 (satu) orang/perusahaan. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Peminjam BPR yang sama maka perusahaanperusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam % (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki secara bersama oleh X, Y dan Z yang merupakan suami, isteri dan anak kandung/tiri/angkat. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Peminjam BPR yang sama maka perusahaanperusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. 62

76 3. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham perusahaan A dimiliki oleh suami dan anak pertama, 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham perusahaan B dimiliki oleh isteri dan anak kedua. Apabila perusahaan A dan perusahaan B menjadi Peminjam BPR yang sama maka perusahaan-perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. b. perusahaan-perusahaan yang salah satunya memiliki 25% (dua puluh lima persen) atau lebih modal disetor perusahaan lainnya; Contoh: Perusahaan A memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan B. Perusahaan B memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan C. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Peminjam BPR maka perusahaan A dan perusahaan B digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam. Sementara perusahaan B dan perusahaan C digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Peminjam yang lain. c. perusahaan-perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada perusahaan yang satu menjadi Dewan Komisaris dan/atau Direksi pada perusahaan lainnya. Pertimbangan azas mayoritas 50% (lima puluh persen) atau lebih dihitung dari jumlah kumulatif Dewan Komisaris dan/atau Direksi. Dalam hal perusahaan tersebut berbadan hukum Koperasi maka untuk menentukan mayoritas adalah jumlah kumulatif dari pengurus, pengawas dan pengelola yang diangkat oleh pengurus dari Koperasi dimaksud. d. perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c, namun terdapat bantuan keuangan dari salah satu perusahaan tersebut terhadap perusahaan lainnya yang mengakibatkan adanya pengendalian oleh perusahaan tersebut terhadap perusahaan lainnya. Yang dimaksud dengan bantuan keuangan adalah bantuan keuangan yang disertai dengan persyaratan tertentu yang menyebabkan pihak yang memberikan bantuan mempunyai kewenangan untuk menentukan kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan, antara lain namun tidak terbatas pada keputusan untuk melakukan pembagian deviden dan perubahan pengurus. e. perusahaan-perusahaan dan/atau perorangan yang salah satunya bertindak sebagai penjamin kredit atas kredit yang diterima oleh perusahaan atau perorangan lainnya. Yang dimaksud dengan penjamin adalah pihak yang memberikan jaminan dalam bentuk janji yang dibuat secara tertulis yang menyatakan bahwa penjamin akan mengambilalih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang, dalam hal pihak yang berutang gagal 63

77 memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Termasuk dalam pengertian ini adalah pihak-pihak yang berutang yang dijamin dengan menggunakan agunan yang sama. BAB V 59 Pasal 11 11/13/PBI/2009 Pelampauan BMPK Penyediaan Dana oleh BPR dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila terjadi selisih lebih antara persentase Penyediaan Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPR pada saat tanggal laporan dengan BMPK yang diperkenankan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. penurunan Modal BPR; b. penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambilalihan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam; Yang dimaksud dengan penggabungan usaha atau merger adalah penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Peminjam dengan perusahaan lainnya dan/atau BPR dengan BPR lainnya dengan tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan Peminjam dan/atau BPR dan membubarkan perusahaan Peminjam dan/atau BPR lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan peleburan usaha atau konsolidasi adalah penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Peminjam dengan perusahaan lainnya dan/atau BPR dengan BPR lainnya dengan cara mendirikan perusahaan Peminjam dan/atau BPR baru dan membubarkan perusahaan Peminjam dan/atau BPR tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan pengambilalihan usaha atau akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan Peminjam dan/atau BPR yang mengakibatkan beralihnya pengendalian perusahaan Peminjam dan/atau BPR. Yang dimaksud dengan perubahan struktur kepemilikan adalah perubahan struktur kepemilikan di perusahaan Peminjam dan/atau di BPR. Yang dimaksud dengan perubahan kepengurusan adalah perubahan kepengurusan di perusahaan Peminjam dan/atau di BPR. Yang dimaksud dengan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam adalah: 1) Peminjam Pihak Tidak Terkait menjadi Peminjam Pihak Terkait; dan/atau 2) Peminjam perorangan menjadi kelompok Peminjam. c. perubahan ketentuan. Yang dimaksud dengan perubahan ketentuan adalah perubahan ketentuan yang menyebabkan perubahan kriteria Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam BPR dan/atau perubahan ketentuan lainnya yang 64

78 menyebabkan terjadinya pelampauan BMPK. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi IV No. 3 Contoh: Perhitungan Pelampauan BMPK karena penurunan modal BPR X memberikan fasilitas kredit dengan pembayar an angsuran kepada debitur A (Pihak Tidak Terkait) yang penarikannya dilakukan secara sekaligus dengan kondisi sebagai berikut: a. Modal BPR : - per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta - per akhir September 2009 sebesar Rp1.200 juta b. BMPK Pihak Tidak Terkait : 20% - bulan September 2009 sebesar Rp300 juta (= 20% x Rp1.500 juta) - bulan Oktober 2009 sebesar Rp240 juta (= 20% x Rp1.200 juta) c. Fasilitas kredit : Rp300 juta d. Jangka waktu : 18 (delapan belas) bulan e. Tanggal akad kredit : 17 September 2009 f. Realisasi kredit : Pencairan Kredit sekaligus pada tanggal 21 September 2009 g. Baki debet : - per akhir September 2009 sebesar Rp300 juta - per akhir Oktober 2009 sebesar Rp285 juta Perhitungan pelampauan BMPK 1) Bulan September 2009 Berdasarkan persentase atas baki debet pada saat realisasi kredit debitur A yaitu sebesar Rp300 juta terhadap modal BPR per akhir Agustus 2009 sebesar Rp1.500 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (300 juta / juta x 100%) 20% = 0% Tidak terdapat pelanggaran BMPK. 2) Bulan Oktober 2009 Berdasarkan persentase atas baki debet debitur A pada akhir Oktober 2009 yaitu sebesar Rp285 juta terhadap modal BPR per akhir September 2009 sebesar Rp1.200 juta dikurangi dengan persentase BMPK Pihak Tidak Terkait (20%), diperoleh hasil sebagai berikut: (285 juta / juta x 100%) 20% = 3,75% Terdapat pelampauan BMPK sebesar 3,75% BAB VI 60 Pasal 12 11/13/PBI/2009 Penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPK (1) BPR wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK. (2) Action plan untuk Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan oleh BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah batas akhir penyampaian laporan BMPK bulan yang bersangkutan atau 14 (empat belas) hari sejak exit meeting untuk Pelanggaran BMPK yang ditemukan dalam pemeriksaan. 65

79 Yang dimaksud dengan exit meeting adalah pertemuan akhir antara pengurus BPR dan Bank Indonesia untuk membahas hasil pemeriksaan. (3) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf a dan huruf b harus disampaikan oleh BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan BMPK bulan yang bersangkutan atau 14 (empat belas) hari sejak exit meeting untuk Pelampauan BMPK yang ditemukan dalam pemeriksaan. Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh penggabungan usaha, peleburan usaha atau pengambilalihan usaha, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan sejak disahkannya akta penggabungan usaha, peleburan usaha atau pengambilalihan usaha oleh instansi yang berwenang. (4) Action plan untuk Pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf c harus disampaikan oleh BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya ketentuan baru. (5) Dalam hal jangka waktu penyampaian action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPR wajib menyampaikan action plan pada hari kerja sebelumnya. 61 Pasal 13 11/13/PBI/2009 (1) Action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 60 Kodifikasi ini) ayat (1) wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian. Langkah-langkah penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK meliputi antara lain: a. Pelunasan seluruh/sebagian Kredit yang melanggar dan/atau melampaui BMPK; b. Penambahan modal disetor. (2) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk Pelanggaran BMPK, paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. b. Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf a dan huruf b, paling lambat 6 (enam) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. c. Untuk Pelampauan BMPK yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 59 Kodifikasi ini) huruf c, paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. 66

80 (3) Dalam hal sisa jangka waktu penyediaan dana sampai dengan jatuh tempo lebih pendek daripada target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka target waktu penyelesaian paling lambat sampai dengan penyediaan dana jatuh tempo. Contoh: 1. Pada tanggal 1 April 2009 BPR B memberikan Kredit kepada debitur X (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) yang merupakan 20% (dua puluh persen) dari modal BPR B dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pada tanggal 31 Mei 2009 modal BPR B turun karena mengalami kerugian sehingga persentase Kredit kepada debitur X menjadi 25% (dua puluh lima persen) dari modal BPR B atau melampaui BMPK yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Untuk itu BPR B wajib membuat action plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lambat 6 (enam) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. 2. Pada tanggal 1 April 2009 BPR A menempatkan Deposito 3 bulan (jatuh tempo pada tanggal 1 Juli 2009) pada BPR B (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) yang merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPR A. Pada tanggal 10 Mei 2009 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPK BPR yang mengatur bahwa penempatan dana BPR ke BPR lain paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPR A tetap maka dengan adanya ketentuan BMPK tersebut penempatan Deposito BPR A ke BPR B menjadi melampaui BMPK yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk itu BPR A wajib membuat action plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lambat sampai dengan jatuh tempo Deposito yaitu tanggal 1 Juli (4) Target waktu penyelesaian pelanggaran dan/atau pelampauan BMPK atas Penempatan Dana Antar Bank yang tidak memiliki jatuh tempo berupa Tabungan pada BPR lain, paling lambat 1 (satu) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. Contoh: Pada tanggal 1 April 2009 BPR A menempatkan Tabungan pada BPR B (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) yang merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPR A. Pada tanggal 10 Mei 2009 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPK BPR yang mengatur bahwa penempatan dana BPR ke BPR lain paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPR A tetap maka dengan adanya ketentuan BMPK tersebut penempatan Tabungan BPR A ke BPR B menjadi melampaui BMPK yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk itu BPR A wajib membuat action plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lambat 1 (satu) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. (5) Bank Indonesia dapat meminta BPR melakukan penyesuaian action plan yang disampaikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkahlangkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak mungkin dicapai. 67

81 62 Pasal 14 11/13/PBI/2009 (1) BPR wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan untuk penyelesaian Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK disertai dengan bukti pendukungnya. Yang dimaksud dengan bukti pendukung antara lain adalah bukti setoran modal dan bukti pembayaran atau pelunasan Kredit. (2) Laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh BPR dan diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari sejak realisasi action plan. Yang dimaksud dengan realisasi action plan adalah tahapan pelaksanaan penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPK. (3) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPR wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan pada hari kerja sebelumnya. BAB VII 63 Pasal 15 11/13/PBI/2009 Pengecualian Ketentuan BMPK dikecualikan untuk: a. Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum, termasuk Bank Umum yang memenuhi kriteria Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 55 Kodifikasi ini); Yang dimaksud dengan Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. b. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh: 1) Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di BPR; Deposito dan Tabungan yang dapat dijadikan sebagai agunan adalah Deposito dan Tabungan yang ditempatkan pada BPR yang sama. 2) Emas dan/atau logam mulia; dan/atau Nilai agunan yang berupa emas dan/atau logam mulia ditentukan berdasarkan harga pasar (market value). 3) Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan/penjualan yang tidak dapat dibatalkan dari pemilik agunan untuk keuntungan BPR penerima agunan, termasuk pencairan/penjualan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok/bunga; b) jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana; dan 68

