TEKANAN INTRAOKULER PADA PENDERITA BERAT BADAN LEBIH INTRAOCULAR PRESSURE IN OVERWEIGHT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKANAN INTRAOKULER PADA PENDERITA BERAT BADAN LEBIH INTRAOCULAR PRESSURE IN OVERWEIGHT"

Transkripsi

1 TEKANAN INTRAOKULER PADA PENDERITA BERAT BADAN LEBIH INTRAOCULAR PRESSURE IN OVERWEIGHT Risma Indrayanti, Budu, Batari Todja Umar Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi : dr. Risma Indrayanti Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar HP risma_indrayanti@yahoo.com 1

2 Abstrak Berat badan lebih telah diketahui sebagai faktor risiko peningkatan tekanan intraokuler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan berat badan lebih dengan tekanan intraokuler. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 74 sampel berat badan lebih dan 67 sampel berat badan normal yang dipilih secara consecutive sampling. Data dikumpulkan oleh peneliti yang meliputi tekanan intraokuler (TIO) dan indeks massa tubuh (IMT). Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan berat badan lebih dengan tekanan intraokuler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi berat badan lebih (IMT 23 kg/m 2 ) sebesar 52 % yang terdiri atas 33.8 % overweight (IMT kg/m 2 ), 43.2 % obesitas I (IMT kg/m 2 ), dan 23 % obesitas II (IMT 30 kg/m 2 ). Nilai rerata TIO penderita berat badan lebih ± 2.24 mmhg pada mata kanan dan ± 2.20 mmhg pada mata kiri sedangkan nilai rerata kelompok berat badan normal ± 2.08 pada mata kanan dan 16.27± 2.09 pada mata kiri. Analisis bivariat menunjukkan kelompok IMT berhubungan bermakna dengan nilai TIO (p= 0.000). Disimpulkan bahwa nilai IMT berhubungan dengan nilai TIO dan nilai TIO lebih tinggi pada penderita berat badan lebih dibandingkan dengan kelompok berat badan normal. Diharapkan kesadaran masyarakat khususnya penderita berat badan lebih dalam memeriksa tekanan intraokuler secara berkala untuk mencegah terjadinya penyakit glaukoma. Kata kunci : IMT, berat badan lebih, obesitas, TIO, glaukoma Abstract Overweight has been known as a risk factor for the increase of intraocular pressure. This study aims to analyze the relationship between overweight with the intraocular pressure. The study design was a cross sectional study with 74 overweight samples and 67 samples of normal weight were selected by consecutive sampling. Data collected by researchers include intraocular pressure ( IOP ) and body mass index ( BMI ). Bivariate analysis was used to examine the relationship between overweight with the intraocular pressure. The results showed that the prevalence of overweight (BMI 23 kg/m 2 ) was 52 % divided by 33.8 % overweight (BMI kg/m 2 ), 43.2 % obese I(BMI kg/m 2 ), and 23 % obese II (BMI 30 kg/m 2 ). IOP mean value in overweight patients were ± 2.24 mm Hg and ± 2.20 mm Hg in the right and left eye respectively while the mean value of the normal weight group ± 2.08 and ± 2.09 in the right and left eye respectively. Bivariate analysis showed significant relationship with BMI group IOP values ( P = ). It was concluded that the BMI value associated with IOP values and IOP values were higher in patients with overweight than the normal weight group. It is expected that public awareness especially in overweight patients to examine the intraocular pressure periodically in order to prevent glaucoma.; SARAN Keywords : BMI, overweight, obesity, IOP, glaucoma 2

