BAB II LANDASAN TEORI. bagian yaitu tinjauan teori mengenai kepuasan berwirausaha, Adversity Quotient.
|
|
- Ade Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan sejumlah teori yang menjadi kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian. Penjabaran teori terbagi dalam sejumlah bagian yaitu tinjauan teori mengenai kepuasan berwirausaha, Adversity Quotient. Selain itu terdapat juga aspek-aspek dan faktor-faktor dari kepuasan berwirausaha serta dimensi dari Adversity Quotient dan penjelasan wirausaha pada wanita. Pada akhir bab ini diuraikan mengenai hubungan antara variabel Adversity Quotient kepuasan berwirausaha, sehingga menghasilkan sebuah hipotesis dari penelitian ini. A. Kepuasan Berwirausaha a) Pengertian Kepuasan Berwirausaha Kepuasan didefinisikan sebagai reaksi emosional terhadap suatu produk atau pengalaman sebelumnya (Spreng, MacKenzie, & Olshavsky, 1996; Suyatini, 2004). Sedangkan Kepuasan kerja adalah Sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang mununjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbins, 2003). Definisi lain dikemukakan Luthans (2006) Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan atau pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting, yang meliputi 6 dimensi yang digunakan 10
2 11 untuk mengukur kepuasan kerja, antara lain pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi jabatan, pengawasan, kelompok kerja, dan kondisi kerja. Meskipun kebanyakan penelitian berkonsentrasi pada kepuasan kerja pada karyawan daripada pengusaha (Cooper & Artz 1995 ; Carree & Verheul, 2011). Akan tetapi studi menunjukkan bahwa seorang wirausaha lebih memperlihatkan kepuasan terhadap pekerjaan mereka daripada karyawan (Blanchflower and Oswald, 2007). Oleh karena itu kepuasan kerja pada saat ini tidak hanya berfokus pada karyawan akan tetapi juga berfokus pada wirausaha. Suryana dan Bayu (2010) menjelaskan bahwa wirausaha ialah orang yang mempunyai kemampuan menjalankan usaha secara mandiri dan berwirausaha berati melakukan kegiatan dengan menciptakan dan menjalankan usaha mandiri. Sedangkan kepuasan berwirausaha adalah tingkat dimana wirausaha menyukai kegiatan wirausahanya (Suyatini, 2004). Kepuasan berwirausaha adalah kepuasan yang dibagi menjadi tiga aspek kepuasan, tiga aspek kepuasan itu adalah kepuasan akan income, psychological well being dan leisure time (Carree & Verheul, 2011). Berdasarkan penjelasan di atas, maka kepuasan berwirausaha adalah tingkat dimana wirausaha menyukai kegiatan wirausaha yang ditinjau dari tiga aspek kepuasan, yaitu income yang diterima, psychological well being yang dirasakan,dan leisure time yang dimiliki. b) Aspek- aspek Kepuasan Wirausaha Kepuasan berwirausaha terdiri dari tiga kategori imbalan dalam berwirausaha yang nantinya akan memberikan kepuasan dalam berwirausaha (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Dalam penelitiannya Carree dan Verheul
3 12 (2011), Imbalan tersebut merupakan aspek kepuasan dalam berwirausaha. Aspek kepuasan tersebut yaitu, income, psychological well being dan leisure time. 1. Income Income merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi aktivitas dan kelangsungan dari suatu usaha. Income dapat dijadikan sebagai indikator naik turunnya suatu usaha yang dijalankan. Income yang dihasilkan juga berpengaruh terhadap kepuasan dari seorang pengusaha. Income bagi pengusaha merujuk kepada imbalan berupa laba. Sehingga Kepuasan terhadap income sangat relevan bagi pengusaha yang memulai usaha untuk mendapatkan hidup atau untuk kesuksesan finansial (Andersson 2008; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011; Hasni, 2011). Hasil finansial dari bisnis apapun harus dapat mengganti kerugian waktu (ekuivalen dengan upah) dan dana (ekivalen dengan tingkat bunga atau deviden) sebelum laba yang sebenarnya dapat direalisasikan. Wirausaha mengharap hasil yang tidak hanya mengganti kerugian waktu dan uang yang mereka investasikan, tetapi juga memberikan imbalan yang pantas bagi resiko dan inisiatif yang mereka ambil dalam mengoperasikan bisnis mereka sendiri (Longenecker, Carlos & William, 2001). 2. Psychologial Well Being Psychological Well Being memiliki peranan penting dalam kepuasan berwirausaha khususnya selama fase start-up yang bisa menimbulkan stres (Andersson, 2008 ; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011). Stress yang dialami pada pengusaha tersebut dapat menguatkan/melemahkan para
4 13 pengusaha untuk mendapatkan Psychologial Well Being yang berasal dari dukungan dari dalam dan dari luar. Dukungan dari dalam dapat diperoleh dari kecerdasan emosional pada diri tiap pengusaha, dan dukungan dari luar dapat diperoleh dari dukungan sosial dari orang di sekitar pengusaha. Wirausaha sering kali menyatakan kepuasan yang mereka dapatkan dalam menjalankan bisnisnya sendiri. Beberapa wirausaha menyatakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan merupakan suatu kesenangan tersendiri. Psychological Well Being yang mereka dapatkan mungkin berasal dari kebebasan mereka, dalam Psychologial Well Being tersebut merefleksikan pemenuhan kerja secara pribadi (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). 3. Leisure Time Income dan Leisure Time adalah dua sumber utama tradisional utilitas di bidang ekonomi (Bonke, Deding, & Lausten, 2009; Carree & Verheul, 2011). Beberapa orang memulai usaha dengan memiliki jam kerja yang lebih fleksibel untuk menggabungkan jam kerja dirumah tangga dan tanggung jawab pekerjaan. Seseorang dapat mengatur waktunya sendiri untuk memulai membuka usahanya sendiri, bahkan jika usahnya mengambil tempat di rumah, maka seseorang tidak perlu meninggalkan rumah (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Wirausaha seperti orang bebas tanpa adanya ikatan waktu tertentu yang mempunyai tanggung jawab.wirausaha menggunakan kebebasan untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara flexibel (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001).
5 14 c) Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Wirausaha Cooper dan Artz (1995); Carree & Verheul (2011) menyatakan bahwa faktor yang menjadi Tingkat kepuasan kewirausahaan yaitu adanya pengaruh dari karakteristik usaha, motif untuk start-up dan karakteristik pribadi. 1. Karekteristik usaha Pada beberapa studi Carree dan Verheul, (2011) membedakan antara tiga utama pada usaha yaitu : a. Ukuran Usaha baru yang ukurannya lebih besar biasanya datang dengan tanggung jawab yang lebih tinggi dan harapan dan dapat mengakibatkan lebih banyak stres. Di sisi lain, besar start-up biasanya membutuhkan lebih persiapan dan harus berurusan dengan pengawasan luar, misalnya, oleh pemasok modal, sehingga mengurangi kemungkinan kerugian yang tak terduga. Hal yang mempengaruhi ukuran perusahaan adalah jumlah karyawan, jumlah modal awal, dan apakah bisnis beroperasi dari rumah atau tempat usaha yang terpisah. Memulai dan menjalankan bisnis di luar rumah mungkin menjadi indikator kehati-hatian dari pihak pengusaha, dan dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan Leisure time. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan
6 15 untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria ukuran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah : 1) Usaha Mikro Usaha Mikro adalah Peluang Usaha Produktif milik orang perorangan atau badan Usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dengan asset Maks. 50 Juta /tahun dan omset Maks. 300 Juta. Contoh usaha mikro adalah pedagang kaki lima. 2) Usaha kecil Usaha Kecil adalah Peluang Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan Usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha menengah atau Usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Dengan asset usaha lebih dari 50 Juta 500 Juta/tahun dan omset lebih dari 300 Juta 2,5 Miliar. Contoh usaha kecil adalah pedagang grosiran di pasar. 3) Usaha menengah Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan Usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha besar. Dengan asset usaha lebih dari 500 Juta 10 Miliar/tahun dan omset usaha lebih dari 2,5 Miliar 50 Miliar. Contoh usaha menengah adalah industri makanan dan minuman.
7 16 b. Kompleksitas Kompleksitas lingkungan yang lebih besar dapat menyebabkan ketidakpuasan pada pengusaha, dengan adanya dihadapkan beberapa sumber kemunduran tak terduga. Ukuran yang digunakan dalam kompleksitas yaitu: apakah start-up dalam high- sektor teknologi, dan apakah pengusaha percaya bahwa ia mampu bersaing dengan semua perkembangan yang relevan. c. Keterlibatan Alokasi waktu untuk tugas kewirausahaan berbagai mungkin bervariasi di setiap start-up. Pengusaha yang dihadapkan dengan tekanan waktu yang cukup besar mungkin berasal kurang kepuasan dari perusahaan mereka. Pada penelitian Haile (2009) menjelaskan bahwa jam kerja yang panjang (lebih 48 jam setiap minggunya) di temukan adanya efek positif dan berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pencapaian akan prestasi. 2. Motif untuk start-up Pada motif start-up ini seseorang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala seuatu yang diperlukan,di awali dengan melihat peluang usaha baru yang mungkin,apakah membuka usaha baru atau melakukan franchising. Juga memilih usaha yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian,industri atau manufaktur, maupun produksi atau jasa. Motif Start-up pengusaha memiliki konsekuensi penting pada tingkat kepuasan sebagai yang harapkan pengusaha untuk mengevaluasi kinerja dengan menghubungkan hasil
8 17 perusahaan sebagai tujuan awal mereka dan yang diharapkan (Carree & Verheul, 2011). 3. Karakteristik pribadi Karakteristik merupakan ciri atau sifat yang berkemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup, sedangkan karakteristik pribadi adalah ciri khas yang menunjukkan perbedaan seseorang tentang motivasi, inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar menghadapi tugas sampai tuntas atau memecahkan masalah atau bagaimana menyesuaikan perubahan yang terkait erat dengan lingkungan yang mempengaruhi kinerja individu. Karakteristik pribadi dapat dipengaruhi oleh faktor sosial-demografi seperti : a. Latar Belakang Budaya Manusia tidak akan lepas dari lingkungan sekitarnya, sehingga secara tidak langsung tingkah laku mereka dibatasi oleh norma atau nilai budaya setempat. Oleh karena itu kewirausahaan bearsal dari berbagai jenis kebudayaan. Perbedaan budaya menimbulkan perbedaan nilai dan kepercayaan. Ada kebudayaan yang dikenal memiliki orientasi prestasi tinggi dan dapat memunculkan wirausaha yang berhasil. Ada budaya yang menganggap kewirausahaan sebagai suatu pekerjan yang positif, namun ada kebudayaan yang menganggapnya sebagai suatu pekerjaan yang merendahkan harga diri. ( Lambing & Kuehl, 2000 ; Nasution, Noer & Suef, 2001) Beberapa budaya di Indonesia memang mengagungkan profesi wirausaha sehingga banyak wirausaha tangguh yang berasal dari suku tersebut. Namun
9 18 secara umum budaya masyarakat Indonesia masih mengagungkan profesi yang relatif tanpa risiko seperti menjadi pegawai negeri, ABRI atau bekerja di perusahaan besar (Sunarso, 2010). b. Usia Kepribadian manusia bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. makin berumur seseorang diharapkan makin mampu bersifat toleran, mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lain yang menunjukkan intelektual dan psikologis (Carree & Verheul, 2011). c. Pasangan hidup Pasangan hidup berguna untuk mengurangi stres yang didapat dari pekerjaan dengan berbagi masalah dan juga dapat membantu keuangan dari wirausaha itu sendiri. Clark, Oswald, dan Warr, (1996); Carree dan Verheul, (2011) menemukan bahwa pekerja yang menikah memiliki kepuasan kerja yang tinggi, terutama kepuasan pada pendapatan. Penelitian dari Blanchflower dan Oswald, (2007) menunjukkan bahwa adanya efek positif antara pernikahan dengan kebahagiaan pekerja, baik itu pekerja yang digaji maupun wirausaha. Selain itu, mereka juga mendapatkan efek negatif terdapat pada pekerja tanpa pasangan hidup seperti pada janda, orang yang bercerai, dan individu yang telah berpisah. d. Gender Beberapa peneltian menemukan bahwa perempuan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada yang dimiliki pria (Carree & Verheul, 2011). Didukung oleh penelitian dari Cooper dan Artz, (1995); Carree & Verheul (2011)
10 19 yang menyatakan bahwa wirausaha wanita lebih puas dalam menjalankan bisnisnya daripada wirausaha pria. Seorang pria memiliki kepercayaan diri berlebih dalam menjalankan bisnisnya yang membuat dirinya memiliki ketergantungan kerja yang tinggi pada usahanya (Lundeberg, Fox & Punchocar, (1994); Carree & Verheul, 2011) dan biasanya tugas yang berat itu lebih ditujukan pada karakter maskulin yang memiliki jiwa kewirausahaan (Beyer & Bowden, 1997; Carree & Verheul, 2011). Selain itu, penelitian dari Gazioglu dan Tansel, (2006) menyatakan tentang efek partisipasi dimana wanita biasanya dianggap sebagai pendukung pencari nafkah dan mereka dapat membuat keputusan cepat untuk berhenti dari pekerjaan ketika mereka tidak puas akan pekerjaan itu. e. Risk tolerance Wirausaha biasanya memiliki toleransi resiko yang tinggi daripada karyawan yang bekerja (Kihlstrom & Laffont, 1979 Carree & Verheul, 2011). Risk tolerance dimana ketika ada masalah wirausaha lebih suka menganggapnya sebagai sebuah hal yang positif atau sebagai tantangan bagi dirinya. Wirausaha harus menghadapi secara sadar segala bentuk resiko. Riyanti (2007) perilaku mengambil resiko merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha. Jika seorang wirausaha tidak berani mengambil resiko maka hal tersebut akan menjadi penyebab internal kegagalan dalam usahanya (Ryanti, 2007). Penelitian dari Carree dan Verheul, 2011 menyatakan bahwa wirausaha yang memiliki risk tolerance yang tinggi lebih mendapatkan kepuasan terhadap income yang didapatkan dan lebih sedikit mengalami stress.
11 20 Seorang wirausaha yang berani mengambil resiko merupakan seorang wirausaha yang berani mengubah kegagalan menjadi suatu peluang (Stoltz, 2000). Peluang yang dimiliki seorang wirausaha diharapkan mampu menghadapi tantangan dan menyelesaikan hambatan-hambatan yang ditemui seorang wirausaha dalam mencapai kepuasan berwirausaha. Oleh karena itu, menurut Stoltz (2003) sangat diperlukan Adversity Quotient. B. Adversity Quotient (AQ) Adversity Quotient(AQ) merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh Paul G.Stoltz (2000) mengenai kualitas pribadi yang dimiliki oleh seseorang untuk menghadapi berbagai kesulitan dan dalam usaha mencapai kesuksesan di berbagai bidang hidupnya. Stoltz (2003) menekankan pada unsur kesulitan (adversity) sebagai faktor penentu terhadap kesuksesan seseorang. Dalam hal ini, kesuksesan seseorang dalam pekerjaan dan sebagian besar kehidupan ditentukan oleh Adversity Quotient. Sebagai sebuah teori ilmiah, Adversity Quotient memiliki pengertian dan dimensi-dimensi yang menyusunnya. 1. Pengertian Adversity Quotient Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respons terhadap kesulitan, dan yang ketiga, AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons terhadap kesulitan (Stoltz, 2000).
12 21 Stoltz (2000) mengajukan beberapa faktor yang diperlukan untuk mengubah kegagalan menjadi suatu peluang yaitu daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, mengambil risiko, ketekunan, belajar, merangkul perubahan, dan keuletan. Ditambahkan juga bahwa dalam menghadapi setiap kesulitan, kesedihan serta kegagalan hidup maka yang diperlukan adalah sikap tahan banting dan keuletan. Adversity quotient (AQ) juga menginformasikan pada individu mengenai kemampuannya dalam menghadapi keadaan sulit (adversity) dan kemampuan untuk mengatasinya, meramalkan individu yang mampu dan yang tidak mampu menghadapi kesulitan, meramalkan mereka yang akan melampaui dan mereka yang akan gagal melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi yang dimiliki, dan meramalkan individu yang akan menyerah dan yang akan bertahan dalam menghadapi kesulitan (Stoltz, 2003). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan dalam menghadapi rintangan (Adversity Quotient) adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan. melalui kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola pola tanggapan kognitif dan prilaku atas stimulus peristiwa peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau kesulitan. 2. Dimensi- dimensi Adversity Quotient Adversity quotient terdiri atas empat dimensi yang tercakup dalam akronim CORE ( Control, Owenership, Reach, & Endurance). Dimensi - dimensi
13 22 CORE ini akan menentukan adversity quotient individu secara menyeluruh (Stoltz, 2003). Adapun penjelasan dimensi- dimensi adversity quotient menurut Stolz, (2003) yaitu: a. Control (C) Control yang disingkat dengan C berarti kendali, atau berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menghadirkan kesulitan. Stolz, ( 2003) menjelaskan bahwa dimensi Control terdapat dua pengertian yaitu : - Sejauh mana seseorang mampu secara positf memepengaruhi situasi? - Sejauh mana seseorang dapat mengendalikan tanggapan diri sendiri terhadap suatu situasi Kontrol atau kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan. Individu dengan skor control yang tinggi mampu mengubah situasisecara positif dan mempunyai kendali yang lebih besar atas kesulitan yang dihadapi. Dalam hal ini, keuletan dan tidak kenal menyerah muncul dari orang dengan skor control yang tinggi. Tidak hanya itu, individu dengan skor control yang tinggi mempunyai tingkat kendali yang kuat untuk bertahan terhadap peristiwa buruk dan dapat menyelesaikannya dengan pendekatan yang lebih efektif. Di sisi lain, individu dengan skor control yang sedang merespon peristiwa buruk sebagai sesuatu yang sekurang-kurangnya berada dalam kendali dirinya, tergantung dari seberapa sulit masalah yang dihadapi. Individu mungkin tidak mudah menyerah, namun sulit mempertahankan kendali bila dihadapkan pada tantangan yang lebih berat lagi. Sedangkan individu yang memiliki tingkat control
14 23 yang rendah merasakan ketidakmampuan mengubah situasi, karena merasa peristiwa buruk atau kesulitan yang dialami berada di luar kendalinya. Dalam hal ini, hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mencegah atau membatasi akibat dari kesulitan tersebut. Individu menjadi tidak berdaya saat menghadapi kesulitan dan akan menimbulkan pandangan hidup menyerah kepada nasib. Dalam hal ini Mereka yang memiliki skor rendah dalam dimensi ini cenderung berpikir: Ini di luar jangkauan saya! ; Tidak ada yang bisa saya lakukan sama sekali ; Yah, tidak ada gunanya membenturkan kepala ke dinding ; Anda tidak mungkin melawan mereka. Sedangkan Mereka yang memiliki skor lebih tinggi, bila berada dalam situasi yang sama cendrung berpikir : Wow, ini sulit! Tapi, saya pernah menghadapi yang lebih sulit lagi ; Pasti ada yang bisa saya lakukan, Saya tidak percaya saya tidak berdaya dalam situasi seperti ini, Selalu ada jalan ; Siapa berani, akan menang; Saya harus mencari cara lain. Sehingga Orang-orang yang beraq tinggi relatif tahan terhadap ketidakberdayaan. b. Ownership Ownership yaitu sejauh mana seseorang mau mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi yang dihadapi, tanpa memperdulikan penyebabnya (Stolz, 2003). Dimensi ini berkaitan erat dengan dimensi origin, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ownership seseorang, maka semakin besar derajat pengakuannya terhadap akibat-akibat dari suatu kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya. Sebaliknya, orang yang memiliki tingkat ownership yang rendah cenderung akan melemparkan kesalahan pada orang lain
15 24 yang ada di sekitarnya, dan merasa enggan untuk bertanggung jawab mengakui akibat-akibat yang timbul dari kesulitan dan kegagalannya sendiri ( Stolz, 2000), akan tetapi dalam buku Stolz tahun 2003 menyatakan bahwa yang penting adalah bukan siapa atau apa yang harus disalahkan (origin) tapi sejauh apa orang-orang mengambil tanggung jawab terhadap situasi yang sulit (ownership) untuk mengarahkan situasi tersebut menjadi lebih baik ( Stolz, 2003). Individu dengan tingkat ownership yang tinggi akan mengakui akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya dan bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Individu dengan tingkat ownership yang rendah tidak mengakui akibat - akibat dari perbuatan, apapun penyebabnya. Dalam hal ini, individu akan menolak mengakui dengan menghidar diri dari tanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut. Mereka yang memiliki skor rendah dalam dimensi owenership ini cenderung berpikir: Ini semua kesalahan saya ; Saya memang bodoh sekali ; Seharusnya saya lebih tahu ; Apa yang tadi saya pikirkan, ya? ; Saya malah jadi tidak mengerti ; Saya sudah mengacaukan semuanya ; Saya memang orang yang gagal. Sedangkan Mereka yang skornya lebih tinggi, bila berada dalam situasi yang sama, cendrung akan berpikir: Waktunya tidak tepat ; Seluruh industri sedang menderita ; Kini, setiap orang mengalami masa-masa yang sulit, Ia hanya sedang tidak gembira hatinya ; Beberapa anggota tim tidak memberikan kontribusi ; Tak seorang pun bisa meramalkan datanya yang satu ini ; Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, saya tahu ada cara
16 25 untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik dan saya aka menerapkannya bila lain waktu saya berada dalam situasi seperti itu lagi. c. Reach (R) Reach atau jangkauan merupakan dimensi untuk mengetahui sejauh mana orang membiarkan suatu kesulitan menjalar/masuk ke dalam sisi-sisi kehidupan yang lain (Stolz, 2003). Reach menetapkan seberapa luas seseorang menganggap suatu masalah. Semakin luas masalah yang muncul, Semakin rendah skor R, semakin besar kemungkinan seseorang menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana, dengan membiarkannya meluas, menyerap kebahagiaan seseorang. Sementara itu, semakin tinggi skor R, semakin besar pula kemungkinan seseorang untuk membatasi jangauan masalah pada peristiwa yang sedang dihadapi (Stolz, 2003). Individu dengan reach yang rendah pada umumnya akan merespon kesulitan sebagai sesuatu yang memasuki wilayah lain kehidupannya dan menganggap peristiwa yang baik sebagai sesuatu yang kebetulan dan terbatas jangkauannya. Akibat yang lainnya akan merusak kebahagiaan dan ketenangan pikiran ketika berhadapan dengan peristiwa sulit. Sebaliknya semakin besar reach seseorang, semakin besar kemungkinan individu membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi. Individu dengan skor reach yang sedang merespon peristiwa yang mengandung kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik, namun kadang membiarkan peristiwa itu memasuki wilayah lain dalam kehidupannya. Ketika individu merasa kecewa, mungkin dia akan menganggap kesulitan sebagai bencana, dan
17 26 menjadikan kesulitan itu lebih meluas dan hebat daripada semestinya. Individu dengan reach tinggi akan merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif individu menahan atau membatasi jangkauan kesulitan, dia akan merasa dapat berpikir jernih dan semakin berdaya untuk mengambil tindakan. d. Endurance (E) Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan, yakni berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan akan berlangsung. Individu dengan skor endurance yang tinggi akan merespon kesulitan dan penyebabnya sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, cepat berlalu, dan kecil kemungkinannya terjadi lagi. Hal ini akan meningkatkan energi, optimisme, dan kemungkinan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi kesulitan serta tantangan yang lebih besar. Individu dengan skor endurance yang sedang akan merespon peristiwa buruk dan penyebabnya sebagai sesuatu yang berlangsung lama. Terkadang membuat individu menunda mengambil tindakan yang konstruktif ( Stolz, 2003). Individu dengan skor endurance yang rendah pada umumnya menganggap kesulitan atau penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama atau bahkan selamanya. Hal ini akan memunculkan respon perasaan tidak berdaya atau hilang harapan. Individu yang melihat kemampuan diri mereka sebagai penyebab kegagalan (penyebab yang stabil) cenderung kurang bertahan dibandingkan dengan orang yang mengaitkan kegagalan sebagai usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan (Stolz, 2003).
18 27 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kecerdasan dalam menghadapi rintangan tidak cukup hanya mengetahui apa yang diperlukan untuk meningkatkannya, tetapi yang perlu diperhatikan adalah dimensi-dimensinya agar dapat memahami kecerdasan dalam menghadapi rintangan sepenuhnya. 3. Tipe Adversity Quotient Individu dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam diri mereka didorong oleh beberapa respon yang mengarahkan individu tersebut dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa respon yang mendorong individu dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam diri mereka. Menurut Stolz (2003) ada tiga respon terhadap kesulitan yaitu dengan menganalogikan pada pendakian gunung, Stolz (2003) membagi orang-orang itu dalam pendakian itu dalam tiga golongan, yaitu: quitter, camper, dan climber. 1. Quitters Quitters merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya, karena peluang dan kesempatan tersebut banyak yang dibungkus dengan masalah dan tantangan. Tipe quitter cenderung untuk menolak adanya tantangan serta masalah yang membungkus peluang tersebut.
19 28 2. Campers Campers merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapai masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai disini. Berbeda dengan kelompok sebelumnya (quitter), kelompok ini sudah pernah menerima, berjuang menghadapi berbagai masalah yang ada dalam suatu bidang tertentu, namun karena adanya tantangan dan masalah yang terus menerjang, mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan dan berkemah. 3. Climbers Climbers merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal-hal lain yang terus dapat setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang mereka miliki, mereka terus mendaki dan mendaki. C. Wirausaha Pada wanita Wirausaha wanita adalah wanita yang memiliki bisnis, memiliki inisiatif, menerima segala resiko dan keuangan serta bertanggung jawab secara administrasi dan sosial yang secara efektif memimpin dalam manajemennya (Meng & Liang, 1996; Ryanti, 2007). Defenisi lain yang lebih umum dari wirausaha wanita sebagai pemilik dan manager dari bisnis. Dengan kata lain, wirausaha wanita adalah pemilik bisnis
20 29 yang menjalankan bisnisnya sendiri atau bersama rekan bisnisnya, yang membayar pegawai ataupun yang tidak membayar pegawai ( Ryanti, 2007). I. Karakteristik Wirausaha Wanita Dari kacamata peran gender tradisional wanita bukan sebagai pencari nafkah, melainkan peran domestik seperti mengurus suami, anak dan rumah tangga. ( Hurlock, 2004). Wanita tidak diharapkan bekerja di luar rumah kecuali kondisi ekonomi memaksa, dan apabila hal ini terjadi, wanita diharapkan bekerja dibidang pelayanan seperti perawat, guru dan sekretaris. Tapi ada sejumlah wanita yang berinvestasi dan membangun usaha sendiri. Bukan hanya itu saja, banyak wanita yang menjalankan peran ganda, mengelolah bisnis sekaligus juga mengerjakan berbagai tanggung jawab dalam rumah tangga seperti mengasuh anak ( Ryanti, 2007). Menurut Nasution Noer dan Suef (2001) menjelaskan bahwa karekteristik wanita memiliki feminitas antara lain: emosional, sensitif, peka, kooperatif, penuh kasih, cermat, hangat, simpati dan intuitif. Pada wanita yang makin tinggi pendiidkannya maka makin luas pula wawasan mereka dan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa wirausahanya. Dari segi usianya makin berumur maka para wirausaha wanita ini makin toleran dan semakin matang sifat-sifat wirausahanya. Dengan adanya kemampuan yang wanita miliki, wanita terus berjuang untuk melawan arus perbedaan gender. Wirausaha wanita ini berusaha untuk
21 30 menjadi wirausaha yang baik, yang tidak kalah dengan wirausaha pria, baik dalam keputusan yang mereka buat serta dalam perilaku mengambil resiko. D. Hubungan Adversity Quotient terhadap Kepuasan Berwirausaha Seorang wirausaha sering kali di hadapkan pada kondisi ekonomi yang belum bisa diprediksikan. Oleh karena itu, seorang wirausaha harus berusaha untuk membuat perhitungan yang matang, artinya bahwa dalam kondisi yang cepat berubah, mereka harus mampu mengambil tindakan secara bijaksana dan mampu mengubah hambatan menjadi suatu peluang bisnis (Sunarso, 2010). Menurut Stolz (2000) konsep mengubah tantangan dan hambatan menjadi suatu peluang adalah adversity quotient. Adversity quotient pada wirausaha merupakan gambaran sejauh mana kinerja seorang wirausaha dalam menghadapi tantangan dan menyelesaikan permasalahan dalam mengembangkan usaha. Tantangan tersebut dapat berupa finansial, emosional, fisik, pergaulan dan yang berkaitan dengan pengembangan karier dari wirausaha (Stolz, 2003). Tanpa adanya adversity quotient yang tinggi maka dikhawatirkan seseorang akan mengalami frustasi dan kegamangan dalam menjalani proses menjadi seorang wirausaha nantinya (Stoltz, 2000). Sedangkan wirausaha yang memiliki adversity quotient yang tinggi tidak akan menyerah, dan tetap bertahan dimasa sulit dan menjadikan kesulitan sebagai penguat untuk menghadapi tantangan selanjutnya (Stolz, 2003) dan dapat menjadikan sebuah hambatan menjadi peluang bisnis (Stolz, 2000). Seorang wirausaha yang mampu mengubah hambatan menjadi peluang bisnis tentunya akan memberikan tingkat imbalan yang potensial. Setiap imbalan
22 31 inilah yang nantinya menghasilkan kepuasan bagi wirausaha tersebut. Imbalan ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori dasar yaitu income, leisure time dan psychological well being (Longenecker, Carlos, & William, 2001). Carree dan Verheul (2011) menyatakan bahwa tiga kategori dasar inilah yang menentukan kepuasan dalam berwirausaha. Wirausaha sering kali menyatakan kepuasan yang mereka dapatkan dalam menjalankan bisnisnya sendiri (Carree & Verheul, 2011). Kepuasan yang di rasakan tentu saja di dapatkan dari perjuangan dalam menghadapi tantangan selama berwirausaha seperti permasalahan bisnis, kerja keras, waktu yang panjang, dan pendapatan yang tidak pasti dan resiko yang sangat besar. Sehingga di butuhkan pengorbanan untuk dapat memperoleh imbalan tersebut (Longenecker, Carlos, & William, 2001) dan dibutuhkan adanya adversity quotient untuk menghadapi tantangan tersebut (Stolz, 2003). Seorang wirausaha yang menyukai tantangan dan menjadikannya sebuah peluang bisnis akan menimbulkan kesenangan tersendiri bagi wirausaha tersebut, sehingga dapat meningkatkan adversity quotient (Stolz, 2000). Beberapa wirausaha menyatakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan merupakan suatu kesenangan tersendiri (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Sehingga berpengaruh kepada kepuasan yang mereka dapatkan. Kepuasan tersebut dapat merefleksikan pemenuhan kerja secara pribadi (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Kepuasan ini secara tidak langsung akan memotivasi dirinya untuk lebih giat bekerja agar perkembangan usaha semakin lama semakin baik dan kuat dalam menghadapi persaingan (Suryana, 2006).
23 32 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoritis, maka hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Semakin tinggi tingkat adversity quotient wirausaha wanita maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan dalam berwirausaha dan semakin rendah tingkat adversity quotient wirausaha wanita maka semakin rendah juga kepuasan dalam berwirausaha.
BAB II LANDASAN TEORI
12 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam meneliti kepuasan berwirausaha single mother, teori ini juga yang akan membantu peneliti dalam meriset fenomena
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir
9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian ini. Sejumlah teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan kepuasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Analogi Matematis Menurut Gilmer (Kuswana, 2011), berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan
BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi perilaku dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Berpikir selalu dihubungkan dengan permasalahan, baik masalah yang timbul saat ini, masa lampau dan mungkin masalah yang belum terjadi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan manusia adalah menyangkut kebutuhan ekonomi. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia karena sangat berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami banyak perubahan. Salah satu penyebab dari perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya
Lebih terperinciPERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI
PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI Arti dan Tujuan Mengembangkan Diri Arti mengembangkan diri adalah: Suatu usaha sengaja dan terus menerus, tanpa henti, yang dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung 1 Rery Adjeng Putri, 2 Milda Yanuvianti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, menantang bangsa ini untuk mengatasi krisis yang dialami agar tidak tertinggal kemajuan
Lebih terperinciPertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI
Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI Arti dan Tujuan Mengembangkan Diri Arti mengembangkan diri adalah: Suatu usaha sengaja dan terus menerus, tanpa henti, yang dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk, untuk
Lebih terperinciPETERPAN AND CINDERELLA SYNDROME
PETERPAN AND CINDERELLA SYNDROME by superadmin - Thursday, November 26, 2015 http://rahmadi.dosen.akademitelkom.ac.id/index.php/2015/11/26/peterpan-2/ PETER PAN AND CINDERELLA SYNDROME Menghindari perceraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan yang berbeda-beda. Kesulitan itu sudah menjadi bagian dari diri individu dan tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi internet semakin banyak dimanfaatkan oleh berbagai organisasi terutama organisasi bisnis, kegiatan dunia usaha yang menggunakan teknologi internet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik 1. Pengertian prestasi akademik Menurut pendapat Djamarah (2002) tentang pengertian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan dengan hakikat manusia, yaitu sebagai makhluk berketuhanan, makhluk individual,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelompok Pencinta Alam X (KPA X ) merupakan salah satu unit kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di Bandung. KPA X didirikan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Definisi Kinerja Guru Menurut kamus besar bahsasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Karyawan didalam suatu perusahaan merupakan asset perusahaan karena dianggap sebagai salah satu faktor penggerak bagi setiap kegiatan didalam perusahaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas, menjadikan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Baik perusahaan yang begerak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup pasti pernah menemui permasalahan. Kemampuan yang harus dimiliki agar setiap individu dapat bertahan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai Adversity Quotient pada siswa/i SMP X kelas I di Bandung (Suatu Penelitian Survei yang dilakukan pada Siswa/i SMP Yayasan Badan Pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. A. Kinerja Guru. performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, unjuk kerja atau kemampuan kerja.
Lebih terperinciADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI
ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sehingga persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Laksmi Fivyan Warapsari F100110088 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan
Lebih terperinciAAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR
Oleh AAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR 2008 JUDUL : ADVERSITY QUESTION (AQ) PENYUSUN : AAT SRIATI NIP : 132 148 075 Jatinagor, Desember 2007 Menyetujui : Kepala Bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient menurut Paul G. Stoltz (2004). Teori ini digunakan karena adanya kesesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Risky Melinda, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kontribusi ini dilihat dari segi laba maupun kemampuannya menyerap sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan pendidikan sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini
BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Adversitas 1. Pengertian Kecerdasan Adversitas Kecerdasan adversitas pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz yang disusun berdasarkan hasil riset lebih dari 500
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang dinamakan keija (As'ad, 1991:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka
Lebih terperinci5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)
Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung 1 Olla Tiyana, 2 Eni Nuraeni Nugrahawati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat ini tidak
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DIANITA WAHYU S. F100 040 259 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversitas 1. Definisi Kecerdasan Adversitas Kecerdasan Adversitas (Adversity Intelligence) adalah suatu konsep mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan farmasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan, produksi dan pemasaran obat yang memiliki surat izin untuk penggunaan medis (McGuire, Hasskarl,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
58 BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bagian ini peneliti memaparkan mengenai kesimpulan yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian berdasarkan analisis data yang telah dilakukan; diskusi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tetapi banyak istri yang bekerja juga. Wanita yang pada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir 1. Definisi Persepsi Pengembangan Karir Sunarto (2003) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai
Lebih terperinciStudi Deskriptif Adversity Quotient Mahasiswa Berprestasi Rendah Fakultas Psikologi Unisba Angkatan 2012
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Adversity Quotient Mahasiswa Berprestasi Rendah Fakultas Psikologi Unisba Angkatan 2012 1 Diany Devyani Syafitri, 2 Hedi Wahyudi 1,2 Fakultas Psikologi
Lebih terperinciKETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN
KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone
BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai
Lebih terperinciKECERDASAN ADVERSITAS
KECERDASAN ADVERSITAS (Adversity Quotient) M A K A L A H Disusun dan Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan dan Pembelajaran Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nurlaila N.Q.M Tientje,
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang ditinjau secara
58 BAB 6 PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang ditinjau secara teoritis dan ilmiah. 6.1. Konsep Diri Dari hasil penelitian didapatkan mayoritas responden ( 97,06 % ) mempunyai
Lebih terperinciTINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI
TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh individu, sehingga dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas
BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.
Lebih terperinciMOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK
MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK Materi pembelajaran 'Motivasi Berprestasi' bertujuan untuk membekali mahasiswa/i akan pengertian, pemahaman terhadap motivasi berprestasi sebagai aspek pendorong untuk mencapai
Lebih terperinci15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional
15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan
`BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan membutuhkan karyawan sebagai tenaga yang menjalankan setiap aktivitas yang ada dalam organisasi perusahaan. Karyawan merupakan aset terpenting
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Penyesuaian Diri. Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah adjusment
BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah adjusment yang berarti suatu proses untuk mencari titik temu antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery Yogyakarta. UD Anugerah Sejati Embroidery Yogyakarta adalah perusahan yang bergerak dalam
Lebih terperinciTINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk
TINGKAT ADVERSITY QUOTIENT ATLET DIY ----------------------------------------------------------------- M. Yunus Sb, BM Wara K. dkk 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Di lapangan sering kita lihat, seorang
Lebih terperinciSkripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1
PERBEDAAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA DITINJAU DARI KARAKTER KECERDASAN ADVERSITY Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DHIMAS ADHITYA F 100 040
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling berprestasi dan patut di pertahankan oleh diperusahaan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang harus diperhatikan dalam suatu perusahaan karena mereka adalah kunci kesuksesan perusahaan pada masa sekarang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemandirian menurut Vamer dan Beamer (Ranto,2007:22) adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Pribadi Kemandirian menurut Vamer dan Beamer (Ranto,2007:22) adalah kepemilikan sebuah nilai dalam diri seseorang yang mengarah kepada kedewasaan, sehingga dia mampu
Lebih terperinciKewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan.
EKO HANDOYO MEMBANGUN KADER PEMIMPIN BERJIWA ENTREPRENEURSHIP DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN 12-12 2012 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan,
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN SIKAP PANTANG MENYERAH
MENGEMBANGKAN SIKAP PANTANG MENYERAH 1. MENGENAL RADIASI DIRI Kenalilah bahwa Anda memiliki sejumlah potensi dan kekuatan diri. Pisahkan masalah-masalah Anda yang merupakan hal-hal yang bisa Anda tangani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciBuat Lima Prosedur Ini Bekerja bagi Anda
2 Buat Lima Prosedur Ini Bekerja bagi Anda 1. Tindakan menyembuhkan ketakutan. Kurung ketakutan Anda da kemudian ambil tindakan konstruktif. Tidak adanya tindakan tidak melakukan apapun terhadap situasi
Lebih terperincirepository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan manusia dan menjadi kebutuhan bagi semua manusia. Pemerintah juga memberikan kewajiban setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar
Lebih terperinciA. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA
A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA B. ANALISIS SITUASI Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah. Tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur dan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas mengenai metode penelitian, dan dalam hal ini dibatasi secara sistematis sebagai berikut: Variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan instrumen
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2009), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan Kemandirian Pribadi Terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi sumber daya wanita untuk berkarya. Khususnya di kota-kota besar dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang serba kompetitif menuntut dunia usaha memberi lebih banyak ruang bagi sumber daya manusia untuk berkarya. Situasi dan kondisi demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan di era globalisasi, keberadaan anak berbakat menjadi penting dan bernilai. Kecerdasan yang dimiliki anak, memudahkan anak memahami sebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat
Lebih terperinci