82 c) untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2), disimpan atau ditatausahakan pada BPR yang bersangkutan. c. Bagian Penyediaan Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yang dimaksud dengan BUMN dan BUMD dalam Paragraf ini adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPR. 1) jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); Yang dimaksud dengan tanpa syarat (unconditional) adalah apabila tidak memuat persyaratan prosedural, seperti: a. mempersyaratkan waktu pengajuan pemberitahuan wanprestasi (notification of default); b. mempersyaratkan kewajiban pembuktian itikad baik (good faith) oleh BPR penyedia dana; dan/atau c. mempersyaratkan pencairan jaminan dengan cara dilakukannya saling hapus buku (set-off) terlebih dahulu dengan kewajiban BPR penyedia dana kepada pihak penjamin. 2) harus dapat dicairkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak klaim diajukan, termasuk pencairan sebagian; dan 3) mempunyai jangka waktu penjaminan paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana. d. Bagian Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain sepanjang memenuhi persyaratan: 1) Terdapat kesepakatan antar BPR yang menempatkan dananya dengan BPR lain yang menerima penempatan dana; 2) Dalam rangka menanggulangi kesulitan likuiditas BPR; dan 3) Bagian Penempatan Dana dimaksud: 1. merupakan simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPR pada BPR lain sesuai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1); atau 2. berasal dari simpanan/iuran/porsi dana dari BPR-BPR yang ditujukan untuk menanggulangi kesulitan likuiditas masingmasing BPR. Bagian Penempatan Dana yang dimaksud dalam ayat ini adalah bagian penempatan dana dalam rangka memenuhi simpanan/iuran/porsi dana atau penempatan dana dalam rangka penanggulangan likuiditas yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Contoh: Terdapat 28 BPR yang membuat kesepakatan untuk menempatkan dana 69

83 berupa simpanan/iuran/porsi dana pada salah satu BPR yang ditunjuk untuk mengkoordinir pengelolaan dana yang terhimpun. Dalam kesepakatan tersebut dimuat antara lain: - Jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPR pada BPR lain yang ditunjuk, misalnya Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) per BPR. - Jumlah maksimum dana/pinjaman likuiditas yang dapat ditempatkan oleh BPR yang ditunjuk kepada salah satu dari 28 BPR tersebut, misalnya 10 (sepuluh) kali dari jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang ditempatkan atau Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Yang dikecualikan dari perhitungan BMPK dalam contoh tersebut adalah: - masing-masing penempatan dana dari 28 BPR tersebut kepada BPR yang ditunjuk sebesar Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah). - penempatan dana dari BPR yang ditunjuk kepada salah satu dari 28 BPR yang mengalami kesulitan likuiditas sebesar Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 64 Pasal 16 11/13/PBI/2009 (1) Penyediaan dana BPR berupa Kredit dengan pola kemitraan inti-plasma atau pola Pengembangan Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) dikecualikan dari pengertian kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3). Yang dimaksud dengan pola kemitraan adalah pola pengembangan dengan menggunakan perusahaan inti yang membantu membimbing perusahaan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan. Yang dimaksud dengan pola PHBK adalah pola pembiayaan dalam upaya mengembangkan prasarana pelayanan keuangan bagi pengusaha mikro, yang bersifat saling menguntungkan antara tiga unsur yang berbeda yaitu BPR, Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). (2) Pola kemitraan inti-plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari pengertian kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3), sepanjang memenuhi persyaratan: a. Kredit diberikan dengan pola kemitraan; b. Perusahaan inti merupakan Pihak Tidak Terkait dengan BPR; c. Plasma bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi dengan perusahaan inti; d. Plasma memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan inti sebagai bagian dari produksi perusahaan inti; dan e. Perjanjian Kredit antara BPR dengan plasma dilakukan secara langsung. (3) Pola PHBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari pengertian kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 57 Kodifikasi ini) ayat (3), sepanjang 70

84 memenuhi persyaratan: a. Kredit diberikan kepada kelompok; Yang dimaksud kelompok disini adalah KSM. b. Partisipan PHBK telah melalui seleksi; Yang dimaksud partisipan PHBK adalah perorangan dan/atau lembaga yang terlibat seperti LPSM dan KSM. c. Menghargai otonomi lembaga partisipan; d. Mempromosikan tabungan dan mengkaitkan tabungan dengan kredit; e. Mengenakan tingkat bunga pasar; f. Mengembangkan dan menerima agunan alternatif; Termasuk dalam agunan alternatif yaitu jaminan tanggung renteng di antara anggota kelompok. g. Terdapat bantuan teknis/pendampingan untuk membina kelompok. 65 Pasal 17 11/13/PBI/2009 Kredit kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai BPR yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan serta dibayar kembali dari pendapatan yang diperoleh dari BPR yang bersangkutan dikecualikan sebagai pemberian Kredit kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 55 Kodifikasi ini). Yang dimaksudkan dengan pemberian Kredit yang dikecualikan pada Paragraf ini adalah fasilitas BPR kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai BPR yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang antara lain ditujukan untuk biaya sekolah, biaya pengobatan/sakit, biaya kontrak rumah, cicilan rumah, uang muka pembelian rumah, biaya pernikahan dan pembelian kendaraan bermotor. Pemberian Kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas dikategorikan sebagai penyediaan dana kepada Pihak Tidak Terkait dan mengacu pada ketentuan BMPK kepada Pihak Tidak Terkait. BAB VIII 66 Pasal 18 11/13/PBI/2009 Tata Cara Penyampaian Laporan BMPK dan Koreksi Laporan BMPK (1) BPR wajib menyusun dan menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia secara on-line setiap bulan secara benar, lengkap dan tepat waktu. Yang dimaksud dengan penyampaian secara on-line adalah penyampaian laporan dengan mengirim atau mentransfer rekaman data secara langsung kepada Kantor Pusat Bank Indonesia melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya. 71

85 (2) Laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. Penyediaan Dana kepada Pihak Tidak Terkait yang melanggar dan melampaui BMPK; dan b. Seluruh Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Perhitungan BMPK kepada Pihak Terkait dihitung secara keseluruhan Penyediaan Dana. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi VI SE 11/21/DKBU 2009 Romawi VII (3) Tatacara penyampaian laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. (4) Format dan tata cara penyusunan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK berpedoman pada Lampiran 1 (Lampiran 24 Kodifikasi ini) mengenai Pedoman Penyusunan Laporan BMPK dan/atau Koreksi Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. (5) Prosedur pengoperasian aplikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK diatur dalam Lampiran 2 (Lampiran 25 Kodifikasi ini) mengenai Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Lampiran 3 (Lampiran 26 Kodifikasi ini) mengenai Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. (6) Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK, BPR perlu melakukan persiapan dan menyediakan sarana sebagai berikut: 1. Komputer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware dan software sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR. 2. BPR menunjuk: a. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. b. Pejabat atau Pegawai BPR yang bertanggungjawab (Penanggungjawab) untuk melakukan verifikasi ulang dalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK kepada Bank Indonesia. 3. Nama Petugas dan Penanggungjawab sebagaimana dimaksud pada angka 2, wajib disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR. 4. BPR menyusun pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur penyusunan dan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan BMPK BPR, Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry Laporan BMPK BPR dan Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR Laporan BMPK BPR. 5. BPR memiliki: a. sistem pengamanan yang memadai terhadap: sarana komputer, aplikasi, dan data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. b. back up data laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK yang ditatausahakan dengan baik. 72

86 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi IX (7) Laporan BMPK dan/atau laporan koreksi BMPK disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas jaringan ekstranet Bank Indonesia. (8) BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah yang belum memiliki fasilitas jaringan ekstranet atau mengalami keadaan memaksa (force majeure), laporan disampaikan secara off-line kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) yang mewilayahi BPR pelapor. (9) Dalam hal terjadi masalah/gangguan pada ekstranet, BPR pelapor menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara offline kepada: a. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM cq. Bagian Informasi, Dokumentasi dan Administrasi (IDAd), Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi BPR pelapor, bagi BPR pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. (10) Penyampaian nama petugas, penanggungjawab dan nomor telepon yang digunakan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK serta perubahan nama dan nomor telepon tersebut ditujukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 3 (ayat (3) Paragraf ini). (11) Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi laporan BMPK disampaikan kepada help desk Bank Indonesia dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, telp. (021) (hunting), faksimili (021) atau address: helpdesk@bi.go.id. 67 Pasal 19 11/13/PBI/2009 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No Pasal 20 11/13/PBI/2009 (1) BPR bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan isi laporan BMPK yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 66 Kodifikasi ini) ayat (1). (2) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPK yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, BPR wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPK secara on-line dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 66 Kodifikasi ini). BPR pelapor menyampaikan koreksi laporan BMPK kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. (1) Kewajiban penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 (Paragraf 66 Kodifikasi ini) ayat (1) dan Pasal 19 (Paragraf 67 Kodifikasi ini) ayat (2) dikecualikan dalam hal: a. BPR berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas komunikasi sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line; b. BPR baru beroperasi dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah melakukan kegiatan operasional; 73

87 c. BPR mengalami gangguan teknis; atau Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan yang mengakibatkan BPR tidak dapat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara online, antara lain gangguan pada jaringan telekomunikasi atau pemadaman listrik. d. Terjadi kerusakan dan/atau gangguan pada database atau jaringan komunikasi di Bank Indonesia. (2) BPR memperoleh pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b atau huruf c setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada Bank Indonesia dengan mengemukakan alasannya. (3) BPR wajib menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line setelah kegiatan operasional kembali berjalan secara normal. 69 Pasal 21 11/13/PBI/2009 Ayat (1) (1) BPR yang tidak dapat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 (Paragraf 68 Kodifikasi ini), wajib menyampaikan laporan dimaksud secara off-line. Yang dimaksud dengan penyampaian secara off-line adalah penyampaian laporan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk disket atau media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi kepada Kantor Bank Indonesia setempat. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No. 7 Pasal 21 11/13/PBI/2009 Ayat (2) 70 Pasal 22 11/13/PBI/2009 Dalam hal terjadi kerusakan disket atau media perekam data elektronik lainnya yang telah diterima oleh Bank Indonesia secara off-line, BPR pelapor menyampaikan ulang disket atau media perekam data elektronik lainnya setelah diminta oleh Bank Indonesia. (2) Tatacara penyampaian laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. (1) Laporan BMPK wajib disampaikan oleh BPR kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Laporan BMPK dapat disampaikan secara on-line pada hari libur atau hari Sabtu. (2) Dalam hal tanggal 14 (empat belas) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu maka BPR yang menyampaikan laporan BMPK secara off-line wajib menyampaikan laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya. (3) BPR dinyatakan telah menyampaikan laporan BMPK pada tanggal diterimanya laporan BMPK oleh Bank Indonesia. Bukti penerimaan untuk laporan BMPK yang disampaikan secara online adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara on-line (download). 74