3 PENDAHULUAN Tekanan intraokuler (TIO) merupakan salah satu pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk menilai penyakit glaukoma. Tekanan intraokuler yang lebih dari 21 mmhg pada satu atau kedua mata tanpa disertai kerusakan saraf optik dan hilangnya lapangan pandang disebut sebagai hipertensi okuler. Keadaan ini merupakan faktor resiko terjadinya penyakit glaukoma. Bentuk glaukoma yang paling sering ditemukan adalah glaukoma primer sudut terbuka (POAG) yang timbul perlahan serta sering tidak terdeteksi hingga timbul gejala hilangnya lapangan pandang yang luas dan kondisi ini dapat terjadi pada penderita hipertensi okuler yang lama. (Vaughan DG, 1996) Studi prospektif selama 20 tahun terakhir menunjukkan sekitar % pasien dengan peningkatan TIO akan berkembang menjadi glaukoma dalam kurun waktu 5-10 tahun. Hipertensi okuler memiliki prevalensi kali lebih besar dari pada POAG. (Allingham RR, 2005) Selama periode 5 tahun, beberapa penelitian telah menunjukkan insidensi glaukoma pada penderita hipertensi okuler sekitar 2,6-3 % pada TIO mmhg, % pada TIO mmhg, dan sekitar 42 % pada TIO lebih dari 30 mmhg. Pasien dengan hipertensi okuler memiliki resiko 10 % untuk berkembang menjadi glaukoma dalam 5 tahun. Resiko ini dapat dikurangi dengan mendeteksi secara dini dan mengobati secara cepat penderita dengan peningkatan TIO. (Marrison JC, 2003) Berat badan lebih khususnya obesitas merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya TIO. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2008, di dunia ada sekitar 35 % orang dewasa di atas 20 tahun mengalami overweight ( 25 kg/m 2 ), sedang sekitar 10 % laki-laki dan 14 % perempuan di dunia menderita obesitas ( 30 kg/m 2 ).(WHO, 2013) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 di Indonesia menunjukkan bahwa 8.8% orang dewasa berumur diatas 15 tahun kelebihan berat dan 10.3% gemuk. (Balitbangkes Depkes 2008) Pengaruh berat badan lebih khususnya obesitas terhadap kesehatan sangat luas dan efek obesitas terhadap kardiovaskuler dan sistem metabolik telah diketahui dengan baik. Namun masih sedikit yang mengetahui pengaruh obesitas terhadap mata. Sebelumnya telah dilaporkan bahwa obesitas berpengaruh terhadap tajam penglihatan seseorang. Beberapa penyakit mata yang dihubungkan dengan berat badan lebih (obesitas) seperti katarak, age related maculopathy, retinopati diabetik, dan glaukoma.(ebeigbe JA, 2011) Hasil penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara obesitas dan glaukoma masih sedikit, walaupun ada beberapa studi yang membuktikan adanya hubungan positif antara obesitas dengan TIO, yang merupakan faktor risiko utama kejadian neuropati optik glaukomatous (GON). (Cheung 3

4 N, 2007). Penelitian Zafar di Pakistan, menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dengan peningkatan TIO pada orang dewasa. Berat badan lebih diduga mempunyai efek meningkatkan TIO dengan adanya peningkatan jaringan adiposa intraorbita dan peningkatan viskositas darah yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan vena episklera sehingga terjadi kegagalan outflow (aliran keluar) dari humor akuous. (Helpen DL, 2002). Sejauh penelusuran kepustakaan yang dilakukan sampai saat ini masih jarang penelitian yang di Indonesia yang mencari dan meneliti perubahan TIO pada penderita berat badan lebih. Dengan demikian dibutuhkan suatu kajian untuk melihat pengaruh berat badan lebih terhadap nilai TIO. Penelitian ini ingin menganalisa hubungan berat badan lebih terhadap nilai TIO. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RS Pendidikan UNHAS, Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan pendekatan studi cross-sectional. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah penderita berat badan lebih di Makassar. Sampel penelitian sebanyak 74 orang penderita berat badan lebih dan 67 orang dengan berat badan normal sebagai kontrol yang dipilih secara consecutive sampling dan telah memenuhi kriteria inklusi, yaitu menderita berat badan lebih, berumur tahun, dan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu penderita yang mempunyai riwayat glaukoma, menderita hipertensi dan atau diabetes mellitus, dan tidak kooperatif selama prosedur pemeriksaan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan menggunakan pre-tested kuesioner. Berat badan diukur dalam kilogram (Kg). Indeks massa tubuh (IMT) dihitung berdasarkan rumus : Berat Badan (kg)/tinggi Badan 2 (m 2 ). Penderita berat badan lebih lalu dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan klasifikasi Berat Badan yang diusulkan para ahli khusus IMT untuk penduduk Asia (IOTF, WHO 2000). Pengukuran TIO diperiksa dengan menggunakan Tonometer Aplanasi Goldmann. Tinggi badan diukur dalam meter (m). Selain itu dilakukan pula pemeriksaan segmen posterior bola mata dengan alat funduskopi direct/indirect. Kemudian dilakukan pemeriksaan viskositas darah pada beberapa sampel yang terpilih. 4

