BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Guru Definisi Kinerja Guru Menurut kamus besar bahsasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektualitas saja melainkan juga dari tata cara berprilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, tugas yang diemban guru tidaklah mudah. Guru yang baik harus mengerti dan paham tentang hakekat sejati seorang guru. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan menengah. Menurut Barnawi dan Arifin (2012), guru merupakan pendidik dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pembelajaran siswa. Menurut Djamarah dan Zain (2006) guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah sebagai pengelola kegiatan proses belajar mengajar dimana dalam hal ini guru bertugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa agar bisa mencapai tujuan pembelajaran. 12

2 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002), kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, unjuk kerja atau kemampuan kerja. Menurut Mangkunegara (2009) istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (pretasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh sesorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Senada dengan pendapat diatas, Rusman (2012) menyatakan bahwa kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja juga dapat diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Rivai (2008) menyatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kemudian senada dengan pendapat di atas, Suwatno (dalam Barnawi & Arifin, 2012) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja nyata yang ditampilkan seseorang setelah menjalankan tugas dan perannya dalam organisasi. Selanjutnya, menurut Suntoro (dalam Pabundu Tika, 2010) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Menurut Byars dan Rue (dalam Djama an Satori, 2012) Performance refers to degree of accomplishment of the tasks that make up an individual s job. It reflects how well an invidual is fulfilling the requiements of a job. Pendapat tersebut diartikan bahwa kinerja atau performance mengacu pada derajat tingkat penyelesaian tugas yang melengkapi pekerjaan seseorang. Hal ini 13

3 mencerminkan seberapa baik seseorang dalam melaksanakan tuntutan suatu pekerjaan. Menurut Arifin (2004), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keinginan individu untuk menunjukkan perilaku dan kesediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik. Menurut Tabrani (2000) Kinerja guru adalah melaksanakan proses pembelajaran baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas di samping mengerjakan kegiatan kegiatan lainnya, seperti mengerjakan administrasi pembelajaran, melaksanakan bimbingan dan layanan pada para siswa, serta melaksanakan penilaian. Rusman (2012) menambahkan bahwa wujud perilaku guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Dari ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacher performance) berkaitan dengan kompetensi guru. Artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung dengan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motivasi untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan 14

4 motivasi untuk menyelesaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru merupakan prestasi kerja atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seorang guru atau sekelompok guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya berdasarkan standar kinerja yang telah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan dan cita cita pendidikan, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan menilai hasil belajar Karakteristik Kinerja Guru Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut (Mangkunegara, 2002): 1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi 2. Berani mengambil dan menanggung jawab resiko yang dihadapi. 3. Memiliki tujuan yang realistis 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya 5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. 15

5 Sebagai profesi guru, ada karakteristik yang melekat pada guru, diantaranya : 1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. 2. Menurut ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu. 4. Memiliki kode etik yang dijadikan sebagai suatu pedoman perilaku anggota. 5. Sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau material Standar Kinerja Guru Standar kinerja merupakan patokan dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap segala hal yang telah dikerjakan. Menurut Ivancevich dalam Rusman (2012) patokan tersebut meliputi: (a) Hasil, mengacu pada ukuran output utama organisasi; (b) Efisiensi, mengacu pada penggunaan sumber daya langka oleh organisasi; (c) kepuasan, mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan atau anggotanya; (d) Keadaptasian, mengacu pada ukuran tanggapan organisasi terhadap perubahan. Selanjutnya, piet A. Sahertian dalam Rusman (2012) menjelaskan bahwa standar kinerja guru berhubungan dengan kualitas kinerja guru dalam menjalankan tugasnya seperti: (a) Bekerja dengan siswa secara individu; (b) 16

6 Persiapan dan perencanaan pembelajaran; (c) Pendayagunaan media pembelajaran; (d) Melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar; dan (e) kepemimpinan yang aktif dari guru. Selanjutnya Rusman (2012) mengatakan ada sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (a) Menguasai bahan/materi pelajaran; (b) Mengelola program pembelajaran; (c) Mengelola kelas; (d) Menggunakan media dan sumber; (e) Menguasai landasan pendidikan; (f) Mengelola interaksi pembelajaran; (g) Menilai prestasi belajar siswa; (h) Mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan; (i) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (j) Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pembelajaran. Dari sepuluh kompetensi dasar itu, maka diguguskan menjadi tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, diantaranya: (1) Merencanakan pembelajaran; (2) Melaksanakan pembelajaran; (3) Evaluasi/ menilai pembelajaran Penilaian Kinerja Dalam upaya mewujudkan kinerja yang baik diperlukan proses penilaian kinerja. Menurut Rivai (2008) penilaian kinerja merupakan sistem formal yang terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan memengaruhi sifat sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan 17

7 itu sudah sesuai atau belum dengan standar kinerja yang telah disusun sebelumnya. Menurut Hasibuan (dalam Barnawi &Arifin, 2012) penilaian kinerja adalah evaluasi terhadap perilkau, prestasi kerja dan potensi pengembangan yang telah dilakukan. Menurut Uhar (2012) penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan guna menilai perilaku karyawan dalam pekerjaannya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian kinerja guru pada dasarnya merupakan proses menilai hasil kerja guru untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas tugas keguruannya dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Rivai (2008) tujuan penilaian kinerja yaitu: a. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini. b. Menolong pertanggungjawaban dari karyawan c. Pemberian imbalan, berupa kenaikan gaji berkala d. Untuk pembeda antara karyawan satu dengan yang lain e. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan kedalam: 1) Penguasaan kembali, seperti mutasi atau rotasi pekerjaan 2) Promosi kenaikan jabatan 3) Training atau latihan f. Meningkatkan motivasi kerja dan etos kerja Menurut Ditjen PMPTK (peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan) dalam bukunya Barnawi dan Arifin yang berjudul Kinerja Guru Profesional (2012) secara umum penilaian kinerja guru memiliki dua fungsi utama yaitu: 18

8 1. Untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam proses pembelaajran, pembimbingan atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah. Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan penilaian kinerja guru. 2. Untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas kinerja pembelajaran, pembimbingan atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah yang dilakukan pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebgai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya Indikator Kinerja Guru Georgia Department of education telah mengembangkan teacher performance assesment yang kemudian dimodifikasi oleh depdiknas menjadi alat penilaian kemampuan guru (APKG) (dalam Rusman, 2012). APKG menyoroti tiga aspek utama kemampuan guru yaitu: (1) Rencana pembelajaran, (2 ) prosedur pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran. Secara rinci indikator kinerja guru dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perencanaan guru dalam program kegiatan pembelajaran. Tahap perencanaan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan 19

9 guru dalam hal ini dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. 2. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar dan penggunaan metode serta strategi pembelajaran. Semua hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanannya menuntut kemampuan guru dalam : a. Pengelolaan kelas. Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru dalam pengelolaan kelas. b. Penggunaan media dan sumber belajar. Kemampuan kedua dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasai guru adalah menggunakan media dan sumber belajar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan materi pembelajaran. c. Penggunaan metode pembelajaran. Diharapkan seorang guru mampu menguasai berbagai metode pengajaran dan dapat memilih metode yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran yang ingin disampaikan. Menurut Ibrahim dan Sukmadinata (dalam Rusman 2012) setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut. Namun yang penting bagi guru metode manapun yang digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai. 20

10 3. Evaluasi kegiatan. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditunjukkan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara cara evaluasi, penyusunan alat alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil evaluasi Faktor faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Mangkunegara (2009) faktor faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja atau prestasi kerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Lebih lanjut Mangkunegara (2009) menjelaskan secara rinci kedua faktor tersebut. a. Faktor kemampuan Secara psikologis, kemampuan seseorang terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +skill). Artinya, seseorang yang memiliki IQ di atas rata rata (IQ ) dengan pendidikan yang memadai untuk pekerjaannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, guru perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Dengan kata lain, seseorang akan lebih mudah untuk menunjukkan kinerja yang terbaik jika ia memiliki kemampuan. Salain IQ, ada kecerdasan lain yang dimiliki manusia yaitu, EQ dan AQ. Menurut Stoltz (2000) faktor paling penting dalam meraih sukses 21

11 adalah adversity quotient /AQ. Tanpa adversity quotient yang baik, IQ dan EQ akan menjadi sia-sia dan tidak berarti karena untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan keuletan, tahan banting dan daya juang yang tinggi. Tentu dalam mewujudkan kinerja yang terbaik, banyak tantangan yang dihadapi, maka dalam hal ini peran adversity quotient sangat menentukan kesuksesan seseorang. adversity quotient yaitu kemampuan atau kecerdasan seseorang dalam mengatasi masalah dan mampu mengubah hambatan menjadi sebuah peluang meraih kesuksesan (Stoltz, 2000) b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri seseorang agar terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Selain faktor kemampuan, faktor motivasi juga akan memengaruhi kinerja seseorang, karena faktor inilah yang dapat menggerakkan diri seseorang untuk dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut Barnawi dan Arifin (2012) kinerja guru tidak terwujud dengan begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor faktor tertentu yaitu, faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari guru itu sendiri, contohnya kemampuan, keterampilan, kepribadian, persepsi, motivasi menjadi guru, pengalaman lapangan dan latar belakang keluarga. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar 22

12 guru seperti sarana dan prasarana, lingkungan kerja fisik dan kepemimpinan. Selanjutnya menurut Mangkuprawira dan Aida (dalam Yamin & Maisah, 2010) faktor faktor yang memengaruhi kinerja guru terdiri dari faktor intrinsik guru (personal/individu) meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki guru. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kinerja guru tidak akan terwujud dengan sendiri, tetapi terdapat beberapa faktor yang memengaruhinya. Salah satu faktor yang penting adalah faktor yang berasal dari dalam diri guru itu sendiri, yaitu meliputi kemampuan menjadi guru, (IQ, ESQ dan AQ ), motivasi menjadi guru, keterampilan mengajar dan kepribadian yang menyenangkan. 2.2 Adversity Quotient Definisi Adversity Quotient Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi tidak menyenangkan atau kemalangan. Jadi dapat diartikan adversity sebagai kesulitan, masalah, atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa Inggris adalah derajat atau jumlah dari kualitas spesifik/karakteristik atau dengan kata lain mengukur kemampuan seseorang. Istilah adversity quotient (AQ) diambil dari konsep yang dikembangkan oleh Paul G Stoltz, ph.d, presiden PEAK Learning,inc. Seorang konsultan di dunia kerja dan pendidikan berbasis skill, untuk menjembatani kecerdasan 23

13 intelektual (IQ) dengan kecerdasan emosional (EQ). Karena menurut Stoltz (2000) kedua hal itu saja tidak cukup untuk menjadi tolok ukur yang akan memprediksi keberhasilan seseorang. Menurutnya, meskipun seseorang mempunyai IQ, EQ dan SQ yang baik namun apabila tidak mempunyai daya juang yang tinggi dan merespon kesulitan yang baik dalam dirinya, maka kedua hal tersebut akan menjadi sia sia saja. Menurut Stoltz (2003) Adversity quotient adalah kemampuan seseorang dalam mengubah persoalan menjadi sebuah kesempatan. Stoltz juga mengatakan bahwa adversity quotient adalah seperangkat ukuran untuk mengetahui respon terhadap tantangan kerja yang dihadapi menjadi sebuah peluang mencapai keberhasilan. Adversity quotient mempunyai tiga bentuk, yaitu: a. Adversity quotient /AQ adalah kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. b. Adversity quotient /AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap tantangan kerja. c. Adversity quotient/ AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan, yang akan berakibat memperbaiki efektivitas dan profesional secara keseluruhan. Gabungan dari tiga unsur di atas merupakan sebuah kesatuan yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar meraih sukses (Stoltz, 2003) Dari penjelasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk dapat bertahan dalam 24

14 menghadapi kesulitan atau masalah hidup, serta dapat mengubah hambatan menjadi sebuah peluang mencapai kesuksesan Dimensi Adversity Quotient Menurut Stoltz (2003) adversity quotient terdiri dari empat dimensi penyusun yang disingkat CO2RE yaitu dimensi Control, Origin-Ownership, Reach dan Endurance. Ini merupakan gambaran karakteristik individu yang mendasari kemampuan untuk menghadapi kesulitan dan tantangan dalam hidup. Berikut ini penjelasan dari keempat dimensi tersebut: a. Control ( Pengendalian) Control mengukur sejauh mana seseorang mampu memengaruhi dan mengendalikan respon individu secara positif terhadap situasi apapun. Kendali yang sebenarnya dalam situasi hampir tidak mungkin diukur, kendali yang dirasakan jauh lebih penting. Dimensi control merupakan salah satu yang penting karena berhubungan langsung dengan pemberdayaan serta memengaruhi dimensi CO2RE lainnya. b. Origin-Ownership ( asal usul dan pengakuan ) O2 merupakan kependekan dari origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan), O2 mempertanyakan dua hal berikut : 1. Siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan dan sampai sejauh manakah seseorang mengakui akibat akibat kesulitan. 2. Sampai sejauh mana seseorang bersedia mengakui akibat kesulitan itu. rasa bersalah tidak sama dengan memikul tanggung jawab. Mengakui 25

15 akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan mencerminkan tanggung jawab dan inilah paro kedua dimensi O2. c. Reach ( Jangkauan ) Reach merupakan kemampuan dan potensi suatu masalah memengaruhi bagian-bagian lain dalam kehidupan seseorang. respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan memengaruhi kesegi-segi lain dari kehidupan. d. Endurance ( daya tahan ) Endurance merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk tetap bertahan dalam situasi yang sulit dan berusaha memperbaikinya. Seberapa besar tingkat ketahanan dan ketekunan seseorang dalam menghadapi masalah. Empat dimensi di atas adalah yang mendasari seseorang dalam menentukan tingkat adversity quotient, karena AQ adalah variabel yang menentukan seseorang dalam menaruh harapan dan terus memegang kendali dalam situasi yang sulit. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kecerdasan dalam menghadapi rintangan tidak hanya cukup mengetahui apa yang meningkatnya, tetapi apa yang perlu diperhatikan adalah dimensi-dimensinya agar dapat memahami kecerdasan dalam menghadapi rintangan sepenuhnya Tingkatan dalam Adversity Quotient Stoltz (2003) mengelompokkan individu berdasarkan daya juang menjadi tiga: quitter, camper, dan climber. Penggunaan ini dari kisah pendaki Everest, ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian, merasa puas sampai pada ketinggian tertentu dan mendaki terus hingga puncak tertinggi. Kemudian Stoltz menyatakan bahwa orang yang menyerah disebut quitter, orang yang merasa puas pada 26

16 pencapaian tertentu sebagai camper dan orang yang terus ingin meraih kesuksesan disebut climber. Adapun penjelasan dari ketiga tingkatan adversity quotient /AQ tersebut yaitu : a. Quitter atau orang yang mudah menyerah, yaitu orang yang mundur dari pendakian mereka atau pencapaian tujuan mereka. Orang yang seperti ini mudah putus asa dan cepat meyerah. b. Campers atau orang yang berkemah, yaitu orang yang bekerja keras, menggunakan potensinya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dan kemudian merasa puas dengan zona aman yang mereka jumpai. Mereka jadi termotivasi oleh hal-hal yang dapat diperkirakan, keamanan dan perubahan terbatas, sehingga mereka dan kemampuan mereka akan mengalami kemunduran. Dengan kata lain orang yang tipe seperti ini tidak mencapai puncak namun sudah puas dengan apa yang dicapainya. c. Climber atau pendaki, yaitu orang yang terus mendaki, terus berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mengatasi kesulitannya dan mencapai potensi maksimalnya. Climber akan terus berusaha, terus belajar dan tidak pernah puas dengan apa yang diraihnya. Dengan kata lain, orang yang tipe seperti ini adalah orang yang selalu optimis, melihat peluang-peluang, melihat celah dan selalu bergairah untuk terus maju Karakteristik Quitter, Camper dan Climber a. Quitter 1) Menolak untuk mendaki lebih tinggi 2) Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak lengkap 27

17 3) Bekerja sekedar cukup untuk hidup 4) Cenderung menghindari tantangan berat yang muncul dari komitmen yang sesungguhnya 5) Jarang sekali memiliki persahabatab yang sejati. 6) Dalam menghadapi perubahan mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung menolak. 7) Terampil dalam kata-kata yang sifatnya membatasi, seperti : tidak mau, mustahil, ini konyol dan sebagainya. 8) Kemampuannya kecil atau bahkan tidak ada sama sekali, mereka tidak mempunyai visi dan keyakinan akan masa depan, kontribusinya sangat kecil. b. Camper 1) Mereka mau untuk mendaki, meskipun akan berhenti di titik tertentu dan merasa cukup sapai disitu. 2) Mereka cukup puas telah mencapai suatu tahapan tertentu. 3) Masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat dan beberapa usaha. 4) Menahan diri terhadap perubahan, meskipun kadang tidak menyukai perubahan besar karena merasa nyaman dengan kondisi yang ada. 5) Menggunakan bahasa dan kata-kata yang kompromistis, seperti: sudah cukup bagus, cukup sampai di sini saja. 6) Prestasi tidak tinggi dan kontribusinya tidak besar juga. 28