88 Sedangkan bukti penerimaan untuk laporan BMPK yang disampaikan secara off-line adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan melalui pos. (4) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPK yang telah disampaikan, BPR wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPK dimaksud kepada Bank Indonesia secara on-line paling lambat tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Koreksi laporan BMPK dapat disampaikan secara on-line pada hari libur atau hari Sabtu. (5) Dalam hal tanggal 20 (dua puluh) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu maka BPR yang menyampaikan koreksi laporan BMPK secara off-line wajib menyampaikan laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya. Contoh: Koreksi laporan BMPK untuk data bulan Mei 2009 disampaikan secara offline paling lambat tanggal 19 Juni 2009 (hari Jumat) untuk penyampaian secara langsung kepada Bank Indonesia maupun untuk penyampaian melalui pos, mengingat tanggal 20 Juni 2009 jatuh pada hari Sabtu. (6) BPR dinyatakan telah menyampaikan koreksi laporan BMPK pada tanggal diterimanya koreksi laporan BMPK oleh Bank Indonesia. Bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPK yang disampaikan secara on-line adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara online (download). Sedangkan bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPK yang disampaikan secara off-line adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan melalui pos. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No. 4 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No. 6 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No. 9 (7) Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line dilakukan sampai dengan akhir bulan laporan. Laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line tersebut dapat disampaikan pada hari libur atau hari Sabtu. (8) Dalam hal penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dilakukan setelah berakhirnya bulan laporan maka laporan tersebut hanya dapat disampaikan secara off-line. Penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara off-line dilakukan dalam bentuk disket atau media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR. (9) Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara off-line adalah hari libur nasional dan hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. 75

89 71 Pasal 23 11/13/PBI/2009 Ayat (1) (1) BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) (Paragraf 70 Kodifikasi ini) BPR belum menyampaikan laporan BMPK. SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No. 3 Pasal 23 11/13/PBI/2009 Ayat (2) SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V No. 5 Pasal 23 11/13/PBI/2009 Ayat (3) (4) Dalam hal laporan disampaikan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 (SE 11/21/DKBU 2009 Romawi V.1 dan V.2), maka BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. (2) BPR dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPK apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) (Paragraf 70 Kodifikasi ini) BPR belum menyampaikan koreksi laporan BMPK. Dalam hal BPR tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sampai dengan akhir bulan laporan maka BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. (3) BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK apabila sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan BPR belum menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. Contoh: BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK untuk data bulan Juni 2009 apabila laporan dimaksud belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 31 Juli (4) BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetap wajib menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK. BAB IX 72 Pasal 24 11/13/PBI/2009 Ketentuan Lain (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap pelaksanaan ketentuan BMPK oleh BPR. Yang dimaksud dengan pelaksanaan ketentuan BMPK antara lain adalah perhitungan Penyediaan Dana, perhitungan Modal, penentuan kelompok Peminjam dan/atau penentuan Pihak Terkait. (2) BPR wajib melakukan koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan BMPK BPR kepada Bank Indonesia. Koreksi terhadap laporan BMPK kepada Bank Indonesia dilakukan untuk posisi penelitian dan/atau pemeriksaan oleh Bank Indonesia berdasarkan penelitian dan/atau pemeriksaan Bank Indonesia atas Laporan BMPK yang telah disampaikan oleh BPR pelapor. (3) Dalam hal terdapat koreksi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPR wajib menyampaikan koreksi laporan BMPK dimaksud kepada 76

90 Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia atau sejak tanggal exit meeting. (4) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPR wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPK pada hari kerja sebelumnya. 73 Pasal 25 11/13/PBI/2009 BAB X 74 Pasal 27 11/13/PBI/2009 (1) BPR dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (3) BPR belum menyampaikan koreksi laporan BMPK. (2) BPR dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia atau sejak tanggal exit meeting, BPR belum menyampaikan koreksi laporan BMPK. (3) BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan koreksi laporan BMPK. Sanksi (1) BPR yang melakukan Pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 5, dan Pasal 9 (Paragraf 51, Paragraf 53, dan Paragraf 57 Kodifikasi ini) dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (2) Terhadap setiap kesalahan laporan BMPK yang ditemukan berdasarkan penelitian dan/atau pemeriksaan Bank Indonesia, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per jenis kesalahan atau paling banyak sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah). Yang dimaksud dengan jenis kesalahan adalah nominal yang dilaporkan meliputi jumlah Kredit yang diberikan dan nilai agunan. Jenis kesalahan dihitung per rekening (per baris). Nama debitur tidak termasuk yang diperhitungkan dalam jenis kesalahan. Termasuk jenis kesalahan adalah pelanggaran/pelampauan yang tidak dilaporkan. (3) Dalam hal jenis kesalahan yang sama terjadi pada laporan bulanan BPR sesuai ketentuan yang berlaku dan atas kesalahan tersebut BPR telah dikenakan sanksi maka BPR tidak lagi dikenakan sanksi atas jenis kesalahan yang sama tersebut pada laporan BMPK. (4) BPR yang dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) (Paragraf 71 Kodifikasi ini) dan Pasal 25 ayat (1) (Paragraf 73 Kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan. (5) BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) (Paragraf 71 Kodifikasi ini) dan Pasal 25 ayat (2) (Paragraf 73 Kodifikasi ini) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah). 77

91 SE 11/21/DKBU 2009 Romawi VIII (6) BPR yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6, Pasal 12, Pasal 14 serta Pasal 24 ayat (2) (Paragraf 51 ayat (1), Paragraf 54, Paragraf 60, Paragraf 62 serta Paragraf 72 ayat (2) Kodifikasi ini), dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa: a. teguran tertulis; dan b. penurunan nilai kredit aspek manajemen dalam perhitungan tingkat kesehatan. (7) BPR yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6, Pasal 12, Pasal 14 serta Pasal 24 ayat (2) (Paragraf 51 ayat (1), Paragraf 54, Paragraf 60, Paragraf 62 serta Paragraf 72 ayat (2) Kodifikasi ini) selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa pencantuman anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang memperoleh predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (8) BPR yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK dan/atau Pelampauan BMPK sesuai dengan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (Paragraf 61 Kodifikasi ini) ayat (2) dan/atau tidak melaksanakan langkah penyelesaian sesuai koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 72 Kodifikasi ini) ayat (2), setelah diberi peringatan 2 (dua) kali oleh Bank Indonesia, dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa: a. pencantuman anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang memperoleh predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan untuk ekspansi Penyediaan Dana. (9) BPR yang tidak menyelesaikan Pelanggaran BMPK selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terhadap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Paragraf 50, dan Paragraf 50 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun (10) Pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 PBI No. 11/13/PBI/2009 tanggal 17 April 2009 tentang BMPK (Paragraf 74 Kodifikasi ini) BPR dilakukan oleh kantor pusat BPR pelapor kepada Bank Indonesia secara tunai atau non tunai dengan cara sebagai berikut: 1. Pembayaran secara tunai a. bagi BPR pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta 78

92 Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, menyetor kepada Bagian Pengelolaan Uang Kas Keluar (BPUK), b. bagi BPR pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, menyetor kepada Kantor Bank Indonesia, pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul s.d waktu setempat (hari Senin s.d. Kamis) atau pukul s.d waktu setempat (hari Jumat), untuk untung rekening nomor Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanks i administratif BPR. 2. Pembayaran secara non tunai a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR, dengan mencantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK periode MM-YYYY pada kolom keterangan. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor Rekening antara sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK periode MM-YYYY. BPR pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir IX.2. BAB XI 75 Pasal 29 11/13/PBI/2009 Keadaan Memaksa (Force Majeure) (1) BPR yang mengalami Keadaan Memaksa (force majeure) selama satu atau lebih periode penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan Pasal 24 ayat (3) (Paragraf 66 ayat (1), Paragraf 67 ayat (2) dan Paragraf 72 ayat (3) Kodifikasi ini); Yang dimaksud dengan keadaan memaksa (force majeure) adalah keadaan yang secara nyata menyebabkan BPR tidak dapat menyusun dan/atau menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK secara on-line dan off-line, antara lain kebakaran, kerusuhan massa, perang, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir, yang dibenarkan oleh pejabat instansi yang berwenang dari daerah setempat. (2) BPR yang mengalami Keadaan Memaksa (force majeure) kurang dari satu periode penyampaian laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 70 Kodifikasi ini) ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat (5); 79

93 (3) BPR yang mengalami Keadaan Memaksa (force majeure), menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan disertai penjelasan mengenai Keadaan Memaksa yang dialami; (4) BPR wajib menyampaikan laporan BMPK dan/atau koreksi laporan BMPK setelah kembali melakukan kegiatan operasional secara normal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 ayat (3) (Paragraf 70 dan Paragraf 72 ayat (3) Kodifikasi ini). BAB I 76 Pasal 1 13/5/PBI/2011 Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Ketentuan Umum 1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, serta Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS, adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Batas Maksimum Penyaluran Dana yang selanjutnya disebut dengan BMPD adalah persentase maksimum realisasi penyaluran dana yang diperkenankan terhadap modal BPRS. 4. Penyaluran Dana adalah penanaman dana BPRS dalam bentuk: a. pembiayaan, dan/atau b. penempatan dana antar bank. 5. Pembiayaan adalah Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 6. Penempatan Dana Antar Bank adalah penanaman dana BPRS pada Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau BPRS lain, dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, pembiayaan yang diberikan dan penanaman dana berdasarkan prinsip syariah lainnya yang sejenis. Penempatan Dana Antar Bank yang terkena Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) adalah penempatan dana BPRS pada BPRS lain dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan pembiayaan yang diberikan. 7. Modal adalah modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum BPRS. 8. Pihak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang mempunyai hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPRS. 9. Pihak Tidak Terkait adalah perorangan atau perusahaan/badan yang tidak mempunyai hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPRS. 10. Pelanggaran BMPD adalah selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPRS dengan BMPD yang diperkenankan. 11. Pelampauan BMPD adalah selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana 80