5 Analisis Data Data yang diperoleh akan dikelompokkan sesuai dengan tujuan dan jenis data, kemudian akan dilakukan analisis melalui komputer dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kruskal-wallis test, Mann-whitney test dan Pearson Chi-Square Tests (uji x 2 ) atau Fisher Exact test. Kruskall-waliis test untuk menilai ada tidaknya perbedaan bermakna nilai TIO dari ketiga kelompok berat badan lebih. Mann-whitney test untuk menilai ada tidaknya perbedaan bermakna nilai TIO antara berat badan lebih dan berat badan normal sebagai kontrol. Pearson Chi-Square Tests (uji x 2 ) atau Fisher Exact test untuk menentukan kemaknaan hubungan antara klasifikasi pengukuran nilai TIO dengan kelompok IMT. HASIL Karakteristik Sampel Tabel 1 memperlihatkan karakteristik umum sampel yang digunakan pada penelitian ini. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 141 sampel, yang terdiri atas 74 penderita dengan berat badan lebih (IMT 23 kg/m 2 ) dan 67 orang dengan berat badan normal (IMT : 18 22,9 kg/m 2 ). Nilai Tekanan Intraokuler Tabel 2 memperlihatkan hasil pemeriksaan nilai TIO mata kanan dan mata kiri dari ketiga kelompok berat badan lebih. Hasil pemeriksaan memperlihatkan nilai TIO dengan distribusi yang tidak normal. Berdasarkan uji statistik menggunakan Kruskall-wallis test yang membandingkan nilai TIO antara ketiga kelompok, diperoleh nilai p=0.037 pada mata kanan dan p=0.202 pada mata kiri. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara nilai TIO pada mata kanan dari ketiga kelompok, yaitu antara kelompok overweight dan obesitas II (p=0.013). Sedangkan pada mata kiri, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai TIO pada mata kiri dari ketiga kelompok. Gambar 1 menunjukkan perbandingan nilai rerata TIO pada mata kanan dan mata kiri pada kelompok berat badan lebih dengan kelompok berat badan normal. Terlihat bahwa nilai rerata TIO kedua mata pada kelompok berat badan lebih lebih tinggi dibandingkan nilai rerata TIO pada kelompok berat badan normal. Mann-whithney test yang membandingkan nilai TIO antara kelompok berat badan lebih dan kelompok berat badan normal, diperoleh nilai p=0.000 pada kedua mata. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara nilai rerata TIO pada kelompok berat badan lebih dan kelompok berat badan normal. 5

6 Klasifikasi Pengukuran Nilai TIO Tabel 3 memperlihatkan perbandingan klasifikasi pengukuran nilai TIO kedua mata pada kelompok berat badan lebih dengan kelompok berat badan normal. Uji statistik menggunakan Pearson chi-square terhadap klasifikasi pengukuran nilai TIO memberikan nilai p=0.002 pada mata kanan dan nilai p= Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara klasifikasi pengukuran nilai TIO antara kelompok berat badan lebih dan kelompok berat badan normal. Neuropati Optik Glaukomatous Tabel 4 memperlihatkan jumlah kejadian glaukoma (neuropati optik glaukomatous) yang ditemukan pada kelompok penderita berat badan lebih dan kelompok berat badan normal. Dari hasil pemeriksaan funduskopi ditemukan 1 orang (0.7 %) mengalami kelainan patologis pada papil saraf optik yaitu pada kelompok berat badan lebih (Obesitas I). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Fisher s Exact Tests untuk menentukan kemaknaan hubungan antara kejadian neuropati optik glaukomatos dengan kelompok IMT. Dari analisis tersebut kemudian diperoleh nilai p=1.000(2-sided), p=0.525(1-sided). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara panjang aksis bola mata dengan akurasi kekuatan lensa intraokuler. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, TIO diukur dengan menggunakan tonometer aplanasi Goldmann, yang merupakan alat gold standar dalam mengukur TIO. Hasil penelitian menemukan nilai rerata TIO penderita berat badan lebih (IMT 23 kg/m 2 ) adalah ± 2.24 mmhg pada mata kanan dan ± 2.20 mmhg pada mata kiri. Nilai ini lebih tinggi dari nilai TIO pada kelompok kontrol (IMT kg/m 2 ) yaitu ± 2.08 mmhg pada mata kanan dan ± 2.09 mmhg pada mata kiri. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di Yogyakarta, yang menggunakan tonometer Schiotz untuk mengukur TIO, menemukan nilai rerata TIO lebih tinggi yaitu ± 25 mmhg pada penderita berat badan lebih (IMT 25 kg/m 2 ). (Purnamasari G, 2009) Dalam penelitian ini terlihat bahwa semakin tinggi nilai indeks massa tubuh semakin besar nilai tekanan intraokuler penderita berat badan lebih. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zafar, yang melihat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan TIO pada orang dewasa. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada korelasi yang kuat 6

