ANALISIS JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK VARIABEL MAKROEKONOMI DALAM UPAYA MENSTABILKAN INFLASI DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK VARIABEL MAKROEKONOMI DALAM UPAYA MENSTABILKAN INFLASI DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK VARIABEL MAKROEKONOMI DALAM UPAYA MENSTABILKAN INFLASI DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Husnun Aziza Dg Silasa JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 216

2 ANALYSIS OF LONG-TERM AND SHORT-TERM ECONOMIC MACRO VARIABLE IN EFFORTS TO STABILIZE INFLATION IN INDONESIA SCIENTIFIC JOURNALS Created By: Husnun Aziza Dg Silasa ECONOMICS MAJOR ECONOMICS AND BUSINESS FACULTY BRAWIJAYA UNIVERSITY MALANG 216

3

4 Analisis Jangka Panjang dan Jangka Pendek Variabel Makroekonomi dalam Upaya Menstabilkan Inflasi di Indonesia Husnun Aziza Dg Silasa Marlina Ekawaty Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang husnunazizadgsilasa@gmail.com ABSTRACT The movement of inflation in Indonesia have considerable fluctuation high and persistent. An understanding of the characteristics and sources of shocks that could trigger inflation can be used as a basis for formulating an effective monetary policy and consistent stability control inflation, as the final destination. This study aimed to analyze the macroeconomic variables underlying causes of inflation and see what variables are most dominate in the long term and short term, using the Error Correction Model (ECM). Data in the form of time series during the period 22: Q1-215: Q4 and publications obtained from Bank Indonesia and the Central Bureau of Statistics. The results of this study indicate that according to estimates ECM, long-term inflation in Indonesia is significantly affected by two independent variables, namely the BI rate and household consumption and both variables have a negative influence. In the short term, the increase in the BI rate and household consumption have a significant and positive influence on the rate of inflation. Based on the results of the estimation model of long-term and short-term inflation is influenced by the contribution of changes in the BI rate. Keywords: Inflation, BI rate, money supply, exchange rates, household consumption, ECM. A. LATAR BELAKANG Inflasi merupakan salah satu indikator penting bagi ekonom dalam menganalisis perekonomian suatu negara. Inflasi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pencapaian beberapa tujuan kebijakan makro, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Pohan, 28). Dampak lain yang ditimbulkan oleh inflasi juga dirasakan pada lalu lintas pasar keuangan karena berpengaruh secara langsung terhadap agregat moneter. Fenomena inflasi merupakan masalah klasik bagi perekonomian yang hingga saat ini masih memberikan trauma mendalam. Menurut sejarah perkembangannya, fluktuasi inflasi Indonesia tergolong cukup bervariasi dari waktu ke waktu dan bersifat persisten (Dwiantoro, 24). Pada dasarnya fenomena inflasi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor eksternal dan internal, baik yang berpengaruh secara langsung ataupun tidak. Menurut Candra (26) inflasi yang rendah mampu mendorong negara dalam meningkatkan kapasitas outputnya, namun di sisi lain inflasi yang tinggi juga menimbulkan ketidakpastian terhadap perekonomian. Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka menjaga inflasi pada level yang rendah dan stabil. Dalam upaya tersebut Bank Indonesia memiliki strategi kebijakan pengendalian inflasi yang dikenal dengan nama ITF (inflation targeting framework). ITF dilaksanakan dengan menargetkan inflasi pada angka tertentu dengan range deviasi ± 1%. Strategi kebijakan ini diarahkan untuk mencapai kestabilan harga dalam jangka panjang, namun tetap memberikan ruang terhadap pergerakan inflasi jangka pendek agar tidak melenceng dari target yang ditetapkan. Penargetan inflasi ditujukan untuk mengarahkan ekspektasi pelaku ekonomi dalam melakukan aktivitas ekonominya ke depan, sehingga pergerakan inflasi dapat diarahkan menuju target yang telah ditetapkan. Perkembangan inflasi di Indonesia dapat dilihat pada grafik 1, sebagai berikut:

5 Grafik 1: Tingkat Inflasi di Indonesia Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Inflasi (%) Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah Inflasi Indonesia dari tahun 1986 hingga 215 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Inflasi meningkat sangat tajam dan masuk kategori hyper inflation di tahun 1998 hingga mencapai 77.63%. Pada tahun 25 inflasi kembali tinggi yaitu sebesar 17.11%. Berbagai indikator ekonomi makro moneter sepanjang tahun 25 menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil, ini berarti ekonomi Indonesia masih rawan terhadap berbagai guncangan. Ketidakstabilan indikator makro dapat dilihat dari adanya peningkatan inflasi dan suku bunga, volatilitas nilai tukar, dan adanya kecenderungan kenaikan tingkat pengangguran. Dalam satu dekade terakhir, meningkatnya kompleksitas hubungan antara inflasi dengan beberapa variabel makro lain menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam mengamati perilaku pembentukan harga di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan sulitnya mengidentifikasi dan memprediksi sumber-sumber perubahan (shock) yang dapat memicu tekanan inflasi. Merujuk pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Anugrah (212), Arintoko (211), Endri (28), Hayati (26) dan Dwiantoro (24) untuk studi kasus Indonesia, diperoleh hasil penelitian yang mengidentifikasi bahwa suku bunga jangka pendek, nilai tukar, ekspektasi inflasi, output gap, serta harga atau inflasi luar negeri berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Pertumbuhan jumlah uang beredar turut mempengaruhi pergerakan inflasi dalam jangka panjang. Variabel lain yang juga signifikan dalam mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek adalah upah tenaga kerja. Sedangkan untuk studi kasus negara-negara lain yang pernah dilakukan oleh Akinbobola (212), Sultan (211) Yiping, et. al (21), Almounsor (21), Ziramba (28) dan Ratnasiri (26) hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inflasi banyak dipengaruhi oleh money supply, nilai tukar, inflasi luar negeri, ekspor, dan PDB riil baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Tingkat inflasi juga dipengaruhi oleh konsumsi atau permintaan domestik dalam jangka panjang dan dalam jangka pendek inflasi dipengaruhi oleh output gap. Mengingat belum optimalnya pelaksanaan kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi, maka untuk merumuskan sebuah kebijakan yang kredibel perlu dilakukan pengidentifikasian sumber pemicu serta pemahaman mengenai karakteristik inflasi di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, sangat penting untuk mengetahui dan memahami variabel makroekonomi yang menjadi sumber penyebab inflasi. Hal ini dimaksudkan agar otoritas moneter dapat segera merespon shock yang terjadi dan mencegah perluasan dampak inflasi terhadap perekonomian. Oleh karena itu, penulis berkeinginan melihat konsistensi dari masing-masing pengaruh variabel makroekonomi terhadap inflasi serta variabel apa yang dominan pengaruhnya. Dari penjelasan di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah perubahan variabel makroekonomi mempengaruhi inflasi dalam jangka panjang? 2. Apakah perubahan variabel makroekonomi mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek? 3. Variabel makroekonomi apakah yang dominan dalam mempengaruhi inflasi dalam jangka panjang? 4. Variabel makroekonomi apakah yang dominan dalam mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek?

