JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN"

Transkripsi

1 ISSN X JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNNES Volume 1, Nomor 1, September, 2008 DAFTAR ISI Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pati Tahun Bambang Prishardoyo Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang terhadap Kemacetan Lalulintas di Wilayah Pinggiran dan Kebijakan yang Ditempuhnya Etty Soesilowati The Quality of Growth: Peran Teknologi dan Investasi Human Capital sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas P. Eko Prasetyo Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Jawa Tengah Hadi Sasana Penentuan Bentuk Fungsi Model Empirik: Studi Kasus Permintaan Kendaraan Roda Empat Baru di Indonesia Andryan Setyadharma Deteksi Dini Krisis Perbankan Indonesia: Identifikasi Variabel Makro dengan Model Logit Shanty Oktavilia Keterkaitan Desentralisasi Fiskal sebagai Political Process dengan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Lesta Karolina Sebayang Peningkatan Produksi Kerajinan sebagai Upaya Mengentaskan Kemiskinan Siti Maisaroh INDEK... 83

2 Pengantar Redaksi Salam hormat dan kasih, Puji syukur redaksi pajatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahnya yang diberikan kepada kita semua. Hanya dengan kekuasaannya-lah, dan setelah melalui proses yang cukup menghabiskan waktu serta energi, maka Jurnal Ekonomi dan Kebijakan (JEJAK) Volome 1, Nomor 1, September 2008, yang dikelola oleh Tim Redaksi di Jurusan Ekonomi Pembangunan FE UNNES dapat terbit perdana untuk mengunjungi Anda semua. Redaksi mengucapkan terimakasih atas dapat terbitnya perdana jurnal JEJAK ini kepada semua pihak terutama kepada seluruh pengirim artikel dan penyunting Ahli. Sungguh menjadi kebanggaan redaksi tersendiri karena semua artikel yang terbit pada edisi perdana ini tanpa disadari ternyata saling keterkaitan yang teridentifikasi dari masalah pertumbuhan ekonomi, kebijakan, investasi, model teori dan aplikasi serta upaya cara mengatasinya yang tercermin dalam masalah upaya pengentasan kemiskinan baik dari kajian teori maupun aplikasinya. Pada terbitan perdana ini, disajikan delapan artikel yang 87,5% atau tujuh artikel merupakan hasil riset dan 12,5% atau satu artikel merupakan hasil kajian teoritis. Semua artikel ini merupakan kajian kusus dalam ruang lingkup bidang ilmu ekonomi pembangunan dan kebijakan. Artikel pertama ditulis oleh Bambang Prishardoyo menganalisis tentang tingkat pertumbuhan ekonomi dan potensi ekonomi terhadap PDRB di Kabupaten Pati periode Selanjutnya Etty Soesilowati menganalisis tentang dampak pertumbuhan ekonomi Kota Semarang terhadap kemacetan lalulintas di wilayah pinggiran dan kebijakan yang ditempuhnya. Untuk menjembatani masalah pertumbuhan ekonomi, investasi dan masalahnya, baik ditingkat regional maupun nasional, P. Eko Prasetyo mengkaji masalah kualitas pertumbuhan ekonomi melalui; peran faktor teknologi dan investasi human capital sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Masih terkait tetang kajian investasi, Hadi Sasana mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi investasi swasta di Jawa Tengah. Selanjutnya, kajian dari segi model teori ekonomi dan aplikasinya diawali dari artikel hasil karya Andryan Setyadharma yang mengkaji penentuan bentuk fungsi model empirik; studi kasud permintaan kendaraan roda empat di Indonesia. Sedangkan, Shanty Oktavilia, telah mengidentifikasikan variabel makro dengan model logit untuk mengkaji masalah diteksi dini krisis perbankan Indonesia. Kajian model selanjutnya tentang keterkaitan desentralisasi fiskal sebagai political proces dengan tingkat kemiskinan di Indonesia adalah merupakan artikel hasil karya dari Lesta Karolina Sebayang. Kemudian sebagai penutup dalam edisi perdana ini, masih terkait dengan artikel masalah kemiskinan, Siti Maisaroh telah mengkaji masalah peningkatan produksi kerajinan sebagai upaya mendukung program pengentasan kemiskinan. Akhir kata, berbagai upaya telah tim redaksi upayakan agar jurnal ini berkualitas. Namun, karena jurnal ini baru terbit pertama kali dan belum banyak pengalaman sudah barang tentu masih banyak kekurangan. Karena itu, jika ada kritik dan saran yang membangun demi lebih sempurnanya jurnal ini dapat redaksi terima dengan senang hati. Harapan redaksi semoga terbitnya jurnal JEJAK ini akan banyak manfaatnya bagi para pembaca semua. Amin. Semarang, September 2008 Pimpinan Redaksi

3 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN POTENSI EKONOMI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN PATI TAHUN Bambang Prishardoyo Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang ABSTRACT Developing the economy in a region is a process in which a regional government and its society manage and exploit their resources by having a partnership between the regional government and private businessmen, so that it stimulate the economy activities or increase the economy growth and there will be a new wide range of work fields. The problems of the present study are stated as follow: (1)what sectors are the basis for Kabupaten Pati from 2000 to 2005? (2)what are the roles of kabupaten Pati and the others areas in supporting the economy growth. The aims of the study are: (1) for knowing which economy sectors that become the basis for kabupaten Pati, (2) the roles of Kabupaten Pati and the others area in supporting the economy growth. This study uses quantitative qualitative approach and the data analyzed are taken from Kabupaten Pati. Furthermore, in analyzing the data, economy based model which uses location quotient(lq) analysis, shift share analysis, gravity analysis was chosen. Finally, the LQ analysis showed that the basis sectors that could be developed were agricultural sector (average: 1,66); electricity, gas and water sector (average: 1,27); construction sector (average: 1,14); finance, rent and company services sector (average: 1,71) and the gravity analysis showed that the interaction between Kabupaten Pati and Kudus was the best and the strongest. Keywords: economic growth, economic base. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perjalanan pembangunan ekonomi telah menimbulkan berbagai macam perubahan terutama pada struktur perekonomian. Perubahan struktur ekonomi merupakan salah satu karakteristik yang terjadi dalam pertumbuhan ekonomi pada hampir setiap negara maju. Berdasarkan catatan sejarah tingkat pertumbuhan sektoral ini termasuk pergeseran secara perlahan dan kegiatan-kegiatan pertanian menuju ke kegiatan non pertanian dan akhir-akhir ini dari sektor industri ke sektor jasa (Arsyad, 1995:75). Pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan nasional merupakan suatu proses perubahan yang terencana dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang di dalamnya melibatkan seluruh kegiatan yang ada melalui dukungan masyarakat di berbagai sektor. Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka pemanfaatan sumber daya yang ada menjadi kurang optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Proses lajunya pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), sehingga tingkat perkembangan PDRB per kapita yang dicapai masyarakat seringkali sebagai ukuran kesuksessan suatu daerah dalam mencapai cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi. (Sukirno, 1981:23).Secara makro pertumbuhan dan peningkatan PDRB dari tahun ke tahun merupakan indikator dari keberhasilan pembangunan daerah yang dapat dikategorikan dalam berbagai sektor ekonomi yaitu: Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Industri pengolahan, Listrik, gas dan air bersih, Bangunan, Perdagangan, perhotelan dan restoran, Pengangkutan dan komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, Sektor jasa lainnya. JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

