ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT"

Transkripsi

1 ISSN : E-ISSN : X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.5 No.2 ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh Nilmadesri Rosya, Putri Meliza Sari, Yosi Eka Putri Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP- PGRI Sumbar Jl. Gunung Pangilun No.1, Padang Sumatera Barat nilmadesrirosya@yahoo.co.id submited: reviewed: accepted: ABSTRACT The purpose of this research are to know and analysis influence inflation, the money supply, interest rates, government spending, consumption and exchange rate on aggregate demand in West Sumatra. The form of time series data from the first quarter of the fourth quarter of This study uses a double linear regression model analysis tool with the Ordinary Least Square method ( OLS ). The results showed that inflation, money supply, interest rates, government spending and consumption have a significant effect on aggregate demand in West Sumatra. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintahkonsumsi dan kurs terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. Data berbentuk time series dari kuartal 1 tahun 2000 kuartal IV tahun Penelitian ini menggunakan alat analisis model persamaan Regresi Linear Berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah dan konsumsi berpengaruh signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. Keywords : Aggregate Demand, inflation, money supply, interest rate, government spending, and Consumption 2017 Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI, Padang

2 PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian sehingga barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah atau terjadi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terjadinya peningkatan atau penurunan dalam aktivitas perekonomian mengindikasikan terjadinya peningkatan dan penurunan dalam proses produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara/daerah. Oleh karena itu, perekonomian dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan ekonomi suatu daerah. Terjadinya peningkatan perekonomian berarti telah terjadi penyerapan tenaga kerja dan juga menunjukkan adanya kegairahan ekonomi karena perekonomiannya bergerak dan berekspansi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Permintaan agregat atau aggregat demand adalah jumlah total dari barangbarang yang diminta dalam suatu perekonomian. Permintaan agregat menjelaskan hubungan antara jumlah output yang diminta pada tingkat harga agregat, sehingga permintaan agregat menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli orang pada setiap tingkat harga. Nilmadesri, Jurnal Kajian Ekonomi, Juli 2013, Vol. II, No. 03 II, no. 03 (2013): Model permintaan agregat (Aggregate Demand/AD) sering kali digunakan untuk membantu menganalisis fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek. Model AD ini merupakan turunan dari model IS-LM, dimana pada model IS-LM menggunakan asumsi bahwa tingkat harga bersifat konstan. Kurva permintaan agregat pada dasarnya melambangkan jumlah dari seluruh barang dan jasa yang diminta dalam suatu perekonomian pada tiap tingkat harga. Artinya, jika hal lain tetap sama, penurunan tingkat harga keseluruhan dalam perekonomian cenderung meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta. Fluktuasi dalam keseluruhan perekonomian bisa berasal dari perubahan permintaan agregat. Para ekonom menyebut perubahan dalam permintaan agregat ini sebagai guncangan (shock) terhadap perekonomian. Guncangan yang menggeser kurva permintaan agregat disebut guncangan permintaan (demand shock). Guncangan yang mempengaruhi komponen permintaan agregat dapat berasal dari variabel moneter domestik maupun luar negeri. Variabel moneter tersebut antara lain berupa jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi maupun nilai tukar. Internal Monetary Shock atau guncangan pada variabel moneter domestik tersebut bisa berupa adanya perubahan kebijakan oleh otoritas moneter, seperti kebijakan moneter ekspansif atau kontraktif, yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya money supply shock dan interest rate shock. Selain itu adanya inflation shock, turut berpengaruh terhadap penerapan kebijakan moneter yang diambil, yaitu apakah bank sentral menerapkan kebijakan moneter ekspansif atau kontraktif. Sehingga adanya shock pada variabel moneter secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap permintaan agregat dan selanjutnya terhadap output. Internal monetary shock dapat menyebabkan penurunan output nasional. Misalnya, adanya kebijakan moneter kontraktif, yaitu penurunan JUB (Jumlah Uang Beredar) akan menyebabkan suku bunga domestik mengalami shock (meningkat) dan menimbulkan konsekuensi pada penurunan output nasional. Kenaikan suku bunga domestik menyebabkan tersendatnya upaya menstimulasi sektor riil perekonomian. Tingginya suku bunga akan menyebabkan masyarakat merelokasi pendapatan ke dalam aset-aset simpanan dan menahan tingkat konsumsi sehingga dana yang tersedia untuk investasi semakin sedikit. Lebih rendahnya tingkat investasi, konsumsi dan pengikisan nilai aset yang terjadi akibat inflasi akan 152

