ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE"

Transkripsi

1 ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE (Wira YudhaNata 1), Wisnu Wardhana 2), Soegiono 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Abstrak Dalam perancangan pipa bawah laut perhitungan tebal pipa dan desain konfigurasi lay out merupakan faktor yang penting untuk menentukan arah perancangan secara keseluruhan baik dari segi biaya, reliabilitas, safety design, dan stress analysis. Penelitian ini membahas perancangan tebal pipa bawah laut pada kondisi tertentu dengan menggunakan standard code yaitu DNV-OS-F101 dan ASME B31.7 untuk perhitungan flange pressure pada variasi empat konfigurasi desain yang digunakan. Dari hasil perancangan didapatkan nilai tebal optimum inchi dan bila disesuaikan dengan specified API 5L (t s ) inchi. analisa nilai tegangan pada variasi keempat konfigurasi desain menggunakan software AutoPipe. Dari variasi empat konfigurasi didapatkan Nilai tegangan terbesar pada konfigurasi 4 sebesar 420 N/mm 2 sedangkan nilai tegangan minimum pada konfigurasi 1 sebesar 183 N/mm 2. Untuk flange pressure maksimum didapatkan nilai sebesar MPa pada konfigurasi 2 dan untuk flange pressure minimum didapatkan nilai sebesar Mpa pada konfigurasi 2. Pada keempat konfigurasi desain berdasarkan material yang digunakan didapatkan nilai cost maksimum pada konfigurasi 1 sebesar Rp dan nilai cost minimum pada konfigurasi 3 yaitu sebesar Rp Kata kunci : Konfigurasi, Standard Codes, Cost, pipa bawah laut, DNV-OS-F101, ASME B PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipeline merupakan salah satu jenis struktur bangunan laut yang berfungsi menyalurkan hasil produksi berupa gas atau minyak dari suatu platform menuju platform lainnya (unit pemrosesan selanjutnya). Kelebihan pipeline ini dapat memenuhi kebutuhan transportasi hasil produksi secara lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan bentuk unit penyimpanan minyak atau gas yang bersifat sementara. Pipelines digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai, termasuk pipa transportasi untuk ekspor, pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform ke pipa ekspor (Soegiono,2007). Tujuan dari perancangan perpipaan secara umum bisa diklasifikasikan sebagai berikut(teddy, 2003) : Material seperti apa yang sesuai dengan kondisi kerja (tekanan external/internal, suhu, korosi,dsb) yang diminta dari sistem perpipaan. Pemilihan material sangat krusial karena menentukan reliabilitas keseluruhan sistem, faktor biaya, safety, dan umur pakai. Standard Code mana yang sesuai untuk diaplikasikan pada sistem perpipaan yang akan dirancang. Pemilihan Standard Code yang benar akan menentukan arah perancangan secara keseluruhan, baik dari segi biaya, reliabilitas, safety design, dan stress analisis. Perhitungan dan pemilihan ketebalan pipa tidak bisa dilakukan secara sembarangan, atau hanya berdasarkan intuisi. Pemilihan ketebalan pipa (schedule number) sebaiknya memenuhi kriteria cukup, aman, dan ketersediaan stok di pasaran. Bagaimana planning dan routing dari sistem perpipaan akan dilakukan. General arrangement, dan routing sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan aspek inherent safety design, konsumsi pipa seminimum mungkin tanpa mengorbankan fleksibilitas serta tidak menganggu atau mengurangi kemampuan, fungsi dan operasional dari peralatan yang terkoneksi. Persoalan yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah analisa konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspanison TEE untuk mendapatkan konfigurasi yang paling allowable dengan melakukan perhitungan stress analisis dan flange class rating sehingga mendapatkan pressure minimum dengan biaya dan rating yang rendah berdasarkan standard code, dimana letak beroperasinya pada Lapangan Produksi Anoa blok Natuna. Pipa yang akan dipasang adalah pipa dengan jenis grade material X-65 dan mempunyai diameter dalam 16 inchi, serta mempunyai ketebalan inchi. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Berapa besar tebal pipa yang optimum pada anoa ekspansion TEE? 1