6 B. TINJAUAN PUSTAKA Kajian teoritis yang menjelaskan tentang fenomena inflasi selalu berubah dan berkembang sesuai dengan pemikiran-pemikiran para ekonom yang membuat landasan teori berdasarkan pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beberapa teori inflasi yang masih diperdebatkan antara lain: Teori Moneteris Teori Moneteris merupakan penyempurnaan dari teori kuantitas uang yang diusung oleh ekonom klasik. Teori ini menekankan pada pentingnya peranan uang dan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga yang dapat memicu tekanan inflasi. Dasar pemikiran yang terkandung dalam teori ini adalah inflasi akan terjadi apabila terjadi penambahan volume uang beredar yang melebihi kapasitas dan pergerakan inflasi yang ditentukan oleh ekspektasi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang. Dengan demikian, dalam teori kuantitas, faktor yang paling berpengaruh terhadap perubahan harga yang terjadi di dalam perekonomian adalah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Fisher dalam Mankiw (23) menggambarkan hubungan tersebut melalui persamaan kuantitas berikut: M x V = P x Y di mana M adalah jumlah uang beredar (JUB), V adalah kecepatan perputaran uang, P adalah tingkat harga umum, dan Y adalah output. Dalam persamaan tersebut, P proporsional dengan M dan Y. Karena perubahan pada V dianggap konstan, maka peningkatan JUB akan berdampak pada kenaikan tingkat harga. Moneteris menyatakan bahwa bank sentral memiliki kendali tertinggi atas inflasi. Jika bank sentral mengontrol pertumbuhan JUB tetap stabil, maka tingkat harga juga akan stabil. Namun jika bank sentral menambah volume JUB dengan cepat, maka tingkat harga akan meningkat dengan cepat pula sehingga mendorong kenaikan inflasi (Nanga, 25). Jadi, klasik dan moneteris memandang bahwa inflasi adalah fenomena moneter. Dalam jangka panjang tingkat pertumbuhan uang secara terus-menerus, ketika semua penyesuaian dilakukan, akan menyebabkan kenaikan yang sama pada tingkat inflasi. Tingkat inflasi sama dengan tingkat pertumbuhan yang disesuaikan dengan trend pertumbuhan pendapatan riil. Adanya gangguan-gangguan selain dari shock pertumbuhan uang (misal gejolak penawaran) turut mempengaruhi inflasi dan dalam jangka panjang uang memiliki dampak riil (Thanh, 28). Teori Keynes Dasar pemikiran teori Keynes menekankan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat). Excess demand ini menyebabkan munculnya inflationary gap. Keterbatasan penawaran agregat terjadi karena output tidak dapat ditingkatkan dalam waktu yang relatif singkat untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Dalam teori ini, pergerakan inflasi cenderung meningkat dalam jangka pendek karena perubahan output relatif tetap dalam jangka pendek. Keynes mengungkapkan bahwa JUB bukanlah satu-satunya determinan tingkat harga. Dalam jangka pendek, tingkat harga juga dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah, dan pajak (Nanga, 25). Atas dasar uraian tersebut, pandangan Keynes lebih banyak digunakan untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek Mengacu pada teori kuantitas, Keynes menyatakan bahwa perputaran uang (V) tidak konstan dan berubah-ubah. Apabila masyarakat lebih banyak memegang uang (JUB meningkat), maka masyarakat cenderung untuk meningkatkan transaksinya dan menuntut penawaran output yang lebih besar. Namun karena keterbatasan output dalam jangka pendek, maka kenaikan permintaan hanya akan memicu kenaikan harga. Dengan kata lain, penambahan JUB dalam perekonomian dapat meningkatkan inflasi (Nanga, 25).

7 Teori Struktural Teori yang banyak diadopsi oleh negara berkembang ini menjelaskan bahwa inflasi bukan hanya fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural. Hal ini disebabkan karena perekonomian negara berkembang pada umumnya masih rentan terhadap shock internal dan shock eksternal yang menyebabkan fluktuasi pembentukan harga di pasar domestik. Jadi, menurut kaum strukturalis, inflasi merupakan sesuatu yang melekat di dalam proses pembangunan ekonomi dan tidak dapat dihindari oleh perekonomian negara berkembang (Nanga, 25). Dasar pemikiran model ini adalah kenaikan tingkat harga yang ditransmisikan melalui supply side atau produksi. Penyebab lain terjadinya inflasi di negara berkembang adalah akibat dari inflasi luar negeri (imported inflation). Jika kontribusi impor terhadap pembentukan output domestik sangat besar, maka kenaikan harga barang impor akan menyebabkan tekanan inflasi domestik yang cukup besar (Gali, 22). Rendahnya nilai tukar negara berkembang juga mempengaruhi pergerakan inflasi domestik. Kecenderungan nilai tukar mata uang negara berkembang untuk terdepresiasi menyebabkan kenaikan harga barang impor dan semakin menekan biaya produksi sehingga meningkatkan harga barang secara umum dalam pasar domestik. Keterkaitan Inflasi dengan Variabel Makroekonomi Inflasi secara umum menggambarkan proses kenaikan harga yang ditentukan oleh determinannya, baik dalam jangka panjang dan maupun jangka pendek. Otoritas moneter berkoordinasi dengan pemerintah melaksanakan kebijakan moneter yang disinergikan dengan kebijakan makro lain dan bertujuan untuk mengendalikan pergerakan inflasi. Stabilitas inflasi dapat terganggu apabila terjadi perubahan pada variabel-variabel ekonomi yang dapat memicu kenaikan harga secara umum. Beberapa veriabel makro yang dapat diidentifikasi hubungannya dengan inflasi dapat dijelaskan sebagi berikut: Keterkaitan Tingkat Suku Bunga dengan Inflasi Suku bunga juga merupakan harga (opportunity cost) yang harus dibayarkan atas uang yang dipegang dalam kurun waktu tertentu. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu dalam membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk aset finansial. Suku bunga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) Suku bunga nominal, yaitu rate yang dapat diamati oleh pasar. (2) Suku bunga riil, yaitu konsep yang mengukur tingkat bunga sesungguhnya, setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan. Hubungan antara tingkat suku bunga dengan tingkat inflasi dijelaskan oleh Fisher (dalam Mankiw, 23) melalui persamaan: i = r + π di mana i adalah suku bunga nominal, r adalah suku bunga riil, dan π adalah tingkat inflasi. Dalam persamaan tersebut, suku bunga nominal memiliki hubungan positif dan searah dengan inflasi. Ketika tingkat inflasi tinggi, otoritas moneter menaikkan suku bunga nominal jangka pendeknya dengan tujuan mengurangi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian sehingga dapat menurunkan inflasi. Apabila kebijakan disinflasi yang dilaksanakan oleh otoritas moneter dapat berjalan secara konsisten, maka dampak kenaikan suku bunga terhadap penurunan likuiditas pada sektor riil akan direduksi dengan menurunnya harga-harga barang konsumsi. Namun dalam praktiknya, suku bunga nominal jangka pendek diatur untuk mengarahkan pergerakan suku bung perbankan. Apabila kenaikan suku bunga nominal direspon oleh suku bunga tabungan dan kredit pada bank umum (suku bunga kredit meningkat di atas tingkat suku bunga BI rate), peningkatan suku bunga tersebut dapat menurunkan investasi di sektor riil sehingga berdampak pada penurunan output. Penurunan output merupakan dampak dari kenaikan biaya produksi karena tingginya suku bunga yang berlaku, sehingga dapat memicu kenaikan harga dan semakin menekan inflasi.

