BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum"

Transkripsi

1 BAB TEORI DASAR.1 Umum Prinsip utama dalam proses mendesain pipa bawah laut adalah mengusahakan agar sistem pipa yang akan dibangun dapat kuat dan stabil baik pada saat proses instalasi, hydrotest dan selama masa layan (operasional) yang direncanakan. Berdasarkan standar DNV OS-F101 Submarine Pipeline Systems 007, keamanan dari sebuah sistem pipa dapat dipastikan dengan menggunakan safety class methodology. Dalam metodologi ini sebuah sistem pipa bawah laut dapat dikategorikan kedalam satu kelas atau lebih berdasarkan pada konsekuensi kegagalan yang dapat ditimbulkan. Umumnya suatu sistem pipa bawah laut diklasifikasikan bedasarkan sifat fluida yang dialirkan dan lokasi pemasangan. Selain itu, dengan menggunakan DNV ini juga dapat ditentukan ketebalan dari dinding pipa yang dibutuhkan. Dalam proses mendesain jaringan pipa bawah laut dilakukan serangkaian proses yang sistematis, tahapan tersebut tentunya harus disesuaikan dengan standar internasional yang umum digunakan seperti DNV, API, ASME dan lain-lain. Gambar.1 memperlihatkan flow chart dari langkah-langkah desain yang umum dilakukan. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -1

2 Gambar.1 Flow chart langkah desain pipa bawah laut [sumber: Bai, Y, 001]..1.1 Klasifikasi Sistem Pipa Berdasarkan Fluida yang Dialirkan Jenis fluida yang dialirkan dalam sebuah jaringan pipa bawah laut tentunya berbedabeda. Tabel.1 menjelaskan jenis-jenis fluida yang dialirkan dalam sebuah pipa bawah laut: ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -

3 Tabel.1 Klasifikasi Keamanan Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Fluida yang Dialirkan [sumber: DNV OS-F101]. Kategori Fluida A B C D E Keterangan Fluida tidak terbakar, fluida yang berbasis air. Fluida yang dapat terbakar dan beracun yang berbentuk cair pada kamar dan kondisi tekanan atmosfir. Salah satu contohnya adalah metanol. Fluida yang tidak terbakar dan tidak beracun yang berbentuk gas pada suhu kamar dan kondisi tekanan atmosfir. Contohnya adalah nitrogen dan karbon dioksida. Gas berfasa tunggal, dapat terbakar dan tidak beracun. Fluida yang dapat terbakar dan beracun yang berbentuk gas pada suhu kamar dan kondisi tekanan atmosfir..1. Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Lokasi Pipa Sistem pipa bawah laut terbagi atas dua kelas. Sistem ini dibagi berdasarkan lokasi pipa pemasangan tersebut (dapat dilihat pada Tabel.) Tabel. Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Lokasi Pipa [sumber: DNV OS- F101]. Klasifikasi lokasi pipa 1 Keterangan Lokasi dimana tidak terjadi akitivitas manusia yang rutin sepanjang jalur pipa. Bagian dari pipa yang dekat dengan platform dengan aktifitas manusia yang banyak, luas dari lokasi ini harus berdasakan analisis resiko, atau dapat asumsikan sebagai area yang berjarak 500 meter dari platform bila data yang diperlukan untuk analisis resiko tidak ada. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -3

4 .1.3 Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Tingkat Keamanan Dalam mendesain sistem pipa bawah laut harus didasarkan pada konsekuensi kegagalan yang dapat terjadi, klasifikasi berdasarkan tingkat kemanan pipa dapat dibagi menjadi tiga seperti pada Tabel.3. Tabel.3 Klasifikasi Sistem Pipa Bawah Laut Berdasarkan Tingkat Keamanan [sumber: DNV OS-F101]. Kelas Kemanan Rendah Normal Tinggi Keterangan Dimana kegagalan yang mungkin terjadi menyebabkan resiko yang sangat kecil terhadap manusia dan lingkungan, klasifikasi ini diterapkan pada saat instalasi. Dimana kegagalan yang mungkin terjadi menyebabkan resiko yang cukup besar terhadap manusia dan lingkungan, juga bidang politik dan ekonomi. Klasifikasi ini biasanya diterapkan untuk keadaan operasi pipa yang jauh dari platform. Dimana kegagalan yang mungkin terjadi dapat menyebabkan resiko yang sangat besar terhadap manusia, lingkungan, ekonomi dan politik. Klasifikasi ini biasanya diterapkan untuk keadaan operasi dilokasi dekat dengan platform. Klasifikasi keamanan pipa bawah laut mungkin akan berbeda-beda untuk fase konstruksi dan lokasi yang berbeda. DNV 007 mengklasifikasikan sistem pipa bawah laut berdasarkan tingkat keamanan menjadi dua fase keadaan pipa seperti pada Tabel.4. Tabel.4 Klasifikasi Keamanan Sistem Pipa Bawah Laut [sumber: DNV OS-F101]. Fase Kategori fluida A dan C Kelas lokasi Kategori fluida B, D, dan E Kelas lokasi 1 1 Temporal Rendah Rendah Normal Normal Operasional Rendah Normal Normal Tinggi Fase temporer merupakan fase dari proses instalasi sampai dengan pre-commissioning yaitu tahap sampai dengan dilakukan proses hydrotest. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -4

5 Tabel.5 menunjukkan nilai safety factor pada pipa yang digunakan untuk perhitungan pressure containment sedangkan Tabel.6 menunjukkan nilai safety factor pada pipa yang digunakan untuk perhitungan buckling. Tabel.5 Nilai Safety Factor Sistem Pipa Bawah Laut untuk Perhitungan Pressure Containment [sumber: DNV OS-F101]. Kelas Kemanan γ sc1 Rendah Normal Tinggi Tabel.6 Nilai Safety Factor Sistem Pipa Bawah Laut untuk Perhitungan Buckling [sumber: DNV OS-F101]. Kelas Kemanan γ sc Rendah 1.04 Normal 1.14 Tinggi 1.6. Pemilihan Rute Pipa Dalam mendesain suatu jaringan pipa di bawah laut, langkah awal yang harus diperhatikan adalah pemilihan rute yang akan dilalui oleh pipa itu sendiri (Routing). Pemilihan rute pipa ini didasarkan pada beberapa faktor, sehingga nantinya diperoleh rute pipa yang paling efektif dan efisien. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Rute pipa yang dipilih haruslah sependek mungkin dan diusahakan agar rute pipa lurus. Dengan mengambil rute yang pendek, dapat meminimalisasi kehilangan tekanan, meminimalisasi resiko yang mungkin terjadi pada saat instalasi, dan meminimalisasi material pipa. Rute pipa yang lurus sebenarnya sangat sulit untuk dicapai karena ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -5

