BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasang antara laki-laki dan perempuan, yang dilindungi secara hukum dalam ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan syari at Islamiyah yang benar, dengan tujuan yntuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Dalam Al-Qur an Allah SWT berfirman : و من ايته أن خلق لكم من أنفسكم أزوجا لتسكنوا اليها و جعل بينكم مودة و رحمة إن فى ذلك لا يت لقوم يتفكرون Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan istriistri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantara kamu kasih sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kamu yang berfikir. (Q. S Ar-Rum : 21) 1 Akan tetapi dalam kenyataan tujuan tersebut tidak sepenuhnya dapat terlaksana sebagaimana yang diinginkan, adakalanya muncul sebab-sebab tertentu kasih sayangnya hilang, yang mengakibatkan perkawinan harus putus ditengah jalan. Ikatan perkawinan terpaksa harus diputuskan akibat adanya perbedaan pendapat atau perselisihan antara suami istri tersebut. Jika perselisihan diantara keduanya tidak bisa diselesaikan dengan jalan damai atau kekeluargaan, maka solusi terakhir yang ditempuh keduanya adalah dengan jalan perceraian. 1 DEPAG RI, Al-Qur an dan Terjemahannya (Bandung: Gema Risalah Pers),

2 2 Setelah ikatan perkawinan putus, ternyata perpisahan tidak berakhir begitu saja, ternyata muncul permasalahan baru yang timbul akibat perceraian tersebut, salah satunya adalah masalah harta bersama (harta gono-gini). Setiap perkawinan mengkondisikan adanya harta bersama antara suami dan istri. Sebagaimana tertuang dalam pasal 35 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal tersebut dijelaskan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh selama suami istri diikat dalam perkawinan. 2 Namun tidak berarti dalam perkawinan yang dilalui hanya terdapat harta bersama. Sebab berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 85 dinyatakan bahwa Adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri. 3 Sehingga harta benda dalam perkawinan ada tiga macam yaitu harta bawaan, harta bersama, dan harta perolehan. Dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu hukum terapan dalam lingkungan Pengadilan Agama harta bersama disebut dengan istilah harta kekayaan dalam perkawinan. Sebagaimana disebutkan harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. 4 2 Arso Sosroatmojo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: Akademika Presindo, 2004), 113.

3 3 Dengan demikian, perlu ditegaskan lagi bahwa harta bersama (harta gonogini) merupakan harta yang diperoleh secara bersama oleh pasangan suami istri. Harta bersama tidak membedakan asal usul yang menghasilkan. Artinya harta yang dihasilkan atau diatasnamakan oleh siapapun diantara mereka, asalkan harta itu diperoleh selama masa perkawinan (kecuali hibah dan warisan), maka tetap dianggap sebagai harta bersama. Selama perkawinan berlangsung, harta bersama dikelola secara bersamasama oleh suami isteri. Bila salah satu pihak ingin melakukan perbuatan hukum terhadap harta tersebut maka dia harus mendapat persetujua dari pihak lainnya. Arinya, mereka berdua sama-sama berhak menggunakan harta tersebut dengan syarat harus mendapat persetujuan dari pasangannya. Jika suami yang akan menggunakan harta bersama dia harus mendaptkan izin dari isterinya, demikian juga sebaliknya isteri harus mendapatkan izin dari suaminya jika akan menggunakan harta bersama. Konsep ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang Perkawinan pasal 36 ayat 1 menyebutkan bahwa Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. 5 Pembagian harta bersama termasuk masalah yang rumit dipecahkan dalam sebuah perkawinan yang berujung pada perceraian. Masalah ini bersifat sangat sensitif karena berkenaan dengan soal harta benda oleh suami dan isteri. Jika pasangan suami isteri terputus hubungannya karena perceraian diantara mereka, pembagian harta bersama diatur berdasarkan hukumnya masing- 5 Wahyu Widiana, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004), 109.

4 4 masing. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 37, Jika operkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. 6 Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah mencalup hukum agama, hukum adat, dan sebagianya. Bagi umat islam ketentuan pembagian harta bersama diatur dalam KHI. Berdasarkan KHI pasal 97 dinyatakan bahwa, Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 7 Artinya, dalam kasus perceraian, jika ada perjanjian perkawinan, penyelesaian dalam pembagian harta bersama ditempuh berdasarkan ketentuan didalamnya. Jika tidak ada perjanjian perkawinan, penyelesaiannya berdasarkan pada ketentuan dalam pasal 97 yaitu masing-masing berhak mendapat seperdua dari harta bersama. Jika dicermati pada dasarnya didalam KHI mengatur bahwa jika terjadi perceraian, harta bersama dibagi dua, masing-masing mendapatkan bagian 50:50. Pembagian harta bersama ini bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai, tidak harus menunggu terlebih dahulu putusan cerai dari pengadilan. Ketentuan mesti dibagi dua ini dalam tataran aplikasi di Pengadilan Agama sampai saat ini juga dilaksanakan oleh para hakim dalam menyelsaikan sengketa harta bersama. Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa dalam 6 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian (Jakarta: Visimedia, 2008), Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia., 137.

5 5 suatu perkawinan itu baik pihak istri maupun suami mempunyai kedudukan yang seimbang dalam kehidupan rumah tangga. 8 Akan tetapi dalam kenyataan yang ada di Pengadilan Agama Magetan terjadi penyelesaian sengketa harta bersama antara suami istri dikarenakan perceraian pada putusan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt dengan cara pembagian harta sepertiga (1/3) untuk suami dan dua per tiga (2/3) untuk istri. Dan putusan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt merupakan satu-satunya putusan yang ada di Pengadilan Agama Magetan yang memutuskan perkara pembagian harta bersama 1/3 untuk pihak tergugat dan 2/3 untuk pihak penggugat. Dengan pertimbangan hakim bahwa suami yang seharusnya bertanggung jawab mencukupi kebutuhan rumah tangga lainnya justru tidak mempunyai andil, akan tetapi sebaliknya semua kebutuhan keluarga dicukupi oleh istri dengan bekerja diluar negeri. 9 Namun dalam kenyataan yang ada suami juga mempunyai pekerjaan yang tetap walaupun hanya sebagai buruh tani dan dia mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Dari latar belakang diatas, penulis merasa perlu mengkaji kembali putusan hakim yang membagi harta bersama dengan pembagian 1/3 untuk suami dan 2/3 untuk istri. Apakah putusan hakim tersebut sudah menciptakan rasa keadilan untuk semua pihak yang terkait? Keadilan yang dimaksud mencakup pada pengertian bahwa pembagian tersebut tidak mendiskriminasikan salah satu pihak. 8 Mahkamah Agung RI, Suara Uldilag (Jakarta: Pokja Perdata Agama MA-RI, 2005), Putusan Nomor: 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt Tentang Pembagian Harta Bersama. Berkas Pengadilan Agama Magetan.