2 2. Berapa besar pressure maksimum dan minimum pada konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspanion TEE berdasarkan flange class rating? 3. Mengetahui cost maksimum dan minimum konfigurasi desain Lay out pipa bawah laut pada anoa ekspanion TEE? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini adalah Permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Mendapatkan tebal pipa yang optimum pada anoa ekspansion TEE? 2. Mendapatkan pressure maksimum dan minimum pada konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspanion TEE berdasarkan flange class rating? 3. Mendapatkan cost maksimum dan minimum konfigurasi desain Lay out pipa bawah laut pada anoa ekspaniontee? 1.4 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan mendapatkan konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspansion TEE yang paling allowable dengan memperhitungkan stress analisis, pressure minimum berdasarkan class rating dan biaya yang paling ekonomis, dimana nantinya informasi ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam hal perancangan konfigurasi pipa bawah laut yang efisien. II. Dasar Teori 2.1 Umum Dalam perancangan pipa bawah laut perlu diketahui berbagai aspek teknis yang berhubungan dengan perancangan pipa bawah laut yang meliputi, pemilihan tipe pipa bawah laut, metode instalasi pipa, skenario produksi reservoir, perencanaan diameter pipa dan perencanaan tebal pipa. Pada umumnya pipa bawah laut yang digunakan dalam industri perminyakan lepas pantai sesuai kegunaanya (Mouselli, 1981) adalah : Flowline Flowline berfungsi menghubungkan sumur minyak ke platform atau ke subsea manifold lainnya. Umumnya jenis pipa ini memiliki diameter yang relatif kecil. Aliran didalam pipa memiliki tekanan yang tinggi. Jenis pipa ini digunakan bila tekanan pada reservoir cukup untuk mengalirkan fluida melalui pipa tanpa menggunakan pompa atau kompressor. Gathering Line Gathering Line berfungsi menghubungkan dari satu platform ke platform lainnya (dari drilling platform ke separate production platform). Umumnya memiliki diameter yang lebih besar dari jenis flowline. Nilai dari tekanan aliran didalam pipa berkisar antara psi. aliran dalam pipa dialirkan menggunakan pompa atau kompressor. Trunk Line Jenis pipa ini berfungsi mengangkut dari satu atau berbagai platform menuju ke pantai (darat). Umumnya memiliki diameter yang besar dan harus memiliki pompa atau kompressor yang cukup memadai untuk dapat mengalirkan fluida di dalamnya. Loading Line Jenis pipa ini berfungsi menghubungkan platform atau subsea manifold ke fasilitas penyimpanan lepas pantai contohnya pada Lousiana Offshore Oil Port (LOOP). Umumnya memiliki diameter bervariasi baik besar maupun kecil tergantung jenis kebutuhan dan memiliki panjang berkisar antara 1 3 mil. Perubahan kondisi lingkungan dari perairan dangkal ke perairan dalam berpengaruh terhadap kriteria desain untuk offshore pipeline, terutama untuk pipa yang dipasang di laut dalam dimana untuk perhitungan tebal pipa, external pressure menjadi lebih dominan dari internal pressure containment (Baskoro,2004). Pipa bawah laut merupakan struktur yang rawan terhadap ketidakstabilan yang diakibatkan gaya-gaya hidrodinamis. Kestabilan dari pipa dipengaruhi oleh berat pipa dan ketebalan pipa. Dalam perancangan pipa bawah laut Standard Code yang digunakan nantinya akan dapat mendukung untuk mendapatkan hasil perancangan pipa yang maksimal baik dari segi dimensi pipa, stabilitas, biaya maintenance dan produksi. 2.2 Diameter Pipa Pada perancangan dimensi pipa, hal pertama yang harus diketahui adalah laju aliran fluida yang akan mengalir dalam pipa pada tekanan dan temperatur tertentu. Diameter didapatkan jika kecepatan fluida telah diketahui. Jika kecepatan belum diketahui, maka dapat menggunakan engineer justment. Arnold (1998) merekomendasikan kecepatan mínimum gas berada pada range ft/dt, dan maksimum 60 ft/dt. Bila kecepatan dan laju aliran gas telah diketahui, maka dapat ditentukan diameter pipa dari persamaan berikut (Arnold, 1998) : 2

3 V = 60Q g TZ/(d 2 P) Keterangan: Qg : laju aliran fluida, MMscfd T : suhu, o R d : diameter dalam pipa, in P : tekanan, psia V : kecepatan aliran fluida, ft/dt Z : faktor kompressibilitas gas 2.3 Hoop stress Hoop Stress adalah tekanan internal yang diakibatkan oleh fluida yang mengalir didalarn pipa. Pada pipa bawah laut tekanan akibat fluida diimbangi oleh tekanan eksternal yang diakibatkan oleh gaya hidrostatis yang arahnya berlawanan. Hoop Stress dapat ditentukan berdasarkan pada persamaaan dibawah : P i P e D t : Tegangan hoop, psi : Tekanan internal, psi : Tekanan eksternal, psi : Diameter terluar pipa, in : Teba nominal pipa,in Gambar 2.2 Tekanan Longitudinal Pada Silinder Bebas (Boyun Guo et al, 2005) 2.5 Buckling Umum Pipa bawah laut akan mengalami tekanan hidrostatis, semakin dalam pipa berada maka tekanan hidrostatis yang diterima pipa akan semakin besar Kegagalan/keruntuhan pipa bawah laut dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah perbandingan antara diameter dan ketebalan pipa (D/t), keadaan stress strain pipa, tekanan hidrostatik serta momen bending yang terjadi pada pipa. Buckling pada pipa dapat didefenisikan sebagai perataan (flattening) atau berubahnya bentuk pipa menjadi oval. Jika pipa tidak bocor, maka kejadian ini dikatakan dry buckle dan jika pipa bocor dan dipenuhi oleh air dikatakan sebagai wet buckle. Mouselli (1981) memberikan formula tekanan kritis elastic buckling yang berhubungan dengan tekanan hidrostatis sebagai berikut : Pc: Tekanan kritis kegagalan, kg/m2 E : Elastic Modulus, kg/m2 D : diameter pipa, m T : ketebalan pipa, m Gambar 2.1 Tekanan Pada Silinder Bebas (Yong Bai,2001) 2.4 Longitudinal Stress Untuk Pipa dengan tebal dinding tipis (D/t > 20) Longitudinal Stress menurut Boyun Guo et al dapat dirumuskan : S L : Longitudinal Stress, psi P : Net Internal Pressure (pπr 2 ), in t : Tebal pipa, in D : Diameter Dalam Pipa, in Local Buckling Local buckling adalah perubahan penampang melintang pada pipa pada suatu bagian sepanjang jalur pipa. Gambar 2.3 Local Buckling pada penampang pipa (Halliwell, 1986) Propagation Buckling Propagation buckling adalah situasi dimana potongan melintang berubah konfigurasinya menjadi buckle yang mernanjang dan berpropagasi sepanjang pipa, menjadikan pipa gagal sepanjang lintasannya. Prinsip propagation buckling adalah tekanan yang lebih besar dibutuhkan untuk memulai terpadinya propagasi buckling (disebut tekanan inisiasi,p i ) daripada tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan propagasi buckling (disebut tekanan propagasi buckle,p pr ). 3