8 Keterkaitan Jumlah Uang Beredar dengan Inflasi Berdasarkan teori kuantitas, fluktuasi yang terjadi pada harga disebabkan oleh naik turunnya volume uang yang beredar (JUB) dalam perekonomian. Irving Fisher menyatakan bahwa, pada hakikatnya perubahan dalam jumlah uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya atas harga, yang berarti peningkatan persentase jumlah uang beredar akan sama dengan peningkatan persentase tingkat inflasi (Mankiw, 23). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah uang beredar memiliki pengaruh positif terhadap inflasi. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat harga yang dapat diprediksikan oleh perekonomian, dan dalam jangka panjang hal tersebut dapat berpotensi menganggu pertumbuhan ekonomi karena tingginya laju inflasi. Keterkaitan Nilai Tukar dengan Inflasi Nilai tukar didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar mempengaruhi net expor dan menjelaskan bagaimana perubahan harga luar negeri berdampak pada harga domestik (Gali, 22). Hubungan nilai tukar terhadap perubahan tingkat harga dapat dijelaskan oleh persamaan berikut (Mankiw, 23): Kurs Nominal = Kurs Riil x Rasio Tingkat Harga e = E x (P*/P) di mana P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga luar negeri. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai tukar nominal (e) memiliki hubungan positif dengan tingkat harga domestik (P). Depresiasi atau kenaikan nominal nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang negara lain akan meningkatkan harga barang impor karena melemahnya nilai tukar mata uang suatu negara. Jika kontribusi impor memiliki peranan penting terhadap perekonomian, khususnya terhadap proses produksi, maka depresiai nilai tukar mata uang dapat meningkatkan biaya produksi sehingga menyebabkan kenaikan tingkat harga domestik dan memicu kenaikan inflasi. Keterkaitan Konsumsi Rumah Tangga dengan Inflasi Di dalam model Keynes, faktor yang menentukan pembentukan tingkat harga tidak hanya berasal dari pertumuhan uang saja. Keynes membuat fungsi konsumsi sebagai pusat teori fluktuasi ekonominya (Mankiw, 23). Keinginan untuk melakukan konsumsi menimbulkan permintaan atas barang dan jasa yang diproduksi. Mengingat peran konsumsi sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia, maka fluktuasi dalam konsumsi dapat memberikan guncangan dalam perekonomian. Keputusan konsumsi sangat penting untuk analisis jangka panjang dan jangka pendek karena perannya dalam menentukan permintaan agregat. Persamaan permintaan agregat diturunkan dari teori kuantitas. Dalam jangka pendek, peningkatan konsumsi (permintaan agregat) akan menentukan nilai nominal output yang merupakan produk dari tingkat harga dan jumlah output yang diminta, dan tidak akan menaikkan tingkat harga karena perusahaan cenderung untuk menyesuaikan outputnya dari pada merubah harga produknya (pandangan Keynesian). Sementara dalam jangka panjang, kenaikan permintaan akan meningkatkan output dan tingkat harga karena kecenderungan perusahaan untuk berekspansi ke depan (pandangan moneteris). C. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (28), metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang memandang suatu realitas itu dapat diklasifikasikan, konkrit, teramati dan terukur, hubungan variabelnya bersifat sebab akibat dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistic. Pemilihan pendekatan ini didasarkan dari data variabel yang digunakan. Variabel independen yang digunakan

9 yaitu aitu suku bunga BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga, sedangkan variabel dependennya yaitu tingkat inflasi. Jenis dan Sumber Data Menurut sumbernya, data dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan menggunakan data sekunder berbentuk time series dari tahun 22:Q1-215:Q4. Menurut Moleong (2), data sekunder merupakan data yang bukan berasal dari pihak yang bersangkutan, melainkan berasal dari pihak lain, seperti literatur, jurnal-jurnal penelitian, dan informasi internet. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dalam penelitian ini, antara lain Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Metode Analisis Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM). Model ECM adalah model dinamis yang digunakan untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. Model ECM dipilih karena dianggap mampu mengatasi adanya regresi lancung yang biasanya terjadi pada analisis regresi data time series pada umumnya. Selain itu, fenomena-fenomena ekonomi yang terjadi biasanya mengalami ketidakseimbangan dimana fenomena yang diinginkan oleh pelaku ekonomi belum tentu sama dengan kenyataannya. Namun dengan model ECM ini ketidakseimbangan tersebut dapat dikoreksi dengan memasukkan variabel penyesuaian sehingga dapat diketahui hubungan jangka panjang maupun jangka pendek yang valid. Model ECM yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: INF = α + α 1 SBI + α 2 M2 + α 3 E + α 4 CRT + α 5 ECT dimana: INF SBI M2 E CRT α α 1, α 2, α 3, α 4 ECT = Inflasi = Suku bunga SBI = Jumlah uang beredar = Nilai tukar US Dollar per Rupiah = Konsumsi rumah tangga = Konstanta = Koefisien regresi = error correction term D. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Hasil Pengujian Error Correction Model (ECM) Uji Stasioneritas Data Data time series memiliki permasalahan yaitu autokorelasi yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner. Hasil uji stasioneritas setiap variabel penelitian ditunjukkan Tabel 1 berikut: Tabel 1: Hasil Uji Stasioneritas Data Variabel Level 2 nd Difference Kesimpulan t-stat Prob t-stat Prob Kesimpulan INF Stasioner Stasioner SBI Tidak stasioner Stasioner M Tidak stasioner Stasioner E Tidak stasioner Stasioner CRT Tidak stasioner Stasioner

10 Dari table 1, pada uji stasioner derajat level terdapat satu dari enam variabel yang stasioner yaitu variabel inflasi. Maka dilakukan pengujian kembali pada derajat 2 (second difference) dan diperoleh hasil bahwa semua variabel stasioner pada derajat dua (second difference) karena semua probabilitasnya lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 5%. Uji Kointegrasi Pada analisis regresi berganda model ECM sangat penting untuk diuji kointegrasi. Adanya hubungan jangka panjang antar variabel ini dapat digunakan untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek. Pada Engle Granger dua tahap, uji kointegrasi yang digunakan adalah dengan pendekatan residual, dimana residual jangka panjang tersebut harus lolos uji stasioner pada derajat level. Tabel 2: Hasil Uji Kointegrasi Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: (Automatic - based on SIC, maxlag=1) t-statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level % level % level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil uji kointegrasi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa residual pada persamaan jangka panjang yaitu ECT memiliki probabilitas sebesar., ini berarti residual ECT terbebas dari masalah unit root pada derajat level. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antara variabel inflasi dengan variabel independen yaitu suku bunga BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga. Estimasi Model Error Corection Model (ECM) Setelah memenuhi syarat stasioner dan kointegrasi, selanjutnya dilakukan regresi linier berganda dengan model ECM untuk melihat bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek. Tabel 3: Hasil Uji ECM Variabel Koefisien Standardized Coefficients t-hitung C D(SBI) D(M2) D(E) D(CRT) ECT(-1) R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob (F-statistic).