94 yang telah direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal laporan dengan BMPD yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran BMPD sebagaimana dimaksud pada angka Nasabah Penerima Fasilitas adalah perorangan, perusahaan atau badan yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan prinsip syariah. 13. Direksi adalah Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 14. Dewan Komisaris adalah Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 77 Pasal 2 13/5/PBI/2011 SE 13/17/DPbS 2011 Romawi I No. 1 SE 13/17/DPbS 2011 Romawi I No Pasal 3 13/5/PBI/2011 BPRS wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah dalam membuat akad Pembiayaan antara BPRS dengan Nasabah Penerima Fasilitas. BPRS dalam menyalurkan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran portofolio Penyaluran Dana yang diberikan agar risiko Penyaluran Dana tersebut tidak terpusat pada Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas tertentu. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. (1) BPRS dilarang membuat akad Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (Paragraf 77 Kodifikasi ini) apabila akad Pembiayaan tersebut mewajibkan BPRS untuk menyalurkan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPD. (2) BPRS dilarang memberikan Penyaluran Dana yang mengakibatkan Pelanggaran BMPD. Larangan pada ayat ini berlaku untuk setiap saat pemberian/realisasi Penyaluran Dana. SE 13/17/DPbS 2011 Romawi III (3) BPRS dinyatakan melakukan pelanggaran BMPD apabila terdapat selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat direalisasikan terhadap Modal BPRS, dengan BMPD yang diperkenankan. BPRS tetap dinilai melanggar BMPD selama pelanggaran BMPD tersebut belum diselesaikan. 81

95 (4) Modal BPRS yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan pelanggaran BMPD adalah Modal BPRS pada posisi bulan terakhir sebelum tanggal realisasi Penyaluran Dana. (5) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu tidak melanggar BMPD namun secara kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. (6) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD namun secara kelompok tidak terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung terhadap individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. (7) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD dan secara kelompok terdapat pelanggaran BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung berdasarkan penjumlahan atas pelanggaran BMPD untuk masing-masing anggota kelompok dan pelanggaran BMPD terhadap satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. Contoh Perhitungan BMPD: BPRS X melakukan Penyaluran Dana berupa Pembiayaan kepada beberapa nasabah dan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS Y (Pihak Tidak Terkait) masing-masing sebagai berikut: - Mudharabah kepada nasabah A sebesar Rp ,00 (seratus juta rupiah), nisbah bagi hasil 25:75, jangka waktu 2 (dua) tahun, tanggal akad 7 Maret Musyarakah kepada nasabah B sebesar Rp ,00 (delapan puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 1 (satu) tahun, tanggal akad 9 Maret Murabahah untuk pembelian rumah kepada nasabah C dengan - harga pokok rumah sebesar Rp ,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah) dan margin sebesar Rp ,00 (seratus juta rupiah), jangka waktu 50 (lima puluh) bulan, tanggal akad 11 Maret Salam untuk pembelian beras jenis IR45 sebanyak 2 (dua) ton - kepada nasabah D sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah), jangka waktu 6 (enam) bulan, tanggal akad 15 Maret Ijarah atas hak penggunaan kios yang diperoleh dari Tuan F - dengan harga perolehan sewa sebesar Rp ,00 (seratus dua puluh juta rupiah) selama 2 (dua) tahun kepada nasabah E dan BPRS menetapkan pendapatan sewa (ujroh) sebesar Rp ,00 (dua puluh juta rupiah), jangka waktu 2 (dua) tahun, tanggal akad 22 Maret Musyarakah kepada BPRS Y sebesar Rp ,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah), nisbah bagi hasil 20:80, jangka waktu 3 (tiga) tahun, tanggal akad 15 Maret

96 - Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS Y berupa deposito mudharabah sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dengan nisbah bagi hasil 30:70, jangka waktu 6 (enam) bulan, mulai tanggal 24 Maret 2011 hingga jatuh tempo tanggal 23 September Nasabah A, B, C, D dan E serta BPRS Y tersebut di atas memiliki hubungan kepemilikan, kepengurusan dan/atau keuangan, sehingga merupakan satu kelompok (satu grup). Modal BPRS X : - per akhir Februari 2011 sebesar Rp ,00 (dua miliar rupiah). - per akhir Maret 2011 sebesar Rp ,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah). BMPD Pihak Tidak Terkait: Individual 20%: - bulan Maret 2011 sebesar Rp ,00 (empat ratus juta rupiah) = (20% x Rp ,00) - bulan April 2011 sebesar Rp ,00 (tiga ratus delapan puluh juta rupiah) = (20% x Rp ,00) Kelompok 30%: - bulan Maret 2011 sebesar Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) = (30% x Rp ,00) - bulan April 2011 sebesar Rp ,00 (lima ratus tujuh puluh juta rupiah) = (30% x Rp ,00) Saldo masing-masing Pembiayaan dan nominal Penempatan Dana Antar Bank per akhir April 2011: - Pembiayaan mudharabah kepada nasabah A dengan baki debet Rp ,00 (sembilan puluh lima juta rupiah). - Pembiayaan musyarakah kepada Nasabah B dengan baki debet Rp ,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). - Pembiayaan murabahah kepada Nasabah C dengan saldo piutang sebesar Rp ,00 (lima ratus tiga puluh sembilan juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp ,00 (sembilan puluh delapan juta rupiah). - Pembiayaan salam kepada Nasabah D dengan saldo piutang sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). - Pembiayaan ijarah kepada Nasabah E dengan harga perolehan aktiva ijarah sebesar Rp ,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan akumulasi amortisasi sebesar Rp ,00 (lima juta rupiah). - Pembiayaan musyarakah kepada BPRS Y sebesar Rp ,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah). - Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS Y sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 83

97 Perhitungan Pelanggaran BMPD 1) Bulan Maret 2011 Nama Jumlah Penyaluran Pelanggaran BMPD BMPD Nasabah Dana Nominal % A , ,00-0 B , ,00-0 C , , ,00 2,50 D , ,00-0 E , ,00-0 BPRS "Y" , , , , ,00 5,00 Kelompok , , ,00 32,50 Jumlah pelanggaran 40,00 Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 40% (empat puluh persen) yang terdiri dari pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C (Pembiayaan murabahah) sebesar 2,50% (dua koma lima puluh persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah BPRS Y (Pembiayaan musyarakah & Penempatan Dana Antar Bank) sebesar 5% (lima persen), dan pelanggaran secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 32,50% (tiga puluh dua koma lima puluh persen). Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS Y yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait secara individual adalah sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar Rp ,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah) dan Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS Y yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan yaitu sebesar Rp ,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah). 84

98 2) Bulan April 2011: Nama Nasabah Jumlah Penyaluran BMPD Pelanggaran BMPD Dana Nominal % A , ,00-0 B , ,00-0 C , , ,00 3,21 D , ,00-0 E , ,00-0 BPRS "Y" , , , , ,00 5,79 Kelompok , , ,00 33,47 Jumlah pelanggaran 42,47 Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, pada bulan April masih terdapat pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 42,47% (empat puluh dua koma empat puluh tujuh persen) yang terdiri dari pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah C (Pembiayaan murabahah) sebesar 3,21% (tiga koma dua puluh satu persen), pelanggaran individu Nasabah Penerima Fasilitas atas nama nasabah BPRS Y (Pembiayaan musyarakah & Penempatan Dana Antar Bank) sebesar 5,79% (lima koma tujuh puluh sembilan persen), dan pelanggaran secara kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebesar 33,47% (tiga puluh tiga koma empat puluh tujuh persen). Jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS Y yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait secara individual adalah sebesar Rp ,00 (empat ratus sembilan puluh juta rupiah) yang berasal dari Pembiayaan sebesar Rp ,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah) dan Penempatan Dana Antar Bank sebesar Rp ,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan jumlah Penyaluran Dana kepada BPRS Y yang diperhitungkan dalam pelanggaran BMPD kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait hanya berupa Pembiayaan yaitu sebesar Rp ,00 (empat ratus empat puluh juta rupiah). BAB II 79 Pasal 4 13/5/PBI/2011 SE 13/17/DPbS 2011 Romawi II No. 1 3 Dasar Perhitungan BMPD (1) BMPD untuk Pembiayaan dihitung berdasarkan baki debet Pembiayaan. (2) BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS lain dihitung berdasarkan nominal Penempatan Dana Antar Bank. (3) BMPD untuk Pembiayaan Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan dilakukan berdasarkan jenis-jenis akad yang digunakan, yaitu: a. Pembiayaan murabahah, Pembiayaan istishna, dan Pembiayaan multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok; b. Pembiayaan salam dihitung berdasarkan harga perolehan; 85

99 c. Pembiayaan mudharabah, Pembiayaan musyarakah dan Pembiayaan qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet; dan d. Pembiayaan ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik dihitung berdasarkan saldo harga perolehan aktiva ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik dikurangi akumulasi penyusutan atau amortisasi aktiva ijarah atau ijarah muntahiya bittamlik. (4) BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan laporan. (5) BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPRS yang sama. BAB III 80 Pasal 5 13/5/PBI/ Pasal 6 13/5/PBI/2011 BMPD Kepada Pihak Terkait Penyaluran Dana kepada seluruh Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari Modal BPRS. Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada Pihak Terkait wajib memperoleh persetujuan dari 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris BPRS. Persetujuan anggota Dewan Komisaris dimaksudkan sebagai pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan oleh Komisaris atas tindakan kepengurusan oleh Direksi dan tidak menghilangkan tanggung jawab Direksi sebagai pemutus. 82 Pasal 7 13/5/PBI/2011 Pihak Terkait meliputi: a. pemegang saham yang memiliki saham 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor; b. anggota Dewan Komisaris; c. anggota Direksi; d. pihak yang mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal, dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c; Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua, baik horisontal maupun vertikal, adalah pihak-pihak sebagai berikut: 1. orang tua kandung/tiri/angkat; 2. saudara kandung/tiri/angkat; 3. anak kandung/tiri/angkat; 4. kakek atau nenek kandung/tiri/angkat; 5. cucu kandung/tiri/angkat; 6. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua; 7. suami atau isteri; 8. mertua; 9. besan; 10. suami atau isteri dari anak kandung/tiri/angkat; 11. kakek atau nenek dari suami atau isteri; 12. suami atau isteri dari cucu kandung/tiri/angkat; 86