6 kontur dasar laut yang tidak rata, shore crossing, third parties (kegiatan-kegiatan yang ada sebelum pipa dibangun) dan lain sebagainya.. Rute pipa yang diambil adalah rute yang memiliki kemudahan pada saat instalasi. Rute yang memiliki kemudahan pada saat instalasi akan membuat pekerjaan penempatan pipa di dasar laut lebih mudah dan cepat. 3. Rute pipa yang diambil haruslah rute teraman, dan memiliki dampak bahaya yang dapat merugikan pipa yang sangat kecil. Pemilihan rute pipa harus memperhatikan kondisi batimetri dari dasar laut, lokasi dari existing platform dan risers, jalur pipa lain yang telah ada sebelumnya, kedalaman perairan, kondisi sosial-politik, lokasi kapal karam, dan lain sebagainya. Selain itu, ada pula pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam memilih jalur pipa terkait dengan kondisi dasar lautnya diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: Hindari halangan-halangan didasar laut atau bentangan menggantung pipa yang mungkin terjadi disepanjang jalur yang direncanakan. Hindari persilangan dengan jalur pipa yang lain jika memungkinkan. Hindari daerah-daerah dimana kapal banyak membuang jangkarnya. Hindari bentang pipa dari tanah yang tidak stabil dan pasang pipa di daerah yang relatif lebih stabil, jika hal ini dapat diidentifikasikan. Hindari gundukan-gundukan tanah atau cekungan yang dapat menyebabkan timbulnya daerah menggantung disepanjang jalur pipa. Khusus untuk daerah yang terdapat aliran lumpur, perkecil resiko terjadinya kerusakan terhadap pipa akibat pergerakan tanah dengan memilih jalur pipa tegak lurus terhadap kontur kedalaman. Untuk mengetahui rute pipa diperlukan adanya kgiatan survei. Survei yang dilaksanakan adalah survei geodetik (untuk mendapatkan parameter-parameter geodetik), survei geofisikal (untuk mengetahui kontur permukaan dasar laut), survei geoteknik (untuk mengetahui jenis tanah penempatan pipa), survei hidrooseanografi (untuk mengetahui beban-beban lingkungan dan meteorologi, dan survei visual (untuk mengetahui kondisi asli lokasi pipa). ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -6

7 Gambar. menunjukkan flowchart yang sebaiknya dilakukan dalam pemilihan rute pipa. Desktop Study Route Survey Seabed Profile Bottom Roughness Design Allowable Span Length Mix Data & No No Compare Modify Route OK! Select Final Route Gambar. Flow chart routing selection..3 Pembebanan pada Pipa Berdasarkan pada strandar DNV OS-F101 Submarine Pipeline Systems 007 pembebanan pada pipa dibagi menjadi yaitu beban fungsional dan beban lingkungan, dimana beban-beban tersebut akan ditentukan terlebih dahulu sebelum proses desain dimulai. 1) Beban Fungsional Beban fungsional merupakan beban yang berasal dari keberadaan fisik pipa dan hal tersebut sangat menentukan integritas dari sistem pipa baik selama proses instalasi, ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -7

8 hydrotest, maupun keadaan operasional. Yang termasuk kedalam beban fungsional adalah sebagai berikut: Gaya Berat Yang termasuk kedalam beban ini adalah berat pipa secara keseluruhan, berat isi yang ditransportasikan baik pada saat kondisi operasi dan hydrotest, serta gaya angkat. Tekanan Beban tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang terjadi pada pipa yang terdiri tekanan internal, tekanan eksternal dan tekanan tanah untuk pipa yang dikubur. Thermal ekspansion dan contraction Beban ini biasanya diakibatkan oleh temperatur dari isi yang ditransportasikan dalam pipa. Pre- stressing Beban yang termasuk kedalam beban pre-stressing biasanya adalah tekanan yang diakibatkan oleh aktifitas pada saat instalasi pipa. ) Beban Lingkungan Beban lingkungan adalah beban yang bekerja pada pipa yang diakibatkan oleh lingkungan sekitar dan bukan merupakan beban fungsional atau beban accidental. Beban lingkungan yang bekerja pada pipa biasanya terdiri atas beban angin, gelombang, arus, beban hidrodinamik dan fenomena lingkungan lainnya. Selain beban fungsional dan lingkungan diatas dalam desain pipa juga dikenal adanya beban accidental yaitu beban yang diakibatkan oleh keadaan yang tidak direncanakan, yang termasuk beban ini adalah diantaranya vessel impact, benda jatuh, pergerakan tanah, gesekan jangkar dan lain lain. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -8

9 .4 Pemilihan Diameter dan Material Pipa Perancangan pipa melibatkan pemilihan diameter pipa, ketebalan dan material yang digunakan. Diameter pipa yang dipilih sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kapasitas aliran yang diinginkan untuk mengangkut hasil produksi fluida dari sumursumur minyak atau gas. Hal ini membutuhkan suatu analisis menyeluruh dengan asumsi untuk keadaan kondisi operasi terburuk sepanjang masa layan dari pipa yang direncanakan. Setelah itu, desain dilanjutkan untuk memilih jenis bahan pipa yang akan dipakai, apakah akan menggunakan pipa dari baja, komposit, atau jenis fleksibel yang kemudian membuat keputusan detail mengenai komposisi dan spesifikasi dari material yang digunakan. Pertimbangan pemilihan material pipa harus didasarkan pada jenis fluida yang akan ditransportasikan, beban, temperatur, dan mode kerusakan yang mungkin selama proses instalasi dan operasi. Pemilihan material pipa harus dicocokan dengan semua komponen dalam sistem pipa bawah laut. Pipa yang dipilih harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: Sifat mekanik bahan. Kekakuan material. Ketahanan terhadap retak/fraktur. Ketahanan terhadap fatigue. Weldability. Ketahanan terhadap korosi. Sifat dari karakteristik material pipa ini nantinya akan digunakan dalam menghitung ketahanan pipa yang akan didesain. Dalam DNV 007 nilai dari faktor kekuatan material (material strength factor) dapat dilihat pada Tabel.7, nilai dari faktor daya tahan material (material resistance factor) dapat dilihat pada Tabel.8, sedangkan nilai dari karakteristik properti material dirumuskan seperti pada Tabel.9. Selain itu, pada proses fabrikasi pipa terdapat adanya perubahan suhu, perubahan suhu ini nantinya akan memberikan perbedaan antara tekanan dan tegangan, yang dikenal dengan nilai dari faktor fabrikasi (α fab ), biasanya nilai faktor fabrikasi diberikan, namun jika faktor tersebut tidak diketahui maka nilainya diberikan seperti dalam Tabel.10. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -9