4 Semakin besar sumbangan yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah maka akan dapat melaksanakan pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi di lihat dari PDRB merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi melalui indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang berarti pula akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah peran pemerintah sangat diperlukan yaitu dalam pembuatan strategi dan perencanaan pembangunan daerah, dengan memperhatikan pergeseran sektor ekonomi dari tahun ke tahun. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Sektor-sektor ekonomi mana yang menjadi basis untuk dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati? 2. Sejauh manakah keterkaitan Kabupaten Pati dengan daerah-daerah sekitarnya sehingga saling menunjang pertumbuhan ekonominya? Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor ekonomi mana yang paling strategis untuk dikembangkan dan menganalisis keterkaitan-keterkaitan Kabupaten Pati dengan daerah di sekitarnya sehingga saling menunjang pertumbuhan ekonominya. Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi dan bahan kajian tentang perkembangan perekonomian daerah. LANDASAN TEORI Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) pada satu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh perubahan dan modernisasi dalam struktur ekonomi yang umumnya tradisional, sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan itu lebih besar dalam GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau apakah terjadi perubahan struktur atau tidak (Sukirno,1981:13-14). Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu: 1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs). 2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia. 3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai empat sifat penting pembangunan ekonomi merupakan: Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus, usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang, perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya). Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. (Arsyad,1997:13). Jika ingin mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi kita harus membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Dalam membandingkannya harus disadari bahwa perubahan nilai pendapatan yang nasional yang terjadi dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua faktor yaitu perubahan tingkat kegiatan ekonomi dan perubahan harga-harga. Adanya pengaruh dari faktor yang kedua tersebut disebabkan oleh penilaian pendapatan nasional menurut harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai lebih tinggi dari waktu sebelumnya. 2 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi:... (Prishardoyo: 1-8)

5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Sukirno 1994:425): a. Tanah dan kekayaan alam lain Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. b. Jumlah dan mutu penduduk dan tenaga kerja Penduduk yang bertambah akan mendorong maupun menghambat pertumbuhan ekonomi. Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi yang tersedia. c. Barang-barang modal dan tingkat teknologi Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi, barang-barang modal yang sangat bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan yang penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi. d. Sistem sosial dan sikap masyarakat Sikap masyarakat akan menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. e. Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan Adam Smith telah menunjukkan bahwa spesialisasi dibatasi oleh luasnya pasar, dan spesialisasi yang terbatas membatasi pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator ekonomi makro yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan perekonomian suatu wilayah. Di dalam menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang di timbulkan dari suatu region, ada 3 pendekatan yang digunakan yaitu: 1. PDRB menurut pendekatan produksi Merupakan jumlah nilai barang atau jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. 2. PDRB menurut pendekatan pendapatan Merupakan balas jasa yang digunakan oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam waktu tertentu. 3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran Merupakan semua komponen pengeluaran akhir seperti: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor neto dalam jangka waktu tertentu. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Dalam teori basis ekonomi (economic base) bahwa semua wilayah merupakan sebuah sistem sosio ekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari pemikiran teknik location quotient, yaitu teknik yang membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat keswasembada (Self-sufficiency) suatu sektor. Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu: a. Sektor-sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. b. Sektor-sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB sektoral Kabupaten Pati dan Jawa Tengah yang dihitung berdasar harga konstan. Adapun sampel penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan dari tahun JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

6 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini meliputi: pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Sektor-sektor ekonomi, Komponen Differential shift, Komponen Proportional Shift, Jarak. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: wawancara merupakan alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan pertanyaan lisan dengan narasumber untuk menggali data yang diperlukan, dokumentasi merupakan suatu cara memperoleh data dengan melihat kembali laporanlaporan tertulis, baik berupa angka maupun keterangan, observasi merupakan cara pengumpulan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung. Metode Analisis Data 1. Analisis Location Quatient (LQ) Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian suatu daerah. Rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut: yi / yt LQ = Yi / Yt Dimana: yi = Pendapatan sektor ekonomi di Kabupaten Pati yt = Pendapatan total Kabupaten Pati (PDRB) Yi = Pendapatan sektor ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Yt = Pendapatan total ekonomi di Propinsi Jawa Tengah 2. Analisis Shift Share Adalah suatu teknik untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Rumus analisis shift share (John Glosson 1990: 95-96) sebagai berikut: Gj Nj : Yjt Yjo : Yjo(Yt/Yo)- Yjo (P+D)j : Yjt- (Yt/Yo) Yjo Pj Dj : i [(Yit/Yio)- (Yt/Yo)] Yijo : t [Yijt- (Yit/Yio) Yijo] Keterangan: Gj : Pertumbuhan PDRB Total Nj : Komponen Share Pj : Proportional Shift Dj : Diferential Shift Y : PDRB total Propinsi Jawa Tengah o,t : Periode Awal dan Periode Akhir 3. Analisis Gravitasi (keterkaitan wilayah) Adalah analisis untuk mengetahui seberapa kuat keterkaitan (inter linkage) antara Kabupaten Pati dengan Kabupaten lain disekitar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: T Pi Pj = d ij ij 2 Dimana : T ij = Daya tarik-menarik antar daerah i dengan j P i = Jumlah penduduk di daerah i P j = Jumlah penduduk di daerah j d ij = Jarak antara i dan j HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Analisis location quotient (LQ) Berdasarkan tabel 1, maka dapat teridentifikasi yang merupakan sektor basis maupun non basis. Kabupaten Pati mempunyai 4 sektor basis, sektor tersebut yaitu sektor pertanian, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Sektor bangunan, Sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan 2. Analisis Shift Share Berdasarkan tabel pertumbuhan komponen proporsional Kabupaten Pati selama periode (lihat tabel 2), diketahui bahwa nilai proporsional shift (Pj) Kabupaten Pati dari tahun nilainya ada yang positif dan negatif, hal ini bila Pj > 0, maka Kabupaten Pati akan berspesialisasi pada sektor 4 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi:... (Prishardoyo: 1-8)

7 yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka Kabupaten Pati akan berspesialisasi pada sektor yang tingkat propinsi tumbuh lebih lambat. Tabel 1. Hasil Analisis LQ Kabupaten Pati Tahun No Lapangan Usaha Rata-rata 1 Pertanian 1.68 (b) 2 Pertambangan 0.87 (nb) 3 Industri Pengolahan 0.56 (nb) 4 Listrik, Gas 1.13 (b) 5 Bangunan 1.15 (b) 6 Perdagangan 0.86 (nb) 7 Pengangkutan 0.97 (nb) 8 Keuangan,sewa 1.5 (b) 9 Jasa-jasa 0.68 (nb) 1.70 (b) 0.79 (nb) 0.58 (nb) 1.26 (b) 1.19 (b) 0.89 (nb) 0.92 (nb) 1.57 (b) 0.73 (nb) Sumber : Data sekunder yang diolah Keterangan : (b) : sektor basis ; (nb) : sektor non basis 1.63 (b) 0.78 (nb) 0.62 (nb) 1.23 (b) 1.16 (b) 092 (nb) 0.89 (nb) 1.65 (b) 0.07 (nb) 1.68 (b) 0.78 (nb) 0.61 (nb) 1.28 (b) 1.11 (b) 0.92 (nb) 0.85 (nb) 1.77 (b) 0.74 (nb) 1.65 (b) 0.78 (nb) 0.61 (nb) 1.40 (b) 1.09 (b) 0.94 (nb) 0.85 (nb) 1.86 (b) 0.74 (nb) 1.64 (b) 0.76 (nb) 0.62 (nb6) 1.33 (b) 1.12 (b) 0.92 (nb) 0.85 (nb) 1.89 (b) 0.75 (nb) 1,66 (b) 0,79 (nb) 0,6 (nb) 1,27 (b) 1,14 (b) 0,91 (nb) 0,89 (nb) 1,71 (b) 0,62 (nb) Pertanian Tabel 2. Komponen Pertumbuhan Proportional (Pj) Kabupaten Pati Tahun SEKTOR Rata-rata Pertambangan Industri Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa Jumlah ,773 (tlp) 1162,3224 (tcp) 3036,9362 (tcp) -788,3063 (tlp) 2467,049 (tcp) ,162 (tlp) 5355,749 (tcp) -3069,867 (tlp) 28778,638 (tcp) ,4 (tlp) 16690,748 (tcp) -105,3423 (tlp) 11015,728 (tcp) 2424,928 (tcp) 12310,259 (tcp) ,520 (tlp) 2352,358 (tcp) -2235,557 (tlp) ,008 (tlp) 10072,59 (tcp) ,962 (tlp) 135,8892 (tcp) 3159,975 (tcp) -1431,933 (tlp) 14806,030 (tcp) 1641,699 (tcp) 1268,164 (tcp) -4307,021 (tlp) ,567 (tcp) ,4 (tcp) 2422,073 (tcp) -622,633 (tlp) 8266,676 (tcp) 1142,741 (tcp) 5373,107 (tcp) ,732 (tlp) -637,016 (tlp) -2865,855 (tlp) 1114,488 (tcp) -3376,15 (tlp) -8921,270 (tlp) 1049,375 (tcp) -3784,631 (tlp) 2009,783 (tcp) 3212,856 (tcp) 4734,111 (tcp) 2845,321 (tcp) -796,517 (tlp) -1347,376 (tlp) -998,348 (tlp) Sumber: Data sekunder yang diolah Keterangan (tcp): sektor tumbuh cepat di tingkat propinsi ; (tlp): sektor tumbuh lambat di tingkat propinsi ,237 (tlp) 323,92226 (tcp) 4338,9368 (tcp) 671,44254 (tcp) 7633,8602 (tcp) -9727,3208 (tlp) 2236,9152 (tcp) -2654,9634 (tlp) 54647,862 (tcp) 37003,41 (tcp) JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

8 Tabel 3. Komponen Pertumbuhan Diferensial (Dj) Kabupaten Pati SEKTOR Rata-rata Pertanian Pertambangan Industri Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa 12762,709 (tlcbp) -2378,96517 (tllbp) 1830,2082 (tlcbp) 3203,0862 (tlcbp) 7189,0674 (tlcbp) 22364,7021 (tlcbp) -7985,4512 (tllbp) 6643,0954 (tlcbp) ,3952 (tllbp) ,25 (tllbp) -334,36382 (tllbp) 5220,8323 (tlcbp) -1070,15497 (tllbp) -7697,7161 (tllbp) 19260,6147 (tlcbp) -5020,1101 (tllbp) 8016,7445 (tlcbp) 17466,5643 (tlcbp) 6826,395 (tlcbp) -830,28257 (tllbp) -1387,2178 (tllbp) 649,69086 (tlcbp) ,3434 (tllbp) ,7144 (tllbp) -5293,0049 (tllbp) 9201,1495 (tlcbp) ,7273 (tllbp) Sumber:Data sekunder yang diolah Keterangan: (tlcbp): sektor tumbuh lebih cepat dibanding propinsi (tllbp): sektor tumbuh lebih lambat dibanding propinsi ,518 (tllbp) -14,17334 (tllbp) -2125,5172 (tllbp) 1783,39201 (tlcbp) -3622,538 (tllbp) 5741,6819 (tlcbp) -3253,7639 (tllbp) 6009,4648 (tlcbp) -2087,963 (tllbp) ,974 (tllbp) -1609,63037 (tllbp) 3410,6169 (tlcbp) -1757,18742 (tllbp) 2307,2126 (tlcbp) ,0086 (tllbp) -5149,9404 (tllbp) 1528,053 (tlcbp) 358,6539 (tlcbp) ,728 (tllbp) -1033,4831 (tllbp) 1389,7845 (tlcbp) 561,76534 (tlcbp) -2834,4635 (tllbp) 2069,4551 (tlcbp) -5340,4541 (tllbp) 6279,7015 (tlcbp) -4461,3735 (tllbp) Berdasarkan tabel diatas, sektor-sektor yang memiliki rata-rata positif yaitu sektor industri pengolahan dengan Dj rata-rata sebesar 1389,7845; sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 561,76534; sektor perdagangan sebesar 2069,4551; sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan sebesar 6279,7015. Sedangkan nilai negatif menunjukkan sektor tersebut tumbuh lambat dibanding dengan pertumbuhan sektor yang sama di tingkat Jawa Tengah. Sektor-sektor yang memiliki rata-rata negatif yaitu sektor pertanian dengan Dj rata-rata sebesar ,728; sektor pertambangan dan penggalian sebesar -1033,4831; sektor bangunan sebesar ,4635; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar -5340,4541; sektor jasa-jasa sebesar , Analisis Keterkaitan Wilayah (Gravitasi) Berdasarkan perhitungan analisis gravitasi maka dapat diketahui hasil analisis gravitasi berikut pada tabel 4. Pada tabel analisis gravitasi diatas, tercermin bahwa periode penelitian penulis yang paling kuat dengan Kabupaten Pati adalah Kabupaten Kudus, kedua adalah Kabupaten Rembang, ketiga adalah Kabupaten Grobogan, keempat adalah Kabupaten Blora, Kabupaten Jepara. Tabel 4. Hasil Perhitungan Gravitasi Kabupaten Pati Tahun Tahun Kab. Kudus Kab. Rembang Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Jepara ,393,695, ,762, ,771, ,453, ,397, ,422,898, ,435, ,582, ,210, ,873, ,461,177, ,012, ,475, ,710, ,432, ,522,516, ,224, ,889, ,396, ,094, ,551,073, ,028, ,289, ,415, ,852, ,599,817, ,943, ,507, ,829, ,211,392.7 Rata-rata 1,491,863,31 519,567, ,419, ,335, ,810,362.3 Sumber : Data sekunder yang diolah 6 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi:... (Prishardoyo: 1-8)

9 Pembahasan a. Sektor Pertanian Dari hasil analisis location quotient, sektor pertanian merupakan sektor basis. Analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata Pj sebesar ,237 sektor ini termasuk kedalam sektor yang memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat propinsi. Sedangkan komponen Dj sebesar ,728, sektor ini pertumbuhannya lebih lambat dibanding propinsi karena daya saingnya menurun. b. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor non basis. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) sebesar 323,92226, yang berarti sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Jawa Tengah. Komponen diferensial (Dj) sebesar -1033,4831 yang berarti sektor ini mempunyai daya saing menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat. c. Sektor Industri Pengolahan Berdasarkan hasil analisis LQ, sektor industri pengolahan termasuk sektor non basis. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif sebesar 4338,9368. Nilai rata-rata komponen Dj adalah sebesar 1389,7845 menunjukkan daya saing sektor ini meningkat sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi. d. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Hasil analisis location quotient, sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor basis dengan nilai rata-rata1,27. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif sebesar 671,44254, yang menunjukkan bahwa sektor ini memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat propinsi. Komponen Dj sebesar 561,76534 menunjukkan daya saing sektor ini meningkat sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi. e. Sektor Bangunan Sektor bangunan merupakan sektor basis. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif sebesar 7633,8602, yang menunjukkan bahwa sektor ini memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat propinsi. Komponen Dj negatif sebesar ,4635 menunjukkan daya saing sektor ini menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat dibanding pertumbuhan di propinsi. f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Potensi sektor perdagangan, hotel dan restoran jika dilihat dari kriteria LQ merupakan sektor non basis. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) sebesar -9727,3208, sektor ini memiliki pertumbuhan lebih lambat di tingkat propinsi. Nilai komponen Dj sebesar 2069,4551 menunjukkan sektor ini pertumbuhannya lebih cepat dibanding pertumbuhan di propinsi. g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Berdasarkan hasil analisis LQ sektor ini merupakan sektor non basis. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif sebesar 2236,9152, yang menunjukkan bahwa sektor ini memiliki pertumbuhan lebih cepat di tingkat propinsi. Nilai rata-rata komponen Dj sebesar ,4541 menunjukkan daya saing sektor ini menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat dibanding pertumbuhan di propinsi. h. Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Dari hasil analisis location quotient sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor basis. Hasil analisis shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) negatif sebesar ,9634 yang berarti bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi Jawa Tengah. Nilai rata-rata komponen Dj sebesar 6279,7015 menunjukkan daya saing sektor ini meningkat sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi. i. Sektor Jasa-jasa Sektor jasa-jasa berdasarkan hasil analisis LQ termasuk dalam sektor non basis. Hasil analisis JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

10 shift share menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (Pj) positif sebesar ,8553 berarti bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Jawa Tengah. Nilai komponen Dj sebesar ,71247 menunjukkan daya saing sektor ini menurun sehingga pertumbuhannya lebih lambat dibanding pertumbuhan di propinsi. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis location quotient sektor-sektor potensial yang dapat diandalkan selama tahun analisis adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. 2. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan wilayah (Gravitasi) selama tahun analisis menunjukkan bahwa Kabupaten yang paling kuat interaksinya dengan Kabupaten Pati adalah Kabupaten Kudus dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 1,491,863,31. Sedangkan yang paling sedikit interaksinya adalah Kabupaten Jepara dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 138,810, Saran Dari hasil kesimpulan maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Kepada pemerintah daerah Kabupaten Pati selaku penggerak pembangunan daerah dapat memberi perhatian pada sektor pertanian; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; dan sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan sebagai sektor-sektor basis agar berkembang lebih cepat. 2. Memantapkan program keterkaitan antar sektor ekonomi baik antara sektor basis maupun non basis sehingga pertumbuhan semua sektor dapat tumbuh dan berkembang minimal setara dengan sektor-sektor sejenis secara nasional. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi,1998, Prosedur Penelitian, Yogyakarta: Rineka cipta. Arsyad, Lincolin,1995, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Yogyakarta: BPFE Badan Pusat Statistik, 2006, Kabupaten Pati Dalam Angka Djojohadikusumo, Sumitro, 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembanguna, Jakarta: LP3ES. Glasson, John, 1990, Pengantar Perencanaan Regional, terjemahan Paul Sitohang, Jakarta: LPFE UI Prasetyo, Supomo, 1993, Analisis Shift- Share: Perkembangan dan Penerapan, Yogyakarta: JEBI Soeratna dan Lincolin Arsyad,1988, Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi Dan Bisnis, Yogyakarta: BPFE Suryana, 2000, Model Gravitasi sebagai Alat Pengukur Hiterland dari Central Placa: Satu Kajian Teoritik, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Yogyakarta:UGM Warpani, Suwardjoko, 1984, Analisis Kota dan Daerah, Bandung: Penerbit ITB. 8 Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi:... (Prishardoyo: 1-8)

11 DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG TERHADAP KEMACETAN LALULINTAS DI WILAYAH PINGGIRAN DAN KEBIJAKAN YANG DITEMPUHNYA Etty Soesilowati Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang ABSTRACT The aim of this research is to know how much is the impact of Semarang economics growth to the intensity of traffic jam on Semarang Mranggen road, and, what is the strategy to solve it. This research used descriptive percentase and SWOT analysis. The economics growth which is measured is Gross Domestic Product per capita (PDRB) during , and it had become a free variable. Meanwhile, the level of the annual average traffic jam during had become a bounded variable. To know the policy strategy, it was done by interviewing some stake holders that has an authority in the field of transportation. The result of this research showed that the economics growth of Semarang city had impact on individual role to the traffic jam as sum of 80,9%. The rest, 44,6% was influenced by some other things such as the activity of micro trader (PKL), parking man, public transportation and also people who crossed the road. Based on SWOT analysis, the most appropriate strategy to solve the traffic jam is by integrated horizontal strategy. It means, all institutions that subordinated by Local Government (Pemda) such as Bapeda, Dinas Perhubungan dan Satpol PP, should work together to overcome the traffic jam based on each authority. Nevertheless, the role of the police of Demak County as a vertical institution is not less important. In the long run, it is important to develop a modern public transportation system which is integrated, comfortable and also efficient, geometry road system that will be able to avoid the traffic intersection, and also to educate people how to do a good manner in traffic Keywords: Economic Growth, Traffic Jam, Policy Strategic. PENDAHULUAN Kota merupakan pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman atau daerah modal. Sedangkan daerah di luar pusat konsentrasi tersebut dinamakan dengan berbagai istilah, seperti daerah pedalamn, wilayah belakang atau pinggiran (hinterland). Daerah perkotaan seperti Semarang yang sarat akan berbagai fasilitas, prasarana dan sarana secara logis tentu memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat jika dibanding dengan wilayah yang berada di luarnya. Di satu sisi pertumbuhan ini menyebabkan semakin terbukanya kesempatan kerja baru, di sisi lain pertumbuhan ini berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk di wilayah pinggiran yang berbatasan langsung dengan Kota semarang, antara lain Kecamatan Mranggen di Kabupaten Demak, Kecamatan Ungaran di Kabupaten Semarang, dan Kecamatan Kaliwungu di Kabupaten Kendal. Berdasarkan data dalam buku Kecamatan Dalam Angka, pada tahun 2001 jumlah penduduk Kecamatan Mranggen, Ungaran, dan Kaliwungu secara berturut-turut adalah sebesar jiwa, jiwa, dam jiwa. Namun dalam kurun waktu lima tahun jumlah penduduk Kecamatan Mranggen meningkat menjadi jiwa, Kecamatan Ungaran jiwa, dan Kecamatan Kaliwungu jiwa. Jika dilihat dari tingkata kepadatan penduduk, maka tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kecamatan Mranggen yaitu sebesar 1,740 jiwa/km 2. Perkembangan daerah-daerah pinggiran Kota Semarang tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas pergerakan manusia yang tercermin dari peningkatan arus lalulintas pada jam-jam teretntu di pintu-pintu masuk kota. Hal itu paling terlihat di Kecamatan Mranggen, dimana pagi dan sore hari terjadi kemacetan lalulintas akibat penumpukan kendaraan pribadi, sepeda maupun angkutan umum yang membawa penduduk Mranggen ke Kota JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

12 Semarang. Jika dilihat dari mata pencahariannya, sebagian besar penduduk Mranggen banyak yang bekerja di sektor pertanian. Namun pertumbuhan penduduk di sektor ini semakin berkurang dikarenakan semakin menyempitnya lahan pertanian di satu sisi, sedangkan di sisi lain pertumbuhan industri di kota semakin cepat sehingga banyak penduduk yang beralih profesi menjadi buruh industri dan bekerja di sector informal (buruh bangunan, pedagang, dan lain-lain) Kecamatan Mranggen sebagai salah satu jalur pintu masuk ke Kota Semarang dari arah Timur ini dilalui jaringan jalan propinsi dengan fungsi kolektor primer (penghubung antar kota kecamatan maupun antar ibukota kabupaten) yaitu jalan Raya Mranggen. Di sepanjang Jalan Raya Mranggen ini terdapat beberapa persimpangan yang merupakan pangkal dari beberapa ruas jalan protokol (jalan yang menghubungkan antar bagian wilayah kecamatan atau antar pusat kegiatan) yang ada di Kecamatan Mranggen. Tingkat kepadatan lalulintas tersebut dapat disajikan pada tabel 1 dibawah. Tabel 1. menunjukan tingkat kepadatan lalulintas pada jam sibuk (pukul dan ) di berbagai ruas jalan lokal di Kecamatan Mranggen. Jalan Raya Mranggen selain merupakan pangkal dari beberapa ruas jalan lokal, jalan ini juga dilalui oleh mobilitas penduduk Kabupaten Grobokan maupun Kabupaten Blora yang menuju Kota Semarang. Untuk mewujudkan system transportasi yang tertib, lancar, nyaman serta terintegrasi diperlukan penelitian untuk menyusun alternative kebijakan yang dapat memecahkan masalah sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. LANDASAN TEORI Menurut Permendagri No.2 Tahun 1987 Pasal 1 menyebutkan bahwa Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan cirri kehidupan perkotaan. Kota memiliki ciri-ciri: (1) secara administratif adalah wilayah keruangan yang dibatasi oleh batas administrasi atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (2) secara fungsional sebagai pusat berbagai kegiatan fungsional yang didominasi oleh fungsi jasa, distribusi, dan produksi kegiatan-kegiatan pertanian; (3) secara sosial ekonomi merupakan konsentrasi penduduk yang memiliki kegiatan usaha dengan dominasi sektor non pertanian, seperti industri, perdagangan, transportasi, perkantoran, dan jasa yangsifatnya heterogen; (4) secara sosial budaya merupakan pusat perubahan budaya yang dapat mempengaruhi pola nilai budaya yang ada; (5) secara fisik merupakan suatu lingkungan terbangun (built up area) yang didominasi oleh struktur fisik binaan; (6) secara geografis merupakan suatu pemusatan penduduk dan kegiatan usahayang secara geografir akan mengambil lokasi yang memiliki nilai strategis secara ekonomi, sosial, maupun fisiografis; (7) secara demografis diartikan sebagai tempat dimana terdapat konsentrasi penduduk yang besarnya ditentukan berdasarkan batasan statistik tertentu. Secara teoritik Charles C.Colby dalam No. Tabel 1. Panjang Ruas Jalan dan Tingkat Kepadatan Lalulintas di Kecamatan Mranggen Nama Ruas Panjang Ruas Jalan (m) Volume (V) Kapasitas Jalan (C) V/C Kecepatan Rata-rata (km/jam) 1. Mranggen-Banyumeneng ,25 23,24 2. Mranggen- Bulusari ,15 30,32 3. Candisari- Karanggawang ,32 22,62 4. Kangkung-Tlogorejo ,27 19,52 5. Jalan SMU Mranggen ,13 18,23 6. Brambang- Waru ,15 20,24 7. Mranggen- Kebonbatur ,15 25,60 8. Banyumeneng- Kawengan Sumber : Studi Manajemen Transportasi, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang.... (Soesilowati: 9-17)

13 Daldjoeni (1992: 171) menjelaskan adanya dua daya yang menyebabkan kota berekspansi atau memusat, yaitu daya sentripetal dan daya sentrifugal. Daya sentripetal adalah daya yang mendorong gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai kegiatan usahanya, sedangkan daya sentrifugal adalah daya yang mendorong gerak ke luar dari penduduk dan berbagai usahanya dan menciptakan disperse kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zone-zone kota. Adapun faktor-faktor yang mendorong gerak sentripetal adalah: (1) adanya berbagai pusat pelayanan, seperti pusat pendidikan, pusat perbelanjaan, pusat hiburan dan sebagainya; (2) mudahnya akses layanan transportasi seperti pelabuhan, stasiun kereta, terminal bus, serta jaringan jalan yang bagus; (3) tersedianya beragam lapangan pekerjaan dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Sedangkan factorfaktor yang mendorong gerak sentrifugal adalah : (1) adanya gangguan yang berulang seperti macetnya lalulintas, polusi, dan gangguan bunyi-bunyian yang menimbulkan rasa tidak nyaman; (2) harga tanah, pajak maupun sewa di luar pusat kota yang lebih murah jika dibandingkan dengan pusat kota; (3) keinginan untuk bertempat tinggal di luar pusat kota yang terasa lebih alami (Daldjoeni, 1992 : 172) Selain daya sentifugal maupun sentripetal, pemekaran wilayah dapat juga terjadi karena adanya kebijakan pemerintah yang sengaja mengembangkan kota tersebut dengan cara membangun infrastruktur dan mendatangkan berbagai investor sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Wilayah pinggiran atau yang disebut sebagai suburbia secara ekologis merupakan kawasan dimana terjadi invasi (masuknya penduduk baru) dan adanya peraturan daerah yang lemah (lax zoning regulation) yang menginginkan tersebarnya bangunan-bangunan baru seperti pompa bensin, restoran, tempat hiburan dan lain sebagainya. Wilayah pinggiran biasanya dibangun tanpa rencana dimana tata guna lahan ditangani secara semrawut. Meski kawasan tersebut status resminya perdesaan (rural) tetapi dalam kenyataannya merupakan campuran rural-urban. Daerah pinggiran atau perbatasan memiliki karakteristik, dimana daerah pinggirannya berbasis sumberdaya alam (primer) dan daerah pusat merupakan penghasil barang dan jasa (sekunder/tersier). Dengan demikian apabila wilayah pusat (core) berkembang, maka wilayah pinggiran (periphery) juga akan turut berkembang sehingga dalam jangka panjang core-periphery akan habis. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perluasan pasar, penemuan sumber baru, perbaikan sarana transportasi dan kebijakan daerah yang mendukung. Namun apabila core-periphery terlalu jauh, maka dampak dari perkembangan core terhadap periphery tidak terasa. Hilmann dalam Daldjoeni (1992:189) memprediksi terjadinya interaksi spasial tersebut disebabkan beberapa faktor: pertama, adanya wilayah yang berbeda kemampuan sumberdayanya (satu pihak berlebihan, sementara pihak yang lain kekurangan) sehingga terjadi aliran yang sangat besar dan membangkitkan interaksi spasial yang tinggi. Kedua, adanya fungsi jarak yang diukur dalam biaya dan waktu yang nyata, termasuk karakteristik khusus dari komoditas yang ditransfer. Komoditas yang dihasilkan tertentu dan dibutuhkan oleh daerah lain memiliki nilai transfer yang cukup tinggi. Intensitas interaksi akan berkurang bila jarak kedua daerah semakin jauh. Sementara arus yang terjadi dapat berwujud arus ekonomi, sosial, politik maupun arus informasi. Interaksi spasial terdiri dari: pertama, keterkaitan fisik yang berbentuk integrasi manusia melalui jaringan transportasi. Kedua, keterkaitan ekonomi yang berkaitan dengan pemasaran sehingga terjadi aliran komoditas berbagai jenis barang/ jasa serta modal, dan juga keterkaitan produksi ke depan (foward linkage) maupun kebelakang (backward linkage) diantara berbagai kegiatan ekonomi. Ketiga, keterkaitan atau pergerakan penduduk dengan pola migrasi, baik permanen maupun kontemporer. Keempat, keterkaitan teknologi terutama peralatan, cara dan metode produksi yang harus terintegrasi secara spasial dan fungsional. Kelima, keterkaitan sosial yang merupakan dampak dari keterkaitan ekonomi terhadap pola hubungan sosial penduduk. Keenam, keterkaitan pelayanan sosial seperti rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Ketujuh, keterkaitan administrasi, politik dan kelembagaan misalnya struktur perbatasan administrasi maupun sistem anggaran. Carrothers dalam Tarigan (2004) telah menganalogikan formulasi interaksi dengan hukum gravitasi, yang dijabarkan sebagai berikut: JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