11 Dari pengolahan data di atas, dapat ditulis persamaan jangka pendek sebagai berikut: D(INF) = *D(SBI) +.9*D(M2).6*D(E) -.226*D(CRT).3624*ECT Berdasarkan tabel 3, residual ECT memiliki probabilitas sebesar. lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% dan memiliki koefisien sebesar bertanda negatif sehingga dari hasil estimasi tersebut dapat disimpulkan bahwa model ECM sudah valid dalam mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Dari persamaan di atas, besaran koefisien ECT mengindikasikan bahwa sebesar 36.2% ketidaksesuaian jangka pendek dan jangka panjang akan dikoreksi setiap periodenya. Dari hasil standardized coefficients variabel perubahan konsumsi rumah tangga memperlihatkan pengaruh terbesar dibanding variabel lainnya. Pengaruh tersebut sebesar.17, yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan perubahan konsumsi rumah tangga sebesar 1 miliar, dalam jangka pendek akan meningkatkan perubahan pada tingkat inflasi sebesar.17 persen. Uji Asumsi Klasik Model Jangka Pendek Untuk mengetahui keabsahan dari analisis regresi yang digunakan maka sebelum menginterpretasikan hasilnya, lebih dahulu mengetahu hasil uji asumsi klasik sebegai berikut: 1. Uji Normalitas Model regresi yang baik diharuskan memiliki residual yang berdistribusi normal. Oleh karena itu diperlukan uji normalitas untuk mengetahui apakah residual yang digunakan pada model ini sudah terdistribusi normal. Penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera dengan hasil sebagai berikut: Grafik 2: Histogram Normality Test Series: Residuals Sample 22Q2 215Q4 Observations 55 Mean -3.23e-17 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness.5884 Kurtosis Jarque-Bera Probability Dari Grafik 2 di atas dapat disimpulkan bahwa residual pada model jangka pendek berdistribusi normal, karena semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga memiliki probabilitas sebesar yang menunjukkan > Uji Heterokedastisitas Salah satu asumsi penting dalam regresi linier adalah residualnya harus memiliki varians yang sama (homokedastisitas). Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka terjadi masalah heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan Breusch-Pagan- Godfrey Test dengan hasil sebagai berikut: Tabel.4: Hasil Uji Heteroskedastisitas F-statistic Prob. F(2,34).851 Obs*R-squared Prob. Chi-Square(2).1225 Scaled explained SS Prob. Chi-Square(2).6848 Dari Tabel 4, diketahui bahwa nilai probabilitas Chi-Square yang dihasilkan pada pengujian ini adalah sebesar.1225 yang lebih besar dari.5. Hal ini menunjukkan bahwa

12 asumsi homokedastisitas terpenuhi atau dengan kata lain terbebas dari masalah heterokedastisitas dalam model jangka pendek. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk melihat korelasi antar residual pada model regresi. Hasil dari uji autokorelasi menggunakan Serial Correlation LM Test dapat dilihat pada tabel 5. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi karena nilai probabilitas chi-square sebesar.775 lebih besar dari tingkat signifikansi 5%. Tabel 5: Hasil Breusch Godfrey Serial Correlation LM test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Prob. F(2,49).7993 Obs*R-squared Prob. Chi-Square(2) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat hubungan linear antar variabel independen yang digunakan. Pada penelitian ini uji multikolinearits dilakukan dengan melihat nilai korelasi antar variabel independen, dimana jika korelasinya berada di bawah.9 maka dinyatakan terbebas dari masalah multikolinearitas. Hasil uji korelasi pada model ini dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6: Hasil Uji Multikolinearitas D(SBI) D(M2) D(E) D(CRT) D(SBI) D(M2) D(E) D(CRT) Dari Tabel 6 diperoleh hasil bahwa semua variabel independen tidak mengalami masalah multikolinearitas. Ini dapat dilihat dari nilai korelasi pada variabel tersebut yang berada di bawah angka.8 pada hasil uji Corellation pada Eviews. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen tidak terdapat multikolinearitas dalam jangka pendek. Uji Hipotesis Model Jangka Pendek Nilai koefisien determinasi (R-squared) jangka pendek adalah sebesar.4141 yang berarti kemampuan variabel independen yaitu suku bunga BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga dalam menjelaskan variasi variabel inflasi dalam jangka pendek adalah sebesar 41.41% dan sisanya ditentukan oleh variabel bebas lain di luar model. Nilai probabilitas F-statistik. lebih kecil dari 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang meliputi suku bunga BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga secara simultan mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek. Secara parsial, dapat diketahui bahwa variabel suku bunga BI rate memiliki koefisien sebesar dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih besar dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel suku bunga BI rate berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek. Variabel jumlah uang beredar memiliki koefisien sebesar.929 dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih kecil dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel jumlah uang beredar tidak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek. Untuk variabel nilai tukar memiliki koefisien sebesar dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih besar dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara

13 parsial variabel nilai tukar berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek.. Selain itu, untuk variabel konsumsi rumah tangga memiliki koefisien sebesar dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih besar dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial konsumsi rumah tangga berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek. Estimasi Model Jangka Panjang Selain melihat pengaruh dalam jangka pendek, regresi linier berganda model ECM dengan metode Engle Granger dua tahap juga dapat melihat pengaruh jangka panjang dari hasil uji kointegrasi menggunakan OLS biasa. Tabel 7: Hasil Regresi Berganda Model Jangka Panjang Variabel Koefisien Standardized Coefficients t-hitung C SBI M E -6.99E CRT R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob (F-statistic).21 Dari pengolahan data di atas, dapat ditulis persamaan jangka panjang sebagai berikut: INF = *SBI +.16*M2 6.99E-5*E.48*CRT Dari hasil standardized coefficients variabel perubahan konsumsi rumah tangga memperlihatkan pengaruh terbesar dibanding variabel lainnya. Pengaruh tersebut sebesar 1.23, yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan perubahan konsumi rumah tangga sebesar 1 miliar, dalam jangka panjang akan meningkatkan perubahan pada tingkat inflasi sebesar 1.23 persen. Uji Asumsi Klasik Model Jangka Panjang Sama halnya pada model jangka pendek, sebelum menginterpretasikan hasilnya, lebih dahulu mengetahui hasil uji asumsi klasik sebegai berikut: 1. Uji Normalitas Model regresi yang baik diharuskan memiliki residual yang berdistribusi normal. Oleh karena itu diperlukan uji normalitas untuk mengetahui apakah residual yang digunakan pada model ini sudah terdistribusi normal. Penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera dengan hasil sebagai berikut: Grafik 3: Histogram Normality Test Series: Residuals Sample 22Q1 215Q4 Observations 56 Mean 4.36e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability

14 Dari Grafik 3 di atas dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal, karena semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga memiliki nilai probabilitas sebesar yang menunjukkan >.5. Artinya yang digunakan dalam penelitian ini memiliki distribusi yang normal dan menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas dalam model jangka panjang. 2. Uji Heterokedastisitas Salah satu asumsi penting dalam regresi linier adalah residualnya harus memiliki varians yang sama (homokedastisitas). Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka terjadi masalah heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan Breusch-Pagan- Godfrey Test dengan hasil sebagai berikut: Tabel.8: Hasil Uji Heteroskedastisitas F-statistic Prob. F(14,41).2737 Obs*R-squared Prob. Chi-Square(14).2652 Scaled explained SS Prob. Chi-Square(14). Dari Tabel 8, diketahui bahwa nilai probabilitas Chi-Square yang dihasilkan pada pengujian ini adalah sebesar.2652 yang lebih besar dari.5. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi homokedastisitas terpenuhi atau dengan kata lain terbebas dari masalah heterokedastisitas dalam model jangka panjang. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk melihat korelasi antar residual pada model regresi. Hasil dari uji autokorelasi menggunakan Serial Correlation LM Test dapat dilihat pada tabel 9. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi karena nilai probabilitas chi-square sebesar.835 lebih besar dari tingkat signifikansi 5%. Tabel 9: Hasil Breusch Godfrey Serial Correlation LM test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Prob. F(2,47).182 Obs*R-squared Prob. Chi-Square(2) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat hubungan linear antar variabel independen yang digunakan. Pada penelitian ini uji multikolinearits dilakukan dengan melihat nilai korelasi antar variabel independen, dimana jika korelasinya berada di bawah.9 maka dinyatakan terbebas dari masalah multikolinearitas. Hasil uji korelasi pada model ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1: Hasil Uji Multikolinearitas SBI M2 E CRT SBI M E CRT Dari Tabel 1 diperoleh hasil bahwa semua variabel independen tidak mengalami masalah multikolinearitas. Ini dapat dilihat dari nilai korelasi pada variabel tersebut yang berada di bawah angka.8 pada hasil uji Corellation pada Eviews. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen tidak terdapat multikolinearitas dalam jangka panjang.