6 6 Berangkat dari pemikiran tersebut penulis akan mengkaji masalah dalam sebuah penelitian yang tertuang dalam bentuk skripsi dengan judul TINJAUAN HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MAGETAN NOMOR : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA. B. Penegasan Istilah Untuk mempermudah dalam memahami dan mengetahui konsep yang dimaksud oleh penulis, maka penulis memberikan penegasan istilah dalam penulisan skripsi ini : - Hukum Perkawinan di Indonesia yang dimaksud disini adalah hukum yang berlaku di Pengadilan Agama bagi orang-orang yang beragama Islam, yang meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. - Putusan Pengadilan Agama Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt adalah sebuah putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Magetan untuk memutuskan perkara perceraian dan pembagian harta bersama. - Pengadilan Agama Magetan adalah nama satuan unit penyelenggara Kekuasaan Kehakiman dalam menerima, memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara perdata khusus orang Islam yang wilayah yuridisnya adalah berada di wilayah kabupaten Magetan. - Harta bersama adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan isteri.

7 7 C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tinjauan Kompilasi Hukum Islam terhadap dasar hukum hakim Pengadilan Agama Magetan dalam membagi harta bersama dalam putusan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt? 2. Bagaimana tinjauan Kompilasi Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt tentang pembagian harta bersama? D. Tujuan Penelitian Berangkat dari rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apa dasar hukum Hakim Pengadilan Agama Magetan dalam membagi harta bersama dalam perkara Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt. 2. Untuk mengetahui tinjauan Kompilasi Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt. E. Kegunaan Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat berguna : 1. Kepentingan Ilmiah, diharapkan berguna sebagai sumbangsih pemikiran penulis dalam rangka menambah khazanah ilmu tentang pembagian harta bersama.

8 8 2. Kepentingan terapan, diharapkan menjadi sumbangan yang berarti bagi masyarakat umum dan semoga dapat digunakan sebagai kajian lebih lanjut oleh para peminat mengenai masalah harta bersama. F. Telaah Pustaka Karya tulis yang membahas tentang pembagian harta bersama secara umum banyak ditemukan, akan tetapi menurut pengetahuan penulis belum ada karya tulis yang membahas tentang pembagian harta bersama dengan pembagian 1/3 untuk suami dan 2/3 untuk istri. Diantara penelitian yang mengkaji tentang pembagian harta bersama adalah penelitian dari Yulfia Lutfiani yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Ponorogo Tentang Status Harta Usaha Isteri. Dalam skripsi tersebut Yulfia Lutfiani membahas tentang hasil usaha isteri dalam hukum Islam, dan tinjauan hukum Islam terhadap harta hasil usaha isteri. Disini dijelaskan tentang harta yang dihasilkan oleh seorang isteri (masa perkawinan) menjadi harta bersama, kecuali bila isteri dianggap nusyus maka segala yang dihasilkan dari pekerjaannya bukan berstatus harta bersama namun menjadi harta pribadi isteri. Dan apabila harta hasil usaha isteri dalam keluarga dianggap harta bersama maka harta tersebut harus dibagi separo-separo. Penelitian yang lain dilakukan oleh Imam Rohadi dengan judul Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Akibat Perceraian di Pengadilan Agama Ponorogo Dalam Perspektif Hukum Islam. Dimana dalam penelitian ini dibahas

9 9 tentang upaya yang ditempuh Pengadilan Agama Ponorogo guna menyelesaikan sengketa harta bersama akibat perceraian dan pembagiannya. Yang mana dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa jika terjadi perceraian antara suami dan isteri maka bagian masing-masing adalah separo-separo. Dasar hukum yang digunakan dalam pembagian harta bersama adalah dari nas al-qur an surat An- Nisa ayat 32 dan KHI pasal 97. Dalam karya tulis Elvina Mawaddah Shanti dengan judul Analisa Fiqh Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Tuban No. 770/Pdt.G/1997/PA Tbn Tentang Pemisahan Harta Waris, Harta Bersama, dan Harta Asal. Didalam penelitiannya ternyata dia juga sepakat dengan apa yang dijelaskan oleh Yulfia Lutfiani dan Imam Rohadi, bahwa antara suami dan isteri apabila terjadi perceraian maka masing-masing mendapatkan harta bersama seperdua (50:50). Jadi sejauh pengamatan penulis belum ada karya tulis yang membahas tentang tinjauan kompilasi hukum Islam terhadap putusan hakim yang membagi harta bersama untuk suami 1/3 dan untuk isteri 2/3. Dari bahasan-bahasan yang ada pelaksanaan pembagian harta bersama adalah separo-separo. Maka menurut peneliti, penelitian tersebut patut untuk dikaji kembali. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam hal ini metode penelitian yang penulis pakai adalah jenis penelitian lapangan. Penelitian lapangan adalah penelitian yang datanya diambil atau dikumpulkan dari lapangan dimana tempat kasus itu berada,

10 10 termasuk dokumen-dokumen yang memuat kasus pembagian harta bersama, mengadakan interview dengan hakim-hakim atau pejabat lain yang berkompeten di Pengadilan Agama Magetan. 2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang penulis ambil adalah Pengadilan Agama Magetan yang beralamat di Jalan Basuki Rahmat Utara No 10 Magetan. 3. Jenis Data Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Salinan surat putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA. Mgt tentang perkara cerai gugat dan pembagian harta bersama. b. Data mengenai landasan hukum yang dipakai hakim Pengadilan Agama Magetan dalam memutus perkara Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA. Mgt tentang pembagian harta bersama. c. Data tentang upaya yang ditempuh Pengadilan Agama Magetan guna menyelesaikan sengketa harta bersama akibat perceraian. 4. Sumber Data Adapun data yang penulis pakai dalam penyusunan skripsi ini bersumber dari data empiris serta buku-buku yang relevan yang ada kaitannya dengan permasalahan ini untuk dapat dipertanggung jawabkan.