4 Sebagai akibat dari hal ini, buckle yang dimulai pada lepas pantai berpropagasi dan mcngakibatkan kegagalan sepanjang pipa hingga tekanan eksternal menjadi sama ataupun lebih kecil dari tekanan propagasi, dengan asumsi ketebalan dan properti pipa tetap, Gambar 2.4 menunjukkan fenomena propagation buckling. Gambar 2.4 Propagalion Buckling pada pipa (Halliwell, 1986) Propagation Bucklging tidak bisa dimulai. atau menjalar ke bagian lain pada pipa jika tekanan eksternal maksimum (P e-max ) masih dibawah ambang tekanan rambat (P pr ) pipa. Kondisi terjadinya propagation buckling jika : P pr < P in < Pe P pr : Tekanan Propagasi, psi P in : Tekanan Inisiasi, psi : Tekanan Eksternal, psi P e 2.6 Analisa Ketebalan Pipa Bawah Laut Analisa tebal Pipa Menurut DNV-OS- F101 Pada proses dcsain ketebalan pipa hawah laut pipa yang digunakan harus memenuhi syarat kearnanan, dengan tidak mengabaikan pertimbangan ekonomi dalarn pemilihan material pipa. Pipa yang berada pada dasar laut akan mengalami gaya-gaya yang bekerja baik dari dalam pipa maupun gaya lingkungan dan luar pipa. Pipa yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menahan gaya-gaya dan dalarn (presure containment) maupun gaya dari luar pipa (buckling) yang diakibatkan oleh tekanan hidrostatis. Pipa juga harus memenuhi persyaratan kekuatan berdasarkan gaya-gaya yang terjadi pada saat instalasi pipa Kelas Keamanan Pada standar code DNV 2000 penilalan perhitungan keamanan dilakukan dengan format LRFD (Load and Resistance Factor Design) yang menyatakan bahwa untuk kondisi tertentu digunakan safety factor parsial tertentu. Salah satu safety factor parsial terscbut adalah kelas kcamanan yang ditentukan herdasarkan lokasi pipa bawah laut, fluida yang digunakan serta tahapan perhitungan desain yaitu kondisi instalasi, hydrotest dan operasi. Kelas keamanan yang tinggi akan mensyaratkan faktor tahanan (resistance factor) yang besar, hal ini dikarenakan tahanan yang dperhitungkan dibagi oleh faktor tahanan yang lebih besar. Tabel 2.1 Klasifikasi Fluida (DNV, 2000) Klasifikasi Deskripsi Fluida A Cairan tidak dapat terbakar B Cairan dapat terbakar dan beracun C Gas tidak dapat terbakar dan tidak beracun D Gas alam tidak beracun E Gas dapat terbakar dan atau beracun Tabel 2.2 Kelas Lokasi Pipa Beroperasi (DNV, 2000) Lokasi Definisi 1 Area dimana tidak ada aktivitas manusia di sepanjang jalur pipa 2 Area di dekat Platform atau area dimana ada aktivitas manusia Tabel 2.3 Klasifikasi Kelas Keamanan (DNV, 2000) Fase Fluida Kategori A,C Fluida Kategori B, D, dan E Kelas Lokasi Kelas Lokasi Tempor Rendah Rendah Rendah Rendah er Operasi Rendah Normal Normal Tinggi Tabel 2.4 Faktor Tahanan (γ sc ) Berdasarkan Kelas Keamanan (DNV, 2000) Kelas Rendah Normal Tinggi Keamanan Pressure Containment Lainnya Persyaratan Pressure Containment Dalam perhitungan ketebalan minimum akibat pressure containment, penentuan ketebalan pipa didasarkan pada kekuatan pipa tersebut dalam menahan tekanan internal akibat tekanan desain serta tekanan dari fluida yang mengalir dalarn pipa. Berdasarkan code DNV 2000 ketebalan minimum akibat pressure containment harus memenuhi criteria

5 P li : Tekanan Lokal Insidental, psi P e : Tekanan Eksternal, psi γ m : Material Resistance Faktor, Tabel 2.5 γ sc : Safety Class Resistance Faktor P b :Tahanan Material Terhadap Pressure Containment Tabel 2.5 Faktor Tahanan Material (DNV, 2000) Limitate SLS/ULS/ALS FLS state category γ m Tekanan Eksternal adalah tekanan yang bekerja dari luar pipa yang diakibatkan oleh tekanan hidrostatis, yang dihitung dengan menggunakan pcrsamaan Pe : tekanan luar, psi g : Percepatan Gravitasi h : Kedalaman Perairan Tekanan Lokal lnsidental adalah tekanan maksimum yang bekerja dari dalam pipa pada sebarang titik pada pipa, yang dihitung dengan menggunakan persarnaan: P li : Tekanan Lokal Insidental, psi P d : Tekanan Desain, psi γ inc : Rasio Tekanan Insidental ρ cont : Densitas fluida isi, kg/m 3 g : Percepatan Gravitasi, m/s 2 h : Jarak vertikal Permukaan air, m Tahanan dari material pipa (P b ) ditentukan berdasarkan harga minimum dari batas tahanan leleh pipa dan batas tahanan bursting pipa. Batas tahanan leleh dan batas tahanan bursting ditentukan berdasarkan persamaan berikut: Batas Tahanan Leleh Batas Tahanan Bursting f y :Karakteristik yield stress, psi f u :Karakteristik Tensile Stress,psi t 1 : ketebalan pipa, in D : Diameter luar pipa, in Tabel 2.6 Karakterisyik Kekuatan Material (DNV, 2000) Property Value Caracteristic yield stress f y = (SMYS-f y,temp ). Caracteristic tensile Strenght α U f U = (SMTS- f y,temp ) α U α A Keterangan: f y,temp = nilai derating material yang berkaitan dengan Tegangan Yield f u,temp = nilai derating material yang berkaitan dengan Tensile Strenght α U = faktor kekuatan material (Tabel 2.) α A = Faktor anisotropi = 0.95 untuk pembebanan sudut axial = 1 untuk kasus lain Karakteristik kekuatan material yang digunakan pada kondisi batas diberikan pada tabel berikut : Tabel 2.7 Faktor Kekuatan Material (DNV,2000) Faktor Normal Supplementary Requirement U α U Persyaratan System Collapse Dalam perhitungan ketehalan minimum akihat system collapse, penentuan ketebalan pipa didasarkan pada kekuatan pipa tersebut dalam menahan tekanan eksternal akibat tekanan hidrostatis karena pengaruh kedalaman. Berdasarkan DNV 2000 ketebalan minimum akibat tekanan eksternal harus memenuhi kriteria: P c (Tahanan Collapse) adalah tahanan karakteristik dari material pipa terhadap tekanan ekstemal yang ditentukan dengan menggunakan pcrsamaan : Dimana