3 menyebabkan tertekannya permintaan agregat masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat. Money supply shock menyebabkan kenaikan output bergerak pada arah yang negatif. Hal ini terjadi karena uang beredar tidak lagi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, namun justru menimbulkan inflasi. Adanya kenaikan pada JUB yang diikuti oleh tingkat suku bunga menyebabkan output turun. Selanjutnya, tingginya tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap kenaikan output. Hal ini karena inflasi berpengaruh terhadap keputusan konsumsi masyarakat, pemerintah maupun bisnis. Dimana konsumsi adalah salah satu komponen penyusun permintaan agregat. Sehingga bila inflasi naik, maka akan menurunkan daya beli masyarakat. Ketika secara agregat tingkat konsumsi berkurang, maka output juga akan berkurang. Bila pergeseran agregat demand ini terus berlanjut dan menyebabkan sektor bisnis menjadi lemah, maka akan menyebabkan perekonomian mengalami resesi. Indonesia yang memenuhi kriteria small and open economy, menyebabkan setiap goncangan eksternal (eksternal monetary shock) yang terjadi dalam perekonomian dunia akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Adanya external monetary shock atau guncangan pada variabel moneter luar negeri bisa berupa exchange rate shock, yaitu perubahan sistem nilai tukar yang dianut maupun pergerakan nilai tukar domestik terhadap mata uang asing. Adanya guncangan pada nilai tukar bisa disebabkan oleh pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sehingga menyebabkan inflasi, konsekuensi dari inflasi yang tinggi adalah mata uang akan mengalami depresiasi (Mankiw, 2003:132). Jika diperhatikan data yang dirilis Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, pada tahun 2006 permintaan agregat mengalami peningkatan sebesar 6,14 persen, sedangkan inflasi mengalami penurunan sebesar -60,67 persen. Pengeluaran pemerintah ikut mengalami peningkatan perkembangan sebesar 17,37 persen sejalan dengan peningkatan permintaan agregat. Akan tetapi, jumlah uang beredar mengalami penurunan perkembangan sebesar 9,09 persen. Meningkatnya jumlah uang beredar tidak serta merta membuat rupiah terapresiasi karena pada tahun tersebut rupiah mengalami depresiasi sebesar -1,83 persen. Pada tahun 2009 permintaan agregat mengalami penurunan sebesar 4,16 persen, penurunan permintaan agregat diduga karena terjadinya penurunan tingkat inflasi sebesar 2,05 persen. Akan tetapi, ketika permintaan agregat turun sebesar 4,16 persen pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan sebesar 16,20 persen dan jumlah uang beredar juga mengalami peningkatan sebesar 15,49 persen. Meningkatnya jumlah uang beredar cenderung terjadi karena rendahnya tingkat suku bunga dan nilai tukar tukar rupiah mengalami penurunan. Pada tahun 2009 tersebut suku bunga mengalami peningkatan sebesar 24,06 persen dan nilai tukar memang mengalami penurunan sebesar -14,41 persen. Konsumsi rumah tangga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan permintaan agregat. Akan tetapi, pada ahun 2007 ketika konsumsi rumah tangga mengalami penurunan perkembangan dari tahun 2006 sebesar 4,11 persen, permintaan agregat mengalami peningkatan perkembangan sebesar 6,34 persen dari tahun sebelumnya Berdasarkan fenomena dan fakta di atas, untuk mengetahui sejauhmana masingmasing variabel mempengaruhi permintaan agregat (AD) di Sumatera Barat, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait factor yang mempengaruhi permintaan agregat di Sumatera Barat. KAJIAN TEORI Model permintaan agregat dimulai dari model IS-LM yang merupakan keseimbangan antara sektor rill dan pasar keuangan. Model IS-LM adalah interprestasi 153