11 11 a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang diperoleh dari penelitian lapangan yang meliputi informasi dari: 1) Informan : Penulis juga mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak yang menangani kasus tersebut atau pihak-pihak yang yang ada di Pengadilan Agama Magetan. Dalam hal ini hakim ketua Bapak Drs. Moh. Syafruddin, selaku ketua majelis yang memutus perkara, Bapak Isro Jauhari, S.Ag, selaku Panitera Pegadilan Agama Magetan, dan Bapak Drs. H. Sumasno, SH, M.Hum selaku ketua Pengadilan Agama Magetan. 2) Dokumen : Penulis juga mencari data-data yang bersifat dokumenter di Pengadilan Agama Magetan yaitu berupa keterangan-keterangan yang ada kaitannya dengan perkara Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt. b. Sumber Data Sekunder Yaitu sumber data yang diperoleh dari buku-buku yang meliputi : a) Kompilasi Hukum Islam, Abdurrahman b) Pembagian harta gono gini saat terjadi perceraian, Happy Susanto c) Aplikasi hak dan kewajiban suami isteri dalam penjaminan harta bersama pada putusan MA, Abdul Manaf d) Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Yahya Harahap e) Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Damanhuri.

12 12 5. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut: a. Metode Interview, yaitu wawancara yang dilakukan kepada subyek penelitian berdasarkan pada tujuan penelitian b. Metode Dokumentasi, yaitu mencari data dengan cara mengumpulkan dan mengamati data-data yang berupa salinan surat putusan Pengadilan Agama dan catatan-catatan yang valid yang berhubungan dengan obyek penelitian. 6. Metode Pengolahan Data Dalam pembahasan permasalahan skripsi ini penulis menggunakan metode pengolahan data sebagai berikut: a. Editing : Pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi perlengkapannya, keselarasan satu dengan yang lainnya. b. Organizing : Penyusunan data secara sistematika dalam bentuk paparan sebagaimana yang telah direncanakan sesuai dengan rumusan masalah. c. Penemuan Hasil : Penganalisaan lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data sehingga diperoleh kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah.

13 13 7. Metode Analisa Data Adapun metode pembahasan yang penulis pakai dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Metode Deduktif : Proses analisa yang diawali dengan cara mengemukakan fenomena yang bersifat umum guna mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus. b. Metode Induktif : Proses analisa yang diawali dengan cara mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus (dari hasil riset) untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum berupa generalisasi. H. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka penulis akan menguraikan pembahasan ini kedalam beberapa bab yang sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Merupakan pola dasar yang mencakup dari keseluruhan isi skripsi, maka disini penyusun kemukakan tentang: Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

14 14 BAB II : TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN Bab ini merupakan landasan teori sebagai pijakan masalah dalam skripsi, sehingga perlu mengetengahkan : a) Konsep harta bersama dalam perkawinan yang meliputi pengertian harta bersama, klasifikasi harta dalam perkawinan, asal usul harta bersama, ruang lingkup harta bersama serta jenis-jenis harta bersama, b) Ketentuan hukum tentang harta bersama yang meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, kompilasi hukum Islam, dan Hukum Islam, c) Ketentuan hukum harta bersama yang meliputi pengurusan harta bersama dan penggunaan harta bersama, d) Pembagian harta bersama. BAB III : PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MAGETAN NOMOR : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt Bab ini memuat sajian hasil penelitian di Pengadilan Agama Magetan yang diawali dengan kasus posisi, prosedur dan duduk perkara dan landasan hukum yang dipakai hakim Pengadilan Agama Magetan dalam putusan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt. dan Putusan. BAB IV : ANALISA HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MAGETAN NOMOR : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt Bab ini membahas tentang: Analisa terhadap Dasar Hukum Pengadilan Agama Magetan putusan Nomor:

15 15 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt dalam pembagian harta bersama, dilanjutkan dengan Analisa terhadap putusan Pengadilan Agama Magetan Nomor : 254/Pdt.G/2007/PA.Mgt. dalam pembagian harta bersama. BAB V : PENUTUP Bab ini adalah akhir dari pembahasan skripsi yang berisi : kesimpulan sebagai jawaban permasalahan dan saran.

16 16 BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Konsep Harta Bersama Dalam Perkawinan 1. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan Sebelum sampai kepada pembicaraan harta benda perkawinan, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu arti perkawinan itu sendiri. Karena pengertian perkawinan dalam tatanan hukum mempunyai akibat langsung terhadap harta benda dalam perkawinan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia menyatakan : Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 10 Perkawinan seperti yang dijelaskan di atas mempunyai tujuan untuk memperoleh keturunan, juga untuk dapat bersama-sama hidup pada suatu masyarakat dalam satu perikatan kekeluargaan. Guna keperluan hidup bersama-sama inilah dibutuhkan suatu kekayaan duniawi yang dapat 10 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,

17 17 dipergunakan oleh suami isteri untuk membiayai ongkos kehidupan mereka sehari-harinya. Kekayaan duniawi inilah yang disebut harta perkawinan, harta keluarga ataupun harta bersama. Harta bersama merupakan salah satu macam dari sekian banyak harta yang dimiliki seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari harta mempunyai arti penting bagi seseorang karena dengan memiliki harta dia dapat memenuhi kebutuhan hidup secara wajar dan memperoleh status sosial yang baik dalam masyarakat. Arti penting tersebut tidak hanya dari segi kegunaan (aspek ekonomi) melainkan juga dari segi keteraturannya, tetapi secara hukum orang mungkin belum banyak memahami aturan hukum yang mengatur tentang harta, apalagi harta yang di dapat oleh suami isteri dalam perkawinan. Ketidakpahaman mengenai ketentuan hukum yang mengatur tentang harta bersama dapat menyulitkan untuk memfungsikan harta bersama tersebut secara benar. Oleh karena itu terlebih dahulu perlu dikemukakan beberapa pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan harta bersama. Secara bahasa, harta bersama adalah dua kata yang terdiri dari kata harta dan bersama. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Harta dapat berarti barangbarang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan dan dapat berarti kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai. Harta bersama berarti harta yang dipergunakan (dimanfaatkan) bersama-sama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 342.