100 13. saudara kandung/tiri/angkat dari suami atau isteri beserta suami atau isteri dari saudara yang bersangkutan. e. Pejabat Eksekutif; Yang dimaksud dengan Pejabat Eksekutif adalah Pejabat Eksekutif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPRS. f. Perusahaan-perusahaan bukan Bank yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yang kepemilikannya baik individual maupun keseluruhan sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari modal disetor perusahaan; g. BPRS lain yang dimiliki oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e yang kepemilikannya secara individual sebesar 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor pada BPRS lain tersebut; h. BPRS lain yang: 1) anggota Dewan Komisarisnya merupakan anggota Dewan Komisaris BPRS; dan 2) rangkap jabatan pada BPRS lain dimaksud merupakan 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksinya. Ketentuan huruf h memperhatikan ketentuan pembatasan rangkapjabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPRS. Contoh: BPRS A menyediakan dana kepada BPRS B. BPRS A mempunyai 2 (dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Kedua Komisaris BPRS A tersebut menjabat sebagai Komisaris pada BPRS B yang mempunyai 2 (dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Mengingat 2 (dua) orang Komisaris pada BPRS B memenuhi asas mayoritas sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksi BPRS B maka BPRS B tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPRS A, sehingga penyediaan dana BPRS A kepada BPRS B paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). i. perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksinya merupakan anggota Dewan Komisaris BPRS; Ketentuan huruf i memperhatikan ketentuan pembatasan rangkap jabatan sebagaimana sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang BPRS. Contoh: BPRS C menyediakan dana kepada PT D. BPRS C mempunyai 2 (dua) orang Direktur dan 2 (dua) orang Komisaris. Salah satu Komisaris BPRS C tersebut menjabat sebagai Komisaris pada PT D yang mempunyai 1 (satu) orang Direktur dan 1 (satu) orang Komisaris. Mengingat 1 (satu) orang Komisaris pada PT D tersebut memenuhi asas mayoritas sebesar 50% 87

101 (lima puluh persen) dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan Direksi PT D maka PT D tersebut merupakan Pihak Terkait dari BPRS C, sehingga penyediaan dana BPRS C kepada PT D paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). j. Nasabah Penerima Fasilitas yang diberikan jaminan oleh pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i. Yang dimaksud dengan jaminan adalah janji yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang menjamin untuk mengambil alih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang dalam hal pihak yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). 83 Pasal 8 13/5/PBI/2011 BAB IV 84 Pasal 9 13/5/PBI/2011 Penyaluran Dana kepada pihak-pihak selain yang dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 82 Kodifikasi ini) dapat dikategorikan sebagai Penyaluran Dana kepada Pihak Terkait apabila Penyaluran Dana tersebut digunakan untuk keuntungan Pihak Terkait. BMPD Kepada Pihak Tidak Terkait (1) Penyaluran Dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS lain yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS. Yang dimaksud dengan Penempatan Dana Antar Bank kepada BPRS lain adalah penempatan dana dalam bentuk Tabungan, Deposito dan Pembiayaan yang Diberikan. SE 13/17/DPbS 2011 Romawi II No Pasal 10 13/5/PBI/2011 (2) Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada 1 (satu) Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS. (3) Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS. (4) BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu atau lebih Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait yang merupakan bagian dari kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait. BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS, dengan Pembiayaan kepada masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas tersebut tidak melebihi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS. Termasuk dalam pengertian satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas adalah Nasabah Penerima Fasilitas non bank yang memiliki hubungan kepengurusan, kepemilikan, atau keuangan dengan bank selaku Nasabah Penerima Fasilitas. Nasabah Penerima Fasilitas digolongkan sebagai anggota suatu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 (Paragraf 84 Kodifikasi ini) ayat (3) apabila Nasabah Penerima Fasilitas mempunyai 88

102 keterkaitan dengan Nasabah Penerima Fasilitas lain baik melalui hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan dan/atau hubungan keuangan, yang meliputi: a. perusahaan-perusahaan yang masing-masing 25% (dua puluh lima persen) atau lebih modal disetornya dimiliki oleh suatu perusahaan/badan atau perorangan atau secara bersama oleh suatu keluarga; Yang dimaksud dengan suatu keluarga adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, isteri dan anak kandung/tiri/angkat; suami dan isteri; suami dan anak kandung/tiri/angkat; atau isteri dan anak kandung/tiri/angkat. Contoh: 1. 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki oleh 1 (satu) orang/perusahaan. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Nasabah Penerima Fasilitas BPRS yang sama maka perusahaan perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas % (dua puluh lima persen) atau lebih saham masing-masing perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C, dimiliki secara bersama oleh X, Y dan Z yang merupakan suami, isteri dan anak kandung/tiri/angkat. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Nasabah Penerima Fasilitas BPRS yang sama maka perusahaanperusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas % (dua puluh lima persen) atau lebih saham perusahaan A dimiliki oleh suami dan anak pertama, 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham perusahaan B dimiliki oleh isteri dan anak kedua. Apabila perusahaan A dan perusahaan B menjadi Nasabah Penerima Fasilitas BPRS yang sama maka perusahaan-perusahaan tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas. b. perusahaan-perusahaan yang salah satunya memiliki 25% (dua puluh lima persen) atau lebih modal disetor perusahaan lainnya; Contoh: Perusahaan A memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan B. Perusahaan B memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham perusahaan C. Apabila perusahaan A, perusahaan B dan perusahaan C menjadi Nasabah Penerima Fasilitas BPRS maka perusahaan A dan perusahaan B digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas. Sementara perusahaan B dan perusahaan C digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang lain. c. perusahaan-perusahaan yang 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah keseluruhan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada 1 (satu) perusahaan tertentu menjadi Dewan Komisaris dan/atau Direksi pada perusahaan lainnya. Pertimbangan azas mayoritas 50% (lima puluh persen) atau lebih dihitung dari jumlah kumulatif Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi 89

103 d. perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c, namun terdapat bantuan keuangan dari salah satu perusahaan tersebut terhadap perusahaan lainnya yang mengakibatkan adanya pengendalian oleh perusahaan tersebut terhadap perusahaan lainnya. Yang dimaksud dengan bantuan keuangan adalah bantuan keuangan yang disertai dengan persyaratan tertentu yang menyebabkan pihak yang memberikan bantuan mempunyai kewenangan untuk menentukan kebijakan strategis perusahaan/badan yang menerima bantuan, antara lain namun tidak terbatas pada keputusan untuk melakukan pembagian deviden dan perubahan pengurus. e. perusahaan-perusahaan dan/atau perorangan yang salah satunya bertindak sebagai penjamin Pembiayaan atas Pembiayaan yang diterima oleh perusahaan atau perorangan lainnya. Yang dimaksud dengan penjamin adalah pihak yang memberikan jaminan dalam bentuk janji yang dibuat secara tertulis yang menyatakan bahwa penjamin akan mengambilalih dan/atau melunasi sebagian atau seluruh kewajiban pihak yang berutang, dalam hal pihak yang berutang gagal memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Termasuk dalam pengertian ini adalah pihak-pihak yang berutang yang dijamin dengan menggunakan agunan yang sama. BAB V 86 Pasal 11 13/5/PBI/2011 Butir a SE 13/17/DPbS 2011 Romawi IV No. 3 Pelampauan BMPD Penyaluran Dana oleh BPRS dikategorikan sebagai Pelampauan BMPD apabila terjadi selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana yang telah direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal laporan dengan BMPD yang diperkenankan, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: a. penurunan Modal BPRS; Contoh Perhitungan Pelampauan BMPD karena penurunan modal: BPRS X melakukan Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan murabahah untuk pembelian mobil kepada Nasabah Penerima Fasilitas A (Pihak Tidak Terkait) pada tanggal 15 April 2011 dengan harga pokok sebesar Rp ,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah) dengan margin sebesar Rp ,00 (dua puluh empat juta rupiah) selama jangka waktu 1 (satu) tahun. Pembiayaan murabahah diangsur setiap bulan sebesar Rp ,00 (dua puluh dua juta rupiah). Modal BPRS: - per akhir Maret 2011 sebesar Rp ,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). - per akhir April 2011 sebesar Rp ,00 (satu miliar tiga ratus lima puluh juta rupiah). - per akhir Mei 2011 sebesar Rp ,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). - per akhir Juni 2011 sebesar Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah). 90

104 Saldo Pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut: - per akhir April 2011 saldo piutang sebesar Rp ,00 (dua ratus empat puluh dua juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp ,00 (dua puluh dua juta rupiah). - per akhir Mei 2011 saldo piutang sebesar Rp ,00 (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp ,00 (dua puluh juta rupiah). - per akhir Juni 2011 saldo piutang sebesar Rp ,00 (seratus sembilan puluh delapan juta rupiah) dan saldo margin yang ditangguhkan sebesar Rp ,00 (delapan belas juta rupiah). Perhitungan pelampauan BMPD Individu Nasabah Penerima Fasilitas A (Pihak Tidak Terkait) posisi bulan April, Mei dan Juni 2011: Bulan Saldo Harga Pokok BMPD Pelampauan BMPD Nominal % April , ,00-0 Mei , ,00-0 Juni , , ,00 2,50 Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, terdapat pelampauan BMPD individu Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebesar 2,50% (dua koma lima puluh persen) pada bulan Juni Pasal 11 13/5/PBI/2011 Butir b c b. penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambilalihan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Nasabah Penerima Fasilitas; Yang dimaksud dengan penggabungan usaha atau merger adalah penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dengan perusahaan lainnya dan/atau BPRS dengan BPRS lainnya dengan tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS dan membubarkan perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan peleburan usaha atau konsolidasi adalah penggabungan usaha 2 (dua) atau lebih perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dengan perusahaan lainnya dan/atau BPRS dengan BPRS lainnya dengan cara mendirikan perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS baru dan membubarkan perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan pengambilalihan usaha atau akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS yang mengakibatkan beralihnya pengendalian perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau BPRS. 91