10 Tabel.7 Faktor Kekuatan Material [sumber: DNV OS-F101]. Faktor Kekuatan Material Normal Supplementary Requirement α u Tabel.8 Faktor Daya Tahan Material [sumber: DNV OS-F101]. Limit State Category SLS / ULS / ALS FLS γ m Tabel.9 Faktor Maksimum Fabrikasi [sumber: DNV OS-F101]. Pipe Seamless UO & TRB & ERW UOE α fab Tabel.10 Karakteristik Properti Material [sumber: DNV OS-F101]. Property Karakteristik yield stress Karakteristik tensile stress Nilai f y = (SMYS - f ytemp )αu f u = (SMTS f utemp )αu dimana: f ytemp f utemp Seamless SLS ULS FLS ALS UO UOE ERW = pengurangan nilai yield stress akibat temperature = pengurangan nilai tensile stress akibat temperature = jenis pipa tanpa las = Serviceability Limit State = Ultimate Limit State = Fatigue Limit State = Accidental Limit State = proses fabrikasi pipa dari pipa yang dilas = proses fabikasi pipa dari pipa yang dilas dan dimuaikan = Electric Resistance Welding ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -10

11 TRB SMYS SMTS = Three Roll Bending = Specified Minimum Yield Strength = Specified Minimum Tensile Strength Perbedaan kelas material pada pipa mengacu pada sifat material dalam kondisi temperatur kamar. Temperatur berpengaruh terhadap sifat material, apabila tidak ada informasi mengenai pengaruh temperatur tehadap sifat material maka dapat digunakan grafik seperti yang dapat dilihat pada Gambar.3 untuk menentukan penurunan tegangan akibat temperatur. Gambar.3 Grafik temperatur Vs Stress derating [sumber: DNV OS-F101]. Dalam pemilihan material pipa biasanya digunakan material grade X-60 atau X-65 (414 atau 448 Mpa) untuk pipa dengan tekanan tinggi atau pipa untuk perairan dalam sedangkan untuk perairan dangkal yang memiliki tekanan rendah digunakan pipa ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -11

12 dengan material grade X-4, X-5 atau X-56. Sedangkan jenis pipa sendiri dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu Seamless, Submerged Arc Welded (SAW), Electric Resistance Welded (ERW), dan Spiral Weld. Dari keempat jenis pipa diatas jenis Seamless dan SAW adalah yang sering digunakan dibandingkan jenis lainya. Tabel.11 menyajikan grade material berdasarkan American Petroleum Institute (API). Tabel.11 Grade Material Berdasarkan Standar API [sumber: API]. API Grade SMYS SMTS ksi Mpa ksi MPa X X X X X X X X Desain Tebal Dinding Pipa (Wall Thickness) Penentuan tebal pipa adalah salah satu pekerjaan yang sangat penting dan mendasar dalam mendesain sistem pipa bawah laut. Dalam penentuan tebal pipa didasarkan pada kiteria desain yang disebabkan oleh adanya tekanan internal dan tekanan eksternal hidrostatik yang bekerja pada pipa. Dalam DNV OS-F101 Submarine Pipeline Systems 007 dijelaskan mengenai kriteria desain untuk penentuan tebal pipa. Berikut adalah penjelasan mengenai kriteria-kriteria tesebut..5.1 Karakteristik Wall Thickness Nilai dari tebal dinding pipa untuk perhitungan tahanan terhadap pressure containment dan tahanan lain dihitung dalam beberapa kondisi seperti diterangkan pada persamaan.1 s.d..4. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -1

13 Nilai dari tebal dinding pipa untuk perhitungan tahanan terhadap pressure containment: Untuk kondisi Instalation dan Hydrotest. t = t s t.1 1 fab Untuk kondisi Operasional t 1 _ = t s t fab t. CA Nilai dari tebal dinding pipa untuk perhitungan tahanan terhadap buckling: Untuk kondisi Instalation dan, Hydrotest. t = t s.3 Untuk kondisi Operasional dimana: t _ = t s t CA.4 t fab t CA t s t 1 t 1_ t t _ = tebal toleransi fabrikasi = tebal corrosion allowance = tebal dinding pipa = tebal dinding pipa pada kondisi Instalation dan Hydrotest untuk perhitungan tahanan terhadap pressure containment. = tebal dinding pipa pada kondisi operasional untuk perhitungan tahanan terhadap pressure containment. = tebal dinding pipa pada kondisi Instalation dan Hydrotest untuk perhitungan tahanan terhadap buckling. = tebal dinding pipa pada kondisi operasional untuk perhitungan tahanan terhadap buckling..5. Kriteria Pressure Containment Ketentuan pertama dari perhitungan tebal dinding pipa adalah menentukan kriteria pressure containment. Dalam konsep lama pressure containment dituliskan sebagai ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -13

14 fungsi allowable hoop stress. Dalam kriteria tersebut, tekanan hoop stress yang merupakan perbedaan antara tekanan internal dan eksternal nilainya tidak boleh melebihi nilai yang diijinkan. D t s σ h = ( Pi Pe ) η( SMYS f y,temp ).5 t dimana: σ h = hoop stress s P i P e D = tekanan internal = tekanan eksternal = diameter pipa f y,temp = pengurangan nilai yield stress akibat temperatur yang bekerja pada pipa η = usage factor Menurut DNV 007 nilai dari usage factor dapat dirumuskan seperti pada persamaan.6. η. α U =.6 dimana: 3. γ. γ m SC1. γ inc α u γ m γ SC1 γ inc = faktor kekuatan material = faktor daya tahan material (material resistance factor) = safety class factor = incidental to design pressure ratio Nilai dari incidental ratio dapat dilihat pada Tabel.1. Tabel.1 Incidental Ratio untuk Pressure Containmet [sumber: DNV-OS-F101]. Condition or pipeline system Typical pipeline system 1.10 Minimum, except for below 1.05 When design pressure is equal to full shut-in pressure including dynamic effects 1.00 System pressure test 1.00 γ inc ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -14