18 18 Sayuti Thalib dalam bukunya hukum kekeluargaan di Indonesia mengatakan bahwa : Harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar hadiah atau warisan. 12 Maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha mereka atau sendiri-sendiri selama masa perkawinan. Pengertian tersebut sejalan dengan bab VII tentang harta benda dalam perkawinan pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut : (1) Harta benda yang dieroleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama. (2) Harta bawaan dari masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain-lain. Mengenai hal ini kompilasi hukum Islam memberi gambaran jelas tentang harta bersama, yang dijelaskan dalam pasal 1 huruf f : Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Menurut Abdul Manan harta bersama adalah harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung tanpa mempersoalkan terdaftar atas 12 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta: UI Press, 1986), 89.

19 19 nama siapapun. 13 Dalam Yurisprudensi Peradilan Agama juga dijelaskan bahwa harta bersama yaitu harta yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam kaitan dengan hukum perkawinan, baik penerimaan itu lewat perantara isteri maupun lewat perantara suami. Harta ini diperoleh sebagai hasil karyakarya dari suami isteri dalam kaitan dengan perkawinan. 14 Menurut hukum adat bahwa harta benda perkawinan itu adalah harta benda yang dimiliki suami isteri dalam ikatan perkawinan, baik yang diperoleh sebelum perkawinan berlangsung (harta gawan/harta bawaan) maupun harta benda yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, yang hasil kerja masing-masing suami isteri ataupun harta benda yang didapat dari pemberian/hibahan atau hadiah serta warisan. Jadi suatu asas yang sangat umum berlakunya hukum adat di Indonesia adalah bahwa mengenai harta kerabatnya sendiri yang berasal dari hibahan atau warisan, maka harta itu tetap menjadi miliknya salah satu suami atau isteri yang kerabatnya menghibahkan atau mewariskan harta itu kepadanya. Memperhatikan beberapa pendapat dan analisa di atas bahwa harta bersama adalah harta yang didapat atau diperoleh selama perkawinan. Masalahnya adalah apakah semua harta yang didapat atau diperoleh selama perkawinan dinamakan sebagai harta bersama? 13 Abdul Manan, Beberapa Masalah Tentang Harta Bersama (Jakarta: Mimbar Hukum No 33 Tahun VIII, 1997), Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama, Yurisprudensil Peradilan Agama (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 1995), 343.

20 20 Harta tersebut akan menjadi harta bersama jika tidak ada perjanjian mengenai status harta tersebut sebelum ada pada saat dilangsungkan perkawinan, kecuali harta yang didapat itu diperoleh dari hadiah atau warisan, atau bawaan dari masing-masing suami isteri yang dimiliki sebelum dilangsungkan perkawinan sebagaimana dijelaskan di atas seperti yang tercantum pada pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun Klasifikasi Harta Dalam Perkawinan Ikatan perkawinan menjadikan adanya harta bersama antara suami isteri, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 35 ayat 1. namun, bukan berarti dalam perkawinan yang diakui hanya harta bersama. Sebab, berdasarkan KHI pasal 85 dinyatakan bahwa Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Harta benda dalam perkawinan ada tiga macam sebagai berikut : a. Harta Bersama Sebagaimana telah dijelaskan, harta bersama dalam perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Suami dan isteri mempunyai hak dan kewajiban yang sama atas harta bersama. Harta yang dihasilkan bersama oleh suami isteri selama masa perkawinan dikuasai bersama suami isteri. Sesuai namanya yakni harta bersama suami isteri, maka selama mereka masih terkait dalam perkawinan, harta itu tidak

21 21 dibagi. Harta itu sama-sama mereka manfaatkan hasilnya dan dibagi apabila mereka bercerai, baik cerai hidup atau cerai mati. 15 b. Harta Bawaan Harta bawaan adalah harta benda milik masing-masing suami isteri yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan atau yang diperoleh sebagai warisan atau hadiah 16. Tentang macam harta ini, KHI pasal 87 ayat 1 mengatur, harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 17 Harta bawaan bukan termasuk dalam klasifikasi harta bersama. Suami atau isteri berhak mempergunakan harta bawaanya masing-masing dan juga dapat melakukan perbuatan hukum terhadapnya. Dasarnya adalah Undang-Undang Perkawinan pasal 36 ayat 2, yang mengatakan bahwa, mengenai harta bawaan masing-masing suami atau isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. 18 Hal senada juga dinyatakan dalam KHI pasal 87 ayat 2, Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah atau 15 Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer (Jakarta: Gema Insani, 2003), Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian (Jakarta: Visi Media, 2008), Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Arso Sosroatmojo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, 86.

22 22 lainnya. 19 Artinya, berdasarkan ketentuan ini, harta bawaan yang dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan tidak bisa diotak-atik oleh pasangan yang lain. Harta bawaan bisa saja menjadi harta bersama jika pasangan adalah pengantin menentukan hal demikian dalam perjanjian perkawinan yang mereka buat, atau dengan kata lain perjanjian perkawinan yang mereka sepakati menentukan adanya peleburan (persatuan) antara harta bawaan dan harta bersama. 20 c. Harta Perolehan Harta perolehan adalah harta benda yang hanya dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan (suami isteri) setelah terjadinya ikatan perkawinan. 21 Harta ini umumnya berbentuk hibah, hadiah dan sedekah. Harta ini tidak diperoleh melalui usaha bersama mereka berdua selama terjadinya perkawinan. Bedanya dengan harta bawaan yang diperoleh sebelum masa perkawinan, harta macam ini diperoleh setelah masa perkawinan. Sebagaimana halnya harta bawaan, harta ini juga menjadi milik pribadi masing-masing pasangan, baik suami maupun isteri, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Dasarnya adalah KHI pasal 87 ayat 2, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk 19 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Happy Susanto, Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, Ibid.,15.