105 Yang dimaksud dengan perubahan struktur kepemilikan adalah perubahan struktur kepemilikan di perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau di BPRS. Yang dimaksud dengan perubahan kepengurusan adalah perubahan kepengurusan di perusahaan Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau di BPRS. Yang dimaksud dengan perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Nasabah Penerima Fasilitas adalah: 1) Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait menjadi Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Terkait; dan/atau 2) Nasabah Penerima Fasilitas perorangan menjadi kelompok Nasabah Penerima Fasilitas. c. perubahan ketentuan. Yang dimaksud dengan perubahan ketentuan adalah perubahan ketentuan yang menyebabkan perubahan kriteria Pihak Terkait dan/atau kelompok Nasabah Penerima Fasilitas BPRS dan/atau perubahan ketentuan lainnya yang menyebabkan terjadinya pelampauan BMPD. BAB VI 87 Pasal 12 13/5/PBI/2011 Penyelesaian Pelanggaran Dan/Atau Pelampauan BMPD (1) BPRS wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD. (2) Action plan untuk Pelanggaran BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan oleh BPRSS dan diterima oleh Bank Indonesia paling lama 1 (satu) bulan setelah batas akhir penyampaian laporan BMPD bulan yang bersangkutan atau 14 (empat belas) hari sejak exit meeting untuk Pelanggaran BMPD yang ditemukan dalam pemeriksaan. Yang dimaksud dengan exit meeting adalah pertemuan akhir antara pengurus BPRS dan Bank Indonesia untuk membahas hasil pemeriksaan. (3) Action plan untuk Pelampauan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Paragraf 86 Kodifikasi ini) huruf a dan huruf b harus disampaikan oleh BPRSS dan diterima oleh Bank Indonesia paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan BMPD bulan yang bersangkutan atau 14 (empat belas) hari sejak exit meeting untuk Pelampauan BMPD yang ditemukan dalam pemeriksaan. Untuk Pelampauan BMPD yang disebabkan oleh penggabungan usaha, peleburan usaha atau pengambilalihan usaha, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah 1 (satu) bulan setelah akhir bulan laporan sejak disahkannya akta penggabungan usaha, peleburan usaha atau pengambilalihan usaha oleh instansi yang berwenang. (4) Action plan untuk Pelampauan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 92

106 (Paragraf 86 Kodifikasi ini) huruf c harus disampaikan oleh BPRSS dan diterima oleh Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya ketentuan baru. (5) Dalam hal jangka waktu penyampaian action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPRSS wajib menyampaikan action plan pada hari kerja sebelumnya. 88 Pasal 13 13/5/PBI/2011 (1) Action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (Paragraf 87 Kodifikasi ini) ayat (1) wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD serta target waktu penyelesaian. Langkah-langkah penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD meliputi antara lain: a. Pelunasan seluruh/sebagian Pembiayaan yang melanggar dan/atau melampaui BMPD; b. Penambahan modal disetor. (2) Target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk Pelanggaran BMPD, paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. b. Untuk Pelampauan BMPD yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 86 huruf a dan huruf b, paling lama 6 (enam) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. c. Untuk Pelampauan BMPD yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Paragraf 86 huruf c, paling lama 12 (dua belas) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. (3) Dalam hal sisa jangka waktu penyediaan dana sampai dengan jatuh tempo lebih pendek daripada target waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka target waktu penyelesaian paling lama sampai dengan penyediaan dana jatuh tempo. Contoh: 1. Pada tanggal 3 Januari 2011 BPRS B memberikan Pembiayaan kepada debitur X (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) yang merupakan 20% (dua puluh persen) dari modal BPRS B dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pada tanggal 28 Februari 2011 modal BPRS B turun karena mengalami kerugian sehingga persentase Pembiayaan kepada debitur X menjadi 25% (dua puluh lima persen) dari modal BPRS B atau melampaui BMPD yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Untuk itu BPRS B wajib membuat action plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lama 6 (enam) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. 2. Pada tanggal 3 Januari 2011 BPRS A menempatkan Deposito 3 bulan (jatuh tempo pada tanggal 3 April 2011) pada BPRS B (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) yang merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPRS A. Pada tanggal 7 Februari 2011 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPD BPRS yang mengatur bahwa penempatan dana BPRS ke BPRS lain paling tinggi 93

107 20% (dua puluh persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPRS A tetap maka dengan adanya ketentuan BMPD tersebut penempatan Deposito BPRS A ke BPRS B menjadi melampaui BMPD yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk itu BPRS A wajib membuat action plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lama sampai dengan jatuh tempo Deposito yaitu tanggal 3 April (4) Target waktu penyelesaian pelanggaran dan/atau pelampauan BMPD atas Penempatan Dana Antar Bank yang tidak memiliki jatuh tempo berupa Tabungan pada BPRS lain, paling lama 1 (satu) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. Contoh: Pada tanggal 3 Januari 2011 BPRS A menempatkan Tabungan pada BPRS B (Pihak Tidak Terkait) sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) yang merupakan 30% (tiga puluh persen) dari modal BPRS A. Pada tanggal 7 Februari 2011 dikeluarkan ketentuan mengenai BMPD BPRS yang mengatur bahwa penempatan dana BPRS ke BPRS lain paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari modal. Dengan asumsi modal BPRS A tetap maka dengan adanya ketentuan BMPD tersebut penempatan Tabungan BPRS A ke BPRS B menjadi melampaui BMPD yang ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk itu BPRS A wajib membuat action plan untuk menyelesaikan pelampauan tersebut dengan target waktu penyelesaian paling lama 1 (satu) bulan sejak action plan disampaikan kepada Bank Indonesia. (5) Bank Indonesia dapat meminta BPRS melakukan penyesuaian action plan yang disampaikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia langkahlangkah dan/atau target waktu penyelesaian tidak mungkin dicapai. 89 Pasal 14 13/5/PBI/2011 (1) BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan untuk penyelesaian Pelanggaran BMPD dan/atau Pelampauan BMPD disertai dengan bukti pendukungnya. Yang dimaksud dengan bukti pendukung antara lain adalah bukti setoran modal dan bukti pembayaran atau pelunasan Pembiayaan. (2) Laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh BPRS dan diterima oleh Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari sejak realisasi action plan. Yang dimaksud dengan realisasi action plan adalah pelaksanaan tahapan penyelesaian Pelanggaran dan/atau Pelampauan BMPD. (3) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan pada hari kerja sebelumnya. 94

108 BAB VII Pengecualian 90 Pasal 15 13/5/PBI/2011 Ketentuan BMPD dikecualikan untuk: a. Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah, termasuk Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah yang memenuhi kriteria Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 79 Kodifikasi ini); Penempatan Dana Antar Bank pada Bank Umum Konvensional adalah dalam bentuk giro dan/atau tabungan. Yang dimaksud dengan Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah adalah Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tentang Perbankan Syariah. b. Bagian Penyaluran Dana yang dijamin oleh: 1) Agunan dalam bentuk agunan tunai berupa deposito atau tabungan di BPRSS; Deposito dan Tabungan yang dapat dijadikan sebagai agunan adalah Deposito dan Tabungan yang ditempatkan pada BPRS yang sama. 2) Emas dan/atau logam mulia; dan/atau Nilai agunan yang berupa emas dan/atau logam mulia ditentukan berdasarkan harga pasar (market value). 3) Sertifikat Bank Indonesia atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah, sepanjang memenuh persyaratan sebagai berikut: a) agunan diblokir dan dilengkapi dengan surat kuasa pencairan/penjualan yang tidak dapat dibatalkan dari pemilik agunan untuk keuntungan BPRSS penerima agunan, termasuk pencairan/penjualan sebagian untuk membayar tunggakan angsuran pokok/margin/bagi hasil/ujrah; b) jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada huruf a) paling singkat sama dengan jangka waktu Penyaluran Dana; dan c) untuk agunan tunai sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2), disimpan atau ditatausahakan pada BPRSS yang bersangkutan. c. Bagian Penyaluran Dana yang dijamin oleh Pemerintah Indonesia secara langsung maupun melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: Yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 1) jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); 2) harus dapat dicairkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak klaim diajukan, termasuk pencairan sebagian; dan 95

109 3) mempunyai jangka waktu penjaminan paling singkat sama dengan jangka waktu Penyaluran Dana. d. Bagian Penempatan Dana Antar Bank pada BPRS lain sepanjang: 1) Terdapat kesepakatan antara BPRS yang menempatkan dananya dengan BPRS lain yang menerima penempatan dana, dalam rangka menanggulangi kesulitan likuiditas BPRS; dan 2) Bagian Penempatan Dana dimaksud merupakan simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPRS pada BPRS lain sesuai kesepakatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) yang ditujukan untuk menanggulangi kesulitan likuiditas masing-masing BPRS. Bagian Penempatan Dana yang dimaksud dalam ayat ini adalah bagian penempatan dana dalam rangka memenuhi simpanan/iuran/porsi dana atau penempatan dana dalam rangka penanggulangan likuiditas yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Contoh: Terdapat 28 BPRS yang membuat kesepakatan untuk menempatkan dana berupa simpanan/iuran/porsi dana pada salah satu BPRS yang ditunjuk untuk mengkoordinir pengelolaan dana yang terhimpun. Dalam kesepakatan tersebut dimuat antara lain: - Jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang wajib ditempatkan oleh BPRS pada BPRS lain yang ditunjuk, misalnya Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah) per BPRS. - Jumlah maksimum dana/pinjaman likuiditas yang dapat ditempatkan oleh BPRS yang ditunjuk kepada salah satu dari 28 BPRS tersebut, misalnya 10 (sepuluh) kali dari jumlah simpanan/iuran/porsi dana yang ditempatkan atau Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Yang dikecualikan dari perhitungan BMPK dalam contoh tersebut adalah: - masing-masing penempatan dana dari 28 BPRS tersebut kepada BPRS yang ditunjuk sebesar Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah). - penempatan dana dari BPRS yang ditunjuk kepada salah satu dari 28 BPRS yang mengalami kesulitan likuiditas sebesar Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 91 Pasal 16 13/5/PBI/2011 (1) Penyediaan dana BPRS berupa Pembiayaan dengan pola kemitraan intiplasma atau pola Pengembangan Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) dikecualikan dari pengertian kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 84 Kodifikasi ini) ayat (3). Yang dimaksud dengan pola kemitraan adalah pola pengembangan dengan menggunakan perusahaan inti yang membantu membimbing perusahaan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan. Yang dimaksud dengan pola PHBK adalah pola pembiayaan dalam upaya mengembangkan prasarana pelayanan keuangan bagi pengusaha mikro, 96

110 yang bersifat saling menguntungkan antara tiga unsur yang berbeda yaitu BPRS, Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM), dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). (2) Pola kemitraan inti-plasma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari pengertian kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 84 Kodifikasi ini) ayat (3), sepanjang memenuhi persyaratan: a. Pembiayaan diberikan dengan pola kemitraan; b. Perusahaan inti merupakan Pihak Tidak Terkait dengan BPRS; c. Plasma bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi dengan perusahaan inti; d. Plasma memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan intisebagai bagian dari produksi perusahaan inti; dan e. Akad Pembiayaan antara BPRS dengan plasma dilakukan secara langsung. (3) Pola PHBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari pengertian kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 (Paragraf 84 Kodifikasi ini) ayat (3), sepanjang memenuhi persyaratan: a. Pembiayaan diberikan kepada kelompok; Yang dimaksud kelompok disini adalah KSM. b. Partisipan PHBK telah melalui seleksi; Yang dimaksud partisipan PHBK adalah perorangan dan/atau lembaga yang terlibat seperti LPSM dan KSM. c. Menghargai otonomi lembaga partisipan; d. Mempromosikan tabungan dan mengkaitkan tabungan dengan Pembiayaan; e. Mengenakan tingkat margin/bagi hasil/ujrah sesuai tingkat pasar; f. Mengembangkan dan menerima agunan alternatif; Termasuk dalam agunan alternatif yaitu jaminan tanggung renteng di antara anggota kelompok. g. Terdapat bantuan teknis/pendampingan untuk membina kelompok. 92 Pasal 17 13/5/PBI/2011 Pembiayaan kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai BPRS yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan serta dibayar kembali dari pendapatan yang diperoleh dari BPRS yang bersangkutan dikecualikan sebagai pemberian Pembiayaan kepada Pihak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (Paragraf 82 Kodifikasi ini). Yang dimaksudkan dengan Pembiayaan untuk peningkatan kesejahteraan adalah pembiayaan BPRS kepada anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan/atau pegawai BPRS yang memenuhi kriteria Pihak Terkait yang antara lain ditujukan untuk biaya sekolah, biaya pengobatan/sakit, biaya kontrak rumah, 97

111 cicilan rumah, uang muka pembelian rumah, biaya pernikahan dan pembelian kendaraan bermotor. Pemberian Pembiayaan kepada pihak-pihak tersebut di atas dikategorikan sebagai Penyaluran dana kepada Pihak Tidak Terkait dan mengacu pada ketentuan BMPD kepada Pihak Tidak Terkait. BAB VIII 93 Pasal 18 13/5/PBI/2011 Ayat (1) Tatacara Penyampaian Laporan BMPD Dan Koreksi Laporan BMPD (1) BPRS wajib menyusun dan menyampaikan laporan BMPD kepada Bank Indonesia secara on-line setiap bulan secara benar, lengkap dan tepat waktu. Yang dimaksud dengan penyampaian secara on-line adalah penyampaian laporan dengan mengirim atau mentransfer rekaman data secara langsung kepada Kantor Pusat Bank Indonesia melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya. SE 13/17/DPBS 2011 Romawi V No. 1 Pasal 18 13/5/PBI/2011 Ayat (2) (3) 94 Pasal 19 13/5/PBI/2011 SE 13/17/DPbS 2011 Romawi V No. 2 3 BPRS pelapor menyampaikan laporan BMPD kepada Bank Indonesia paling lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. (2) Laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. Penyaluran Dana kepada Pihak Tidak Terkait yang melanggar dan melampaui BMPD; dan b. Seluruh Penyaluran Dana kepada Pihak Terkait. (3) Tatacara penyampaian laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam ketentuan Bank Indonesia. (1) BPRS bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan isi laporan BMPD yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 93 Kodifikasi ini) ayat (1). (2) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPD yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, BPRS wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPD secara on-line dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 (Paragraf 93 Kodifikasi ini). BPRS pelapor menyampaikan koreksi laporan BMPD kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dapat disampaikan pada hari Sabtu atau hari libur. 95 Pasal 20 13/5/PBI/2011 (1) Kewajiban penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 (Paragraf 93 Kodifikasi ini) ayat (1) dan Pasal 19 (Paragraf 94 Kodifikasi ini) ayat (2) dikecualikan dalam hal: a. BPRS berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas 98

112 komunikasi sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line; b. BPRS baru beroperasi dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah dimulainya kegiatan operasional; c. BPRS mengalami gangguan teknis; atau Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan yang mengakibatkan BPRS tidak dapat menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara online, antara lain gangguan pada jaringan telekomunikasi atau pemadaman listrik. SE 13/17/DPbS 2011 Romawi I No Pasal 21 13/5/PBI/2011 d. Terjadi kerusakan dan/atau gangguan pada database atau jaringan komunikasi di Bank Indonesia. (2) BPRS memperoleh pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b atau huruf c setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada Bank Indonesia dengan mengemukakan alasannya. (3) BPRS wajib menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line setelah kegiatan operasional kembali berjalan secara normal. (4) Pada prinsipnya, pelaporan BMPD yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor cabang BPRS disampaikan oleh kantor pusat BPRS secara on-line. Namun demikian dalam kondisi tertentu pelaporan BMPD dapat disampaikan secara off-line. (5) Penyusunan dan penyampaian laporan BMPD pada Bank Indonesia secara on-line dilakukan dengan menggunakan aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. (1) BPRS yang tidak dapat menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 (Paragraf 95 Kodifikasi ini), wajib menyampaikan laporan dimaksud secara off-line. Yang dimaksud dengan penyampaian secara off-line adalah penyampaian laporan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk media perekam data elektronik disertai hasil validasi kepada Kantor Bank Indonesia setempat. (2) Tatacara penyampaian laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. 97 Pasal 22 13/5/PBI/2011 (1) Laporan BMPD wajib disampaikan oleh BPRS kepada Bank Indonesia paling lama tanggal 14 (empat belas) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Laporan BMPD dapat disampaikan secara on-line pada hari libur atau hari Sabtu. (2) Dalam hal tanggal 14 (empat belas) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu maka BPRS yang menyampaikan laporan BMPD secara off-line wajib menyampaikan laporan BMPD pada hari kerja sebelumnya. 99

113 (3) BPRS dinyatakan telah menyampaikan laporan BMPD pada tanggal diterimanya laporan BMPD oleh Bank Indonesia. Bukti penerimaan untuk laporan BMPD yang disampaikan secara online adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara on-line (download). Sedangkan bukti penerimaan untuk laporan BMPD yang disampaikan secara off-line adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan melalui pos. (4) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas laporan BMPD yang telah disampaikan, BPRS wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPD dimaksud kepada Bank Indonesia secara on-line paling lama tanggal 20 (dua puluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Koreksi laporan BMPD dapat disampaikan secara on-line pada hari libur atau hari Sabtu. (5) Dalam hal tanggal 20 (dua puluh) jatuh pada hari libur atau hari Sabtu maka BPRS yang menyampaikan koreksi laporan BMPD secara off-line wajib menyampaikan laporan BMPD pada hari kerja sebelumnya. Contoh: Koreksi laporan BMPD untuk data bulan Februari 2011 disampaikan secara off-line paling lambat tanggal 18 Maret 2011 (hari Jumat) untuk penyampaian secara langsung kepada Bank Indonesia maupun untuk penyampaian melalui pos, mengingat tanggal Maret 2011 jatuh pada hari Minggu. (6) BPRS dinyatakan telah menyampaikan koreksi laporan BMPD pada tanggal diterimanya koreksi laporan BMPD oleh Bank Indonesia. Bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPD yang disampaikan secara on-line adalah berupa soft copy yang dapat diambil secara online (download). Sedangkan bukti penerimaan untuk koreksi laporan BMPD yang disampaikan secara off-line adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Bank Indonesia atau tanggal stempel pos apabila dikirimkan melalui pos. 98 Pasal 23 13/5/PBI/2011 (1) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan BMPD apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 97 Kodifikasi ini) ayat (1) BPRS belum menyampaikan laporan BMPD. (2) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPD apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (Paragraf 97 Kodifikasi ini) ayat (4) BPRS belum menyampaikan koreksi laporan BMPD. (3) BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD apabila sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan BPRS belum menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. 100

114 Contoh: BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD untuk data bulan Maret 2011 apabila laporan dimaksud belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 April SE 13/17/DPbS 2011 Romawi V No. 4 12, 14 (4) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tetap wajib menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. (5) Dalam hal BPRS menyampaikan laporan melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan, maka laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang disampaikan dinyatakan terlambat. (6) Laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang mengalami keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 4 tetap disampaikan secara on-line. (7) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada angka 6 tetap wajib menyampaikan laporan BMPD secara off-line. (8) Dalam hal penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD dilakukan setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan laporan maka laporan tersebut hanya dapat disampaikan secara off-line. (9) Penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara offline dilakukan dalam bentuk disket atau cd-rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab dan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat pukul WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lambat pukul waktu setempat. (10) Tanggal penerimaan laporan BMPD yang disampaikan secara off-line adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung. (11) Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah diterima oleh Bank Indonesia secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan ulang disket atau cd-rom laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD setelah diminta oleh Bank Indonesia. (12) BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lambat pukul WIB; atau 101

115 SE 13/17/DPbS 2011 Romawi VI SE 13/17/DPbS 2011 Romawi VII SE 13/17/DPbS 2011 Romawi IX b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lambat pukul waktu setempat. (13) Hari libur yang terkait dengan penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara off-line adalah hari libur nasional dan/atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. (14) Format dan tata cara penyusunan laporan BMPD diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan BMPD sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini (Lampiran 27 Kodifikasi ini). (15) Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan BMPD terdapat dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS, yang disampaikan kepada BPRS. (16) Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD, BPRS perlu melakukan persiapan serta menyediakan sarana dan sumber daya manusia sebagai berikut: 1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal hardware dan software sebagaimana tercantum dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. 2. Pegawai yang ditugaskan (Petugas) untuk mengoperasikan aplikasi dan melakukan verifikasi laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. 3. Penanggungjawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulangdalam rangka meyakini kebenaran laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD serta menyampaikan laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD kepada Bank Indonesia. 4. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang digunakan, aplikasi, dan data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD. 5. Back up data laporan BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD yang ditatausahakan dengan baik. (17) Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan: 1. Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, Telepon Nomor (hunting), Faksimili Nomor atau Address: helpdesk@bi.go.id. 2. Ketentuan laporan BMPD BPRS disampaikan kepada: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, Telepon Nomor , , Faksimili Nomor , , Address: DPbS@bi.go.id, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 102

116 BAB IX Ketentuan Lain 99 Pasal 24 13/5/PBI/2011 (1) Bank Indonesia berwenang melakukan koreksi terhadap pelaksanaan ketentuan BMPD oleh BPRS. Yang dimaksud dengan pelaksanaan ketentuan BMPD antara lain adalah perhitungan Penyaluran Dana, perhitungan Modal, penentuan kelompok Nasabah Penerima Fasilitas dan/atau penentuan Pihak Terkait. (2) BPRS wajib melakukan penyesuaian atas koreksi yang ditetapkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan BMPD BPRS kepada Bank Indonesia. Koreksi terhadap laporan BMPD kepada Bank Indonesia dilakukan untuk posisi hasil penelitian dan/atau pemeriksaan oleh Bank Indonesia atas Laporan BMPD yang telah disampaikan oleh BPRS pelapor. (3) Dalam hal terdapat koreksi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPRS wajib menyampaikan koreksi laporan BMPD dimaksud kepada Bank Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia atau sejak tanggal exit meeting. (4) Dalam hal jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka BPRS wajib menyampaikan koreksi atas laporan BMPD pada hari kerja sebelumnya. 100 Pasal 25 13/5/PBI/ Pasal 26 13/5/PBI/2011 (1) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (3) BPRS belum menyampaikan koreksi laporan BMPD. (2) BPRS dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 (Paragraf 99 Kodifikasi ini) ayat (2) apabila sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia atau sejak tanggal exit meeting, BPRS belum menyampaikan koreksi laporan BMPD. (3) BPRS yang dinyatakan tidak menyampaikan koreksi laporan BMPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan koreksi laporan BMPD. (1) BPRS wajib melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS termasuk badan hukum pemilik BPRS sampai dengan ultimate shareholders kepada Bank Indonesia, 1 (satu) tahun sekali untuk posisi akhir tahun dan setiap terdapat rencana perubahan struktur kelompok usaha yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS. Laporan struktur kelompok usaha pada ayat ini memuat seluruh perorangan atau badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS dan pihak-pihak yang melakukan Pengendalian dan/atau memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum dimaksud, serta menyebutkan pihak yang menjadi ultimate shareholders. 103