15 Sedangkan dalam konsep load and resistance factor design (LRFD) kiteria pressure containment dituliskan sebagai berikut. P li P ( t) b Pe.7 γ sc1.γ m atau P d P ( t) b.8 γ.γ sc1 m dimana: P d P li P b (t) = pressure design = tekanan lokal insidental = pressure containment pada tebal dinding pipa (t) Berikut ini beberapa definisi tekanan yang digunakan dalam proses perhitungan tebal dinding pada pipa menurut DNV 007: a. Tekanan Lokal (Local Pressure) Tekanan lokal adalah beban dimana perbedaan nilainya dengan tekanan referensi merupakan berat kolom dari isi pipa. Nilai tekanan lokal secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: Plocal ref = Pref + cont. g. h, ρ.9 untuk tekanan lokal secara spesifik dituliskan sebagai berikut: Pld = Pd + ρcont. g. h Pli = Pinc + ρ cont. g. h = Pd. γ inc + ρcont. g. h Plt = Pt + ρcont. g. h dimana: P inc = tekanan insidental = γ inc.p d ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -15

16 P t = 1.05 P inc ( normal and hight safety class) = 1.03 P inc (low and hight safety class) P ld P li P lt ρ cont g h = tekanan lokal desain = tekanan lokal insidental = tekanan lokal system test = tekanan isi pipa = percepatan grafitasi = jarak antara titik referensi dengan permukaan air laut b. Tekanan eksternal (P e ) Nilai dari tekanan eksternal dapat dirumuskan menjadi: P = ρ. g h.13 e sw. dimana: P e ρ sw d = tekanan eksternal = densitas air laut = kedalaman air Nilai dari pressure containment diambil dari nilai terendah (minimum), yang ditentukan dengan persamaan : [ P ( t); P ( )] Pb ( t) = Min b, y b, b t.14 P P t ( t) =. f..15 OD t 3 b, y y b, b t f u ( t) =...16 OD t dimana: P b (t) = tahanan pressure containment pada tebal pipa P b,y (t) = tahanan pressure containment pada batasan leleh ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -16

17 P b,b (t) = tahanan pressure containment pada batasan tarik f y fu t = tegangan leleh desain = tegangan tarik desain = tebal dinding pipa.5.3 Kriteria Buckling Buckling merupakan keadaan dimana pipa sudah tidak bundar atau mengalami perubahan bentuk akibat tekanan hidrostatis yang besar pada kedalaman tertentu, kedalaman tersebut merupakan kedalaman mulai terjadinya buckle atau initiation buckle. Buckling dapat dibagi menjadi yaitu local buckling dan global buckling. Berdasarkan DNV 007 local buckling harus dicek terhadap beberapa kriteria, yaitu: 1. Kriteria System collapse.. Kriteria Combained loading. 3. Kriteria Propagating buckling. 1. Kriteria System Collapse Kriteria ini menunjukan bahwa pipa akan mampu bertahan dari deformasi bentuk pipa selama masa layannya. Kiteria ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas plastis, kapasitas elastis, dan ovalitas dari baja. Nilai dari tekanan collapse dalam DNV 007 dirumuskan sebagai berikut: ( Pc Pel ).( Pc Ppl ) = Pc. Pel. Ppl. f o. D t.17 Tekanan elastik (P el ) P el 3 t E D ( t) =.18 1 v dimana: E = modulus elastisitas ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -17

18 t υ = tebal didinding pipa = poisson rasio Tekanan plastis (P pl ) P t ( t ) =. f y. α fab.19 D pl. dimana: f y = tegangan leleh desain, psi α fab = faktor fabrikasi (lihat Tabel.9) D = diameter luar pipa Ovalitas baja (f o ) f o = D max D D min.0 D max D min = diameter maksimum = diameter minimum Persamaan.17 tekanan collapse (P c ) merupakan persamaan polinomial derajat tiga, untuk itu dilakukan pendekatan nilai Pc dengan persamaan.1-.8: 1 P c = y b 3.1 dimana: b = P el. y = Φ u cos π c = P p + Pp Pel f 0 D t.4 d = P P el p.5 ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -18

19 1 1 u = b + c v = b bc + d Φ = cos 1 v u 3.8 Dalam DNV 007 kriteria collapse mensyaratkan agar tekanan collapse dapat menahan tekanan eksternal yang bekerja pada pipa, atau dengan kata lain nilai tekanan eksternal tidak boleh melebihi nilai tekanan collapse (P c ), kriteria collapse dapat dituliskan sebagai berikut: P e P.9 c 1,1. γ m. γ sc dimana: P e P c = tekanan eksternal = tekanan collapse. Kriteria Kombinasi Pembebanan (Combined Loading) Kriteria ini menunjukan kekuatan dari pipa baja yang akan diletakan di dasar laut terhadap semua gaya dan tekanan yang akan terjadi pada pipa. Dalam kriteria ini pipa dikenai beberapa pembebanan secara langsung, dalam hal ini pipa dikenai kombinasi pembebanan terhadap momen tekuk (bending moment), gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih (internal over pressure) dan kombinasi pembebanan terhadap momen tekuk, gaya aksial efektif, tekanan internal berlebih dan tekanan eksternal berlebih (external over pressure). Berdasarkan standar DNV 007 kriteria combined loading akan di cek terhadap kondisi Load Controlled Condition. Combined Loading - Load Contolled Condition Kriteria kombinasi pembebanan ini, pipa didisain untuk dapat menahan pembebananan seperti dijelaskan sebelumnya. Kriteria kondisi ini adalah sebagai berikut: ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -19

20 .. M d.. S d P e γ sc γ m + γ sc γ m γ sc γ m.30 α c M p α c S p Pc dimana: M S = γ γ.31 d M F d S F F F C C = γ γ.3 ( D t ) t M p = f y..33 S = f π ( D t)t.34 p y. f α C = ( 1 β ) + β f u y untuk D / t < 15 β = ( 60 D / t) / 90 untuk 15 D / t untuk D / t > 60 π 4 S f = N P ( D t) f [ ] ( P OD ) lt e.37 keterangan: M d S d M p S p M f α c S f N f = bending moment design = gaya aksial efektif disain = statis momen = gaya aksial statis = momen efektif = parameter flow stress = effective axial force = axial force in pipe wall ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -0