7 antara peningkatan IMT dengan peningkatan nilai TIO, khususnya pada orang dewasa. (Zafar D, 2010) Hasil serupa ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Yoshida pada populasi Asia, khususnya penduduk Jepang yang menilai hubungan gaya hidup (IMT, konsumsi alkohol, dan merokok) juga menunjukkan hasil yang serupa, dimana faktor-faktor tersebut secara signifikan mempengaruhi peningkatan nilai TIO. (Yoshida M, 2003). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mori (2000) yang melihat hubungan antara obesitas dengan TIO secara cross-sectional dan longitudinal. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara TIO dan obesitas baik secara cross-sectional maupun secara longitudinal. Obesitas merupakan faktor risiko independen terhadap peningkatan TIO. (Mori, 2000) Pengaruh berat badan lebih terhadap peningkatan TIO diduga berhubungan dengan teori mekanik. Berat badan lebih khususnya obesitas diduga mempunyai efek meningkatkan TIO dengan peningkatan jaringan adiposa intraorbita, dan meningkatnya viskositas darah, yang menyebabkan peningkatan tekanan vena episklera, sehingga terjadi kegagalan aliran keluar dari humor akuous.(helpern DL, 2002) Peningkatan TIO pada penelitian ini diduga disebabkan oleh faktor mekanik yaitu adanya peningkatan volume jaringan adiposa retrobulber (intraorbita) yang meningkatkan tekanan vena episklera. Hal ini telah dibuktitkan oleh penelitian Stojanov (2012) yang menilai pengaruh volume jaringan adipose retrobulber terhadap peningkatan TIO. Hasil penelitian tersebut menunjukkan volume jaringan adipose retrobulber yang lebih besar pada penderita obesitas, dan berbeda secara signifikan dengan volume jaringan adipose retrobulber pada kelompok berat badan normal (Stojanov O, 2012) Selain peningkatan jaringan adipose retrobulber, peningkatan viskositas darah diduga menjadi salah satu teori mekanik yang mempengaruhi peningkatan nilai TIO. Sejumlah sampel yang memiliki TIO yang cenderung tinggi dipilih untuk melakukan pemeriksaan viskositas darah dan diperoleh nilai rata-rata viskositas darah 3.4 ± 0.49 Cp. Nilai ini masih barada dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa tidak perbedaan nilai viskositas darah pada penderita berat badan lebih dan kelompok berat badan normal, sehingga viskositas darah dapat dianggap tidak berperan dalam mempengaruhi nilai TIO pada penderita berat badan lebih pada sampel yang kami periksa. Hal ini diduga oleh karena jumlah sampel yang diperiksa cukup kecil dan sampel yang diperiksa umumnya berumur <30 tahun, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai viskositas darah masih kurang. 7

8 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rillaert et al, yang membandingkan viskositas darah pada pasien obesitas dan non-obesitas. Hasil penelitian menunjukkan adanya viskositas darah yang abnormal pada penderita Obesitas yang mempunyai parameter lipid normal, diperkirakan meningkat sekitar 15 % pada pasien obesitas. (Rillaert E, 1989). Selain itu, peningkatan TIO pada penderita berat badan lebih juga diduga disebabkan oleh adanya hiperleptinemia yang dapat meningkatkan strees oksidatif sistemik. Keadaan ini memungkinkan terjadinya degenerasi jalinan trabekula yang menyebabkan penebalan dan sikatriks pada jalinan trabekula sehingga menghambat aliran keluar humor akuous yang akhirnya dapat meningkatkan TIO pada penderita berat badan lebih. (Sacca SC, 2005) Penelitian ini menggunakan sampel penelitian yang berumur kurang dari 40 tahun dan mengeksklusi penderita diabetes dan hipertensi, sehingga tidak ada pengaruh diabetes dan hipertensi terhadap peningkatan TIO. Hal ini dilakukan untuk mencegah bias dari hasil penelitian. Penelitian ini hanya menemukan 1 orang yang menderita glaukoma (neuropati optik glaukomatous), sehingga dapat disimpulkan bahwa berat badan lebih tidak signifikan mempengaruhi kejadian glaukoma. Kejadian glaukoma yang ditemukan bukan akibat peningkatan TIO, sehingga diduga hal ini disebabkan oleh adanya insufisiensi vaskuler pada papil saraf optik yang kemungkinan dapat disebabkan oleh obesitas, kalainan kardiovaskuler atau adanya abnormalitas hematologik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Tan et al Singapore Malay Eye Study, yang membuktikan bahwa diabetes dan sindrom metabolik lainnya (dislipidemia, dan IMT) berpengaruh terhadap sedikit peningkatan TIO, tetapi tidak signifikan sebagai faktor risiko bagi kejadian neuropati optik glaukomatous. (Tan GS, 2009) Berbeda dengan penelitan di Nigeria yang menemukan adanya korelasi positif antara nilai IMT dan TIO, yang juga berkorelasi signifikan secara statistik antara IMT dan Cup to Disc (C/D) ratio. (Ebeigbe JA, 2011). KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa tekanan intraokuler lebih tinggi pada penderita berat badan lebih dibandingkan pada kelompok berat badan normal, semakin besar nilai indeks massa tubuh, makan semakin tinggi nilai tekanan intraokulernya. Namun, sampel pada penelitian ini sangat terbatas, sehingga dipandang perlu untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dengan sebaran yang merata pada semua variabel. Selain itu perlu dilakukan peningkatan kesadaran dari masyarakat khususnya penderita berat badan lebih 8

9 untuk memeriksakan kesehatan matanya khususnya tekanan intraokuler agar dapat mencegah terjadinya penyakit glaukoma. 9