6 P c : Tekanan collapse P el : Tekanan collapse elastic P p : Tekanan collapse plastis f o : ovality, max 1.5 % D : diameter luar t 2 : tebal minimum dinding pipa E : modulus young α fab : faktor toleransi fabrikasi v : Poisson ratio, 0.3 Untuk proses fabrikasi yang dipengaruhi deformasi dingin akan memberikan perbedan pada kekuatan tarik dan tekan, sehingga faktor fabrikasi (α fab ) dapat ditentukan, jika tidak ada informasi lebih lanjut, maka faktor fabrikasi maksimum untuk pembuatan pipa diberikan pada table berikut ini : Collapse dan Buckling yang merupakan bagian dari kondisi batas ultimate limit state (ULS) 2.6 Flange pressure berdasarkan class rating Berdasarkan code AMSE ANSI B31.7 Flange pada pipa terdapat suatu tabel rating berdasarkan temperature dan pressure yang terjadi untuk mendapatkan effective pressure yang allowable, pengecekan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: P e 16M 3 G M F axl G 4F G axl 2...(2.18) : eksternal bending moment : tekanan perambtan Buckling : gasket diameter Tabel 2.8 Faktor Fabrikasi Maksimum (DNV, 2000) Pipa Seamless UO & TRB UOE α fab Persyaratan Propagation Buckling Perhitungan ketebalan minimum akibat propagation buckling didasarkan pada kekuatan pipa tersebut dalam mencegah terjadinya propagation buckling yang diakibatkan tekanan eksternal. Tekanan eksternal tidak bolch melebihi tekanan yang akan menyebabkan propagasi. Besarnya tekanan eksternal yang terjadi harus berada dalarn batas tahanan. Tebal minimum pipa akibat tekanan eksternal harus memenuhi criteria yang disyaratkan DNV yaitu : Untuk menghitung propagation buckling digunakan perasmaan : Pe : tekanan eksternal P pr : tekanan perambtan Buckling f y : tegangan yield D : diameter luar t 2 : tebal minimum dinding pipa α fab : faktor fabrikasi γ m : faktor tahanan material γ sc : faktor keamanan Dalam perancangan perlu memperhatikan semua moda kegagalan yang sesuai dengan kondisi batasnya. Analisa yang dilakukan pada struktur ini adalah analisa Pressure Containment, System Tabel 2.9 Flange class rating (ASME ANSI B31.7) III. Analisa dan Pembahasan 3.1 Analisa Hasil ketebalan Pipa Perhitungan untuk kebutuhan ketebalan dinding pipa yang digunakan untuk transmisi dan distribusi gas dari Gajah Baru Platform menuju Anoa Pipeline dengan menggunakan aturan standar kode DNV OS-F101 Submarine Pipeline 2000 ada tiga tahapan yang dianalisa yaitu pada tahapan Hidrotest, Instalasi dan tahapan Operasi. Seperti yang terlihat grafik perhitungan tebal pipa nominal dibawah berdasarkan tiga tahapan tersebut dengan tiga kriteria yang harus diperhitungkan menurut DNV yaitu, Pressure Containment (Persamaan ), System Collapse Criteria (Persamaan ) dan Propagation Buckling (Persamaan dan 2.17). Untuk tahapan Hidrotes dan Instalasi data gelombang yang digunakan adalah data gelompang 1 tahunan, sedangkan untuk tahapan Operasi adalah data gelombang 100 tahunan Tebal Pipa Minimum Untuk Tahapan Hidrotest Dapat dilihat dari gambar 3.1 di bawah Tebal pipa nominal untuk tahapan hidrotest tiap KP (Kilometer Point) pada tiap kriteria (Pressure Containment, Collapse Criteria, Propagation Buckling). Terlihat bahwa dengan data gelombang dan safety class 6

7 resistance yang sama disimpulkan bahwa syarat yang akan dominan adalah adalah Propagation Buckling karena tekanan eksternal yang relatif besar. Gambar 3.3 Grafik Tebal pipa nominal tahap hidrotest Gambar 3.1 Grafik Tebal pipa nominal tahap hidrotest Tebal Pipa Minimum Untuk Tahapan Instalasi Tebal pipa nominal untuk tahapan Instalasi tiap KP (Kilometer Point) pada tiap kriteria (Pressure Containment, Collapse Criteria, Propagation Buckling) terlihat pada gambar 3.2 dibawah. Pada tahap instalasi syarat yang paling dominan adalah Propagation Buckling untuk semua KP, karena pipa dalam keadaan kosong sehingga tidak ada tekanan internal dari pipa sehingga faktor yang paling berpengaruh adalah kedalaman perairan atau tekanan eksternal. Gambar 3.2 Grafik Tebal pipa nominal tahap hidrotest Tebal Pipa Minimum Untuk Tahapan Operasi Tebal pipa untuk tahapan Operasi tiap KP (Kilometer Point) yang memenuhi Syarat (Pressure Containment, Local Buckling, Propagation Buckling) terlihat pada gambar 3.3 dibawah. Terlihat dari grafik bahwa tahapan operasi membutuhkan tebal pipa yang paling tinggi di banding tahap-tahap lainnya. Pada tahap ini data gelombang yang digunakan adalah 100 tahunan dan safety class resistance factor tinggi sehingga syarat yang paling dominan adalah Pressure Containment Tebal Pipa Nominal Pressure Containment Kriteria Menurut DNV pipa harus dirancang dengan memenuhi persamaan 2.7, pada persamaan tersebut disebutkan bahwa tekanan insidental dikurangi tekanan eksternal pada pipa harus kurang dari atau sama dengan tekanan bursting di bagi dengan safety class resistence faktor dan material resistance factor. Seperti yang diilustrasikan pada persamaan 3.1 dibawah ini....(3.1) Dalam DNV juga diperhitungkan efek temperatur terhadap kekuatan material pipa tersebut (temperature derating value), DNV mempresentsikan kekuatan dari sebuah material mengunakan perumusan characteristic yield stress (f y ) dan characteristic tensile strength (f u ), bukan SMYS atau SMTS dari material tersebut, sesuai tabel 2.6 Perhitungan menurut kriteria ini nilai tertinggi terdapat pada saat operasi karena data lingkungan yang digunakan adalah data gelombang periode 100 tahunan dengan safety class untuk resistance factor adalah tinggi (1.308), sedangkan pada saat instalasi dan hidrotest hasilnya lebih kecil karena data lingkungan yang digunakan adalah data gelombang periode 1 tahunan dengan safety class untuk resistance factor adalah rendah (1.046). Hasil dari perhitungan terlihat seperti dalam gambar grafik 3.4 dibawah 7

8 Gambar 3.4 Grafik Tebal syarat Pressure Containment Tebal Pipa Nominal System Collapse Criteria Syarat system collapse criteria pada grafik di bawah terlihat bahwa pada saat instalasi dan hidrotest memiliki tebal sama karena menggunakan data gelombang sama yaitu periode 1 tahunan dengan safety class resistance factor untuk System collapse yang sama yaitu rendah (1.04) sedangkan pada tahapan operasi membutuhkan tebal yang lebih tinggi karena data gelombang yang digunakan adalah 100 tahunan dan safety class resistance faktornya adalah tinggi (1.26). Gambar 3.6 Grafik Tebal syarat Propagation Buckling 3.2 Analisa Pressure pada konfigurasi pipa bawah laut berdasarkan class rating Pemodelan struktur konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspansion TEE dilakukan dengan bantuan software Autopipe. Berikut dibawah ini hasil pemodelan konfigurasi: a. Konfigurasi 1 Gambar 3.5 Grafik Tebal syarat Collapse Criteria b. Konfigurasi Tebal Pipa Nominal Propagation Buckling kriteria Seperti halnya pada syarat system collapse criteria, pada syarat propagation buckling tahapan instalasi dan hidrotest memiliki ketebalan yang sama karena safety class rendah (1.04) dengan data gelombang yang digunakan 1 tahunan, berbeda dengan tahapan operasi yang menggunakan data gelombang 100 tahunan dan safety class resistance factor yang tinggi (1.26). 8

9 c. Konfigurasi 3 Gambar 3.9 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest d. Konfigurasi 4 Dari gambar grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 400 N/mm 2 (node D16) dan 322 N/mm 2 (node F04). dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah 430 N/mm 2 Sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 389 N/mm 2 (node A01) dan 183 N/mm 2 (node F00), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm Konfigurasi Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 1 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 3.10 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 20,748 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 18,025 Mpa. Gambar 3.7 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi Gambar 3.8 Grafik Tegangan kondisi hidrotest konfigurasi 1 Gambar 3.11 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi operasi yang terjadi adalah 15,480 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,402 Mpa. 9

10 Gambar 3.12 Grafik perbandingan Flange pressure Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 1 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature Konfigurasi Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 2 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Dari gambar grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 400 N/mm 2 (node A03) dan 322 N/mm 2 (node BF). dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah 430 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 380 N/mm 2 (node A03) dan 195 N/mm 2 (node RB5), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2. Gambar 3.16 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 21,117 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 17,860 Mpa. Gambar 3.13 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi 2 Gambar 3.17 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi operasi yang terjadi adalah 15,489 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,401 Mpa. Gambar 3.14 Grafik Tegangan kondisi hidrotest konfigurasi 2 Gambar 3.18 Grafik perbandingan Flange pressure Gambar 3.15 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 2 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature. 10

11 3.2.3 Konfigurasi Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 3 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 3.22 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 20,797 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 17,861 Mpa. Gambar 3.19 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi 3 Gambar 3.20 Grafik Tegangan kondisi hidrotest konfigurasi 3 Gambar 3.23 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi operasi yang terjadi adalah 15,511 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,850 Mpa. Gambar 3.21 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest Dari grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 396 N/mm 2 (node A04) dan 322 N/mm 2 (node BF), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 430 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 358 N/mm 2 (node A03) dan 183 N/mm 2 (node RB5), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2. Gambar 3.24 Grafik perbandingan Flange pressure Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 3 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature Konfigurasi Analisa tegangan pada konfigurasi desain Pada desain konfigurasi 4 didapatkan besarnya tegangan maksimum dan minimum yang terjadi, nilai tegangan yang terjadi akan ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: 11