21 3. Propagation Buckling Propagation buckling dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana buckle yang terjadi pada pipa berubah menjadi buckle yang memanjang sepanjang pipa. Perambatan ini tidak bias mulai atau menjalar kebagian lain jika tekanan eksternal masih dibawah tekanan propagasi (P pr ). Untuk mengecek terjadinya propagating buckling digunakan persamaan: P e Ppr γ γ.38 m. sc.5 t Ppr = 35. f y. α fab..39 D dimana: P pr = tekanan propagasi = adalah tekanan untuk melanjutkan proses propagation buckling.6 On Bottom Stability Pipa bawah laut dewasa ini telah berkembang sebagai suatu infrastruktur yang penting dalam usaha pendistribusian minyak, gas maupun fluida lainya. Oleh karena peranannya yang sangat penting maka pipa harus didesain untuk dapat menahan beban dan gayagaya lingkungan yang bekerja padanya sehingga dapat kuat dan stabil baik pada waktu instalasi, hydrotest maupun selama masa oprasionalnya. Dalam teknologi pipa bawah laut telah dikenal beberapa cara/metode yang digunakan untuk menjadikan pipa bawah laut stabil, metode yang umum digunakan antara lain : Menambahkan selimut beton pada pipa yang berfungsi sebagai pelindung dan pemberat pada pipa agar tetap stabil. Mengubur pipa didalam seabed tujuan dari cara ini adalah untuk mengurangi gayagaya hidrostatik yang bekerja kalau pipa berada diatas seabed. Membuat tanggul batu (rock beam) yang berfungsi sebagai pemberat pada pipa. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -1

22 Sebelum melakukan analisis terhadap kestabilan pipa di bawah laut maka ada beberapa data kondisi dasar yang harus diketahui, yaitu : Kondisi lingkungan. Kondisi geoteknik dasar laut. Kondisi topografi dasar laut (kondisi kemiringan pantai, batuan, dll). Bathymetry (kontur kedalam laut). Data properties pipa. Lokasi pipeline restraint. Dalam pendesainan on-bottom stability, hal yang paling diperhatikan adalah berat dan ketebalan dari concrete coating pada pipa sehingga pipa tetap stabil pada kondisi operasionalnya. Secara umum analisis dari on-bottom stability ditinjau dari dua kondisi, yaitu: 1. Kondisi instalasi: Data gelombang dan arus yang digunakan adalah data gelombang dan arus 1 tahunan.. Kondisi operasional: Data gelombang dan arus yang digunakan adalah data gelombang dan arus 100 tahunan..6.1 Kondisi Lingkungan Dalam proses desain pipa bawah laut data lingkungan yang dipakai adalah data gelombang dan data arus laut. Data kondisi lingkungan yang digunakan harus merupakan data yang berasal dari tempat desain analisis dilakukan. Data biasanya merupakan hasil pengukuran, hasil pemodelan hindcasting, maupun hasil dari pengamatan langsung di tempat. Data-data yang masih acak ini akan mengalami analisis statistik untuk mendapatkan nilai dari tinggi gelombang signifikan (H S ), periode puncak gelombang (T P ), dan kesesuaian waktu ulang. Hasil analisis statistik H s, T p, dan periode ulang adalah data lingkungan yang akan digunakan pada desain stabilitas pipa yang akan dibahas kemudian. Gelombang yang bergerak pada permukaan air akan memberikan percepatan pada patikel air yang dilaluinya. Pergerakan partikel air yang terjadi akan membentuk orbit, selama penjalaran gelombang dari laut dalam menuju laut ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -

23 dangkal, orbit partikel ini akan mengalami perubahan bentuk seperti pada Gambar.4. Orbit perpindahan patikel berbentuk lingkaran pada seluruh kedalaman pada laut dalam sedangkan di laut transisi dan dangkal lintasan partikel akan mengalami perubahan bentuk menjadi elips, semakin dangkal kedalamannya bentuk elips ini semakin pipih dan di dasar gerak partikel adalah horizontal. Gambar.4 Sketsa orbit partikel gelombang [sumber: Dean & Dalrymple, 1991]. Gelombang menjalar dari laut dalam menuju laut dangkal, hal ini akan mempengaruhi kecepatan dan panjang gelombang. Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air (d) dan panjang gelombang (L), gelombang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Gelombang di laut dangkal, jika d / L 1/ 0.. Gelombang di laut intermediet, jika 1/ 0 < d / L 1/. 3. Gelombang di laut dalam, jika d / L 1/. Terjadinya gelombang seperti yang telah dijelaskan akan mempengaruhi kecepatan dan percepatan partikel air, oleh karena itu perhitungan panjang gelombang, kecepatan dan percepatan juga didekati dengan sesuai jenis perairannya. Dengan mengetahui panjang gelombang pada perairan dalam, maka dapat dihitung panjang gelombang untuk perairan dengan kedalaman yang lain. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -3

24 .6. Gaya-gaya yang Bekerja pada Analisis On Bottom Stability Kestabilan pipa bawah laut meliputi kestabilan dalam dua arah yaitu arah vertikal dan horizontal/lateral. Kestabilan ini diperhitungkan terhadap gaya-gaya lingkungan yang bekerja pada pipa, gaya-gaya tersebut adalah gaya inersia, gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force). Sedangkan resistensi permukaan dasar laut merupakan gaya gesek antara pipa dengan permukaan tanah laut. Gaya seret dan gaya inersia adalah gaya yang secara bersama-sama bekerja dalam arah horizontal/lateral pada pipa, sedangkan gaya angkat bekerja secara vertikal, gaya angkat ini adalah gaya yang mengurangi berat pipa dalam air yang mempengaruhi kestabilan pipa. Gambar.5 adalah gambaran gaya-gaya dalam analisis perhitungan stabilitas pipa bawah laut. Gambar.5 Gaya-gaya yang bekerja pada pipa bawah laut [sumber: Mouselli, A. H, 1981]. Berat Tenggelam Pipa Berat total pipa dihitung dengan mempertimbangkan berat bajanya, lapisan pelindung korosi, dan juga lapisan pelindung sambungan (field joint coating). Gambar.6 memperlihatkan potongan melintang dari sebuah pipa dan Gambar.7 menunjukkan Ilustrasi pipa bawah laut. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -4