14 f(pi Pj) I ij = f(dij)2 Keterangan: I ij = Interaksi antara tempay i dan tempat j P i = Penduduk i P j = Penduduk j D ij = Jarak antara tempat i dan tempat j Hukum gravitasi tersebut memberikan gambaran bahwa semakin besar I ij maka semakin erat hubungan kedua wilayah tersebut, dan semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Sementara pertumbuhan ekonomi menggambarkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk. (Budiono dalam Tarigan, 2004 : 44). Kondisi ini mensyaratkan bahwa berbagai perubahan dalam pertumbuhan penduduk perlu menjadi pertimbangan, karena jika suatu kenaikan pendapatan nyata yang dibarengi dengan pertumbuhan penduduk yang lebih cepat, maka akan terjadi kemunduran ekonomi. Ketimpangan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lainnnya akan menyebabkan penduduk terdorong untuk melakukan migrasi dari satu daerah ke daerah lain. Oleh karena itu pembangunan daerah perlu diarahkan untuk lebih menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah melalui otonomi daerah. Melalui otonomi daerah laju pertumbuhan diharapkan akan semakin seimbang dan serasi sehingga pelaksanaan pembangunan nasional semakin merata di seluruh pelosok tanah air. Adapun migrasi internal yang bersifat kedaerahan akan menyebabkan mobilitas penduduk ulangalik maupun sirkuler akan meningkat. Gejala ini dimungkinkan karena banyak penduduk yang bertempat tinggal jauh dari tempat kerja ataupun pusat pendidikan. Dengan berkembangnya pola mobilitas pinggiran-perkotaan, maka kebutuhan akan alat transportasi yang efisien dan efektif menjadi meningkat. Dalam masyrakat modern berbagai alat transportasi memegang dua fungsi penting: pertama, sebagai modal untuk mengangkut orang pergi ke tempat kerja atau memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Kedua, sebagai barang akhir untuk memenuhi berbagai keperluan sosial masyarakat seperti rekreasi dan sebagainya. Untuk memenuhi alat pengangkutan yang efektif dan efisien sebagai sarana mobilitas, kendaraan pribadi menjadi pilihan dikarenakan sistem transportasi publik memiliki karakteristik layanan yang tidak konsisten, jadwal yang tidak pasti, serta meningkatnya tarif sehingga minat penggunaan transportasi kecil. Kebutuhan ruang yang berupa ruas jalan secara kuantitas menjadi semakin berkembang sementara pemerintah terkendala dengan anggaran yang terbatas. Kondisi ini menyebabkan kemacetan dimana-mana, khususnya kota besar. Kemacetan identik dengan kepadatan (density), yang didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-rata terhadap waktu, biasanya dinyatakan dalam kendaraan per mil atau kendaraan perkilometer atau jalan. Namun karena setiap jenis kendaraan memiliki karakteristik pergerakan yang berbeda yang disebabkan perbedaan dimensi, kecepatan, percepatan maupun kemampuan manuver selain pengaruh geometrik jalan, maka digunakan Satuan Mobil Penumpang (SMP) untuk menyamakan satuan dari masing-masing jenis kendaraan. Besarnya SMP yang direkomendasikan oleh Direktorat Jendral Bina Marga Jalan Indonesia (MKJI) adalah sebagai berikut. Tabel 2. Faktor Satuan Mobil Penumpang No. Jenis Kendaraan Kelas SMP 1. Sedan Oplet Mikrobus Pick Up LV 1,00 2. Bus Standar Truk Sedang HV 1,30 Truk Besar 3. Sepeda Motor MC 0,50 4. Becak Sepeda Andong, dll UM 1,00 Sumber : Direktorat Jendral Bina Marga (2002) Keterangan : LV = Light Vehicle (Kendaraan Berat) HV = Heavy Vehicle (Kendaraan Ringan) MC = Motor Cycle (Sepeda Motor) UM = Unmotorrized (Kendaraan Tak Bermotor) Secara ekonomis, masalah kemacetan lalulintas akan menciptakan biaya sosial, biaya operasional yang tinggi, hilangnya waktu, polusi uadara, tingginya 12 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang.... (Soesilowati: 9-17)

15 angka kecelakaan, bising, dan juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Sementara untuk mengelola sebuah pertumbuhan beserta implikasinya diperlukan kebijakan-kebijakan yang terintegrasi antar aktor-aktor yang terlibat. Kebijakan itu sendiri menurut Anderson merupakan langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapai (1986 : 58) Kelembagaan merupakan salah satu aspek penting dalam konteks analisis subsistem kebijakan karena aspek kelembagaan akan banyak berperan dalam setiap siklus kebijakan, mulai dari perencanaan sampai dengan timbulnya umpan balik. Bagaimana sebuah kebijakan dirancang, direncanakan, didesain, diimplementasikan dan dievaluasi akan membutuhkan partisipasi kelembagaan. Apabila aktor menunjuk pada orang perorangan, maka kelembagaan merupakan sebuah totalitas orang perorangan yang terikat pada norma dan tatanan organisasi. Dalam konteks kelembagaan, penyampaian kebijakan (delivery system) telah menjadi perhatian utama, khususnya dalam penyediaan layanan publik. Penyediaan pelayanan publik dilakukan melalui seperangkat institusi dan instrumen yang kompleks dan beragam disebut sebagai campuran (delivery mixes) Delivery mixed dalam konteks pelayanan publik melibatkan interaksi antara sektor privat, sukarela (voluntary) dan komunitas. Hubungan antara privat, komunitas dan sukarela oleh Colebatch dan Lamour dikatakan merupakan hubungan yang terus menerus mengalami perubahan. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan populasi penduduk Kecamatan Mranggen yang melakukan mobilitas ulang-alik ke Kota Semarang dan stakeholder dibidang kelalulintasan, meliputi: Satlantas Polres Demak dan Kepala Kantor Perhubunan Kabupaten Demak. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling dengan pertimbangan jumlah populasi yang tak tentu. Adapun variabel yang diteliti adalah pertumbuhan ekonomi Kota Semarang mulai tahun yang diukur dari PDRB perkapitanya, variabel laju kenaikan tingkat kemacetan tahun di Kecamatan Mranggen yang diukur dari tingkat kepadatan lalulintas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, wawancara, dan observasi. Metode dokumentasi dipergunakan untuk mencari data PDRB dan data arus lalulintas, metode wawancara untuk menjaring pendapat para menglaju, langkahlangkah yang ditempuh Pemda serta strategistrateginya. Sedangkan metode observasi digunakan untuk mendukung data-data kuantitatif seperti kondisi riil sistem transportasi, sebab-sebab kemacetan serta titik-titik kemacetan terjadi. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif persentase untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi Kota Semarang dan tingkat kemacetan di Kecamatan Mranggen, analisis gravitasi, serta metode analisis SWOT untuk merumuskan strategi yang tepat dalam mengatasi kemacetan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui seberapa kuat keterkaitan (inter linkage) antara pusat dengan pinggirannya digunakan model gravitasi yang meliputi keterkaitan antara Kota Semarang terhadap Kecamatan Mranggen, Kecamatan Kaliwungu, dan Kecamatan Ungaran. Semakin tinggi tingkat gravitasi maka bisa dikatakan indikator kegiatan sosial dan ekonomi kedua wilayah tersebut besar kaitannya. Hasil perhitungan tingkat gravitasi dapat penulis sajikan sebagai berikut pada tabel 3. Hasil perhitungan analisis gravitasi tersebut dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun Kecamatan Mranggen merupakan wilayah yang paling kuat daya tariknya terhadap pusat kota Semarang. JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September,

16 Tabel 3. Tingkat Gravitasi antara Kecamatan Mranggen, Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Ungaran Tahun Kecamatan Jarak ke Pusat Tingkat Gravitasi Mranggen 12 km Kaliwungu 21 km Ungaran 24 km Sumber : Data diolah Dari klasifikasi jalan menunjukan bahwa jalan raya Purwodadi-Semarang (Kec. Mranggen) berfungsi sebagai kolektor primer dan termasuk golongan kelas II, yang berarti konstruksi permukaannya aspal beton. Tataguna lahan disepanjang jalan berupa pasar, pertokoan dan beberapa perkantoran. Berkaitan dengan berbagai aktivitas yang terjadi di sekitar kawasan pasar, trotoar yang digunakan untuk berdagang, parkir, angkutan umum dan pejalan kaki memakan sebagian badan jalan dan mengurangi lebar efektif jalur lalulintas jalan tersebut. Adapun arus dan tingkat kepadatan lalulintas di jalan raya Mranggen dan perkembangannya dapat penulis sajikan sebagai berikut. Tabel 4. Jumlah Arus dan Tingkat Kepadatan Lalulintas di Jalan Raya Mranggen Tahun serta Perkembangannya Tahun Arus lalulintas Rata-rata Tahunan (smp/jam) Tingkat Kepadatan Lalulintas (smp/km) Pertumbuhan (%) ,80 324, ,60 325,22 1, ,60 329,72 1, ,85 332,95 0, ,95 334,70 0,54 Sumber: Data Diolah Hasil perhitungan menunjukan bahwa setiap kenaikan nilai PDRB per kapita sebesar satu satuan, maka akan diikuti kenaikan kemacetan lalulintas di Kec. Mranggen sebesar 0, Atau jika PDRB per kapita naik sebesar Rp ,- maka kemacetan naik sebesar 1,73 smp/jam. Besarnya kontribusi PDRB per kapita Kota Semarang terhadap kemacetan lalulintas di Kecamatan Mranggen adalah sebesar 65,4%, sedangkan sisanya 44,6% dipengaruhi oleh faktor lain seperti adanya aktivitas PKL, parkir, angkutan umum, serta penyeberang jalan dan simpang tak bersinyal. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukirno (1976 :169) yang mengatakan bahwa jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki oleh warga masyarakat berkembang pesat sebagai akibat dari pertambahan pendapatan di perkotaan serta kemajuan teknologi kendaraan bermotor. Lebih jauh, fungsi kendaraan sebagai modal memiliki arti bahwa kendaraan sebagai input untuk menaikan produktivitas harus efisien. Contoh kasus apabila seorang penduduk harus mengeluarkan biaya perjalanan untuk berangkat dan pulang kerja dalam jarak tertentu difungsikan sebagai biaya tetap (FC), artinya jumlah biaya yang dikeluarkan tetap meskipun waktu tempuh perjalanan bisa lebih cepat atau lebih lambat. Jadi biaya totalnya sama dengan biaya tetap (TC = FC). Untuk mendukung produktivitasnya, dia mengeluarkan biaya untuk membeli sepeda motor yang disebut biaya marginal (MC). Setelah memiliki sepeda motor nilai FC akan turun dan menimbulkan biaya variabel (VC) yaitu berupa biaya pemeliharaan sepeda motor, sehingga TC = FC + VC. Namun dalam kenyataannya TC perjalanan dengan angkutan umum > TC perjalanan dengan sepeda motor. Sementara hasil wawancara juga menunjukan bahwa penyebab kemacetan juga diakibatkan oleh aktivitas pasar Ganefo yang terletak di sebelah Timur pasar Mranggen, banyaknya becak, dokar serta angkuta umum yang ngetem di pinggir jalan, dimana disepanjang jalan tersebut terdapat beberapa industri besar. Instansi perhubungan sendiri tidak mempunyai kebijakan yang riil untuk mengurangi masalah kemacetan lalulintas. Tapi sebagai instansi di bawah Pemda bersama-sama dengan Bappeda dan Satpol PP telah memiliki kebijakan untuk menertibkan PKL dan tempat parkir. Sebenarnya dipersimpangan 14 Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang.... (Soesilowati: 9-17)

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN POTENSI EKONOMI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN PATI TAHUN

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN POTENSI EKONOMI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN PATI TAHUN ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DAN POTENSI EKONOMI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN PATI TAHUN 2000-2005 Bambang Prishardoyo Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang email:bambangpris@yahoo.com

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG TERHADAP KEMACETAN LALULINTAS DI WILAYAH PINGGIRAN DAN KEBIJAKAN YANG DITEMPUHNYA

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG TERHADAP KEMACETAN LALULINTAS DI WILAYAH PINGGIRAN DAN KEBIJAKAN YANG DITEMPUHNYA DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG TERHADAP KEMACETAN LALULINTAS DI WILAYAH PINGGIRAN DAN KEBIJAKAN YANG DITEMPUHNYA Etty Soesilowati Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang email:ettysoesilowati@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DAN INTERAKSI WILAYAH KOTA CILEGON TAHUN Oleh :

ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DAN INTERAKSI WILAYAH KOTA CILEGON TAHUN Oleh : ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DAN INTERAKSI WILAYAH KOTA CILEGON TAHUN 2007-2011 Oleh : Aris Wahyu Kuncoro 1) ariswahyukuncoro@yahoo.co.id Budi Rahardjo 2) sarwokasih@yahoo.co.id 1,2) Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Zuhairan Yunmi Yunan 1 1 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL PADA PEREKONOMIAN KABUPATEN TANAH LAUT. Lina Suherty

SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL PADA PEREKONOMIAN KABUPATEN TANAH LAUT. Lina Suherty JURNAL SPREAD APRIL 2013, VOLUME 3 NOMOR 1 SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL PADA PEREKONOMIAN KABUPATEN TANAH LAUT Lina Suherty Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Jalan Brigjend H. Hasan Basri

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik

III. METODE PENELITIAN. Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Untuk kepentingan penelitian ini digunakan data sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN BLORA TAHUN SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN BLORA TAHUN SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN BLORA TAHUN 2003-2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR SEKTOR POTENSIAL DI KABUPATEN BATANGHARI

IDENTIFIKASI SEKTOR SEKTOR POTENSIAL DI KABUPATEN BATANGHARI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.10, No.01,April 2015 IDENTIFIKASI SEKTOR SEKTOR POTENSIAL DI KABUPATEN BATANGHARI Dra. Hj. Emilia, ME dan Drs. H. Zulgani, MP*

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

SEKTOR EKONOMI POTENSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUDUS

SEKTOR EKONOMI POTENSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUDUS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN KUDUS Anik Setiyaningrum, Abdul Hakim, Lely Indah Mindarti Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi,

Lebih terperinci

Determination of the Regional Economy Leading Sectors in Indonesia. Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah di Indonesia

Determination of the Regional Economy Leading Sectors in Indonesia. Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah di Indonesia Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 15, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 19-26 Determination of the Regional Economy Leading Sectors in Indonesia Fitri Amalia Faculty of Economics and Business UIN Syarif Hidayatullah

Lebih terperinci

PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BONE BOLANGO DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BONE BOLANGO DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jurnal Etikonomi Vol. 11 No. 2 Oktober 2012 PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BONE BOLANGO DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB Fitri Amalia Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Abstract.

Lebih terperinci

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA Universitas Muria Kudus, Gondangmanis Bae, Po Box 53, Kudus 59352 Email: zainuri.umk@gmail.com Abstract The economic structure of Jepara regency shown

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina Abstrak Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi berdampak

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 1 (2) (2012) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH MELALUI ANALISIS SEKTOR BASIS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MINAHASA (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI DAN DAYA SAING EKONOMI)

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MINAHASA (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI DAN DAYA SAING EKONOMI) ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MINAHASA (PENDEKATAN MODEL BASIS EKONOMI DAN DAYA SAING EKONOMI) Rany Lolowang, Antonius Luntungan, dan Richard Tumilaar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 SEKTOR BASIS DAN STRUKTUR EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (An Analysis of Economic s Structure and Bases Sector in Bandar Lampung City) Anda Laksmana, M. Irfan Affandi, Umi Kalsum Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu

BAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu BAB. I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Kota Jayapura merupakan ibu kota Provinsi Papua yang sedang berkembang, karena itu mobilitas masyarakat dalam aktifitas sehari-hari terus meningkat. Topografi wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA JIEB (ISSN : 2442-4560) available online at : ejournal.stiepancasetia.ac.id ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA Puji Hastuti dan Diah Ismayanti Fakultas Ekonomi Universitas Achmad

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol Analisis Sektor Unggulan dan Supomo Kawulusan (Mahasiswa Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract The purpose this reseach the economy sector growth

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* Abstract.

ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* Abstract. ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS EKONOMI KOTA TOMOHON TAHUN 2011-2015 Irawaty Maslowan Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115, Indonesia Email:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini.

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Umum Pengumpulan data pada tesis ini diambil dari instansi terkait serta dari laporan-laporan terdahulu yang semuanya itu akan berhubungan serta menunjang pelaporan tesis pada

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Konsep Otonomi Daerah Seperti yang diketahui semenjak orde reformasi bergulir ditahun 1998, ditahun 1999 lahir Undang-undang No. 22 tentang Pemerintah Daerah dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm Tulus Tambunan, Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri, Rajawali Pres,

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm Tulus Tambunan, Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri, Rajawali Pres, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pemerintah dalam proses perkembangan ekonomi untuk masing-masing Negara mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. 1 Dalam pembangunan negara Indonesia, perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menghitung berbagai indikator pokok yang

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR

PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, 192-201 2016 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973 PENGARUH AKTIVITAS PERDAGANGAN DAN JASA TERHADAP VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN HERTASNING KOTA MAKASSAR

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun. dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun. dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan nasional ada salah satu aspek penting yang nantinya akan menjadi tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah pembangunan ekonomi Penentuan target pembangunan ekonomi perlu melihat kondisi atau tingkat

Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah pembangunan ekonomi Penentuan target pembangunan ekonomi perlu melihat kondisi atau tingkat Analisis PDRB Kota Jambi Dr. Junaidi, SE, M.Si Dr. Tona Aurora Lubis, SE, MM Seminar: PDRB Kota Jambi Bappeda Kota Jambi, 17 Desember 2015 Pendahuluan Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk perkembangan suatu daerah, yaitu untuk mempermudah memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. : Biaya Perjalanan, Tundaan.

ABSTRAK. : Biaya Perjalanan, Tundaan. ABSTRAK Sebagai destinasi pariwisata utama pulau Bali, Kabupaten Badung merupakan salah satu kota wisata yang paling banyak diminati para wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara. Disamping dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUDUS

ANALISA KARAKTERISTIK SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUDUS ANALISA KARAKTERISTIK SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUDUS M. Debby Rizani Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telpon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency.

Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency. Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency. Rahmanisyak Program Studi Manajemen / S1 Universitas Pasir Pengaraian ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam tingkat pertumbuhan suatu wilayah. Wilayah yang mampu menata sarana dan prasarana dengan baik maka daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN PONOROGO DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT DAN SHIFT SHARE TAHUN

ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN PONOROGO DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT DAN SHIFT SHARE TAHUN ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN PONOROGO DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT DAN SHIFT SHARE TAHUN 2011 2015 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pariwisata Dan Wisatawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata adalah kegiatan melaksanakan perjalanan untuk memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, mencari kepuasan, mendapatkan kenikmatan,

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA ANALISIS SEKTOR BASIS DAN KONDISI PEREKONOMIAN KABUPATEN DEMAK TAHUN 2006-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian dan pembangunan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 26 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : ISSN :

AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : ISSN : AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : 73 86 ISSN : 1411-1063 PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN PENGEMBANGAN SUB SEKTOR UNGGULAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci