BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan undian dengan hadiah yang memiliki nilai materil (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian berhadiah ini umumnya dibuat oleh bank, perusahaan makanan atau produk jual lainnya, media televisi maupun cetak, atau pusat-pusat perbelanjaan. Pelaksanaan undian berhadiah ini bertujuan agar dapat bertahan di tengah ketat dan kerasnya persaingan bisnis di Tanah Air dan menjaring lebih banyak konsumen/nasabah baru, serta menjaga loyalitas konsumen/nasabah lama. Penyelenggaraan undian dengan hadiah ini tidak hanya sekedar basabasi tetapi dilakukan dengan praktek kejujuran sebagaimana dapat diketahui dari kenyataan adanya konsumen yang memperoleh hadiah fantastis berupa uang tunai maupun mobil baru maupun dalam bentuk tabungan bernilai ratusan juta rupiah yang pengumumannya dimuat baik di media cetak maupun media televisi. Pengundian pemenang undian berhadiah ini bersifat terbuka untuk umum dan dilaksanakan oleh Notaris dengan disaksikan oleh Pejabat Departemen Sosial untuk wilayah Pusat dan Pejabat Pemerintah Daerah untuk wilayah Daerah sesuai tugas dan fungsinya serta Pejabat Kepolisian

2 setempat. 4 Hasil dari penarikan undian berhadiah ini juga harus diumumkan kepada masyarakat baik melalui media cetak maupun elektronik. 5 Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa : Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian dilarang untuk : a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa; c. Memberikan hadiah yang tidak sesuai dengan yangdijanjikan; d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. Hadiah-hadiah yang ditawarkan bagi para pemenang undian berhadiah ini pun beragam. Mulai dari barang-barang berwujud seperti telepon genggam, sepeda motor, mobil, rumah, ataupun yang tidak berwujud seperti liburan ke luar negeri, deposito bernilai ratusan juta rupiah, hingga penawaran paket umroh maupun naik haji bagi pemenangnya. Dilihat dari segi nominal, hadiah-hadiah undian ini tidak kecil, bahkan mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah. Besaran nilai undian berhadiah ini tentulah menggiurkan bagi konsumen. Dan sudah pasti hal ini membawa kegembiraan bagi para pemenangnya. Terlebih apabila yang menjadi pemenang adalah satu keluarga. Hadiah yang diperoleh dalam bentuk deposito tabungan dapat dipergunakan untuk menjamin kelangsungan hidup keluarga tersebut, sedangkan hadiah 4 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 73/HUK/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Izin Dan Penyelenggaraan Undian Gratis, hal Ibid, hal. 34.

3 yang berbentuk benda, seperti mobil atau rumah, dapat dijadikan aset keluarga. Namun, akan timbul persoalan hukum apabila keluarga yang menjadi pemenang undian berhadiah tersebut mengalami percekcokan rumah tangga yang bermuara pada perceraian. Perceraian ini kemudian mengundang persengketaan yang menjadi dampak dari suatu perceraian, yaitu persengketaan tentang harta milik bersama suami-isteri atau harta gono-gini. Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa : Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 6 Merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang tidak menjadikan hadiah sebagai suatu harta bersama, tentulah hadiah yang dimenangkan keluarga yang bercerai tersebut akan menjadi suatu perselisihan hukum, yaitu apakah hadiah tersebut tidak dapat dikonstruksikan sebagai suatu harta bersama sehingga apabila perceraian terjadi maka hadiah tersebut menjadi milik atau dianggap sebagai harta bawaan dari suami atau istri yang formil menjadi pemenang atas hadiah tersebut. Terlebih apabila perolehan hadiah tersebut berawal dari atau tidak terlepas dari peran suami atau istri yang bukan menjadi pemenang atas hadiah tersebut. Sebagai ilustrasi, dalam suatu perkawinan di mana biaya hidup/rumah tangga sepenuhnya bersumber dari penghasilan suami, 6 Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

4 sedangkan istri tidak memiliki penghasilan atau dengan kata lain hanya seorang ibu rumah tangga. Namun, istri memiliki tabungan di bank yang bersumber dari penghematan biaya rumah tangga sehari-hari, dan keberadaan tabungan tersebut tidak diketahui oleh suami. Lalu tabungan tersebut keluar sebagai pemenang hadiah utama satu unit mobil jaguar dari undian berhadiah yang diadakan oleh bank tempat istri menabung. Kriteria hadiah di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak dijumpai, maka hal inilah yang ingin diangkat menjadi topik pembahasan dalam skripsi ini. Demikian pula halnya belum ada ditemukan yurisprudensi yang mengatur mengenai pembagian harta perkawinan yang berasal dari hadiah undian seperti tersebut di atas. Oleh karena itu, pembahasan dalam skripsi ini menitikberatkan pada masalah pembagian harta yang diperoleh melalui undian berhadiah apabila terjadi perceraian di dalam keluarga yang menjadi pemenang dari undian berhadiah tersebut. B. Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah status kepemilikan harta benda yang berasal dari undian berhadiah yang didapatkan di dalam sebuah perkawinan? 2. Apakah yang menjadi kriteria suatu hadiah undian yang diperoleh dalam perkawinan sebagai harta bersama?

5 3. Bagaimanakah penyelesaian hukum apabila terjadi sengketa akibat perceraian atas harta perkawinan yang berasal dari hadiah undian? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Sudah merupakan suatu ketentuan bahwa jika membahas mengenai suatu hal yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah skripsi, harus ada tujuan yang jelas yang maksudnya mengarahkan pembahasan sesuai pada sasaran sehingga tidak terjadi penyimpangan dari judul serta pembahasan yang telah dikemukakan. Oleh karena itu, tujuan pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui status kepemilikan atas harta yang berasal dari hadiah undian yang didapat selama perkawinan. b. Untuk mengetahui kriteria suatu harta benda yang diperoleh dari undian berhadiah dapat digolongkan ke dalam harta bersama atau bukan merupakan harta bersama. c. Untuk mengetahui penyelesaian atas persengketaan yang terjadi atas harta perkawinan yang berasal dari hadiah undian apabila terjadi perceraian pada perkawinan tersebut yang pengaturannya belum terdapat di dalam undangundang. Penulisan skripsi ini juga diharapkan memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoretis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan atau tambahan dokumentasi karya tulis dalam bidang

6 hukum perdata pada umumnya. Secara khusus, skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan terutama bagi penyempurnaan ketentuanketentuan mengenai pembagian harta bersama yang diperoleh melalui hadiah undian serta penyempurnaan perangkat ketentuan mengenai hadiah undian yang masih sangat minim. 2. Secara praktis Skripsi ini ditujukan kepada kalangan penegak hukum dan masyarakat sebagai bahan masukan mengenai bagaimana proses pembagian harta bersama di mana harta tersebut berasal dari undian berhadiah yang diperoleh di dalam suatu perkawinan. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada para praktisi, civitas akademik, dan pemerintah. D. Keaslian Penulisan Pengambilan judul untuk skripsi ini, telah terlebih dahulu melalui proses pencarian mendalam atas karya ilmiah lain yang membahas tentang Hadiah Undian yang Diperoleh dalam Perkawinan dan Kaitannya dengan Harta Bersama di Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun, belum ditemukan adanya tulisan maupun karya ilmiah lainnya yang membahas mengenai sistematika pembagian atas harta yang diperoleh dari undian berhadiah seperti yang akan diuraikan. Oleh karena

7 itu, skripsi ini merupakan karya autentik dan hasil dari pemikiran sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari skripsi orang lain. Dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, serta terbuka, semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini tidak diragukan keasliannya serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. E. Tinjauan Pustaka Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Terjadinya perkawinan menimbulkan pula akibat-akibat hukum, di antaranya hubungan hukum antara suami istri, hubungan hukum antara anak dengan orang tua, dan hubungan hukum terhadap harta perkawinan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 UU Perkawinan, akan timbul akibat hukum terhadap hubungan suami-istri yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang di antaranya :