15 Inflasi (%), Suku bunga BI rate (%) Investasi (Triliun rupiah) Uji Hipotesis Model Jangka Panjang Nilai koefisien determinasi (R-squared) adalah sebesar.4728 yang berarti kemampuan variabel independen yaitu suku bunga BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga dalam menjelaskan variasi variabel inflasi dalam jangka panjang adalah sebesar 47.28% dan sisanya sebesar 52.72% ditentukan oleh variabel bebas di luar model. Nilai probabilitas F-statistik.2 lebih kecil dari 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang meliputi suku bunga BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, dan konsumsi rumah tangga secara simultan mempengaruhi inflasi dalam jangka panjang. Secara parsial, dapat diketahui bahwa variabel suku bunga BI rate memiliki koefisien sebesar dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih besar dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel suku bunga BI rate berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap tingkat inflasi dalam jangka panjang. Variabel jumlah uang beredar memiliki koefisien sebesar.1636 dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih kecil dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel jumlah uang beredar tidak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap tingkat inflasi dalam jangka panjang. Untuk variabel nilai tukar memiliki koefisien sebesar -6.99E-5 dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih kecil dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel nilai tukar tidak berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap tingkat inflasi dalam jangka panjang. Selain itu, untuk variabel konsumsi rumah tangga memiliki koefisien sebesar dan t-statistik sebesar Jika dibandingkan dengan t-tabel, lebih kecil dari t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 49 yaitu sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial konsumsi rumah tangga tidak berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap tingkat inflasi dalam jangka panjang. Pembahasan Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Tingkat Inflasi Menurut hasil estimasi, suku bunga BI rate secara signifikan berperan dalam mempengaruhi inflasi dalam jangka panjang, namun memiliki pola hubungan yang negatif. Hal ini dikarenakan apabila suku bunga mengalami penurunan maka semakin banyak masyarakat yang memegang uang dan hal ini akan memicu terjadinya inflasi dan sebaliknya. Grafik 4: Perbandingan Suku bunga BI rate, Investasi, dan Inflasi Suku bunga BI rate Inflasi Investasi Sumber: Data penelitian (diolah) Grafik 4 menunjukkan bahwa ketika suku bunga BI rate mengalami penurunan, maka investasi dan inflasi akan mengalami peningkatan. Dan begitu pun sebaliknya yaitu apabila suku bunga BI rate mengalami peningkatan, maka investasi dan inflasi akan mengalami penurunan. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan teori ilmu ekonomi makro bahwa adanya peningkatan tingkat suku bunga BI rate akan berpotensi mendorong inflasi pada tingkat yang lebih rendah. Menurut teori ini suku bunga akan berpengaruh pada kesediaan orang untuk berinvestasi. Investasi tersebut pada gilirannya akan berpengaruh pada sisi permintaan. Permintaan inilah yang akhirnya mempengaruhi inflasi. Kesimpulannya, suku bunga akan mempengaruhi inflasi, tapi tidak searah. Artinya, kalau suku bunga diturunkan maka itu tidak

16 Q1 22 Q1 23 Q1 24 Q1 25 Q1 26 Q1 27 Q1 28 Q1 29 Q1 21 Q1 211 Q1 212 Q1 213 Q1 214 Q1 215 Inflasi (%) Suku Bunga BI rate (%) dengan sendirinya menyebabkan inflasi menurun. Sebaliknya inflasi justru akan meningkat. Ini membuktikan bahwa signifikansi hasil estimasi penelitian ini telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayati (26), Endri (28), dan Pratiwi (213) yang menjelaskan bahwa pengaturan BI rate dapat mempengaruhi laju inflasi jangka panjang di Indonesia dan bertanda negatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Jika dilihat dari arah pergerakannya dalam Grafik 5, hubungan antara tingkat suku bunga BI rate dan laju inflasi di Indonesia memiliki arah fluktuasi pergerakan yang hampir sama. Grafik 5: Perbandingan Tingkat Inflasi dan Suku Bunga BI Rate Inflasi Suku bunga BI rate Sumber: Data penelitian (diolah) Dapat diamati bahwa selama periode penelitian, terjadi 2 fluktuasi trend yang paling menonjol pada periode 25 dan 28. Kedua trend tersebut menjelaskan adanya kenaikan tingkat suku bunga BI rate dan kenaikan tingkat inflasi apabila dibandingkan dengan trend periode sebelumnya, selain karena kuatnya dampak shock dalam perekonomian domestik. Meskipun kedua trend tidak bersinggungan secara langsung, namun adanya kesamaan arah tersebut menjelaskan bahwa setiap terjadi peningkatan suku bunga BI rate, maka tingkat inflasi juga mengalami peningkatan. Dengan demikian, kenaikan BI rate juga berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi dalam jangka pendek dan memiliki pengaruh positif dengan lag 1. Sesuai dengan pandangan Keynes, sebagian besar pelaku usaha tidak mampu meningkatkan kapasitas outputnya dalam waktu yang relatif singkat dan kenaikan biaya produksi dapat meningkatkan harga jual produk. Apabila sebagian pedagang memiliki perilaku yang sama, maka kenaikan suku bunga tersebut dapat memicu kenaikan inflasi. Hasil estimasi penelitian ini mendukung teori Fisher yang menjelaskan hubungan positif suku bunga dan inflasi, serta mendukung hasil penelitian Hayati (26), Endri (28), dan Pratiwi (213) yang mengidentifikasi pengaruh tingkat suku bunga terhadap inflasi jangka pendek Indonesia. Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini telah terbukti bahwa tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif terhadap tekanan inflasi di Indonesia dalam jangka pendek. Sesuai dengan hipotesis selanjutnya, suku bunga BI rate merupakan variabel dominan yang pertama dalam mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini berarti setiap ada perubahan nilai suku bunga BI rate, baik itu berupa kenaikan ataupun penurunan, akan berimbas pula pada perubahan tingkat inflasi di Indonesia. Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Oleh karena itu, suku bunga adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi inflasi di Indonesia. Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Tingkat Inflasi Jumlah uang beredar yang diduga dapat mempengaruhi pergerakan inflasi dibuktikan melalui hasil estimasi ECM. Dalam jangka panjang jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan dengan pola hubungan yang positif. Artinya adalah adanya kenaikan jumlah uang beredar akan mengakibatkan kenaikan pada Inflasi. Keadaan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mishkin (28:14) yang menyatakan bahwa jumlah uang beredar

17 Q1 22 Q2 23 Q3 24 Q4 25 Q1 27 Q2 28 Q3 29 Q4 21 Q1 212 Q2 213 Q3 214 Q4 215 Inflasi (%) Jumlah Uang Beredar (Miliar) berpengaruh positif terhadap inflasi. Jadi, pertambahan jumlah uang beredar yang berlebihan akan mendorong kenaikan tingkat harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Dengan demikian, hasil penelitian ini telah sesuai dengan teori monetaris yang menyatakan bahwa adanya penambahan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berpotensi mendorong inflasi pada tingkat yang lebih tinggi. Temuan empiris dalam penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Ratnasari (26), Yiping, et al (21), Almounsor (21), Sultan (211), Arintoko (211), Anugrah (212) dan Pratiwi (213) yang mengidentifikasi bahwa jumlah uang beredar memiliki pengaruh signifikan terhadap laju inflasi dalam jangka panjang. Jadi, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini telah terjawab, yaitu jumlah uang beredar memiliki pengaruh terhadap tekanan inflasi di Indonesia dalam jangka panjang. Sementara itu dalam jangka pendek jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan dengan pola hubungan yang positif. Pada Grafik 6 dapat dilihat bahwa jumlah uang beredar yang selalu meningkat selama periode penelitian sementara laju inflasi bersifat fluktuatif. Kecenderungan meningkatnya jumlah uang beredar ini lebih dikarenakan kebijakan Bank Indonesia untuk menggairahkan sektor riil dalam menopang laju pembangunan dan tingginya tingkat investasi dari investor luar negeri sehingga berdampak pada semakin bertambahnya uang beredar itu sendiri. Sesuai dengan teori Keynes yang menyatakan bahwa perputaran uang tidak konstan dan berubah-ubah. Apabila masyarakat lebih banyak memegang uang (JUB meningkat), maka masyarakat cenderung untuk meningkatkan transaksinya dan menuntut penawaran output yang lebih besar. Namun karena keterbatasan output dalam jangka pendek, maka kenaikan permintaan hanya akan memicu kenaikan harga. Dengan kata lain, penambahan JUB dalam perekonomian dapat meningkatkan inflasi. Temuan empiris dalam penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Anugrah (212), Hayati (26), dan Pratiwi (213) yang mengidentifikasi bahwa jumlah uang beredar tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap laju inflasi dalam jangka pendek dan hasil temuan ketiganya bersifat negatif. Jadi, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini telah terjawab, yaitu jumlah uang beredar tidak memiliki pengaruh terhadap tekanan inflasi di Indonesia dalam jangka pendek. Mengingat pentingnya peran uang dalam perekonomian, maka untuk mengendalikan pertumbuhan uang yang beredar tanpa berpotensi memicu inflasi, pemerintah dapat menentukan target maksimal jumlah uang yang diedarkan. Apabila terdapat sinyal bahwa jumlah uang yang beredar di masyarakat telah melebihi kapasitas, maka perlu diadakan operasi pasar terbuka dan melakukan evaluasi kebijakan pada periode selanjutnya. Pembatasan jumlah uang yang dipegang masyarakat dapat juga dilakukan melalui lembaga keuangan melalui penetapan GWM dan melakukan tindakan tegas pada bank yang tidak melakukan fungsi intermediasinya dengan baik. Grafik 6: Perbandingan Tingkat Inflasi dan Jumlah Uang Beredar Inflasi Jumlah Uang Beredar Sumber: Data penelitian (diolah) Pengaruh Nilai Tukar terhadap Tingkat Inflasi Hasil estimasi menunjukkan bahwa dalam jangka panjang nilai tukar mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika memiliki pengaruh dengan arah hubungan negatif. Dampak perubahan nilai tukar terhadap inflasi melalui impor barang konsumsi, adalah karena harga impornya dapat langsung memengaruhi harga jual produk di dalam negeri (kelompok ini mempunyai elastisitas yang tinggi terhadap perubahan nilai tukar), sedangkan dampak melalui impor bahan baku dan barang modal yaitu pembentukan harganya melalui proses produksi terlebih dahulu. Sementara

18 Q1 22 Q2 23 Q3 24 Q4 25 Q1 27 Q2 28 Q3 29 Q4 21 Q1 212 Q2 213 Q3 214 Q4 215 Inflasi (%) Nilai Tukar (IDR/USD) itu, jalur transmisi tidak langsung terjadi melalui dorongan permintaan (demand pull), dimana kenaikan harga luar negeri ataupun kenaikan nilai mata uang asing mengakibatkan peningkatan penghasilan produsen eksportir dalam negeri sehingga dapat meningkatkan permintaan mereka akan barang dan jasa di dalam negeri. Dampak kenaikan permintaan ini pada akhirnya akan menaikan harga. Bagi negara yang masih banyak mengimpor bahan baku maupun barang modal dari negara lain, depresiasi mata uang domestik tersebut akan berdampak negatif bagi perkonomian domestik, yaitu adanya peningkatan biaya produksi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku maupun barang modal sehingga menimbulkan kenaikan harga barang-barang produksi dan berpotensi menimbulkan inflasi Pengaruh negatif Kurs Rupiah-US Dollar juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Dwiantoro pada tahun 24 mengenai analisis determinan inflasi di Indonesia dengan Engel-Granger ECM. Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara Kurs Rupiah-US Dollar terhadap inflasi. Hal ini bisa terjadi karena selama periode penelitian nilai Kurs Rupiah US-Dollar menunjukkan kecenderungan yang stabil. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa fluktuasi yang terjadi pada Inflasi bisa disebabkan oleh faktor-faktor diluar Kurs Rupiah-US Dollar seperti kenaikan jumlah uang beredar, kenaikan administered price (harga BBM) dan inflasi volatile food. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan hasil penelitian terdahulu bahwa tidak adanya pengaruh signifikan antara nilai tukar terhadap inflasi dalam jangka panjang namun bertanda negatif dan ini terbukti dengan hipotesis yang diajukan. Sedangkan dalam jangka pendek nilai tukar mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Hayati (26) mengenai pengaruh dinamika penawaran dan permintaan valas terhadap nilai tukar rupiah dan kinerja perekonomian Indonesia, yang menghasilkan kesimpulan bahwa pada jangka pendek, pengaruh nilai tukar pada harga pada first round effect (yaitu dari nilai tukar ke harga impor) relatif kuat dan signifikan, namun pada second round effect (dari nilai tukar ke harga konsumen) lebih terbatas dan tidak signifikan. Walaupun dalam jangka pendek tidak ada pengaruh signifikan antara nilai tukar dan inflasi, Bank Indonesia (BI) tetap harus memperhatikan kestabilan nilai tukar, mengingat inflasi yang terjadi dalam jangka pendek tentu akan berpengaruh pada inflasi jangka panjang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh negatif nilai tukar dalam jangka pendek terhadap inflasi terbukti dengan hipotesis yang diajukan. Pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi harga domestik melalui efeknya terhadap penawaran dan permintaan agregat. Pada sisi penawaran, nilai tukar dapat mempengaruhi harga yang dibayar oleh pembeli domestik barang-barang impor secara langsung. Dalam open small economy, bila mata uang terdepresiasi akan mengakibatkan harga impor lebih tinggi dan sebaliknya. Fluktuasi nilai tukar bisa secara tidak langsung berpengaruh pada penawaran harga domestik. Potensi biaya tinggi dari input impor terkait dengan depresiasi nilai tukar yang meningkatkan biaya marjinal dan menyebabkan harga-harga dari barang yang diproduksi di dalam negeri lebih tinggi. Lebih lanjut perusahaan impor yang bersaing mungkin akan menaikkan harga sebagai tanggapan terhadap kenaikan harga pesaing asing dalam rangka meningkatkan margin keuntungan. Tingkat penyesuaian harga tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti struktur pasar, sifat dari kebijakan nilai tukar pemerintahan, atau kemampuan substitusi produk. Grafik 7: Perbandingan Tingkat Inflasi dan Nilai Tukar 4 15., , 5.,, Inflasi Nilai Tukar Sumber: Data penelitian (diolah)

19 Pada Grafik 7 dapat dilihat bahwa kenaikan nilai tukar tidak akan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian maupun penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa penurunan nilai tukar akan meningkatkan inflasi di Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia pada triwulan III-25 diwarnai oleh tekanan pada nilai tukar rupiah dan tingginya harga minyak internasional yang berkelanjutan, diiringi peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. Demikian pula menurut laporan Bank Indonesia, perekonomian indonesia dalam triwulan III-25 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap stabilitas makro ekonomi meningkat. Tingginya harga minyak dunia dan ekspansi ekonomi domestik yang bertumpu pada impor telah menimbulkan tekanan yang besar terhadap kondisi neraca pembayaran dan pengeluaran subsidi Bahan Bakar Minyak pemerintah. Dari sisi moneter, kondisi tersebut telah menyebabkan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah yang meningkat, sementara inflasi masih relatif tinggi salah satunya karena dampak meningkatnya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia memandang bahwa meningkatnya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah tersebut dapat meningkatkan resiko ketidakstabilan makro ekonomi yang dapat mengganggu keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Pengaruh Konsumsi Rumah Tangga terhadap Tingkat Inflasi Pola konsumsi rumah tangga Indonesia yang mengalami perbaikan dalam beberapa waktu terakhir menyebabkan adanya peningkatan konsumsi yang dapat memicu kenaikan inflasi. Berdasarkan hasil estimasi, ditemukan bahwa konsumsi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang di Indonesia. Hubungan negatif yang ditunjukkan oleh koefisien variabel CRT menjelaskan bahwa adanya peningkatan pada konsumsi rumah tangga dapat memicu penurunan inflasi. Bukti empiris penelitian ini memiliki persamaan hasil dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Ziramba (28), Almounsor (21), dan Pratiwi (213). Ziramba, Almounsor, dan Pratiwi mengidentifikasi adanya perubahan pola konsumsi masyarakat yang dapat memicu penurunan permintaan agregat, sehingga dapat mendorong peningkatan tingkat inflasi. Kondisi ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang diungkapkan sebelumnya bahwa konsumsi masyarakat berpengaruh positif terhadap inflasi. Dapat dilihat pada grafik 12 bahwa meskipun terjadi kenaikan konsumsi masyarakat tetapi selama periode penelitian inflasi cenderung stabil. Menurut pandangan Keynesian, dalam jangka panjang kenaikan permintaan akan meningkatkan output dan tingkat harga karena kecenderungan perusahaan untuk berekspansi ke depan. Kenaikan tingkat harga bisa saja menyebabkan inflasi naik ataupun turun dari tingkat inflasi periode sebelumnya. Artinya adalah ketika konsumsi rumah tangga naik dan tingkat harga juga naik sehingga menyebabkan peningkatan harga turun dibandingkan dengan peningkatan harga periode sebelumnya. Hal ini dapat didukung oleh tabel 11 sebagai berikut: Tabel 11: Perbandingan Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga dan Inflasi Triwulan III, 25 Terhadap Triwulan II, 25 Triwulan IV, 25 Terhadap Triwulan III, 25 Triwulan I, 26 Terhadap Triwulan IV, 25 Konsumsi Rumah Tangga (%) Tingkat Inflasi (%) Sumber: Data penelitian (diolah) Pada tabel 11 dapat dilihat bahwa ketika konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan dari periode sebelumnya, inflasi malah mengalami penurunan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh konsumsi rumah tangga terhadap inflasi dalam jangka panjang tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. H 1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

BAB 4 PEMBAHASAN. H 1 : tidak terdapat unit root (data stasioner) BAB 4 PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil estimasi berdasarkan metode penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dan pembahasan analisis hasil estimasi tersebut. Pembahasan dilakukan secara

Lebih terperinci

Determinan Inflasi Indonesia: Jangka Panjang dan Pendek

Determinan Inflasi Indonesia: Jangka Panjang dan Pendek Determinan Inflasi Indonesia: Jangka Panjang dan Pendek JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Ardianing Pratiwi 0810210032 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 LEMBAR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengantar Bab 4 akan memaparkan proses pengolahan data dan analisis hasil pengolahan data. Data akan diolah dalam bentuk persamaan regresi linear berganda dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series 51 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series yang didapat dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik dan melalui

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KREDIT BERMASALAH BANK UMUM KONVENSIONAL DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH BANK UMUM SYARIAH

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KREDIT BERMASALAH BANK UMUM KONVENSIONAL DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH BANK UMUM SYARIAH PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KREDIT BERMASALAH BANK UMUM KONVENSIONAL DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH BANK UMUM SYARIAH JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Elsa Pradika Putri 125020407111012 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. FDR, Inflasi dan kurs terhadap ROA di Indonesia pada tahun 2013: I 2016: VII.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. FDR, Inflasi dan kurs terhadap ROA di Indonesia pada tahun 2013: I 2016: VII. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab IV ini akan dilakukan pengujian terhadap pengaruh CAR, NPF, FDR, Inflasi dan kurs terhadap ROA di Indonesia pada tahun 2013: I 2016: VII. Sebagaimana telah dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter yang sebelumnya mempunyai sasaran ganda (pencapaian inflasi yang rendah dan peningkatan kesempatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah data sekunder yang

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah data sekunder yang 30 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Laporan Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia,

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots test).

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots test). BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Stasioner Uji Stasioner dilakukan untuk menguji apakah data atau variabel yang dianalisis dalam penelitian ini stasioner

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series)

METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) 48 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang didapat dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Asumsi Pengujian asumsi dilalukan untuk memastikan bahwa model yang dipilih telah memenuhi asumsi yang telah ditentukan. Ada empat tahapan pengujian asumsi yang harus

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN 2003.1 2005.12 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Pada fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Data dan Sumber Data 1. Data Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Variabel Sektor Moneter dan Riil Terhadap Inflasi di Indonesia (Periode 2006:1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif mewakili seluruh contoh populasi dalam penelitian. Hal ini menjelaskan mengenai kecenderungan data tengah dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam analisis data time series. Hal ini karena penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. statistik. Penelitian ini mengukur pengaruh pembalikan modal, defisit neraca

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. statistik. Penelitian ini mengukur pengaruh pembalikan modal, defisit neraca BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif, yaitu penelitian yang mengukur suatu variabel, sehingga lebih mudah dipahami secara

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Dalam penelitian yang berjudul Analisis Determinan Nilai Aktiva Bersih Reksa

III. METODELOGI PENELITIAN. Dalam penelitian yang berjudul Analisis Determinan Nilai Aktiva Bersih Reksa III. METODELOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian yang berjudul Analisis Determinan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Saham di Indonesia (Periode 2005:T1 2014:T3) variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa seberapa besar volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN

BAB III METODE PENILITIAN 44 BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi antara lain Bank

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini 42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Unit Root Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini diuji dengan uji unit roots yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini penulis melakukan pengujian mengenai Luas panen, Jumlah Penduduk dan Harga terhadap produksi padi di Kabupaten Gunungkidul periode tahun 1982-2015.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis dan Hasil Regresi Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai Desember

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA THE FACTORS ANALYSIS INFLUENCE INFLATION IN REGENCY/CITY YOGYAKARTA SPESIAL REGION Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang 53 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Sumber Data Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang diperoleh dari data Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Sampel dan Data Penelitian ini menggunakan 30 data, sampel yang diamati selama 15 tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun 2015. Data yang diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini 51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis. dan skewness (kemencengan distribusi).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis. dan skewness (kemencengan distribusi). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Menurut Ghozali (2011: 19), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean),