12 Gambar 3.25 Grafik Tegangan kondisi operasi konfigurasi 4 Gambar 3.29 Grafik Flange pressure kondisi operasi Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 15,516 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 14,629 Mpa. Gambar 3.26 Grafik perbandingan tegangan yang terjadi saat kondisi hidrotest dan hidrotest Gambar 3.30 Grafik perbandingan Flange pressure Gambar 3.27 Grafik Flange pressure konfigurasi 4 Dari perhitungan flange pressure konfigurasi 4 diatas dapat kita lihat perbedaan hasilnya pada pada grafik di atas, dimana effective pressure yang terjadi pada kondisi hidrotest lebih besar dari pada kondisi operasi karena adanya perbedaan design pressure dan temperature. Dari grafik diatas, kita dapat melihat besarnya maksimum dan minimum tegangan yang terjadi pada kondisi hidrotest adalah sebesar 420 N/mm 2 (node B20) dan 322 N/mm 2 (node BF), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 430 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi adalah sebesar 322 N/mm 2 (node A05) dan 189 N/mm 2 (node RB5), dimana allowable tegangan maksimum yang terjadi pada kondisi operasi adalah 390 N/mm 2. Gambar 3.28 Grafik Flange pressure kondisi hidrotest Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa flange pressure maksimum pada kondisi hidrotest yang terjadi adalah 20,764 Mpa sedangkan flange pressure minimum yang terjadi adalah sebesar 17,860 Mpa. 12

13 3.3 Analisa konfigurasi pipa bawah laut berdasarkan cost. * 1 Euro ( ) = Rp (11 januari 2010) a. Konfigurasi 1 b. Konfigurasi 2 13

14 14 c. Konfigurasi 3 d. Konfigurasi 4

15 Gambar 3.31 Grafik perbandingan biaya konfigurasi Dari hasil perhitungan biaya material keempat konfigurasi diatas didapatkan suatu nilai grafik nilai Perbandingan biaya yang menunjukan nilai biaya cost maksimum dan minimum, dimana untuk biaya cost maksimum terdapat pada konfigurasi 1 dengan total nilai biaya yang akan dikeluarkan ± 13 Milyar Rupiah sedangkan untuk biaya cost minimum terdapat pada konfigurasi 3 dengan total nilai biaya yang akan dikeluarkan ± 12 Milyar Rupiah. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tebal pipa optimum yang yang digunakan pada konfigurasi pipa bawah laut pada anoa ekspansiion TEE berdasarkan code DNV OS F-101 Submarine Pipeline harus memenuhi ketiga persyaratan yang ada yaitu: Pressure Containment, Collapse Criteria dan Propagation Buckling. Pada syarat pressure containment kondisi hidrotest didapatkan nilai tebal pipa optimum sebesar 0,3518 inchi sedangkan untuk kondisi operasi sebesar 0,4027 inchi. Pada syarat collapse criteria kondisi hidrotest didapatkan nilai tebal pipa optimum sebesar 0,3235 inchi sedangkan untuk kondisi operasi sebesar 0,3265 inchi. Pada syarat propagation buckling kondisi hidrotest didapatkan nilai tebal pipa optimum sebesar 0,3550 inchi sedangkan untuk kondisi operasi sebesar 0,3580 inchi. Dari ketiga syarat tersebut didapatkan nilai tebal pipa yang memenuhi dari ketiga persyaratan yaitu sebesar 0,4027 Inchi. Bila disesuaikan dengan standard Specified API 5L didapatkan tebal pipa sebesar 0,406 inchi. 2. Pada ke empat konfigurasi desain didapatkan nilai stress maksimum dan minimum serta nilai flange pressure class rating maksimum dan minimum. konfigurasi 1 pada kondisi hidrotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 400 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 389 N/mm 2 dan 183 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 20,748 Mpa dan 18,025 MPa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,480 Mpa dan 14,402 Mpa. konfigurasi 2 pada kondisi hidotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 420 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 380 N/mm N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 21,117 Mpa dan 17,860 Mpa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,489 Mpa dan 14,401 Mpa. konfigurasi 3 pada kondisi hidrotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 396 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 358 N/mm 2 dan 183 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 20,797 Mpa dan 17,861 Mpa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,511 Mpa dan 14,850 Mpa. konfigurasi 4 pada kondisi hidrotest mempunyai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 420 N/mm 2 dan 322 N/mm 2 sedangkan pada kondisi operasi mempunyai nilai nilai stress maksimum dan minimum sebesar 322 N/mm 2 dan 189 N/mm 2. Nilai flange pressure maksimum dan minimum pada kondisi hidrotest sebesar 20,764 Mpa dan 17,860 Mpa sedangkan pada kondisi operasi nilai flange pressure maksimum dan minimum sebesar 15,516 Mpa dan 14,629 Mpa. 15

16 3. pada kempat konfigurasi desain didapatkan nilai cost maksimum dan minimum berdasarkan biaya material yang digunakan. pada konfigurasi 1 didapatkan nilai cost sebesar Rp pada konfigurasi 2 didapatkan nilai cost sebesar Rp pada konfigurasi 3 didapatkan nilai cost sebesar Rp pada konfigurasi 4 didapatkan nilai cost sebesar Rp Dari keempat konfigurasi diatas dapat dilihat bahwa konfigurasi 1 mempunyai nilai cost maksimum dengan nominal sebesar Rp dan pada konfigurasi 3 mempunyai nilai cost minimum dengan nominal sebesar Rp Saran 1. perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk mendapatkan Fatigue Life minimum pada tiap konfigurasi. 5. Daftar Pustaka Amerikan Petrolium Institute (2000). API Spec 5L: Specification for Line Pipe 42 nd Edition. Washington. Arnold, K. (1998). Surface Production Operation. Gulf Publising Company. Houston. ASME ANSI B31.7: Nuclear Piping Code, America Steel Mechanical Engineering, America. Baskoro, S.,Dronkers, T.D.T., Van Driel, M.(2004).From Shallow to Deep Implication for Offshore Pipelines Design. Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Komunitas Migas Indonesia. Jakarta. Bai, Y. (2001). Pipeline and Risers. EJSEVIER SCIENCE Ltd. The Boulevard, Langford LaneKidlington, Oxford OX5 IGB, UK. Det Norske Veritas (2000). DNV-OS-F101: Rules For Submarine Pipeline System. Det Norske Veritas, Norway Halliwell, R. (1996). An Introduction to Offshore Pipeline. University College. Cork. Mouselli, A.H. (1981). Offshore Pipeline Design, Analysis and Methodes. PenWell Books. Oklahoma. MSS SP-44. Steel Pipe Line Flanges. Soegiono.(2005). Pipa Laut.Surabaya : Airlangga University Press. Teddy. (2004). Piping, Valves, and Fittings. Journal of the Indonesian Oil and Gas Community. Komunitas Migas Indonesia. Jakarta 16

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE Oleh: WIRA YUDHA NATA 4305 100 014 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 ANALISA

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA Armando Rizaldy 1, Hasan Ikhwani 2, Sujantoko 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA 1.1 Alur Analisa Untuk mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda distribusi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghitung tebal pipa minimum yang paling

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER (Studi Kasus Crossing Pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PT.Perusahaan Gas Negara (Persero)

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING Jessica Rikanti Tawekal 1 dan Krisnaldi Idris Program StudiTeknikKelautan FakultasTeknikSipildanLingkungan, InstitutTeknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT *Toni Prahasto a, Djoeli Satrijo a, I Nyoman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem pemipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

Prasetyo Muhardadi

Prasetyo Muhardadi ANALISA KEKUATAN SISA PIPELINE AKIBAT CORROSION BERBASIS KEANDALANDI PETROCHINA-PERTAMINA TUBAN Oleh: Prasetyo Muhardadi 4305 100 039 Dosen Pembimbing: 1.Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, PhD 2. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono Analisa Integritas Pipa milik Joint Operation Body Pertamina- Petrochina East Java saat Instalasi Oleh Alfariec Samudra Yudhanagara 4310 100 073 Dosen Pembimbing Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA *Hendri Hafid Firdaus 1, Djoeli Satrijo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-10 1 Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono Presentasi Tugas Akhir Analisis Fatigue pada Konfigurasi Pipa Penyalur dengan Berbagai Variasi Sudut Kemiringan Akibat Pengaruh Vortex Induced Vibration Moh.Hafid 4305100080 Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB TEORI DASAR. 2.1 Umum BAB TEORI DASAR.1 Umum Prinsip utama dalam proses mendesain pipa bawah laut adalah mengusahakan agar sistem pipa yang akan dibangun dapat kuat dan stabil baik pada saat proses instalasi, hydrotest dan

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Sistem perpipaan dikatakan telah mengalami kegagalan, salah satu alasannya jika tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II 1 Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II Andis Dian Saputro dan Budi Agung Kurniawan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya 1. PENDAHULUAN Jika ditemukan sumber gas yang baru, maka perlu dipertimbangkan pula untuk mengalirkannya melalui sistem perpipaan yang telah ada. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya pengadaan sistem

Lebih terperinci

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG HASIL P3 DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check 1 Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check Desak Made Ayu, Daniel M. Rosyid, dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE AKIBAT PENGARUH BEBAN ARUS DAN GELOMBANG LAUT DI PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA *Felix Wahyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

Jurnal Tugas Akhir. Analisis Operabilitas Instalasi Pipa dengan Metode S-Lay pada Variasi Kedalaman Laut

Jurnal Tugas Akhir. Analisis Operabilitas Instalasi Pipa dengan Metode S-Lay pada Variasi Kedalaman Laut Analisis Operabilitas Instalasi Pipa dengan Metode S-Lay pada Variasi Kedalaman Laut Bondan Lukman Halimi (1), Wisnu Wardhana (2), Imam Rochani (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG ANALISA KEKUATAN FLANGE PADA SISTEM PEMIPAAN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG Hendra Prihatnadi, Budi Santoso Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong,Gedung 71,Tangerang -15310

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI OFFSHORE PIPELINE REPLACEMENT DI AREA BEKAPAI TOTAL E&P INDONESIE, BALIKPAPAN

STUDI OPTIMASI OFFSHORE PIPELINE REPLACEMENT DI AREA BEKAPAI TOTAL E&P INDONESIE, BALIKPAPAN Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 STUDI OPTIMASI OFFSHORE PIPELINE REPLACEMENT DI AREA BEKAPAI TOTAL E&P INDONESIE, BALIKPAPAN Oleh :

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus TUGAS AKHIR Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II Asvin B. Saputra 2710 100 105 Dosen Pembimbing: Budi Agung Kurniawan,

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT 1 ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES PENGGELARAN PIPA BAWAH LAUT Andhika Haris Nugroho, Dwi Priyanta,Irfan Syarif Arif Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Studi Optimasi Offshore Pipeline Replacement di Area Bekapai TOTAL E&P Indonesie, Balikpapan. (Ema Sapitri, Hasan Ikhwani, Daniel M.

Studi Optimasi Offshore Pipeline Replacement di Area Bekapai TOTAL E&P Indonesie, Balikpapan. (Ema Sapitri, Hasan Ikhwani, Daniel M. Studi Optimasi Offshore Pipeline Replacement di Area Bekapai TOTAL E&P Indonesie, Balikpapan (Ema Sapitri, Hasan Ikhwani, Daniel M. Rosyid) Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi 1 Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara (1), Ir. Imam Rochani, M.Sc (2), Prof. Ir. Soegiono (3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (213) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) 1 Analisa Peletakan Booster Pump pada Onshore Pipeline JOB PPEJ (Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java) Debrina

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sejak dahulu manusia sudah mengenal sistem perpipaan, namun penggunaan sistem dan bahannya masih sangat sederhana, untuk memenuhi kebutuhan mereka secara pribadi ataupun

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D. Sidang Tugas Akhir (P3) Surabaya, 7 Agustus 2014 PERANCANGAN RISER DAN EXPANSION SPOOL PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS KILO FIELD PT. PERTAMINA HULU ENERGI OFFSHORE NORTHWEST JAVA Oleh: Hidayat Wusta Lesmana

Lebih terperinci

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Fazri Apip Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN 1, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara, Jln.Almamater Kampus

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java PAPER TUGAS AKHIR 1 Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java Hidayat Wusta Lesmana, Imam Rochani, Handayanu Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISA KEANDALAN DENTED PIPE DI SISI NUBI FIELD TOTAL E&P INDONESIE. Abstrak

ANALISA KEANDALAN DENTED PIPE DI SISI NUBI FIELD TOTAL E&P INDONESIE. Abstrak ANALISA KEANDALAN DENTED PIPE DI SISI NUBI FIELD TOTAL E&P INDONESIE Dedie Arianto 1, Handayanu 2, D.M. Rosyid, 2 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2 Staf Pengajar Teknik Kelautan Abstrak Subsea pipeline merupakan

Lebih terperinci

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16 dan Corrective action JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action Fahmi Fazlur Rahman, Wisnu Wardhana, Yoyok Setyo Hadiwidodo Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik dan efisien. Pada industri yang menggunakan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Ribuan tahun yang lalu, sistem pipa sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum dan irigasi. Jadi pada dasarnya sistem

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM Gilang Muhammad Gemilang dan Krisnaldi Idris, Ph.D Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB gmg_veteran@yahoo.com Kata

Lebih terperinci

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Willyanto Anggono 1), Hariyanto Gunawan 2), Ian Hardianto

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL 1 ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL Muhammad R. Prasetyo, Wisnu Wardhana, Handayanu Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan efisien.pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian. dari sistem kerja dari alat yang akan digunakan seperti yang ada

BAB I PENDAHULUAN. dan efisien.pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian. dari sistem kerja dari alat yang akan digunakan seperti yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik dan efisien.pada industri yang menggunakan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN UMUR LELAH FREESPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 TENTANG FREESPANNING PIPELINES TAHUN 2002

PERHITUNGAN UMUR LELAH FREESPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 TENTANG FREESPANNING PIPELINES TAHUN 2002 PERHITUNGAN UMUR LELAH FREESPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 TENTANG FREESPANNING PIPELINES TAHUN 2002 Dian Febrian, Hasan Ikhwani, Yoyok Setyo Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data Penelitian Data material pipa API-5L Gr B ditunjukkan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan unloading line dari jetty menuju plan ditunjukan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik. Analisa Scouring Pipa Bawah Laut Kodeco Jalur Poleng-Gresik Dengan Variasi Tipe Tanah (Adi Nugroho 1), Wahyudi 2), Suntoyo 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Perhitungan Untuk mendapatkan hasil perhitungan analisa tegangan pipa pada jalur pemipaan gas dapat diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus di bawah ini : Perhitungan

Lebih terperinci

Perhitungan Teknis LITERATUR MULAI STUDI SELESAI. DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector HASIL DESAIN

Perhitungan Teknis LITERATUR MULAI STUDI SELESAI. DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector HASIL DESAIN MULAI STUDI LITERATUR DATA LAPANGAN : -Data Onshore Pipeline -Data Lingkungan -Mapping Sector DATA NON LAPANGAN : -Data Dimensi Anode -Data Harga Anode DESAIN MATERIAL ANODE DESAIN TIPE ANODE Perhitungan

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA Edy Karyanta, Budi Santoso, Hana Subhiyah PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 71, Tangerang Selatan, 15310 ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK Muhammad Aldi Wicaksono 1) Pembimbing : Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE Diajukan untuk meraih gelar sarjana Teknik Metalurgi pada Program Studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi Bandung TUGAS AKHIR Oleh: Depita Harahap

Lebih terperinci

LAMPIRAN A TABEL. 1. Tabel Dimensi Class 300 Flanges Drilling

LAMPIRAN A TABEL. 1. Tabel Dimensi Class 300 Flanges Drilling DAFTAR PUSTAKA [1]. Bednar,H. Henry. P.E. 1986. Pressure Vessel Design Handbook. Krieger Publishing Company. Florida [2]. Budynas, Richard. G. dan J. Keith Nisbeth. 2011. Shigley s Mechanical Engineering

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut Dengan Local Buckling Check Oleh : Desak Made Ayu 4310100019 Pembimbing : Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc OUTLINE : I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wellhead dan X-mass tree adalah peralatan yang harus dimiliki oleh sumur migas. Wellhead dipasang saat pengeboran dan X-mass tree dipasang saat sumur akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Didalam sebuah Plant, entah itu LNG Plant, Petrochemical Plant, Fertilizer Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di Offshore,

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Mulai Perumusan Masalah Mengetahui tegangan pada system perpipaan & mengetahui jumlah penyangga pipa (pipe support) Penyiapan data yang di masukan

Lebih terperinci

Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence

Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence Analisa Ultimate Strenght Fixed Platform Pasca Subsidence Ir. Murdjito, MSc.Eng 1, Sholihin, ST, MT 1, Ayu Febrianita Santoso Putri 2 1)Staff pengajar Teknik Kelautan, FTK-ITS, Surabaya 2) Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3 Pemodelan pada Caesar 5.1 Pembuatan model dengan variasi tersebut langsung dibuat pada Caesar 5.1 mengingat bentuk yang ada adalah pipeline. 1. Pemodelan Hal-hal yang diperlukan dalam pemodelan pipeline

Lebih terperinci