8 a. Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakkan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30). b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1)). c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum (ayat 2). d. Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. e. Suami istri menentukan tempat kediaman mereka. f. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia. g. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya. h. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaikbaiknya. Antara anak dengan orang tuanya juga terdapat suatu hubungan hukum, baik itu anak sah, anak luar kawin, ataupun anak adopsi. Anak sah adalah anak yang dibenihkan dan dilahirkan di dalam suatu perkawinan yang sah, anak yang dibenihkan di luar perkawinan dan dilahirkan di dalam pernikahan sah, atau anak yang dibenihkan di dalam perkawinan sah

9 tetapi dilahirkan setelah putus perkawinan. Anak sah ini langsung mempunyai hubungan hukum yang sah pula dengan orang tuanya. Anak luar kawin adalah anak yang dibenihkan dan dilahirkan tanpa adanya suatu perkawinan. Anak luar kawin ini hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarga dari pihak ibunya. Anak adopsi adalah anak orang lain yang diambil dan dimasukkan ke dalam keluarga sendiri dan diperlakukan sama dengan anak kandung. Dengan demikian, anak adopsi ini tidak memiliki hubungan hukum dengan orang tua kandungnya. Hubungan hukum yang ia miliki adalah dengan orang tua angkatnya. Anak dan orang tua memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut : a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45). b. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik. c. Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya (Pasal 46). Perkawinan juga menimbulkan akibat hukum terhadap harta perkawinan. Harta perkawinan atau harta kekayaan kawin adalah harta yang

10 dimiliki, dihimpun, dicari, diciptakan, diperoleh suami-isteri baik sebelum maupun sesudah (selama) perkawinan berlangsung. Pasal 35 UU Perkawinan mengenal dua jenis harta perkawinan dalam ikatan suatu kekayaan, yakni harta asal (bawaan) dan harta bersama (harta pencaharian bersama). Harta asal atau harta bawaan ini meliputi : a. Harta pribadi, yaitu harta yang dihasilkan melalui keringat/jerih payah suami atau isteri sebelum perkawinan berlangsung. b. Hibah, yaitu suatu pemberian yang diberikan/dilimpahkan kepada seseorang sewaktu si Penghibah masih hidup. c. Warisan adalah harta yang diwarisi oleh ahli waris karena kematian. d. Hibah-Wasiat adalah ucapan (janji) seorang Pewaris semasa ia hidup untuk memberikan harta kepada seseorang, akan tetapi janji tersebut baru dapat dilaksanakan setelah si Penghibah Wasiat meninggal dunia. e. Hadiah khusus, yaitu pemberian seseorang secara tegas kepada salah satu pihak suami atau isteri. Harta asal atau harta bawaan ini berada di dalam kekuasaan masingmasing pihak, selama tidak ada perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Harta bersama atau harta pencaharian bersama adalah harta yang dimiliki, dihimpun, dicari, diciptakan, diperoleh suami-isteri yang dihasilkan

11 melalui usaha/keringat sendiri dari suami atau isteri atau suami-isteri secara bersama-sama selama perkawinan berlangsung. Perkawinan mempunyai akibat hukum tidak hanya terhadap diri pribadi mereka-mereka yang melangsungkan pernikahan, hak dan kewajiban yang mengikat pribadi suami-istri dan biasanya hak dan kewajiban inilah yang pertama-tama terpikir kalau kita berbicara tentang hak dan kewajiban suami-istri tetapi lebih dari itu mempunyai akibat hukum pula terhadap harta suami-istri tersebut. 7 Seluruh harta benda suami maupun istri tidak serta merta disatukan dan menjadi milik bersama, namun ada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini yang menyebutkan adanya pemisahan antara harta bawaan dari masing-masing suami maupun istri yang tetap berada di bawah pengawasan masing-masing selama tidak ada ketentuan dari pihak lain seperti yang tertera di dalam Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ikatan perkawinan memiliki risiko dapat terputus di tengah jalan. Suatu perkawinan itu dapat diputuskan dengan tiga cara, yakni karena kematian (cerai mati), karena kesepakatan kedua belah pihak untuk bercerai (cerai hidup), dan atas keputusan Pengadilan. Cerai mati adalah putusnya suatu perkawinan karena adanya kematian salah satu pihak, baik suami maupun isteri, di mana kematian salah 7 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 5.

12 satu pihak tersebut dengan sendirinya mengakibatkan seorang suami/isteri menjadi duda/janda. Cerai hidup adalah putusnya suatu perkawinan karena adanya kesepakatan kedua belah pihak antara suami-isteri untuk mengakhiri perkawinan mereka, oleh karena tidak ada lagi kecocokan di antara mereka sehingga salah satu pihak mengajukan gugatan ke Pengadilan. Gugatan cerai diajukan sesuai dengan agama yang dianut. Apabila yang bersangkutan beragama Islam maka gugatan diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang tidak beragama Islam mengajukan gugatan perceraiannya ke Pengadilan Negeri, tentu sesuai alasan-alasan cerai sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975, yaitu: a. Apabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri;

13 f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Perkawinan yang putus karena putusan Pengadilan terjadi apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, atau salah satu pihak dalam keadaan tidak hadir selama 2 (dua) tahun berturut-turut maka pihak lain dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan supaya perkawinannya diputuskan. Putusnya suatu perkawinan itu juga memiliki akibat hukum bagi suami-isteri, bagi anak, dan juga bagi harta perkawinan. Perkawinan yang putus karena adanya kematian tidak menimbulkan banyak persoalan dalam hal pembagian harta kekayaan kawinnya. Lain halnya apabila yang terjadi adalah cerai hidup. Masalah pembagian harta apabila perkawinan putus karena cerai hidup dibahas di dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa pengaturan mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung diatur berdasarkan hukumnya masing-masing. Pada penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing itu adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya. Sebelum proses pembagian harta kawin di saat perceraian terjadi, maka terlebih dahulu dilakukan pemisahan antara harta kawin dengan harta

14 asal atau harta bawaan untuk kemudian dilakukanlah pembagian atas harta yang diperoleh di dalam perkawinan yang menjadi milik bersama. Penambahan nilai dari harta kekayaan kawin ini selain dapat diperoleh dari hasil kerja keras sendiri, juga dapat diperoleh dari pemberian orang lain atau hadiah. Instansi ataupun perusahaan dewasa ini semakin sering menyelenggarakan undian berhadiah bagi para konsumennya. Hadiah-hadiah yang ditawarkan biasanya memiliki nilai ekonomis yang tinggi, di mana apabila yang menjadi pemenang dari undian berhadiah itu adalah pasangan suami-isteri, maka tentu saja nilai ekonomis dari hadiah tersebut menambah besaran nilai harta kekayaan kawin bagi keduanya. Apabila suatu saat di dalam perkawinan tersebut terjadi perceraian dan masing-masing pihak menuntut haknya atas harta perkawinan, maka hadiah undian yang diperoleh sebelumnya tentu tidak luput dari persengketaan. Dengan kurangnya pembahasan mengenai hal ini, baik di dalam peraturan perundang-undangan maupun doktrin, maka masalah pembagian harta yang berasal dari undian berhadiah ini memerlukan peninjauan lebih lanjut untuk menentukan penggolongan harta kekayaan kawin dari hadiah ini, merupakan harta asal atau harta bersama. F. Metode Penelitian

15 Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, hukum sering dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau sebagai kaidah atau norma yang berpatokan pada perilaku manusia yang dianggap pantas. 8 Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, maksudnya peneliti melakukan penelitian terhadap data sekunder. 9 Data sekunder ini dibedakan lagi ke dalam beberapa bagian yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari norma atau kaidah dasar dan peraturan-peraturan dasar seperti Undang-Undang Dasar 1945, batang tubuh UUD 1945, ketetapan-ketetapan MPR(S), Peraturan Perundang-undangan, yurisprudensi, traktat, dan lain-lain. Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, hasil penelitian (hukum), dan lain sebagainya. 8 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT. Raya Grasindo Persada, 2003), hal Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum (Medan : Fakultas Hukum, 1990), hal. 44.

16 Bahan hukum tertier adalah bahan-bahan yang memberi petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus-kamus, ensiklopedia, dan lain-lain Data dan Sumber Data Pada umumnya, data dibagi dalam dua jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer (primary data) adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perilaku individu atau masyarakat. Untuk memperoleh data primer, perlu dilakukan pengumpulan data langsung kepada masyarakat dengan cara wawancara, quisioner/angket, pengamatan (observasi) baik secara pastisipatif maupun nonpastisipatif. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, dan lain sebagainya. Penulisan skripsi ini menggunakan data sekunder yang memiliki kekuatan mengikat ke dalam sebagai materi yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam sebagai pembanding. Selain itu data juga diperoleh dari dokumen-dokumen lain yang mengkaji atau membahas mengenai harta bersama dalam perkawinan ataupun mengenai undian berhadiah seperti buku, artikel, dan sumber dari Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Rajawali Pers, 1997), hal.

17 internet serta bahan lainnya yang memiliki kaitan dengan pembahasan di dalam skripsi ini. 3. Alat Pengumpul Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan atau yang disebut Library Research dengan mengacu kepada Perundang-undangan, sejumlah buku, tulisan dan karya ilmiah yang berhubungan dengan materi di dalam skripsi ini. Data-data yang diperoleh ini kemudian dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang ingin dikaji untuk kemudian dianalisis sehingga ditemukanlah pemecahan masalah dari objek yang diteliti. 4. Analisis Data Dalam tulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu cara penelitian yang menghasilkan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Metode ini digunakan agar gejala yang diteliti dapat lebih dipahami dan agar skripsi ini lebih memfokuskan kepada analisis hukum dari permasalahan yang menjadi objek penelitian. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penulisan sebuah skripsi. Hal ini dilakukan demi memudahkan penulis dalam melakukan penulisan, dan juga memudahkan pembaca dalam memahami isi dari skripsi ini.

18 Skripsi berjudul Hadiah Undian yang Diperoleh Dalam Perkawinan dan Kaitannya Dengan Harta Bersama Di Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini disusun dalam lima bab yang kemudian terbagi lagi kepada beberapa sub bab. Keseluruhan bab ini merupakan satu rangkaian yang saling berhubungan satu sama lain sehingga pada akhirnya membentuk suatu sistem. Kelima bab tersebut adalah: Bab I yaitu pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan. Kemudian berdasarkan latar belakang masalah tersebut dibuat rumusan masalah dan tujuan penulisan. Bab ini juga menjelaskan tentang keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II merupakan pembahasan mengenai hukum harta perkawinan. Dalam bab ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian hukum harta perkawinan, jenis-jenis harta perkawinan, pengertian hadiah-hadiah dalam harta perkawinan, serta mengenai kedudukan hadiah undian dalam hukum harta perkawinan. Bab III berisikan tinjauan umum mengenai hadiah undian. Pembahasan di dalam bab ini adalah mengenai pengertian hadiah undian menurut undang-undang, syarat untuk memperoleh hadiah undian, kepemilikan benda berdasarkan hadiah undian, dan sifat pemberian melalui hadiah undian. Bab IV membahas mengenai tinjauan yuridis mengenai hadiah undian dalam harta bersama dalam perkawinan. Dalam bab ini, dibahas

19 mengenai status kepemilikan harta benda yang berasal dari undian berhadiah yang diperoleh selama perkawinan, kriteria hadiah undian sebagai harta bersama dalam perkawinan, serta penyelesaian sengketa harta perkawinan yang diperoleh melalui hadiah undian. Bab V yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan diperoleh berdasarkan uraian dan penjelasan secara keseluruhan dari bab-bab terdahulu. Sedangkan saran-saran merupakan usul dari penulis terhadap topik yang dibahas.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia di bekali dengan keinginan untuk melakukan pernikahan, karena pernikahan itu adalah salah satu faktor untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara No.755, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMSANEG. Pegawai. Perkawinan. Perceraian. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB IV HUKUM KELUARGA BAB IV HUKUM KELUARGA A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN Di Indonesia telah dibentuk Hukum Perkawinan Nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dalam Lembaran

Lebih terperinci

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PENGERTIAN IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Perkawinan sah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/ rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan Perkara Nomor 1061/Pdt.G/2016/PA.Bwi di Pengadilan Agama Banyuwangi) perspektif UU No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bisa langsung dipahami oleh semua orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Kajian Dalam kamus Ilimiah kata kajian, berarti telaah, pelajari, analisa, dan selidiki. 1 Adapun pengartian lain yang memiliki makna sama tentang kajian, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan di Indonesia merupakan sebuah perbuatan yang sakral dan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang melaksanakannya, hal tersebut senada dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri BAB II KERANGKA TEORITIK 2.1. Pengertian Perceraian Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Yang Maha Indah sengaja menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan sebagai salah satu bagian dari romantika kehidupan. Supaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial ataupun mahluk pribadi tidak dapat hidup seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu keluarga terbentuk karena adanya perkawinan para pihak yaitu suami-istri dan menginginkan agar perkawinan tersebut membawa suatu kebahagiaan dan dapat

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. A. Pendahuluan Perkawinan merupakan sebuah institusi yang keberadaannya diatur dan dilindungi oleh hukum baik agama maupun negara. Ha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, lebih khusus lagi agar mereka bisa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Presiden Republik

Lebih terperinci

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia mempunyai keinginan untuk mempunyai generasi atau keturunan dan hidup berpasangan. Dalam hal ini tentunya hal yang tepat untuk mewujudkannya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih sayang sebagai sebuah rahmat dari-nya. Dimana semua itu bertujuan agar manusia dapat saling berkasih

Lebih terperinci

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS KUISIONER HASIL SURVEI TESIS STUDI DESKRIPTIF TENTANG PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERAGAMA ISLAM PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA PEKALONGAN Oleh : Nama : HENRI RUDIN NIM :

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berpendampingan satu dengan yang lainnya. Manusia juga

Lebih terperinci

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan, Pernikahan PNS Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa. adanya atau dengan membentuk sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa. adanya atau dengan membentuk sebuah keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial.artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA - 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan tugas pokok pegawai Lembaga Sandi Negara dibutuhkan kehidupan keluarga yang harmonis dan serasi agar dapat menciptakan suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

www.pa-wonosari.net admin@pa-wonosari.net UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua orang yang membina rumah tangga. Suami dan isteri berjalan beriringan melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua lapisan dan kelompok masyarakat di dunia. Keluarga adalah miniatur masyarakat, bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan Konsumen merupakan hal yang sangat perlu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan Konsumen merupakan hal yang sangat perlu untuk terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan Konsumen merupakan hal yang sangat perlu untuk terus dilakukan karena berkaitan dengan upaya mensejahterakan masyarakat dalam hal semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta membutuhkan manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian

BAB I PENDAHULUAN. serta membutuhkan manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial.artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. 1 Tujuan Perkawinan menurut UUP No. 1 tahun 1974 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini dijelaskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 1 ayat (3) (amandemen ke-3) yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti melakukan akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

Bab 3 PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SEBELUM PERCERAIAN

Bab 3 PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SEBELUM PERCERAIAN 80 Bab 3 PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SEBELUM PERCERAIAN (Analisa Kasus Terhadap Putusan Nomor 270/Pdt.G/2001/PN.JAK.BAR Tentang Perceraian) 3.1 Perjanjian Pembagian Harta Bersama Yang Telah Diperoleh Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi Persepsi pada dasrnya adalah proses kognitif yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL Tanggal: 6 SEPTEMBER 1990 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK A. Alasan-alasan Pengajuan Izin Perceraian Pegawai Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara.

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. PERKAWINAN 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan Pengertian perkawinan terdapat di dalam UUP No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa : Perkawinan adalah ikatan lahir

Lebih terperinci