25 Gambar.6 Ilustrasi penampang pipa bawah laut. Gambar.7 Ilustrasi pipa bawah laut dengan HDPE coating dan concrete coating. Berikut adalah properti pipa yang harus diperhatikan: D s D i D w D therm D cc t s = diameter luar pipa baja = diameter dalam pipa baja = diameter luar lapisan anti korosi (corrosion wrap) = diameter luar lapisan thermal insulation = diameter luar selimut beton = tebal pipa baja ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -5

26 t therm t cc W st W corr = tebal pipa thermal insulation = tebal selimut beton = berat pipa baja = berat lapisan anti korosi di udara W therm = berat lapisan thermal insulation W cc = berat selimut beton W cont = berat isi pipa (containt) W s B ρ st ρ corr = berat terendam pipa (submerge weight) = gaya apung = densitas baja (submerge weight) = densitas lapisan anti korosi di udara ρ therm = densitas lapisan thermal insulation ρ c ρ sw ρ cont = densitas selimut beton = densitas air laut = densitas fluida isi pipa Dalam menentukan berat tenggelam pipa dilakukan langkah perhitungan sebagai berikut: - Diameter total pipa D tot = D + t + t + t.40 s corr therm cc - Berat baja (W s ) W st π = 4 ( Ds Di ) ρ st.41 - Berat lapisan anti korosi (W corr ) π Wcorr = ρ corr ( Ds +. tcorr ) Ds 4.4 ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -6

27 - Berat lapisan thermal insulation (W therm ) W therm π = 4 [( Ds + tcorr + ttherm + tcc ) ( Ds + tcorr ) ] ρ therm.43 - Berat lapisan selimut beton W cc π = 4 [ Dtot ( Ds + tcorr + ttherm ) ] ρ c.44 - Berat isi pipa W π 4 cont = D i ρ cont.45 - Gaya apung π Dtot B = ρ sw V = ρ sw Berat pipa di udara W = W + W + W + W + W.47 u st corr - Berat terndam pipa therm cc cont W s = W + W + W + W + W B.48 st corr therm cc cont Gaya Hidrodinamika Gaya-gaya hidrodinamika yang terjadi pada pipa didasar laut akan dihitung dengan menggunakan persamaan Morisson. Persamaan ini berlaku untuk pipa yang mempunya perbandingan diameternya dan panjang gelombang adalah D/L 0. dimana D merupakan nominal diameter pipa dan L adalah panjang gelombang yang terjadi. Pada kondisi ini, gelombang tidak terpengaruh oleh adanya pipa di dasar laut sehingga mengakibatkan terjadinya dua gaya utama yang bekerja pada pipa yaitu gaya seret dan gaya inersia. Penentuan Koefisien Hidrodinamik Sebelum melakukan perhitungan gaya-gaya hidrodinamika maka terlebih dahulu menentukan nilai dari koefisien-koefisien hidrodinamik, Mousselli menyatakan bahwa ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -7

28 nilai dari suatu koefisien hidrodinamika bergantung pada nilai bilangan Reynould, kekasaran pipa (pipe roughness) dan Bilangan Kaulegan-Carpenter. - Persamaan bilangan Reynould: R e = ( U s + U c ) D υ.49 - Persamaan bilangan Keulegan-Carpenter: K c U s T =.50 D keterangan : U s U c = kecepatan arus signifikan = kecepatan partikel pada kedalaman referensi diatas seabed = ln ( ) [ ] o r z z + 1 r 1 o 1+ z D ln D z o U D V e z o z r U r T = diameter luar pipa = viskositas kinematik = hight of roughness = parameter kekasaran seabed = kedalaman referensi arus = kecepatan arus referensi = periode gelombang Nilai dari koefisien hidrodinamika drag (CD) dan Lift (CL) dapat ditentukan dengan melihat grafik pada Gambar.8 dan Gambar.9. sedangkan untuk nilai koefisien inersia (CM) Mousselli menentukan kisaran nilainya antara 1,5,5. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -8

29 Gambar.8 Grafik koefisien drag Vs Raynold number [sumber: DNV OS-F101]. Gambar.9 Grafik koefisien lift Vs Raynold number [sumber: DNV OS-F101]. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -9

30 Gaya Seret (Drag Force) Gaya seret terjadi karena adanya gesekan antara fluida dengan dinding pipa atau yang dikenal sebagai skin friction dan adanya vortex yang terjadi dibelakang pipa (form drag), sketsa terjadinya gaya friksi pada pipa dapat dilihat pada Gambar.10. Gambar.10 Sketsa terjadinya gaya gesek pada pipa [sumber: Abidin, Zenal]. Terjadinya gaya seret sangat terpengaruh oleh kecepatan aliran, nilai dari gaya seret dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 F D = CD ρ D( U s cosθ + U c ) ( U s cosθ + U c ) ).51 dimana: F D C D ρ D U s U c Ѳ = gaya seret = koefisien seret = masa jenis fluida = diameter pipa = kecepatan siginifikan akibat gelombang = arus laut = sudut datang gelombang ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -30

31 Gaya Inersia Gaya inersia menunjukan adanya gaya dari masa fluida yang dipindahkan oleh pipa, nilainya dipengaruhi oleh percepatan partikel air. Nilai dari gaya inersia dapat dirumuskan seperti berikut: F I = C M π D ρ A 4 s Sinθ.5 dimana: F I C M A s = gaya inersia persatuan panjang = koefisien hidrodinamik inersia = percepatan partikel air horizontal efektif Gaya total hidrodinamika arah horizontal yang bekerja pada pipa merupakan penjumlahan dari gaya seret dan gaya inersia. F.53 H = FD + FI Persamaan Morrison diatas menggunakan beberapa asumsi yang digunakan yaitu: - Kecepatan dan percepatan yang digunakan harus didapat dari perhitungan dengan menggunakan teori gelombang linier/airy, stokes orde 5, solitary, dan sebagainya. - Persamaan morisson menganggap bahwa struktur tidak bergetar atau berespons dinamis akibat gelombang, oleh sebab itu kecepatan dan percepatan benda relatif terhadap kecepatan dan percepatan partikel. Gaya Angkat (Lift Force) Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah vertikal, gaya ini terjadi apabila terdapat konsentrasi streamline pada pipa. Konsentrasi streamline terjadi diatas silinder pipa yang mengakibatkan gaya angkat keatas. Jika terjadi celah sempit antara silinder dan seabed, konsentrasi streamline dibawah silinder pipa akan mengakibatkan gaya angkat negatif kearah bawah. Gambar.11 menunjukan sketsa terjadinya gaya angkat pada pipa. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -31