18 7) Meskipun telah melalui berbagai rintangan, namun mereka akan berhenti juga pada suatu tempat dan berkemah di tempat tersebut. c. Clamber 1) Membaktikan diri untuk terus mendaki. Mereka adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan. 2) Menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang melalui langkah-langkah kecil yang sedang dilewatinya. 3) Menyambut baik tantangan, motivasi diri, memiliki semangat tinggi dan berjuang mendapatkan yang terbaik dalam hidup, cenderung membuat segala sesuatu terwujud. 4) Tidak takut menjelajahi potensi-potensi tanpa batas yang ada di antara dua manusia, memahami dan menyambut baik resiko menyakitkan yang ditimbulkan karena bersedia menerima kritik. 5) Menyambut baik setiap perubahan, bahkan ikut mendorong setiap perubahan tersebut kearah yang positif. 6) Bahasa yang digunakan adalah bahasa dengan kata-kata yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan, mereka berbicara tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya, tentang tindakan dan tidak sabar dengan kata-kata yang tidak didukung dengan perbuatan. 7) Memberikan kontribusi yang cukup besar karena bisa mewujudkan potensi yang ada pada dirinya. 29

19 8) Tidak asing dengan situasi yang sulit karena kesulitan merupakan bagian dari hidup Faktor faktor yang memengaruhi Adversity Quotient Dalam pengembangannya, Stolz (2003) merumuskan faktor faktor pembentuk Adversity Quotient (AQ) seseorang diantaranya: a. Daya saing Orang yang merespon kesulitan secara lebih optimis, bisa diramalkan akan bisa bersikap lebih agresif dan mengambil lebih banyak risiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimistis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan berhati-hati. b. Produktivitas Menurut Stolz (2003), orang yang merespon kesulitan secara destruktif terlihat kurang produktif dibandingkan dengan orang yang tidak destruktif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh seligman di metropolitan Life insurance company, ia menemukan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik. c. Kreativitas Menurut Stoltz (2003), orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan dengan baik juga tidak mampu bertindak kreatif, begitu pula sebaliknya. 30

20 Menurut Joel Barker, kreativitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. d. Motivasi Dalam penelitian Stoltz (2003), orang yang memiliki adversity Quotient yang tinggi adalah orang yang memiliki motivasi tinggi. e. Mengambil Risik Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2003) menemukan bahwa orang-orang yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif bersedia mengalami lebih banyak resiko sehingga dapat mengatasi hambatanhambatan dengan lebih baik. f. Perbaikan Perbaikan sangat diperlukan dalam upaya mempertahankan hidup. Diperlukan perbaikan untuk mencegah supaya tidak ketinggalan zaman dalam karir dan hubungan-hubungan dengan orang lain. Perbaikan secara terus-menerus akan membantu seseorang bertahan mengalami kegagalan-kegagalan yang dihadapi. g. Ketekunan Ketekunan adalah inti dari adversity quotient /AQ, yaitu sebuah kemampuan seseorang untuk terus menerus berusaha bahkan ketika dihadapkan pada kemunduran-kemunduran atau kegagalan. Jadi adversity quotient /AQ menentukan keuletan yang dibutuhkan untuk bertekun. 31

21 h. Belajar Menurut Carol Dweck (dalam Stolz, 2003) membuktikan bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan berprestasi dibandingkan anak-anak yang pesimis. i. Merangkul perubahan Agar dapat menjadi sukses, seseorang harus mampu mengatasi perubahan. Perubahan jangan dijadikan alasan untuk berhenti, tetapi perubahan harus dijadikan kekuatan. j. Keuletan, Tekanan dan kemunduran Orang yang merespon kesulitan dengan buruk sekali dihancurkan oleh kemunduran-kemunduran. Ada yang perlahan-lahan bangkit kembali, namun ada juga yang tidak bangkit lagi Manfaat Adversity Quotient Menurut Aslichati (2012), beberapa manfaat yang diperoleh dari adversity quotient antara lain: 1. Mampu membuat sebuah paradigma baru yang akan bergeser pertemuan negatif atau kerugian dalam kesempatan belajar. 2. Meningkatkan manajemen diri, berhenti menyalahkan dan mengurangi sabotase emosional 3. Mengatasi kemunduran yang membuat stres dan mis komunikasi. 4. Meningkatkan kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. 5. Meningkatkan pemahaman dan komunikasi dalam tim. 6. Meningkatkan daya saing, kreativitas dan kemampuan belajar. 32

22 2.3 Kerangka berpikir Dari uraian diatas kinerja guru adalah wujud perilaku guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (Rusman, 2012).Untuk mencapai tujuan dan cita-cita pendidikan yang berkualitas tinggi diperlukan kinerja guru yang berkualitas. Kinerja guru dikatakan berkualitas apabila guru telah menguasai bahan atau materi pelajaran, mampu mengelola program pembelajaran, mampu mengelola kelas, dapat menggunakan media dan sumber belajar sesuai dengan materi pelajaran dan sebagainya. Artinya, kinerja yang baik didukung oleh kompetensi yang baik pula. Adversity quotient adalah kecerdasan individu dalam berfikir, mengontrol, mengelola, dan mengambil tindakan dalam menghadapi kesulitan, hambatan atau tantangan hidup, serta mengubah kesulitan maupun hambatan tersebut menjadi sebuah peluang untuk meraih kesuksesan Tuntutan akan kinerja guru yang tinggi memang sudah menjadi bagian dari harapan pendidikan. Dalam hal ini guru Sekolah Islam Terpadu, dengan berbagai tantangan yang terjadi, baik dari diri sendiri atau lingkungan diharapkan guru mampu mengatasinya dan menjadikannya sebuah peluang mecapai kesuksesan dalam kinerjanya tersebut. adversity quotient (Stoltz, 2003). Adversity Quotient Kinerja 33

23 2.4 Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : adanya hubungan antara adversity quotient dengan kinerja guru Sekolah Islam Terpadu Jakarta Barat. Dengan asumsi untuk mengetahui hubungan antara dua variabel diatas adalah jika nilai prpbabilitas < maka Ha diterima sedangkan jika nilai propabilitas > maka Ho ditolak. 34

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kinerja Guru. performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kinerja Guru. performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, unjuk kerja atau kemampuan kerja.

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sehingga persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Laksmi Fivyan Warapsari F100110088 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Analogi Matematis Menurut Gilmer (Kuswana, 2011), berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Berpikir selalu dihubungkan dengan permasalahan, baik masalah yang timbul saat ini, masa lampau dan mungkin masalah yang belum terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI

PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI Arti dan Tujuan Mengembangkan Diri Arti mengembangkan diri adalah: Suatu usaha sengaja dan terus menerus, tanpa henti, yang dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan dengan hakikat manusia, yaitu sebagai makhluk berketuhanan, makhluk individual,

Lebih terperinci

Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI

Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI Arti dan Tujuan Mengembangkan Diri Arti mengembangkan diri adalah: Suatu usaha sengaja dan terus menerus, tanpa henti, yang dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk, untuk

Lebih terperinci

AAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR

AAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR Oleh AAT SRIATI UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JATINAGOR 2008 JUDUL : ADVERSITY QUESTION (AQ) PENYUSUN : AAT SRIATI NIP : 132 148 075 Jatinagor, Desember 2007 Menyetujui : Kepala Bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik 1. Pengertian prestasi akademik Menurut pendapat Djamarah (2002) tentang pengertian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami banyak perubahan. Salah satu penyebab dari perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan ilmu pengetahuan ini, dituntut orang-orang yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan ilmu pengetahuan ini, dituntut orang-orang yang berkualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang sudah sangat canggih dengan berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan ini, dituntut orang-orang yang berkualitas dan berkompetisi tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja (performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian 3.1.1. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka

Lebih terperinci

PETERPAN AND CINDERELLA SYNDROME

PETERPAN AND CINDERELLA SYNDROME PETERPAN AND CINDERELLA SYNDROME by superadmin - Thursday, November 26, 2015 http://rahmadi.dosen.akademitelkom.ac.id/index.php/2015/11/26/peterpan-2/ PETER PAN AND CINDERELLA SYNDROME Menghindari perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Guru Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu dalam kaitannya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang dinamakan keija (As'ad, 1991:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Risky Melinda, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Risky Melinda, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kontribusi ini dilihat dari segi laba maupun kemampuannya menyerap sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, menantang bangsa ini untuk mengatasi krisis yang dialami agar tidak tertinggal kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan seorang pendidik untuk menyampaikan dan melaksanakan proses pembelajaran. Proses yang baik merupakan pengalaman bagi seorang

Lebih terperinci

KECERDASAN ADVERSITAS

KECERDASAN ADVERSITAS KECERDASAN ADVERSITAS (Adversity Quotient) M A K A L A H Disusun dan Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan dan Pembelajaran Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nurlaila N.Q.M Tientje,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Sedangkan pengertian kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian kinerja Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversitas 1. Definisi Kecerdasan Adversitas Kecerdasan Adversitas (Adversity Intelligence) adalah suatu konsep mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, suatu perusahaan dituntut untuk selalu bekerja keras dalam menyelesaikan segala tantangan baik yang sudah ada maupun yang akan datang.

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung 1 Rery Adjeng Putri, 2 Milda Yanuvianti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan atau wawasan, mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju kesuksesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup pasti pernah menemui permasalahan. Kemampuan yang harus dimiliki agar setiap individu dapat bertahan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat. Hal tersebut ditandai dengan adanya perkembangan dan perubahan budaya sosial, meningkatnya persaingan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Setelah mengemukakan latar belakang penelitian yang diantaranya memuat rumusan masalah dan ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakekatnya merupakan sebuah proses berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakekatnya merupakan sebuah proses berkesinambungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan sebuah proses berkesinambungan yang seharusnya tidak boleh berhenti dan harus berjalan seiring dengan usia manusia dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, dan di Indonesia pendidikan merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, dan di Indonesia pendidikan merupakan salah satu faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak manusia dilahirkan hingga sepanjang hidupnya, manusia tidak lepas dari suatu kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan. Dewasa ini, masyarakat sering memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Analisis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:43) analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan

Lebih terperinci

GAMBARAN ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA DI SMU NEGERI 27 JAKARTA PUSAT

GAMBARAN ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA DI SMU NEGERI 27 JAKARTA PUSAT Vol. 1, No.1, Oktober 2012 191 GAMBARAN ADVERSITY QUOTIENT PADA SISWA DI SMU NEGERI 27 JAKARTA PUSAT Sri Maryani Jurusan Psikologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri jakarta Jalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Adversitas 1. Pengertian Kecerdasan Adversitas Kecerdasan adversitas pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz yang disusun berdasarkan hasil riset lebih dari 500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak lepas dari tindakan membuat keputusan mulai dari peristiwa sederhana sampai kompleks yang menuntut banyak pertimbangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab ini diuraikan tentang: a) pengaruh kreativitas mengajar guru SKI

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab ini diuraikan tentang: a) pengaruh kreativitas mengajar guru SKI 176 BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang: a) pengaruh kreativitas mengajar guru SKI terhadap prestasi belajar siswa b) pengaruh kemampuan guru SKI dalam mengelola kelas terhadap prestasi belajar

Lebih terperinci

Nur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak

Nur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017 Nur Asyah Harahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia untuk berusaha menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempercepat modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring perubahan zaman dan bertambahnya usia manusia, maka kebutuhan hidup nya pun akan meningkat. Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan fisik dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan salah satu unsur yang terpenting di dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan salah satu unsur yang terpenting di dalam suatu organisasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Tugas MSDM adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ataupun tidaknya suatu pendidikan pada bangsa tersebut. Oleh karena itu, saat ini

I. PENDAHULUAN. ataupun tidaknya suatu pendidikan pada bangsa tersebut. Oleh karena itu, saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang amat penting dalam keberlangsungan masa depan hidup suatu bangsa, maju atau tidaknya suatu bangsa dapat ditandai dengan maju ataupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam bahasa latin adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu : 12-15

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh individu, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk sosial pada dasarnya manusia memiliki sifat bersosialisasi, berkomunikasi, bekerja sama, dan membutuhkan keberadaan manusia yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan farmasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan, produksi dan pemasaran obat yang memiliki surat izin untuk penggunaan medis (McGuire, Hasskarl,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelompok Pencinta Alam X (KPA X ) merupakan salah satu unit kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di Bandung. KPA X didirikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient menurut Paul G. Stoltz (2004). Teori ini digunakan karena adanya kesesuaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Motivasi Kerja. a. Pengertian Motivasi Kerja. Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Motivasi Kerja. a. Pengertian Motivasi Kerja. Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Motivasi Kerja a. Pengertian Motivasi Kerja Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti menggerakkan (to move). Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi menghadapi perubahan seiring dengan perkembangan bisnis, perubahan lingkungan bisnis, serta tuntutan yang semakin tinggi dari pelanggan. Organisasi dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas, menjadikan persaingan antar perusahaan semakin ketat. Baik perusahaan yang begerak

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016 ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 215/216 Bakri M * ) E-mail: bakrim6@yahoo.co.id Sudarman Bennu * ) E-mail: sudarmanbennu@untad.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional yang telah dibangun selama tiga dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan dan tantangan nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja (prestasi kerja) menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001 :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja (prestasi kerja) menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001 : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Umum Tentang Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

BAB II LANDASAN TEORITIS. job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi BAB II LANDASAN TEORITIS A. Uraian Teoritis 1. Pengertian dan Penilaian Prestasi Kerja a. Pengertian Prestasi Kerja Kinerja sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata job performance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Rancangan Undang-Undang Desa menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Rancangan Undang-Undang Desa menjadi Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak disahkannya Rancangan Undang-Undang Desa menjadi Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada tanggal 18 Desember 2013 yang telah masuk

Lebih terperinci

TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Akademik 2.1.1 Pengertian Prestasi Akademik Tulus Tu u (2004) mengemukakan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja karyawan Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Medan menyatakan bahwa variabel Stress

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1. Motivasi Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dari berbagai bidang juga dipengaruhi oleh ilmu matematika. Hal

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung 1 Olla Tiyana, 2 Eni Nuraeni Nugrahawati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi perilaku dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan organisasi haruslah sejalan dengan dinamika perubahan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan organisasi haruslah sejalan dengan dinamika perubahan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi di desain untuk terus maju dan berkembang. Perkembangan organisasi haruslah sejalan dengan dinamika perubahan baik eksternal maupun internal organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan manusia adalah menyangkut kebutuhan ekonomi. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia karena sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Pada dasarnya manusia bekerja ingin memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, sumber daya manusia yang mampu dan berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat, sumber daya manusia yang mampu dan berkualitas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, sumber daya manusia yang mampu dan berkualitas merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bagian yaitu tinjauan teori mengenai kepuasan berwirausaha, Adversity Quotient.

BAB II LANDASAN TEORI. bagian yaitu tinjauan teori mengenai kepuasan berwirausaha, Adversity Quotient. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan sejumlah teori yang menjadi kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian. Penjabaran teori terbagi dalam sejumlah bagian yaitu tinjauan teori mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Diri 1. Pengertian Regulasi Diri Regulasi diri merupakan aspek penting dalam menentukan perilaku seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja Kinerja merupakan kegiatan yang dijalankan oleh tiap-tiap individu dalam kaitannya untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumber daya Manusia merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur sumberdaya manusia. Perhatian ini mencakup fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS. pengaruh antara variabel bebas (Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS. pengaruh antara variabel bebas (Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS Bab ini akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan tinjauan pustaka, pengaruh antara variabel bebas (Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Pemberdayaan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti perencanaan, pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan peningkatan kinerja para guru karena para guru merupakan pejuang pendidikan yang langsung berhadapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Pegawai 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil ataas pelaksanaan tugas tertentu. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia kinerja

Lebih terperinci

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. AIR MANCUR WONOGIRI

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. AIR MANCUR WONOGIRI PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. AIR MANCUR WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya memiliki banyak arti berdasarkan sudut pandang atau pendapat para ahli. Menurut Hardiyanto (2003), kinerja adalah hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rina Hanifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rina Hanifah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan sebagai mahluk yang tidak dapat hidup sendiri atau disebut juga sebagai mahluk sosial. Setiap manusia bergantung satu sama lain dalam memenuhi

Lebih terperinci

KOMPETENSI HAKIKAT KOMPETENSI. Kemampuan Profesional Guru. Mampu:

KOMPETENSI HAKIKAT KOMPETENSI. Kemampuan Profesional Guru. Mampu: KONSEP KEPAHLAWANAN DRS. R. A. ANGGORO RAHARDJO HARRY ANWAR, SH., MH. Peran Pendidik dalam Penerapan Konsep Kepahlawanan di Lingkungan Sekolah KOMPETENSI HAKIKAT KOMPETENSI PEDAGOGIK SOSIAL KEPRIBADIAN

Lebih terperinci