Lebih terperinci

PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA; PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL

PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA; PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA; PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL OLEH WILIA AGUSTIANI Willia.Agustiani@gmail.com FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Laporan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia, Badan Pusat

III. METODE PENELITIAN. Laporan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia, Badan Pusat 49 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari data publikasi Bank Indonesia berupa Statistik Ekonomi Moneter, Laporan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN ANALISIS

BAB 1V HASIL DAN ANALISIS BAB 1V HASIL DAN ANALISIS 4.1 Diskripsi Data Penelitian 4.1.1 Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar adalah harga suatu mata uang suatu Negara dalam satuan mata uang asing, yang mana jumlah mata uang asing tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Data 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi,

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi, 391 III. METODE PENELITIAN Dalam penelitian Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi, dan Suku Bunga Luar Negeri Terhadap Nilai Impor Non Migas di Indonesia (Periode 2001:I 2012:IV)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Skripsi ini meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Skripsi ini meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi 53 BAB 1V 4.1 Diskripsi Data Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Skripsi ini meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi masyarakat di Indonesia tahun 1995-2014 dengan model error correction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang merupakan bagian yang tidak. terpisahkan dalam kehidupan masyarakat dan perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa uang merupakan bagian yang tidak. terpisahkan dalam kehidupan masyarakat dan perekonomian suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa uang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat dan perekonomian suatu negara tanpa memasukkan besaran uang. Uang

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied I. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied Descriptive Reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Akar Unit (Stasionaritas) Data deret waktu dikatakan stasioner jika menunjukkan pola yang konstan dari waktu kewaktu. Adapun uji akar unit

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

METODE PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang 45 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Sumber Data Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan melalui pengolahan data yang dihitung

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala

BAB III. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala BAB III Metode Penelitian A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala numerik, berdasarkan data time series yang berhubungan dengan inflasi,suku

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN Oleh: Anggun Sundari

ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN Oleh: Anggun Sundari ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2005 2014 Oleh: Anggun Sundari 123401014 Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi (Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya PO BOX

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka, Suku Bunga Deposito dan Inflasi 4.1.1 Perkembangan Jumlah Deposito Berjangka Pada periode pengamatan, yaitu Januari 2004

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. harga gula domestic (HGD), PDB perkapita (PDB), dan jumlah penduduk

BAB V PEMBAHASAN. harga gula domestic (HGD), PDB perkapita (PDB), dan jumlah penduduk BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini analisis data dan pembahasan akan diakukan pengujian terhadap, harga gula domestic (HGD), PDB perkapita (PDB), dan jumlah penduduk (PENDUDUK), kurs (KURS), terhadap permintaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari www.bps.go.id dan www.bi.go.id. Data yang

Lebih terperinci

PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013)

PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013) PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013) Putri Sri Kasinta Purba Suhadak Raden Rustam Hidayat Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisis dari data-data penelitian yang telah diolah menggunakan Eviews, diikuti dengan pembahasan dari hasil pengolahan data.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT ISSN : 2302 1590 E-ISSN : 2460 190X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.5 No.2 (151-157 ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh Nilmadesri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Selang periode runtun waktu. Bulanan Tahun Dasar PDB Triwulanan Miliar rupiah. M2 Bulanan Persentase

METODE PENELITIAN. Selang periode runtun waktu. Bulanan Tahun Dasar PDB Triwulanan Miliar rupiah. M2 Bulanan Persentase III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data Tabel 8. Deskripsi Data Input Nama Data Selang periode runtun waktu Satuan pengukuran Sumber Data Inflasi (CPI) Bulanan Tahun Dasar 2000 Indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan perekonomian baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan perekonomian baik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis finansial yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 memberi dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Salah satu dampak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang

METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang 43 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mengambang seperti uang beredar, suku bunga Indonesia(BI

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB) dalam arti luas (M 2 ) dan BI Rate dari tahun 2010 sampai tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbedaan nilai tukar suatu mata uang negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang (Tajul, 2000:129). Kurs merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan metode purposive sampling yang digunakan, sampel yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan metode purposive sampling yang digunakan, sampel yang 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan rumah tangga yang secara berturut-turut pada periode tahun 1981

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di dasari oleh dua indikator ekonomi makro yaitu tingkat bunga (BI Rate) dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Sukuk Korporasi Pesatnya perkembangan industri keuangan syariah juga diikuti oleh pesatnya perkembangan instrumen keuangan dan pembiayaan syariah yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada peningkatan perdagangan internasional. Secara umum bentuk perdagangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada peningkatan perdagangan internasional. Secara umum bentuk perdagangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang dimana Indonesia tidak akan lepas dari putaran roda kegiatan perekonomian internasional. Hal ini berindikasi pada peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini membahas tentang pengaruh inflasi, kurs, dan suku bunga kredit

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini membahas tentang pengaruh inflasi, kurs, dan suku bunga kredit BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup ekspor mebel di Kota Surakarta, dengan mengambil studi kasus di Surakarta dalam periode tahun 1990-2014. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Produk Domestik Bruto Nasional Produk domestik bruto adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam suatu negara dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pencarian data dilakukan melalui riset perpustakaan (library research)

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pencarian data dilakukan melalui riset perpustakaan (library research) BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Pencarian data dilakukan melalui riset perpustakaan (library research) dilakukan dengan mempelajari berupa catatan yaitu melakukan pencatatan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di kota Yogyakarta. B. Jenis Data Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab V ini akan dilakukan pengujian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi di Indonesia. Dimana variabel terikat (variable dependent) meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Antara Penerimaan DAU dengan Pertumbuhan PDRB Dalam melihat hubungan antara PDRB dengan peubah-peubah yang mempengaruhinya (C, I, DAU, DBH, PAD, Suku Bunga dan NX)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara seringkali menggunakan perhitungan mengenai keuntungan dan kerugian yang dilihat dari

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Paparan Statistika Deskriptif

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Paparan Statistika Deskriptif BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Paparan Statistika Deskriptif Data yang digunakan dalam penelitian perlu diolah lebih lanjut untuk diketahui apakah data yang ada layak digunakan dalam analisis atau tidak. Uji statistika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang diperoleh dari beberapa lembaga dan instansi pemerintah,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang

METODOLOGI PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang 52 II. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang didapat dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi, BAB III 3.1. Jenis dan Sumber Data METODE PENELITIAN 3.1.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data yang dicatat secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis tersebut untuk memperoleh kesimpulan. 68 Jenis penelitian kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. analisis tersebut untuk memperoleh kesimpulan. 68 Jenis penelitian kuantitatif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang menganalisis data-data secara kuantitatif kemudian menginterpretasikan hasil analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada umumnya negara berkembang di dunia mengalami keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada umumnya negara berkembang di dunia mengalami keadaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya negara berkembang di dunia mengalami keadaan perekonomian yang tidak menguntungkan, hal ini telah memacu tingkat inflasi yang tinggi, dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. A. Data dan Sumber Data Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian arsip yaitu suatu penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. A. Data dan Sumber Data Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian arsip yaitu suatu penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Data dan Sumber Data Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian arsip yaitu suatu penelitian terhadap fakta yang tertulis. Dokumen atau arsip data yang diteliti berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua negara di dunia adalah inflasi. Inflasi berasal dari bahasa latin inflance yang berarti meningkatkan.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN 1995-2014 ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada

Lebih terperinci