32 Gambar.11 Ilustrasi konsentrasi streamline pada pipa [sumber: Mousselli, H. A, 1981]. Besarnya gaya angkat ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ( U cos U ) ) 1 F L = C L ρ D s θ + c.54 dimana: F L C L = gaya angkat (lift force) = adalah koefisien gaya angkat Gaya gesek tanah pipa Gaya horizontal yang mempengaruhi kestabilan pipa selain gaya yang diakibatkan gelombang diatas adalah gaya gesek. Gaya gesek ini sangat dipengaruhi oleh besarnya koefisien gesek antara permukan pipa dengan tanah, nilai dari koefisien ini bergantung pada jenis tanah dan permukaan pipa. Gaya gesek yang bekerja pada pipa dapat dirumuskan sebagai berikut. F r = µ N.55 ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -3

33 dimana: F r = gaya gesek pipa-tanah µ = koefisien friksi pipa-tanah N = gaya normal yang terjadi Nilai dari koefisien gesek tegantung pada jenis tanah dasar periaran laut /seabed, menurut DNV RP-E305 koefisien dibagi menjadi jenis tanah clay dan sand, Tabel.13 menunjukkan nilai koefisien untuk clay dan sand. Tabel.13 Nilai Koefisien Gesek Berdasarkan Jenis Tanah [sumber: DNV RP-E305]. Jenis Tanah Koefisien Gesekan Sand 0.7 Clay Dapat dilihat pada Gambar.1 Gambar.1 Grafik nilai koefisien gesek untuk jenis tanah clay [sumber: DNV RP-305]. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -33

34 .6.3 Analisis Desain Stabilitas Pipa Bawah Laut Desain stabilitas dari pipa merupakan interaksi yang kompleks antara pergerakan arus air melalui pipa, baik arus yang dibangkitkan oleh gelombang maupun arus yang dibangkitkan oleh pasut yang menimbulkan terjadinya gaya-gaya hidrodinamika pada pipa, dan kombinasi antara total berat tenggelam pipa dengan koefisien gesek antara permukaan pipa dengan tanah. Analisa sederhana dari stabilitas pipa di dasar laut dapat dilakukan dengan berdasar pada keseimbangan statis antara penerapan gaya-gaya hidrodinamika dengan kombinasi gaya penahan tanah. Gaya penahan tanah sebenarnya merupakan gaya gesek yang terdapat pada pertemuan permukaan pipa dengan tanah. Berikut ini adalah gaya-gaya yang terlibat dalam stabilitas: Berat isi dan berat tenggelam pipa. Kombinasi gaya drag. Kombinasi gaya angkat. Gaya inersia. Gaya friksi penahan antara permukaan pipa dengan dasar laut. Dalam DNV RP-E305 On-bootom Stability Design of Submarine Pipeline, bisa digunakan tiga jenis metode analisis, yaitu: Analisis dinamik. Analisis kestabilan umum. Analisis kestabilan statis sederhana. Pemilihan jenis analisa diatas bergantung pada derajat ketelitian dari analisis desain yang ingin dihasilkan. Pada Tugas Akhir ini yang digunakan metode analisis kestabilan statis sederhana, dimana pada metode ini didasarkan pada keseimbangan statis dari gaya-gaya yang bekerja pada pipa, namun telah dikalibrasikan dengan hasil dari analisis kestabilan sederhana. Metode ini dapat dipakai dalam mayoritas perhitungan kestabilan, dimana berat terendam merupakan parameter yang mejadi perhatian. Metode ini didasarkan ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -34

35 pada model yang disederhanakan, sehingga sebagai konsekuensinya dalam metode dianjurkan untuk tidak melakukan modifikasi apapun tanpa pertimbangan menyeluruh pada semua faktor, misalnya dengan melakukan pengecekan dengan satu dari metode analisis kestabilan yang lain. Agar pipa tetap stabil di atas seabed, kesetimbangan gaya-gaya yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: - Kestabilan arah horizontal F + F F W sin θ = 0.56 D I - Kestabilan arah vertikal r s N F L + W cosθ.57 + s Kombinasi dari dua persamaan diatas adalah: ( F W coθ ) = W θ F F + µ sin.58 D + I L s s atau W s FD + FI + µ FL = F µ cosθ + sinθ w.59 Persamaan diatas merupakan persamaan yang dijadikan sebagai parameter kestabilan arah horizontal pipa. Dimana Fw adalah nilai faktor kalibrasi yang besarnya ditentukan dengan grafik pada Gambar.13. ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -35

36 Gambar.13 Grafik nilai faktor kalibrasi [sumber: DNV RP-305]. Sedangkan untuk parameter kestabilan arah vertikal pipa adalah: [ + B] W s B ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT -36

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

DISAIN PIPA BAWAH LAUT

DISAIN PIPA BAWAH LAUT BAB ISAIN IA BAWAH LAUT BAB ISAIN IA BAWAH LAUT 1 endahuluan Seperti umumnya pada sebuah proyek konstruksi dalam konstruksi pipa bawah laut juga mencakup tiga langkah disain, yaitu: Conceptual Engineering,

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING Jessica Rikanti Tawekal 1 dan Krisnaldi Idris Program StudiTeknikKelautan FakultasTeknikSipildanLingkungan, InstitutTeknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-11 1 ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED Oktavianus Kriswidanto, Yoyok Setyo Hadiwidodo dan Imam Rochani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut ABSTRAK Pipa bawah laut merupakan sarana penting dalam mengalirkan minyak bumi atau gas dari anjungan lepas pantai menuju daratan. Dalam perencanaan jaringan pipa bawah laut terdapat analisis dasar yang

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER (Studi Kasus Crossing Pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PT.Perusahaan Gas Negara (Persero)

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE DARI PLATFORM EZA MENUJU PLATFORM URA SEPANJANG 7.706 KM DI LAUT JAWA Rahmat Riski (1), Murdjito (2),