10 DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar Jakarta: Balitbangkes Depkes RI. Cheung N. & Wong TY. (2007) Obesity and eye disease. Surv Ophthalmol, 52(2): Ebeigbe JA. & Omokhua P.(2011) Intraocular pressure and cataract among abese adults in Benin City. Nigerian Journal of General Practice, 9 (2) diunduh 16 Mei Available from: URL : HYPERLIYNK Halpern D.L. & Grosskreutz C.L. (2002) Glaucomatous optic neuropathy: mechanisms of disease. Ophthalmol Clin North Am, 15:61 8. Marrison J.C., Freddo T.F, & Toris C.B. (2003) Anatomy and physiology of aqueous humor formation, in : Glukoma scince and practice. New York : h Mori K., Ando F., dkk. (2000). Relationship between intraocular pressure and obesity in japan. International journal of epidemiology, 29 : Purnamasari G. & Jenie I. (2009). Hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan intraokuler pada subyek normotensif. Mutiara medika,9,;2: Rillaerts E. (1989). Blood viscosity in human obesity : Relation to glucose tolerance and insulin status. International Journal of Obesity, 13: Saccà S.C., Pascotto A., Camicione P. dkk. (2005) Oxidative DNA damage in the human trabecular meshwork: clinical correlation in patients with primary open-angle glaucoma. Arch Ophthalmol, 123: Stojanov O., Stokic E., Sveljo O., & Naumovic N. (2012) Retrobulbar Adipose Tissue And Intraocular Pressure In Obesity.Dept. of Ophthalmology, Health Center Novi Sad, Vojvodina, Serbia. Tan G.S., Wong T.Y., Fong CW., dkk. (2009). Diabetes, Metabolic Abnormalities, and GlaucomaThe Singapore Malay Eye Study. Arch Ophthalmol. 127(10) : Vaughan DG, Asbury T, and Riordan-Eva P (1996). Oftalmologi umum. Ed. 14 (alih bahasa : dr. Jan Tjambong dan dr. Brahm U Pendit, SpKK). Jakarta : Widya Medika. World Health Organization (WHO). (2013). Obesity : Sitation and Trend. Geneva : Global Health observatory (GHO) Yoshida M., Ishikawa M., Kokaze A.,dkk. (2003). Association of life-style with intraocular pressure in middle-aged and older Japanese residents. Jpn J Ophthalmol, 47 : Zafar D., Malik R., Ahmad I., dkk. (2010). Corelation between body mass index with intraocular pressure in adults. Gomal journal of medical sciences, 8(1) :

11 Tabel 1 Karakteristik umum sampel penelitian PARAMETER Jumlah Sampel Overweight Obesitas I Obesitas II BERAT BADAN LEBIH N (%) 74 (52 %) 25 (33.8 %) 32 (43.2 %) 17 (23 %) BERAT BADAN NORMAL N (%) 67 (48 %) Jenis Kelamin Laki-laki 22 (29.7 %) 15 (22.4 %) Perempuan 52 (70.3 %) 52 (77.6 %) Kelompok Umur tahun 61 (82.4 %) 66 (98.5 %) tahun 11 (14.9 %) 0 (0.0 %) tahun 2 (2.7 %) 1 (1.5 %) Riwayat Keluarga Glaukoma Ya 0 (0.0 %) 2 (3.0 %) Tidak 62 (83.8 %) 56 (83.6 %) Tidak Tahu 12 (16.3 %) 9 (13.4 %) Tabel 2 Tekanan intraokuler pada penderita berat badan lebih KELOMPOK N Overweight 25 Obesitas I 32 Obesitas II 17 Mean TIO OD (mmhg) Standar Deviation Range Median Mean TIO OS (mmhg) Standar Deviation Range Median Total Kruskal-Wallis test, TIO OD p=0.037 ; TIO OS p = Uji Post Hoc TIO OD (Mann-Whitney) : Overweight-Obesitas I (p=0.058), Overweight-Obesitas II (p=0.013), Obesitas I-Obesitas II(p=0.456) Tabel 3 Perbandingan klasifikasi tekanan intraokuler antara kelompok berat badan lebih dengan kelompok berat badan normal KELOMPOK Normal N(%) Berat Badan Lebih 59 (79.7 %) Berat Badan Normal 65 (97.0 %) Total 124 (87.9%) TIO OD Tinggi N(%) 15 (20.3 %) 2 (3.0 %) (12.1 %) Pearson Chi-square ; TIO OD p=0.002, TIO OS p=0.014 Normal N(%) 61 (82.4%) 64 (95.5 %) 125 (88.7 %) TIO OS Tinggi N(%) 13 (17.6 %) 3 (4.5 %) 16 (11.3 %)

12 Tabel 4 Perbandingan jumlah kejadian penyakit glaukoma antara kelompok berat badan lebih dengan berat badan normal KELOMPOK Berat Badan Lebih Berat Badan Normal Total Tidak N(%) GLAUKOMA Ya N(%) 73 (98.6 %) 1 (1.4 %) 67 (100.0 %) 0 (0.0 %) 140 (99.3 %) 1 (0.7 %) Fisher s exact test, nilai p=1.000 (2-sided), p=0.525(1-sided) Berat Badan Lebih Berat Badan Normal TOD (mmhg) TOS (mmhg) Gambar 1 Perbandingan nilai rerata tekanan intraokuler kelompok berat badan lebih terhadap kelompok berat badan normal (Mann-whitney test TOD p= 0.000, TOS p= 0.000) 12

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan jaringan yang berasal dari struktur intraokuler disebut tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan jaringan yang berasal dari struktur intraokuler disebut tekanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekanan jaringan yang berasal dari struktur intraokuler disebut tekanan intraokuler (TIO). Tekanan rata-rata normal intraokuler besarnya bervariasi antara 10-20

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden penelitian adalah laki-laki dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden penelitian adalah laki-laki dan A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Responden penelitian adalah laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam mata terdapat tekanan, yang disebut dengan tekanan intraokular (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah akumulasi lemak secara berlebihan atau abnormal dalam tubuh yang dapat mengganggu kesehatan. Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DEWASA MUDA OBESITAS DI STIKES INDONESIA PADANG

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DEWASA MUDA OBESITAS DI STIKES INDONESIA PADANG HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DEWASA MUDA OBESITAS DI STIKES INDONESIA PADANG Skripsi Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN WHR (WAIST HIP RATIO)

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN WHR (WAIST HIP RATIO) ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN WHR (WAIST HIP RATIO) Leni Martinna, 2006. Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dr. Iwan Budiman, dr., MS., MM.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Humor Akuos a. Anatomi Fungsional Humor Akuos Humor akuos merupakan cairan jernih bersifat alkaline yang menempati ruang anterior dan posterior dalam mata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. total kebutaan di dunia, disebabkan oleh glaukoma. 1 Sedangkan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. total kebutaan di dunia, disebabkan oleh glaukoma. 1 Sedangkan di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik (neuropati optik) diikuti oleh kelainan lapangan pandang dengan kenaikan tekanan intraokuler

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOL DAN DISTOL

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOL DAN DISTOL ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN TEKANAN DARAH SISTOL DAN DISTOL Ellia, 2007. Pembimbing utama : Hana Ratnawati, dr, M.Kes Pembimbing Pendamping: Dr.dr.Iwan Budiman,MS,MM,M.Kes,AIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL Levina Stephanie, 2007. Pembimbing I : dr. Hana Ratnawati, M.Kes.

Lebih terperinci

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MSc, PhD; Dra Eti Yerizel, MS; dr Zulkarnain Edward,MS, PhD dan Intan Widuri, Sked Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES Viola Stephanie, 2010. Pembimbing I : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes. Pembimbing II : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes. Obesitas

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA Rilla Saeliputri, 2012. Pembimbing: Meilinah Hidayat, dr., MKes., Dr., Felix Kasim, dr., MKes.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara cross-sectional. Cross-sectional yaitu penelitian yang mempelajari

BAB III METODE PENELITIAN. secara cross-sectional. Cross-sectional yaitu penelitian yang mempelajari BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental yang merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian yang dilakukan secara cross-sectional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa kristalin mata merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di indonesia maupun di dunia. Perkiraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini, prevalensi obesitas meningkat secara tajam di kawasan Asia Pasifik, dari beberapa penelitian oleh WHO di Cina, Jepang, Taiwan dan Hongkong, dilaporkan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON Daniel Hadiwinata, 2016 Pembimbing Utama : Hendra Subroto, dr.,sppk. Pembimbing Pendamping: Dani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2 GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH 17-27 kg/m 2 Agung Setiyawan MahasiswaPeminatanEpidemiologidanPenyakitTropik FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasDiponegoro

Lebih terperinci

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS ABSTRAK Shella Monica Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang Tidur yang cukup merupakan faktor penting bagi

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER (TIO) ANTARA MATA MIOPIA DAN MATA EMETROPIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UNS SKRIPSI

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER (TIO) ANTARA MATA MIOPIA DAN MATA EMETROPIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UNS SKRIPSI PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER (TIO) ANTARA MATA MIOPIA DAN MATA EMETROPIA PADA MAHASISWA KEDOKTERAN UNS SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran PUTRI NUR KUMALASARI G0012167

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Karla Kalua G0011124 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Kata kunci: Body Mass Index (BMI), Underweight, Overweight, Obesitas, Indeks DMF-T, Karies.

Kata kunci: Body Mass Index (BMI), Underweight, Overweight, Obesitas, Indeks DMF-T, Karies. ABSTRAK Status gizi yang kurang maupun berlebihan akan berpengaruh terhadap kesehatan organ tubuh lain, salah satunya adalah kesehatan gigi dan mulut. Skor karies pada anak malnutrisi tinggi karena kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid atau lemak adalah suatu kumpulan zat yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut seperti alkohol atau kloroform (Oxford Dictionary, 2003). Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan dari adanya kecepatan produksi aqueous humor, tahanan terhadap. aliran keluarnya dari mata dan tekanan vena episklera.

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan dari adanya kecepatan produksi aqueous humor, tahanan terhadap. aliran keluarnya dari mata dan tekanan vena episklera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan intraokular (TIO) adalah suatu tekanan pada bola mata yang diakibatkan dari adanya kecepatan produksi aqueous humor, tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata

Lebih terperinci

Hubungan Derajat Obesitas dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Masyarakat di Kelurahan Batung Taba dan Kelurahan Korong Gadang, Kota Padang

Hubungan Derajat Obesitas dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Masyarakat di Kelurahan Batung Taba dan Kelurahan Korong Gadang, Kota Padang 707 Artikel Penelitian Hubungan Derajat Obesitas dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Masyarakat di Kelurahan Batung Taba dan Kelurahan Korong Gadang, Kota Padang Andi Fadilah Yusran Putri 1, Eva Decroli

Lebih terperinci

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai dengan Desember 2011 di instalasi rawat jalan Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr.Kariadi Semarang. Pengambilan subyek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung ABSTRAK Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung Ananda D. Putri, 2010 ; Pembimbing I : H. Edwin S., dr, Sp.PD-KKV FINASIM

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) Dyah Surya Kusumawati (Prodi S1 Keperawatan) Stikes Bhakti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang bersamaan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008).

BAB III METODE PENELITIAN. diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross-sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Obesitas ditentukan dengan menggunakan Indeks

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr. 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes merupakan kondisi kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau tidak

Lebih terperinci

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 MKS, Th.46. No. 2, April 2014 Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 R.M. Suryadi Tjekyan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki 5 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh dan menyebabkan kebutaan,

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN TEKANAN INTRAOKULAR

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN TEKANAN INTRAOKULAR KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN TEKANAN INTRAOKULAR Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia pada saat ini menghadapi permasalahan ganda berupa kasus-kasus penyakit menular yang masih belum terselesaikan sekaligus peningkatan

Lebih terperinci

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO LTM Pemicu 2 Modul Penginderaan Komang Shary Karismaputri NPM 1206238633 Kelompok Diskusi 16 Outline Pendahuluan Definisi Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Responden penelitian ini adalah 35 orang pria yang berusia 20 40 tahun. Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi kafein. Penelitian ini dilakukan di Asri Medical Center

Lebih terperinci

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT (BKMM) PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2014 Meisye S. Hanok*, Budi T. Ratag*, Reiny A. Tumbol** *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

HEMAKANEN NAIR A/L VASU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

HEMAKANEN NAIR A/L VASU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Hubungan Obesitas Sentral Sebagai Salah Satu Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner Pada Usia 40-60 Tahun Di RSUP H.Adam Malik, Medan. Oleh: HEMAKANEN NAIR A/L VASU 110100413 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai saat ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia seperti Penyakit

Lebih terperinci

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY ACCURACY OF INTRAOCULAR LENS POWER CALCULATION IN PATIENTS WITH AXIAL MYOPIA USING OPTICAL BIOMETRY Rahma

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 Hanifan Nugraha, 2016 ; Pembimbing I Pembimbing II : Wenny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di atas batas normal. Diabetes mellitus disebabkan oleh kelainan sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Pola penyebab kematian di rumah sakit yang utama dari Informasi Rumah

Lebih terperinci

PREVALENSI PENYAKIT HIPERTENSI PENDUDUK DIINDONESIA DAN FAKTOR YANG BERISIKO

PREVALENSI PENYAKIT HIPERTENSI PENDUDUK DIINDONESIA DAN FAKTOR YANG BERISIKO PREVALENSI PENYAKIT HIPERTENSI PENDUDUK DIINDONESIA DAN FAKTOR YANG BERISIKO Sarwanto, Lestari Kanti Wilujeng, dan Rukmini*) ABSTRACT Background: The analysis of hypertension prevalence for Indonesia citizen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS 51 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS Arif Nurma Etika 1, Via Monalisa 2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Kadiri e-mail: arif_etika@yahoo.com ABSTRACT Diabetes Mellitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita jumpai banyak orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan terkait angka kematian ibu dan anak merupakan masalah global yang sejak dulu hingga sekarang masih merupakan persoalan besar dalam dunia kesehatan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Edukasi Gaya Hidup terhadap Peningkatan Pengetahuan Karyawan Obesitas di Universitas X