4 terkemuka dari teori Keynes yang bertujuan untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional pada tingkat harga tertentu. Model IS-LM juga menunjukkan apa yang menyebabkan pendapatan berubah dalam jangka pendek ketika tingkat harga adalah tetap. Dalam perekonomian terbuka, maka pengeluaran yang direncanakan E, sebagai jumlah konsumsi C, investasi yang direncanakan I, belanja pemerintah G dan NX adalah net-eksport. Sehingga fungsi persamaannya: Y = C + I + G + NX Persamaan di atas merupakan persamaan pengeluaran aktual yang dibentuk dari penjumlahan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor. Dalam perekonomian terbuka, pengeluaran yang direncanakan sama dengan pengeluaran aktual sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = E E = C + I + G + NX C = f (Y-T) Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan aktual dikurangi dengan pajak. I = f (r,y) Sedangkan investasi merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dan pengeluaran aktual G = G Pengeluaran pemerintah merupakan pertumbuhan dari pengeluaran pemerintah NX = f (e) Dan net ekspor merupakan fungsi dari nilai tukar (kurs), sehingga dari persamaan di atas dapat diperoleh persamaan pengeluaran yang direncanakan sebagai berikut : E = C ( Y T ) + I ( r, Y ) + G + NX(e) E = f (T, G, r, e) Permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dan tingkat pendapatan nasional, hubungan tersebut diderivasi dari teori kuantitas uang yang menjelaskan bahwa pada jumlah uang beredar tertentu, tingkat harga yang lebih tinggi akan menunjukkan tingkat pendapatan yang lebih rendah (Froyen, 2002:62). MV = PY Di mana M adalah jumlah uang beredar, V adalah perputaran uang, P adalah tingkat harga dan Y adalah jumlah output. Kenaikan jumlah uang beredar akan menggeser kurva permintaan agregat ke kiri. Namun untuk memahami determinan permintaan agregat secara lengkap kita menggunakan model IS-LM. Pada model IS- LM akan terlihat pendapatan nasional turun ketika tingkat harga naik, dan permintaan agregat miring ke bawah dan apa yang menyebabkan permintaan agregat bergeser. Permintaan agregat miring ke bawah ketika tingkat harga berubah pada model IS- LM, untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan mengurangi penawaran keseimbangan uang rill M/P. Penawaran keseimbangan uang rill yang lebih rendah akan menggeser model LM ke atas dan akan mendongkrak tingkat bunga keseimbangan, selanjutnya peningkatan harga akan menurunkan pendapatan. Permintaan agregat menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain permintaan agregat menunjukkan ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga dan melihat apa yang akan terjadi dengan pendapatan. Semua hal yang merubah pendapatan pada model IS-LM selain perubahan pada tingkat harga menyebabkan pergeseran pada permintaan agregat. Faktor yang menyebabkan pergeseran permintaan agregat bukan hanya kebijakan moneter dan fiskal, tetapi juga guncangan pada pasar barang (IS) dan guncangan pada pasar uang (LM). 154

5 Model permintaan agregat (aggregate demand) diderivasi dari model IS- LM : M/P = L[r,C(Y T) + I(r,Y) + G + NX(e)] M = P.L[r, C(Y T) + I(r,Y) + G + NX (e)] Maka : P L r M, C Y T r, Y G NX e. P = f (M, r, G, T, e) Sehingga kenaikan tingkat harga sangat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, pengeluaran pemerintah dan pajak serta nilai tukar. METODE Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat secara langsung dari badan pusat statistik (BPS), yang meliputi permintaan agregat, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah, konsumsi dan kurs di propinsi Sumatera Barat dari tahun Teknik analisa data menggunakan model analisis regresi linear berganda : Y = α o + α 1 x 1 + α 2 x 2 + α 3 x 3 + α 4 x 4 + α 5 x 5 + α 6 x 6 + µ keterangan Y merupakan variabel permintaan agregat, X 1 = tingkat inflasi, X 2 = Jumlah uang beredar, X 3 = suku bunga, X 4 = pengeluaran pemerintah, X 5 = konsumsi, X 6 = kurs HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil estimasi persamaan permintaan agregat diketahui bahwa Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat secara parsial dengan koefisien estimasi sebesar Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwasanya permintaan agregat dipengaruhi oleh inflasi. Pengaruh yang negatif ini diakibatkan karena inflasi yang meningkat mengindikasikan bahwa telah terjadi kenaikan harga-harga barang dan jasa. Kenaikan hargaharga barang dan jasa ini telah menyebabkan turun dan rendahnya daya beli rill masyarakat sehingga berakibat terhadap lemah atau turunnya permintaan. Penurunan permintaan masyarakat secara keseluruhan akan berdampak terhadap penurunan permintaan agregat. Sebaliknya, apabila inflasi mengalami penurunan maka harga-harga barang dan jasa juga akan mengalami penurunan. Penurunan harga-harga barang dan jasa ini telah menyebabkan daya beli rill masyarakat menjadi meningkat. Peningkatan ini mendorong terjadinya peningkatan permintaan masyarakat secara agregat. Selanjutnya, jumlah uang beredar mempengaruhi permintaan agregat di Sumatera Barat secara negatif dan signifikan dengan koefisien estimasi sebesar Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara jumlah uang beredar terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwasanya permintaan agregat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar. Kondisi ini dikarenakan apabila jumlah uang beredar meningkat maka semakin banyak jumlah uang yang berada ditangan masyarakat. Keadaan ini akan berakibat terhadap naiknya harga-harga barang sehingga mendorong inflasi. Kenaikan inflasi akan menurunkan daya beli sehingga permintaan agregat menurun. Sebaliknya, penurunan jumlah uang beredar akan menurunkan harga-harga barang sehingga inflasi tertekan. Penurunan inflasi ini telah menyebabkan daya beli rill masyasrakat meningkat. Oleh karena itu, permintaan agregat menjadi meningkat. Kemudian suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat dengan koefisien estimasi sebesar Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara suku bunga 155

6 terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwa permintaan agregat dipengaruhi oleh suku bunga. Hal ini dikarenakan apabila suku bunga mengalami peningkatan maka akan berdampak terhadap penurunan investasi karena suku bunga adalah biaya yang harus ditanggung dari investasi (cost of fund). Oleh karena investasi adalah komponen dari permintaan agregat maka turunnya investasi ini akan mendorong terjadinya penurunan permintaan agregat. Begitu sebaliknya, penurunan suku bunga akan menurunkan biaya dari investasi sehingga investasi meningkat. Meningkatnya investasi ini akan berakibat juga terhadap peningkatan permintaan agregat. Pengeluaran pemerintah mempengaruhi permintaan agregat secara positif dan signifikan dengan koefisien estimasi sebesar 0, Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara pengeluaran pemerintah terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwa permintaan agregat dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Hal ini dikarenakan bahwa apabila pengeluaran pemerintah meningkat maka akan terjadi peningkatan terhadap output. Oleh karena pengeluaran itu digunakan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk berproduksi. Dengan demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan permintaan agregat yang sekaligus juga salah satu komponen permintaan agregat tersebut. Begitu sebaliknya, penurunan pengeluaran pemerintah akan berimbas terhadap produksi barang dan jasa. Sebab alokasi dana yang dibutuhkan untuk memfasilitasi produksi menjadi turun sehingga berdampak terhadap turunnya produksi. Penurunan produksi ini akan menurunkan permintaan agregat. Arah pengaruh konsumsi terhadap permintaan agregat adalah positif dengan koefisien estimasi sebesar 0, Hal ini dikarenakan bahwa apabila konsumsi masyarakat meningkat maka permintaan terhadap output juga akan meningkat sehingga meningkatkan permintaan agrega. Akan tetapi, kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. Tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan antara kurs terhadap permintaan agregat mengindikasikan bahwa permintaan agregat tidak dipengaruhi oleh kurs. Hal ini disebabkan karena masyarakat Sumatera Barat tidak tergantung terhadap konsumsi barang-barang impor. Sehingga walaupun nilai kurs terdepresiasi yang akan menyebabkan harga barang impor menjadi meningkat dan berdampak terhadap penurunan daya beli serta tidak akan menurunkan permintaan agregat secara signifikan, begitu juga sebaliknya ketika nilai kurs terapresiasi yang akan menyebabkan harga barang impor menjadi turun dan berdampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat serta tidak akan meningkatkan permintaan agregat. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perekonomian di Sumatera Barat telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan barang dan jasa sehingga tidak tergantung terhadap barang-barang impor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Handayani yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara produk domestic, jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, tingkat bunga terhadap permintaan agregat di Indonesia. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori permintaan agregat, bahwasanya permintaan agregat positif dipengaruhi oleh komponenkomponen seperti konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor yang dalam hal ini masing-masing komponen tersebut juga dipengaruhi oleh variabel lain. SIMPULAN Inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah dan konsumsi berpengaruh sgnifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. artinya, kenaikan inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga serta penurunan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan terjadinya penurunan terhadap 156

7 permintaan agregat. Sebaliknya, penurunan inflasi, jumlah uang beredar dan suku bunga serta peningkatan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan terjadinya kenaikan terhadap permintaan agregat. Sedangkan kurs tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan agregat di Sumatera Barat. SARAN Permintaan agregat di Sumatera Barat dipengaruhi oleh inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, pengeluaran pemerintah, dan konsumsi. Kebijakan fiskal juga dibutuhkan untuk terus meningkatkan permintaan agregat di Sumatera Barat dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah sehingga daya beli dapat terus dijaga dan produksi output nasional terus meningkat. DAFTAR RUJUKAN Badan Pusat Statistik Sumbar Dalam Angka. BPS Sumbar: Padang Bank Indonesia Kinerja Ekonomi Regional Sumatera Barat. BI: Padang Blanchard, Oliver Macroeconomics. Cambridge: Prentice Hall- Internasional Dornbucsh, Rudiger. Stanley Fisher dan Richard Startz Makroekonomi. PT Media Global Edukasi: Jakarta Froyen. Richard T Macroeconomics: Theories and Policies. New Jersey: Prentice Haal. Gujarati, Damodar Dasar-dasar Ekonometrika. Terjemahan Drs. Ak. Sumarno Zain, MBA. Jakarta : Erlangga. Mankiw, Gregory Teori Makro Ekonomi. Erlangga : Jakarta Miskhin, Frederic S Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuang 157

ANALISIS PENAWARAN AGREGAT DAN PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

ANALISIS PENAWARAN AGREGAT DAN PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Jurnal Kajian Ekonomi, Juli 2013, Vol. II, No. 03 ANALISIS PENAWARAN AGREGAT DAN PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh: Nilmadesri Rosya, Syamsul Amar, Efrizal Syofyan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA YUSNIA RISANTI Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI DAMPAK PENDAPATAN DAN SUKU BUNGA TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT DI SUMATERA BARAT SELAMA PERIODE 1993-2008 Oleh : GLIANTIKA 07 951 022 Mahasiswa Program Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT Permintaan agregat adalah permintaan keseluruhan total atau permintaan seluruh lapisan masyarakat. Permintaan agregat terbentuk : 1. Dibentuk oleh pasar

Lebih terperinci

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan IS-LM) Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh : Mahdi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan ABSTRACT

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh : Mahdi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan ABSTRACT PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh : Mahdi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan ABSTRACT This study aims to analyze and determine the effect of: (1) government

Lebih terperinci

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: economy, inflation, government spending, tax, interest rate, money supply and wage.

ABSTRACT. Keywords: economy, inflation, government spending, tax, interest rate, money supply and wage. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INFLASI DAN KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA Oleh : Loly Mulvita, Syamsul Amar, Idris ABSTRACT This study aims to analyze and determine (1) the influence

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN Enni Sari Siregar STKIP Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan Email : ennisari056@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Modul 1 Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Arief Ramayandi, S.E., MecDev., Ph.D. Ari Tjahjawandita, S.E., M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan menjelaskan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE )

PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE ) PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE 1998.1 2014) THE DETERMINATION OF FOREIGN EXCHANGE RUPIAH TO US DOLLAR IN INDONESIAN FOREX MARKET

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013)

PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013) PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013) Putri Sri Kasinta Purba Suhadak Raden Rustam Hidayat Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SURAKARTA TAHUN 1995-2014 ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P INFLASI Minggu 15 Pendahuluan Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN Oleh: Anggun Sundari

ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN Oleh: Anggun Sundari ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2005 2014 Oleh: Anggun Sundari 123401014 Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi (Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya PO BOX

Lebih terperinci

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS Bahan 4b IS & LM Pada Y-i dan AD Pada Y-P DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS 1. Definisi kurva IS Kurva IS adalah kurva atau lokasi (locus) dari semua titik keseimbangan di sektor riil, Y = AD, pada setiap tingkat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai mata uang Rupiah dan perbandingan dengan nilai mata uang acuan internasional yaitu Dollar Amerika, merupakan salah satu gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih terperinci

49 Analisis Pengaruh Suku Bunga terhadap Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Provinsi Jambi

49 Analisis Pengaruh Suku Bunga terhadap Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Provinsi Jambi ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA TERHADAP KREDIT USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) DI PROVINSI JAMBI Isnain Effendi 1 STIE MUHAMMADIYAH JAMBI Monetary policy is one of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Kredit Konsumsi Bank Persero di Indonesia Tahun

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Kredit Konsumsi Bank Persero di Indonesia Tahun Prosiding Ilmu Ekonomi ISSN: 2460-6553 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Kredit Konsumsi Bank Persero di Indonesia Tahun 2001 2016 1 Raisa Awalliatu Rahmah, 2 Dr. Ima Amaliah SE., M.Si, 3 Meidy

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Inflasi Pada tahun awal Perang Dunia II Lerner mengutarakan definisi inflasi. Menurut Lerner, inflasi adalah keadaan

Lebih terperinci

Keseimbangan di Pasar Uang

Keseimbangan di Pasar Uang Keseimbangan di Pasar Uang Motivasi Memiliki Uang Motivasi spekulasi Motivasi transaksi Motivasi berjaga-jaga Kelembagaan Pasar Dibutuhkan untuk membantu interaksi antara pelaku-pelaku ekonomi Memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

PENGARUH INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP TINGKAT SUKU BUNGA RIIL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TAYLOR RULE

PENGARUH INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP TINGKAT SUKU BUNGA RIIL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TAYLOR RULE PENGARUH INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) TERHADAP TINGKAT SUKU BUNGA RIIL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TAYLOR RULE Oleh : Hendry Wijaya Staf Pengajar STIE Rahmaniyah Sekayu Email : hendrywijaya2001@gmail.com

Lebih terperinci

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM EKONOMI MAKRO Ekonomi Tertutup : Ekonomi yang tidak berinteraksi dengan ekonomi lain di dunia Ekonomi Terbuka : Ekonomi yang berinteraksi secara bebas dengan ekonomi lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekanan inflasi merupakan suatu peristiwa moneter yang dapat dijumpai pada hampir semua negara-negara di dunia yang sedang melaksanakan proses pembangunan. Tingkat

Lebih terperinci

submited: reviewed: accepted:

submited: reviewed: accepted: ISSN : 2302 1590 E-ISSN: 2460 190X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.1 No.2 (203-207) PENGARUH INVESTASI PEMERINTAH, INVESTASI SWASTA, INFLASI, EKSPORT, TENAGA KERJA DAN PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Minyak Mentah Dunia Minyak mentah dunia saat ini telah menjadi salah satu input penting dalam kegiatan produksi ekonomi. Sebagian besar industri menggunakan minyak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar sangat mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu periode tertentu,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN 2.1. Telaah Teoritis Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT L Suparto LM,. M.Si Dalam teori makroekonomi klasik, jumlah output bergantung pada kemampuan perekonomian menawarkan barang dan jasa, yang sebalikya bergantung pada suplai

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PRODI PENDIDIKAN EKONOMI DAN KOPERASI

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PRODI PENDIDIKAN EKONOMI DAN KOPERASI RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PRODI PENDIDIKAN EKONOMI DAN KOPERASI Nama Mata Kuliah : Teori Ekonomi Makro Kode /SKS : EK 301 / 3 Kelompok Mata Kuliah : MKU/MKDP/MKKP/MKKF/MKPP*)

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Ekonomi, Januari 2013, Vol. I, No. 02

Jurnal Kajian Ekonomi, Januari 2013, Vol. I, No. 02 ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI, DAN INFLASI DI INDONESIA Oleh : Engla Desnim Silvia, Yunia Wardi, Hasdi Aimon ABSTRACT This article focused on analyze and determine the effect of (1) consumption,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM Tutoriasl PowerPoint Untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6. N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian Chapter Ten 1 Depresi Besar (Great Depression)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Inflasi Inflasi memiliki definisi yang sangat beragam yang dapat ditemukan dalam literature ekonomi. Keanekaragaman dari definisi inflasi ini pun

Lebih terperinci

PENGARUH KREDIT PERBANKAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI ACEH

PENGARUH KREDIT PERBANKAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI ACEH ISSN 2302-0172 11 Pages pp. 31-41 PENGARUH KREDIT PERBANKAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI ACEH Lianti 1), Abubakar Hamzah 2), Muhammad Nasir 3) 1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi adalah fitrah manusia yang merupakan sebuah kebutuhan darurat yang tidak dapat di pisahkan dari diri manusia karena konsumsi adalah bagian dari usaha

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang 1. a-c a. apa saja berbedaan dari kedua teori tersebut? INDIKATOR Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang Subtitusi Rumus (persamaan saldo uang riil) / Kesimpulan penting MILTON FRIEDMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan ekonomi merupakan bagian penting dalam mencapai pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, tanpa adanya kebijakan ekonomi maka segala tujuan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah transmisi yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian,terutama pendapatan nasional

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT A. INFLASI Adalah kecederungan tingkat perubahan harga secara terus menerus, sementara tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi inflasi terdahulu. π =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang mampu memproduksi semua apa yang dikonsumsinya

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter dan Fiskal

Kebijakan Moneter dan Fiskal Kebijakan Moneter dan Fiskal A lecturing note Mayang Adelia Puspita, SP. MP Bahan Ajar Kebijakan Moneter dan Fiskal-Mayang Adelia Puspita, SP. MP Referensi Bank Indonesia, 2013. Tinjauan Kebijakan Moneter.

Lebih terperinci

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western Permintaan dan Penawaran Agregat 33 Fluktuasi Ekonomi Jangka Pendek Kegiatan ekonomi berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dalam beberapa tahun sebagian besar produksi barang dan jasa naik. Rata-rata selama

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH: TEORI EKONOMI MAKRO II (EKO 326)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH: TEORI EKONOMI MAKRO II (EKO 326) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH: TEORI EKONOMI MAKRO II (EKO 326) Oleh : ZULKIFLI N., SE, M.Si. PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN. FAKULTAS EKONOMI UNIVERISTAS ANDALAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEREKONOMIAN DAN INVESTASI DI SUMATERA BARAT. Yossi Eriawati, Syamsul Amar, Idris Abstract

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEREKONOMIAN DAN INVESTASI DI SUMATERA BARAT. Yossi Eriawati, Syamsul Amar, Idris Abstract 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEREKONOMIAN DAN INVESTASI DI SUMATERA BARAT Yossi Eriawati, Syamsul Amar, Idris Abstract This article focused on analyze (1) Effect of the Economic, net ekspor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, kebijakan moneter yang dijalankan di Indonesia adalah dengan cara menetapkan kisaran BI Rate yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara.perekonomian terbuka membawa suatu dampak ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Didalam sistem perekonomian uang memiliki peranan strategis terutama karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah pasar di mana dana ditransfer dari orang-orang yang memiliki kelebihan dana yang tersedia

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 1. Para ekonom menggunakan beberapa variabel makroekonomi untuk mengukur prestasi seuah perekonomian. Tiga variable yang utama adalah real GDP, inflation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter adalah satu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk domestik bruto (PDB) merupakan salah satu di antara beberapa variabel ekonomi makro yang paling diperhatikan oleh para ekonom. Alasannya, karena PDB merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang mengimpor maupun mengekspor akan menimbulkan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dalam bidang ekonomi, menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka membawa suatu

Lebih terperinci