23 23 melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah atau lainnya. Harta perolehan sama dengan harta bawaan, keduanya bukan merupakan obyek dari harta bersama, yang hanya disebut dengan harta perolehan adalah harta milik masing-masing suami isteri setelah menikah, tetapi bukan diperoleh dari usaha bersama atau usaha masing-masing. Dalam kedudukannya sebagai modal kekayaan untuk membiayai kehidupan rumah tangga suami, maka harta perkawinan itu dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu : a. Harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau isteri sebelum perkawinan yaitu harta bawaan b. Harta yang diperoleh atau dikuasai suami dan isteri bersama-sama selama perkawinan yaitu harta pencaharian. c. Harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau isteri secara perseorangan sebelum atau sesudah perkawinan yaitu harta penghasilan. d. Harta yang diperoleh suami isteri bersama ketika upacara perkawinan sebagai hadiah yang kita sebut hadiah perkawinan Ruang Lingkup Harta Bersama Ruang lingkup harta bersama, mencoba memberi penjelasan bagaimana cara menentukan, apakah suatu harta termasuk atau tidak sebagai obyek harta bersama antara suami isteri dalam perkawinan. Memang benar 22 Munawir, Hukum Adat (Ponorogo: PPS Press, 2004), 32.

24 24 baik pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam telah menentukan segala harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama. Gambaran ruang lingkup harta bersama dalam suatu perkawinan, diantaranya adalah sebagai berikut : 23 a. Harta Yang dibeli Selama Perkawinan Patokan pertama untuk menentukan apakah suatu barang termasuk obyek harta bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembelian. Setiap barang yang dibeli selama perkawinan, harta tersebut menjadi obyek harta bersama suami isteri tanpa mempersoalkan apakah isteri atau suami yang membeli, apakah harta tersebut terdaftar atas nama isteri atau suami dimana harta itu terletak. Apa saja yang dibeli selama perkawinan berlangsung otomatis menjadi harta bersama. Tidak menjadi soal siapa diantara suami isteri yang membeli, juga tidak menjadi masalah atas nama isteri atau suami harta itu terdaftar, dan juga tidak peduli apakah harta itu terletak dimanapun, yang penting harta itu dibeli dalam masa perkawinan, dengan sendirinya menurut hukum menjadi obyek harta bersama. 24 Lain halnya jika uang pembeli barang berasal dari harta pribadi suami atau isteri, jika uang pembeli barang secara murni berasal dari harta 23 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), Ibid., 275.

25 25 pribadi, barang yang dibeli tidak termasuk obyek harta bersama. Harta yang seperti itu tetap menjadi milik pribadi suami atau isteri. b. Harta Yang dibeli dan dibangun Sesudah Perceraian Yang dibiayai Dari Harta Bersama Patokan untuk menentukan sesuatu barang termasuk obyek harta bersama, ditentukan oleh asal usul uang biaya pembelian atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau dibangun sesudah terjadi perceraian. 25 Misalnya suami isteri selama perkawinan berlangsung mempunyai harta dan uang simpanan, kemudian terjadi perceraian. Semua harta dan uang simpanan dikuasai suami, belum dilakukan pembagian. Dari uang simpanan tersebut suami membeli atau membangun rumah. Dalam kasus yang seperti ini, rumah yang dibeli atau dibangun suami sesudah terjadi perceraian, namun jika uang pembeli atau biaya pembangunan berasal dari harta bersama, barang hasil pembelian atau pembangunan yang demikian tetap masuk kedalam obyek harta bersama. c. Harta Yang Dapat dibuktikan dan diperoleh Selama Perkawinan Patokan ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama. Semua harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menjadi harta bersama. Namun kita sadar, dalam sengketa perkara harta bersama, tidak semulus dan sesederhana itu. Pada umumnya, pada setiap perkara harta bersama pihak yang digugat selalu mengajukan bantahan bahwa harta 25 Ibid., 275.

26 26 yang digugat bukan harta bersama, tetapi milik pribadi. Hak pemilikan Tergugat bisa didalihkannya berdasar atas hak pembelian, warisan atau hibah, apabila Tergugat mengajukan dalih yang seperti itu, patokan untuk menentukan apakah suatu barang termasuk harta bersama atau tidak, ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilan penggugat membuktikan bahwa harta-harta yang digugat benar-benar diperoleh selama perkawinan berlangsung, dan uang pembeliannya tidak berasal dari uang pribadi. 26 d. Penghasilan Harta Bersama Dan Harta Bawaan Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama atau berasal dari harta bersama akan menjadi harta bersama. Akan tetapi, bukan hanya yang tumbuh dari harta bersama yang jatuh menjadi obyek harta bersama diantara suami isteri juga termasuk penghasilan yang tumbuh dari harta pribadi suami isteri akan jatuh menjadi obyek harta bersama. 27 Dengan demikian fungsi harta pribadi dalam perkawinan, ikut menopang dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sekalipun hak dan kepemilikan harta pribadi mutlak berada di bawah kekuasaan pemiliknya, namun harta pribadi tidak terlepas dari fungsinya dari kepentingan keluarga. Barang pokoknya memang tidak diganggu gugat, tetapi hasil yang tumbuh daripadanya jauh menjadi obyek harta bersama. Ketentuan ini berlaku sepanjang suami isteri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan, jika dalam perjanjian perkawinan tidak diatur mengenai hasil 26 Ibid., Ibid., 277.

27 27 yang timbul dari harta pribadi seluruh hasil yang diperoleh dari harta pribadi suami isteri jatuh menjadi harta bersama. Misalnya, rumah yang dibeli dari harta pribadi bukan jatuh menjadi harta pribadi, tetapi jatuh menjadi harta bersama. Oleh karena itu, harus dibedakan harta yang dibeli dari hasil penjualan harta pribadi dengan harta yang diperoleh dari hasil yang timbul dari harta pribadi. Dalam hal harta yang dibeli dari hasil penjualan harta pribadi, tetapi secara mutlak menjadi harta pribadi. 28 e. Segala Penghasilan Pribadi Suami Isteri Segala penghasilan suami/isteri, baik yang diperoleh dari keuntungan melalui perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai menjadi yurisdiksi harta bersama suami/isteri. Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami/isteri tidak terjadi pemisahan, bahkan dengan sendirinya terjadi penggabungan kedalam harta bersama. Penggabungan penghasilan pribadi suami/isteri ini terjadi demi hukum, sepanjang suami/isteri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 4. Jenis-Jenis Harta Bersama Mengenai jenis harta bersama, muncul pertanyaan, apakah benar semua harta yang didapat dalam perkawinan antara suami isteri selama berumah tangga adalah merupakan harta bersama? 28 Ibid., 278.