Pengaruh Pemberian Edukasi Gaya Hidup terhadap Peningkatan Pengetahuan Karyawan Obesitas di Universitas X , Vol.04, No.01, Februari 2017, hal: 69-73 ISSN-Print. 2355 5386 ISSN-Online. 2460-9560 http://jps.unlam.ac.id/ Research Article 69 Pengaruh Pemberian Edukasi Gaya Hidup terhadap Peningkatan Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan indeks sederhana yang berguna untuk menentukan status berat badan seseorang, apabila status berat

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia menghadapi masalah gizi ganda diantaranya prevalensi gizi kurang dan meningkatnya prevalensi obesitas. Obesitas tidak lagi di anggap sebagai masalah kesehatan

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

Pengukuran Tekanan Intraokular pada Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miop sebagai Faktor Risiko Glaukoma

Pengukuran Tekanan Intraokular pada Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miop sebagai Faktor Risiko Glaukoma ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Vol. 11 No. 3: 189-194, September 2011 Pengukuran Tekanan Intraokular pada Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miop sebagai Faktor Risiko Glaukoma Measurement

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia. Menurut laporan pada Global Burden of Disease (2014), PJK merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat

Lebih terperinci

Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Intraokular pada Subyek Normotensif

Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Intraokular pada Subyek Normotensif Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 9 No. 2: 95-100, Oktober 2009 Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Intraokular pada Subyek Normotensif Correlation between Body Mass Index and Intraocular

Lebih terperinci

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2. Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( bersamaan. ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang 3.2. H0A0 H0A1 H1A0 N H1A1 H2A0 H2A1 H3A0 H3A1 Keterangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi 51 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancang Bangun Penelitian Jenis Penelitian Desain Penelitian : Observational : Cross sectional (belah lintang) Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian R0 K1 R0 K2 R1 K1 R1 K2

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Variabel

Lebih terperinci

The Differences of hscrp Among Obese and Non Obese Students of Lampung University 2013

The Differences of hscrp Among Obese and Non Obese Students of Lampung University 2013 The Differences of hscrp Among Obese and Non Obese Students of Lampung University 2013 Revitasari D, Basuki W, Tjiptaningrum A Medical Faculty of Lampung University Abstract Obesity is a low chronicle

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Dengan hormat, Nama Saya Huriah Menggala Putra, sedang menjalani pendidikan Kedokteran di Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU.

Lebih terperinci

THE RELATION OF OBESITY WITH LDL AND HDL LEVEL AT PRECLINIC STUDENT OF MEDICAL FACULTY LAMPUNG UNIVERSITY 2013

THE RELATION OF OBESITY WITH LDL AND HDL LEVEL AT PRECLINIC STUDENT OF MEDICAL FACULTY LAMPUNG UNIVERSITY 2013 THE RELATION OF OBESITY WITH LDL AND HDL LEVEL AT PRECLINIC STUDENT OF MEDICAL FACULTY LAMPUNG UNIVERSITY 2013 Ercho, NC, Berawi K, Susantiningsih T Medical Faculty of Lampung University Abstract Obesity

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA Jurnal Media Medika Muda Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT KELUARGA DAN UMUR DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI DESA TARABITAN KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA Gloria J. Tular*, Budi T. Ratag*, Grace D. Kandou**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Prevalensi DM meningkat

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA. Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF

ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA. Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF ABSTRAK PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP RISIKO OBESITAS PADA PRIA DEWASA Mutiara Hermana, 2009 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, MKes, AIF Latar belakang : Epidemi obesitas berkembang pesat dekade

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Struktur

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA ANAK SD X KOTA BANDUNG TAHUN AJARAN 2014/2015

ABSTRAK HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA ANAK SD X KOTA BANDUNG TAHUN AJARAN 2014/2015 ABSTRAK HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA ANAK SD X KOTA BANDUNG TAHUN AJARAN 2014/2015 Steven Juanda, 2015 Pembimbing I : Grace Puspasari, dr., M.Gizi Pembimbing II : Cindra

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25 57 BAB 5 PEMBAHASAN Subjek penelitian adalah 62 pasien pasca stroke iskemik. Variabel independen adalah asupan lemak, yang terdiri dari asupan lemak total, SFA, MUFA, PUFA dan kolesterol. Variabel dependen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Penelitian Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan sejumlah ketidaknormalan pada profil lipid, yaitu: peningkatan asam lemak bebas, peningkatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGA KEJADIAN GLAUKOMA PADA ANAK DENGAN SINDROMA NEFROTIK JURNAL ILMIAH KTI

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGA KEJADIAN GLAUKOMA PADA ANAK DENGAN SINDROMA NEFROTIK JURNAL ILMIAH KTI HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGA KEJADIAN GLAUKOMA PADA ANAK DENGAN SINDROMA NEFROTIK JURNAL ILMIAH KTI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana Strata-1 Kedokteran

Lebih terperinci