117 SE 13/17/DPbS 2011 Romawi X (2) Laporan struktur kelompok usaha untuk posisi akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah akhir tahun. (3) Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum terjadinya perubahan. (4) Dalam hal perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut penilaian Bank Indonesia menyebabkan perubahan pengendali BPRS, maka BPRS wajib mengajukan calon PSP dimaksud untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) oleh Bank Indonesia. (5) BPRS melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS untuk posisi akhir tahun paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah akhir tahun, antara lain berupa: a. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS; b. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi ultimate shareholders; c. Pemegang saham perorangan yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS; d. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi ultimate shareholders; e. Pemegang saham perorangan yang memiliki saham BPRS kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan Pengendalian BPRS; dan/atau f. Pemegang saham badan hukum yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih saham badan hukum yang memiliki saham BPRS kurang dari 10% (sepuluh persen) namun melakukan Pengendalian BPRS, sampai dengan perorangan yang menjadi ultimate shareholders. 104

118 Contoh : Laporan struktur kelompok usaha PT BPRS XYZ : (6) BPRS melaporkan setiap rencana perubahan struktur kelompok usaha yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum terjadinya perubahan. (7) BPRS mengajukan calon PSP untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur kelompok usaha BPRS yang mengakibatkan terjadinya perubahan Pengendalian 102 Pasal 27 13/5/PBI/2011 Bank Indonesia dapat menolak perubahan pengendali BPRS, apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia perubahan tersebut dapat menyebabkan atau diindikasikan dapat menghambat pelaksanaan pengawasan BPRS. Yang dimaksud dengan menghambat pelaksanaan pengawasan BPRS antara lain apabila Bank Indonesia mengalami atau melihat potensi adanya kesulitan untuk mengakses data dan informasi termasuk informasi sumber keuangan pengendali BPRS. 103 Pasal 28 13/5/PBI/2011 (1) BPRS wajib mengungkapkan ultimate shareholders BPRS dalam laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan publikasi BPRS. (2) Kewajiban pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakantambahan atas kewajiban pengungkapan informasi mengenai pemegang saham BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 105

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Prinsip Kehati-Hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal Kodifikasi Peraturan Perbankan Indonesia Aset Batas Maksimum Pemberian

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/13/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/3/PBI/2005 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/3/PBI/2005 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/3/PBI/2005 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/3/PBI/2005 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa konsentrasi penyediaan dana bank kepada peminjam atau suatu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2016 PERBANKAN. BI. Debitur. Sistem Informasi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5933). PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

-1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR

-1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC Sistem Informasi Debitur Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/2005 24 Januari 2005 MDC PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 8 /PBI/2005 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/10 /PBI/2003 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam menjalankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, No.31/177/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemberian kredit yang melebihi batas yang wajar kepada

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum

SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum No. 7 / 14 / DPNP Jakarta, 18 April 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan Tim Penyusun

Lebih terperinci

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan No.142, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6085) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Portofolio Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Portofolio Obligasi Pemerintah bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Tim Penyusun Ramlan Ginting

Lebih terperinci

Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005

Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/14/ DPNP tanggal 18 April 2005 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/4/ DPNP tanggal 8 April 2005 Pengendali Bank Pengendali Akhir > 0% saham PT. A > 0% saham PT. A > 0% saham BANK Diagram di atas merupakan contoh dari Bank yang

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DIREKSI BANK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DIREKSI BANK INDONESIA, DIREKSI No. 31 / 147 / KEP / DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank tergantung pada kesiapan untuk

Lebih terperinci

Sistem Informasi Debitur

Sistem Informasi Debitur Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Lain Lain Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Siti Astiyah Gantiah Wuryandani Wahyu Yuwana Hidayat Komala Dewi Wirza Ayu Novriana Anggayasti Hayu Anindita Ristia

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/6/PBI/2006 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan, alat penggerak pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan. Kegiatan perkreditan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA PEMBELIAN KREDIT OLEH BANK DARI BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyediaan informasi guna menunjang kelancaran kegiatan usaha

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Uji Kemampuan dan Kepatutan () DISCLAIMER Isi kodifikasi ini adalah himpunan peraturan Bank Indonesia yang disusun secara sistematis berdasarkan kelompok dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/6/PBI/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA NOMOR 31/147/KEP/DIR TANGGAL 12 NOVEMBER 1998 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pasar Uang Antar Bank

Pasar Uang Antar Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Likuiditas Rupiah Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul Siti Astiyah Wahyu Yuwana Hidayat Komala Dewi Wirza

Lebih terperinci

No. 3/31/DPNP Jakarta, 14 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 3/31/DPNP Jakarta, 14 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 3/31/DPNP Jakarta, 14 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Kelembagaan. Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Tim Penyusun Ramlan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Penilaian Kualitas Aset dan Restrukturisasi Pembiayaan Tim Penyusun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/13/PBI/2009 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/13/PBI/2009 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/13/PBI/2009 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT I. UMUM Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha BPR sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 15 /PBI/2012 TENTANG PENILAIAN KUALITAS ASET BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 15 /PBI/2012 TENTANG PENILAIAN KUALITAS ASET BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 15 /PBI/2012 TENTANG PENILAIAN KUALITAS ASET BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti Sehubungan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin

Lebih terperinci

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No.7/56/DPbS Jakarta, 9 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan,

Lebih terperinci

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK BATANG TUBUH Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin pasar (market discipline) dan sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha bank antara lain tergantung dari kemampuan dan efektifitas

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/22/PBI/2001 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/22/PBI/2001 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/22/PBI/2001 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan disiplin pasar (market discipline) perlu diupayakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Prinsip Kehati hatian dalam Aktivitas Sekuritas Aset, Transaksi Derivatif dan Prinsip Kehati hatian dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Ko A odifikas

Lebih terperinci

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat.

Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. Yth: 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Likuiditas Rupiah. Laporan Berkala

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Likuiditas Rupiah. Laporan Berkala Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Likuiditas Rupiah Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Likuiditas Rupiah Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.199, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Aset. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Aset Prinsip Kehati hatian dalam Aktivitas Sekuritas Aset, Transaksi Derivatif dan Prinsip Kehati hatian dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Kodifikasi Peraturan

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan No.197, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5734). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 5 /PBI/2011 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENYALURAN DANA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 5 /PBI/2011 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENYALURAN DANA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 5 /PBI/2011 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENYALURAN DANA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola perbankan syariah melalui pe

2 Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola perbankan syariah melalui pe TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 136) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 6 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengendali Bank. Pengendali Akhir. > 10% saham. > 10% saham BANK PT. A. PT. A1 > 10% saham

Lampiran 1. Pengendali Bank. Pengendali Akhir. > 10% saham. > 10% saham BANK PT. A. PT. A1 > 10% saham Lampiran 1 Pengendali Bank Pengendali Akhir > 10% saham PT. A > 10% saham PT. A1 > 10% saham BANK Diagram di atas merupakan contoh dari Bank yang dimiliki secara langsung oleh PT A1. Adapun pengendali

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ITAS JASA K OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN INDONESIA SA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Yth. Direksi Bank Umum Konvensional di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11 /SEOJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK UMUM KONVENSIONAL Sehubungan dengan berlakunya

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Good Corporate Governance

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Good Corporate Governance Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Good Corporate Governance Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Good Corporate Governance Tim Penyusun Zainal Abidin Gantiah Wuryandani Zulkarnain

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN -1- RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.8/27/DPNP Jakarta, 27 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

Sistem Pembayaran Non Tunai

Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Sertifikasi Manajemen Risiko

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Sertifikasi Manajemen Risiko Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen DISCLAIMER Isi kodifikasi ini adalah himpunan peraturan Bank Indonesia yang disusun secara sistematis berdasarkan kelompok dan topik tertentu untuk memudahkan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Manajemen Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Alih

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar No.74, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Laporan Bank. Transparansi. Publikasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5687) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/7/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/17/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 14 / PBI / 2005 TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT VALUTA ASING OLEH BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 14 / PBI / 2005 TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT VALUTA ASING OLEH BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 14 / PBI / 2005 TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT VALUTA ASING OLEH BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN,

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN, - 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan penyelenggaraan Program Pensiun, investasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/4/PBI/2005 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha bank juga tergantung

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016 Yth. Direksi Bank di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI CALON PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, CALON ANGGOTA DIREKSI, DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, . PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/6/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2015 KEUANGAN. OJK. Dana Pensiun. Investasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5692) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.05/2015

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/14/PBI/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/4/PBI/2006 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Siti Astiyah Gantiah

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/20/PBI/2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/13/PBI/2003 TENTANG POSISI DEVISA NETO BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG

Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017 Yth. Direksi Lembaga Jasa Keuangan di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /SEOJK.03/2017 TENTANG PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR MELALUI SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG SYARAT, TATA CARA DAN KETENTUAN PELAKSANAAN JAMINAN PEMERINTAH TERHADAP KEWAJIBAN PEMBAYARAN BANK UMUM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

-2- persyaratan agar divestasi yang dilakukan atas inisiatif sendiri tidak dimanfaatkan Bank untuk melakukan kegiatan investment banking. Dalam rangka

-2- persyaratan agar divestasi yang dilakukan atas inisiatif sendiri tidak dimanfaatkan Bank untuk melakukan kegiatan investment banking. Dalam rangka TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 142) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /SEOJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN LAPORAN DALAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.219, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Program Tabungan Hari Tua. Kesehatan Keuangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.219, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Program Tabungan Hari Tua. Kesehatan Keuangan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.219, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Program Tabungan Hari Tua. Kesehatan Keuangan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG POSISI DEVISA NETO BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG POSISI DEVISA NETO BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, No. 31/178/KEP/DIR SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA TENTANG POSISI DEVISA NETO BANK UMUM DIREKSI BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan timbulnya produk-produk baru sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendorong terciptanya sistem perbankan

Lebih terperinci