28 28 Kalau memperhatikan asal-usul harta yang didapat suami isteri dapat disimpulkan dalam empat sumber : a. Harta hibah dan harta warisan yang diperoleh salah seorang dari sumai atau isteri. b. Harta hasil usaha sendiri sebelum mereka menikah. c. Harta yang diperoleh pada saat perkawinan. d. Harta yang diperoleh selama perkawinan selain dari hibah khusus untuk salah seorang dari suami isteri dan selain dari harta warisan. 29 Harta bersama yang dimiliki suami isteri dari segi hukum diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 35 dan 36 sebagai berikut : Pasal 35 : (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama ; (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing si penerima para pihak tidak menentukan lain ; Pasal 36 : (1) Mengenai harta bersama suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak ; 29 Damanhuri, Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama (Bandung : CV Mandar Maju, 2007), 29.

29 29 (2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya ; Pasal 85 KHI menyatakan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masingmasing suami atau isteri. Adapun Jenis-jenis harta bersama di dalam pasal 91 KHI dinyatakan sebagai berikut : (1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud (3) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga. (4) Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. (5) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. 30 Dalam ketentuan pasal 91 KHI di atas yang pada intinya menentukan bahwa harta bersama itu dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. Benda berwujud disini dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga, sedangkan benda tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. 30 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,135.

30 30 Berdasarkan rincian tersebut, maka harta bersama itu termasuk dalam kategori benda, yang secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Secara katagoris ada beberapa macam benda, yakni benda berwujud (lichamelijk) dan benda tidak berwujud (onlichamelijk), benda bergerak dan benda tidak bergerak, benda yang dapat dipakai habis, dan benda yang tidak dapat dipakai habis, benda yang sudah ada (tegen woordigde zaken) dan benda yang akan ada (toekomstige zaken), benda dalam perdagangan (zaken in de handle) dan benda di luar perdagangan (zaken buiten de handle), serta benda yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. 31 Memperhatikan pasal 91 KHI di atas bahwa yang dianggap harta bersama adalah berupa benda milik suami isteri yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai hukum, yaitu mempunyai nilai kegunaan dan ada aturan hukum yang mengatur. Harta bersama dapat berupa benda berwujud yang meliputi benda bergerak dan tidak bergerak serta harta bersama dapat berbentuk surat-surat berharga dan harta bersama dapat berupa benda tidak berwujud berupa hak dan kewajiban. B. Ketentuan Hukum Tentang Harta Bersama Sebagaimana telah dibahas di bab sebelumnya, harta bersama diatur dalam hukum positif, baik Undang-Undang Perkawinan maupun KHI. Dengan demikian, segala urusan yang berkenaan dengan harta bersama perlu didasari 31 Abdul Manaf, Aplikasi Equalitas Hak dan Kedudukan Suami Isteri Dalam Penjaminan Harta Bersama (Bandung : CV Mandar Maju, 2006), 47.

31 31 ketiga sumber hukum positif tersebut. Sebagai contoh, jika pasangan suami isteri ternyata harus bercerai, pembagian harta bersama mereka harus jelas didasari pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum positif tersebut. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang harta bersama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada bab VII diberi nama dengan judul Harta Bersama Dalam Perkawinan, yang terdiri dari tiga pasal yakni pasal 35, 36 dan pasal-pasal tersebut menyatakan : a. Pasal 35 1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri, dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. b. Pasal 36 1) Mengenai harta bersama, suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. 2) Mengenai harta bawaan masing-masing suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. 32 Ibid., 24.

32 32 c. Pasal 37 1) Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam ketentuan pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jelas terbaca bahwa harta dalam perkawinan itu terdiri dari harta bersama dan harta bawaan. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan oleh karena itu ia menjadi milik bersama suami atau isteri. Karena demikian sifatnya, maka terhadap harta bersama suami atau isteri dapat bertindak hanya atas persetujuan bersama. Sedangkan harta bawaan adalah harta yang diperoleh masing-masing suami atau isteri sebagai hadiah atau warisan selama dalam ikatan perkawinan, dan oleh karena itu ia menjadi hak dan dikuasai sepenuhnya oleh masing-masing suami atau isteri. Pengaturan harta bersama yang demikian sesuai dengan hukum adat, dimana dalam hukum adat itu dibedakan dalam harta gono-gini yang menjadi milik bersama suami isteri, dan bawaan menjadi milik masing-masing pihak suami atau isteri. Diikutinya sistem hukum adat oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai hukum nasional adalah sebagai konsekwensi dari politik hukum Indonesia yang telah menggariskan bahwa pembangunan hukum nasional haruslah berdasarkan hukum adat sebagai hukum kepribadian bangsa Indonesia yang bedasarkan Pancasila Purwoto, Renungan Hukum (Jakarata: Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia, 1998),

33 33 2. Kompilasi Hukum Islam Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang harta bersama secara singkat hanya dalam tiga pasal, yaitu pasal 35 sampai pasal 37, maka dalam KHI tentang harta bersama diatur secara lebih enumeratif mulai pasal 85 sampai pasal 97. Adapun pengaturan harta bersama secara lebih lanjut, menyatakan : a. Pasal 85 Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. b. Pasal 86 1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. 2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya c. Pasal 87 1) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

34 34 2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, sadaqah, atau lainnya. d. Pasal 88 Apabila terjadi perselesihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. e. Pasal 89 Suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun hartanya sendiri. f. Pasal 90 Isteri turut bertanggungjawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya. g. Pasal 91 1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. 2) Harta bersama yang tidak berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak an surat-surat berrharga. 3) Harta bersama tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. 4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya.

35 35 h. Pasal 92 Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama. i. Pasal 93 1) Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada harta masing-masing. 2) Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan pada harta bersama. 3) Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan pada harta suami. 4) Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta isteri. j. Pasal 94 1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. 2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mepunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1) dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat. k. Pasal 95 1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 136 ayat (2), suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan

36 36 sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2) Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama. l. Pasal 96 1) Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. 2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama. m. Pasal 97 Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Menurut Abdul Manaf ketentuan KHI tersebut antara lain menjelaskan bahwa 34 : 1) Dalam perkawinan terdapat harta bersama, disamping harta pribadi masing-masing suami isteri. Harta pribadi tersebut sepenuhnya berada dalam penguasaan masing-masing suami/isteri, dan bagi masing- 34 Abdul Manaf, Aplikasi Asas Equalitas Hak dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Penjaminan Harta Bersama, 30.

37 37 masingnya itu berhak untuk melakukan tindakan hukum terhadap harta dimaksud. Suami, sesuai dengan fungsinya, bertanggungjawab untuk menjaga harta bersama, harta isteri, dan hartanya sendiri. Demikian juga isteri, sesuai dengan fungsinya, turut bertanggungjawab untuk menjaga harta bersama dan harta suami yang ada padanya. 2) Harta bersama dapat berupa benda berwujud dan tidak berwujud. Harta bersama yang tidak berwujud meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga. Sedang harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak dan kewajiban. 3) Harta bersama dapat dijadikan sebagai jaminan oleh suami atas persetujuan isterinya. Demikian juga sebaliknya, harta bersama dapat dijadikan jaminan oleh isteri atas persetujuan suaminya. 4) Tanpa persetujuan isteri, suami tidak diperbolehkan menjual, membebani, atau memindahtangankan harta bersama. Demikian juga sebaliknya, isteri tidak diperbolehkan menjual, membebani, atau memindahtangankan harta bersama tanpa persetujuan suaminya. Pertanggungjawaban terhadap hutang pribadi suami/isteri dibebankan pada harta masing-masing, sedang pertanggungjawaban hutang yang diperlukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan pada harta bersama. Bila harta bersama tidak mencukupi, pertanggungjawaban itu dibebankan pada harta suami. Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi pertanggungjawabannya dibebankan kepada harta isteri.

38 38 5) Harta bersama dari hasil perkawinan serial atau poligami, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri, dan itu terhitung mulai saat berlangsungnya aqad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat. 6) Suami/isteri dapat meminta pengadilan agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu pihak, suami/isteri, melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya. Selama masa sita, dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama. 7) Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang masih hidup lebih lama. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai ada kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama. 8) Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan Harta Bersama Dalam Hukum Islam Hukum Islam tidak mengatur tentang harta bersama dan harta bawaan kedalam ikatan perkawinan, yang ada hanya menerangkan tentang adanya hak milik pria atau wanita serta maskawin ketika perkawinan berlangsung, di dalam al-qur an disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 32 : 35 Ibid,. 31.

39 39 للرجال نصيب مما اآتسبوا و للنساء نصيب مما اآتسبن.. bagi pria ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan. 36 Ayat tersebut bersifat umum tidak ditujukan terhadap suami atau isteri. Jadi bukan ditujukan kepada suami isteri saja, melainkan semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha dalam kehidupannya sehari-hari, maka hasil usaha mereka itu merupakan harta pribadi yang dimiliki dan dikuasai oleh pribadi masing-masing. Untuk hukum waris ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap pria atau wanita mempunyai hak untuk mendapat bagian harta warisan yang ditinggalkan atau diberikan orang tua. 37 Dalam hubungan dengan perkawinan, ayat tersebut dapat dipahami, bahwa ada kemungkinan dalam suatu perkawinan akan ada harta bawaan dari isteri yang terpisah dari harta suami, dan masing-masing suami dan isteri menguasai dan memiliki hartanya sendiri-sendiri. Sedangkan harta bersama (harta pencaharian) milik bersama suami isteri tidak ada, dan harta bawaan isteri itu kemudian bertambah dengan maskawin yang diterimanya dari suami ketika berlangsungnya perkawinan. Pandangan hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami isteri sebenarnya memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami dan mana harta isteri, mana harta bawaan suami dan mana harta bawaan isteri 36 DEPAG RI, AL-Qur an dan Terjemahannya, Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, hukum Agama (Bandung : Mandar Maju, 2007), 117.

40 40 sebelum terjadinya perkawinan, mana harta suami/isteri yang diperoleh secara sendiri-sendiri selama perkawinan, serta mana harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya perkawinan. Pemisahan harta tersebut akan sangat berguna dalam pemisahan antara harta suami atau harta isteri jika terjadi perceraian dalam perkawinan mereka. Hukum Islam juga berpendirian bahwa harta yang diperoleh suami selama perkawinan menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya. 38 Namun, al-qur an dan hadits tidak memberikan ketentuan yang tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami, dan isteri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suaminya. Bagaimana dengan posisi harta bersama menurut Islam? berikut ini akan dikemukakan pemetaan pandangan hukum Islam tentang harta bersama. Moh. Indris Ramulyo dalam bukunya Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam membagi pandangan hukum Islam tentang harta bersama kedalam dua kelompok sebagai berikut : 39 a. Kelompok Yang Memandang Tidak Adanya Harta Bersama Dalam Lembaga Islam Kecuali Dengan Konsep Syirkah Pandangan ini tidak mengenal percampuran harta kekayaan antara suami dan isteri karena perkawinan. Harta kekayaan isteri tetap menjadi 38 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1999), 29.

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Konsep Harta Bersama Dalam Perkawinan 1. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan Sebelum sampai kepada pembicaraan harta benda perkawinan, sebaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Harta Bersama 1. Pengertian Harta Bersama Menurut Hukum Islam Dalam kitab-kitab fiqih tradisional, harta bersama diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang antara kedua belah pihak suami dan istri, akan senantiasa diharapkan berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan sesama manusia. Salah satu hubungan sesama manusia adalah melalui perkawinan, yaitu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perjanjian perikatan antara suamiistri, sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak dan kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan Perkara Nomor 1061/Pdt.G/2016/PA.Bwi di Pengadilan Agama Banyuwangi) perspektif UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, terutama bagi mereka yang secara lahir dan batin telah siap menjalankannya. Tidak perlu ada rasa takut dalam diri setiap muslim

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Kajian Dalam kamus Ilimiah kata kajian, berarti telaah, pelajari, analisa, dan selidiki. 1 Adapun pengartian lain yang memiliki makna sama tentang kajian, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih sayang sebagai sebuah rahmat dari-nya. Dimana semua itu bertujuan agar manusia dapat saling berkasih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Kekayaan dalam Perkawinan Harta merupakan tonggak kehidupan rumah tangga, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat:5 Artinya: Dan janganlah kamu serahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual.

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual. BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO.162/PDT.G/2009/PTA.SBY TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN PA TUBAN NO.1254/PDT.G/2008/PA.TBN DALAM PERKARA PERPINDAHAN HARTA BERSAMA MENJADI HARTA ASAL A. Analisis

Lebih terperinci

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN 18 BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan Sebagaimana telah dijelaskan, harta bersama dalam perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Suami

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin Dalam laporan penelitian di atas telah disajikan 2

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa S A L I N A N P U T U S A N Nomor : 75/Pdt.G/2010/PTA.Sby BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat

BAB I PENDAHULUAN. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor: 0171/Pdt.G/2010/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH 66 BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH A. Analisis terhadap Pertimbangan Hakim Dalam putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA GRESIK 58 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA GRESIK A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Gresik dalam putusan No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016 PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI ATAU HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Bernadus Nagarai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB IV. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menetapkan harta bersama tanpa ada. dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan harta bersama tanpa ada

BAB IV. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menetapkan harta bersama tanpa ada. dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan harta bersama tanpa ada BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 2198/PDT.G/2013/PA. MLG PERIHAL DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN HARTA BERSAMA TANPA ADA PERCERAIAN A. Dasar Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ikatan yang lainnya. Ada banyak hal yang harus dilalui saat akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan ikatan yang lainnya. Ada banyak hal yang harus dilalui saat akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahirbatin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki dan perempuan, yaitu melalui ikatan perkawinan. 1 Hal ini sesuai. dengan firman Allah dalam surat Al-Ruum ayat 21:

BAB I PENDAHULUAN. laki-laki dan perempuan, yaitu melalui ikatan perkawinan. 1 Hal ini sesuai. dengan firman Allah dalam surat Al-Ruum ayat 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan fitrahnya manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam arti luas, manusia memiliki sifat ketergantungan yang saling membutuhkan, demikian halnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, lebih khusus lagi agar mereka bisa

Lebih terperinci

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai Derajad Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA PRAKTEK PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA PRAKTEK PUTUSAN PENGADILAN AGAMA Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 2 Juni 2017 Kedudukan Harta Bersama Dalam Perkawinan (Arifah S. Maspeke) KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 307/Pdt.G/2012/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 307/Pdt.G/2012/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 307/Pdt.G/2012/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

BAB IV ANALISIS KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAB IV ANALISIS KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP BAGIAN ISTRI LEBIH BESAR DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA A. Analisis Terhadap Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Magetan Dalam Putusan No.254/Pdt.G/2007/PA.Mgt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. 1 Tujuan Perkawinan menurut UUP No. 1 tahun 1974 adalah

Lebih terperinci

1 Hilman Hadikusuma, Hukum perkawinan Indinesia(Bandung: Mandar Maju, 2003), 7.

1 Hilman Hadikusuma, Hukum perkawinan Indinesia(Bandung: Mandar Maju, 2003), 7. STATUS HARTA GONO GINI DARI PERCERAIAN MENURUT PERSPEKTIF UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DR. Zainal Abidin Abstrak Mengenai harta gono gini apabila terjadi perceraian antara suami istri,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti melakukan akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby A. Dasar Hukum Majelis Hakim Menolak Gugatan Rekonvensi dalam Putusan No.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling BAB 1 PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia dari dua jenis yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. 81 BAB IV ANALISIS HUKUM FORMIL DAN MATERIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM TENTANG NAFKAH IDDAH DAN MUT AH BAGI ISTRI DI PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO (Study Putusan Perkara No. 1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn) A. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan 1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakekatnya manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan melangsungkan perkawinan. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat di suatu negara. Keluarga yang baik, harmonis, penuh cinta kasih, akan dapat memberi pengaruh yang baik

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn.

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn. P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta membutuhkan manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian

BAB I PENDAHULUAN. serta membutuhkan manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial.artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nikah dalam bahasa arab ialah bergabung dan berkumpul, dipergunakan juga dengan arti kata wata atau akad nikah, tetapi kebanyakan pemakaiannya untuk akad nikah.nikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT SUAMI ISTRI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA MALANG Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan undian dengan hadiah yang memiliki nilai materil (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian berhadiah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan :

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan di Republik Indonesia diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan : Perkawinan ialah ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor: 65/Pdt.G/2012/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor: 65/Pdt.G/2012/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat pertama dalam persidangan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) A. Analisis Hukum Islam Terhadap Perjanjian Pranikah Dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua orang yang membina rumah tangga. Suami dan isteri berjalan beriringan melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan di Indonesia merupakan sebuah perbuatan yang sakral dan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang melaksanakannya, hal tersebut senada dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1994), hlm 453 Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Allah SWT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian tentang perkawinan di Indonesia tercantum dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disana dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan

Lebih terperinci

BAB IV. Agama Bojonegoro yang menangani Perceraian Karena Pendengaran. Suami Terganggu, harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang

BAB IV. Agama Bojonegoro yang menangani Perceraian Karena Pendengaran. Suami Terganggu, harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO NOMOR. 2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn. TENTANG CERAI GUGAT KARENA PENDENGARAN SUAMI TERGANGGU A. Analisis Terhadap Dasar Hukum Hakim Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkawinan merupakan salah satu asas pokok yang paling utama dalam kehidupan rumah tangga yang sempurna. Perkawinan bukan hanya merupakan satu jalan yang amat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten Klaten Pada dasarnya jika terjadi perkawinan maka akan terjadi percampuran harta antara suami dan istri,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 0163/Pdt.G/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0163/Pdt.G/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0163/Pdt.G/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor:272/Pdt.G/2011/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Yang Maha Indah sengaja menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan sebagai salah satu bagian dari romantika kehidupan. Supaya

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling menarik satu sama lain

Lebih terperinci