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG HASIL P3 DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE Oleh: WIRA YUDHA NATA 4305 100 014 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 ANALISA

Lebih terperinci

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA 1.1 Alur Analisa Untuk mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda distribusi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghitung tebal pipa minimum yang paling

Lebih terperinci

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM 2.1. UMUM Pada bab ini akan dijelaskan dasar teori perhitungan yang digunakan dalam keseluruhan tahap pendesainan, seperti

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi 1 Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara (1), Ir. Imam Rochani, M.Sc (2), Prof. Ir. Soegiono (3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI DESAIN DASAR TEORI DESAIN

BAB 2 DASAR TEORI DESAIN DASAR TEORI DESAIN 2 DASAR TEORI DESAIN 2.1 Umum Dalam mengerjakan desain suatu jalur pipa bawah laut, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah pemilihan rute yang akan dilalui oleh jalur pipa (routing). Ada berbagai

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D. Sidang Tugas Akhir (P3) Surabaya, 7 Agustus 2014 PERANCANGAN RISER DAN EXPANSION SPOOL PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS KILO FIELD PT. PERTAMINA HULU ENERGI OFFSHORE NORTHWEST JAVA Oleh: Hidayat Wusta Lesmana

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE (Wira YudhaNata 1), Wisnu Wardhana 2), Soegiono 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Abstrak Dalam perancangan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA Armando Rizaldy 1, Hasan Ikhwani 2, Sujantoko 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

Prasetyo Muhardadi

Prasetyo Muhardadi ANALISA KEKUATAN SISA PIPELINE AKIBAT CORROSION BERBASIS KEANDALANDI PETROCHINA-PERTAMINA TUBAN Oleh: Prasetyo Muhardadi 4305 100 039 Dosen Pembimbing: 1.Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, PhD 2. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD BAB 5 ANALISIS 5.1 ANALISIS LINIER Penurunan yang terjadi pada dasar laut menyebabkan peningkatan beban lingkungan,, terutama beban gelombang yang dibebankan pada struktur anjungan lepas pantai. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut Nurman Firdaus, Yoyok Setyo Hadiwidodo dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

2.1 TEORI GELOMBANG LINEAR

2.1 TEORI GELOMBANG LINEAR BAB TEORI DASAR.1 TEORI GELOMBANG LINEAR Dalam suatu analisis perencanaan bangunan atau struktur yang berhubungan dengan laut, maka Teori Gelombang Linear merupakan asumsi atau penyederhanaan atas analisis

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java PAPER TUGAS AKHIR 1 Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java Hidayat Wusta Lesmana, Imam Rochani, Handayanu Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1 Bab 1 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam mineral di Indonesia memilik potensi yang cukup besar untuk dieksplorasi, terutama untuk jenis minyak dan gas bumi. Sumber mineral di Indonesia sebagian

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG Sistem pipeline yang dipilih sebagai studi kasus adalah sistem pipeline yang terdapat di daerah Porong, Siodarjo, Jawa Timur yang lokasinya berdekatan dengan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsep Desain Desain struktur harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya Kekuatan (strength), kemampuan layan (serviceability), ekonomis (economy) dan Kemudahan

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono Analisa Integritas Pipa milik Joint Operation Body Pertamina- Petrochina East Java saat Instalasi Oleh Alfariec Samudra Yudhanagara 4310 100 073 Dosen Pembimbing Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013 PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jacketed Vessel Jacketed vessel adalah bejana tekanshell tekan dengan shell tekan sekunder yang menempel pada sisi luar dinding shell. Jacket diinstal di dinding shell, head,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Tugas Akhir PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Disusun oleh : Awang Dwi Andika 4105 100 036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall Struktur core wall yang bisa dijumpai dalam aplikasi konstruksi bangunan tinggi dewasa ini ada bermacam-macam. Antara lain adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r = 70 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG

MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG OLEH : HANIF AJI TIRTA PRADANA 3110 106 013 DOSEN PEMBIMBING I Ir. Djoko Irawan, Ms. DOSEN PEMBIMBING II Ir.

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR...... ii UCAPAN TERIMA KASIH......... iii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR...... vi ABSTRAK...... vii BAB 1PENDAHULUAN... 9 1.1.Umum...

Lebih terperinci

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-10 1 Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR 31 BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR 5.1 DATA STRUKTUR Apartemen Vivo terletak di seturan, Yogyakarta. Gedung ini direncanakan terdiri dari 9 lantai. Lokasi proyek lebih jelas dapat dilihat

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN 1. DIPILIH LINTASAN YANG SEMPIT DAN STABIL. ALIRAN AIR YANG LURUS 3. TEBING TEPIAN YANG CUKUP TINGGI DAN STABIL 4. KONDISI TANAH DASAR YANG BAIK 5. SUMBU SUNGAI DAN SUMBU JEMBATAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

ANALISA RESIKO PENGGELARAN PIPA PENYALUR BAWAH LAUT Ø 6 INCH

ANALISA RESIKO PENGGELARAN PIPA PENYALUR BAWAH LAUT Ø 6 INCH Jurnal Tugas Akhir ANALISA RESIKO PENGGELARAN PIPA PENYALUR BAWAH LAUT Ø 6 INCH (Nourmalita Afifah 1), Jusuf Sutomo ), Daniel M.Rosyid 3) ) Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institute

Lebih terperinci

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data Penelitian Data material pipa API-5L Gr B ditunjukkan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan unloading line dari jetty menuju plan ditunjukan

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS INSTALASI STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT

DESAIN DAN ANALISIS INSTALASI STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT DESAIN DAN ANALISIS INSTALASI STRUKTUR PIPA BAWAH LAUT TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Fantri C. Sianturi NIM 15503013 Program Studi Teknik Kelautan

Lebih terperinci

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan ST MT Team Teaching: Ir. Chandra Hassan Dip.HE, M.Sc Pengantar Fluida Hidrolika Hidraulika merupakan satu topik

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING ) PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING ) [C]2011 : M. Noer Ilham Gaya tarik pada track stank akibat beban terfaktor, T u = 50000 N 1. DATA BAHAN PLAT SAMBUNG DATA PLAT SAMBUNG Tegangan leleh baja, f

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

Lebih terperinci

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2.

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2. ANALISIS FATIGUE PADA PIPA BAWAH LAUT PGN SSWJ Adietra Rizky Ramadhan1 dan Muslim Muin, Ph.D.2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci